Markus 10:23–27: Keselamatan dan Ketidakmungkinan Manusia

Markus 10:23–27: Keselamatan dan Ketidakmungkinan Manusia

Pendahuluan

Perikop Markus 10:23–27 adalah salah satu bagian paling tajam dalam pengajaran Yesus tentang kekayaan dan keselamatan. Setelah pertemuannya dengan orang muda kaya yang menolak untuk meninggalkan hartanya (Markus 10:17–22), Yesus menatap murid-murid-Nya dan menyampaikan kebenaran yang mengguncang paradigma manusia:

“Betapa sulit bagi mereka yang memiliki kekayaan untuk masuk Kerajaan Allah!”

Dalam konteks dunia modern yang mengagungkan kemakmuran, status, dan keamanan finansial, perikop ini terdengar seperti paradoks. Bukankah kekayaan sering dianggap sebagai tanda berkat Tuhan? Namun, Yesus justru menyatakan bahwa kekayaan dapat menjadi rintangan terbesar bagi keselamatan.

Teologi Reformed memandang perikop ini bukan hanya sebagai peringatan moral, tetapi sebagai penyingkapan mendalam tentang ketidakmampuan total manusia (total depravity) dan anugerah Allah yang berdaulat (sovereign grace). Markus 10:23–27 adalah cermin yang memperlihatkan bagaimana keselamatan sepenuhnya berasal dari Allah, bukan dari kehendak, usaha, atau kekayaan manusia.

Teks Alkitab (AYT)

(23) Kemudian, Yesus memandang ke sekeliling dan berkata kepada murid-murid-Nya, “Betapa sulit bagi mereka yang memiliki kekayaan untuk masuk Kerajaan Allah!”
(24) Murid-murid pun terkejut akan perkataan-Nya. Namun, Yesus berkata lagi kepada mereka, “Hai anak-anak, betapa sulitnya masuk Kerajaan Allah!
(25) Lebih mudah bagi seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk Kerajaan Allah.”
(26) Murid-murid menjadi semakin terkejut dan berkata satu kepada yang lain, “Kalau begitu, siapa yang bisa diselamatkan?”
(27) Yesus memandang mereka dan berkata, “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi tidak bagi Allah. Sebab, segala sesuatu mungkin bagi Allah.”

I. Konteks: Dari Orang Muda Kaya ke Doktrin Anugerah

Perikop ini tidak berdiri sendiri. Ayat 23–27 merupakan kelanjutan dari kisah orang muda kaya (ay. 17–22), seorang yang saleh secara moral, religius, dan sukses secara ekonomi. Namun, ketika Yesus memintanya menjual seluruh hartanya dan mengikuti Dia, ia pergi dengan sedih. Mengapa? Karena hatinya terikat oleh kekayaan.

John Calvin menulis dalam Commentary on the Synoptic Gospels:

“Yesus tidak mengutuk kekayaan itu sendiri, tetapi kesombongan dan kelekatan hati terhadapnya. Harta menjadi tuhan yang menawan hati manusia sehingga ia menolak Kristus.”

Konteks ini menunjukkan bahwa Yesus tidak sedang menilai jumlah harta, tetapi status hati—apakah Allah atau kekayaan yang menjadi pusat kehidupan.

Dalam teologi Reformed, hal ini menunjukkan ketidakmampuan moral manusia untuk tunduk kepada Allah tanpa anugerah. Dosa tidak hanya membuat manusia bersalah, tetapi juga terikat oleh cinta pada hal-hal duniawi (band. Yohanes 3:19).

II. “Betapa Sulit Bagi Mereka yang Memiliki Kekayaan…” (Markus 10:23–24)

Yesus memandang sekeliling dan berkata, “Betapa sulit bagi mereka yang memiliki kekayaan untuk masuk Kerajaan Allah.”
Kata “memiliki” di sini (Yunani: echontes chrēmata) bukan sekadar “mempunyai harta,” tetapi “menaruh kepercayaan pada kekayaan.”

