ISTILAH, DEFINISI DAN BAGIAN DARI KETETAPAN ALLAH

Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
ISTILAH, DEFINISI DAN BAGIAN DARI KETETAPAN ALLAH
Pernahkan kita berpikir “kemanakah sejarah dunia ini bergerak, dan mengapa demikian?”. Hanya ada dua pilihan bagi jawaban yang akan mempengaruhi gaya hidup manusia. Pertama, sejarah dunia bergerak menurut rencana Allah / Ketetapan Allah yang berdaulat karena Ia memiliki kontrol atas dunia dan alam semesta. Kedua, sejarah dunia dan alam semesta bergerak dengan sendirinya tanpa ada yang mengontrolnya.

PENDAHULUAN: 

Bagi orang Kristen tentu saja pilihan pertama yang benar, dunia dan alam semesta tidak bekerja secara kebetulan. Orang Kristen menyakini bahwa Allah memiliki suatu rencana yang mencakup segala sesuatu yang terjadi, dan bahwa Dia saat ini sedang berkarya mewujudkan rencanaNya tersebut. 

Rencana Tuhan ini disebut juga ketetapan Allah (Devine decree). Allah mempunyai satu ketetapan utama (Devine decree) yang terdiri dari bagian-bagian ketetapan (the decrees of God) yang mengikutsertakan segala sesuatu yang terjadi sebagaimana dikatakan oleh Paul Enns “Rencana berdaulat Allah adalah rencana tunggal yang mengikutsertakan segala sesuatu. Jika Allah Mahakuasa Ia pasti mempunyai rencana mahaarif yang mencakup segala sesuatu... Sebagai Arsitek Agung, Allah telah membentangkan cetak biru (blue print) untuk segala sesuatu yang terjadi. Ia mempunyai rencana utama, dan Ia membuatNya sesuai dengan kehendakNya sendiri.” [1]

ISTILAH DAN AYAT ALKITAB TENTANG KETETAPAN ALLAH

Charles F. Baker, seorang teolog Ultra-Dispensasional mendaftarkan istilah-istilah Perjanjian Baru (Yunani) untuk menunjukkan pada ketetapan Allah, yang diringkas sebagai berikut:

Prothesis, diterjemahkan dengan kata rencana, ketetapan, dan maksud (Roma 8:28; 9:11; Efesus 1:9,11; 3:11; 2 Timotius 1:9).

Proorizo, diterjemahkan dengan menentukan dari semula, menetapkan sebelumnya, dan predestinasi (Roma 8:29-30; Efesus 1:5,11; Kisah Para Rasul 4:28; 1 Korintus 2:7).

Tasso, diterjemahkan dengan tentukan atau tetapkan (Roma 13:1; Efesus 1:11).

Proginosko dan Prognosis, diterjemahkan dengan rencana, pilih, atau mengetahui sebelumnya dan pengetahuan sebelumnya (KPR 2:23; Roma 8:29; 11:2; 1 Petrus 1:2,20).

Boule, diterjemahkan dengan rencana, kehendak, maksud, keputusan (KPR 2:23; 4:28; 20:27; Ibrani 6:17).

Ayat-ayat di atas memuat kata yang memiliki ide merencanakan, menentukan sebelumnya, mengetahui sebelumnya, membatasi, dan menghendaki. Ini semua menunjukkan bahwa menurut Alkitab tidak ada apapun yang terjadi begitu saja, tetapi bahwa semua itu merupakan bagian dari ketetapan Tuhan yang kekal.[2]

DEFINISI KETETAPAN ALLAH

Millard J. Erickson mendefinisikan ketetapan Allah sebagai “keputusan kekalNya yang membuat pasti segala sesuatu yang akan terjadi”. Millard menyebut ketetapan Allah sebagai rencana Allah.[3]

Henry C. Thiessen mendefinisikan ketetapan Allah sebagai “rencana atau rencana-rencana kekal Allah yang dilandaskan pada pertimbangan ilahi yang bijaksana dan kudus. Dengan jalan ini maka Allah secara bebas dan tidak berubah, demi kemuliaanNya sendiri, telah menetapkan baik secara efektif maupun secara permisif segala sesuatu yang akan terjadi”. [4]

