KONVERSI: IMAN DAN PERTOBATAN

Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th. 
KONVERSI: IMAN DAN PERTOBATAN
KONVERSI: IMAN DAN PERTOBATAN. (Kisah Para Rasul15:1) “ Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: "Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan." (15:2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu. (15:3) Mereka diantarkan oleh jemaat sampai ke luar kota, lalu mereka berjalan melalui Fenisia dan Samaria, dan di tempat-tempat itu mereka menceriterakan tentang pertobatan (epistrophên) orang-orang yang tidak mengenal Allah. Hal itu sangat menggembirakan hati saudara-saudara di situ. (Kisah Para Rasul 15:1-3).

PENDAHULUAN: 

Teks bacaan Kisah Para Rasul 15:1-3 di atas merupakan bagian dari kisah perjalanan Paulus dan barnabas dari Antiokhia ke Yerusalem sekitar tahun 48 M, yang berkaitan dengan konsili para rasul di Yerusalem.[1] Lukas mencatat bahwa masalah di Antiokhia muncul saat beberapa orang Farisi yang telah beriman kepada Kristus menuntut orang non Yahudi yang telah bertobat untuk disunat dan menaati hukum Musa (Kisah Para Rasul 15:1,5). 

Tuntutan kelompok Kristen Yahudi di Yerusalem terhadap Kristen non Yahudi di Antiokhia tersebut telah menimbulkan kontroversi. Karena itu, ketika beberapa orang Kristen Yahudi dari Yudea datang ke Antiokhia maka dengan tegas rasul Paulus dan Barnabas melawan dan membantah pendapat mereka tersebut (Kisah Para Rasul 15:2). 

Akhirnya, jemaat di Antiokhia memutuskan untuk mengutus Paulus, Barnabas, dan beberapa orang lainnya pergi ke Yerusalem untuk membahas persoalan tersebut dengan rasul-rasul dan penatua-penatua. Dalam Perjalanan ke Yerusalem tersebut mereka melintasi Fenisia, Samaria dan tempat-tempat lainnya, sambil menceritakan “pertobatan (επιστροφην-epistrophên)” orang-orang yang tidak mengenal Allah (Kisah Para Rasul 15:3). Disinilah kita menemukan kata “konversi”.

Perlu kiranya diketahui bahwa kata “pertobatan” dalam Kisah Para Rasul 15:3 adalah kata Yunani “epistrophên” yang lebih tepat diterjemahkan dengan istilah “konversi atau perpalingan”. Penggunaan istilah “konversi”, disini ditujukan kepada orang-orang percaya yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Allah yang hidup dan benar. 

Kata Yunani yang umumnya digunakan untuk “pertobatan” adalah “μετανοια- metanoia” yang berarti “perubahan dalam pikiran, sikap, pandangan kearah baru yang berbeda dari sebelumnya”. 

Pertobatan (metonoia)adalah sisi negatif dari konversi (epistrophên), sedangkan sisi positifnya adalah iman (pisteuo). Dengan demikian, tidaklah tepat menerjemahkan kata “epistrophên” dengan “pertobatan” di dalam ayat ini, tetapi lebih tepat jika diterjemahkan dengan “konversi”.

PENGERTIAN KONVERSI

Istilah “konversi” dalam bahasa Inggris “convert” merupakan istilah teologi dari kata Yunani “επιστρεφω-epistrephô”, yang berarti “berbalik atau berpaling”. Kata kerja ini muncul sekitar tiga puluh kali, antara lain dalam Matius 10:13,15; 24:18; Kisah Para Rasul 16:18; Wahyu 1:12).[2] Sedangkan kata bendanya “epistrophe” muncul hanya satu kali dalam Kisah Para Rasul 15:3). 