Dalam dunia Yahudi abad pertama, kekayaan dianggap sebagai tanda berkat Allah (lih. Ulangan 28:11–12). Maka, ketika Yesus mengatakan hal ini, para murid terkejut besar.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menulis:

“Yesus membalikkan pemahaman teologis zaman-Nya. Berkat materi bukan bukti keselamatan, melainkan ujian apakah hati manusia bersandar pada Allah atau pada miliknya sendiri.”

Yesus kemudian menyapa mereka dengan lembut, “Hai anak-anak, betapa sulitnya masuk Kerajaan Allah!” (ay. 24). Ia memperluas pernyataan itu — bukan hanya bagi orang kaya, tetapi bagi semua manusia.

Kata “betapa sulitnya masuk Kerajaan Allah” menunjukkan bahwa masuk ke dalam Kerajaan Allah bukan hasil usaha, melainkan anugerah.

R.C. Sproul menjelaskan:

“Yesus tidak berkata bahwa orang miskin otomatis diselamatkan. Ia berkata bahwa semua manusia — kaya maupun miskin — sama tidak mampu menyelamatkan diri mereka. Kekayaan hanya menyingkapkan betapa kuatnya kecenderungan hati untuk menyembah selain Allah.”

III. “Lebih Mudah bagi Seekor Unta Masuk melalui Lubang Jarum…” (Markus 10:25)

Perumpamaan ini sangat kuat dan hiperbolis. Unta adalah hewan terbesar di Palestina, sementara lubang jarum adalah lubang terkecil yang bisa dibayangkan. Maksudnya jelas: mustahil secara manusiawi.

Beberapa penafsir mencoba menafsirkan “lubang jarum” sebagai gerbang kecil di tembok Yerusalem, tetapi penjelasan ini tidak memiliki dasar historis kuat. Yesus benar-benar bermaksud mengatakan ketidakmungkinan mutlak.

John Gill menulis:

“Perumpamaan ini bukan soal tingkat kesulitan, tetapi tentang ketidakmungkinan total tanpa karya ilahi. Sama seperti unta tidak dapat masuk ke lubang jarum, demikian pula manusia tidak dapat memasuki Kerajaan Allah tanpa regenerasi Roh Kudus.”

Bagi teologi Reformed, inilah pernyataan eksplisit tentang total depravity — bahwa manusia, dalam kodrat alaminya, tidak mampu menyelamatkan diri atau bahkan memulai langkah menuju Allah.

John Owen menambahkan:

“Kekayaan hanyalah salah satu bentuk belenggu dosa. Namun, hakikat manusia berdosa adalah tidak mampu menundukkan diri kepada Allah, baik miskin maupun kaya. Ia buta terhadap kemuliaan Injil sampai Roh Kudus membukakan matanya.”

Perbandingan ini memaksa murid-murid untuk menghadapi fakta bahwa tidak ada manusia yang dapat menyelamatkan dirinya sendiri—tidak dengan perbuatan, status, maupun kekayaan.

IV. “Kalau Begitu, Siapa yang Bisa Diselamatkan?” (Markus 10:26)

Reaksi murid-murid sangat logis: “Kalau begitu, siapa yang bisa diselamatkan?”
Pertanyaan ini menunjukkan bahwa mereka memahami pernyataan Yesus bukan hanya tentang orang kaya, melainkan tentang ketidakmungkinan keselamatan manusia secara umum.

Charles Hodge menafsirkan bagian ini dengan mengatakan:

“Pertanyaan murid-murid adalah seruan universal dari manusia yang mulai menyadari kerusakan total dirinya. Mereka sadar, jika bahkan orang yang dianggap diberkati pun tak dapat diselamatkan, maka tidak ada yang bisa kecuali oleh kasih karunia.”

Ini adalah momen krisis teologis yang penting: kesadaran akan ketidakmampuan manusia adalah langkah pertama menuju anugerah.

Dalam teologi Reformed, ini dikenal sebagai pintu pertobatan sejati—di mana manusia berhenti mengandalkan diri dan mulai berseru kepada Allah.
Sebagaimana dikatakan dalam Mazmur 130:3–4:

“Jika Engkau memperhatikan kesalahan-kesalahan, ya TUHAN, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan.”