Westminster Confession menyatakan “Allah, melalui keputusan kehendakNya sendiri yang paling bijaksana dan kudus secara bebas dan secara tidak berubah, telah menetapkan segala sesuatu yang akan terjadi sejak dalam kekekalan. Akan tetapi ketetapan Allah adalah sedemikian rupa sehingga Allah bukan pencipta dosa, dan juga tidak terjadi pelanggaran terhadap kehendak ciptaan-ciptaan; dan kemerdekaan atau kemungkinan dari penyebab-penyebab kedua tidak dihilangkan; tetapi sebaliknya diteguhkan”.[5]

Teolog Reformed, Louis Berkhof mengutip Westminster Shorter Catechisme dalam mendefinisikan ketetapan Allah sebagai “Tujuan kekal Allah sesuai dengan pertimbangan kehendakNya, dimana demi kemuliaaNya sendiri, ia telah menetapkan segala sesuatu yang akan terjadi”. [6]

RINGKASAN AJARAN TENTANG KETETAPAN ALLAH

Berdasarkan definisi-definisi diatas yang telah maka dapat diringkas ajaran tentang ketetapan Allah sebagai berikut:

1. Bahwa Allah telah menetapkan sebelumnya segala hal yang akan terjadi. Dengan kata lain, tidak ada satu hal pun di dunia ini yang terjadi dengan sendirinya atau terjadi secara kebetulan (Efesus 1:4,11). 

2. Bahwa ketetapan Allah ini bersifat kekal. Ketetapan-ketetapan itu merupakan rencana abadi Allah. Ia tidak membuat rencana-Nya atau mengubah rencana yang sudah ada menurut perkembangan sejarah manusia. Ia membuat rencana-rencana di dalam kekekalan, dan karena Ia tidak berubah maka semua rencana tersebut tidak pernah berubah (Mazmur 33:11; Yakobus 1:17). Dengan demikian, tidak ada satu hal pun yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk dimasukkan atau dikeluarkan dari ketetapan tersebut.

3. Bahwa ketetapan-ketetapan tersebut didasarkan pada pertimbangan Allah yang paling bijaksana dan kudus. Allah mahatahu dan oleh karena itu mengetahui apa yang terbaik. Allah juga semata-mata kudus sehingga Ia tidak mungkin merencanakan sesuatu yang salah (yesaya 48:11). 

4. Bahwa ketetapan-ketetapan Allah bersumber pada kebebasan Allah (Mazmur 135:6; Efesus 1:11). Allah tidak berkewajiban untuk merencanakan sesuatu, segala rencana-Nya dibuat tanpa ada unsur paksaan atau kewajiban samasekali. Satu-satunya hal yang mendesak yang berkaitan dengan ini ialah yang terbit dari sifat-sifat-Nya sendiri sebagai Allah yang bijaksana dan kudus. Oleh karena itu, hanya melalui pernyataan khusus dari Allah saja kita dapat mengetahui apakah Ia telah merencanakan sesuatu, dan kalau demikian, apakah rencana tersebut. 

5. Bahwa Allah berdaulat dalam melaksanakan kehendakNya. Kedaulatan Allah dinyatakan bukan saja dalam kehendakNya tetapi juga didalam kemahakuasaanNya, atau dalam kuasa untuk melakukan kehendakNya. Allah Mahakuasa sehingga sanggup melakukan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya (Daniel 4-35).

6. Bahwa ada dua Aspek Ketetapan Allah yaitu: Kehendak Allah yang mengarahkan (efektif) dan kehendak Allah yang mengizinkan (permisif). Ada hal-hal yang direncanakan Allah dan yang ditetapkan-Nya harus terjadi secara efektif dan ada hal-hal lainnya yang sekadar diizinkan Allah untuk terjadi (Roma 8:28). 

Beberapa hal dimana Allah terlihat sebagai penggerak yang secara aktif menjadikan semua peristiwa, yaitu : menciptakan (Yesaya 45:18); mengontrol alam semesta (Daniel 4:35); menetapkan penguasa (Daniel 2:21); memilih orang untuk diselamatkan (Efesus 1:4). 

Bebarapa hal menunjukkan kehendak Allah yang permisif, yaitu: Allah mengizinkan kejatuhan dan dosa, tetapi Ia bukan pencipta dosa. Perbuatan-perbuatan dosa tidak akan menggagalkan rencanaNya. Akan tetapi, dalam hal ketetapan-ketetapan yang permisif itu pun, Allah mengarahkan semuanya bagi kemuliaan-Nya (Matius 18:7; Kisah Para Rasul 2:23). 