Kata epistrephô yang diterjemahkan dengan “berpaling” memiliki arti yang lebih luas dari “μετανοεω-metanoeô” yang diterjemahkan dengan “bertobat”. Tampaknya, kerancuan terhadap istilah “konversi” dan “pertobatan” inilah yang menyebabkan Louis Berkhof menganggap bahwa pertobatan mendahului iman dan bahwa “pertobatan mencakup pengakuan dosa dan iman, sehingga iman termasuk bagian dari pertobatan”.[3] 

Hal ini sangat berbeda dengan pendangan John Calvin yang menganggap bahwa iman mendahului pertobatan dengan menyatakan bahwa “pertobatan adalah hasil yang tidak dapat terelakan dari iman”.[4]

Berdasarkan pengertian di atas, maka konversi dapat diartikan sebagai “tindakan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang telah mengalami regenerasi dimana ia berpaling kepada Allah di dalam iman dan pertobatan”. Disini, konversi dihubungkan dengan regenerasi dimana konversi merupakan suatu bukti yang kelihatan dari regenerasi.[5] 

Jadi, konversi merupakan akibat dari regenerasi, dimana seseorang dimampukan untuk percaya dan bertobat. Pada saat seseorang dilahirkan baru maka ia dimampukan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya dan bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya. Iman dan pertobatan ini merupakan dua sisi dari perpalingan (convertion). 

Beriman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa dan bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dan meninggalkan dari dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).

TEMPAT KONVERSI DI DALAM ORDO SALUTIS

Ordo salutis adalah istilah teologis yang secara harafiah berarti jalan atau urutan keselamatan. Istilah ini diciptakan oleh Jacob Corpov, seorang teolog Lutheran.[6] Mengenai ordo salutis ini Charles C. Ryrie menyatakan bahwa “pemikiran ini mencoba untuk menyusun dalam urut-urutan menurut logika (bukan menurut urut-urutan waktu) seluruh tindakan yang termasuk dalam menerapkan keselamatan terhadap individu.”[7] 

Louis Berkhof mendeskripsikan ordo salutis sebagai “proses yang melaluinya karya keselamatan, yang digenapi dalam Kristus secara subjektif disadari dalam hati orang berdosa. Tujuannya adalah menjabarkan berbagai macam gerakan Roh Kudus dalam penerapan karya penebusan dalam suatu urutan logis dan juga kaitan hubungan yang ada. 

Tekanannya bukan pada apa yang dilakukan manusia dalam memungkinkan terjadinya anugerah Allah, tetapi pada apa yang dilakukan Allah dalam melaksanakannya”.[8] Tampak disini bahwa Ryrie dan Berkhof menganggap bahwa ordo salutis itu lebih bersifat sebagai urutan logis dan bukan kronologis.

Kemudian Louis Berkhof [9] menambahkan, “Apakah Alkitab pernah mengindikasikan suatu ordo salutis tertentu. Jawaban untuk pertanyaan ini adalah bahwa kendatipun Alkitab tidak secara eksplisit memberikan kepada kita susunan yang lengkap tentang keselamatan, Alkitab memberikan kita dasar yang cukup untuk urutan seperti itu.”[10] 

Setelah meneliti berbagai ajaran Alkitab mengenai berbagai cara yang di dalamnya aspek-aspek yang berbeda dari karya penebusan dihubungkan satu dengan yang lainnya, Berkhof menyarankan ordo keselamatan sebagai berikut: panggilan, regenerasi, konversi (pertobatan dan iman), pembenaran, pengudusan, ketekunan dan pemuliaan.[11] 

Disini tampak jelas bahwa Berkhof berpegang pada pandangan bahwa regenerasi mendahului konversi (pertobatan dan iman), dan bahwa pertobatan mendahului iman. Pandangan bahwa pertobatan mendahului iman ini nampaknya juga diikuti oleh Anthony A. Hoekema dan beberapa teolog reformed lainnya. 

Sementara itu, John Murray [12] dengan pasti menyatakan keyakinannya tentang ordo salutis sebagai berikut, “Allah bukanlah pencipta kekecauan, sebaliknya Dia adalah pencipta ordo (keteraturan). Merupakan Alasan yang baik dan masuk akal jika kita berpikir bahwa berbagai tindakan Allah itu, .. dikerjakan menurut urutan (ordo) tertentu”.[13] 

Disini kelihatan jelas bahwa John Murray berkeyakinan pasti terhadap ordo salutis berdasarkan Alkitab. Berdasarkan kajian terhadap data-data Alkitab dan pertimbangan-pertimbangannya maka Murray mendapatkan ordo salutis dengan urutan sebagai berikut: panggilan, regenerasi, iman dan pertobatan, pembenaran, adopsi, penyucian, ketekunan, dan pemuliaan.[14] 

Disini tampak jelas bahwa Murray berpegang pada pandangan bahwa regenerasi mendahului konversi (iman dan pertobatan), dan bahwa iman mendahului pertobatan. Dengan demikian Murray jelas-jelas mengikuti pandangan John Calvin berkeyakinan bahwa iman mendahului pertobatan, tetapi berbeda dari Berkhof yang berpandangan bahwa pertobatan mendahului iman. Pandangan iman mendahului pertobatan ini nampaknya juga dipegang oleh James M. Boice dan beberapa teolog reformed lainnya. 

