WAWANCARA TOPIK CERAI KARENA ZINAH
Pdt. Budi Asali, M. Div.
Yakub Tri Handoko membahas hal ini dalam 2 khotbah yang masuk ke Youtube:
I. https://www.youtube.com/watch?v=o3YaL0Era2U&app=desktop
Mulai 1:32:00.
II. https://www.youtube.com/watch?v=kGNHKy1-0MU&feature=youtu.be
Mulai menit ke 51.
Matius 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”.
Matius 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Yakub Susabda menolak istilah ‘kecuali karena zinah’ karena ia anggap tak masuk akal, dan bertentangan dengan kagetnya murid-murid mendengar ajaran Yesus dalam Mat 19:9. Dan ia lalu mengganti kata ‘kecuali’ itu dengan kata ‘walaupun’ atau ‘bahkan’.
Ada beberapa jawaban dari saya untuk hal ini:
1) Kagetnya para murid-murid bukan hal aneh, dan sama sekali tak bisa dikatakan tak masuk akal, kalau Yesus mengajar cerai hanya boleh karena zinah. Mengapa mereka kaget? Karena pada saat itu yang populer adalah pandangan Hillel, yang mengijinkan cerai untuk alasan apa saja (Matius 19:3). Pada waktu Yesus menjawab ay 9, itu bahkan lebih keras dari pandangan Shammai. Kalau pandangan Shammai sudah tak populer, bagaimana bisa Yesus ajar lebih keras dari itu? Ini alasan kaget mereka, sehingga sama sekali tak ada kebutuhan untuk mengganti terjemahan dari Mat 19:9 seenaknya sendiri.
2) Yakub Susabda mengganti terjemahan dari ‘kecuali’ menjadi ‘bahkan’ atau ‘walaupun’, bukan saja tanpa dasar kamus apapun, tetapi bahkan menentang arti dari kamus Yunani.
Dalam Matius 19:9 kata yang diterjemahkan ‘kecuali’ adalah ME, dan ini menurut Bible Works 8 artinya adalah ‘not’ [= tidak / bukan], atau ‘except’ [= kecuali]. Tak ada arti ‘bahkan’ atau ‘walaupun’!
Dalam Matius 5:32 kata yang diterjemahkan ‘kecuali’ adalah kata Yunani yang berbeda, yaitu PAREKTOS, dan menurut Bible Works 8 artinya adalah ‘except for’ [= kecuali untuk], ‘apart from’ [= terpisah dari], ‘outside’ [= di luar]. Dan lagi-lagi tak ada arti ‘bahkan’ atau ‘walaupun’.
Jadi baik kata Yunani ME maupun PAREKTOS memang bisa berarti ‘kecuali’. Dan adalah sangat tak masuk akal bahwa kedua kata itu juga bisa berarti ‘bahkan’ atau ‘walaupun’, yang betul-betul merupakan kebalikan dari ‘kecuali’!
Sedangkan kata ‘walaupun’ yang misalnya keluar dalam:
a) Lukas 18:4 berasal dari kata Yunani EI KAI.
Lukas 18:4 - “Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun,”.
b) Yohanes 11:25 berasal dari kata Yunani KAN.
Yoh 11:25 - “Jawab Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,”.
c) Markus 14:29 berasal dari kata Yunani EI KAI.
Markus 14:29 - “Kata Petrus kepadaNya: ‘Biarpun mereka semua tergoncang imannya, aku tidak.’”.
d) Ibrani 4:3 berasal dari kata Yunani KAITOI.
Ibr 4:3 - “Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: ‘Sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu,’ sekalipun pekerjaanNya sudah selesai sejak dunia dijadikan.”.
Kalau kata ‘kecuali’ boleh diganti dengan ‘walaupun’, maka ini akan mengacaukan arti semua ayat yang menggunakan kata ‘kecuali’. Saya beri dua contoh saja.
1. Matius 12:4.
Mat 12:4 - “bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?”.
Mat 12:4 (‘versi Yakub Susabda’) - “bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, walaupun / bahkan oleh imam-imam?”.
Lalu siapa yang makan roti itu?
2. Kis 26:29.
Kis 26:29 - “Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.’”.
Kisah Para Rasul 26:29 (‘versi Yakub Susabda’) - “Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, bahkan belenggu-belenggu ini.’”.
3) Semua Alkitab bahasa Inggris yang saya tahu menterjemahkan ‘except’ / ‘except for’ / ‘saving’, yang semua berarti sama, yaitu ‘kecuali’.
Matius 5:32
KJV: But I say unto you, That whosoever shall put away his wife, saving for the cause of fornication, causeth her to commit adultery: and whosoever shall marry her that is divorced committeth adultery.
RSV: But I say to you that every one who divorces his wife, except on the ground of unchastity, makes her an adulteress; and whoever marries a divorced woman commits adultery.
NIV: But I tell you that anyone who divorces his wife, except for marital unfaithfulness, causes her to become an adulteress, and anyone who marries the divorced woman commits adultery.
NASB: but I say to you that everyone who divorces his wife, except for the cause of unchastity, makes her commit adultery; and whoever marries a divorced woman commits adultery.
NAU: but I say to you that everyone who divorces his wife, except for the reason of unchastity, makes her commit adultery; and whoever marries a divorced woman commits adultery.
ASV: but I say unto you, that every one that putteth away his wife, saving for the cause of fornication, maketh her an adulteress: and whosoever shall marry her when she is put away committeth adultery.
NKJV: ‘But I say to you that whoever divorces his wife for any reason except sexual immorality causes her to commit adultery; and whoever marries a woman who is divorced commits adultery.
YLT: but I - I say to you, that whoever may put away his wife, save for the matter of whoredom, doth make her to commit adultery; and whoever may marry her who hath been put away doth commit adultery.
Matius 19:9
KJV: And I say unto you, Whosoever shall put away his wife, except it be for fornication, and shall marry another, committeth adultery: and whoso marrieth her which is put away doth commit adultery.
RSV: And I say to you: whoever divorces his wife, except for unchastity, and marries another, commits adultery."
NIV: I tell you that anyone who divorces his wife, except for marital unfaithfulness, and marries another woman commits adultery."
NASB: ‘And I say to you, whoever divorces his wife, except for immorality, and marries another woman commits adultery."
NAU: ‘And I say to you, whoever divorces his wife, except for immorality, and marries another woman commits adultery.’
ASV: And I say unto you, Whosoever shall put away his wife, except for fornication, and shall marry another, committeth adultery: and he that marrieth her when she is put away committeth adultery.
NKJV: ‘And I say to you, whoever divorces his wife, except for sexual immorality, and marries another, commits adultery; and whoever marries her who is divorced commits adultery.’
YLT: ‘And I say to you, that, whoever may put away his wife, if not for whoredom, and may marry another, doth commit adultery; and he who did marry her that hath been put away, doth commit adultery.’
4) Sebetulnya ada satu Alkitab bahasa Inggris yang menterjemahkan ‘although’ / ‘walaupun’, yaitu GNB (Good News Bible) atau TEV (Today’s English Version), dan itu diterjemahkan ke dalam terjemahan Indonesia sebagai Kabar Baik masa kini / BIS. Tetapi ini adalah GNB kuno, terbitan tahun 1978!
Matius 5:32 (GNB kuno - 1978): ‘But now I tell you: if a man divorces his wife, even though she has not been unfaithful, then he is guilty of making her commit adultery if she marries again; and the man who marries her commits adultery also.’
Mat 5:32 (GNB baru): ‘But now I tell you: if a man divorces his wife for any cause other than her unfaithfulness, then he is guilty of making her commit adultery if she marries again; and the man who marries her commits adultery also.’
Mat 19:9 (GNB kuno - 1978): ‘I tell you, then, that any man who divorces his wife, even though she has not been unfaithful, commits adultery if he marries some other woman.’’
Mat 19:9 (GNB baru): ‘I tell you, then, that any man who divorces his wife for any cause other than her unfaithfulness, commits adultery if he marries some other woman.’’
Jadi rupanya GNB menyadari mereka telah menterjemahkan secara salah, dan mereka memperbaikinya! Tetapi Yakub Susabda justru mempertahankan yang salah.
Ralat: setelah wawancara selesai, pada waktu saya menyempurnakan tulisan ini, saya baru menyadari bahwa saya telah kurang teliti. Terjemahan lama dari GNB ‘even though she has not been unfaithful’ [= walaupun ia bukannya telah tidak setia]. Jadi, sekalipun ini terjemahan yang berbeda, dan menggunakan kata ‘even though’ [= walaupun], tetapi artinya berbeda dengan yang Yakub Susabda katakan, dan terjemahan ini tidak menunjukkan bahwa cerai dilarang secara mutlak.
pembahasan khotbah
Pdt. Yakub Tri Handoko
Khotbah tertulis Yakub Tri Handoko [http://rec.or.id/article_667_Jangan-Bercerai-(Matius-5:31-32)]:
Dari Youtube:
Video I - https://www.youtube.com/watch?v=GihZkhYWV0U
Video II - https://www.youtube.com/watch?v=cPezEb3R5VQ
Judul “Perceraian, sebuah perspektif biblical”.
Dia katakan ini hanya salah satu pandangan, dan ia akui ini pandangan minoritas.
Yakub Tri mengatakan pemikir Reformed yang tidak setuju perceraian: (Video I, Menit 23:53).
1. John Piper.
2. Gordon Wenham.
3. Thomas R. Schreiner.
Dia masih berikan sedikitnya 2 nama lain (Video I, menit 25:10), tapi saya tak bisa menangkap nama-nama itu.
Jawaban saya:
Mari kita bahas 3 orang ini, apakah benar mereka Reformed, dan anti cerai.
1) John Piper adalah seorang Reformed Baptist - https://en.m.wikipedia.org/wiki/John_Piper_(theologian)
Yakub Tri mengatakan bahwa “John Piper ini orang yang menolak perceraian dengan alasan apapun”!!! (Video I, menit 23:00).
Benarkah claim Yakub Tri ini? Mari kita lihat kata-kata John Piper sendiri di bawah ini:
John Piper: “3. Divorce may be permitted when a spouse deserts the relationship, commits adultery, or is dangerously abusive (1 Cor. 7:15; Matthew 19:9; 1 Cor. 7:11). [7] We are not here dealing with remarriage (see #4 and #5). We simply acknowledge that there are times when the Bible permits separation.” [= 3. Perceraian bisa diijinkan pada waktu seorang pasangan meninggalkan hubungan, melakukan perzinahan, atau melakukan kekerasan (physical abuse) yang membahayakan (1Kor 7:15; Mat 19:9; 1Korintus 7:11). (7) Kami tidak sedang menangani pernikahan lagi (lihat #4 dan #5). Kami hanya mengakui bahwa di sana ada saat-saat pada waktu Alkitab mengijinkan perpisahan.] - https://www.desiringgod.org/articles/a-statement-on-divorce-remarriage-in-the-life-of-bethlehem-baptist-church
2) Gordon Wenham adalah seorang Anglikan - https://www.thetimes.co.uk/article/liberal-tolerance-of-gays-in-church-is-just-paganism-5lwxdwf5k75
Anglikan tidak sama dengan Reformed.
Lihat 3 link di bawah ini:
a) https://www.quora.com/What-are-the-differences-between-Calvinism-and-Anglicanism
b) https://www.thegospelcoalition.org/article/nine-things-you-should-really-know-about-anglicanism/
Untuk link yang kedua ini perhatikan point 3, yang mengatakan bahwa Anglikan terletak di antara Lutheran dan Calvinisme.
c) Juga link ini (dalam bagian ‘definition’) menunjukkan bahwa Anglikan tidak sama dengan Reformed - https://en.wikipedia.org/wiki/Anglicanism
Ini saya beri sedikit cuplikan:
“Anglicanism, in its structures, theology and forms of worship, is commonly understood as a distinct Christian tradition representing a middle ground between what are perceived to be the extremes of the claims of 16th-century Roman Catholicism and the Lutheran and Reformed varieties of Protestantism of that era. As such, it is often referred to as being a via media (or ‘middle way’) between these traditions.” [= Anglikanisme, dalam struktur, theologia dan bentuk ibadahnya, biasanya dimengerti sebagai suatu tradisi Kristen yang berbeda yang mewakili daerah di tengah-tengah di antara apa yang dimengerti sebagai extrim-extrim tentang claim-claim dari Roma Katolik abad 16 dan variasi-variasi Lutheran dan Reformed dari Protestanisme dari jaman itu. Dalam arti yang persis, itu sering dianggap sebagai suatu kompromi (atau ‘jalan tengah’) di antara tradisi-tradisi ini.].
Bagaimana pandangan Wenham tentang ‘cerai karena zinah’? Ia jelas-jelas setuju, bahwa kalau ada zinah, orang boleh menceraikan pasangannya! Yang tidak ia setujui adalah pernikahan lagi / remarriage!
Gordon J. Wenham: “Third, I will look at the teaching in Matthew’s gospel. Matthew wrote the only gospel that mentions an exception to Jesus’ blanket condemnation of divorce and remarriage. In Matthew 5:32, divorce is not condemned as adultery in cases where the divorce is caused by sexual immorality, but other reasons for divorce and any remarriage after divorce are so condemned; the same ideas are reiterated in Matthew 19. Some interpreters interpret Matthew 19 to allow remarriage after some divorces (see the other chapters in this book). I will argue that this makes Jesus contradict himself. The text makes much better sense if Jesus is understood to prohibit remarriage after divorce in every case.” [= Ketiga, saya akan melihat pada pengajaran dalam Injil Matius. Matius menulis satu-satunya injil yang menyebutkan suatu perkecualian pada pengecaman universal dari Yesus tentang perceraian dan pernikahan lagi / kembali / ulang. Dalam Mat 5:32, perceraian tidak dikecam / disalahkan sebagai perzinahan dalam kasus-kasus dimana perceraian itu disebabkan oleh ketidak-bermoralan sexual, tetapi alasan-alasan lain untuk perceraian dan pernikahan ulang / lagi apapun setelah perceraian dikecam / disalahkan seperti itu; gagasan yang sama dikatakan lagi dalam Mat 19. Sebagian penafsir menafsirkan Mat 19 mengijinkan pernikahan lagi setelah perceraian (lihat pasal-pasal lain dalam buku ini). Saya berargumentasi bahwa ini membuat Yesus menentang diriNya sendiri. Text itu memberi arti yang lebih baik jika Yesus dimengerti sebagai melarang pernikahan lagi setelah perceraian dalam setiap kasus.] - ‘REMARRIAGE AFTER DIVORCE IN TODAY’S CHURCH’, hal 22 (Libronix).
Gordon J. Wenham: “So far what I have said is widely accepted. Historians agree that the early church did not approve of remarriage after divorce. Most biblical scholars accept that the New Testament, apart from Matthew, also condemned remarriage after divorce. The idea that Matthew allowed remarriage after divorce in some cases rests on the interpretation of two short phrases. In 5:32 Jesus declared that ‘everyone who divorces his wife, except on the ground of sexual immorality (porneia), makes her commit adultery’ (ESV, emphasis added). In 19:9 Jesus noted that ‘whoever divorces his wife, except for sexual immorality (porneia), and marries another, commits adultery’ (ESV, emphasis added). The early church understood the italicized phrases to allow separation, but not remarriage, for sexual immorality (porneia). But from the time of Erasmus (1519) on, many Protestants have held that the exception clauses allow full divorce with the right to remarry in cases where a spouse is guilty of sexual immorality, typically adultery. I want to examine which interpretation - the permissive Erasmian view or the restrictive early church view - makes the best sense within the context of Matthew’s gospel and the flow of his thought. I’ll look at the two passages in turn.” [= Sejauh ini apa yang telah saya katakan kebanyakan diterima. Ahli-ahli sejarah setuju bahwa gereja mula-mula tidak menyetujui pernikahan lagi setelah perceraian. Kebanyakan sarjana Alkitab menerima bahwa Perjanjian Baru, terpisah dari Matius, juga mengecam pernikahan lagi setelah perceraian. Gagasan bahwa Matius mengijinkan pernikahan lagi setelah perceraian dalam beberapa kasus didasarkan pada penafsiran dari dua ucapan / kata-kata pendek. Dalam 5:32 Yesus menyatakan bahwa ‘setiap orang yang menceraikan istrinya, KECUALI BERDASARKAN KETIDAK-BERMORALAN SEX (PORNEIA), membuat ia melakukan perzinahan’ (ESV, penekanan ditambahkan). Dalam 19:9 Yesus menunjukkan / menyebutkan bahwa ‘siapapun menceraikan istrinya, KECUALI KARENA KETIDAK-BERMORALAN SEX (PORNEIA), dan menikahi orang lain, melakukan perzinahan’ (ESV, penekanan ditambahkan). Gereja mula-mula mengerti ucapan / kata-kata yang dicetak miring untuk mengijinkan perpisahan, tetapi tidak pernikahan lagi, untuk ketidak-bermoralan sex (PORNEIA). Tetapi sejak jaman Erasmus (1519) dan selanjutnya, banyak orang Protestan telah mempercayai bahwa anak-anak kalimat perkecualian mengijinkan perceraian penuh dengan hak untuk menikah lagi dalam kasus-kasus dimana seorang pasangan bersalah tentang ketidak-bermoralan sex, biasanya perzinahan. Saya ingin memeriksa penafsiran mana - pandangan Erasmus yang bersifat mengijinkan atau pandangan yang ketat dari gereja mula-mula - yang membuat arti terbaik di dalam kontext injil Matius dan aliran pemikirannya. Saya akan melihat pada kedua text dalam urut-urutan yang tepat.] - ‘REMARRIAGE AFTER DIVORCE IN TODAY’S CHURCH’, hal 27 (Libronix).
Gordon J. Wenham: “Within this context, the exception clause simply notes that should a wife have already committed adultery - one type of sexual immorality - her husband can hardly be said to have made her commit adultery. There is no suggestion here that a husband gains the right to marry again. The most that permissive interpreters can claim is that this text leaves open the possibility that an innocent husband may remarry. This text certainly does not authorize remarriage in such circumstances.” [= Dalam kontext ini, anak kalimat perkecualian hanya menunjukkan bahwa kalau seorang istri telah melakukan perzinahan - satu type dari ketidak-bermoralan sex - suaminya tidak bisa dikatakan telah membuatnya melakukan perzinahan. Tidak ada petunjuk di sini bahwa seorang suami mendapatkan hak untuk menikah lagi. Yang paling banyak bisa diclaim oleh penafsir-penafsir yang bersifat mengijinkan itu adalah bahwa text ini membuka kemungkinan bahwa seorang suami yang tak bersalah boleh menikah lagi. Text ini PASTI tidak memberi otoritas pernikahan lagi dalam keadaan-keadaan seperti itu.] - ‘REMARRIAGE AFTER DIVORCE IN TODAY’S CHURCH’, hal 28 (Libronix).
Jelas bahwa Wenham menyetujui perceraian karena zinah; yang tidak ia setujui adalah pernikahan lagi setelah perceraian itu. Jadi, bagaimana bisa Yakub Tri mengatakan Wenham melarang cerai dalam keadaan apapun?
3) Thomas R. Schreiner adalah seorang Southern Baptist.
Ini bisa dilihat di link ini: - https://en.m.wikipedia.org/wiki/Thomas_R._Schreiner
Dalam bukunya yang berjudul ‘Believer’s Baptism: Sign of the New Covenant in Christ’ terlihat jelas bahwa dia anti baptisan bayi, dan karena itu jelas bukan Reformed.
Lihat link ini:
http://d3pi8hptl0qhh4.cloudfront.net/documents/sbjt/sbjt_2002springcomplete.pdf
Di sini ada ‘The Southern Baptist Journal of Theology’.
Dalam Journal itu Schreiner sendiri tidak memberikan pandangannya, tetapi hanya menyuruh pembacanya membaca dua tulisan selanjutnya, yaitu tulisan William A. Heth dan Gordon Wenham, dan keduanya mengijinkan cerai. Saya berikan sedikit cuplikan dari Journal tersebut.
Thomas R. Schreiner: “The scriptures are clear, for example, that divorce is never a good thing. It is never ideal for marriages to break apart, for the covenant bond between a husband and wife to be severed.” [= Kitab Suci adalah jelas, sebagai contoh, bahwa perceraian tidak pernah merupakan suatu hal yang baik. Tidak pernah merupakan sesuatu yang ideal bagi pernikahan untuk hancur / pecah, bagi ikatan perjanjian antara seorang suami dan istri untuk dibubarkan / diputuskan.] - hal 2.
Kalau kata-kata ini saya setuju. Memang perceraian itu jelas bukan hal yang ideal, juga bukan hal yang baik. Tapi coba baca lanjutannya.
Thomas R. Schreiner: “Is divorce ever justified? I have already noted that divorce is never ideal, but is it in some cases permissible? The church of Jesus Christ has debated this question throughout history. We have two very fine articles on this question in the current issue. Gordon Wenham, a well-known Old Testament scholar from England, argues that divorce is permissible in some instances but never remarriage. William Heth takes the other position. He maintains that both divorce and remarriage are justified in some cases.” [= Apakah perceraian pernah dibenarkan? Saya telah menyebutkan bahwa perceraian tidak pernah merupakan sesuatu yang ideal, tetapi apakah itu dalam beberapa kasus diijinkan? Gereja Yesus Kristus telah memperdebatkan pertanyaan ini dalam sepanjang sejarah. Kami mempunyai dua artikel yang sangat bagus tentang pertanyaan ini dalam pokok saat ini. Gordon Wenham, seorang sarjana Perjanjian Lama yang terkenal dari Inggris, berargumentasi bahwa perceraian diijinkan dalam beberapa kejadian tetapi tidak pernah pernikahan ulang diijinkan. William Heth mengambil posisi yang lain. Ia mempertahankan bahwa baik perceraian dan pernikahan ulang dibenarkan dalam beberapa kasus.] - hal 2-3.
Lalu dalam Journal itu diberikan tulisan William Heth (hal 4-29) dan tulisan Gordon Wenham (hal 30-45).
Kalau Schreiner mempercayai bahwa cerai dilarang secara mutlak, mungkinkah ia tidak memberi pandangannya, dan hanya mendorong para pembacanya pada tulisan dari Heth dan Wenham, yang keduanya mengijinkan cerai dalam kasus-kasus tertentu??? Rasanya itu mustahil.
Kesimpulan: data-data yang Yakub Tri berikan atau tidak akurat, atau dipalsukan! Kalau tidak akurat salah satu, itu bisa diterima. Tetapi memberi tiga, dan ketiganya tidak akurat, itu tidak masuk akal. Bagi saya ini pemalsuan / penipuan! Mungkin dia pikir tak ada orang nganggur yang mau mengecek???
Strategi pembahasan Yakub Tri. Beberapa kali ia katakan ‘strategi’. Penggunaan kata ini saja sudah salah menurut saya. Dalam mencari kebenaran, kita tidak boleh menggunakan ‘strategi’! Dalam perang, perkelahian, kita menggunakan strategi, yang sangat mungkin mengandung unsur kelicikan.
Yakub Tri mengatakan biasanya orang mulai dengan Matius 19:9 dan Matius 5:32
Yakub Tri berkata, dia selidiki ‘text-text yang lebih jelas’ dulu.
Dan Yakub Tri mengatakan bahwa dalam Hermeneutics, text yang kurang jelas harus ditafsirkan oleh text-text yang lebih jelas.
Jadi dia bahas text-text yang jelas dulu, baru akan tafsir ulang Matius 5:32 dan Matius 19:9 (ini ‘strategi’nya dia).
Jawaban saya:
Prinsip Hermeneutics-nya saya setuju. Tetapi cara penerapannya di sini yang saya tak setuju. Ayat-ayat tentang perceraian ini bukan kelompok ayat sukar vs kelompok ayat yang jelas / mudah. Tetapi ini adalah dua kelompok ayat yang berbeda. Yang satu sifatnya umum / universal, yang lain (Matius 5:32 dan Mat 19:9) sifatnya khusus / perkecualian. Karena itu kita tak bisa memulai dengan melihat ‘ayat-ayat mudah / jelas’ baru membahas ‘ayat-ayat yang bermasalah’!!!
Sebagai contoh, kita mau membahas thema: ‘Apakah Yesus itu manusia berdosa atau tidak?’
Dalam Alkitab ada banyak ayat yang menyatakan semua manusia itu berdosa.
Roma 3:10-12,23 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ... (23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,”.
Ayub 25:4 - “Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih?”.
Pengkhotbah 7:20 - “Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!”.
Tetapi ada ayat-ayat yang mengecualikan Yesus.
Ibrani 4:15 - “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”.
2Korintus 5:21 - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.
Yoh 8:46a - “Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?”.
Cara menafsir Yakub Tri, kalau mau diterapkan pada persoalan ini menjadi sebagai berikut:
Mari kita tak melihat pada Ibr 4:15 2Korintus 5:21 Yoh 8:46a, tetapi kita melihat lebih dulu pada ayat-ayat yang jelas, yaitu Ro 3:10-12,23 Pkh 7:20 Ayub 25:4. Baru nanti kita menafsir ulang ayat-ayat Ibrani 4:15 2Korintus 5:21 Yoh 8:46a.
Lalu baca dan tafsir Roma 3:10-12,23 Pkh 7:20 Ayub 25:4, dan sudah pasti akan mendapatkan bahwa semua manusia berdosa, dan karena Yesus adalah manusia, maka Ia juga berdosa. Ini sekarang jadi tolok ukur untuk menafsir ulang Ibr 4:15 2Korintus 5:21 Yoh 8:46a.
Ibrani 4:15 Ia tidak berbuat dosa pada waktu dicobai. Tapi ayatnya tidak bilang pada waktu Ia tak dicobai. 2Korintus 5:21 hanya bilang Ia tak mengenal dosa, itu bukan berarti sama sekali tak berbuat dosa. Yohanes 8:46 - memang orang-orang itu tak bisa buktikan Yesus berbuat dosa, karena mereka tak maha tahu. Tapi Allah yang maha tahu tentu bisa buktikan.
Kesimpulan akhir: Yesus berdosa. Ini jadi lucu, bukan?
SEMUA JADI KACAU KALAU PAKAI CARA YAKUB TRI menAFSIR AYAT!!!
Yang benar adalah sebagai berikut:
Ayat-ayat Roma 3:10-12,23 Pkh 7:20 Ayub 25:4 adalah ayat-ayat yang berlaku umum, semua manusia berdosa. Tetapi ayat-ayat Ibr 4:15 2Kor 5:21 Yoh 8:46a merupakan ayat-ayat perkecualian. Jadi kesimpulan akhir: semua manusia berdosa, kecuali Yesus!
Kembali pada soal cerai.
Banyak ayat umum, seperti:
1. Mal 2:16a - “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel”.
Kelihatannya ini ayat hafalannya Gilbert Lumoindong.
2. Roma 7:2-3 - “(2) Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. (3) Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.”.
3. 1Kor 7:10-11,39 - “(10) Kepada orang-orang yang telah kawin aku - tidak, bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. (11) Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. ... (39) Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.”.
4. Markus 10:11-12 - “(11) Lalu kataNya kepada mereka: ‘Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. (12) Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.’”.
5. Lukas 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
Catatan: untuk no 4 dan mungkin juga no 5, mungkin harus diartikan secara berbeda, karena keduanya merupakan ayat-ayat paralel dari Mat 19:9. Yang dalam Markus pasti paralel, karena ada kontextnya, tetapi yang dalam Lukas tidak bisa dipastikan, karena tidak ada kontextnya.
Tetapi dua ayat dalam Matius, merupakan ayat-ayat perkecualian!
Matius 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”.
Matius 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Jadi, membahas ayat-ayat kelompok I dulu, lalu menafsir ulang kelompok II, merupakan suatu metode yang jelas-jelas salah. Kalau pendekatan / metodenya (atau ‘strategi’nya) sudah salah, jangan harap bisa mendapatkan kesimpulan yang benar! Kalau mau membahas topik ‘apakah pada waktu seseorang berzinah, pasangannya yang tak bersalah boleh menceraikannya?’, maka kita harus langsung membahas Mat 5:32 dan Mat 19:9 yang memang berkenaan dengan topik itu! Baru nanti kita menjelaskan ayat-ayat yang lain, dan itu cukup dengan mengatakan bahwa ayat-ayat itu merupakan ayat-ayat yang berlaku umum (kalau tidak terjadi zinah).
Markus 10:11-12 - “(11) Lalu kataNya kepada mereka: ‘Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. (12) Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.’”.
Lukas 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
Ini text-text paralel.
Kata-kata ‘kecuali karena zinah’ tidak ada. Padahal ini cerita yang sama.
Apakah Matius yang menambahi atau Markus / Lukas yang mengurangi??
Video I, menit 31:22 - kalau hanya lihat text-text ini perceraian diperbolehkan atau tidak??
Jawaban saya:
Ini manipulasi! Kita tidak boleh menyimpulkan apapun dengan hanya melihat sebagian ayat dalam Alkitab, padahal ada ayat-ayat lain yang berhubungan!!!
Sebagai contoh, kalau ketemu Saksi-Saksi Yehuwa, dan dia bilang mari kita lihat ayat-ayat Mat 24:36 dan Yoh 14:28, jangan lihat ayat-ayat lain dulu. Kalau dari dua ayat ini Yesus itu Allah atau bukan??? Saudara mau terima ‘strategi’ seperti itu??? Itu strategi penipuan!
Lalu Yakub Tri membahas text-text lain:
1Kor 7:39 - “Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.”.
Roma 7:1-3 - “(1) Apakah kamu tidak tahu, saudara-saudara, - sebab aku berbicara kepada mereka yang mengetahui hukum - bahwa hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup? (2) Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. (3) Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.”.
Kedua text ini mengatakan nikah itu sampai mati.
Yakub Tri tanya: Menurut kedua ayat ini cerai boleh atau tidak???
Jawaban saya:
Ini lagi-lagi manipulatif!
Yakub Tri menggunakan janji pernikahan (video I, menit 32:30-57).
Jawaban saya:
Ini manipulatif, dan tidak Alkitabiah! Dasar ajaran kok pakai janji pernikahan itu bagaimana??? Ini bertentangan dengan judul ‘biblical’ dalam thema yang Yakub Tri gunakan! Dan ini juga digunakan oleh Eddy Leo dan Gilbert (dalam tulisan). Saya tak tahu siapa yang nyontek dari siapa. Yang saya tahu mereka menyontek dari orang yang salah. Orang buta menuntun orang buta? Atau orang buta mengikuti orang buta?? Pikir sendiri, dan jawab sendiri!
Ini jawaban saya tentang penggunaan ‘janji pernikahan’ itu!