7. Bahwa ketetapan-ketetapan Allah meliputi segala sesuatu yang terjadi dan ada. Ketetapan-ketetapan itu meliputi segala sesuatu di masa lampau, masa kini, dan masa depan; ketetapan-ketetapan itu meliputi juga hal-hal yang diadakannya secara efektif dan hal-hal sekedar yang diizinkannya (Yesaya 46:10-11), dengan kata lain, dengan kuasa dan kebijaksanan yang tidak terbatas, sejak segenap kekekalan yang silam, Allah telah memutuskan dan memilih serta menentukan jalannya semua peristiwa tanpa kecuali bagi segenap kekekalan yang akan datang.

8. Bahwa Allah tidak memaksa orang melakukan hal yang tidak diinginkan orang itu. Hal itu tidak menghancurkan kebebasan (freedom) seseorang atau hubungan sebab akibat, sebaliknya penetapan oleh Allah ini merupakan dasar bagi keberlangsungan hal ini. Manusia bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.

9. Bahwa tujuan akhir dari semua ketetapan ilahi ialah kemuliaan Allah (Roma 11:36). Ketetapan-ketetapan itu tidak pertama-tama diarahkan untuk mendatangkan kebahagiaan bagi makhluk ciptaan-Nya, atau untuk penyempurnaan orang kudus, sekalipun kedua hal ini termasuk dalam tujuan-Nya, tetapi semua ketetapan ini dimaksudkan untuk kemuliaan dia yang Mahasempurna (Bilangan 14:21; Yesaya 6:3). 

Penciptaan dari dunia ini dirancang untuk menyatakan kemuliaan Allah (Mazmur 19:2); Tindakan Allah yang berdaulat dimana Ia menetapkan orang percaya untuk diselamatkan adalah untuk memuji kemuliaan anugerahNya (Efesus 1:4-6,11-12). 

Allah dimuliakan dalam pernyataan dari anugerah yang tidak bersyarat (unconditional grace) seperti yang tertulis dalam Roma 9:23; Wahyu 4:11. Itulah sebabnya tidak keliru untuk beranggapan bahwa kesatuan tema dari Kitab suci adalah kemuliaan Allah. Bersama dengan rasul Paulus kita dapat berkata “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Roma 11:36).

BAGIAN-BAGIAN DARI KETETAPAN ALLAH

Para teolog, membagi ketetapan Allah (Devine decree) ke dalam empat ketetapan besar (four decrees of God), yaitu: ketetapan mencipta, ketetapan mengijinkan dosa, ketetapan menyediakan keselamatan, dan ketetapan memilih. Karena Allah itu kekal, Ia tidak terikat oleh waktu, maka urut-urutan ini lebih berdasarkan pemikiran logis ketimbang kronologis. 

Walaupun para teolog menyetujui keempat pembagian diatas, tetapi mereka berbeda ketika menyangkut pertanyaan “apakah ketetapan mengenai pemilihan (election) itu berada di depan (before) atau sesudah (after) ketetapan untuk mengijinkan kejatuhan atau lapse (kejatuhan manusia). Dari kata lapse ini muncul istilah “lapsarian”. Berikut ini ringkasan urut-urutan ketetapan Allah yang dikutip juga dari berbagai sumber dalam karya para teolog seperti Millard J. Erickson, Henry C. Thiessen, Charles C. Ryrie, Paul Enns, Charles F. Beker, dan Louis Berkhof.


Supralapsarian: Pemilihan, Penciptaan, Kejatuhan, Penyediaan. Ini adalah pandangan Hiper-Calvinis. Yang meletakkan ketetapan pemilihan mendahului ketetapan penciptaan, ketetapan kejatuhan dan ketetapan penyediaan. Dengan menempatkan ketetapan pemilihan mendahului ketetapan penyediaan, secara logis pandangan ini mengarahkan untuk menyakini bahwa dalam pemikiran Tuhan sejak semula sudah ada rencana mengenai kelompok orang-orang yang terpilih dan kelompok yang terhilang, dengan kata lain keselamatan hanya disediakan bagi orang-orang yang terpilih. 