V. “Bagi Manusia Hal Itu Tidak Mungkin, Tetapi Tidak bagi Allah” (Markus 10:27)

Inilah puncak teologis dari seluruh perikop:

“Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi tidak bagi Allah. Sebab, segala sesuatu mungkin bagi Allah.”

Kata “tidak mungkin” (adynaton) berarti “tidak berdaya sama sekali.” Keselamatan bukanlah hasil kerja sama antara manusia dan Allah, melainkan pekerjaan Allah semata (monergisme).

Louis Berkhof menulis:

“Keselamatan tidak mungkin bagi manusia karena dosa telah membunuh seluruh kemampuan rohaninya. Hanya karya Roh Kudus yang dapat membangkitkan hati yang mati menjadi hidup.”

Ayat ini dengan indah menegaskan doktrin anugerah yang berdaulat (sovereign grace).
Keselamatan bukanlah hasil kehendak bebas yang memilih Allah, tetapi karya Allah yang memilih, memanggil, dan memperbarui manusia.

Efesus 2:8–9 berkata:

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.”

Bagi Allah, menyelamatkan orang kaya, orang miskin, orang berdosa, bahkan musuh-Nya, semuanya mungkin—karena keselamatan berasal dari kuasa dan kasih-Nya, bukan dari kemampuan manusia.

R.C. Sproul menegaskan:

“Anugerah bukan bantuan tambahan; anugerah adalah penyebab tunggal keselamatan. Manusia tidak setengah mati secara rohani — ia mati total. Karena itu, hanya Allah yang dapat memberi hidup.”

VI. Perspektif Para Teolog Reformed

1. John Calvin

Calvin menafsirkan bagian ini sebagai penyingkapan ketidakmampuan manusia dan kemahakuasaan anugerah Allah:

“Yesus ingin menghancurkan semua rasa percaya diri manusia. Tidak ada manusia yang bisa memanjat ke surga dengan tangannya sendiri. Hanya tangan Allah yang dapat menariknya ke atas.”

Calvin juga menekankan bahwa kekayaan sering kali menjadi “jaring emas” yang menjerat jiwa:

“Kekayaan pada dirinya tidak jahat, tetapi sering menjadi berhala yang paling halus, karena ia menjanjikan keamanan palsu.”

2. Herman Bavinck

Bavinck melihat perikop ini dalam terang teologi perjanjian:

“Masuk ke dalam Kerajaan Allah adalah pekerjaan Allah yang setia kepada perjanjian kasih karunia. Anugerah yang sama yang menciptakan dunia adalah anugerah yang melahirkan kembali manusia.”

3. Louis Berkhof

Berkhof menulis:

“Ayat ini menegaskan prinsip dasar keselamatan Reformed: bahwa manusia tidak bisa dan tidak akan datang kepada Allah kecuali Allah terlebih dahulu mengubah hatinya.”

4. R.C. Sproul

Sproul melihat Markus 10:27 sebagai inti dari Injil:

“Injil bukanlah undangan bagi manusia untuk mencoba lebih keras, tetapi deklarasi bahwa Allah melakukan yang mustahil — menyelamatkan orang berdosa.”

5. Jonathan Edwards

Dalam khotbah klasiknya, Sinners in the Hands of an Angry God, Edwards menegaskan bahwa:

“Tidak ada satu pun dalam diri manusia yang bisa membujuk Allah untuk menyelamatkannya. Keselamatan sepenuhnya adalah keputusan kedaulatan Allah.”

VII. Makna Teologis: Keselamatan Adalah Pekerjaan Allah dari Awal sampai Akhir

Ayat ini sejalan dengan ordo salutis (urutan keselamatan) dalam teologi Reformed:

  1. Pemilihan (Election) – Allah memilih dari kekekalan mereka yang akan diselamatkan (Efesus 1:4–5).

  2. Panggilan Efektif (Effectual Calling) – Roh Kudus memanggil secara efektif orang-orang pilihan kepada iman (Roma 8:30).