1. Janji pernikahan, sekalipun merupakan sesuatu yang sakral, itu bukan firman Tuhan!!! Tak ada dalam Alkitab. Bisa-bisanya dijadikan dasar ajaran? Pengakuan Iman saja (12 Pengakuan Iman Rasuli; Pengakuan Iman Nicea; Westminster Confession of Faith, dsb) tidak boleh dijadikan dasar ajaran kecuali ada ayat pendukung, apalagi hanya janji pernikahan. Orang mengajar pakai dasar janji pernikahan masih bisa katakan pembahasannya Alkitabiah??
2. Janji pernikahan, sekalipun sakral, tetap berurusan dengan pernikahan, yang merupakan sesuatu yang romantis. Sama seperti janji pacaran, apakah ada orang janji: aku akan mencintai engkau, kecuali engkau berzinah / selingkuh??? Semua janjinya akan cinta sampai mati. Tetapi saya yakin semua orang juga tahu kalau itu sebetulnya bersyarat. Tetapi kalau syaratnya diucapkan, maka seluruh suasana romantis akan hancur.
3. Kalau Yakub Tri katakan bahwa tak ada orang mengucapkan janji pernikahan dengan tambahan ‘kecuali / sampai engkau berzinah’, maka saya juga bisa mengatakan secara sama bahwa tak ada orang mengatakan janji pernikahan disertai kata-kata ‘sekalipun engkau berzinah’, atau ‘sekalipun engkau bawa pelacur ke rumah’, dan sebagainya. Argumentasi konyol saya balas dengan argumentasi yang konyol juga!
4. Janji pernikahan bunyinya tak selalu seperti yang pada umumnya kita dengar. Ada yang orangnya masing-masing buat sendiri. Bisa berbeda-beda dan ini menunjukkan bahwa itu tidak mungkin dijadikan dasar ajaran.
5. Ini yang terpenting: Janji pernikahan itu timbal balik. Baik suami maupun istri berjanji untuk setia. Kalau suami mengingkari janjinya dengan dia berzinah, apakah istri masih terikat pada janjinya? Hanya orang konyol / bodoh yang berkata YA.
Efesus 5:22-31, dan Yakub Tri menekankan ay 32 nya. Video I, Menit ke 35.
Yakub Tri bilang kita sering berzinah secara rohani, sering tidak setia kepada Tuhan. Video I, Menit 37:26.
Nikah itu refleksi / gambaran hubungan Kristus dengan jemaat.
Jawaban saya:
Efesus 5:22-32 - “(22) Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, (23) karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. (24) Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. (25) Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya (26) untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, (27) supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diriNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. (28) Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. (29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, (30) karena kita adalah anggota tubuhNya. (31) Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (32) Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.”.
Saya tidak percaya orang kristen yang sejati bisa berzinah secara rohani, dalam arti menyembah berhala (itu arti ungkapan itu dalam Perjanjian Lama!).
Yeremia 3:9 - “Dengan sundalnya yang sembrono itu maka ia mencemarkan negeri dan berzinah dengan menyembah batu dan kayu.”.
Jadi, zinah secara rohani bukanlah sekedar ‘tidak setia kepada Tuhan’ seperti yang Yakub Tri katakan. Seadanya dosa adalah ketidak-setiaan kepada Tuhan, dan karena itu tidak harus disebut sebagai zinah rohani! Zinah rohani adalah penyembahan berhala!
Adam Clarke (tentang 2Korintus 6:15): “An idolater never worships the true God; a Christian never worships an idol. If ye join in idolatrous rites, it is impossible that ye should be Christians.” [= Seorang penyembah berhala tidak pernah menyembah Allah yang benar; seorang Kristen tidak pernah menyembah sebuah berhala. Jika kamu bergabung dalam upacara-upacara penyembahan berhala, adalah mustahil bahwa kamu adalah orang Kristen.].
Menyembah berhala yang hanya secara fisik, karena takut / sungkan dsb, itu memungkinkan. Itu yang dilakukan oleh Salomo dan Naaman. Tetapi betul-betul menyembah berhala dengan hatinya, menunjukkan secara jelas bahwa hatinya tidak percaya kepada Yesus! Dan kalau demikian, apakah dalam arti sebenarnya ia adalah jemaat / gereja? Kalau bukan, maka Ef 5 tadi tak berlaku untuk orang itu!!
Hosea 1-3 (Video I, menit ke 38). dan ini ia sebut text yang jelas!
Istri berzinah, tetapi diterima kembali.
Jawaban saya:
Apakah cerita nabi Hosea menikahi pelacur dsb ini adalah cerita yang sungguh-sungguh terjadi, atau sekedar suatu perumpamaan / penglihatan, itu menjadi perdebatan luar biasa.
1) Yang percaya ini vision: Matthew Henry, Calvin, Jamieson, Fausset & Brown.
Calvin (tentang Hos 1:2): “almost all the Hebrews agree in this opinion, that the Prophet did not actually marry a wife, but that he was bidden to do this in a vision. And we shall see in the third chapter (Hosea 3:1) almost the same thing described; and yet what is narrated there could not have been actually done, for the Prophet is bidden to marry a wife who had violated her conjugal fidelity, and after having bought her, to retain her at home for a time. This, we know, was not done. ...” [= hampir semua orang-orang Ibrani setuju dengan pandangan ini, bahwa sang Nabi tidak sungguh-sungguh menikahi seorang istri, tetapi ia diarahkan / disuruh melakukan ini dalam suatu penglihatan. Dan akan kita lihat dalam pasal ketiga (Hos 3:1) digambarkan hal yang hampir sama; tetapi apa yang diceritakan tidak bisa sungguh-sungguh telah terjadi, karena sang Nabi disuruh menikahi seorang istri yang telah melanggar kesetiaan pernikahan, dan setelah membelinya, mempertahankannya di rumah untuk suatu waktu. Ini, kami tahu, tidak dilakukan. ...].
2) Yang percaya ini cerita sungguh-sungguh: Adam Clarke, Albert Barnes, Bible Knowledge Commentary.
Keil & Delitzsch membingungkan. Entah dia masuk yang mana.
Jadi, Ini adalah text yang ‘luar biasa bermasalah’!!!!
Mengapa Yakub Tri tidak ‘menerapkan prinsip Hermeneutics-nya’, dengan mengatakan, mari kita kesampingkan dulu text ini, dan kita bahas text-text lain yang jelas??? Sebaliknya, ia langsung membahas text ini, atau lebih tepat, ia langsung ‘meloncat pada kesimpulan’ (Yakub Tri bahkan tidak membaca ayat-ayat dalam kitab Hosea!) tentang text ini, seakan-akan text ini tak bermasalah sama sekali!!!
Kalau dianggap bahwa cerita tentang Hosea dan Gomer dsb itu sungguh-sungguh terjadi, maka bahwa Hosea tidak boleh mencerai istrinya itu karena Tuhan mau membuat kehidupan Hosea sebagai suatu perumpamaan yang diperagakan! Ini tak bisa dipakai untuk melarang cerai secara mutlak. Untuk Hosea saja, ia tak boleh menceraikan, karena Tuhan punya tujuan tertentu. Apakah karena ada cerita Petrus jalan di atas air, kita boleh mencobanya? Apakah karena pemuda kaya yang datang kepada Yesus disuruh menjual semua hartanya dan membagikannya kepada orang miskin, maka kita semua harus melakukan hal yang sama? Tak semua ayat berlaku untuk semua orang. Kontext, dan seluruh bagian Alkitab yang lain, yang menentukan apakah ayat itu berlaku umum atau tidak!
Pada saat yang sama, cerita Hosea ini menunjukkan bahwa pada saat terjadi zinahpun, orang tidak harus bercerai. Ini saya katakan untuk menentang pandangan orang-orang extrim, yang saya jumpai di face book yang mengatakan bahwa kalau terjadi zinah, maka cerai itu diharuskan!
Dan bagaimana sikap Tuhan terhadap Israel dalam kitab nabi Hosea? Mengampuni sekalipun mereka zinah secara rohani??? TIDAK!! Tuhan membuang mereka!!
Hosea 1:4-6,8-9 - “(4) Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: ‘Berilah nama Yizreel kepada anak itu, sebab sedikit waktu lagi maka Aku akan menghukum keluarga Yehu karena hutang darah Yizreel dan Aku akan mengakhiri pemerintahan kaum Israel. (5) Maka pada waktu itu Aku akan mematahkan busur panah Israel di lembah Yizreel.’ (6) Lalu perempuan itu mengandung lagi dan melahirkan seorang anak perempuan. Berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: ‘Berilah nama Lo-Ruhama kepada anak itu, sebab Aku tidak akan menyayangi lagi kaum Israel, dan sama sekali tidak akan mengampuni mereka. ... (8) Sesudah menyapih Lo-Ruhama, mengandunglah perempuan itu lagi dan melahirkan seorang anak laki-laki. (9) Lalu berfirmanlah Ia: ‘Berilah nama Lo-Ami kepada anak itu, sebab kamu ini bukanlah umatKu dan Aku ini bukanlah Allahmu.’”.
Calvin (tentang Hosea 1:4): “It is added ‘and I will abolish the kingdom of the house of Israel.’ The house of Israel he calls that which had separated from the family of David, as though he said, ‘This is a separated house.’ God had indeed joined the whole people together, and they became one body. It was torn asunder under Jeroboam. This was God’s dreadful judgment; for it was the same as if the people, like a torn body, had been cut into two parts. But God, however, had hitherto preserved these two parts, as though they were but one body, and would have become the Redeemer of both people, had not a base defection followed. And the Israelites having become, as it were, putrified, so as now to be no part of his chosen people, our Prophet, by way of contempt and reproach, rightly calls them the house of Israel.” [= Ditambahkan ‘dan Aku akan mengakhiri kerajaan dari keluarga / kaum Israel’. Ia menyebut ‘kaum Israel’ yang telah memisahkan diri dari keluarga Daud, seakan-akan Ia berkata, ‘Ini adalah suatu kaum / keluarga yang terpisah’. Allah memang telah menggabungkan seluruh bangsa itu bersama-sama / menjadi satu, dan mereka menjadi satu tubuh. Itu disobek sehingga terpisah di bawah Yerobeam. Ini adalah penghakiman yang menakutkan dari Allah; karena itu adalah sama seakan-akan bangsa itu, seperti tubuh yang tersobek, telah dipotong menjadi dua bagian. Tetapi Allah, sampai saat ini telah menjaga kedua bagian ini, seakan-akan mereka hanyalah satu tubuh, dan akan telah menjadi Penebus dari kedua bangsa, seandainya suatu pengkhianatan / ketidak-setiaan yang bersifat dasari tidak terjadi belakangan. Dan bangsa Israel telah menjadi, seakan-akan membusuk, SEHINGGA SEKARANG TIDAK LAGI MERUPAKAN BAGIAN DARI BANGSA PILIHANNYA, Nabi kita, dengan cara menghina dan mencela, secara benar menyebut mereka ‘kaum Israel’.].
Calvin (tentang Hosea 1:6): “The Prophet shows in this verse that things were become worse and worse in the kingdom of Israel, that they sinned, keeping within no limits, that they rushed headlong into the extremes of impiety. He has already told us, by calling them Jezreelites, that they were from the beginning rejected and degenerate; as though he said, ‘Your origin has nothing commendable in it; ye think yourselves to be very eminent, because ye derive your descent from holy Jacob; but ye are spurious children, born of a harlot: a brothel is not the house of Abraham, nor is the house of Abraham a brothel. Ye are then the offspring of debauchery.’ But he now goes farther and says, that as time advanced, they had ever been falling into a worse state; for this word, Loruchamah, is a more disgraceful name than Jezreel: and the Lord also denounces here his vengeance more openly, when he says, ‘I will no more add to pursue with mercy the house of Israel.’ רחם, rechem, means to pity, and also to love: but this second meaning is derived from the other; for רחם, rechem, is not simply to love, but to show gratuitous favour. By calling the daughter, then, Lo-ruchamah, God intimates that his favour was now taken away from the people. We know, indeed, that the people had been freely chosen; for if the cause of adoption be inquired for, it must be said to have been the mere mercy and goodness of God. Now then God, in repudiating the people, says, ‘Ye are like a daughter whom her father casts away and disowns, because he deems her unworthy of his favour.’ We now, then, comprehend the design of the Prophet; for, after having shown the Israelites to have been from the beginning spurious, and not the true children of Abraham, he now adds, that, in course of time, they had become so corrupt, that God would now utterly disown them, and would no longer deem them as his house. He, therefore, charges them with something more grievous than before, by saying,‘Call this daughter Lo-ruchamah;’ for she was born after Jezreel. Here he describes by degrees the state of the people, that it continually degenerated. Though they were at the beginning depraved; but they were now, after the lapse of some time, utterly unworthy of God’s favour.” [= Dengan menyebut anak perempuan itu pada saat itu Lo-ruchamah, Allah mengisyaratkan / menunjukkan secara tak langsung bahwa kebaikanNya sekarang diambil dari bangsa itu. ... mereka telah menjadi begitu rusak / jahat, sehingga Allah sekarang sama sekali menolak untuk mengakui mereka, dan tidak lagi menganggap mereka sebagai keluargaNya. ... Di sini Ia menggambarkan perlahan-lahan keadaan dari bangsa itu, bahwa itu merosot / memburuk terus menerus. Sekalipun mereka pada mulanya bejat / jahat; tetapi mereka sekarang, setelah berlalunya beberapa waktu, sama sekali tidak layak mendapatkan kebaikan Allah.].
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.
Calvin (tentang Hos 1:6): “The Prophet, as we see, evidently intimates that the Israelites had very long abused the Lord’s mercy, while he spared them, so that now the ripe time of vengeance had come; for the Lord had, for many years showed his favour to them, though they never ceased at any time to seek destruction to themselves. Hence we learn, as stated yesterday, that the Prophet’s vehemence was not hasty: for God had before given warnings, more than sufficient, to the Israelites; he had also forgiven them many sins; he had borne with them until the state of things proved that they were altogether incurable. Since, then, the forbearance of God produced no effect on them, it was necessary to come to this last remedy, that the Lord should, as it were, with a drawn sword, appear as a judge to take vengeance.” [= Tuhan telah, untuk banyak tahun / waktu yang lama, menunjukkan kebaikanNya kepada mereka, ... sampai keadaan dari hal-hal membuktikan bahwa mereka sama sekali tidak bisa disembuhkan.].
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.
Calvin (tentang Hos 1:8-9): “The reason is added ‘For ye are not my people, and I will not hereafter be yours.’ This, as I have said, is the final disowning of them. They had been before called Jezreelites, and then by the name of the daughter God testified that he was alienated from them; but now the third name is still more grievous, ‘Ye are not my people;’ for God here abolishes, in a manner, the covenant he made with the holy fathers, so that the people would cease to have any pre-eminence over other nations. So then the Israelites were reduced to a condition in which they differed nothing from the profane Gentiles; and thus God wholly disinherited them.” [= Alasannya ditambahkan ‘Karena kamu bukanlah umatKu, dan setelah ini Aku bukanlah milikmu’. Ini, seperti telah saya katakan, merupakan ‘tindakan tidak mengakui’ yang terakhir (final) terhadap mereka. Sebelumnya mereka telah disebut Yizreel, dan lalu dengan nama anak perempuan itu Allah memberi kesaksian bahwa Ia telah diasingkan dari mereka; tetapi sekarang nama ketiga lebih menyedihkan lagi, ‘Kamu bukanlah umatKu’; karena Allah di sini menghapuskan, dengan suatu cara, perjanjian yang Ia buat dengan bapa-bapa kudus, sehingga bangsa itu berhenti mempunyai keunggulan apapun atas bangsa-bangsa lain. Dengan demikian maka bangsa Israel direndahkan pada suatu keadaan dalam mana mereka tidak berbeda dari bangsa-bangsa non Yahudi yang duniawi; dan dengan demikian Allah sepenuhnya mencabut hak mereka / mengeluarkan mereka dari warisan.].
BACA JUGA: DOSA MENGHUJAT ROH KUDUS
Matthew Henry (tentang Hos 1:8-9): “This was fulfilled in Israel when they were ‘utterly taken away’ into the land of Assyria, and their place knew them no more. They were no longer God’s people, for they lost the knowledge and worship of him; no prophets were sent to them, no promises made to them, as were to the two tribes in their captivity; nay, they were no longer ‘a people,’ but, for aught that appears, were mingled with the nations into which they were carried, and lost among them.” [= Ini digenapi di Israel pada waktu mereka ‘seluruhnya dibawa’ ke negeri Asyur, dan tempat mereka tak mengenal mereka lagi. Mereka bukan lagi umat Allah, karena mereka kehilangan pengetahuan dan penyembahan tentang Dia; tak ada nabi diutus kepada mereka, tak ada janji dibuat bagi mereka, seperti yang ada bagi dua suku dalam pembuangan mereka; tidak, mereka bukan lagi ‘suatu umat’, tetapi karena apapun yang terlihat, bercampur dengan bangsa-bangsa ke dalam mana mereka dibawa, dan hilang di antara mereka.].
Tetapi Yakub Tri katakan ‘Allah sempat marah kepada mereka, tetapi perhatikan, setelah Allah marah kepada mereka, yang Allah lakukan adalah mengambil mereka kembali’ (Video I, menit 38-39). Ini bertentangan dengan apa yang sudah kita bahas di atas! Allah membuang mereka (Israel, ini bukan bicara tentang Yehuda)!
Tetapi bagaimana dengan ayat-ayat lanjutannya?
Hosea 1:10-11 - “(10) Tetapi kelak, jumlah orang Israel akan seperti pasir laut, yang tidak dapat ditakar dan tidak dapat dihitung. Dan di tempat di mana dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’ (11) Orang Yehuda dan orang Israel akan berkumpul bersama-sama dan akan mengangkat bagi mereka satu pemimpin, lalu mereka akan menduduki negeri ini, sebab besar hari Yizreel itu.”.
Apakah Israel diampuni? Mari kita lihat bagaimana Calvin menafsirkan text di atas ini.
Calvin (tentang Hos 1:10): “I indeed admit that the Prophet here gave hope of salvation to the faithful; for it is certain that there were some remaining in the kingdom of Israel. Though the whole body had revolted, yet God, as it was said to Elijah, had preserved to himself some seed. The Prophet then was unwilling to leave the faithful, who remained among that lost people, without hope of salvation;” [= Saya memang mengakui bahwa di sini sang Nabi memberikan pengharapan keselamatan kepada orang-orang yang setia; karena adalah pasti bahwa di sana ada beberapa / sebagian orang tetap ada dalam kerajaan Israel. Sekalipun seluruh tubuh telah memberontak, tetapi Allah, seperti dikatakan kepada Elia, telah menjaga / memelihara bagi diriNya sendiri beberapa / sebagian benih / keturunan. Jadi, sang Nabi tidak mau meninggalkan orang-orang yang setia, yang tersisa di antara bangsa yang terhilang, tanpa pengharapan keselamatan;].
Jadi, janji ini berlaku hanya untuk sisa yang setia!!! Bukan untuk seluruh bangsa!
Calvin (tentang Hos 1:10): “It has been asked, whether this prophecy belongs to the posterity of those who had been dispersed. This, indeed, would be strange; for so long a time has passed away since their exile, and dejected and broken, they dwell at this day in mountains and in other desert places; at least many of them are in the mountains of Armenia, some are in Media and Chaldea; in short, throughout the whole of the East. And since there has been no restoration of this people, it is certain that this prophecy ought not to be restricted to seed according to the flesh. ... Then Hosea speaks not here of the kingdom of Israel, but of the Church, which was to be restored by a return, composed both of Jews and of Gentiles.” [= Telah ditanyakan, apakah nubuat ini adalah milik dari keturunan dari mereka yang telah tersebar. Ini, pasti merupakan hal yang aneh; karena waktu yang begitu lama telah berlalu sejak pembuangan mereka, dan dalam keadaan putus asa dan hancur / ditundukkan mereka tinggal pada saat ini di gunung-gunung dan di tempat-tempat lain di padang gurun; setidaknya banyak dari mereka ada di gunung-gunung Armenia, sebagian ada di Media dan Chaldea; singkatnya, di setiap bagian dari seluruh daerah Timur. Dan karena di sana tidak pernah ada pemulihan dari bangsa ini, adalah pasti bahwa nubuat ini tidak seharusnya dibatasi bagi keturunan menurut daging. ... Jadi Hosea di sini bukan berbicara tentang kerajaan Israel, tetapi tentang gereja, yang akan dikembalikan oleh suatu pengembalian, terdiri dari baik orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi.].
Jadi, Calvin menganggap bahwa nubuat ini berlaku bukan untuk bangsa Israel secara daging, tetapi bagi gereja! Dan di bawah ini Calvin memberi dasar Alkitab untuk pandangannya, yaitu kata-kata Paulus dalam Ro 9:24-dan seterusnya.
Calvin (tentang Hos 1:10): “So Paul, a fit interpreter of this passage, reminds us, ‘Whom he has called, not only of the Jews, but also of the Gentiles; as he says by Hosea, I will call a people, who were not mine, my people; and her beloved, who was not beloved: and it shall be, where it had been said to them, Ye are not my people; there shall they be called the sons of the living God,’(Romans 9:24, etc.) Paul applies this passage, and that rightly, to the whole body of the faithful, collected without any difference, from the Jews as well as from the Gentiles: for otherwise, as we have said, the correctness and truth of prophecy would not be evident: and this view also agrees best with the design of the Prophet which I have just explained.” [= Jadi Paulus, seorang penafsir yang cocok tentang text ini, mengingatkan kita, ‘Siapa yang Ia panggil, bukan hanya dari orang-orang Yahudi, tetapi juga dari orang-orang non Yahudi; seperti Ia katakan oleh Hosea, Aku akan memanggil suatu umat, yang bukanlah milikKu, umatKu; dan kekasih, yang bukan kekasih: dan akan terjadi, dimana dikatakan kepada mereka, Kamu bukanlah umatKu; disana mereka akan dipanggil anak-anak dari Allah yang hidup’ (Ro 9:24-dst). Paulus menerapkan text ini, dan itu dengan benar, kepada seluruh tubuh dari orang-orang percaya / setia, dikumpulkan tanpa pembedaan, dari orang-orang Yahudi maupun dari orang-orang non Yahudi: karena kalau tidak, seperti telah kami katakan, ketepatan dan kebenaran dari nubuat itu tidak akan nyata: dan pandangan ini juga paling cocok dengan rancangan dari Nabi yang baru saya jelaskan.].
Roma 9:24-28 - “(24) yaitu kita, yang telah dipanggilNya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain, (25) seperti yang difirmankanNya juga dalam kitab nabi Hosea: ‘Yang bukan umatKu akan Kusebut: umatKu dan yang bukan kekasih: kekasih.’ (26) Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ di sana akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’ (27) Dan Yesaya berseru tentang Israel: ‘Sekalipun jumlah anak Israel seperti pasir di laut, namun hanya sisanya akan diselamatkan. (28) Sebab apa yang telah difirmankanNya, akan dilakukan Tuhan di atas bumi, sempurna dan segera.’”.
Bdk. Yesaya 10:22-23 - “(22) Sebab sekalipun bangsamu, hai Israel, seperti pasir di laut banyaknya, namun hanya sisanya akan kembali. TUHAN telah memastikan datangnya kebinasaan dan dari situ timbul keadilan yang meluap-luap. (23) Sungguh, kebinasaan yang sudah pasti akan dilaksanakan di atas seluruh bumi oleh Tuhan, TUHAN semesta alam.”.
Mari kita lihat tafsiran dari Matthew Henry.
Matthew Henry (tentang Hos 1:10-11): “II. Of the reduction and restoration of Israel in the fulness of time. Here, as before, mercy is remembered in the midst of wrath; the rejection, as it shall not be total, so it shall not be final (v. 10,11): ‘Yet the number of the children of Israel shall be as the sand of the sea.’ ... It is certain that this promise had its accomplishment in the setting up of the kingdom of Christ, by the preaching of the gospel, and the bringing in both of Jews and Gentiles to it, for to this these words are applied by St. Paul (Rom 9:25,26), and by St. Peter when he writes to the Jews of the dispersion, 1 Peter 2:10. Israel here is the gospel-church, the spiritual Israel (Gal 6:16), all believers who follow the steps, and inherit the blessing of faithful Abraham, who is the father of all that believe, whether Jews or Gentiles, Rom 4:11,12.” [= II. Tentang pengurangan / penurunan / pemotongan dan pemulihan dari Israel dalam seluruh waktu / dalam waktu yang ditentukan. Di sini, seperti sebelumnya, belas kasihan diingat di tengah-tengah murka; penolakan tidak akan merupakan penolakan total, dan juga tidak akan merupakan penolakan terakhir (ay 10,11): ‘Tetapi jumlah dari anak-anak / bangsa Israel akan seperti pasir / tanah di laut’. ... Adalah pasti bahwa janji ini mendapatkan penggenapannya dalam pendirian kerajaan Kristus, oleh pemberitaan Injil, dan masuknya orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi ke dalamnya, karena pada hal ini kata-kata ini diterapkan oleh Santo Paulus (Ro 9:25-26), dan oleh Santo Petrus pada waktu ia menulis kepada orang-orang Yahudi yang tersebar, 1Pet 2:10. ‘Israel’ di sini adalah gereja-injil, Israel rohani (Gal 6:16), semua orang-orang percaya yang mengikuti langkah-langkah, dan mewarisi berkat, dari Abraham yang setia, yang adalah bapa dari semua orang yang percaya, apakah orang-orang Yahudi atau orang-orang non Yahudi, Ro 4:11,12.].
Ro 9:25-26 - “(25) seperti yang difirmankanNya juga dalam kitab nabi Hosea: ‘Yang bukan umatKu akan Kusebut: umatKu dan yang bukan kekasih: kekasih.’ (26) Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ di sana akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’”.
1Petrus 2:10 - “kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.”.
Roma 4:11-12 - “(11) Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka, (12) dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat.”.
Matthew Henry: “Though Israel according to the flesh be diminished and made few, the spiritual Israel shall be numerous, shall be innumerable. In the vast multitudes that by the preaching of the gospel have been brought to Christ, both in the first ages of Christianity and ever since, this promise is fulfilled, thousands out of every tribe in Israel, and out of other nations, ‘a multitude which no man can number,’ Rev 7:4,9; Gal 4:27. In this the promise made to Abraham, when God called him Abraham the high father of a multitude, had its full accomplishment (Gen 17:5), ...” [= Sekalipun Israel menurut daging berkurang dan dijadikan sedikit, Israel rohani akan menjadi banyak, akan menjadi tidak terhitung. Dalam orang yang sangat banyak yang oleh pemberitaan injil telah dibawa kepada Kristus, baik dalam abad-abad pertama dari kekristenan dan selanjutnya, janji ini digenapi, ribuan dari setiap suku di Israel, dan dari bangsa-bangsa lain, ‘suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya’, Wah 7:4,9; Gal 4:27. Dalam hal ini janji yang dibuat kepada Abraham, pada waktu Allah memanggilnya Abraham bapa sejumlah besar bangsa, mendapatkan penggenapannya yang penuh (Kej 17:5), ...].
Jadi, sama seperti Calvin, Matthew Henry berpendapat bahwa nubuat itu (Hos 1:10-11) tidak berlaku untuk Israel, tetapi untuk Gereja, pada jaman Perjanjian Baru!
Sekarang mari kita lihat ayat lain dalam kitab Hosea, dengan penafsiran tentangnya!
Hosea 3:5 - “Sesudah itu orang Israel akan berbalik dan akan mencari TUHAN, Allah mereka, dan Daud, raja mereka. Mereka akan datang dengan gementar kepada TUHAN dan kepada kebaikanNya pada hari-hari yang terakhir.”.
Calvin (tentang Hos 3:5): “It is indeed true that David was then dead; but Hosea sets forth here, in the person of one man, that everlasting kingdom, which the Jews knew would endure as the sun and moon: for well known to them all was this remarkable promise, ‘As long as the sun and moon shall shine in heaven, they shall be faithful witnesses to me, that the throne of David shall continue,’ (Psalm 72:5,18.) Hence, after the death of David, the Prophet shows here that his kingdom would be forever, for he survived in his children; and, as it evidently appears, they commonly called their Messiah the son of David. We must now of necessity come to Christ: for Israel could not seek their king, David, who had been long dead; but were to seek that King whom God had promised from the posterity of David. This prophecy, then, no doubt extends to Christ: and it is evident that the only hope of the people being gathered was this, that God had testified that he would give a Redeemer.” [= Memang benar bahwa pada saat itu Daud sudah mati; tetapi Hosea menyatakan di sini, dalam diri / pribadi dari satu orang, bahwa kerajaan kekal, yang orang-orang Yahudi tahu akan bertahan seperti matahari dan bulan: karena janji menyolok ini mereka tahu dengan baik, ‘Selama matahari dan bulan bersinar di surga / langit, mereka akan menjadi saksi-saksi yang setia bagi aku, bahwa takhta Daud akan berlanjut’, (Maz 72:5,18). Maka, setelah kematian Daud, sang Nabi menunjukkan di sini bahwa kerajaannya akan ada selama-lamanya, karena ia terus hidup dalam anak-anaknya; dan, seperti terlihat dengan jelas, mereka pada umumnya menyebut Mesias mereka Anak Daud. Sekarang kita harus datang kepada Kristus: karena Israel tidak bisa mencari raja mereka, Daud, yang telah lama mati; tetapi harus mencari Raja itu, yang telah Allah janjikan dari keturunan Daud. Jadi, nubuat ini meluas kepada Kristus: dan adalah jelas bahwa satu-satunya pengharapan dari pengumpulan bangsa itu adalah ini, bahwa Allah telah memberikan kesaksian bahwa Ia akan memberi seorang Penebus.].
Calvin (tentang Hos 3:5): “We now then see what the Prophet had in view: the Israelites had become degenerate; and, by their perfidy, they ceased to be the true and genuine people of God, as long as they continued alienated from the family of David. The Prophet, speaking of their full restoration, now joins David with God; for they could not be restored to the body of the Church, without uniting with the Jews in honoring one and the same head. But we must, at the same time, remember, that the king, whom the Prophet mentions, is not David, who had been long dead, but his son, to whom the perpetuity of his kingdom had been promised.” [= Maka sekarang kita melihat apa yang sang Nabi pertimbangkan: bangsa Israel telah menjadi rusak / jahat; dan, oleh ketidak-setiaan mereka, mereka berhenti menjadi bangsa / umat yang benar dan sejati dari Allah, selama mereka terus bermusuhan / terpisah dari keluarga Daud. Sang Nabi, berbicara tentang pemulihan penuh mereka, sekarang menggabungkan Daud dengan Allah; karena mereka tidak bisa dipulihkan kepada tubuh dari Gereja, tanpa bersatu dengan orang-orang Yahudi dalam menghormati satu kepala yang sama. Tetapi pada saat yang sama kita harus mengingat bahwa sang Raja, yang sang Nabi sebutkan, bukanlah Daud, yang sudah lama mati, tetapi Anaknya, kepada siapa kekekalan dari kerajaanNya telah dijanjikan.].