Ketetapan mengenai penciptaan dan kejatuhan hanyalah sekedar rencana pencapaian tujuan pemilihan tersebut, karena secara logis disimpulkan bahwa Allah menetapkan menciptakan umat manusia lalu menetapkan kejatuhan sehingga Ia mempunyai orang berdosa untuk diselamatkan. Akhirnya, kesimpulan logis menurut pandangan ini bahwa jangkauan penebusan terbatas (limited atonement), yaitu hanya pada orang-orang yang terpilih.

Infralapsarian: Penciptaan, Kejatuhan, Pemilihan, Penyediaan. Berbeda dengan pandangan supralapsarian, maka infralapsarian menempatkan ketetapan penciptaan dan ketetapan kejatuhan didepan ketetapan pemilihan, dan secara logis menyimpulkan bahwa Allah menyediakan keselamatan karena adanya kejatuhan, dan bahwa bukan Ia menyebabkan manusia mengalami kejatuhan sehingga Ia memiliki orang-orang berdosa untuk diselamatkan. Dengan menempatkan pemilihan didepan penyediaan sebagaimana suprlapsarian, maka infralapsarian mengarahkan untuk menyakini kesimpulan logis bahwa jangkauan penebusan terbatas, yaitu hanya untuk orang-orang yang dipilih.

Sublapsarian: Penciptaan, Kejatuhan, Penyediaan, Pemilihan. Sublapsarian sependapat dengan infralapsarian dalam menempatkan ketetapan pemilihan dibelakang ketetapan penciptaan dan ketetapan kejatuhan. Tetapi, Sublapsarian berbeda dari Infralapsarian dan Supralapsarian dengan menempatkan ketetapan penyediaan di depan ketetapan pemilihan. 

Secara logis pandangan ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa jangkauan pendamaian tidak terbatas (unlimited atonement), yaitu bahwa keselamatan telah disediakan bagi seluruh dunia dan bahwa Allah telah menetapkan orang-orang tertentu yakni orang-orang yang dipilih untuk diselamatkan. 

Menurut Millard J. Erickson, pandangan ini merupakan pandangan Calvinis Moderat. Ia menjelaskan bahwa “menurut pandangan ini, secara logis Allah terlebih dahulu menetapkan untuk menyediakan keselamatan, lalu kemudian memilih beberapa orang untuk menikmatinya”. [7]

Perhatikan ringkasan dari tiga pandangan lapsarian diatas sebagaimana yang disajikan oleh Charles F. Beker sebagai berikut ini. (1) Supralapsarian: Pemilihan, Penciptaan, Kejatuhan, Penyediaan; (2) Infralapsaria: Pencitaan, Kejatuhan, Pemilihan, Penyediaan; (3) Sublapsarian: Penciptaan, Kejatuhan, Penyediaan, Pemilihan.[8]

Saya berpendirian Sublapsarian dari Calvinis Moderat ini dalam hal urut-urutan ketetapan Allah. 

SEBUAH ILUSTRASI 

Dua keberatan yang keliru telah ditujukan terhadap ajaran tentang ketetapan Tuhan ini. Pertama, karena Allah menetapkan segala sesuatu berarti Allah menciptakan dosa. Kedua, dengan penetapan seperti ini berarti melanggar kehendak bebas manusia (freewell) manusia. Konsep tentang kedaulatan Allah dan kehendak bebas sebenarnya merupakan paradoksi, dalam hal ini tidak ada ketidakkonsistenan atau pun pelanggaran terhadap kehendak bebas. Rasul Petrus mengkonfirmasi tidak adanya kontradiksi seperti keberatan tersebut (Kisah Para Rasul 2:23).


Untuk menjelaskan kebenaran ini sekaligus menjawab keberatan diatas, mari kita memperhatikan analogi dari teolog Charles. C. Ryrie berikut ini. Ryrie, telah memikirkan sebuah kata yang lain dari decree (ketetapan) Allah ini, yaitu design (rencana). 

Kata rencana (design) ini mengingatkan kita pada kata “arsitek”. Dan ini merupakan konsep yang dangat membantu dalam ajaran ini. Allah adalah arsitek dari suatu rencana yang sungguh-sungguh memasukkan segala sesuatu, tetapi memasukkan segala sesuatu dalam hubungan yang berbeda. Rencana-rencana arsitek ini sangat terperinci. 