Saya berkeyakinan bahwa dampak dari karya Kristus di kayu salib menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa pendamaian, penebusan, penggantian, pengampunan. Dampak lainnya, kita mengenal yang disebut dengan penyediaan,[15] pemilihan, panggilan, regenerasi, konversi (iman dan pertobatan), persatuan dengan Kristus, pembenaran, adopsi (pengangkatan anak), jaminan kekal (ketekunan) dan pemuliaan. 

Dengan demikian, berkaitan dengan konversi, saya mengikuti pandangan John Calvin dan John Murray yang menempatkan regenerasi mendahului konversi. Dan, walaupun secara kronologis iman dan pertobatan terjadi bersamaan (satu paket), namun secara logis saya berpandangan (mengikuti Calvin dan Murray) bahwa iman mendahului pertobatan.[16]

IMAN DAN PERTOBATAN: DUA SISI DARI KONVERSI

Telah disebutkan bahwa konversi merupakan akibat dari regenerasi, dimana seseorang dimampukan untuk percaya dan bertobat. Pada saat seseorang dilahirkan baru (regenerasi) maka ia dimampukan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya dan bertobat dari dosa-dosanya. 

Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan baru (regenerasi) kepadanya. Jadi, iman dan pertobatan tersebut merupakan dua sisi dari konversi. Iman (pistis) adalah sisi positifnya dan pertobatan (metanoia) adalah sisi negatifnya. Keduanya merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Sama seperti mata uang menjadi bernilai karena mempunyai dua sisi demikian juga dengan konversi. 

James M. Boice menyatakan, “kelahiran kembali adalah point pertama dimana aktivitas Allah yang menyelamatkan menyentuh kita sebagai individu-individu. Tetapi, dalam ekonomi (dispensasi) Allah, kelahiran kembali tidak terpisah dari apa yang terjadi berikutnya. Yang berikutnya di dalam urutan itu adalah iman dan anugerah yang menyertainya yaitu pertobatan”.[17] 

Ketidakterpisahan ini juga diakui oleh Anthony A. Hoekema saat mengatakan, “Iman merupakan suatu aspek esensial dari konversi, bersama dengan pertobatan, keduanya merupakan keharusan dalam keselamatan”.[18] 

Demikian juga dengan John Murray yang menyatakan bahwa “saling kebergantungan antara iman dan pertobatan dapat terlihat ketika kita mengingat bahwa iman adalah iman di dalam Kristus bagi keselamtan dari dosa. Tetapi jika iman diarahkan kepada keselamatan dari dosa, maka harus ada kebencian terhadap dosa dan keinginan untuk diselamatkan darinya”.[19] 

Selanjutnya Murray menegaskan, “Tidak mungkin memisahkan iman dan pertobatan. Iman yang menyelamatkan disisipi dengan pertobatan, dan pertobatan disisipi dengan iman. Regenerasi menjadi nyata di dalam pikiran kita melalui pelaksanaan iman dan pertobatan”.[20] Lalu, apakah yang dimaksud dengan iman dan pertobatan itu?

Kata bahasa Inggris untuk “iman” adalah “faith” merupakan terjemahan dari kata Yunani “pistis” (kata benda) dan “pisteuo” (kata kerja) mengandung arti percaya, kepastian, yakin kepada seseorang dan apa yang dikatakannya.[21] 

Dalam Perjanjian Baru, iman terutama ditujukan kepada Yesus, yaitu percaya kepada-Nya, perkataanNya dan karya penebusanNya, dan bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat, serta mempercayakan diri kepada-Nya. Iman adalah sarana yang olehnya seseorang dibenarkan (Roma 3:28 Galatia 2:16; 3:8, 24) dan tindakan yang melaluinya seseorang menerima kebenaran Kristus Roma 3:22; Filipi 3:9 Filipi 3:9). 