Mari kita melihat ayat lain lagi dalam kitab Hosea.
Hosea 14:2 - “Bertobatlah, hai Israel, kepada TUHAN, Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu.”.
Catatan: dalam Alkitab bahasa Inggris ini Hosea 14:1.
Calvin (tentang Hos 14:2): “Here the Prophet exhorts the Israelites to repentance, and still propounds some hope of mercy. But this may seem inconsistent as he had already testified that there would be no remedy any more, because they had extremely provoked God. The Prophet seems in this case to contradict himself. But the solution is ready at hand, and it is this, - In speaking before of the final destruction of the people, he had respect to the whole body of the people; but now he directs his discourse to the few, who had as yet remained faithful. And this distinction, as we have reminded you in other places, ought to be carefully noticed; otherwise we shall find ourselves perplexed in many parts of Scripture. We now then see for what purpose the Prophet annexed this exhortation, after having asserted that God would be implacable to the people of Israel; for with regard to the whole body, there was no hope of deliverance; God had now indeed determined to destroy them, and he wished this to be made known to them by the preaching of Hosea. But yet God had ever some seed remaining among his chosen people: though the body, as a whole, was putrid and corrupt; yet some sound members remained, as in a large heap of chaff some grains may be found concealed. As God then had preserved some (as he is wont always to do,) he sets forth to them his mercy: and as they had been carried away, as it were by a tempest, when iniquity so prevailed among the people, that there was nothing sound, the Prophet addresses them here, because they were not wholly incurable. Let us then know that the irreclaimable, the whole body of the people, are now dismissed; for they were so obstinate that the Prophet could address them with no prospect of success. Then his sermon here ought to be especially applied to the elect of God, who, having fallen away for a time, and become entangled in the common vices of the age, were yet not altogether incurable.” [= Di sini sang Nabi mendesak bangsa Israel pada pertobatan, dan tetap mengajukan pengharapan tentang belas kasihan. Tetapi ini bisa terlihat tidak konsisten karena ia telah memberi kesaksian bahwa di sana tak ada obat lagi, karena mereka telah memprovokasi Allah secara extrim. Sang Nabi kelihatan dalam kasus ini bertentangan dengan dirinya sendiri. Tetapi solusinya sudah siap, dan itu adalah ini, - Dalam berbicara sebelumnya tentang penghancuran akhir dari bangsa itu, ia mempertimbangkan seluruh tubuh dari bangsa itu; tetapi sekarang ia mengarahkan pembicaraannya kepada sedikit orang, yang tetap setia. DAN PEMBEDAAN INI, SEPERTI TELAH KAMI INGATKAN KEPADA KAMU DI tempat-tempat LAIN, harus DIPERHATIKAN dengan SEKSAMA; KALAU TIDAK KITA AKAN MENDAPATI DIRI KITA SENDIRI KEBINGUNGAN DI banyak BAGIAN dari Kitab Suci. Sekarang kita melihat apa tujuan sang Nabi menambahkan desakan ini, setelah menegaskan bahwa Allah tidak mungkin bisa diperdamaikan dengan bangsa Israel; karena berkenaan dengan seluruh tubuh, di sana tidak ada pengharapan tentang pembebasan / keselamatan; sekarang Allah memang menentukan / memutuskan untuk menghancurkan mereka, dan Ia ingin hal ini diketahui oleh mereka melalui khotbah / pemberitaan dari Hosea. Tetapi Allah selalu mempunyai sebagian / beberapa benih tertinggal di antara bangsa pilihanNya: sekalipun tubuh, secara keseluruhan, membusuk dan rusak; tetapi sebagian / beberapa anggota-anggota yang sehat tertinggal, seperti dalam suatu timbunan yang besar dari sekam bisa ditemukan sebagian / beberapa bulir gandum tersembunyi. Karena Allah pada saat itu telah menjaga / melindungi sebagian / beberapa (seperti yang Ia selalu biasa lakukan), Ia menyatakan kepada mereka belas kasihanNya: dan karena mereka telah terseret, seakan-akan oleh suatu badai, pada waktu kejahatan begitu merajalela di antara bangsa itu, sehingga di sana tidak ada apapun yang sehat, sang Nabi berbicara kepada mereka di sini, karena mereka bukan seluruhnya tidak bisa disembuhkan. Maka hendaklah kita mengetahui bahwa orang-orang yang tidak dapat dibawa / didapatkan kembali, seluruh tubuh dari bangsa itu, sekarang tidak dipertimbangkan lagi; karena mereka begitu keras kepala sehingga sang Nabi berbicara kepada mereka tanpa ada kemungkinan dari keberhasilan. Maka khotbahnya di sini harus secara khusus diterapkan kepada orang-orang pilihan Allah, yang setelah merosot untuk suatu waktu, dan menjadi terlibat dalam kejahatan-kejahatan yang umum dari jaman itu, tidak sepenuhnya tidak bisa disembuhkan.].
Intinya: orang-orang Israel yang diajak untuk bertobat ini bukanlah seluruh Israel, karena secara keseluruhan mereka telah dibuang. Ayat ini ditujukan kepada sedikit orang, sisa / remnant yang masih setia dari bangsa Israel. Orang-orang ini juga jatuh ke dalam dosa (kalau tidak, tak perlu disuruh bertobat), tetapi kejatuhan mereka tak separah seluruh bangsa, sehingga masih ada harapan bagi mereka!
Kesimpulan: mengatakan bahwa seluruh Israel dibuang, lalu seluruhnya diampuni, seperti yang Yakub Tri katakan, membuat ayat-ayat bertabrakan, bertentangan dengan sejarah yang menunjukkan mereka tak pernah dipulihkan, juga bertentangan dengan penafsiran Calvin dan Matthew Henry, dan jelas-jelas salah!
Jadi, bagaimana bisa Yakub Tri menggunakan ini sebagai dasar dari pandangan bahwa ada zinahpun harus tetap diampuni??
Yakub Tri sebut ayat-ayat di atas sebagai ‘jauh lebih tidak bermasalah’ dari pada ayat-ayat Matius itu.
Yakub Tri sekarang berusaha menafsir text-text ‘yang bermasalah’: (Video I, menit 41).
Jawaban singkat dari saya:
Belum apa-apa sudah memberikan label ‘bermasalah’ dan ‘tidak bermasalah’. Ini lagi-lagi manipulatif!
Mat 19:1-12 - “(1) Setelah Yesus selesai dengan pengajaranNya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan. (2) Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana. (3) Maka datanglah orang-orang Farisi kepadaNya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?’ (4) Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? (5) Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (6) Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. (9) Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’ (10) Murid-murid itu berkata kepadaNya: ‘Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.’ (11) Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. (12) Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.’”.
YAKUB TRI katakan bahwa apa yang Yesus sampaikan di sini sulit dimengerti karena Yesus katakan ay 11 (Video I, menit 43-44).
Jawaban saya:
Terjemahan ‘mengerti’ itu salah terjemahan, seharusnya ‘menerima’ (bdk. KJV/RSV/NIV/NASB). Lihat dalam Bible Works. Padahal dalam kata-kata Yakub Tri di belakang (Video II, menit ke 21), ia tahu itu, tetapi di bagian ini ia tetap menggunakan kata ‘mengerti’!
Dan kata-kata Yesus dalam ay 11 hanya berhubungan dengan kata-kata para murid-murid dalam ay 10, bukan dengan ay 9 atau sebelumnya.
Video I, menit 44 - Yakub Tri mengatakan cerai itu tidak Alkitabiah, bahkan sebelum ia menjelaskan. Ini sudah mengarahkan sebelum memberi penjelasan! Ini manipulatif!
Yakub Tri mengatakan alasan ‘apa saja’ dalam Mat 19:3 itu, mencakup zinah!!! (Video I, menit 46-47).
Jawaban saya:
Ini salah! Istilah ‘apa saja’ itu jelas mengacu pada pandangan Hillel. Jadi menunjuk pada alasan-alasan yang remeh, justru bukan menunjuk pada zinah!
Yakub Tri bicara tentang Hillel, Shammai dan Akiba (Video I, menit 45).
Shammai ijinkan cerai hanya kalau ada percabulan. Hillel lebih liberal, apapun boleh jadi alasan cerai. Lalu ia baca Ulangan 24:1-4 (dibaca sebagian). ‘Tak senonoh’ itu hal-hal remeh seperti masak kurang asin dan sebagainya.
Jawaban Yesus tidak boleh, alasannya doktrin penciptaan.
Cerai ada karena dosa ada. Ini Yakub Tri bahas panjang lebar dan saya tak mengerti apa tujuannya. Memang sudah jelas kalau tak ada dosa tak ada perceraian, tetapi itu tak menunjukkan bahwa dalam dunia yang berdosa ini perceraian secara mutlak merupakan suatu dosa!
Lalu Yakub Tri katakan Adam sudah salahkan Hawa, Allah tak ciptakan Hawa yang baru (Video I, menit 49-50).
Jawaban saya:
Di sini (dalam kasus Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa) tak ada zinah kok bisa dijadikan contoh???? Contoh yang tidak cocok!
Video I, menit ke 51, pertanyaan ‘bolehkah orang menceraikan istrinya’? Yakub Tri katakan pertanyaannya sudah salah, karena menceraikan bukan tugas manusia, tetapi tugas Allah.
Jawaban saya: Kalau Yakub Tri benar, mengapa Yesus tidak mengatakan seperti kata-kata Yakub Tri?
Seluruh text mempersoalkan boleh atau tidak, bukan tugas siapa!!
Yakub Tri katakan rancangan ideal Allah adalah dalam penciptaan, tak ada cerai.
Ul 24:1-4 dibaca seluruhnya.
Ini yang diingat oleh orang-orang Farisi, mereka lalu tanya mengapa Musa suruh beri surat cerai?
Jawaban Yesus: itu karena kekerasan hatimu. Jadi walau ada ijin, tetapi itu karena kekerasan hatimu. Untuk menjaga supaya yang buruk tak menjadi lebih buruk, maka Allah lalu buat aturan. Tapi tak berarti itu peraturan yang ideal! Lalu Yakub Tri beri contoh tentang orang boleh membela diri, tetapi aturan itu lalu diterapkan pada kontext lain.
Jawaban saya:
Contoh tentang orang memukul dsb, sama sekali tak cocok.
Semua hukum (kecuali larangan makan buah di Taman Eden) diberikan dalam keadaan tidak ideal! Kalau keadaan ideal, tak ada dosa, maka manusia tak butuh hukum!
Dan ini ingin saya tekankan, yaitu bahwa ‘kekerasan hati’ itu menunjuk pada perceraian yang ‘diijinkan’ oleh Musa!! Perhatikan kontextnya!!! Istilah itu tidak menunjuk pada ay 9nya, yang betul-betul merupakan suatu perkecualian!
Yakub Tri kembali ke Mat 19 (Video I, menit 56-57).
Video I, Menit 57:30 - sekalipun orang zinah, lalu diberi ijin cerai, itu tetap menunjukkan ketegaran hatimu. Dan itu tidak sesuai dengan rancangan awal Allah!
Jawaban saya:
Dia percaya rancangan / rencana Allah bisa tak terjadi atau gagal??? Reformed atau bukan???
Ay 8b - ‘karena ketegaran hatimu’ - INI MENUNJUK PADA AYAT SEBELUMNYA (AY 7 - CERAI PADA JAMAN MUSA), BUKAN MENUNJUK PADA AY 9, CERAI KARENA ZINAH.
Yakub Tri kembali ke Ul 24:4. Video I, Menit 58:15
Yakub Tri membahas kata ‘dicemari’. Video I, menit 58:40.
Mengapa bentuk pasif? Ini penting! Yakub Tri katakan dicemari oleh suami kedua. Jadi pernikahan ulang = pencemaran, dan karena itu pasti salah.
Jawaban saya:
Ini sebetulnya tak penting karena tentang remarriage / pernikahan ulang / lagi, bukan tentang divorce / perceraian. Jadi saya jawab singkat saja. Memang pernikahan ulang menyebabkan pencemaran, tetapi itu hanya dalam perceraian yang tidak sah (bukan karena zinah). Kalau karena zinah, itu urusan lain.
Adam Clarke (tentang Ul 24:4): “‘She is defiled.’ Does not this refer to her having been divorced, and married in consequence to another? Though God, for the hardness of their hearts, suffered them to put away their wives, yet he considered all after-marriages in that case to be pollution and defilement; and it is on this ground that our Lord argues in the places referred to above, that whoever marries the woman that is put away is an adulterer: now this could not have been the case if God had allowed the divorce to be a legal and proper separation of the man from his wife; but in the sight of God nothing can be a legal cause of separation but adultery on either side.” [= ‘Ia dicemari’. Apakah ini menunjuk kepada dia yang setelah diceraikan, dan sebagai akibatnya menikah dengan orang lain? Sekalipun Allah, karena kekerasan hati mereka, mengijinkan mereka untuk menceraikan istri mereka, tetapi Ia menganggap semua pernikahan setelahnya dalam kasus itu sebagai polusi dan pencemaran; dan pada dasar ini Tuhan kita berargumentasi di tempat-tempat yang ditunjukkan di atas, bahwa siapapun yang menikahi perempuan yang diceraikan adalah seorang pezinah: tetapi INI TIDAK BISA MERUPAKAN KASUSNYA jika Allah telah mengijinkan perceraian sebagai suatu perpisahan yang sah dan benar dari seorang laki-laki dari istrinya; tetapi dalam pandangan Allah tak ada penyebab perpisahan yang sah kecuali perzinahan di sisi yang manapun (suami atau istri).].
Intinya Clarke mengatakan bahwa ‘dicemari’ itu hanya dalam kasus perceraian yang tidak sah, tetapi itu tidak berlaku untuk perceraian karena zinah, yang memang merupakan perceraian yang sah.
=======================================================================
Yakub Tri balik ke Mat 19.
ay 9 hanya berlaku untuk pertunangan Yahudi.
ada 2 x kata berzinah dalam ay 9.
Mat 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
zinah 1 - Porneia; dan zinah 2 - moikheia
Ini perbatasan video 1 dan video 2 Yakub Tri.
Lalu Video II, menit 0 ia baca seluruh kalimat dalam bahasa Yunani. Pamer Yunani? Karena saya tak lihat kebutuhan apapun untuk membaca ayat itu dalam bahasa Yunani! Mengapa tak dibaca seluruh pasal dalam bahasa Yunani saja sekalian? Mau memuliakan diri sendiri atau memuliakan Tuhan???
Mat 15:19 - Matius membedakan PORNEIA dan MOIKHEIA.
Mat 15:19 - “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.”.
Jawaban saya:
Dua kata itu memang berbeda [sekalipun kadang-kadang digunakan secara interchangeable {= bisa dibolak balik}]. Jadi, bukan hal yang aneh kalau keduanya muncul dalam satu ayat.
Yakub Tri melanjutkan.
Video II, Menit 3:26 - Bedanya adalah MOIKHEIA - zinah bagi orang yang sudah nikah; PORNEIA artinya sangat luas, yang jelas tak sama dengan MOIKHEIA, karena Matius menggunakan 2 kata berbeda dalam Mat 19:9.
PORNEIA mencakup MOIKHEIA, tetapi dalam Mat 19:9 pasti bukan itu artinya.
Dan dalam Video II, menit ke 6, Yakub Tri memberi contoh tentang suami yang melihat cewek lain, dan itu PORNEIA, jadi merupakan alasan yang sah untuk mencerai.
Jawaban saya:
1) Ini argumentasi yang lemah. Kata PORNEIA dalam Mat 19:9 itu bisa berarti MOIKHEIA! Mengapa Yesus tidak memakai MOIKHEIA? Karena Ia ingin mencakup hal-hal yang lebih luas dari MOIKHEIA!!!
2) Tentang melirik cewek lain, mari kita lihat ayatnya.
Matius 5:28 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah (ἤδη ἐμοίχευσεν) dengan dia di dalam hatinya.”.
Jadi, kata Yunani yang digunakan bukan PORNEIA, tetapi MOIKHEIA. JADI YAKUB TRI SALAH, karena dia beri cerita tentang melirik cewek lain itu sebagai contoh dari PORNEIA!
Saya kira ini juga merupakan argumentasi untuk mengatakan bahwa PORNEIA lebih mengarah pada perzinahan yang bersifat fisik!!
Pulpit Commentary (tentang Matius 5:32): “‘Fornication.’ The reference is to sin after marriage. ... The more general word (PORNEIA) is used, because it lays more stress on the physical character of the sin than MOICHEIA would have laid.” [= ‘Percabulan’. Yang ditunjuk adalah dosa setelah pernikahan. ... Kata yang lebih umum (PORNEIA) digunakan, karena kata itu lebih menekankan sifat fisik dari dosa tersebut dari pada kata MOICHEIA.] - hal 164.
John Stott: “PORNEIA means physical sexual immorality; the reason why Jesus made it the sole permissible ground for divorce must be that it violates the ‘one flesh’ principle which is foundational to marriage as divinely ordained and biblically defined.” [= PORNEIA berarti ketidak-bermoralan sexual secara fisik; alasan mengapa Yesus membuatnya sebagai satu-satunya dasar yang mengijinkan perceraian haruslah karena hal itu melanggar prinsip ‘satu daging’ yang merupakan dasar dari pernikahan sebagai sesuatu yang ditetapkan Allah dan didefinisikan oleh Alkitab.] - ‘Involvement’, vol II, hal 170.
=======================================================================
Yakub Tri berkata, Injil tertua Markus, Matius dan Lukas pakai Markus, dan Q.
Ketiga Injil punya cerita ini. Tapi dalam Markus dan Lukas tak ada anak kalimat perkecualian.
Kemungkinannya: Markus tidak punya, Lukas ikuti Markus, Matius menambah.
Atau Matius dengar langsung, tahu kalau anak kalimat itu ada, ia berikan. Tetapi Markus dan Lukas menghilangkan.
Lebih masuk akal yang mana? Video II, Menit 9:40.
Seandainya anak kalimat itu ada, apa alasan Markus dan Lukas menghilangkan? Supaya tak beri ruang untuk cerai.
Jawaban saya:
Jadi, Yesus beri ruang untuk cerai dan mereka hapuskan ruang itu??? Kok kurang ajar sekali??? Dan mereka diilhami Roh Kudus??? Roh Kudus juga kurang ajar??? Saya kok mencium bau orang Liberal di sini ya?
Yakub Tri melanjutkan: sebaliknya, anak kalimat itu seharusnya tak ada, Matius mencoba untuk menambahkan. Memungkinkan? Ya. Matius menambahkan dengan alasan, berhubungan dengan cerita Yusuf dan Maria.
Mat 1:19 - “Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati [KJV ‘a just man’ {= seorang yang benar}] dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.”.
Budaya Israel tunangan disebut suami / istri.
Yusuf benar karena disebutkan sebagai orang benar / saleh.
Jawaban saya:
1. Kenapa Yakub Tri mempersoalkan Matius menambahkan anak kalimat perkecualian itu, karena tak ada di Markus dan Lukas, sedangkan Mat 19:10-12, yang juga tak ada di Markus dan Lukas, ia tak mempersoalkannya?
2. Kalau Matius tak menambahkan anak kalimat ‘kecuali karena zinah’ pun, Matius tak saling bertentangan, karena Mat 5:32 dan Matius 19:9 itu tentang pernikahan, bukan tentang pertunangan, sedangkan Yusuf mau mencerai pada masa pertunangan.
Jadi, ‘alasan’ Matius menambahkan anak kalimat perkecualian itu sudah habis!
3. Penulis Alkitab mengurangi (tidak menuliskan) itu banyak contohnya:
a. Mat 19:10-12 tak ada di Markus / Lukas.
b. Kalimat / tulisan di atas kepala Yesus pada saat di salib, keempat kitab Injil berbeda-beda, sehingga pasti kalimatnya lebih panjang dan masing-masing menulis sebagian. Jadi semua mengurangi, dan itu tak masalah. Mereka tak wajib menulis seluruhnya.
Matius 27:37 - ‘Inilah Yesus, raja orang Yahudi.’.
Markus 15:26 - ‘Raja orang Yahudi.’.
Lukas 23:38 - ‘Inilah raja orang Yahudi.’.
Yohanes 19:19 - ‘Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi.’.
Ini tidak berarti bahwa keempat penulis Injil ini bertentangan satu sama lain. Mungkin sekali tulisan lengkapnya berbunyi: ‘Inilah Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi.’, sedangkan keempat penulis Kitab Suci itu masing-masing menuliskan sebagian saja. Jadi, ini bukan kontradiksi, tetapi saling melengkapi.
c. Juga 7 kalimat di atas kayu salib, masing-masing penulis menulis sebagian, nambahi itu yang pasti salah, kecuali kalau hanya mengartikan (seperti dalam Mat 27:46 / Mark 15:34). Tetapi betul-betul menambahi, itu pasti salah.
(1) Lukas 23:34 - “Yesus berkata: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.’ Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaianNya”.
(2) Lukas 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
(3) Yoh 19:26-27 - “(26) Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ (27) Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya”.
(4) Mat 27:46 - “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ Artinya: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.
Markus 15:34 - “Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.
(5) Yohanes 19:28 - “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci -: ‘Aku haus!’”.
(6) Yoh 19:30a - “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’”.
(7) Luk 23:46a - “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’”.
Jadi, dari 7 kalimat, Lukas mencatat 3, Yohanes juga 3, Matius dan Markus mencatat hanya 1 (dan keduanya mencatat kalimat yang sama). Ini menunjukkan keempat penulis Injil mengurangi / tidak menuliskan sebagian dari 7 kalimat itu! Tak ada satupun yang menulis lengkap! Tak ada satupun yang menambahi lalu menulis 8 kalimat!!! Jangankan menambahi, menulis lengkap saja tidak ada! Jadi, mengurangi / tak menuliskan, itu bukan masalah. Mereka tidak wajib menulis segala sesuatu yang mereka tahu!
Illustrasi: Ini sama seperti kalau saya pergi ke Tretes lalu cerita kepada saudara, tentu tak semuanya saya ceritakan. Mustahil untuk menceritakan semua (dalam arti kata yang mutlak) yang saya lihat / alami dalam kepergian saya ke Tretes itu! Tapi kalau saya menambahkan apa yang sebetulnya tak ada, saya berdusta!
d. Kisah Para Rasul 20:35 - “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.’”.
Ini dikatakan oleh Paulus sebagai ucapan dari Yesus. Tetapi tak ada satupun dari penulis keempat kitab Injil yang menuliskan!!
e. Bahwa penulis Alkitab mengurangi / tak menulis itu banyak, terlihat jelas dari 2 text ini.
Yohanes 20:30-31 - “(30) Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-muridNya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, (31) tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya.”.
Yohanes 21:24-25 - “(24) Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar. (25) Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.”.
Saya bisa beri lebih banyak contoh lagi, tetapi saya kira tidak perlu. Yang saya berikan sudah jelas menunjukkan, bahwa menghapus / tidak menulis itu pasti memungkinkan. Sebaliknya, kalau menambahkan apa yang sebetulnya tidak ada, itu suatu dusta, dan tak ada satu contohpun dalam Alkitab! Yang bilang ada, silahkan beri contoh!!!
Sekarang, kalau Markus dan Lukas tidak menuliskan ‘anak kalimat perkecualian’ itu, apa alasannya?
Komentar-komentar tentang ‘kalimat perkecualian’ dalam Mat 19:9 dan Mat 5:32 yang tidak ada dalam Markus dan Lukas:
Tasker (Tyndale) (tentang Mat 5:32): “There is no manuscripts evidence for the omission of the exception-clause,” [= Tidak ada bukti manuscripts untuk penghapusan dari kalimat perkecualian ini,] - hal 96.
John Stott:
1. “Because it does not occur in the parallel sayings in Mark and Luke, many scholars have been too ready to dismiss it. Some suggest that it was an early scribal interpolation and no part of Matthew’s original text. But there is no manuscript evidence that it was a gloss; even the alternative reading of Codex Vaticanus, retained in the RSV margin, does not omit the clause. Other scholars attribute the clause to Matthew himself, and / or to the church in which he was writing, but deny that Jesus ever spoke it. But its omission by Mark and Luke is not in itself a sufficient ground for rejecting it as an editorial invention or interpretation by the first evangelist. It is perfectly possible to suppose that Matthew included it for his Jewish readership who were very concerned about the permissible grounds for divorce, whereas Mark and Luke, writing for Gentile readers, did not have the same concern. Their silence is not necessarily due to ignorance; it may equally well be that they took the clause for granted. Pagan cultures regarded adultery as a ground for divorce. So did both the Jewish schools of Hillel and Shammai, in spite of their disagreements on other points. This was not in dispute.” [= Karena itu (kalimat perkecualian) tidak ada dalam kata-kata yang paralel dari Markus dan Lukas, banyak penafsir yang terlalu siap untuk membuangnya. Sebagian mengusulkan bahwa itu merupakan suatu penyisipan awal dari penyalin dan bukan bagian dari text orisinil Matius. Tetapi tidak ada bukti manuscripts bahwa itu merupakan catatan / keterangan; bahkan dalam pembacaan yang berbeda dari Codex Vaticanus, yang dipertahankan dalam catatan tepi dari RSV, tidak membuang kalimat itu. Penafsir-penafsir lain menganggap bahwa kalimat itu berasal dari Matius sendiri, dan / atau dari gereja kepada siapa ia menulis, tetapi menyangkal bahwa Yesus pernah mengucapkannya. Tetapi tidak adanya kalimat itu dalam Markus dan Lukas bukan merupakan alasan yang cukup untuk menolaknya sebagai suatu ciptaan redaksi atau penafsiran oleh penginjil pertama itu (Matius). Adalah mungkin untuk menganggap bahwa Matius mencakupnya karena pembaca Yahudinya yang sangat memperhatikan tentang dasar-dasar yang memungkinkan perceraian, sedangkan Markus dan Lukas, yang menulis kepada pembaca-pembaca non Yahudi, tidak mempunyai perhatian yang sama. Diamnya mereka tidak harus disebabkan oleh ketidak-tahuan; juga mungkin bahwa mereka menganggap kalimat itu sudah jelas / pasti (sehingga tidak perlu ditulis). Kebudayaan kafir menganggap perzinahan sebagai dasar perceraian. Demikian juga kedua kelompok / aliran dari Hillel dan Shammai, sekalipun mereka mempunyai ketidak-cocokan dalam hal-hal lain. Ini tidak diperdebatkan.] - ‘Involvement’, vol II, hal 169-170.
2. “It seems far more likely that its absence from Mark and Luke is due not to their ignorance of it but to their acceptance of it as something taken for granted. After all, under the Mosaic law adultery was punishable by death (although the death penalty for this offence seems to have fallen into disuse by the time of Jesus); so nobody would have questioned that marital unfaithfulness was a just ground for divorce. Even the rival Rabbis Shammai and Hillel were agreed about this.” [= Jauh lebih memungkinkan bahwa tidak adanya kalimat perkecualian dalam Markus dan Lukas bukan disebabkan karena ketidak-tahuan mereka tentang hal itu, tetapi karena mereka menerima hal itu sebagai sesuatu yang sudah pasti / jelas. Dalam jaman Musa, perzinahan dihukum dengan hukuman mati (sekalipun hukuman mati untuk pelanggaran ini kelihatannya sudah tidak dilakukan pada jaman Yesus); sehingga tak seorangpun akan mempertanyakan bahwa ketidak-setiaan pernikahan merupakan alasan yang benar untuk perceraian. Bahkan Rabbi Shammai dan Hillel yang bersaingan setuju tentang hal ini.] - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 96,97.
=======================================================================
PORNEIA dalam pertunangan, MOIKHEIA dalam pernikahan.
Jadi, dalam Matius 19:9 dan Mat 5:32 hanya untuk tunangan.
Boleh cerai hanya dalam tahap pertunangan, kalau sudah pernikahan, mutlak tak boleh. Eddy Leo punya pandangan yang sama dengan Yakub Tri.
Jawaban saya:
Menafsirkan bahwa Matius 19:9 berarti ‘cerai hanya boleh kalau ada zinah pada masa pertunangan’ merupakan penafsiran yang jelas-jelas menabrak seluruh kontext. Mari kita lihat seluruh kontext.
Mat 19:3-12 - “(3) Maka datanglah orang-orang Farisi kepadaNya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?’ (4) Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? (5) Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (6) Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. (9) Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’ (10) Murid-murid itu berkata kepadaNya: ‘Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.’ (11) Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. (12) Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.’”.
Dalam Matius 19, mulai ay 3,5,6,7,8, lalu ay 10,11,12, semuanya membicarakan pernikahan, bukan pertunangan. Dan dalam Mat 19, text-text Kitab Suci yang dipersoalkan, yaitu Ulangan 24:1-4 dan Kejadian 2:24, semua berbicara tentang pernikahan, bukan pertunangan.
Jadi, bagaimana mungkin ay 9 bicara tentang zinah pada masa pertunangan? Orang-orang Farisi bertanya tentang cerai pada masa pernikahan (ay 3), dan Yesus menjawab tentang cerai karena zinah pada masa pertunangan????
KONTRADIKSI DALAM PENJELASAN YAKUB TRI!!
Kalau cerai dalam ay 9 itu tetap dikatakan karena kekerasan hati (ay 8b) - Video I, menit 57:25, ini akan tabrakan dengan cerai pada masa pertunangan, yang menurut dia memang diijinkan.
Jadi yang mana yang benar menurut Yakub Tri???
=======================================================================
Tentang penafsiran banyak orang bahwa PORNEIA adalah hubungan sex sebelum pernikahan, dan MOIKHEIA adalah hubungan sex (dengan orang lain, bukan istrinya) bagi orang yang sudah menikah, ini sama sekali tidak benar.
Arti dan penggunaan dari kata PORNEIA.
1) Kata PORNEIA tidak hanya menunjuk pada dosa sexual dari orang yang belum menikah, tetapi kata ini merupakan istilah umum yang artinya luas, dan mencakup hal-hal seperti:
a) Incest (1Kor 5:1).
b) Homosex (Yudas 7).
c) Perzinahan (Yer 3:2,6 versi LXX).