  3. Kelahiran Baru (Regeneration) – Allah memberi hati baru untuk percaya (Yohanes 3:5–8).

  4. Pembenaran (Justification) – Allah menyatakan orang berdosa benar karena Kristus (Roma 3:24).

  5. Pengudusan (Sanctification) – Roh Kudus membentuk kehidupan baru dalam orang percaya.

  6. Pemuliaan (Glorification) – Akhir dari karya keselamatan Allah yang sempurna (Roma 8:30).

Semua tahap ini adalah karya Allah, bukan kolaborasi manusia. Maka, ketika Yesus berkata “Segala sesuatu mungkin bagi Allah,” Ia sedang mengafirmasi seluruh doktrin sola gratia—hanya oleh kasih karunia.

VIII. Aplikasi Praktis dan Pastoral

1. Kekayaan Adalah Ujian Hati

Kekayaan bukan dosa, tetapi bahaya. Allah memanggil orang percaya untuk mengelola kekayaan, bukan diperbudak olehnya.
John Piper menulis:

“Kekayaan adalah ujian paling berbahaya karena ia menjanjikan apa yang hanya Kristus dapat berikan: keamanan, sukacita, dan makna hidup.”

2. Kerendahan Hati dalam Keselamatan

Tidak ada ruang untuk kesombongan rohani. Setiap orang yang diselamatkan hanya bisa berkata, “Soli Deo Gloria” — kemuliaan hanya bagi Allah.

3. Kesadaran Akan Ketidakmampuan Diri

Pertobatan sejati dimulai ketika kita menyadari bahwa kita tidak bisa menyelamatkan diri sendiri.
Yesus mengundang kita bukan untuk mencoba lebih keras, tetapi untuk berserah sepenuhnya kepada kasih karunia-Nya.

4. Kepercayaan pada Kuasa Allah

Ketika kita berdoa bagi orang yang tampaknya “tidak mungkin diselamatkan,” ayat 27 menjadi penghiburan besar:

“Segala sesuatu mungkin bagi Allah.”
Tidak ada hati yang terlalu keras, tidak ada dosa yang terlalu dalam bagi kasih karunia Kristus.

5. Panggilan untuk Mengikut Kristus Sepenuhnya

Seperti orang muda kaya, kita semua ditantang: apakah kita bersedia meninggalkan apa pun yang menghalangi ketaatan kepada Kristus? Kekristenan sejati bukan sekadar percaya, tetapi menyerahkan seluruh hidup kepada Dia yang memanggil.

IX. Kesimpulan Teologis

  1. Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya.
    Baik moralitas, religiositas, maupun kekayaan tidak dapat membuka jalan ke surga.

  2. Keselamatan adalah pekerjaan Allah semata.
    Dari pemilihan hingga pemuliaan, semuanya dikerjakan oleh kuasa kasih karunia Allah.

  3. Kekayaan menguji pusat penyembahan manusia.
    Apakah kita lebih percaya kepada Allah atau kepada milik kita?

  4. Iman sejati lahir dari karya Roh Kudus.
    Hanya anugerah Allah yang dapat mematahkan ikatan cinta dunia dan menumbuhkan kasih kepada Kristus.

  5. Pengharapan kita ada pada Allah yang sanggup.
    Ia melakukan yang mustahil — menyelamatkan orang berdosa dan menjadikan mereka ahli waris Kerajaan-Nya.

Penutup

Markus 10:23–27 adalah panggilan bagi kita untuk meninggalkan kepercayaan pada diri sendiri dan berpegang pada anugerah Allah yang berdaulat. Ayat 27 adalah inti dari Injil itu sendiri:

“Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi tidak bagi Allah.”

Injil bukanlah tentang manusia yang berusaha mencapai Allah, melainkan tentang Allah yang turun untuk menyelamatkan manusia yang mustahil diselamatkan.

Sebagaimana dikatakan John Calvin:

“Tidak ada jalan menuju Kerajaan Allah kecuali melalui kasih karunia Allah yang menurunkan diri-Nya kepada manusia.”

Previous Post