Kata iman juga juga dikaitkan dengan keyakinan dalam menerima kebenaran Injil. Perjanjian Baru menyebutkan pentingnya iman antara lain: 

(1) Kita menerima anugerah keselamatan melalui iman (Efesus 2:8-9); 

(2) Kita dibenarkan dalam Kristus karena iman (Roma 5:1). 

(3) Tanpa iman tidak mungkin seseorang berkenan kepada Allah. Iman memampukan kita untuk mencari Allah dan bertobat dengan mempercayai fakta keberadaan atau eksistensi Allah (Ibrani 11:6). 

(4) Iman adalah dasar dari pengharapan orang percaya (Ibrani 11:1). 

(5) Prinsip dasar dalam pengajaran Kristen adalah iman kepada Allah (Ibrani 6:1,2); 

 (6) iman yang benar adalah iman yang menyelamatkan, yaitu iman kepada Yesus Kristus yang dianugerahkan oleh Allah pada saat kelahiran kembali (Kisah Para Rasul 26:20,21). Iman yang menyelamatkan ini diperlukan dalam menerima Kristus dan segala sesuatu yang Ia tawarkan (Yohanes 11:25-26; 14:1; Kis 16:31; 1 Yohanes 3:23); 

(7) Alkitab menyebutkan tiga macam iman yang benar, yaitu : iman yang menyelamatkan yang bekerja terus menerus, iman sebagai buah Roh Kudus (Galatia 5:22), dan iman sebagai karunia Roh Kudus (1 Korintus 12:9).

Kata bahasa Inggris untuk “pertobatan” adalah “repentence” merupakan terjemahan dari kata Yunani “metanoia” dan “metanoo” yang diterjemahkan dengan kata “bertobat” (misalnya, Matius 4:7; Kisah Para Rasul 3:19; Wahyu 3:19).[22] 

Arti dari kedua kata di atas ialah perubahan hati, yakni pertobatan nyata dalam pikiran, sikap pandangan dengan arah yang sama sekali berubah, putar balik kepada Allah dan pengabdian kepadaNya. Pertobatan yang sejati akan ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku dan sikap yang nampak dalam perbuatan. Roh Kudus yang melahirbarukan seseorang memampukannya untuk bertobat dengan memberikan sifat-sifat baru kepada orang tersebut (2 Korintus 5:15; 7:9,19; Ibrani 12:17).[23] 

Dengan demikian, pertobatan dapat didefinisikan sebagai “tindakan berbalik dari kesesatan kepada Allah, perubahan dari arah yang salah kepada arah yang benar, perubahan hati dan pikiran dari dosa kepada Allah yang dinyatakan dengan perubahan sikap, perkataan dan perbuatan”. 

Alkitab menunjukkan bahwa pertobatan merupakan hal penting, antara lain: 

(1) Para nabi Perjanjian Lama memberitakan pertobatan kepada bangsa Israel (Yeremia 8:406; Yehezkiel 14:16; 18:30-32). 

(2) Berita pertama dari Yohanes Pembaptis disertai dengan panggilan untuk bertobat (Matius 3:1-8; Kis 19:4). 

(3) Berita pertama yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah pertobatan (Matius 4:17; 9:13; 11:20-24). 

(4) Sesudah hari Pentakosta para rasul mengajak orang-orang untuk bertobat (Kisah Para Rasul 2:37,38; 3:19). 

(5) Prinsip pertama dalam pengajaran Kristen adalah pertobatan dari perbuatan dosa yang sia-sia (Ibrani 6:1,2); 

(6) Hasil dari pertobatan antara lain : menerima pengampunan (Yesaya 55:7; Kisah Para Rasul 3:19), menerima karunia Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:38,39), dan menghasilkan buah-buah pertobatan (Matius 3:7,8).

DASAR-DASAR ALKITABIAH BAHWA SECARA LOGIS IMAN MENDAHULUI PERTOBATAN

John Calvin menyatakan bahwa “pertobatan adalah hasil yang tidak dapat dielakkan dari iman. Itu tidak pernah dipandang sebagai mendahului iman, .. tidak seorangpun akan sungguh-sungguh memuja-muja Allah kecuali ia yang mempercayai bahwa Allah itu baik baginya.