Jay E. Adams: “That there is confusion about the word ‘fornication’ is understandable. In American law, the word ‘fornication’ has come to mean sexual sin by unmarried persons, over against ‘adultery’ which means sexual sin involving a married person. However, that distinction must not be read back into the Bible as many unwittingly do. It was not the biblical distinction. Indeed, Scripture writers used the word ‘fornication’ (PORNEIA) to describe ‘sexual sin in general’, and in the Bible it referred to cases of incest (1Cor. 5:1), homosexuality (Jude 7) and even adultery (Jeremiah 3:1,2,6,8 - here a married adulteress is divorced because of her fornication; cf. vv.2,6 in the LXX) as fornication.” [= Bahwa di sana ada kebingungan tentang kata ‘percabulan’ merupakan sesuatu yang bisa dimengerti. Dalam hukum Amerika, kata ‘percabulan’ berarti dosa sexual yang dilakukan oleh orang-orang yang belum menikah, sedangkan ‘perzinahan’ berarti dosa sexual yang menyangkut orang-orang yang sudah menikah. Tetapi pembedaan itu tidak boleh dimasukkan ke dalam Alkitab seperti yang dilakukan oleh banyak orang tanpa disadari. Itu bukan merupakan pembedaan yang alkitabiah. Bahkan penulis-penulis Kitab Suci menggunakan kata ‘percabulan’ (PORNEIA) untuk menggambarkan ‘dosa sexual secara umum’, dan dalam Alkitab kata itu menunjuk pada kasus-kasus incest (1Kor 5:1), homosex (Yudas 7) dan bahkan perzinahan (Yer 3:1,2,6,8 - di sini seorang pezinah yang telah menikah diceraikan karena percabulannya; bdk. ay 2,6 dalam LXX / Septuaginta) sebagai percabulan.] - ‘Marriage, Divorce, and Remarriage in the Bible’, hal 53-54.
Yer 3:1-8 - “(1) FirmanNya: ‘Jika seseorang menceraikan isterinya, lalu perempuan itu pergi dari padanya dan menjadi isteri orang lain, akan kembalikah laki-laki yang pertama kepada perempuan itu? Bukankah negeri itu sudah tetap cemar? Engkau telah berzinah [LXX: ἐξεπόρνευσας] dengan banyak kekasih, dan mau kembali kepadaKu? demikianlah firman TUHAN. (2) Layangkanlah matamu ke bukit-bukit gundul dan lihatlah! Di manakah engkau tidak pernah ditiduri? Di pinggir jalan-jalan engkau duduk menantikan kekasih, seperti seorang Arab di padang gurun. Engkau telah mencemarkan negeri dengan zinahmu [LXX: πορνείαις] dan dengan kejahatanmu. (3) Sebab itu dirus hujan tertahan dan hujan pada akhir musim tidak datang. Tetapi dahimu adalah dahi perempuan sundal, engkau tidak mengenal malu. (4) Bukankah baru saja engkau memanggil Aku: Bapaku! Engkaulah kawanku sejak kecil! (5) Untuk selama-lamanyakah Ia akan murka atau menaruh dendam untuk seterusnya? Demikianlah katamu, namun engkau sedapat-dapatnya melakukan kejahatan.’ (6) TUHAN berfirman kepadaku dalam zaman raja Yosia: ‘Sudahkah engkau melihat apa yang dilakukan Israel, perempuan murtad itu, bagaimana dia naik ke atas setiap bukit yang menjulang dan pergi ke bawah setiap pohon yang rimbun untuk bersundal [LXX: ἐπόρνευσαν] di sana? (7) PikirKu: Sesudah melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepadaKu, tetapi ia tidak kembali. Hal itu telah dilihat oleh Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia. (8) Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal [LXX: ἐπόρνευσεν].”.
Jay E. Adams: “fornication covers incest, bestiality, homosexuality and lesbianism as well as adultery. To speak of adultery only, might tend to narrow the focus too much.” [= percabulan mencakup incest / perzinahan dalam keluarga, bestiality / hubungan sex dengan binatang, homosex dan lesbian maupun perzinahan. Hanya mengatakan perzinahan, bisa cenderung terlalu menyempitkan fokusnya.] - ‘Marriage, Divorce, and Remarriage in the Bible’, hal 54-55.
2) Ada penafsir mengatakan bahwa kata PORNEIA digunakan dalam Sirakh 23:23 (salah satu kitab dari kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika) dan menunjuk pada dosa dari seorang pezinah perempuan, yang jelas-jelas sudah menikah.
Pulpit Commentary (tentang Mat 19:9): “it is not correct to say that porneia denotes solely the sin of unmarried people. All illicit connection is described by this term, and it cannot be limited to one particular kind of transgression. In Ecclus. 23:23 it is used expressly of the sin of an adulteress.” [= tidak benar untuk mengatakan bahwa PORNEIA hanya menunjuk pada dosa dari orang yang belum menikah. Semua hubungan gelap / haram digambarkan oleh istilah ini, dan itu tidak bisa dibatasi pada satu jenis pelanggaran tertentu. Dalam Sirakh 23:23 kata itu digunakan secara jelas / explicit tentang dosa dari seorang pezinah perempuan.] - hal 244-245.
Catatan:
a) Jangan mencampur-adukkan kitab yang dalam bahasa Inggris disebut ‘Ecclesiastes’ [= kitab Pengkhotbah] dengan ‘Ecclesiasticus’. Yang terakhir ini menunjuk kepada salah satu dari kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika, yang dalam bahasa Indonesia disebut ‘kitab Sirakh’. Kitab ini ada dalam Alkitab Katolik, tetapi kita tidak menganggap kitab ini sebagai bagian dari Perjanjian Lama / Alkitab, tetapi hanya sebagai suatu buku kuno, dan dalam penggunaan bahasa Yunani, itu bisa dipakai sebagai acuan, sekalipun bukan secara mutlak, karena kitab ini bukan firman Tuhan.
b) Sirakh 23:22-23 - “(22) Demikianlah halnya seorang istri yang meninggalkan suaminya dan dari orang lain melahirkan waris. (23) Sebab pertama-tama ia tidak taat kepada hukum dari Yang Mahatinggi, keduanya ia bersalah terhadap suaminya, ketiganya ia berzinah dengan melacur, dan akhirnya melahirkan anak dari laki-laki lain.”.
Sirach 23:2-23 - “(22) Thus shall it go also with the wife that leaveth her husband, and bringeth in an heir by another. (23) For first, she hath disobeyed the law of the most High; and secondly, she hath trespassed against her own husband; and thirdly, she hath played the whore in adultery, and brought children by another man.”. [= ... ia telah melacur dalam perzinahan, ...] - http://www.ecmarsh.com/lxx/Sirach/index.htm
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.
3) John Stott: “PORNEIA was, in fact, a generic word for sexual infidelity or ‘marital unfaithfulness’ (NIV) and included, ‘every kind of unlawful sexual intercourse’ (Arndt-Gingrich).” [= dalam faktanya, PORNEIA merupakan kata umum untuk ketidak-setiaan sexual atau ‘ketidak-setiaan pernikahan’ (NIV) dan mencakup ‘setiap jenis hubungan sex yang tidak sah’ (Arndt-Gingrich).] - ‘Involvement’, vol II, hal 170.
Catatan: Arndt-Gingrich adalah nama-nama dari 2 penulis suatu lexicon / kamus Yunani yang sangat tebal, dan merupakan lexicon / kamus standard.
4) W. E. Vine: “PORNEIA is used (a) of illicit sexual intercourse, ... in Matt. 5:32 and 19:9 it stands for, or includes, adultery; it is distinguished from it in 15:19 and Mark 7:21;” [= PORNEIA digunakan (a) tentang hubungan sexual yang tidak sah, ... dalam Mat 5:32 dan 19:9 kata itu berarti, atau mencakup, perzinahan; kata itu dibedakan dari perzinahan dalam (Mat) 15:19 dan Mark 7:21;] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 455.
5) Knox Chamblin (tentang Mat 19:9): “The meaning of PORNEIA. The fundamental meaning of the term is ‘prostitution,’ in keeping with its nominal counterpart PORNE, ‘prostitute, harlot.’ Yet it also denotes ‘fornication’ and indeed can be used to comprehend ‘every kind of unlawful sexual intercourse’ ... Thus the term is more comprehensive than MOICHEIA, ‘adultery.’” [= Arti dari kata PORNEIA. Arti dasar dari istilah ini adalah ‘pelacuran’, sesuai dengan kata benda pasangannya yaitu PORNE, ‘pelacur’. Tetapi kata itu juga menunjuk pada ‘percabulan’ dan bisa digunakan untuk mencakup ‘setiap jenis hubungan sex yang tidak sah’ ... Jadi istilah ini mempunyai arti yang lebih luas dari pada MOICHEIA, ‘perzinahan’.] - hal 150.
6) John Stott (tentang Mat 5:32): “PORNEIA is derived from PORNE, a prostitute, without specifying whether she (or her client) is married or unmarried. Further, it is used in the Septuagint for the unfaithfulness of Israel, Yahweh’s bride, as exemplified in Hosea’s wife Gomer. It seems, therefore, that we must agree with R. V. G. Tasker’s conclusion that PORNEIA is ‘a comprehensive word, including adultery, fornication and unnatural vice’.” [= PORNEIA diturunkan dari PORNE, ‘seorang pelacur’, tanpa menyatakan apakah ia (atau langganannya) menikah atau tidak menikah. Selanjutnya, kata itu digunakan dalam Septuaginta untuk ketidak-setiaan dari Israel, mempelai perempuan dari Yahweh, seperti ditunjukkan dalam diri dari istri Hosea yaitu Gomer. Karena itu, kelihatannya kita harus setuju dengan kesimpulan dari R. V. G. Tasker bahwa PORNEIA merupakan ‘suatu kata yang luas / meliputi banyak hal, termasuk perzinahan, percabulan dan kejahatan sexual yang tidak alamiah’.] - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 97.
Catatan: pada footnotenya John Stott menyebutkan bahwa ayat dalam Hosea yang dimaksudkan adalah:
a) Hos 1:2,3 - “(2) Ketika TUHAN mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah Ia kepada Hosea: ‘Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN.’ (3) Maka pergilah ia dan mengawini Gomer binti Diblaim, lalu mengandunglah perempuan itu dan melahirkan baginya seorang anak laki-laki.”.
b) Hos 2:1,3 - “(1) ‘Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteriKu, dan Aku ini bukan suaminya; biarlah dijauhkannya sundalnya (PORNEIAN) dari mukanya, dan zinahnya (MOIKHEIAN) dari antara buah dadanya, ... (3) Tentang anak-anaknya, Aku tidak menyayangi mereka, sebab mereka adalah anak-anak sundal.”.
Catatan: dalam Kitab Suci Inggris Hos 2:2,4.
Dalam Hos 2:1b jelas bahwa kata PORNEIA dan MOIKHEIA digunakan secara ‘interchangeable’ [= bisa dibolak-balik].
7) Kata PORNEIA dan MOICHEIA digunakan secara interchangeable [= bisa dibolak-balik] dalam Wahyu 2:20-22, karena Wah 2:20,21 menggunakan PORNEIA, sedangkan Wah 2:22 menggunakan MOICHEIA, padahal semua membicarakan satu hal yang sama.
Wahyu 2:20-22 - “(20) Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah (PORNEUSAI) dan makan persembahan-persembahan berhala. (21) Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya (PORNEIAS). (22) Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah (MOICHEUONTAS) dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu.”.
8) Lihat dalam konkordansi tentang kata ‘percabulan’, maka saudara akan mendapati ayat-ayat yang akan jadi aneh sekali, kalau artinya adalah dosa sexual dari orang-orang yang belum menikah.
Kis_15:20 tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah.
Kis_15:29 kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat."
Kis_21:25 Tetapi mengenai bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan."
Ro_13:13 Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.
1Kor_6:13 Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh.
1Kor_6:15 Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!
1Kor_6:18 Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.
1Kor_10:8 Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang.
2Kor_12:21 Aku kuatir, bahwa apabila aku datang lagi, Allahku akan merendahkan aku di depan kamu, dan bahwa aku akan berdukacita terhadap banyak orang yang di masa yang lampau berbuat dosa dan belum lagi bertobat dari kecemaran, percabulan dan ketidaksopanan yang mereka lakukan.
Galatia_5:19 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu,
Efesus_5:3 Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.
Kolose_3:5 Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,
1Tes_4:3 Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan,
Yudas_1:7 sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.
Wah_9:21 dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian.
Kalau ayat-ayat di atas ini hanya berhubungan dengan dosa sexual dari orang yang belum menikah, maka ayatnya jadi aneh. Jadi orang yang sudah menikah tak perlu pedulikan ayat-ayat itu? Begitu? Mustahil, bukan??
Kesimpulan: adalah salah untuk memberikan garis pemisah yang tegas antara PORNEIA dan MOICHEIA, dan mengartikan PORNEIA sebagai dosa sexual dari orang yang belum menikah sedangkan MOICHEIA adalah dosa sexual dari orang yang sudah menikah.
=======================================================================
Video II, Menit 18:10 - 20:35 - response murid-murid tentang kata-kata Yesus ‘kecuali karena zinah’.
Matius 19:10 - “Murid-murid itu berkata kepadaNya: ‘Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.’”.
Seandainya ada zinah boleh cerai, murid-murid kira-kira response-nya akan seheboh itu? Dia giring ke arah ‘tidak’. Ini manipulatif.
Saya tak habis pikir bagaimana banyak orang, termasuk Yakub Susabda, menganggap reaksi murid-murid itu tidak memungkinkan arti bahwa Yesus memberi perkecualian dalam persoalan cerai.
Tentu bisa muncul reaksi seperti itu, karena yang populer pada saat itu pandangan Hillel. Ini tak usah mengherankan. Dunia saat itu dikuasai laki-laki, sudah pasti mayoritas lebih senang pandangan yang boleh cerai untuk alasan apa saja (Mat 19:3). Shammai sudah dianggap terlalu keras. Sekarang Yesus bahkan lebih keras dari Shammai! Bagi mereka yang sudah punya pandangan bahwa alasan remehpun boleh menjadi alasan untuk cerai, maka ajaran Yesus itu luar biasa extrim! Dan ini pasti sangat memungkinkan menyebabkan mereka memberi response seperti itu!
Andaikata Yesus memberi ajaran seperti ajaran orang-orang yang anti cerai secara mutlak, saya kira para murid tak akan beri response, karena mereka akan pingsan atau kena serangan jantung!
Matius 19:11 - “Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja.”.
Matius 19:11 ia tafsir ‘mengerti’ sebagai ‘menerima’. Padahal ini memang terjemahan yang benar, ‘menerima’ bukan ‘mengerti’.
Matius 19:12 - “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.’”.
Yesus salahkan kata-kata murid-murid, dalam ay 12. Ay 12 menunjukkan orang bisa tak menikah. Ini diarahkan pada anti remarriage. Orang lain mampu, kamu juga pasti mampu! Video II, Menit 23.
Jawaban saya:
Ini konyol. Bisa single tak sama dengan larangan kawin lagi.
Video II, Menit 28:10 - Yakub Tri akal budi kristiani kita tak setuju cerai, karena apa bedanya kita dengan dunia. Lalu ia mengutip Ro 12:2.
Roma 12:2 - “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”.
Jawaban saya:
Ini argumentasi lucu. Kalau orang Kristen tak cerai karena dilarang, sedangkan rumah tangganya penuh dengan geger dan bahkan zinah, apakah itu lebih baik dari orang dunia?
Video II, Menit 28:40. Dampak perceraian: dampak positif dari cerai apa? Tak ada, ini manipulatif lagi, menggiring orang untuk menjawab bahwa ‘tak ada positif, tetapi sebaliknya, dampak negatif banyak’.
Sebetulnya dampak positif ada, karena kalau misalnya suami buruk sekali, dan tidak cerai, maka anak-anak bisa kena pengaruh yang buruk dari tingkah laku suami / zinahnya. Kalau cerai, anak-anak tak lihat lebih jauh, kalau tak cerai, mereka lihat terus. Dan gegeran hilang, ini dampak positif. Geger terus, juga tak bisa layani Tuhan. Anak stress dan sebagainya.
Video II, Menit 29. Yakub Tri misalkan ada 2 pasangan. Yang pertama selingkuh lalu cerai, yang kedua selingkuh tapi bertahan. Saudara lebih mengagumi yang mana?
Jawaban saya:
Ini bukan argumentasi, tetapi pembodohan. Penilaian harus didasarkan pada ajaran Alkitab / firman Tuhan, bukan pada pemikiran / perasaan kita yang adalah manusia berdosa ini.
Saya beri contoh bahwa pandangan manusia tak bisa jadi dasar. Saudara lebih malu anak sudah tertangkap jadi maling atau ketahuan bolos gereja / bekerja pada hari Minggu??? Pasti yang no 1. Padahal hukum Taurat katakan mencuri hukumannya denda (Keluaran 22:1), sedangkan melanggar Sabat hukumannya hukuman mati (Bilangan 15:32-36).
Jadi, menggunakan penilaian / pemikiran kita yang berdosa ini sebagai patokan, merupakan sesuatu yang konyol dan tidak Alkitabiah. Tapi themanya pakai kata ‘biblical’!!
Contoh lain dari saya: anak nakal dipukul, ribut, hati jadi sumpek. Anak nakal dibiarkan, tak geger, tetap damai. Hati / perasaan kita bukan ukuran!!!
Video II, Menit 30:17 - tentang pengampunan. Yakub Tri katakan yang menceraikan tak ada pengampunan. Kita lebih respek yang ampuni, itu hukum moral dalam hati kita.
Jawaban saya:
Ini argumentasi umum dari banyak orang yang anti cerai secara mutlak! Mencerai dianggap tak mengampuni. Menurut saya, mencerai tak berarti tidak mengampuni. Harus mengampuni, itu saya setuju, tetapi itu berbeda dengan tetap menerima sebagai istri. Sama seperti pegawai mencuri, suka membolos dari pekerjaan dan sebagainya. Bolehkah seorang boss kristen memecat dia? Hanya orang gila yang bilang tak boleh! Jadi bos itu tidak mengampuni? Tentu harus mengampuni, tetapi itu tidak berarti harus tetap menerima sebagai pegawai.
Yakub Tri katakan: tidak ada pengampunan sama sekali. Walaupun ngomong hatinya mengampuni, tapi kita perlu mempertanyakan apakah benar pengampunan diberikan. Kita tak bisa menghakimi lebih lanjut. PADAHAL DIA SUDAH MENGHAKIMI!!! DAN YANG TETAP MENERIMA SEBAGAI SUAMI APAKAH ngGAK SAMA SAJA? DARI MANA TAHU KALAU HATINYA NGGAK DENDAM TERUS, DAN DIA TIDAK CERAI HANYA KARENA TIDAK BOLEH CERAI???
Bagian tanya jawab dalam khotbah yakub tri:
Video II, Menit ke 54-57. Yakub Tri membedakan secara theologis dan secara pastoral. Dan Ul 24 katanya sama sekali tak bicarakan tentang perempuan yang tadinya lakukan tidak senonoh yang lalu bertobat. Ini nambahi firman! Konyol.
Video II, Menit ke 58 - Pernikahan merefleksikan keintiman Tritunggal??? Ini penafsiran liar!
Dalam Kej 1:26-27 itu sama sekali tak ada pernikahan, lalu dari mana Yakub Tri tahu-tahu loncat kepada pernikahan??
Kejadian 1:26-27 - “(26) Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’ (27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka.”.
Video II, Menit ke 1.00.00-1.05.00 - lagi-lagi nasehat sebagai sahabat beda dengan nasehat sebagai pendeta. Ini kompromi.
Dan dalam membahas Matius 19:12 di atas, Yakub Tri bilang orang harus bisa tak kawin lagi. Ini kata-kata dia: “Orang lain mampu, kamu juga pasti mampu!” (Video II, menit 23). Sekarang ia bilang dari pada orang itu hangus oleh hawa nafsu lebih baik kawin lagi. Yang benar yang mana??? Ajaran kontradiksi lagi!
Ayat tentang ‘hangus oleh hawa nafsu’ dalam 1Korintus 7:9 jelas tidak ditujukan kepada orang yang cerai secara tidak sah.
1Korintus 7:8-9 - “(8) Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. (9) Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu.”.
Saya beri 2 argumentasi tambahan:
1) Yeremia 3:1-8, khususnya ay 8nya, yang berbunyi: “Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal.”.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mempraktekkan prinsip yang Yesus ajarkan dalam Matius 5:32 dan Matius 19:9 itu. Pada waktu Israel bersundal / berzinah / tidak setia kepada Allah, maka Allah menceraikan Israel dan memberikan surat cerai kepadanya! Memang perzinahan yang dilakukan oleh Israel, adalah perzinahan rohani, dimana mereka tidak setia kepada Allah dan lalu menyembah berhala / allah lain, tetapi prinsipnya sama yaitu: jikalau terjadi perzinahan maka perceraian diijinkan!
Mungkin ada yang berargumentasi, bukankah dalam ayat-ayat lanjutannya Tuhan mengampuni mereka?? Mari kita lihat ayat-ayat itu, dengan penjelasannya.
Yeremia 3:11-14 - “(11) Dan TUHAN berfirman kepadaku: ‘Israel, perempuan murtad itu, membuktikan dirinya lebih benar dari pada Yehuda, perempuan yang tidak setia itu. (12) Pergilah menyerukan perkataan-perkataan ini ke utara, katakanlah: Kembalilah, hai Israel, perempuan murtad, demikianlah firman TUHAN. MukaKu tidak akan muram terhadap kamu, sebab Aku ini murah hati, demikianlah firman TUHAN, tidak akan murka untuk selama-lamanya. (13) Hanya akuilah kesalahanmu, bahwa engkau telah mendurhaka terhadap TUHAN, Allahmu, telah melampiaskan cinta berahimu kepada orang-orang asing di bawah setiap pohon yang rimbun, dan tidak mendengarkan suaraKu, demikianlah firman TUHAN’ (14) Kembalilah, hai anak-anak yang murtad, demikianlah firman TUHAN, karena Aku telah menjadi tuan atas kamu! Aku akan mengambil kamu, seorang dari setiap kota dan dua orang dari setiap keluarga, dan akan membawa kamu ke Sion.”.
Yeremia 3:15-24 - “(15) Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hatiKu; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian. (16) Apabila pada masa itu kamu bertambah banyak dan beranak cucu di negeri ini, demikianlah firman TUHAN, maka orang tidak lagi akan berbicara tentang tabut perjanjian TUHAN. Itu tidak lagi akan timbul dalam hati dan tidak lagi akan diingat orang; orang tidak lagi akan mencarinya atau membuatnya kembali. (17) Pada waktu itu Yerusalem akan disebut takhta TUHAN, dan segala bangsa akan berkumpul ke sana, demi nama TUHAN ke Yerusalem, dan mereka tidak lagi akan bertingkah langkah menurut kedegilan hatinya yang jahat. (18) Pada masa itu kaum Yehuda akan pergi kepada kaum Israel, dan mereka akan datang bersama-sama dari negeri utara ke negeri yang telah Kubagikan kepada nenek moyangmu menjadi milik pusaka. (19) Tadinya pikirKu: ‘Sungguh Aku mau menempatkan engkau di tengah-tengah anak-anakKu dan memberikan kepadamu negeri yang indah, milik pusaka yang paling permai dari bangsa-bangsa. PikirKu, engkau akan memanggil Aku: Bapaku, dan tidak akan berbalik dari mengikuti Aku. (20) Tetapi sesungguhnya, seperti seorang isteri tidak setia terhadap temannya, demikianlah kamu tidak setia terhadap Aku, hai kaum Israel, demikianlah firman TUHAN. (21) Dengar! Di atas bukit-bukit gundul kedengaran tangis memohon-mohon dari anak-anak Israel, sebab mereka telah memilih jalan yang sesat, dan telah melupakan TUHAN, Allah mereka. (22) Kembalilah, hai anak-anak yang murtad! Aku akan menyembuhkan engkau dari murtadmu.’ ‘Inilah kami, kami datang kepadaMu, sebab Engkaulah TUHAN, Allah kami. (23) Sesungguhnya, bukit-bukit pengorbanan adalah tipu daya, yakni keramaian di atas bukit-bukit itu! Sesungguhnya, hanya pada TUHAN, Allah kita, ada keselamatan Israel! (24) Tetapi berhala yang memalukan itu menelan segala hasil jerih lelah nenek moyang kita dari masa muda kita; kambing domba mereka dan lembu-lembu mereka, anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan mereka. (25) Maka biarlah kita berbaring dengan perasaan malu, dan biarlah noda kita menyelimuti kita, sebab kita telah berdosa kepada TUHAN, Allah kita, yakni kita dan nenek moyang kita dari masa muda kita sampai hari ini; dan kita tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kita.’”.
Barnes’ Notes (tentang Yeremia 3:14): “‘To Zion.’ To the true Church. The fulfillment of the promise began with the return to Palestine after the Babylonian exile, but is complete only in Christianity.” [= ‘Ke Sion’. Ke Gereja yang benar. Penggenapan dari janji ini dimulai dengan pengembalian ke Palestina setelah pembuangan Babilonia, tetapi lengkap / selesai hanya dalam kekristenan.].
Matthew Henry: “God’s chosen, scattered all the world over, shall be brought to the gospel church, that Mount Zion, the heavenly Jerusalem, that holy hill on which Christ reigns.” [= Orang-orang pilihan Allah, tersebar di seluruh dunia, akan dibawa pada gereja injil, Bukit Sion itu, Yerusalem surgawi, bukit kudus pada mana Kristus bertakhta.].
2) 1Korintus 6:16 - “Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ‘Keduanya akan menjadi satu daging.’”. Bdk. Kejadian 2:24.
Ini menunjukkan bahwa perzinahan menghancurkan ikatan pernikahan.
G. I. Williamson: “If a man becomes one flesh with an harlot, it is hard to see how he can yet be one flesh with his wife. Unless such be repented of and forgiven, we do not see how it can be denied that the adultery necessitates the dissolution of the marriage.” [= Jika seorang laki-laki menjadi satu daging dengan seorang pelacur, sukar untuk melihat bagaimana ia bisa tetap satu daging dengan istrinya. Kecuali orang seperti itu bertobat dan diampuni, kami tidak melihat bagaimana bisa disangkal bahwa perzinahan itu menyebabkan pembubaran / terputusnya pernikahan.] - ‘The Westminster Confession of Faith’, hal 185.
Catatan: saya berpendapat bahwa sekalipun orang itu bertobat dan diampuni, itu tidak membalikkan pernikahan yang sudah ia bubarkan / hancurkan oleh perzinahannya itu.
Saya beri tambahan satu penjelasan berkenaan dengan kontext dari Mat 19.
Matius 19:1-9 - “(1) Setelah Yesus selesai dengan pengajaranNya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan. (2) Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana. (3) Maka datanglah orang-orang Farisi kepadaNya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?’ (4) Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? (5) Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (6) Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. (9) Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Banyak orang anti cerai itu yang menekankan ay 6 dan ay 8. Dan itu yang mereka anggap sebagai kontext, dalam mana ay 9 harus ditafsirkan. Menurut saya, ini salah secara mutlak!
Ini penjelasan yang benar menurut saya:
Dalam Matius 19:3 orang-orang itu bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?’. Dalam Mat 19:4-6 Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan mereka, tetapi Ia lebih dulu membicarakan peraturan umum atau keadaan idealnya, yaitu orang tidak boleh bercerai.
Lalu dalam Matius 19:7 mereka bertanya: ‘Mengapa Musa menyuruh memberi surat cerai?’. Dan Yesus menjawab dalam Mat 19:8: ‘Karena ketegaran hatimu.’. Jadi, ‘cerai karena ketegaran hati’ itu bukan menunjuk pada ‘cerai karena zinah’ dalam ay 9, tetapi menunjuk pada ‘cerai yang diijinkan oleh Musa’ yang ditanyakan dalam ay 7!!!
Lalu dalam Matius 19:9 Ia menekankan lagi bahwa orang tidak boleh bercerai, tetapi sekarang ini Ia memberikan perkecualian, yaitu kalau terjadi perzinahan.
Jadi, baru dalam Mat 19:9 ini Ia menjawab pertanyaan mereka dalam Mat 19:3. Dengan demikian kesimpulan seluruhnya adalah sebagai berikut: Terhadap pertanyaan: apakah boleh seseorang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja? Yesus menjawab: Tidak, orang hanya boleh bercerai kalau terjadi perzinahan!
Orang-orang yang ingin lari dari penafsiran ini, bisa memaksakan kontext dari Mat 19:9 untuk membenarkan pandangan salah mereka. Tetapi bagaimana dengan Mat 5:32???? Dalam ayat itu kontextnya tak bisa mereka PAKSAKAN untuk membenarkan pandangan mereka.
=====================================================================
Mengapa di Indonesia pandangan anti cerai secara mutlak ini bisa jadi pandangan umum? Ini aneh, karena biasanya pandangan umum itu mengikuti apa yang langsung terlihat dari Alkitab. Misalnya pandangan tentang Trichotomy.
Dalam hal cerai karena zinah, kalau saya pada waktu pertama baca Alkitab begitu saja, dan saya membaca Matius 5:32 dan Matius 19:9, saya langsung menganggap bahwa cerai karena zinah itu diijinkan. Tapi di sini, pandangan sepintas itu, juga tetap benar pada waktu digali sangat mendalam / mendetail.
BACA JUGA: BUKTI ALKITAB ADALAH FIRMAN ALLAH
Beberapa kemungkinan mengapa orang mati-matian pertahankan tak boleh cerai.
1. Supaya tak kehilangan jemaat. Kalau cerai pasti sebagian keluarga atau seluruhnya, hilang dari gereja.
2. Dia takut dicerai. Entah sudah pernah zinah, atau sebagai ‘tindakan jaga-jaga’ kalau-kalau suatu kali jatuh dalam zinah.
3. Mungkin mereka rasa pandangan itu lebih suci.
4. Gengsi, malu ubah pandangan.
5. Tak belajar buku. Yakub Tri belajar, tetapi membatasi pada buku-buku yang anti cerai (inipun meragukan, karena buku tafsiran mana yang anti cerai secara mutlak???)
6. Takut lawan mayoritas.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
WAWANCARA TOPIK CERAI KARENA ZINAH.
I. https://www.youtube.com/watch?v=o3YaL0Era2U&app=desktop
Mulai 1:32:00.