Demikian juga rencana Allah. Dalam proses pembangunan suatu gedung, para pakar dapat memprediksi bahwa banyak sekali pekerja yang akan cedera dan kadang-kadang beberapa diantara mereka akan meninggal. Statistik yang mengerikan itu dimasukkan dalam rencana pembangunan, namun demikian kita tidak akan menganggap bahwa arsitek tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya kecelakaaan atau cedera dan kematian, asalkan telah diadakan pengamanan yang standar dan benar. 

Tindakan ceroboh, tidak menaati peraturan, dan melanggar pembatas keselamatan biasanya menyebabkan terjadinya kecelakaan. Tetapi kesalahan siapakah itu? Itu adalah kesalahan mereka yang bertindak ceroboh dan tidak menaati peraturan keselamatan. Demikian pula rencana Allah / ketetapan Allah , telah dibuat sedemikian rupa sempurnanya sehingga tanggung jawab atas dosa terletak pada manusia, meskipun Allah secara sengaja memasukkan dosa dalam rencanaNya.[9]

PENUTUP: 

Pengajaran tentang ketetapan Allah (Devine decree) ini memiliki implikasi praktis bagi orang-orang Kristen, yaitu:

1. Membuat kita takjub akan kebesaran Allah yang bijak, berkuasa dan penuh kasih.

2. Memotivasi kita untuk mempercayakan seluruh hidup kita kepada Tuhan yang Mahakuasa.

3. Memberi semangat bagi kita dalam memberitakan Injil supaya orang dapat selamat, karena orang yang terhilang bukan kerena tidak adanya ketetapan untuk mereka supay diselamat, tetapi karena mereka telah menolak untuk percaya kepada Injil.

4. Memberi sukacita dan penghiburan dalam keselamatan yang besar yang telah Allah sediakan bagi kita yang dipili Allah dalam kekekalan.

5. Memberi kepastian karena mengatahui bahwa Allah dengan kedaulatanNya mengontrol segala sesuatu, ditengah-tengah “kekacauan’ dunia ini.

6. Membawa untuk merendahkan diri dihadapan Tuhan. Ajaran ini dengan keras menentang kesombongan manusia yang ingin menjalankan kehidupannya sendiri tanpa kesadaran akan kedaulatan Allah yang mengontrol segala sesuatu dan yang kepadaNya setiap manusia harus memberikan pertanggungjawaban atas kehidupan dan perbuatannya.

7. Akhirnya, bersama dengan Paulus kita dapat berkata “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? (35) Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Roma 11:33-36). 

REFERENSI UNTUK STUDI LANJUT :

Daftar berikut ini adalah buku terpilih oleh penulis dengan pertimbangan bahwa buku-buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kecuali buku Wayne Grudem, Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Berdasarkan pertimbangan diatas tidaklah sulit untuk mendapatkan buku-buku tersebut di toko buku Kristen atau penerbit buku. Selanjutnya, di dalam buku-buku tersebut terdapat referensi lanjutan sesuai dengan rujukan para penulis buku tersebut. 

Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology, terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.

Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. 6 Jilid, Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang. 

Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.

_________., 2000. Approaching God, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam. 

Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. 3 Jilid. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.

____________., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta. 

Ryrie, Charles C., 1992. Basic Theology. 2 Jilid, Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yoyakarta. 

Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang. 

Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

[1] Paul Enns, 2002., Approacing God, Jilid 1, terjemahan, Interaksara: Batam, hal 84.

[2] Beker, Charles. F, 1994. A Dispensasional Theology, terjemahan, Pernerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal 202-206.

[3] Erickson J. Millard., 2003. Christian theology, Jilid 1 terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 554.

[4] Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 153.

[5] Williamson, G.I., 2006. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal 45.

[6] Berkhof, Louis, 1993. Teologi Sistematika 1: Doktrin Allah, terjemahan LRII & Penerbit Momentum: Jakarta, hal 183.

[7] Erickson, hal 524.

[8] Beker, hal 498-499.

[9] Charles. C. Ryrie, 1992. Basic Teologi, Jilid 2, terjemahan, Penerbit Yayasan Andi: Yokyakarta, hal 65.
Next Post Previous Post