 Akan tetapi itu tidak berarti bahwa suatu masa waktu perlu lewat sebelum iman melahirkan pertobatan; tetapi, pertobatan pada dasarnya dan langsung mengalir dari iman. Menempatkan pertobatan sebelum iman dapat menghasilkan doktrin tentang persiapan yang salah, mirip dengan teologi Roma Katolik, yang memandang perbuatan penebusan dosa (penance) sebagai kontribusi terhadap pembenaran orang-orang percaya.”[24] 

Walaupun secara kronologis iman dan pertobatan terjadi bersamaan (satu paket yang dikenal dengan konversi), namun secara logis saya berkeyakinan (mengikuti Calvin, Murray, dan Boice) bahwa iman mendahului pertobatan. Berikut ini beberapa alasan yang saya ajukan mendukung pendapat bahwa secara logis iman mendahului pertobatan.

Pertama, keselamatan adalah anugerah yang diterima melalui iman. 

Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. 

R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”.[25] Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita tidak pantas untuk menerimanya. 

Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). 

Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamtakan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi).

Kedua, kita dibenarkan karena iman. 

Kembali Rasul Paulus memberikan pernyatan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. 

Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”. Alkitab mengajarkan bahwa setelah kematian Kristus di kayu salib, Tuhan memberikan kebenaran bukan kepada orang-orang yang mematuhi hukum Taurat (Galatia 2:16), melainkan kepada siapapun yang percaya kepada AnakNya, Yesus Kristus. 

 Karena Kristus menanggung kesalahan kita di kayu salib dan memberikan kepada kita kebenaran (2 Korintus 5:21), saat kita percaya kepadaNya, Tuhan menganggap kita benar terlepas dari perbuatan atau kepatuhan kita (Bandingkan Roma 4:5-8). 

Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakukan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. 

Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian. Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerimaNya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuatNya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). 

Kita membutuhkan iman untuk mepercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan.

Ketiga, Perjanjian Baru lebih banyak menyebutkan tentang iman ketimbang pertobatan. 

 Kata benda Yunani benda “πιστις-pistis” digunakan 243 kali dan selalu diterjemahkan dengan “iman (faith)”.[26] Kata kerja “πιστευω-pisteuô” muncul sebanyak 246 kali dan selalu diterjemahkan dengan “percaya (believe). Pada saat kata “iman” dan “percaya” digunakan muncul dalam Perjanjian Baru pada umumnya merupakan terjemahan dari kata pistis dan pisteuô tersebut. 

Charles F. Beker menyebutkan beberapa pengertian yang di dalamnya iman digunakan, yaitu: 

(1) Dalam arti luas, iman adalah keyakinan benar. Kita mempercayai hal yang kita anggap benar; 

(2) Iman adalah hal menaruh kepercayaan. Kata dalam bahasa Yunani untuk iman berarti diyakinkan bahwa sesuatu atau seseorang dapat dipercaya. Keabsahan subjektif dalam menilai keyakinan memiliki tiga tingkat, yaitu: pendapat, kepercayaan, dan pengetahuan. Pendapat merupakan penilaian secara sadar yang tidak memadai baik secara subjektif maupun objektif. Kepercayaan memadai secara subjektif, tetapi diakui tidak memadai secara subjektif. Sedangkan pengetahuan memadai secara subjektif maupu objektif; 

(3) Iman adalah keyakinan yang lebih kuat daripada pendapat tetapi lebih lemah daripda pengetahuan; Iman didasarkan pada pengetahuan. Kita tidak mungkin mempercayai hal yang tidak kita ketahui. Iman herus mempunyai objek. 

Kita tidak dapat beriman terhadap hal-hal yang tidak ada dengan kata lain hal yang tidak ada tidak dapat menjadi objek iman (Bandingkan Roma 10:14).[27] Penekanan yang diberikan kepada iman dan percaya harus dilihat dengan latar belakang karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. 

Gagasan bahwa Allah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia merupakan inti Perjanjian Baru. Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan manusia melalui kematianNya yang mendamaikan manusia dengan Allah di salibNya. 

Iman ialah sikap yang didalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan, baik berupa kebajikan, kebaikan susila atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia segala sesuatu yang dimaksud oleh “keselamatan”. 