II. https://www.youtube.com/watch?v=kGNHKy1-0MU&feature=youtu.be
otomotif, gadget |
Mulai menit ke 51.
Matius 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”.
Matius 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Yakub Susabda menolak istilah ‘kecuali karena zinah’ karena ia anggap tak masuk akal, dan bertentangan dengan kagetnya murid-murid mendengar ajaran Yesus dalam Mat 19:9. Dan ia lalu mengganti kata ‘kecuali’ itu dengan kata ‘walaupun’ atau ‘bahkan’.
Ada beberapa jawaban dari saya untuk hal ini:
1) Kagetnya para murid-murid bukan hal aneh, dan sama sekali tak bisa dikatakan tak masuk akal, kalau Yesus mengajar cerai hanya boleh karena zinah. Mengapa mereka kaget? Karena pada saat itu yang populer adalah pandangan Hillel, yang mengijinkan cerai untuk alasan apa saja (Matius 19:3). Pada waktu Yesus menjawab ay 9, itu bahkan lebih keras dari pandangan Shammai. Kalau pandangan Shammai sudah tak populer, bagaimana bisa Yesus ajar lebih keras dari itu? Ini alasan kaget mereka, sehingga sama sekali tak ada kebutuhan untuk mengganti terjemahan dari Mat 19:9 seenaknya sendiri.
2) Yakub Susabda mengganti terjemahan dari ‘kecuali’ menjadi ‘bahkan’ atau ‘walaupun’, bukan saja tanpa dasar kamus apapun, tetapi bahkan menentang arti dari kamus Yunani.
Dalam Matius 19:9 kata yang diterjemahkan ‘kecuali’ adalah ME, dan ini menurut Bible Works 8 artinya adalah ‘not’ [= tidak / bukan], atau ‘except’ [= kecuali]. Tak ada arti ‘bahkan’ atau ‘walaupun’!
Dalam Matius 5:32 kata yang diterjemahkan ‘kecuali’ adalah kata Yunani yang berbeda, yaitu PAREKTOS, dan menurut Bible Works 8 artinya adalah ‘except for’ [= kecuali untuk], ‘apart from’ [= terpisah dari], ‘outside’ [= di luar]. Dan lagi-lagi tak ada arti ‘bahkan’ atau ‘walaupun’.
Jadi baik kata Yunani ME maupun PAREKTOS memang bisa berarti ‘kecuali’. Dan adalah sangat tak masuk akal bahwa kedua kata itu juga bisa berarti ‘bahkan’ atau ‘walaupun’, yang betul-betul merupakan kebalikan dari ‘kecuali’!
Sedangkan kata ‘walaupun’ yang misalnya keluar dalam:
a) Lukas 18:4 berasal dari kata Yunani EI KAI.
Lukas 18:4 - “Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun,”.
b) Yohanes 11:25 berasal dari kata Yunani KAN.
Yoh 11:25 - “Jawab Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,”.
c) Markus 14:29 berasal dari kata Yunani EI KAI.
Markus 14:29 - “Kata Petrus kepadaNya: ‘Biarpun mereka semua tergoncang imannya, aku tidak.’”.
d) Ibrani 4:3 berasal dari kata Yunani KAITOI.
Ibr 4:3 - “Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: ‘Sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu,’ sekalipun pekerjaanNya sudah selesai sejak dunia dijadikan.”.
Kalau kata ‘kecuali’ boleh diganti dengan ‘walaupun’, maka ini akan mengacaukan arti semua ayat yang menggunakan kata ‘kecuali’. Saya beri dua contoh saja.
1. Matius 12:4.
Mat 12:4 - “bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?”.
Mat 12:4 (‘versi Yakub Susabda’) - “bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, walaupun / bahkan oleh imam-imam?”.
Lalu siapa yang makan roti itu?
2. Kis 26:29.
Kis 26:29 - “Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.’”.
Kisah Para Rasul 26:29 (‘versi Yakub Susabda’) - “Kata Paulus: ‘Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, bahkan belenggu-belenggu ini.’”.
3) Semua Alkitab bahasa Inggris yang saya tahu menterjemahkan ‘except’ / ‘except for’ / ‘saving’, yang semua berarti sama, yaitu ‘kecuali’.
Matius 5:32
KJV: But I say unto you, That whosoever shall put away his wife, saving for the cause of fornication, causeth her to commit adultery: and whosoever shall marry her that is divorced committeth adultery.
RSV: But I say to you that every one who divorces his wife, except on the ground of unchastity, makes her an adulteress; and whoever marries a divorced woman commits adultery.
NIV: But I tell you that anyone who divorces his wife, except for marital unfaithfulness, causes her to become an adulteress, and anyone who marries the divorced woman commits adultery.
NASB: but I say to you that everyone who divorces his wife, except for the cause of unchastity, makes her commit adultery; and whoever marries a divorced woman commits adultery.
NAU: but I say to you that everyone who divorces his wife, except for the reason of unchastity, makes her commit adultery; and whoever marries a divorced woman commits adultery.
ASV: but I say unto you, that every one that putteth away his wife, saving for the cause of fornication, maketh her an adulteress: and whosoever shall marry her when she is put away committeth adultery.
NKJV: ‘But I say to you that whoever divorces his wife for any reason except sexual immorality causes her to commit adultery; and whoever marries a woman who is divorced commits adultery.
YLT: but I - I say to you, that whoever may put away his wife, save for the matter of whoredom, doth make her to commit adultery; and whoever may marry her who hath been put away doth commit adultery.
Matius 19:9
KJV: And I say unto you, Whosoever shall put away his wife, except it be for fornication, and shall marry another, committeth adultery: and whoso marrieth her which is put away doth commit adultery.
RSV: And I say to you: whoever divorces his wife, except for unchastity, and marries another, commits adultery."
NIV: I tell you that anyone who divorces his wife, except for marital unfaithfulness, and marries another woman commits adultery."
NASB: ‘And I say to you, whoever divorces his wife, except for immorality, and marries another woman commits adultery."
NAU: ‘And I say to you, whoever divorces his wife, except for immorality, and marries another woman commits adultery.’
ASV: And I say unto you, Whosoever shall put away his wife, except for fornication, and shall marry another, committeth adultery: and he that marrieth her when she is put away committeth adultery.
NKJV: ‘And I say to you, whoever divorces his wife, except for sexual immorality, and marries another, commits adultery; and whoever marries her who is divorced commits adultery.’
YLT: ‘And I say to you, that, whoever may put away his wife, if not for whoredom, and may marry another, doth commit adultery; and he who did marry her that hath been put away, doth commit adultery.’
4) Sebetulnya ada satu Alkitab bahasa Inggris yang menterjemahkan ‘although’ / ‘walaupun’, yaitu GNB (Good News Bible) atau TEV (Today’s English Version), dan itu diterjemahkan ke dalam terjemahan Indonesia sebagai Kabar Baik masa kini / BIS. Tetapi ini adalah GNB kuno, terbitan tahun 1978!
Matius 5:32 (GNB kuno - 1978): ‘But now I tell you: if a man divorces his wife, even though she has not been unfaithful, then he is guilty of making her commit adultery if she marries again; and the man who marries her commits adultery also.’
Mat 5:32 (GNB baru): ‘But now I tell you: if a man divorces his wife for any cause other than her unfaithfulness, then he is guilty of making her commit adultery if she marries again; and the man who marries her commits adultery also.’
Mat 19:9 (GNB kuno - 1978): ‘I tell you, then, that any man who divorces his wife, even though she has not been unfaithful, commits adultery if he marries some other woman.’’
Mat 19:9 (GNB baru): ‘I tell you, then, that any man who divorces his wife for any cause other than her unfaithfulness, commits adultery if he marries some other woman.’’
Jadi rupanya GNB menyadari mereka telah menterjemahkan secara salah, dan mereka memperbaikinya! Tetapi Yakub Susabda justru mempertahankan yang salah.
Ralat: setelah wawancara selesai, pada waktu saya menyempurnakan tulisan ini, saya baru menyadari bahwa saya telah kurang teliti. Terjemahan lama dari GNB ‘even though she has not been unfaithful’ [= walaupun ia bukannya telah tidak setia]. Jadi, sekalipun ini terjemahan yang berbeda, dan menggunakan kata ‘even though’ [= walaupun], tetapi artinya berbeda dengan yang Yakub Susabda katakan, dan terjemahan ini tidak menunjukkan bahwa cerai dilarang secara mutlak.
pembahasan khotbah
Pdt. Yakub Tri Handoko
Khotbah tertulis Yakub Tri Handoko [http://rec.or.id/article_667_Jangan-Bercerai-(Matius-5:31-32)]:
Dari Youtube:
Video I - https://www.youtube.com/watch?v=GihZkhYWV0U
Video II - https://www.youtube.com/watch?v=cPezEb3R5VQ
Judul “Perceraian, sebuah perspektif biblical”.
Dia katakan ini hanya salah satu pandangan, dan ia akui ini pandangan minoritas.
Yakub Tri mengatakan pemikir Reformed yang tidak setuju perceraian: (Video I, Menit 23:53).
1. John Piper.
2. Gordon Wenham.
3. Thomas R. Schreiner.
Dia masih berikan sedikitnya 2 nama lain (Video I, menit 25:10), tapi saya tak bisa menangkap nama-nama itu.
Jawaban saya:
Mari kita bahas 3 orang ini, apakah benar mereka Reformed, dan anti cerai.
1) John Piper adalah seorang Reformed Baptist - https://en.m.wikipedia.org/wiki/John_Piper_(theologian)
Yakub Tri mengatakan bahwa “John Piper ini orang yang menolak perceraian dengan alasan apapun”!!! (Video I, menit 23:00).
Benarkah claim Yakub Tri ini? Mari kita lihat kata-kata John Piper sendiri di bawah ini:
John Piper: “3. Divorce may be permitted when a spouse deserts the relationship, commits adultery, or is dangerously abusive (1 Cor. 7:15; Matthew 19:9; 1 Cor. 7:11). [7] We are not here dealing with remarriage (see #4 and #5). We simply acknowledge that there are times when the Bible permits separation.” [= 3. Perceraian bisa diijinkan pada waktu seorang pasangan meninggalkan hubungan, melakukan perzinahan, atau melakukan kekerasan (physical abuse) yang membahayakan (1Kor 7:15; Mat 19:9; 1Korintus 7:11). (7) Kami tidak sedang menangani pernikahan lagi (lihat #4 dan #5). Kami hanya mengakui bahwa di sana ada saat-saat pada waktu Alkitab mengijinkan perpisahan.] - https://www.desiringgod.org/articles/a-statement-on-divorce-remarriage-in-the-life-of-bethlehem-baptist-church
2) Gordon Wenham adalah seorang Anglikan - https://www.thetimes.co.uk/article/liberal-tolerance-of-gays-in-church-is-just-paganism-5lwxdwf5k75
Anglikan tidak sama dengan Reformed.
Lihat 3 link di bawah ini:
a) https://www.quora.com/What-are-the-differences-between-Calvinism-and-Anglicanism
b) https://www.thegospelcoalition.org/article/nine-things-you-should-really-know-about-anglicanism/
Untuk link yang kedua ini perhatikan point 3, yang mengatakan bahwa Anglikan terletak di antara Lutheran dan Calvinisme.
c) Juga link ini (dalam bagian ‘definition’) menunjukkan bahwa Anglikan tidak sama dengan Reformed - https://en.wikipedia.org/wiki/Anglicanism
Ini saya beri sedikit cuplikan:
“Anglicanism, in its structures, theology and forms of worship, is commonly understood as a distinct Christian tradition representing a middle ground between what are perceived to be the extremes of the claims of 16th-century Roman Catholicism and the Lutheran and Reformed varieties of Protestantism of that era. As such, it is often referred to as being a via media (or ‘middle way’) between these traditions.” [= Anglikanisme, dalam struktur, theologia dan bentuk ibadahnya, biasanya dimengerti sebagai suatu tradisi Kristen yang berbeda yang mewakili daerah di tengah-tengah di antara apa yang dimengerti sebagai extrim-extrim tentang claim-claim dari Roma Katolik abad 16 dan variasi-variasi Lutheran dan Reformed dari Protestanisme dari jaman itu. Dalam arti yang persis, itu sering dianggap sebagai suatu kompromi (atau ‘jalan tengah’) di antara tradisi-tradisi ini.].
Bagaimana pandangan Wenham tentang ‘cerai karena zinah’? Ia jelas-jelas setuju, bahwa kalau ada zinah, orang boleh menceraikan pasangannya! Yang tidak ia setujui adalah pernikahan lagi / remarriage!
Gordon J. Wenham: “Third, I will look at the teaching in Matthew’s gospel. Matthew wrote the only gospel that mentions an exception to Jesus’ blanket condemnation of divorce and remarriage. In Matthew 5:32, divorce is not condemned as adultery in cases where the divorce is caused by sexual immorality, but other reasons for divorce and any remarriage after divorce are so condemned; the same ideas are reiterated in Matthew 19. Some interpreters interpret Matthew 19 to allow remarriage after some divorces (see the other chapters in this book). I will argue that this makes Jesus contradict himself. The text makes much better sense if Jesus is understood to prohibit remarriage after divorce in every case.” [= Ketiga, saya akan melihat pada pengajaran dalam Injil Matius. Matius menulis satu-satunya injil yang menyebutkan suatu perkecualian pada pengecaman universal dari Yesus tentang perceraian dan pernikahan lagi / kembali / ulang. Dalam Mat 5:32, perceraian tidak dikecam / disalahkan sebagai perzinahan dalam kasus-kasus dimana perceraian itu disebabkan oleh ketidak-bermoralan sexual, tetapi alasan-alasan lain untuk perceraian dan pernikahan ulang / lagi apapun setelah perceraian dikecam / disalahkan seperti itu; gagasan yang sama dikatakan lagi dalam Mat 19. Sebagian penafsir menafsirkan Mat 19 mengijinkan pernikahan lagi setelah perceraian (lihat pasal-pasal lain dalam buku ini). Saya berargumentasi bahwa ini membuat Yesus menentang diriNya sendiri. Text itu memberi arti yang lebih baik jika Yesus dimengerti sebagai melarang pernikahan lagi setelah perceraian dalam setiap kasus.] - ‘REMARRIAGE AFTER DIVORCE IN TODAY’S CHURCH’, hal 22 (Libronix).
Gordon J. Wenham: “So far what I have said is widely accepted. Historians agree that the early church did not approve of remarriage after divorce. Most biblical scholars accept that the New Testament, apart from Matthew, also condemned remarriage after divorce. The idea that Matthew allowed remarriage after divorce in some cases rests on the interpretation of two short phrases. In 5:32 Jesus declared that ‘everyone who divorces his wife, except on the ground of sexual immorality (porneia), makes her commit adultery’ (ESV, emphasis added). In 19:9 Jesus noted that ‘whoever divorces his wife, except for sexual immorality (porneia), and marries another, commits adultery’ (ESV, emphasis added). The early church understood the italicized phrases to allow separation, but not remarriage, for sexual immorality (porneia). But from the time of Erasmus (1519) on, many Protestants have held that the exception clauses allow full divorce with the right to remarry in cases where a spouse is guilty of sexual immorality, typically adultery. I want to examine which interpretation - the permissive Erasmian view or the restrictive early church view - makes the best sense within the context of Matthew’s gospel and the flow of his thought. I’ll look at the two passages in turn.” [= Sejauh ini apa yang telah saya katakan kebanyakan diterima. Ahli-ahli sejarah setuju bahwa gereja mula-mula tidak menyetujui pernikahan lagi setelah perceraian. Kebanyakan sarjana Alkitab menerima bahwa Perjanjian Baru, terpisah dari Matius, juga mengecam pernikahan lagi setelah perceraian. Gagasan bahwa Matius mengijinkan pernikahan lagi setelah perceraian dalam beberapa kasus didasarkan pada penafsiran dari dua ucapan / kata-kata pendek. Dalam 5:32 Yesus menyatakan bahwa ‘setiap orang yang menceraikan istrinya, KECUALI BERDASARKAN KETIDAK-BERMORALAN SEX (PORNEIA), membuat ia melakukan perzinahan’ (ESV, penekanan ditambahkan). Dalam 19:9 Yesus menunjukkan / menyebutkan bahwa ‘siapapun menceraikan istrinya, KECUALI KARENA KETIDAK-BERMORALAN SEX (PORNEIA), dan menikahi orang lain, melakukan perzinahan’ (ESV, penekanan ditambahkan). Gereja mula-mula mengerti ucapan / kata-kata yang dicetak miring untuk mengijinkan perpisahan, tetapi tidak pernikahan lagi, untuk ketidak-bermoralan sex (PORNEIA). Tetapi sejak jaman Erasmus (1519) dan selanjutnya, banyak orang Protestan telah mempercayai bahwa anak-anak kalimat perkecualian mengijinkan perceraian penuh dengan hak untuk menikah lagi dalam kasus-kasus dimana seorang pasangan bersalah tentang ketidak-bermoralan sex, biasanya perzinahan. Saya ingin memeriksa penafsiran mana - pandangan Erasmus yang bersifat mengijinkan atau pandangan yang ketat dari gereja mula-mula - yang membuat arti terbaik di dalam kontext injil Matius dan aliran pemikirannya. Saya akan melihat pada kedua text dalam urut-urutan yang tepat.] - ‘REMARRIAGE AFTER DIVORCE IN TODAY’S CHURCH’, hal 27 (Libronix).
Gordon J. Wenham: “Within this context, the exception clause simply notes that should a wife have already committed adultery - one type of sexual immorality - her husband can hardly be said to have made her commit adultery. There is no suggestion here that a husband gains the right to marry again. The most that permissive interpreters can claim is that this text leaves open the possibility that an innocent husband may remarry. This text certainly does not authorize remarriage in such circumstances.” [= Dalam kontext ini, anak kalimat perkecualian hanya menunjukkan bahwa kalau seorang istri telah melakukan perzinahan - satu type dari ketidak-bermoralan sex - suaminya tidak bisa dikatakan telah membuatnya melakukan perzinahan. Tidak ada petunjuk di sini bahwa seorang suami mendapatkan hak untuk menikah lagi. Yang paling banyak bisa diclaim oleh penafsir-penafsir yang bersifat mengijinkan itu adalah bahwa text ini membuka kemungkinan bahwa seorang suami yang tak bersalah boleh menikah lagi. Text ini PASTI tidak memberi otoritas pernikahan lagi dalam keadaan-keadaan seperti itu.] - ‘REMARRIAGE AFTER DIVORCE IN TODAY’S CHURCH’, hal 28 (Libronix).
Jelas bahwa Wenham menyetujui perceraian karena zinah; yang tidak ia setujui adalah pernikahan lagi setelah perceraian itu. Jadi, bagaimana bisa Yakub Tri mengatakan Wenham melarang cerai dalam keadaan apapun?
3) Thomas R. Schreiner adalah seorang Southern Baptist.
Ini bisa dilihat di link ini: - https://en.m.wikipedia.org/wiki/Thomas_R._Schreiner
Dalam bukunya yang berjudul ‘Believer’s Baptism: Sign of the New Covenant in Christ’ terlihat jelas bahwa dia anti baptisan bayi, dan karena itu jelas bukan Reformed.
Lihat link ini:
http://d3pi8hptl0qhh4.cloudfront.net/documents/sbjt/sbjt_2002springcomplete.pdf
Di sini ada ‘The Southern Baptist Journal of Theology’.
Dalam Journal itu Schreiner sendiri tidak memberikan pandangannya, tetapi hanya menyuruh pembacanya membaca dua tulisan selanjutnya, yaitu tulisan William A. Heth dan Gordon Wenham, dan keduanya mengijinkan cerai. Saya berikan sedikit cuplikan dari Journal tersebut.
Thomas R. Schreiner: “The scriptures are clear, for example, that divorce is never a good thing. It is never ideal for marriages to break apart, for the covenant bond between a husband and wife to be severed.” [= Kitab Suci adalah jelas, sebagai contoh, bahwa perceraian tidak pernah merupakan suatu hal yang baik. Tidak pernah merupakan sesuatu yang ideal bagi pernikahan untuk hancur / pecah, bagi ikatan perjanjian antara seorang suami dan istri untuk dibubarkan / diputuskan.] - hal 2.
Kalau kata-kata ini saya setuju. Memang perceraian itu jelas bukan hal yang ideal, juga bukan hal yang baik. Tapi coba baca lanjutannya.
Thomas R. Schreiner: “Is divorce ever justified? I have already noted that divorce is never ideal, but is it in some cases permissible? The church of Jesus Christ has debated this question throughout history. We have two very fine articles on this question in the current issue. Gordon Wenham, a well-known Old Testament scholar from England, argues that divorce is permissible in some instances but never remarriage. William Heth takes the other position. He maintains that both divorce and remarriage are justified in some cases.” [= Apakah perceraian pernah dibenarkan? Saya telah menyebutkan bahwa perceraian tidak pernah merupakan sesuatu yang ideal, tetapi apakah itu dalam beberapa kasus diijinkan? Gereja Yesus Kristus telah memperdebatkan pertanyaan ini dalam sepanjang sejarah. Kami mempunyai dua artikel yang sangat bagus tentang pertanyaan ini dalam pokok saat ini. Gordon Wenham, seorang sarjana Perjanjian Lama yang terkenal dari Inggris, berargumentasi bahwa perceraian diijinkan dalam beberapa kejadian tetapi tidak pernah pernikahan ulang diijinkan. William Heth mengambil posisi yang lain. Ia mempertahankan bahwa baik perceraian dan pernikahan ulang dibenarkan dalam beberapa kasus.] - hal 2-3.
Lalu dalam Journal itu diberikan tulisan William Heth (hal 4-29) dan tulisan Gordon Wenham (hal 30-45).
Kalau Schreiner mempercayai bahwa cerai dilarang secara mutlak, mungkinkah ia tidak memberi pandangannya, dan hanya mendorong para pembacanya pada tulisan dari Heth dan Wenham, yang keduanya mengijinkan cerai dalam kasus-kasus tertentu??? Rasanya itu mustahil.
Kesimpulan: data-data yang Yakub Tri berikan atau tidak akurat, atau dipalsukan! Kalau tidak akurat salah satu, itu bisa diterima. Tetapi memberi tiga, dan ketiganya tidak akurat, itu tidak masuk akal. Bagi saya ini pemalsuan / penipuan! Mungkin dia pikir tak ada orang nganggur yang mau mengecek???
Strategi pembahasan Yakub Tri. Beberapa kali ia katakan ‘strategi’. Penggunaan kata ini saja sudah salah menurut saya. Dalam mencari kebenaran, kita tidak boleh menggunakan ‘strategi’! Dalam perang, perkelahian, kita menggunakan strategi, yang sangat mungkin mengandung unsur kelicikan.
Yakub Tri mengatakan biasanya orang mulai dengan Matius 19:9 dan Matius 5:32
Yakub Tri berkata, dia selidiki ‘text-text yang lebih jelas’ dulu.
Dan Yakub Tri mengatakan bahwa dalam Hermeneutics, text yang kurang jelas harus ditafsirkan oleh text-text yang lebih jelas.
Jadi dia bahas text-text yang jelas dulu, baru akan tafsir ulang Matius 5:32 dan Matius 19:9 (ini ‘strategi’nya dia).
Jawaban saya:
Prinsip Hermeneutics-nya saya setuju. Tetapi cara penerapannya di sini yang saya tak setuju. Ayat-ayat tentang perceraian ini bukan kelompok ayat sukar vs kelompok ayat yang jelas / mudah. Tetapi ini adalah dua kelompok ayat yang berbeda. Yang satu sifatnya umum / universal, yang lain (Matius 5:32 dan Mat 19:9) sifatnya khusus / perkecualian. Karena itu kita tak bisa memulai dengan melihat ‘ayat-ayat mudah / jelas’ baru membahas ‘ayat-ayat yang bermasalah’!!!
Sebagai contoh, kita mau membahas thema: ‘Apakah Yesus itu manusia berdosa atau tidak?’
Dalam Alkitab ada banyak ayat yang menyatakan semua manusia itu berdosa.
Roma 3:10-12,23 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ... (23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,”.
Ayub 25:4 - “Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih?”.
Pengkhotbah 7:20 - “Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!”.
Tetapi ada ayat-ayat yang mengecualikan Yesus.
Ibrani 4:15 - “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”.
2Korintus 5:21 - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.
Yoh 8:46a - “Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?”.
Cara menafsir Yakub Tri, kalau mau diterapkan pada persoalan ini menjadi sebagai berikut:
Mari kita tak melihat pada Ibr 4:15 2Korintus 5:21 Yoh 8:46a, tetapi kita melihat lebih dulu pada ayat-ayat yang jelas, yaitu Ro 3:10-12,23 Pkh 7:20 Ayub 25:4. Baru nanti kita menafsir ulang ayat-ayat Ibrani 4:15 2Korintus 5:21 Yoh 8:46a.
Lalu baca dan tafsir Roma 3:10-12,23 Pkh 7:20 Ayub 25:4, dan sudah pasti akan mendapatkan bahwa semua manusia berdosa, dan karena Yesus adalah manusia, maka Ia juga berdosa. Ini sekarang jadi tolok ukur untuk menafsir ulang Ibr 4:15 2Korintus 5:21 Yoh 8:46a.
Ibrani 4:15 Ia tidak berbuat dosa pada waktu dicobai. Tapi ayatnya tidak bilang pada waktu Ia tak dicobai. 2Korintus 5:21 hanya bilang Ia tak mengenal dosa, itu bukan berarti sama sekali tak berbuat dosa. Yohanes 8:46 - memang orang-orang itu tak bisa buktikan Yesus berbuat dosa, karena mereka tak maha tahu. Tapi Allah yang maha tahu tentu bisa buktikan.
Kesimpulan akhir: Yesus berdosa. Ini jadi lucu, bukan?
SEMUA JADI KACAU KALAU PAKAI CARA YAKUB TRI menAFSIR AYAT!!!
Yang benar adalah sebagai berikut:
Ayat-ayat Roma 3:10-12,23 Pkh 7:20 Ayub 25:4 adalah ayat-ayat yang berlaku umum, semua manusia berdosa. Tetapi ayat-ayat Ibr 4:15 2Kor 5:21 Yoh 8:46a merupakan ayat-ayat perkecualian. Jadi kesimpulan akhir: semua manusia berdosa, kecuali Yesus!
Kembali pada soal cerai.
Banyak ayat umum, seperti:
1. Mal 2:16a - “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel”.
Kelihatannya ini ayat hafalannya Gilbert Lumoindong.
2. Roma 7:2-3 - “(2) Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. (3) Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.”.
3. 1Kor 7:10-11,39 - “(10) Kepada orang-orang yang telah kawin aku - tidak, bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. (11) Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. ... (39) Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.”.
4. Markus 10:11-12 - “(11) Lalu kataNya kepada mereka: ‘Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. (12) Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.’”.
5. Lukas 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
Catatan: untuk no 4 dan mungkin juga no 5, mungkin harus diartikan secara berbeda, karena keduanya merupakan ayat-ayat paralel dari Mat 19:9. Yang dalam Markus pasti paralel, karena ada kontextnya, tetapi yang dalam Lukas tidak bisa dipastikan, karena tidak ada kontextnya.
Tetapi dua ayat dalam Matius, merupakan ayat-ayat perkecualian!
Matius 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”.
Matius 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Jadi, membahas ayat-ayat kelompok I dulu, lalu menafsir ulang kelompok II, merupakan suatu metode yang jelas-jelas salah. Kalau pendekatan / metodenya (atau ‘strategi’nya) sudah salah, jangan harap bisa mendapatkan kesimpulan yang benar! Kalau mau membahas topik ‘apakah pada waktu seseorang berzinah, pasangannya yang tak bersalah boleh menceraikannya?’, maka kita harus langsung membahas Mat 5:32 dan Mat 19:9 yang memang berkenaan dengan topik itu! Baru nanti kita menjelaskan ayat-ayat yang lain, dan itu cukup dengan mengatakan bahwa ayat-ayat itu merupakan ayat-ayat yang berlaku umum (kalau tidak terjadi zinah).
Markus 10:11-12 - “(11) Lalu kataNya kepada mereka: ‘Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. (12) Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.’”.
Lukas 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
Ini text-text paralel.
Kata-kata ‘kecuali karena zinah’ tidak ada. Padahal ini cerita yang sama.
Apakah Matius yang menambahi atau Markus / Lukas yang mengurangi??
Video I, menit 31:22 - kalau hanya lihat text-text ini perceraian diperbolehkan atau tidak??
Jawaban saya:
Ini manipulasi! Kita tidak boleh menyimpulkan apapun dengan hanya melihat sebagian ayat dalam Alkitab, padahal ada ayat-ayat lain yang berhubungan!!!
Sebagai contoh, kalau ketemu Saksi-Saksi Yehuwa, dan dia bilang mari kita lihat ayat-ayat Mat 24:36 dan Yoh 14:28, jangan lihat ayat-ayat lain dulu. Kalau dari dua ayat ini Yesus itu Allah atau bukan??? Saudara mau terima ‘strategi’ seperti itu??? Itu strategi penipuan!
Lalu Yakub Tri membahas text-text lain:
1Kor 7:39 - “Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.”.
Roma 7:1-3 - “(1) Apakah kamu tidak tahu, saudara-saudara, - sebab aku berbicara kepada mereka yang mengetahui hukum - bahwa hukum berkuasa atas seseorang selama orang itu hidup? (2) Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. (3) Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.”.
Kedua text ini mengatakan nikah itu sampai mati.
Yakub Tri tanya: Menurut kedua ayat ini cerai boleh atau tidak???
Jawaban saya:
Ini lagi-lagi manipulatif!
Yakub Tri menggunakan janji pernikahan (video I, menit 32:30-57).
Jawaban saya:
Ini manipulatif, dan tidak Alkitabiah! Dasar ajaran kok pakai janji pernikahan itu bagaimana??? Ini bertentangan dengan judul ‘biblical’ dalam thema yang Yakub Tri gunakan! Dan ini juga digunakan oleh Eddy Leo dan Gilbert (dalam tulisan). Saya tak tahu siapa yang nyontek dari siapa. Yang saya tahu mereka menyontek dari orang yang salah. Orang buta menuntun orang buta? Atau orang buta mengikuti orang buta?? Pikir sendiri, dan jawab sendiri!
Ini jawaban saya tentang penggunaan ‘janji pernikahan’ itu!