Sewaktu kepala penjara di Filipi bertanya, “Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?”. Dijawab oleh Paulus dan Silas tanpa ragu-ragu, ”Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:30 Bandingkan Yohanes 3:16). 

Jadi iman adalah satu-satunya jalan, melalui mana manusia beroleh keselamatan. Sementara kata “iman” digunakan begitu banyak dalam Pejanjian Baru, sedangkan kata “pertobatan” digunakan lebih sedikit, yaitu kurang lebih 58 kali. Bukankah ini menunjukkan bahwa iman merupakan hal yang penting dan utama dalam keselamatan melebihi pertobatan, atau dengan kata lain iman mendahului pertobatan.

Keempat, penggunaan kata pertobatan dalam Perjanjian Baru. 

Kata “pertobatan” dalam bahasa Inggris adalah “repentence” merupakan terjemahan dari kata Yunani “metanoia” dan “metanoo” muncul dalam Perjanjian baru kurang lebih 58 kali dan diterjemahkan dengan kata “bertobat” (misalnya, Matius 4:17; Kisah Para Rasul 3:19; Wahyu 3:19). Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam seluruh surat yang ditulis rasul Paulus, hanya ada lima rujukan bagi kata metanoia (pertobatan), yaitu dalam Roma 2:4; 2 Korintus 7:9,10; 12:21; dan 2 Timotius 2:5. 

Terlihat dalam surat-surat tersebut tidak ada satu rujukan mengenai kata pertobatan yang dihubungkan dengan iman untuk menerima keselamatan dari orang-orang yang belum mengenal Kristus. Justru semua kata pertobatan dalam surat-surat Paulus tersebut dihubungkan dengan orang yang sudah percaya kepada Kristus. 

Sementara itu, pemunculan 53 kali lainnya dari kata pertobatan dalam Perjanjian Baru terutama berurusan dengan bangsa Israel, umat Allah. Dimana Israel sebagai umat perjanjian, telah tersesat jauh dari Allah dan diminta untuk kembali kepada Allah, dalam pengertian bertobat. Fakta ini menunjukkan bahwa penggunaan terbanyak kata pertobatan tersebut bukan merujuk kepada cara untuk diselamatkan tetapi kepada pemulihan kembali terhadap mereka yang telah berada dalam hubungan perjanjian dengan Allah. 

Dengan kata lain, berita tentang pertobatan (metanoia) tidak ditujukan kepada orang yang belum mengenal Allah, melainkan kepada orang-orang Yahudi yang sudah mengenal Allah, tetapi belum menerima Kristus. 

Sedangkan kepada orang-orang non Yahudi yang sama sekali belum mengenal Allah tidak dituntut pertobatan (metanoia) sebagai syarat keselamatan, melainkan hanya percaya kepada Kristus sebagai syarat keselamatan. Sebab, seperti kata Paul Enns, “bagaimana orang bisa bertobat jika mereka tidak percaya?”[28] 

Jadi, iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Teolog Indonesia R. Soedarmo menyatakan, “kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh tobat”.[29]

TANGGAPAN DAN EVALUASI TERHADAP ALASAN-ALASAN YANG MENYATAKAN BAHWA PERTOBATAN MENDAHULUI IMAN

Paling sedikit ada tiga alasan utama yang diajukan oleh penganut pandangan bahwa pertobatan mendahului iman, yaitu : 

(1) Manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus, karena pertobatan itulah yang akan membuat mereka memiliki hubungan yang benar dengan Kristus. Pertobatan itu yang akan menuntun manusia memiliki iman yang sejati kepada Kristus; 

(2) Arti dan penggunaan kata Yunani “metonia” mengharuskan orang bertobat dulu sebelum beriman kepada Kristus; 

(3) Banyaknya ayat-ayat Alkitab yang menempatkan kata bertobat mendahului percaya, misalnya: Berita pertama dari Yohanes Pembaptis disertai dengan panggilan untuk bertobat (Matius 3:1-8; Kis 19:4); Berita pertama yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah pertobatan (Matius 4:17; 9:13; 11:20-24): Sesudah hari Pentakosta para rasul mengajak orang-orang untuk bertobat (Kisah Para Rasul 2:37,38; 3:19); dan prinsip pertama dalam pengajaran Kristen adalah pertobatan dari perbuatan dosa yang sia-sia (Ibrani 6:1,2). 