1. Janji pernikahan, sekalipun merupakan sesuatu yang sakral, itu bukan firman Tuhan!!! Tak ada dalam Alkitab. Bisa-bisanya dijadikan dasar ajaran? Pengakuan Iman saja (12 Pengakuan Iman Rasuli; Pengakuan Iman Nicea; Westminster Confession of Faith, dsb) tidak boleh dijadikan dasar ajaran kecuali ada ayat pendukung, apalagi hanya janji pernikahan. Orang mengajar pakai dasar janji pernikahan masih bisa katakan pembahasannya Alkitabiah??
2. Janji pernikahan, sekalipun sakral, tetap berurusan dengan pernikahan, yang merupakan sesuatu yang romantis. Sama seperti janji pacaran, apakah ada orang janji: aku akan mencintai engkau, kecuali engkau berzinah / selingkuh??? Semua janjinya akan cinta sampai mati. Tetapi saya yakin semua orang juga tahu kalau itu sebetulnya bersyarat. Tetapi kalau syaratnya diucapkan, maka seluruh suasana romantis akan hancur.
3. Kalau Yakub Tri katakan bahwa tak ada orang mengucapkan janji pernikahan dengan tambahan ‘kecuali / sampai engkau berzinah’, maka saya juga bisa mengatakan secara sama bahwa tak ada orang mengatakan janji pernikahan disertai kata-kata ‘sekalipun engkau berzinah’, atau ‘sekalipun engkau bawa pelacur ke rumah’, dan sebagainya. Argumentasi konyol saya balas dengan argumentasi yang konyol juga!
4. Janji pernikahan bunyinya tak selalu seperti yang pada umumnya kita dengar. Ada yang orangnya masing-masing buat sendiri. Bisa berbeda-beda dan ini menunjukkan bahwa itu tidak mungkin dijadikan dasar ajaran.
5. Ini yang terpenting: Janji pernikahan itu timbal balik. Baik suami maupun istri berjanji untuk setia. Kalau suami mengingkari janjinya dengan dia berzinah, apakah istri masih terikat pada janjinya? Hanya orang konyol / bodoh yang berkata YA.
Efesus 5:22-31, dan Yakub Tri menekankan ay 32 nya. Video I, Menit ke 35.
Yakub Tri bilang kita sering berzinah secara rohani, sering tidak setia kepada Tuhan. Video I, Menit 37:26.
Nikah itu refleksi / gambaran hubungan Kristus dengan jemaat.
Jawaban saya:
Efesus 5:22-32 - “(22) Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, (23) karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. (24) Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. (25) Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya (26) untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, (27) supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diriNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. (28) Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. (29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, (30) karena kita adalah anggota tubuhNya. (31) Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (32) Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.”.
Saya tidak percaya orang kristen yang sejati bisa berzinah secara rohani, dalam arti menyembah berhala (itu arti ungkapan itu dalam Perjanjian Lama!).
Yeremia 3:9 - “Dengan sundalnya yang sembrono itu maka ia mencemarkan negeri dan berzinah dengan menyembah batu dan kayu.”.
Jadi, zinah secara rohani bukanlah sekedar ‘tidak setia kepada Tuhan’ seperti yang Yakub Tri katakan. Seadanya dosa adalah ketidak-setiaan kepada Tuhan, dan karena itu tidak harus disebut sebagai zinah rohani! Zinah rohani adalah penyembahan berhala!
Adam Clarke (tentang 2Korintus 6:15): “An idolater never worships the true God; a Christian never worships an idol. If ye join in idolatrous rites, it is impossible that ye should be Christians.” [= Seorang penyembah berhala tidak pernah menyembah Allah yang benar; seorang Kristen tidak pernah menyembah sebuah berhala. Jika kamu bergabung dalam upacara-upacara penyembahan berhala, adalah mustahil bahwa kamu adalah orang Kristen.].
Menyembah berhala yang hanya secara fisik, karena takut / sungkan dsb, itu memungkinkan. Itu yang dilakukan oleh Salomo dan Naaman. Tetapi betul-betul menyembah berhala dengan hatinya, menunjukkan secara jelas bahwa hatinya tidak percaya kepada Yesus! Dan kalau demikian, apakah dalam arti sebenarnya ia adalah jemaat / gereja? Kalau bukan, maka Ef 5 tadi tak berlaku untuk orang itu!!
Hosea 1-3 (Video I, menit ke 38). dan ini ia sebut text yang jelas!
Istri berzinah, tetapi diterima kembali.
Jawaban saya:
Apakah cerita nabi Hosea menikahi pelacur dsb ini adalah cerita yang sungguh-sungguh terjadi, atau sekedar suatu perumpamaan / penglihatan, itu menjadi perdebatan luar biasa.
1) Yang percaya ini vision: Matthew Henry, Calvin, Jamieson, Fausset & Brown.
Calvin (tentang Hos 1:2): “almost all the Hebrews agree in this opinion, that the Prophet did not actually marry a wife, but that he was bidden to do this in a vision. And we shall see in the third chapter (Hosea 3:1) almost the same thing described; and yet what is narrated there could not have been actually done, for the Prophet is bidden to marry a wife who had violated her conjugal fidelity, and after having bought her, to retain her at home for a time. This, we know, was not done. ...” [= hampir semua orang-orang Ibrani setuju dengan pandangan ini, bahwa sang Nabi tidak sungguh-sungguh menikahi seorang istri, tetapi ia diarahkan / disuruh melakukan ini dalam suatu penglihatan. Dan akan kita lihat dalam pasal ketiga (Hos 3:1) digambarkan hal yang hampir sama; tetapi apa yang diceritakan tidak bisa sungguh-sungguh telah terjadi, karena sang Nabi disuruh menikahi seorang istri yang telah melanggar kesetiaan pernikahan, dan setelah membelinya, mempertahankannya di rumah untuk suatu waktu. Ini, kami tahu, tidak dilakukan. ...].
2) Yang percaya ini cerita sungguh-sungguh: Adam Clarke, Albert Barnes, Bible Knowledge Commentary.
Keil & Delitzsch membingungkan. Entah dia masuk yang mana.
Jadi, Ini adalah text yang ‘luar biasa bermasalah’!!!!
Mengapa Yakub Tri tidak ‘menerapkan prinsip Hermeneutics-nya’, dengan mengatakan, mari kita kesampingkan dulu text ini, dan kita bahas text-text lain yang jelas??? Sebaliknya, ia langsung membahas text ini, atau lebih tepat, ia langsung ‘meloncat pada kesimpulan’ (Yakub Tri bahkan tidak membaca ayat-ayat dalam kitab Hosea!) tentang text ini, seakan-akan text ini tak bermasalah sama sekali!!!
Kalau dianggap bahwa cerita tentang Hosea dan Gomer dsb itu sungguh-sungguh terjadi, maka bahwa Hosea tidak boleh mencerai istrinya itu karena Tuhan mau membuat kehidupan Hosea sebagai suatu perumpamaan yang diperagakan! Ini tak bisa dipakai untuk melarang cerai secara mutlak. Untuk Hosea saja, ia tak boleh menceraikan, karena Tuhan punya tujuan tertentu. Apakah karena ada cerita Petrus jalan di atas air, kita boleh mencobanya? Apakah karena pemuda kaya yang datang kepada Yesus disuruh menjual semua hartanya dan membagikannya kepada orang miskin, maka kita semua harus melakukan hal yang sama? Tak semua ayat berlaku untuk semua orang. Kontext, dan seluruh bagian Alkitab yang lain, yang menentukan apakah ayat itu berlaku umum atau tidak!
Pada saat yang sama, cerita Hosea ini menunjukkan bahwa pada saat terjadi zinahpun, orang tidak harus bercerai. Ini saya katakan untuk menentang pandangan orang-orang extrim, yang saya jumpai di face book yang mengatakan bahwa kalau terjadi zinah, maka cerai itu diharuskan!
Dan bagaimana sikap Tuhan terhadap Israel dalam kitab nabi Hosea? Mengampuni sekalipun mereka zinah secara rohani??? TIDAK!! Tuhan membuang mereka!!
Hosea 1:4-6,8-9 - “(4) Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: ‘Berilah nama Yizreel kepada anak itu, sebab sedikit waktu lagi maka Aku akan menghukum keluarga Yehu karena hutang darah Yizreel dan Aku akan mengakhiri pemerintahan kaum Israel. (5) Maka pada waktu itu Aku akan mematahkan busur panah Israel di lembah Yizreel.’ (6) Lalu perempuan itu mengandung lagi dan melahirkan seorang anak perempuan. Berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: ‘Berilah nama Lo-Ruhama kepada anak itu, sebab Aku tidak akan menyayangi lagi kaum Israel, dan sama sekali tidak akan mengampuni mereka. ... (8) Sesudah menyapih Lo-Ruhama, mengandunglah perempuan itu lagi dan melahirkan seorang anak laki-laki. (9) Lalu berfirmanlah Ia: ‘Berilah nama Lo-Ami kepada anak itu, sebab kamu ini bukanlah umatKu dan Aku ini bukanlah Allahmu.’”.
Calvin (tentang Hosea 1:4): “It is added ‘and I will abolish the kingdom of the house of Israel.’ The house of Israel he calls that which had separated from the family of David, as though he said, ‘This is a separated house.’ God had indeed joined the whole people together, and they became one body. It was torn asunder under Jeroboam. This was God’s dreadful judgment; for it was the same as if the people, like a torn body, had been cut into two parts. But God, however, had hitherto preserved these two parts, as though they were but one body, and would have become the Redeemer of both people, had not a base defection followed. And the Israelites having become, as it were, putrified, so as now to be no part of his chosen people, our Prophet, by way of contempt and reproach, rightly calls them the house of Israel.” [= Ditambahkan ‘dan Aku akan mengakhiri kerajaan dari keluarga / kaum Israel’. Ia menyebut ‘kaum Israel’ yang telah memisahkan diri dari keluarga Daud, seakan-akan Ia berkata, ‘Ini adalah suatu kaum / keluarga yang terpisah’. Allah memang telah menggabungkan seluruh bangsa itu bersama-sama / menjadi satu, dan mereka menjadi satu tubuh. Itu disobek sehingga terpisah di bawah Yerobeam. Ini adalah penghakiman yang menakutkan dari Allah; karena itu adalah sama seakan-akan bangsa itu, seperti tubuh yang tersobek, telah dipotong menjadi dua bagian. Tetapi Allah, sampai saat ini telah menjaga kedua bagian ini, seakan-akan mereka hanyalah satu tubuh, dan akan telah menjadi Penebus dari kedua bangsa, seandainya suatu pengkhianatan / ketidak-setiaan yang bersifat dasari tidak terjadi belakangan. Dan bangsa Israel telah menjadi, seakan-akan membusuk, SEHINGGA SEKARANG TIDAK LAGI MERUPAKAN BAGIAN DARI BANGSA PILIHANNYA, Nabi kita, dengan cara menghina dan mencela, secara benar menyebut mereka ‘kaum Israel’.].
Calvin (tentang Hosea 1:6): “The Prophet shows in this verse that things were become worse and worse in the kingdom of Israel, that they sinned, keeping within no limits, that they rushed headlong into the extremes of impiety. He has already told us, by calling them Jezreelites, that they were from the beginning rejected and degenerate; as though he said, ‘Your origin has nothing commendable in it; ye think yourselves to be very eminent, because ye derive your descent from holy Jacob; but ye are spurious children, born of a harlot: a brothel is not the house of Abraham, nor is the house of Abraham a brothel. Ye are then the offspring of debauchery.’ But he now goes farther and says, that as time advanced, they had ever been falling into a worse state; for this word, Loruchamah, is a more disgraceful name than Jezreel: and the Lord also denounces here his vengeance more openly, when he says, ‘I will no more add to pursue with mercy the house of Israel.’ רחם, rechem, means to pity, and also to love: but this second meaning is derived from the other; for רחם, rechem, is not simply to love, but to show gratuitous favour. By calling the daughter, then, Lo-ruchamah, God intimates that his favour was now taken away from the people. We know, indeed, that the people had been freely chosen; for if the cause of adoption be inquired for, it must be said to have been the mere mercy and goodness of God. Now then God, in repudiating the people, says, ‘Ye are like a daughter whom her father casts away and disowns, because he deems her unworthy of his favour.’ We now, then, comprehend the design of the Prophet; for, after having shown the Israelites to have been from the beginning spurious, and not the true children of Abraham, he now adds, that, in course of time, they had become so corrupt, that God would now utterly disown them, and would no longer deem them as his house. He, therefore, charges them with something more grievous than before, by saying,‘Call this daughter Lo-ruchamah;’ for she was born after Jezreel. Here he describes by degrees the state of the people, that it continually degenerated. Though they were at the beginning depraved; but they were now, after the lapse of some time, utterly unworthy of God’s favour.” [= Dengan menyebut anak perempuan itu pada saat itu Lo-ruchamah, Allah mengisyaratkan / menunjukkan secara tak langsung bahwa kebaikanNya sekarang diambil dari bangsa itu. ... mereka telah menjadi begitu rusak / jahat, sehingga Allah sekarang sama sekali menolak untuk mengakui mereka, dan tidak lagi menganggap mereka sebagai keluargaNya. ... Di sini Ia menggambarkan perlahan-lahan keadaan dari bangsa itu, bahwa itu merosot / memburuk terus menerus. Sekalipun mereka pada mulanya bejat / jahat; tetapi mereka sekarang, setelah berlalunya beberapa waktu, sama sekali tidak layak mendapatkan kebaikan Allah.].
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.
Calvin (tentang Hos 1:6): “The Prophet, as we see, evidently intimates that the Israelites had very long abused the Lord’s mercy, while he spared them, so that now the ripe time of vengeance had come; for the Lord had, for many years showed his favour to them, though they never ceased at any time to seek destruction to themselves. Hence we learn, as stated yesterday, that the Prophet’s vehemence was not hasty: for God had before given warnings, more than sufficient, to the Israelites; he had also forgiven them many sins; he had borne with them until the state of things proved that they were altogether incurable. Since, then, the forbearance of God produced no effect on them, it was necessary to come to this last remedy, that the Lord should, as it were, with a drawn sword, appear as a judge to take vengeance.” [= Tuhan telah, untuk banyak tahun / waktu yang lama, menunjukkan kebaikanNya kepada mereka, ... sampai keadaan dari hal-hal membuktikan bahwa mereka sama sekali tidak bisa disembuhkan.].
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.
Calvin (tentang Hos 1:8-9): “The reason is added ‘For ye are not my people, and I will not hereafter be yours.’ This, as I have said, is the final disowning of them. They had been before called Jezreelites, and then by the name of the daughter God testified that he was alienated from them; but now the third name is still more grievous, ‘Ye are not my people;’ for God here abolishes, in a manner, the covenant he made with the holy fathers, so that the people would cease to have any pre-eminence over other nations. So then the Israelites were reduced to a condition in which they differed nothing from the profane Gentiles; and thus God wholly disinherited them.” [= Alasannya ditambahkan ‘Karena kamu bukanlah umatKu, dan setelah ini Aku bukanlah milikmu’. Ini, seperti telah saya katakan, merupakan ‘tindakan tidak mengakui’ yang terakhir (final) terhadap mereka. Sebelumnya mereka telah disebut Yizreel, dan lalu dengan nama anak perempuan itu Allah memberi kesaksian bahwa Ia telah diasingkan dari mereka; tetapi sekarang nama ketiga lebih menyedihkan lagi, ‘Kamu bukanlah umatKu’; karena Allah di sini menghapuskan, dengan suatu cara, perjanjian yang Ia buat dengan bapa-bapa kudus, sehingga bangsa itu berhenti mempunyai keunggulan apapun atas bangsa-bangsa lain. Dengan demikian maka bangsa Israel direndahkan pada suatu keadaan dalam mana mereka tidak berbeda dari bangsa-bangsa non Yahudi yang duniawi; dan dengan demikian Allah sepenuhnya mencabut hak mereka / mengeluarkan mereka dari warisan.].
BACA JUGA: DOSA MENGHUJAT ROH KUDUS
Matthew Henry (tentang Hos 1:8-9): “This was fulfilled in Israel when they were ‘utterly taken away’ into the land of Assyria, and their place knew them no more. They were no longer God’s people, for they lost the knowledge and worship of him; no prophets were sent to them, no promises made to them, as were to the two tribes in their captivity; nay, they were no longer ‘a people,’ but, for aught that appears, were mingled with the nations into which they were carried, and lost among them.” [= Ini digenapi di Israel pada waktu mereka ‘seluruhnya dibawa’ ke negeri Asyur, dan tempat mereka tak mengenal mereka lagi. Mereka bukan lagi umat Allah, karena mereka kehilangan pengetahuan dan penyembahan tentang Dia; tak ada nabi diutus kepada mereka, tak ada janji dibuat bagi mereka, seperti yang ada bagi dua suku dalam pembuangan mereka; tidak, mereka bukan lagi ‘suatu umat’, tetapi karena apapun yang terlihat, bercampur dengan bangsa-bangsa ke dalam mana mereka dibawa, dan hilang di antara mereka.].
Tetapi Yakub Tri katakan ‘Allah sempat marah kepada mereka, tetapi perhatikan, setelah Allah marah kepada mereka, yang Allah lakukan adalah mengambil mereka kembali’ (Video I, menit 38-39). Ini bertentangan dengan apa yang sudah kita bahas di atas! Allah membuang mereka (Israel, ini bukan bicara tentang Yehuda)!
Tetapi bagaimana dengan ayat-ayat lanjutannya?
Hosea 1:10-11 - “(10) Tetapi kelak, jumlah orang Israel akan seperti pasir laut, yang tidak dapat ditakar dan tidak dapat dihitung. Dan di tempat di mana dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’ (11) Orang Yehuda dan orang Israel akan berkumpul bersama-sama dan akan mengangkat bagi mereka satu pemimpin, lalu mereka akan menduduki negeri ini, sebab besar hari Yizreel itu.”.
Apakah Israel diampuni? Mari kita lihat bagaimana Calvin menafsirkan text di atas ini.
Calvin (tentang Hos 1:10): “I indeed admit that the Prophet here gave hope of salvation to the faithful; for it is certain that there were some remaining in the kingdom of Israel. Though the whole body had revolted, yet God, as it was said to Elijah, had preserved to himself some seed. The Prophet then was unwilling to leave the faithful, who remained among that lost people, without hope of salvation;” [= Saya memang mengakui bahwa di sini sang Nabi memberikan pengharapan keselamatan kepada orang-orang yang setia; karena adalah pasti bahwa di sana ada beberapa / sebagian orang tetap ada dalam kerajaan Israel. Sekalipun seluruh tubuh telah memberontak, tetapi Allah, seperti dikatakan kepada Elia, telah menjaga / memelihara bagi diriNya sendiri beberapa / sebagian benih / keturunan. Jadi, sang Nabi tidak mau meninggalkan orang-orang yang setia, yang tersisa di antara bangsa yang terhilang, tanpa pengharapan keselamatan;].
Jadi, janji ini berlaku hanya untuk sisa yang setia!!! Bukan untuk seluruh bangsa!
Calvin (tentang Hos 1:10): “It has been asked, whether this prophecy belongs to the posterity of those who had been dispersed. This, indeed, would be strange; for so long a time has passed away since their exile, and dejected and broken, they dwell at this day in mountains and in other desert places; at least many of them are in the mountains of Armenia, some are in Media and Chaldea; in short, throughout the whole of the East. And since there has been no restoration of this people, it is certain that this prophecy ought not to be restricted to seed according to the flesh. ... Then Hosea speaks not here of the kingdom of Israel, but of the Church, which was to be restored by a return, composed both of Jews and of Gentiles.” [= Telah ditanyakan, apakah nubuat ini adalah milik dari keturunan dari mereka yang telah tersebar. Ini, pasti merupakan hal yang aneh; karena waktu yang begitu lama telah berlalu sejak pembuangan mereka, dan dalam keadaan putus asa dan hancur / ditundukkan mereka tinggal pada saat ini di gunung-gunung dan di tempat-tempat lain di padang gurun; setidaknya banyak dari mereka ada di gunung-gunung Armenia, sebagian ada di Media dan Chaldea; singkatnya, di setiap bagian dari seluruh daerah Timur. Dan karena di sana tidak pernah ada pemulihan dari bangsa ini, adalah pasti bahwa nubuat ini tidak seharusnya dibatasi bagi keturunan menurut daging. ... Jadi Hosea di sini bukan berbicara tentang kerajaan Israel, tetapi tentang gereja, yang akan dikembalikan oleh suatu pengembalian, terdiri dari baik orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi.].
Jadi, Calvin menganggap bahwa nubuat ini berlaku bukan untuk bangsa Israel secara daging, tetapi bagi gereja! Dan di bawah ini Calvin memberi dasar Alkitab untuk pandangannya, yaitu kata-kata Paulus dalam Ro 9:24-dan seterusnya.
Calvin (tentang Hos 1:10): “So Paul, a fit interpreter of this passage, reminds us, ‘Whom he has called, not only of the Jews, but also of the Gentiles; as he says by Hosea, I will call a people, who were not mine, my people; and her beloved, who was not beloved: and it shall be, where it had been said to them, Ye are not my people; there shall they be called the sons of the living God,’(Romans 9:24, etc.) Paul applies this passage, and that rightly, to the whole body of the faithful, collected without any difference, from the Jews as well as from the Gentiles: for otherwise, as we have said, the correctness and truth of prophecy would not be evident: and this view also agrees best with the design of the Prophet which I have just explained.” [= Jadi Paulus, seorang penafsir yang cocok tentang text ini, mengingatkan kita, ‘Siapa yang Ia panggil, bukan hanya dari orang-orang Yahudi, tetapi juga dari orang-orang non Yahudi; seperti Ia katakan oleh Hosea, Aku akan memanggil suatu umat, yang bukanlah milikKu, umatKu; dan kekasih, yang bukan kekasih: dan akan terjadi, dimana dikatakan kepada mereka, Kamu bukanlah umatKu; disana mereka akan dipanggil anak-anak dari Allah yang hidup’ (Ro 9:24-dst). Paulus menerapkan text ini, dan itu dengan benar, kepada seluruh tubuh dari orang-orang percaya / setia, dikumpulkan tanpa pembedaan, dari orang-orang Yahudi maupun dari orang-orang non Yahudi: karena kalau tidak, seperti telah kami katakan, ketepatan dan kebenaran dari nubuat itu tidak akan nyata: dan pandangan ini juga paling cocok dengan rancangan dari Nabi yang baru saya jelaskan.].
Roma 9:24-28 - “(24) yaitu kita, yang telah dipanggilNya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain, (25) seperti yang difirmankanNya juga dalam kitab nabi Hosea: ‘Yang bukan umatKu akan Kusebut: umatKu dan yang bukan kekasih: kekasih.’ (26) Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ di sana akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’ (27) Dan Yesaya berseru tentang Israel: ‘Sekalipun jumlah anak Israel seperti pasir di laut, namun hanya sisanya akan diselamatkan. (28) Sebab apa yang telah difirmankanNya, akan dilakukan Tuhan di atas bumi, sempurna dan segera.’”.
Bdk. Yesaya 10:22-23 - “(22) Sebab sekalipun bangsamu, hai Israel, seperti pasir di laut banyaknya, namun hanya sisanya akan kembali. TUHAN telah memastikan datangnya kebinasaan dan dari situ timbul keadilan yang meluap-luap. (23) Sungguh, kebinasaan yang sudah pasti akan dilaksanakan di atas seluruh bumi oleh Tuhan, TUHAN semesta alam.”.
Mari kita lihat tafsiran dari Matthew Henry.
Matthew Henry (tentang Hos 1:10-11): “II. Of the reduction and restoration of Israel in the fulness of time. Here, as before, mercy is remembered in the midst of wrath; the rejection, as it shall not be total, so it shall not be final (v. 10,11): ‘Yet the number of the children of Israel shall be as the sand of the sea.’ ... It is certain that this promise had its accomplishment in the setting up of the kingdom of Christ, by the preaching of the gospel, and the bringing in both of Jews and Gentiles to it, for to this these words are applied by St. Paul (Rom 9:25,26), and by St. Peter when he writes to the Jews of the dispersion, 1 Peter 2:10. Israel here is the gospel-church, the spiritual Israel (Gal 6:16), all believers who follow the steps, and inherit the blessing of faithful Abraham, who is the father of all that believe, whether Jews or Gentiles, Rom 4:11,12.” [= II. Tentang pengurangan / penurunan / pemotongan dan pemulihan dari Israel dalam seluruh waktu / dalam waktu yang ditentukan. Di sini, seperti sebelumnya, belas kasihan diingat di tengah-tengah murka; penolakan tidak akan merupakan penolakan total, dan juga tidak akan merupakan penolakan terakhir (ay 10,11): ‘Tetapi jumlah dari anak-anak / bangsa Israel akan seperti pasir / tanah di laut’. ... Adalah pasti bahwa janji ini mendapatkan penggenapannya dalam pendirian kerajaan Kristus, oleh pemberitaan Injil, dan masuknya orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi ke dalamnya, karena pada hal ini kata-kata ini diterapkan oleh Santo Paulus (Ro 9:25-26), dan oleh Santo Petrus pada waktu ia menulis kepada orang-orang Yahudi yang tersebar, 1Pet 2:10. ‘Israel’ di sini adalah gereja-injil, Israel rohani (Gal 6:16), semua orang-orang percaya yang mengikuti langkah-langkah, dan mewarisi berkat, dari Abraham yang setia, yang adalah bapa dari semua orang yang percaya, apakah orang-orang Yahudi atau orang-orang non Yahudi, Ro 4:11,12.].
Ro 9:25-26 - “(25) seperti yang difirmankanNya juga dalam kitab nabi Hosea: ‘Yang bukan umatKu akan Kusebut: umatKu dan yang bukan kekasih: kekasih.’ (26) Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ di sana akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’”.
1Petrus 2:10 - “kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umatNya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.”.
Roma 4:11-12 - “(11) Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka, (12) dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat.”.
Matthew Henry: “Though Israel according to the flesh be diminished and made few, the spiritual Israel shall be numerous, shall be innumerable. In the vast multitudes that by the preaching of the gospel have been brought to Christ, both in the first ages of Christianity and ever since, this promise is fulfilled, thousands out of every tribe in Israel, and out of other nations, ‘a multitude which no man can number,’ Rev 7:4,9; Gal 4:27. In this the promise made to Abraham, when God called him Abraham the high father of a multitude, had its full accomplishment (Gen 17:5), ...” [= Sekalipun Israel menurut daging berkurang dan dijadikan sedikit, Israel rohani akan menjadi banyak, akan menjadi tidak terhitung. Dalam orang yang sangat banyak yang oleh pemberitaan injil telah dibawa kepada Kristus, baik dalam abad-abad pertama dari kekristenan dan selanjutnya, janji ini digenapi, ribuan dari setiap suku di Israel, dan dari bangsa-bangsa lain, ‘suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya’, Wah 7:4,9; Gal 4:27. Dalam hal ini janji yang dibuat kepada Abraham, pada waktu Allah memanggilnya Abraham bapa sejumlah besar bangsa, mendapatkan penggenapannya yang penuh (Kej 17:5), ...].
Jadi, sama seperti Calvin, Matthew Henry berpendapat bahwa nubuat itu (Hos 1:10-11) tidak berlaku untuk Israel, tetapi untuk Gereja, pada jaman Perjanjian Baru!
Sekarang mari kita lihat ayat lain dalam kitab Hosea, dengan penafsiran tentangnya!
Hosea 3:5 - “Sesudah itu orang Israel akan berbalik dan akan mencari TUHAN, Allah mereka, dan Daud, raja mereka. Mereka akan datang dengan gementar kepada TUHAN dan kepada kebaikanNya pada hari-hari yang terakhir.”.
Calvin (tentang Hos 3:5): “It is indeed true that David was then dead; but Hosea sets forth here, in the person of one man, that everlasting kingdom, which the Jews knew would endure as the sun and moon: for well known to them all was this remarkable promise, ‘As long as the sun and moon shall shine in heaven, they shall be faithful witnesses to me, that the throne of David shall continue,’ (Psalm 72:5,18.) Hence, after the death of David, the Prophet shows here that his kingdom would be forever, for he survived in his children; and, as it evidently appears, they commonly called their Messiah the son of David. We must now of necessity come to Christ: for Israel could not seek their king, David, who had been long dead; but were to seek that King whom God had promised from the posterity of David. This prophecy, then, no doubt extends to Christ: and it is evident that the only hope of the people being gathered was this, that God had testified that he would give a Redeemer.” [= Memang benar bahwa pada saat itu Daud sudah mati; tetapi Hosea menyatakan di sini, dalam diri / pribadi dari satu orang, bahwa kerajaan kekal, yang orang-orang Yahudi tahu akan bertahan seperti matahari dan bulan: karena janji menyolok ini mereka tahu dengan baik, ‘Selama matahari dan bulan bersinar di surga / langit, mereka akan menjadi saksi-saksi yang setia bagi aku, bahwa takhta Daud akan berlanjut’, (Maz 72:5,18). Maka, setelah kematian Daud, sang Nabi menunjukkan di sini bahwa kerajaannya akan ada selama-lamanya, karena ia terus hidup dalam anak-anaknya; dan, seperti terlihat dengan jelas, mereka pada umumnya menyebut Mesias mereka Anak Daud. Sekarang kita harus datang kepada Kristus: karena Israel tidak bisa mencari raja mereka, Daud, yang telah lama mati; tetapi harus mencari Raja itu, yang telah Allah janjikan dari keturunan Daud. Jadi, nubuat ini meluas kepada Kristus: dan adalah jelas bahwa satu-satunya pengharapan dari pengumpulan bangsa itu adalah ini, bahwa Allah telah memberikan kesaksian bahwa Ia akan memberi seorang Penebus.].
Calvin (tentang Hos 3:5): “We now then see what the Prophet had in view: the Israelites had become degenerate; and, by their perfidy, they ceased to be the true and genuine people of God, as long as they continued alienated from the family of David. The Prophet, speaking of their full restoration, now joins David with God; for they could not be restored to the body of the Church, without uniting with the Jews in honoring one and the same head. But we must, at the same time, remember, that the king, whom the Prophet mentions, is not David, who had been long dead, but his son, to whom the perpetuity of his kingdom had been promised.” [= Maka sekarang kita melihat apa yang sang Nabi pertimbangkan: bangsa Israel telah menjadi rusak / jahat; dan, oleh ketidak-setiaan mereka, mereka berhenti menjadi bangsa / umat yang benar dan sejati dari Allah, selama mereka terus bermusuhan / terpisah dari keluarga Daud. Sang Nabi, berbicara tentang pemulihan penuh mereka, sekarang menggabungkan Daud dengan Allah; karena mereka tidak bisa dipulihkan kepada tubuh dari Gereja, tanpa bersatu dengan orang-orang Yahudi dalam menghormati satu kepala yang sama. Tetapi pada saat yang sama kita harus mengingat bahwa sang Raja, yang sang Nabi sebutkan, bukanlah Daud, yang sudah lama mati, tetapi Anaknya, kepada siapa kekekalan dari kerajaanNya telah dijanjikan.].