Tanggapan dan sekaligus evaluasi saya terhadap alasan-alasan pandangan bahwa pertobatan mendahului iman di atas dirangkum dalam argumentasi-argumentasi berikut ini.

Pertama, menyatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus dengan alasan bahwa pertobatan itulah yang menuntun manusia sehingga memiliki iman yang sejati adalah sebuah pernyataan yang tidak logis, bahkan tidak Alkitabiah. 

Mengapa? 

(1) Sebab jika seseorang harus bertobat dulu sebelum ia percaya kepada Kristus maka pertobatanlah yang menyelamatkan orang itu dan bukan iman kepada Kristus. Ini bertentangan dengan ajaran yang jelas dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa “kita diselamatkan karena anugerah oleh iman” dan bukan karena “jasa atau perbuatan baik apapun” (Bandingkan Efesus 2:8-9); 

(2) Alkitab mengindikasikan bahwa pertobatan tidaklah menghasilkan iman melainkan merupakan bukti dari adanya iman yang sejati. Jadi pertobatan bukanlah sebab dari iman melainkan akibat (hasil) dari iman sejati. Pada saat seseorang dilahirkan baru (regenerasi) maka ia dimampukan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya dan kemudian bertobat dari dosa-dosanya. 

Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan baru (regenerasi) kepadanya. Iman dan pertobatan ini merupakan dua sisi dari perpalingan (convertion). Beriman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa dan bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dan meninggalkan dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44). 

Pakar teologi Charles C. Ryrie dan Paul Enns menyatakan bahwa iman yang menyelamatkan melibatkan tiga hal yaitu : intelektual, yang menyebabkan pengenalan yang sesungguhnya dan positif terhadap kebenaran Injil dan pribadi Kristus; emosional, yaitu suatu kesungguhan bahwa kita membutuhkan Juruselamat untuk membebaskan dari hukuman dosa; dan kehendak, yaitu keyakinan bahwa hanya Kristus saja yang mampu menyelamatkan kita tanpa mengikutsertakan apapun untuk keselamatan kekal kita.[30] . Ketiga segi ini dapat dibedakan, tetapi merupakan suatu kesatuan saat iman yang menyelamatkan terjadi.

Kedua, menggunakan argumentasi bahwa arti kata Yunani “metonia” mengharuskan seseorang bertobat dulu sebelum beriman kepada Kristus jelas-jelas merupakan argumentasi yang tidak tepat. Mengapa? 

(1) Dalam studi leksiologi, para pakar teologi dalam bidang eksegesis dan hermeneutika telah menganjurkan agar penggunaan suatu kata harus diperhatikan dalam hubungan dengan konteksnya. 

Menurut Gordon D. Fee, hal ini bertujuan untuk menetapkan rentang arti yang paling mungkin bagi suatu kata. Kita harus ingat bahwa kata yang sama bisa berbeda maknanya tergantung dari kepentingan dan maksud penggunaannya oleh para penulis Alkitab.[31] 

Kata dalam sebuah teks kalimat lebih ditentukan oleh konteks penggunaannya dalam kalimat tersebut ketimbang sejarahmaupun etimologi penggunaannya. Karena itu, penelitian untuk menyelidiki maksud penggunaan kata yang bersangkutan dalam sebuah teks sangat disarankan. 

Penelitian ini disebut dengan penelitian sinkronik.[32] Sehubungan dengan penggunaan studi kata, D. A. Carson pernah menyatakan bahwa “studi kata merupakan sumber yang kaya bagi kesalahan-kesalahan eksegesis”.[33] Saya pikir penyataan Carson tersebut penting untuk mengingatkan para penafsir agar menafsir kata tidak lepas dari konteksnya. 

(2) Berdasarkan penjelasan di atas, kata “metanoia” jika dihubungkan dengan penerimaan keselamatan berarti perubahan pikiran, bukan perubahan perilaku. 

Jika pertobatan diartikan sebagai perubahan perilaku dalam hubunganya dengan penerimaan keselamatan, maka seorang yang belum percaya dipaksa untuk mengubah perilakunya sebelum ia datang kepada Kristus. Ini artinya, kita memaksa orang berdosa untuk hidup benar sebelum menerima Kristus. 