Mari kita melihat ayat lain lagi dalam kitab Hosea.
Hosea 14:2 - “Bertobatlah, hai Israel, kepada TUHAN, Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu.”.
Catatan: dalam Alkitab bahasa Inggris ini Hosea 14:1.
Calvin (tentang Hos 14:2): “Here the Prophet exhorts the Israelites to repentance, and still propounds some hope of mercy. But this may seem inconsistent as he had already testified that there would be no remedy any more, because they had extremely provoked God. The Prophet seems in this case to contradict himself. But the solution is ready at hand, and it is this, - In speaking before of the final destruction of the people, he had respect to the whole body of the people; but now he directs his discourse to the few, who had as yet remained faithful. And this distinction, as we have reminded you in other places, ought to be carefully noticed; otherwise we shall find ourselves perplexed in many parts of Scripture. We now then see for what purpose the Prophet annexed this exhortation, after having asserted that God would be implacable to the people of Israel; for with regard to the whole body, there was no hope of deliverance; God had now indeed determined to destroy them, and he wished this to be made known to them by the preaching of Hosea. But yet God had ever some seed remaining among his chosen people: though the body, as a whole, was putrid and corrupt; yet some sound members remained, as in a large heap of chaff some grains may be found concealed. As God then had preserved some (as he is wont always to do,) he sets forth to them his mercy: and as they had been carried away, as it were by a tempest, when iniquity so prevailed among the people, that there was nothing sound, the Prophet addresses them here, because they were not wholly incurable. Let us then know that the irreclaimable, the whole body of the people, are now dismissed; for they were so obstinate that the Prophet could address them with no prospect of success. Then his sermon here ought to be especially applied to the elect of God, who, having fallen away for a time, and become entangled in the common vices of the age, were yet not altogether incurable.” [= Di sini sang Nabi mendesak bangsa Israel pada pertobatan, dan tetap mengajukan pengharapan tentang belas kasihan. Tetapi ini bisa terlihat tidak konsisten karena ia telah memberi kesaksian bahwa di sana tak ada obat lagi, karena mereka telah memprovokasi Allah secara extrim. Sang Nabi kelihatan dalam kasus ini bertentangan dengan dirinya sendiri. Tetapi solusinya sudah siap, dan itu adalah ini, - Dalam berbicara sebelumnya tentang penghancuran akhir dari bangsa itu, ia mempertimbangkan seluruh tubuh dari bangsa itu; tetapi sekarang ia mengarahkan pembicaraannya kepada sedikit orang, yang tetap setia. DAN PEMBEDAAN INI, SEPERTI TELAH KAMI INGATKAN KEPADA KAMU DI tempat-tempat LAIN, harus DIPERHATIKAN dengan SEKSAMA; KALAU TIDAK KITA AKAN MENDAPATI DIRI KITA SENDIRI KEBINGUNGAN DI banyak BAGIAN dari Kitab Suci. Sekarang kita melihat apa tujuan sang Nabi menambahkan desakan ini, setelah menegaskan bahwa Allah tidak mungkin bisa diperdamaikan dengan bangsa Israel; karena berkenaan dengan seluruh tubuh, di sana tidak ada pengharapan tentang pembebasan / keselamatan; sekarang Allah memang menentukan / memutuskan untuk menghancurkan mereka, dan Ia ingin hal ini diketahui oleh mereka melalui khotbah / pemberitaan dari Hosea. Tetapi Allah selalu mempunyai sebagian / beberapa benih tertinggal di antara bangsa pilihanNya: sekalipun tubuh, secara keseluruhan, membusuk dan rusak; tetapi sebagian / beberapa anggota-anggota yang sehat tertinggal, seperti dalam suatu timbunan yang besar dari sekam bisa ditemukan sebagian / beberapa bulir gandum tersembunyi. Karena Allah pada saat itu telah menjaga / melindungi sebagian / beberapa (seperti yang Ia selalu biasa lakukan), Ia menyatakan kepada mereka belas kasihanNya: dan karena mereka telah terseret, seakan-akan oleh suatu badai, pada waktu kejahatan begitu merajalela di antara bangsa itu, sehingga di sana tidak ada apapun yang sehat, sang Nabi berbicara kepada mereka di sini, karena mereka bukan seluruhnya tidak bisa disembuhkan. Maka hendaklah kita mengetahui bahwa orang-orang yang tidak dapat dibawa / didapatkan kembali, seluruh tubuh dari bangsa itu, sekarang tidak dipertimbangkan lagi; karena mereka begitu keras kepala sehingga sang Nabi berbicara kepada mereka tanpa ada kemungkinan dari keberhasilan. Maka khotbahnya di sini harus secara khusus diterapkan kepada orang-orang pilihan Allah, yang setelah merosot untuk suatu waktu, dan menjadi terlibat dalam kejahatan-kejahatan yang umum dari jaman itu, tidak sepenuhnya tidak bisa disembuhkan.].
Intinya: orang-orang Israel yang diajak untuk bertobat ini bukanlah seluruh Israel, karena secara keseluruhan mereka telah dibuang. Ayat ini ditujukan kepada sedikit orang, sisa / remnant yang masih setia dari bangsa Israel. Orang-orang ini juga jatuh ke dalam dosa (kalau tidak, tak perlu disuruh bertobat), tetapi kejatuhan mereka tak separah seluruh bangsa, sehingga masih ada harapan bagi mereka!
Kesimpulan: mengatakan bahwa seluruh Israel dibuang, lalu seluruhnya diampuni, seperti yang Yakub Tri katakan, membuat ayat-ayat bertabrakan, bertentangan dengan sejarah yang menunjukkan mereka tak pernah dipulihkan, juga bertentangan dengan penafsiran Calvin dan Matthew Henry, dan jelas-jelas salah!
Jadi, bagaimana bisa Yakub Tri menggunakan ini sebagai dasar dari pandangan bahwa ada zinahpun harus tetap diampuni??
Yakub Tri sebut ayat-ayat di atas sebagai ‘jauh lebih tidak bermasalah’ dari pada ayat-ayat Matius itu.
Yakub Tri sekarang berusaha menafsir text-text ‘yang bermasalah’: (Video I, menit 41).
Jawaban singkat dari saya:
Belum apa-apa sudah memberikan label ‘bermasalah’ dan ‘tidak bermasalah’. Ini lagi-lagi manipulatif!
Mat 19:1-12 - “(1) Setelah Yesus selesai dengan pengajaranNya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan. (2) Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana. (3) Maka datanglah orang-orang Farisi kepadaNya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?’ (4) Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? (5) Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (6) Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. (9) Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’ (10) Murid-murid itu berkata kepadaNya: ‘Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.’ (11) Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. (12) Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.’”.
YAKUB TRI katakan bahwa apa yang Yesus sampaikan di sini sulit dimengerti karena Yesus katakan ay 11 (Video I, menit 43-44).
Jawaban saya:
Terjemahan ‘mengerti’ itu salah terjemahan, seharusnya ‘menerima’ (bdk. KJV/RSV/NIV/NASB). Lihat dalam Bible Works. Padahal dalam kata-kata Yakub Tri di belakang (Video II, menit ke 21), ia tahu itu, tetapi di bagian ini ia tetap menggunakan kata ‘mengerti’!
Dan kata-kata Yesus dalam ay 11 hanya berhubungan dengan kata-kata para murid-murid dalam ay 10, bukan dengan ay 9 atau sebelumnya.
Video I, menit 44 - Yakub Tri mengatakan cerai itu tidak Alkitabiah, bahkan sebelum ia menjelaskan. Ini sudah mengarahkan sebelum memberi penjelasan! Ini manipulatif!
Yakub Tri mengatakan alasan ‘apa saja’ dalam Mat 19:3 itu, mencakup zinah!!! (Video I, menit 46-47).
Jawaban saya:
Ini salah! Istilah ‘apa saja’ itu jelas mengacu pada pandangan Hillel. Jadi menunjuk pada alasan-alasan yang remeh, justru bukan menunjuk pada zinah!
Yakub Tri bicara tentang Hillel, Shammai dan Akiba (Video I, menit 45).
Shammai ijinkan cerai hanya kalau ada percabulan. Hillel lebih liberal, apapun boleh jadi alasan cerai. Lalu ia baca Ulangan 24:1-4 (dibaca sebagian). ‘Tak senonoh’ itu hal-hal remeh seperti masak kurang asin dan sebagainya.
Jawaban Yesus tidak boleh, alasannya doktrin penciptaan.
Cerai ada karena dosa ada. Ini Yakub Tri bahas panjang lebar dan saya tak mengerti apa tujuannya. Memang sudah jelas kalau tak ada dosa tak ada perceraian, tetapi itu tak menunjukkan bahwa dalam dunia yang berdosa ini perceraian secara mutlak merupakan suatu dosa!
Lalu Yakub Tri katakan Adam sudah salahkan Hawa, Allah tak ciptakan Hawa yang baru (Video I, menit 49-50).
Jawaban saya:
Di sini (dalam kasus Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa) tak ada zinah kok bisa dijadikan contoh???? Contoh yang tidak cocok!
Video I, menit ke 51, pertanyaan ‘bolehkah orang menceraikan istrinya’? Yakub Tri katakan pertanyaannya sudah salah, karena menceraikan bukan tugas manusia, tetapi tugas Allah.
Jawaban saya: Kalau Yakub Tri benar, mengapa Yesus tidak mengatakan seperti kata-kata Yakub Tri?
Seluruh text mempersoalkan boleh atau tidak, bukan tugas siapa!!
Yakub Tri katakan rancangan ideal Allah adalah dalam penciptaan, tak ada cerai.
Ul 24:1-4 dibaca seluruhnya.
Ini yang diingat oleh orang-orang Farisi, mereka lalu tanya mengapa Musa suruh beri surat cerai?
Jawaban Yesus: itu karena kekerasan hatimu. Jadi walau ada ijin, tetapi itu karena kekerasan hatimu. Untuk menjaga supaya yang buruk tak menjadi lebih buruk, maka Allah lalu buat aturan. Tapi tak berarti itu peraturan yang ideal! Lalu Yakub Tri beri contoh tentang orang boleh membela diri, tetapi aturan itu lalu diterapkan pada kontext lain.
Jawaban saya:
Contoh tentang orang memukul dsb, sama sekali tak cocok.
Semua hukum (kecuali larangan makan buah di Taman Eden) diberikan dalam keadaan tidak ideal! Kalau keadaan ideal, tak ada dosa, maka manusia tak butuh hukum!
Dan ini ingin saya tekankan, yaitu bahwa ‘kekerasan hati’ itu menunjuk pada perceraian yang ‘diijinkan’ oleh Musa!! Perhatikan kontextnya!!! Istilah itu tidak menunjuk pada ay 9nya, yang betul-betul merupakan suatu perkecualian!
Yakub Tri kembali ke Mat 19 (Video I, menit 56-57).
Video I, Menit 57:30 - sekalipun orang zinah, lalu diberi ijin cerai, itu tetap menunjukkan ketegaran hatimu. Dan itu tidak sesuai dengan rancangan awal Allah!
Jawaban saya:
Dia percaya rancangan / rencana Allah bisa tak terjadi atau gagal??? Reformed atau bukan???
Ay 8b - ‘karena ketegaran hatimu’ - INI MENUNJUK PADA AYAT SEBELUMNYA (AY 7 - CERAI PADA JAMAN MUSA), BUKAN MENUNJUK PADA AY 9, CERAI KARENA ZINAH.
Yakub Tri kembali ke Ul 24:4. Video I, Menit 58:15
Yakub Tri membahas kata ‘dicemari’. Video I, menit 58:40.
Mengapa bentuk pasif? Ini penting! Yakub Tri katakan dicemari oleh suami kedua. Jadi pernikahan ulang = pencemaran, dan karena itu pasti salah.
Jawaban saya:
Ini sebetulnya tak penting karena tentang remarriage / pernikahan ulang / lagi, bukan tentang divorce / perceraian. Jadi saya jawab singkat saja. Memang pernikahan ulang menyebabkan pencemaran, tetapi itu hanya dalam perceraian yang tidak sah (bukan karena zinah). Kalau karena zinah, itu urusan lain.
Adam Clarke (tentang Ul 24:4): “‘She is defiled.’ Does not this refer to her having been divorced, and married in consequence to another? Though God, for the hardness of their hearts, suffered them to put away their wives, yet he considered all after-marriages in that case to be pollution and defilement; and it is on this ground that our Lord argues in the places referred to above, that whoever marries the woman that is put away is an adulterer: now this could not have been the case if God had allowed the divorce to be a legal and proper separation of the man from his wife; but in the sight of God nothing can be a legal cause of separation but adultery on either side.” [= ‘Ia dicemari’. Apakah ini menunjuk kepada dia yang setelah diceraikan, dan sebagai akibatnya menikah dengan orang lain? Sekalipun Allah, karena kekerasan hati mereka, mengijinkan mereka untuk menceraikan istri mereka, tetapi Ia menganggap semua pernikahan setelahnya dalam kasus itu sebagai polusi dan pencemaran; dan pada dasar ini Tuhan kita berargumentasi di tempat-tempat yang ditunjukkan di atas, bahwa siapapun yang menikahi perempuan yang diceraikan adalah seorang pezinah: tetapi INI TIDAK BISA MERUPAKAN KASUSNYA jika Allah telah mengijinkan perceraian sebagai suatu perpisahan yang sah dan benar dari seorang laki-laki dari istrinya; tetapi dalam pandangan Allah tak ada penyebab perpisahan yang sah kecuali perzinahan di sisi yang manapun (suami atau istri).].
Intinya Clarke mengatakan bahwa ‘dicemari’ itu hanya dalam kasus perceraian yang tidak sah, tetapi itu tidak berlaku untuk perceraian karena zinah, yang memang merupakan perceraian yang sah.
=======================================================================
Yakub Tri balik ke Mat 19.
ay 9 hanya berlaku untuk pertunangan Yahudi.
ada 2 x kata berzinah dalam ay 9.
Mat 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
zinah 1 - Porneia; dan zinah 2 - moikheia
Ini perbatasan video 1 dan video 2 Yakub Tri.
Lalu Video II, menit 0 ia baca seluruh kalimat dalam bahasa Yunani. Pamer Yunani? Karena saya tak lihat kebutuhan apapun untuk membaca ayat itu dalam bahasa Yunani! Mengapa tak dibaca seluruh pasal dalam bahasa Yunani saja sekalian? Mau memuliakan diri sendiri atau memuliakan Tuhan???
Mat 15:19 - Matius membedakan PORNEIA dan MOIKHEIA.
Mat 15:19 - “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.”.
Jawaban saya:
Dua kata itu memang berbeda [sekalipun kadang-kadang digunakan secara interchangeable {= bisa dibolak balik}]. Jadi, bukan hal yang aneh kalau keduanya muncul dalam satu ayat.
Yakub Tri melanjutkan.
Video II, Menit 3:26 - Bedanya adalah MOIKHEIA - zinah bagi orang yang sudah nikah; PORNEIA artinya sangat luas, yang jelas tak sama dengan MOIKHEIA, karena Matius menggunakan 2 kata berbeda dalam Mat 19:9.
PORNEIA mencakup MOIKHEIA, tetapi dalam Mat 19:9 pasti bukan itu artinya.
Dan dalam Video II, menit ke 6, Yakub Tri memberi contoh tentang suami yang melihat cewek lain, dan itu PORNEIA, jadi merupakan alasan yang sah untuk mencerai.
Jawaban saya:
1) Ini argumentasi yang lemah. Kata PORNEIA dalam Mat 19:9 itu bisa berarti MOIKHEIA! Mengapa Yesus tidak memakai MOIKHEIA? Karena Ia ingin mencakup hal-hal yang lebih luas dari MOIKHEIA!!!
2) Tentang melirik cewek lain, mari kita lihat ayatnya.
Matius 5:28 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah (ἤδη ἐμοίχευσεν) dengan dia di dalam hatinya.”.
Jadi, kata Yunani yang digunakan bukan PORNEIA, tetapi MOIKHEIA. JADI YAKUB TRI SALAH, karena dia beri cerita tentang melirik cewek lain itu sebagai contoh dari PORNEIA!
Saya kira ini juga merupakan argumentasi untuk mengatakan bahwa PORNEIA lebih mengarah pada perzinahan yang bersifat fisik!!
Pulpit Commentary (tentang Matius 5:32): “‘Fornication.’ The reference is to sin after marriage. ... The more general word (PORNEIA) is used, because it lays more stress on the physical character of the sin than MOICHEIA would have laid.” [= ‘Percabulan’. Yang ditunjuk adalah dosa setelah pernikahan. ... Kata yang lebih umum (PORNEIA) digunakan, karena kata itu lebih menekankan sifat fisik dari dosa tersebut dari pada kata MOICHEIA.] - hal 164.
John Stott: “PORNEIA means physical sexual immorality; the reason why Jesus made it the sole permissible ground for divorce must be that it violates the ‘one flesh’ principle which is foundational to marriage as divinely ordained and biblically defined.” [= PORNEIA berarti ketidak-bermoralan sexual secara fisik; alasan mengapa Yesus membuatnya sebagai satu-satunya dasar yang mengijinkan perceraian haruslah karena hal itu melanggar prinsip ‘satu daging’ yang merupakan dasar dari pernikahan sebagai sesuatu yang ditetapkan Allah dan didefinisikan oleh Alkitab.] - ‘Involvement’, vol II, hal 170.
=======================================================================
Yakub Tri berkata, Injil tertua Markus, Matius dan Lukas pakai Markus, dan Q.
Ketiga Injil punya cerita ini. Tapi dalam Markus dan Lukas tak ada anak kalimat perkecualian.
Kemungkinannya: Markus tidak punya, Lukas ikuti Markus, Matius menambah.
Atau Matius dengar langsung, tahu kalau anak kalimat itu ada, ia berikan. Tetapi Markus dan Lukas menghilangkan.
Lebih masuk akal yang mana? Video II, Menit 9:40.
Seandainya anak kalimat itu ada, apa alasan Markus dan Lukas menghilangkan? Supaya tak beri ruang untuk cerai.
Jawaban saya:
Jadi, Yesus beri ruang untuk cerai dan mereka hapuskan ruang itu??? Kok kurang ajar sekali??? Dan mereka diilhami Roh Kudus??? Roh Kudus juga kurang ajar??? Saya kok mencium bau orang Liberal di sini ya?
Yakub Tri melanjutkan: sebaliknya, anak kalimat itu seharusnya tak ada, Matius mencoba untuk menambahkan. Memungkinkan? Ya. Matius menambahkan dengan alasan, berhubungan dengan cerita Yusuf dan Maria.
Mat 1:19 - “Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati [KJV ‘a just man’ {= seorang yang benar}] dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.”.
Budaya Israel tunangan disebut suami / istri.
Yusuf benar karena disebutkan sebagai orang benar / saleh.
Jawaban saya:
1. Kenapa Yakub Tri mempersoalkan Matius menambahkan anak kalimat perkecualian itu, karena tak ada di Markus dan Lukas, sedangkan Mat 19:10-12, yang juga tak ada di Markus dan Lukas, ia tak mempersoalkannya?
2. Kalau Matius tak menambahkan anak kalimat ‘kecuali karena zinah’ pun, Matius tak saling bertentangan, karena Mat 5:32 dan Matius 19:9 itu tentang pernikahan, bukan tentang pertunangan, sedangkan Yusuf mau mencerai pada masa pertunangan.
Jadi, ‘alasan’ Matius menambahkan anak kalimat perkecualian itu sudah habis!
3. Penulis Alkitab mengurangi (tidak menuliskan) itu banyak contohnya:
a. Mat 19:10-12 tak ada di Markus / Lukas.
b. Kalimat / tulisan di atas kepala Yesus pada saat di salib, keempat kitab Injil berbeda-beda, sehingga pasti kalimatnya lebih panjang dan masing-masing menulis sebagian. Jadi semua mengurangi, dan itu tak masalah. Mereka tak wajib menulis seluruhnya.
Matius 27:37 - ‘Inilah Yesus, raja orang Yahudi.’.
Markus 15:26 - ‘Raja orang Yahudi.’.
Lukas 23:38 - ‘Inilah raja orang Yahudi.’.
Yohanes 19:19 - ‘Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi.’.
Ini tidak berarti bahwa keempat penulis Injil ini bertentangan satu sama lain. Mungkin sekali tulisan lengkapnya berbunyi: ‘Inilah Yesus, orang Nazaret, raja orang Yahudi.’, sedangkan keempat penulis Kitab Suci itu masing-masing menuliskan sebagian saja. Jadi, ini bukan kontradiksi, tetapi saling melengkapi.
c. Juga 7 kalimat di atas kayu salib, masing-masing penulis menulis sebagian, nambahi itu yang pasti salah, kecuali kalau hanya mengartikan (seperti dalam Mat 27:46 / Mark 15:34). Tetapi betul-betul menambahi, itu pasti salah.
(1) Lukas 23:34 - “Yesus berkata: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.’ Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaianNya”.
(2) Lukas 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
(3) Yoh 19:26-27 - “(26) Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ (27) Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya”.
(4) Mat 27:46 - “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ Artinya: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.
Markus 15:34 - “Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.
(5) Yohanes 19:28 - “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci -: ‘Aku haus!’”.
(6) Yoh 19:30a - “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’”.
(7) Luk 23:46a - “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’”.
Jadi, dari 7 kalimat, Lukas mencatat 3, Yohanes juga 3, Matius dan Markus mencatat hanya 1 (dan keduanya mencatat kalimat yang sama). Ini menunjukkan keempat penulis Injil mengurangi / tidak menuliskan sebagian dari 7 kalimat itu! Tak ada satupun yang menulis lengkap! Tak ada satupun yang menambahi lalu menulis 8 kalimat!!! Jangankan menambahi, menulis lengkap saja tidak ada! Jadi, mengurangi / tak menuliskan, itu bukan masalah. Mereka tidak wajib menulis segala sesuatu yang mereka tahu!
Illustrasi: Ini sama seperti kalau saya pergi ke Tretes lalu cerita kepada saudara, tentu tak semuanya saya ceritakan. Mustahil untuk menceritakan semua (dalam arti kata yang mutlak) yang saya lihat / alami dalam kepergian saya ke Tretes itu! Tapi kalau saya menambahkan apa yang sebetulnya tak ada, saya berdusta!
d. Kisah Para Rasul 20:35 - “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.’”.
Ini dikatakan oleh Paulus sebagai ucapan dari Yesus. Tetapi tak ada satupun dari penulis keempat kitab Injil yang menuliskan!!
e. Bahwa penulis Alkitab mengurangi / tak menulis itu banyak, terlihat jelas dari 2 text ini.
Yohanes 20:30-31 - “(30) Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-muridNya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, (31) tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya.”.
Yohanes 21:24-25 - “(24) Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar. (25) Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.”.
Saya bisa beri lebih banyak contoh lagi, tetapi saya kira tidak perlu. Yang saya berikan sudah jelas menunjukkan, bahwa menghapus / tidak menulis itu pasti memungkinkan. Sebaliknya, kalau menambahkan apa yang sebetulnya tidak ada, itu suatu dusta, dan tak ada satu contohpun dalam Alkitab! Yang bilang ada, silahkan beri contoh!!!
Sekarang, kalau Markus dan Lukas tidak menuliskan ‘anak kalimat perkecualian’ itu, apa alasannya?
Komentar-komentar tentang ‘kalimat perkecualian’ dalam Mat 19:9 dan Mat 5:32 yang tidak ada dalam Markus dan Lukas:
Tasker (Tyndale) (tentang Mat 5:32): “There is no manuscripts evidence for the omission of the exception-clause,” [= Tidak ada bukti manuscripts untuk penghapusan dari kalimat perkecualian ini,] - hal 96.
John Stott:
1. “Because it does not occur in the parallel sayings in Mark and Luke, many scholars have been too ready to dismiss it. Some suggest that it was an early scribal interpolation and no part of Matthew’s original text. But there is no manuscript evidence that it was a gloss; even the alternative reading of Codex Vaticanus, retained in the RSV margin, does not omit the clause. Other scholars attribute the clause to Matthew himself, and / or to the church in which he was writing, but deny that Jesus ever spoke it. But its omission by Mark and Luke is not in itself a sufficient ground for rejecting it as an editorial invention or interpretation by the first evangelist. It is perfectly possible to suppose that Matthew included it for his Jewish readership who were very concerned about the permissible grounds for divorce, whereas Mark and Luke, writing for Gentile readers, did not have the same concern. Their silence is not necessarily due to ignorance; it may equally well be that they took the clause for granted. Pagan cultures regarded adultery as a ground for divorce. So did both the Jewish schools of Hillel and Shammai, in spite of their disagreements on other points. This was not in dispute.” [= Karena itu (kalimat perkecualian) tidak ada dalam kata-kata yang paralel dari Markus dan Lukas, banyak penafsir yang terlalu siap untuk membuangnya. Sebagian mengusulkan bahwa itu merupakan suatu penyisipan awal dari penyalin dan bukan bagian dari text orisinil Matius. Tetapi tidak ada bukti manuscripts bahwa itu merupakan catatan / keterangan; bahkan dalam pembacaan yang berbeda dari Codex Vaticanus, yang dipertahankan dalam catatan tepi dari RSV, tidak membuang kalimat itu. Penafsir-penafsir lain menganggap bahwa kalimat itu berasal dari Matius sendiri, dan / atau dari gereja kepada siapa ia menulis, tetapi menyangkal bahwa Yesus pernah mengucapkannya. Tetapi tidak adanya kalimat itu dalam Markus dan Lukas bukan merupakan alasan yang cukup untuk menolaknya sebagai suatu ciptaan redaksi atau penafsiran oleh penginjil pertama itu (Matius). Adalah mungkin untuk menganggap bahwa Matius mencakupnya karena pembaca Yahudinya yang sangat memperhatikan tentang dasar-dasar yang memungkinkan perceraian, sedangkan Markus dan Lukas, yang menulis kepada pembaca-pembaca non Yahudi, tidak mempunyai perhatian yang sama. Diamnya mereka tidak harus disebabkan oleh ketidak-tahuan; juga mungkin bahwa mereka menganggap kalimat itu sudah jelas / pasti (sehingga tidak perlu ditulis). Kebudayaan kafir menganggap perzinahan sebagai dasar perceraian. Demikian juga kedua kelompok / aliran dari Hillel dan Shammai, sekalipun mereka mempunyai ketidak-cocokan dalam hal-hal lain. Ini tidak diperdebatkan.] - ‘Involvement’, vol II, hal 169-170.
2. “It seems far more likely that its absence from Mark and Luke is due not to their ignorance of it but to their acceptance of it as something taken for granted. After all, under the Mosaic law adultery was punishable by death (although the death penalty for this offence seems to have fallen into disuse by the time of Jesus); so nobody would have questioned that marital unfaithfulness was a just ground for divorce. Even the rival Rabbis Shammai and Hillel were agreed about this.” [= Jauh lebih memungkinkan bahwa tidak adanya kalimat perkecualian dalam Markus dan Lukas bukan disebabkan karena ketidak-tahuan mereka tentang hal itu, tetapi karena mereka menerima hal itu sebagai sesuatu yang sudah pasti / jelas. Dalam jaman Musa, perzinahan dihukum dengan hukuman mati (sekalipun hukuman mati untuk pelanggaran ini kelihatannya sudah tidak dilakukan pada jaman Yesus); sehingga tak seorangpun akan mempertanyakan bahwa ketidak-setiaan pernikahan merupakan alasan yang benar untuk perceraian. Bahkan Rabbi Shammai dan Hillel yang bersaingan setuju tentang hal ini.] - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 96,97.
=======================================================================
PORNEIA dalam pertunangan, MOIKHEIA dalam pernikahan.
Jadi, dalam Matius 19:9 dan Mat 5:32 hanya untuk tunangan.
Boleh cerai hanya dalam tahap pertunangan, kalau sudah pernikahan, mutlak tak boleh. Eddy Leo punya pandangan yang sama dengan Yakub Tri.
Jawaban saya:
Menafsirkan bahwa Matius 19:9 berarti ‘cerai hanya boleh kalau ada zinah pada masa pertunangan’ merupakan penafsiran yang jelas-jelas menabrak seluruh kontext. Mari kita lihat seluruh kontext.
Mat 19:3-12 - “(3) Maka datanglah orang-orang Farisi kepadaNya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?’ (4) Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? (5) Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (6) Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. (9) Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’ (10) Murid-murid itu berkata kepadaNya: ‘Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.’ (11) Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. (12) Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.’”.
Dalam Matius 19, mulai ay 3,5,6,7,8, lalu ay 10,11,12, semuanya membicarakan pernikahan, bukan pertunangan. Dan dalam Mat 19, text-text Kitab Suci yang dipersoalkan, yaitu Ulangan 24:1-4 dan Kejadian 2:24, semua berbicara tentang pernikahan, bukan pertunangan.
Jadi, bagaimana mungkin ay 9 bicara tentang zinah pada masa pertunangan? Orang-orang Farisi bertanya tentang cerai pada masa pernikahan (ay 3), dan Yesus menjawab tentang cerai karena zinah pada masa pertunangan????
KONTRADIKSI DALAM PENJELASAN YAKUB TRI!!
Kalau cerai dalam ay 9 itu tetap dikatakan karena kekerasan hati (ay 8b) - Video I, menit 57:25, ini akan tabrakan dengan cerai pada masa pertunangan, yang menurut dia memang diijinkan.
Jadi yang mana yang benar menurut Yakub Tri???
=======================================================================
Tentang penafsiran banyak orang bahwa PORNEIA adalah hubungan sex sebelum pernikahan, dan MOIKHEIA adalah hubungan sex (dengan orang lain, bukan istrinya) bagi orang yang sudah menikah, ini sama sekali tidak benar.
Arti dan penggunaan dari kata PORNEIA.
1) Kata PORNEIA tidak hanya menunjuk pada dosa sexual dari orang yang belum menikah, tetapi kata ini merupakan istilah umum yang artinya luas, dan mencakup hal-hal seperti:
a) Incest (1Kor 5:1).
b) Homosex (Yudas 7).
c) Perzinahan (Yer 3:2,6 versi LXX).
Jay E. Adams: “That there is confusion about the word ‘fornication’ is understandable. In American law, the word ‘fornication’ has come to mean sexual sin by unmarried persons, over against ‘adultery’ which means sexual sin involving a married person. However, that distinction must not be read back into the Bible as many unwittingly do. It was not the biblical distinction. Indeed, Scripture writers used the word ‘fornication’ (PORNEIA) to describe ‘sexual sin in general’, and in the Bible it referred to cases of incest (1Cor. 5:1), homosexuality (Jude 7) and even adultery (Jeremiah 3:1,2,6,8 - here a married adulteress is divorced because of her fornication; cf. vv.2,6 in the LXX) as fornication.” [= Bahwa di sana ada kebingungan tentang kata ‘percabulan’ merupakan sesuatu yang bisa dimengerti. Dalam hukum Amerika, kata ‘percabulan’ berarti dosa sexual yang dilakukan oleh orang-orang yang belum menikah, sedangkan ‘perzinahan’ berarti dosa sexual yang menyangkut orang-orang yang sudah menikah. Tetapi pembedaan itu tidak boleh dimasukkan ke dalam Alkitab seperti yang dilakukan oleh banyak orang tanpa disadari. Itu bukan merupakan pembedaan yang alkitabiah. Bahkan penulis-penulis Kitab Suci menggunakan kata ‘percabulan’ (PORNEIA) untuk menggambarkan ‘dosa sexual secara umum’, dan dalam Alkitab kata itu menunjuk pada kasus-kasus incest (1Kor 5:1), homosex (Yudas 7) dan bahkan perzinahan (Yer 3:1,2,6,8 - di sini seorang pezinah yang telah menikah diceraikan karena percabulannya; bdk. ay 2,6 dalam LXX / Septuaginta) sebagai percabulan.] - ‘Marriage, Divorce, and Remarriage in the Bible’, hal 53-54.
Yer 3:1-8 - “(1) FirmanNya: ‘Jika seseorang menceraikan isterinya, lalu perempuan itu pergi dari padanya dan menjadi isteri orang lain, akan kembalikah laki-laki yang pertama kepada perempuan itu? Bukankah negeri itu sudah tetap cemar? Engkau telah berzinah [LXX: ἐξεπόρνευσας] dengan banyak kekasih, dan mau kembali kepadaKu? demikianlah firman TUHAN. (2) Layangkanlah matamu ke bukit-bukit gundul dan lihatlah! Di manakah engkau tidak pernah ditiduri? Di pinggir jalan-jalan engkau duduk menantikan kekasih, seperti seorang Arab di padang gurun. Engkau telah mencemarkan negeri dengan zinahmu [LXX: πορνείαις] dan dengan kejahatanmu. (3) Sebab itu dirus hujan tertahan dan hujan pada akhir musim tidak datang. Tetapi dahimu adalah dahi perempuan sundal, engkau tidak mengenal malu. (4) Bukankah baru saja engkau memanggil Aku: Bapaku! Engkaulah kawanku sejak kecil! (5) Untuk selama-lamanyakah Ia akan murka atau menaruh dendam untuk seterusnya? Demikianlah katamu, namun engkau sedapat-dapatnya melakukan kejahatan.’ (6) TUHAN berfirman kepadaku dalam zaman raja Yosia: ‘Sudahkah engkau melihat apa yang dilakukan Israel, perempuan murtad itu, bagaimana dia naik ke atas setiap bukit yang menjulang dan pergi ke bawah setiap pohon yang rimbun untuk bersundal [LXX: ἐπόρνευσαν] di sana? (7) PikirKu: Sesudah melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepadaKu, tetapi ia tidak kembali. Hal itu telah dilihat oleh Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia. (8) Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal [LXX: ἐπόρνευσεν].”.
Jay E. Adams: “fornication covers incest, bestiality, homosexuality and lesbianism as well as adultery. To speak of adultery only, might tend to narrow the focus too much.” [= percabulan mencakup incest / perzinahan dalam keluarga, bestiality / hubungan sex dengan binatang, homosex dan lesbian maupun perzinahan. Hanya mengatakan perzinahan, bisa cenderung terlalu menyempitkan fokusnya.] - ‘Marriage, Divorce, and Remarriage in the Bible’, hal 54-55.
2) Ada penafsir mengatakan bahwa kata PORNEIA digunakan dalam Sirakh 23:23 (salah satu kitab dari kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika) dan menunjuk pada dosa dari seorang pezinah perempuan, yang jelas-jelas sudah menikah.
Pulpit Commentary (tentang Mat 19:9): “it is not correct to say that porneia denotes solely the sin of unmarried people. All illicit connection is described by this term, and it cannot be limited to one particular kind of transgression. In Ecclus. 23:23 it is used expressly of the sin of an adulteress.” [= tidak benar untuk mengatakan bahwa PORNEIA hanya menunjuk pada dosa dari orang yang belum menikah. Semua hubungan gelap / haram digambarkan oleh istilah ini, dan itu tidak bisa dibatasi pada satu jenis pelanggaran tertentu. Dalam Sirakh 23:23 kata itu digunakan secara jelas / explicit tentang dosa dari seorang pezinah perempuan.] - hal 244-245.
Catatan:
a) Jangan mencampur-adukkan kitab yang dalam bahasa Inggris disebut ‘Ecclesiastes’ [= kitab Pengkhotbah] dengan ‘Ecclesiasticus’. Yang terakhir ini menunjuk kepada salah satu dari kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika, yang dalam bahasa Indonesia disebut ‘kitab Sirakh’. Kitab ini ada dalam Alkitab Katolik, tetapi kita tidak menganggap kitab ini sebagai bagian dari Perjanjian Lama / Alkitab, tetapi hanya sebagai suatu buku kuno, dan dalam penggunaan bahasa Yunani, itu bisa dipakai sebagai acuan, sekalipun bukan secara mutlak, karena kitab ini bukan firman Tuhan.
b) Sirakh 23:22-23 - “(22) Demikianlah halnya seorang istri yang meninggalkan suaminya dan dari orang lain melahirkan waris. (23) Sebab pertama-tama ia tidak taat kepada hukum dari Yang Mahatinggi, keduanya ia bersalah terhadap suaminya, ketiganya ia berzinah dengan melacur, dan akhirnya melahirkan anak dari laki-laki lain.”.
Sirach 23:2-23 - “(22) Thus shall it go also with the wife that leaveth her husband, and bringeth in an heir by another. (23) For first, she hath disobeyed the law of the most High; and secondly, she hath trespassed against her own husband; and thirdly, she hath played the whore in adultery, and brought children by another man.”. [= ... ia telah melacur dalam perzinahan, ...] - http://www.ecmarsh.com/lxx/Sirach/index.htm
Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.
3) John Stott: “PORNEIA was, in fact, a generic word for sexual infidelity or ‘marital unfaithfulness’ (NIV) and included, ‘every kind of unlawful sexual intercourse’ (Arndt-Gingrich).” [= dalam faktanya, PORNEIA merupakan kata umum untuk ketidak-setiaan sexual atau ‘ketidak-setiaan pernikahan’ (NIV) dan mencakup ‘setiap jenis hubungan sex yang tidak sah’ (Arndt-Gingrich).] - ‘Involvement’, vol II, hal 170.
Catatan: Arndt-Gingrich adalah nama-nama dari 2 penulis suatu lexicon / kamus Yunani yang sangat tebal, dan merupakan lexicon / kamus standard.
4) W. E. Vine: “PORNEIA is used (a) of illicit sexual intercourse, ... in Matt. 5:32 and 19:9 it stands for, or includes, adultery; it is distinguished from it in 15:19 and Mark 7:21;” [= PORNEIA digunakan (a) tentang hubungan sexual yang tidak sah, ... dalam Mat 5:32 dan 19:9 kata itu berarti, atau mencakup, perzinahan; kata itu dibedakan dari perzinahan dalam (Mat) 15:19 dan Mark 7:21;] - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 455.
5) Knox Chamblin (tentang Mat 19:9): “The meaning of PORNEIA. The fundamental meaning of the term is ‘prostitution,’ in keeping with its nominal counterpart PORNE, ‘prostitute, harlot.’ Yet it also denotes ‘fornication’ and indeed can be used to comprehend ‘every kind of unlawful sexual intercourse’ ... Thus the term is more comprehensive than MOICHEIA, ‘adultery.’” [= Arti dari kata PORNEIA. Arti dasar dari istilah ini adalah ‘pelacuran’, sesuai dengan kata benda pasangannya yaitu PORNE, ‘pelacur’. Tetapi kata itu juga menunjuk pada ‘percabulan’ dan bisa digunakan untuk mencakup ‘setiap jenis hubungan sex yang tidak sah’ ... Jadi istilah ini mempunyai arti yang lebih luas dari pada MOICHEIA, ‘perzinahan’.] - hal 150.
6) John Stott (tentang Mat 5:32): “PORNEIA is derived from PORNE, a prostitute, without specifying whether she (or her client) is married or unmarried. Further, it is used in the Septuagint for the unfaithfulness of Israel, Yahweh’s bride, as exemplified in Hosea’s wife Gomer. It seems, therefore, that we must agree with R. V. G. Tasker’s conclusion that PORNEIA is ‘a comprehensive word, including adultery, fornication and unnatural vice’.” [= PORNEIA diturunkan dari PORNE, ‘seorang pelacur’, tanpa menyatakan apakah ia (atau langganannya) menikah atau tidak menikah. Selanjutnya, kata itu digunakan dalam Septuaginta untuk ketidak-setiaan dari Israel, mempelai perempuan dari Yahweh, seperti ditunjukkan dalam diri dari istri Hosea yaitu Gomer. Karena itu, kelihatannya kita harus setuju dengan kesimpulan dari R. V. G. Tasker bahwa PORNEIA merupakan ‘suatu kata yang luas / meliputi banyak hal, termasuk perzinahan, percabulan dan kejahatan sexual yang tidak alamiah’.] - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 97.
Catatan: pada footnotenya John Stott menyebutkan bahwa ayat dalam Hosea yang dimaksudkan adalah:
a) Hos 1:2,3 - “(2) Ketika TUHAN mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah Ia kepada Hosea: ‘Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN.’ (3) Maka pergilah ia dan mengawini Gomer binti Diblaim, lalu mengandunglah perempuan itu dan melahirkan baginya seorang anak laki-laki.”.
b) Hos 2:1,3 - “(1) ‘Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteriKu, dan Aku ini bukan suaminya; biarlah dijauhkannya sundalnya (PORNEIAN) dari mukanya, dan zinahnya (MOIKHEIAN) dari antara buah dadanya, ... (3) Tentang anak-anaknya, Aku tidak menyayangi mereka, sebab mereka adalah anak-anak sundal.”.
Catatan: dalam Kitab Suci Inggris Hos 2:2,4.
Dalam Hos 2:1b jelas bahwa kata PORNEIA dan MOIKHEIA digunakan secara ‘interchangeable’ [= bisa dibolak-balik].
7) Kata PORNEIA dan MOICHEIA digunakan secara interchangeable [= bisa dibolak-balik] dalam Wahyu 2:20-22, karena Wah 2:20,21 menggunakan PORNEIA, sedangkan Wah 2:22 menggunakan MOICHEIA, padahal semua membicarakan satu hal yang sama.
Wahyu 2:20-22 - “(20) Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah (PORNEUSAI) dan makan persembahan-persembahan berhala. (21) Dan Aku telah memberikan dia waktu untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya (PORNEIAS). (22) Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka yang berbuat zinah (MOICHEUONTAS) dengan dia akan Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari perbuatan-perbuatan perempuan itu.”.
8) Lihat dalam konkordansi tentang kata ‘percabulan’, maka saudara akan mendapati ayat-ayat yang akan jadi aneh sekali, kalau artinya adalah dosa sexual dari orang-orang yang belum menikah.
Kis_15:20 tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah.
Kis_15:29 kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat."
Kis_21:25 Tetapi mengenai bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan."
Ro_13:13 Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati.
1Kor_6:13 Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh.
1Kor_6:15 Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!
1Kor_6:18 Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.
1Kor_10:8 Janganlah kita melakukan percabulan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga pada satu hari telah tewas dua puluh tiga ribu orang.
2Kor_12:21 Aku kuatir, bahwa apabila aku datang lagi, Allahku akan merendahkan aku di depan kamu, dan bahwa aku akan berdukacita terhadap banyak orang yang di masa yang lampau berbuat dosa dan belum lagi bertobat dari kecemaran, percabulan dan ketidaksopanan yang mereka lakukan.
Galatia_5:19 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu,
Efesus_5:3 Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.
Kolose_3:5 Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,
1Tes_4:3 Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan,
Yudas_1:7 sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.
Wah_9:21 dan mereka tidak bertobat dari pada pembunuhan, sihir, percabulan dan pencurian.
Kalau ayat-ayat di atas ini hanya berhubungan dengan dosa sexual dari orang yang belum menikah, maka ayatnya jadi aneh. Jadi orang yang sudah menikah tak perlu pedulikan ayat-ayat itu? Begitu? Mustahil, bukan??
Kesimpulan: adalah salah untuk memberikan garis pemisah yang tegas antara PORNEIA dan MOICHEIA, dan mengartikan PORNEIA sebagai dosa sexual dari orang yang belum menikah sedangkan MOICHEIA adalah dosa sexual dari orang yang sudah menikah.
=======================================================================
Video II, Menit 18:10 - 20:35 - response murid-murid tentang kata-kata Yesus ‘kecuali karena zinah’.
Matius 19:10 - “Murid-murid itu berkata kepadaNya: ‘Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.’”.
Seandainya ada zinah boleh cerai, murid-murid kira-kira response-nya akan seheboh itu? Dia giring ke arah ‘tidak’. Ini manipulatif.
Saya tak habis pikir bagaimana banyak orang, termasuk Yakub Susabda, menganggap reaksi murid-murid itu tidak memungkinkan arti bahwa Yesus memberi perkecualian dalam persoalan cerai.
Tentu bisa muncul reaksi seperti itu, karena yang populer pada saat itu pandangan Hillel. Ini tak usah mengherankan. Dunia saat itu dikuasai laki-laki, sudah pasti mayoritas lebih senang pandangan yang boleh cerai untuk alasan apa saja (Mat 19:3). Shammai sudah dianggap terlalu keras. Sekarang Yesus bahkan lebih keras dari Shammai! Bagi mereka yang sudah punya pandangan bahwa alasan remehpun boleh menjadi alasan untuk cerai, maka ajaran Yesus itu luar biasa extrim! Dan ini pasti sangat memungkinkan menyebabkan mereka memberi response seperti itu!
Andaikata Yesus memberi ajaran seperti ajaran orang-orang yang anti cerai secara mutlak, saya kira para murid tak akan beri response, karena mereka akan pingsan atau kena serangan jantung!
Matius 19:11 - “Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja.”.
Matius 19:11 ia tafsir ‘mengerti’ sebagai ‘menerima’. Padahal ini memang terjemahan yang benar, ‘menerima’ bukan ‘mengerti’.
Matius 19:12 - “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.’”.
Yesus salahkan kata-kata murid-murid, dalam ay 12. Ay 12 menunjukkan orang bisa tak menikah. Ini diarahkan pada anti remarriage. Orang lain mampu, kamu juga pasti mampu! Video II, Menit 23.
Jawaban saya:
Ini konyol. Bisa single tak sama dengan larangan kawin lagi.
Video II, Menit 28:10 - Yakub Tri akal budi kristiani kita tak setuju cerai, karena apa bedanya kita dengan dunia. Lalu ia mengutip Ro 12:2.
Roma 12:2 - “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”.
Jawaban saya:
Ini argumentasi lucu. Kalau orang Kristen tak cerai karena dilarang, sedangkan rumah tangganya penuh dengan geger dan bahkan zinah, apakah itu lebih baik dari orang dunia?
Video II, Menit 28:40. Dampak perceraian: dampak positif dari cerai apa? Tak ada, ini manipulatif lagi, menggiring orang untuk menjawab bahwa ‘tak ada positif, tetapi sebaliknya, dampak negatif banyak’.
Sebetulnya dampak positif ada, karena kalau misalnya suami buruk sekali, dan tidak cerai, maka anak-anak bisa kena pengaruh yang buruk dari tingkah laku suami / zinahnya. Kalau cerai, anak-anak tak lihat lebih jauh, kalau tak cerai, mereka lihat terus. Dan gegeran hilang, ini dampak positif. Geger terus, juga tak bisa layani Tuhan. Anak stress dan sebagainya.
Video II, Menit 29. Yakub Tri misalkan ada 2 pasangan. Yang pertama selingkuh lalu cerai, yang kedua selingkuh tapi bertahan. Saudara lebih mengagumi yang mana?
Jawaban saya:
Ini bukan argumentasi, tetapi pembodohan. Penilaian harus didasarkan pada ajaran Alkitab / firman Tuhan, bukan pada pemikiran / perasaan kita yang adalah manusia berdosa ini.
Saya beri contoh bahwa pandangan manusia tak bisa jadi dasar. Saudara lebih malu anak sudah tertangkap jadi maling atau ketahuan bolos gereja / bekerja pada hari Minggu??? Pasti yang no 1. Padahal hukum Taurat katakan mencuri hukumannya denda (Keluaran 22:1), sedangkan melanggar Sabat hukumannya hukuman mati (Bilangan 15:32-36).
Jadi, menggunakan penilaian / pemikiran kita yang berdosa ini sebagai patokan, merupakan sesuatu yang konyol dan tidak Alkitabiah. Tapi themanya pakai kata ‘biblical’!!
Contoh lain dari saya: anak nakal dipukul, ribut, hati jadi sumpek. Anak nakal dibiarkan, tak geger, tetap damai. Hati / perasaan kita bukan ukuran!!!
Video II, Menit 30:17 - tentang pengampunan. Yakub Tri katakan yang menceraikan tak ada pengampunan. Kita lebih respek yang ampuni, itu hukum moral dalam hati kita.
Jawaban saya:
Ini argumentasi umum dari banyak orang yang anti cerai secara mutlak! Mencerai dianggap tak mengampuni. Menurut saya, mencerai tak berarti tidak mengampuni. Harus mengampuni, itu saya setuju, tetapi itu berbeda dengan tetap menerima sebagai istri. Sama seperti pegawai mencuri, suka membolos dari pekerjaan dan sebagainya. Bolehkah seorang boss kristen memecat dia? Hanya orang gila yang bilang tak boleh! Jadi bos itu tidak mengampuni? Tentu harus mengampuni, tetapi itu tidak berarti harus tetap menerima sebagai pegawai.
Yakub Tri katakan: tidak ada pengampunan sama sekali. Walaupun ngomong hatinya mengampuni, tapi kita perlu mempertanyakan apakah benar pengampunan diberikan. Kita tak bisa menghakimi lebih lanjut. PADAHAL DIA SUDAH MENGHAKIMI!!! DAN YANG TETAP MENERIMA SEBAGAI SUAMI APAKAH ngGAK SAMA SAJA? DARI MANA TAHU KALAU HATINYA NGGAK DENDAM TERUS, DAN DIA TIDAK CERAI HANYA KARENA TIDAK BOLEH CERAI???
Bagian tanya jawab dalam khotbah yakub tri:
Video II, Menit ke 54-57. Yakub Tri membedakan secara theologis dan secara pastoral. Dan Ul 24 katanya sama sekali tak bicarakan tentang perempuan yang tadinya lakukan tidak senonoh yang lalu bertobat. Ini nambahi firman! Konyol.
Video II, Menit ke 58 - Pernikahan merefleksikan keintiman Tritunggal??? Ini penafsiran liar!
Dalam Kej 1:26-27 itu sama sekali tak ada pernikahan, lalu dari mana Yakub Tri tahu-tahu loncat kepada pernikahan??
Kejadian 1:26-27 - “(26) Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’ (27) Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka.”.
Video II, Menit ke 1.00.00-1.05.00 - lagi-lagi nasehat sebagai sahabat beda dengan nasehat sebagai pendeta. Ini kompromi.
Dan dalam membahas Matius 19:12 di atas, Yakub Tri bilang orang harus bisa tak kawin lagi. Ini kata-kata dia: “Orang lain mampu, kamu juga pasti mampu!” (Video II, menit 23). Sekarang ia bilang dari pada orang itu hangus oleh hawa nafsu lebih baik kawin lagi. Yang benar yang mana??? Ajaran kontradiksi lagi!
Ayat tentang ‘hangus oleh hawa nafsu’ dalam 1Korintus 7:9 jelas tidak ditujukan kepada orang yang cerai secara tidak sah.
1Korintus 7:8-9 - “(8) Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. (9) Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu.”.
Saya beri 2 argumentasi tambahan:
1) Yeremia 3:1-8, khususnya ay 8nya, yang berbunyi: “Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal.”.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mempraktekkan prinsip yang Yesus ajarkan dalam Matius 5:32 dan Matius 19:9 itu. Pada waktu Israel bersundal / berzinah / tidak setia kepada Allah, maka Allah menceraikan Israel dan memberikan surat cerai kepadanya! Memang perzinahan yang dilakukan oleh Israel, adalah perzinahan rohani, dimana mereka tidak setia kepada Allah dan lalu menyembah berhala / allah lain, tetapi prinsipnya sama yaitu: jikalau terjadi perzinahan maka perceraian diijinkan!
Mungkin ada yang berargumentasi, bukankah dalam ayat-ayat lanjutannya Tuhan mengampuni mereka?? Mari kita lihat ayat-ayat itu, dengan penjelasannya.
Yeremia 3:11-14 - “(11) Dan TUHAN berfirman kepadaku: ‘Israel, perempuan murtad itu, membuktikan dirinya lebih benar dari pada Yehuda, perempuan yang tidak setia itu. (12) Pergilah menyerukan perkataan-perkataan ini ke utara, katakanlah: Kembalilah, hai Israel, perempuan murtad, demikianlah firman TUHAN. MukaKu tidak akan muram terhadap kamu, sebab Aku ini murah hati, demikianlah firman TUHAN, tidak akan murka untuk selama-lamanya. (13) Hanya akuilah kesalahanmu, bahwa engkau telah mendurhaka terhadap TUHAN, Allahmu, telah melampiaskan cinta berahimu kepada orang-orang asing di bawah setiap pohon yang rimbun, dan tidak mendengarkan suaraKu, demikianlah firman TUHAN’ (14) Kembalilah, hai anak-anak yang murtad, demikianlah firman TUHAN, karena Aku telah menjadi tuan atas kamu! Aku akan mengambil kamu, seorang dari setiap kota dan dua orang dari setiap keluarga, dan akan membawa kamu ke Sion.”.
Yeremia 3:15-24 - “(15) Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hatiKu; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian. (16) Apabila pada masa itu kamu bertambah banyak dan beranak cucu di negeri ini, demikianlah firman TUHAN, maka orang tidak lagi akan berbicara tentang tabut perjanjian TUHAN. Itu tidak lagi akan timbul dalam hati dan tidak lagi akan diingat orang; orang tidak lagi akan mencarinya atau membuatnya kembali. (17) Pada waktu itu Yerusalem akan disebut takhta TUHAN, dan segala bangsa akan berkumpul ke sana, demi nama TUHAN ke Yerusalem, dan mereka tidak lagi akan bertingkah langkah menurut kedegilan hatinya yang jahat. (18) Pada masa itu kaum Yehuda akan pergi kepada kaum Israel, dan mereka akan datang bersama-sama dari negeri utara ke negeri yang telah Kubagikan kepada nenek moyangmu menjadi milik pusaka. (19) Tadinya pikirKu: ‘Sungguh Aku mau menempatkan engkau di tengah-tengah anak-anakKu dan memberikan kepadamu negeri yang indah, milik pusaka yang paling permai dari bangsa-bangsa. PikirKu, engkau akan memanggil Aku: Bapaku, dan tidak akan berbalik dari mengikuti Aku. (20) Tetapi sesungguhnya, seperti seorang isteri tidak setia terhadap temannya, demikianlah kamu tidak setia terhadap Aku, hai kaum Israel, demikianlah firman TUHAN. (21) Dengar! Di atas bukit-bukit gundul kedengaran tangis memohon-mohon dari anak-anak Israel, sebab mereka telah memilih jalan yang sesat, dan telah melupakan TUHAN, Allah mereka. (22) Kembalilah, hai anak-anak yang murtad! Aku akan menyembuhkan engkau dari murtadmu.’ ‘Inilah kami, kami datang kepadaMu, sebab Engkaulah TUHAN, Allah kami. (23) Sesungguhnya, bukit-bukit pengorbanan adalah tipu daya, yakni keramaian di atas bukit-bukit itu! Sesungguhnya, hanya pada TUHAN, Allah kita, ada keselamatan Israel! (24) Tetapi berhala yang memalukan itu menelan segala hasil jerih lelah nenek moyang kita dari masa muda kita; kambing domba mereka dan lembu-lembu mereka, anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan mereka. (25) Maka biarlah kita berbaring dengan perasaan malu, dan biarlah noda kita menyelimuti kita, sebab kita telah berdosa kepada TUHAN, Allah kita, yakni kita dan nenek moyang kita dari masa muda kita sampai hari ini; dan kita tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kita.’”.
Barnes’ Notes (tentang Yeremia 3:14): “‘To Zion.’ To the true Church. The fulfillment of the promise began with the return to Palestine after the Babylonian exile, but is complete only in Christianity.” [= ‘Ke Sion’. Ke Gereja yang benar. Penggenapan dari janji ini dimulai dengan pengembalian ke Palestina setelah pembuangan Babilonia, tetapi lengkap / selesai hanya dalam kekristenan.].
Matthew Henry: “God’s chosen, scattered all the world over, shall be brought to the gospel church, that Mount Zion, the heavenly Jerusalem, that holy hill on which Christ reigns.” [= Orang-orang pilihan Allah, tersebar di seluruh dunia, akan dibawa pada gereja injil, Bukit Sion itu, Yerusalem surgawi, bukit kudus pada mana Kristus bertakhta.].
2) 1Korintus 6:16 - “Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ‘Keduanya akan menjadi satu daging.’”. Bdk. Kejadian 2:24.
Ini menunjukkan bahwa perzinahan menghancurkan ikatan pernikahan.
G. I. Williamson: “If a man becomes one flesh with an harlot, it is hard to see how he can yet be one flesh with his wife. Unless such be repented of and forgiven, we do not see how it can be denied that the adultery necessitates the dissolution of the marriage.” [= Jika seorang laki-laki menjadi satu daging dengan seorang pelacur, sukar untuk melihat bagaimana ia bisa tetap satu daging dengan istrinya. Kecuali orang seperti itu bertobat dan diampuni, kami tidak melihat bagaimana bisa disangkal bahwa perzinahan itu menyebabkan pembubaran / terputusnya pernikahan.] - ‘The Westminster Confession of Faith’, hal 185.
Catatan: saya berpendapat bahwa sekalipun orang itu bertobat dan diampuni, itu tidak membalikkan pernikahan yang sudah ia bubarkan / hancurkan oleh perzinahannya itu.
Saya beri tambahan satu penjelasan berkenaan dengan kontext dari Mat 19.
Matius 19:1-9 - “(1) Setelah Yesus selesai dengan pengajaranNya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan. (2) Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana. (3) Maka datanglah orang-orang Farisi kepadaNya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?’ (4) Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? (5) Dan firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (6) Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. (9) Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Banyak orang anti cerai itu yang menekankan ay 6 dan ay 8. Dan itu yang mereka anggap sebagai kontext, dalam mana ay 9 harus ditafsirkan. Menurut saya, ini salah secara mutlak!
Ini penjelasan yang benar menurut saya:
Dalam Matius 19:3 orang-orang itu bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?’. Dalam Mat 19:4-6 Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan mereka, tetapi Ia lebih dulu membicarakan peraturan umum atau keadaan idealnya, yaitu orang tidak boleh bercerai.
Lalu dalam Matius 19:7 mereka bertanya: ‘Mengapa Musa menyuruh memberi surat cerai?’. Dan Yesus menjawab dalam Mat 19:8: ‘Karena ketegaran hatimu.’. Jadi, ‘cerai karena ketegaran hati’ itu bukan menunjuk pada ‘cerai karena zinah’ dalam ay 9, tetapi menunjuk pada ‘cerai yang diijinkan oleh Musa’ yang ditanyakan dalam ay 7!!!
Lalu dalam Matius 19:9 Ia menekankan lagi bahwa orang tidak boleh bercerai, tetapi sekarang ini Ia memberikan perkecualian, yaitu kalau terjadi perzinahan.
Jadi, baru dalam Mat 19:9 ini Ia menjawab pertanyaan mereka dalam Mat 19:3. Dengan demikian kesimpulan seluruhnya adalah sebagai berikut: Terhadap pertanyaan: apakah boleh seseorang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja? Yesus menjawab: Tidak, orang hanya boleh bercerai kalau terjadi perzinahan!
Orang-orang yang ingin lari dari penafsiran ini, bisa memaksakan kontext dari Mat 19:9 untuk membenarkan pandangan salah mereka. Tetapi bagaimana dengan Mat 5:32???? Dalam ayat itu kontextnya tak bisa mereka PAKSAKAN untuk membenarkan pandangan mereka.
=====================================================================
Mengapa di Indonesia pandangan anti cerai secara mutlak ini bisa jadi pandangan umum? Ini aneh, karena biasanya pandangan umum itu mengikuti apa yang langsung terlihat dari Alkitab. Misalnya pandangan tentang Trichotomy.
Dalam hal cerai karena zinah, kalau saya pada waktu pertama baca Alkitab begitu saja, dan saya membaca Matius 5:32 dan Matius 19:9, saya langsung menganggap bahwa cerai karena zinah itu diijinkan. Tapi di sini, pandangan sepintas itu, juga tetap benar pada waktu digali sangat mendalam / mendetail.
BACA JUGA: BUKTI ALKITAB ADALAH FIRMAN ALLAH
Beberapa kemungkinan mengapa orang mati-matian pertahankan tak boleh cerai.
1. Supaya tak kehilangan jemaat. Kalau cerai pasti sebagian keluarga atau seluruhnya, hilang dari gereja.
2. Dia takut dicerai. Entah sudah pernah zinah, atau sebagai ‘tindakan jaga-jaga’ kalau-kalau suatu kali jatuh dalam zinah.
3. Mungkin mereka rasa pandangan itu lebih suci.
4. Gengsi, malu ubah pandangan.
5. Tak belajar buku. Yakub Tri belajar, tetapi membatasi pada buku-buku yang anti cerai (inipun meragukan, karena buku tafsiran mana yang anti cerai secara mutlak???)
6. Takut lawan mayoritas.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
WAWANCARA TOPIK CERAI KARENA ZINAH.