Hal seperti ini mustahil! Sebab orang yang belum diselamatkan tidak bisa membersihkan hidupnya sebelum ia datang kepada Kristus. Pertobatan memang mendatangkan perubahan perilaku, tetapi hal itu tidak bisa dilakukan sebelum seseorang mendapatkan iman pada saat kelahiran baru. Dengan demikian pertobatan secara logis harus mengikuti iman, bukan mendahului; 

(3) Bahwa dari 58 kali kemunculan kata metanoia (pertobatan) dalam Perjanjian Baru, rasul Paulus hanya hanya menyebutnya sebanyak 5 kali yaitu dalam Roma 2:4; 2 Korintus 7:9,10; 12:21; dan 2 Timotius 2:5. 

Berdasarkan konteksnya, tidak satu pun rujukan mengenai kata pertobatan yang digunakan oleh rasul Paulus tersebut yang dihubungkan dengan iman untuk menerima keselamatan dari orang-orang yang belum mengenal Kristus. Justru semua kata pertobatan dalam surat-surat Paulus tersebut dihubungkan dengan orang yang sudah percaya kepada Kristus. Artinya, disini Paulus menghubungkan kata pertobatan tersebut dengan perubahan perilaku, dari orang-orang yang telah diselamatkan, yaitu mereka yang telah percaya kepada Kristus.

Ketiga, memang betul bahwa banyak ayat-ayat Alkitab yang menempatkan kata bertobat mendahului percaya, misalnya: berita pertama dari Yohanes Pembaptis disertai dengan panggilan untuk bertobat (Matius 3:1-8; Kis 19:4); berita pertama yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah pertobatan (Matius 4:17; 9:13; 11:20-24); Sesudah hari Pentakosta para rasul mengajak orang-orang untuk bertobat (Kisah Para Rasul 2:37,38; 3:19); dan prinsip pertama dalam pengajaran Kristen adalah pertobatan dari perbuatan dosa yang sia-sia (Ibrani 6:1,2). 

Pertanyaannya ialah: Mengapa dalam ayat-ayat itu kata percaya ditempatkan setelah pertobatan? Dan apakah pertobatan memang merupakan syarat untuk keselamatan? Jawaban saya jelas bahwa pertobatan dalam perjanjian baru bukanlah syarat keselamatan, melainkan hanya iman saja. Fakta bahwa ada ayat-ayat dalam Perjanjian Baru yang menempatkan kata-kata pertobatan mendahului iman atau pertobatan tanpa mencantumkan iman tidaklah mengharusan kita menganggap bahwa pertobatan secara logis mendahului iman jika ditafsirkan berdasarkan konteks penggunaannya. 

Ada tiga alasan mengapa dalam ayat-ayat tersebut kata pertobatan ditempatkan mendahului iman, yaitu : 

(1) Berdasarkan konteksnya, berita tentang pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes pembaptis maupun oleh Kristus tersebut ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada Allah namun telah tersesat. Berita tersebut ditujukan agar mereka kembali (bertobat) kepada Allah dan mempercayai Mesias yang diutus Allah; 

(2) Berita tentang pertobatan yang disampaikan Yohanes pembaptis maupun Kristus dalam ayat-ayat tersebut diberitakan sebelum kematian Kristus di kayu salib. Jadi saat itu masih dalam masa transisi Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru. Ini penting karena kematian Kristuslah yang menjadi dasar satu-satunya dalam Perjanjian Baru bahwa keselamatan semata-mata anugerah oleh iman (Efesus 2:8-9); 

(3) Sedangkan berita pertobatan yang disampaikan rasul-rasul memang disampaikan setelah kematian Kristus, tetapi ditujukan kepada orang-orang Yahudi agar berpaling kepada Allah dan percaya kepada Kristus. Sekali lagi, orang-orang Yahudi yang mengenal Allah, namun menolak Kristus bahkan menyalibkanNya, kepada merekalah berita pertobatan (metanoia) itu disampaikan agar mereka percaya dan menerima Kristus.

Keempat, sebagai tambahan, bahwa kepada orang-orang non Yahudi Injil yang diberitakan adalah Injil kasih karunia merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). 

Injil kasih karunia adalah pesan yang konsisten dalam pemberitaan dan pengajaran rasul Paulus. Dalam Kisah Para Rasul, Lukas mencatat demikian, “Paulus dan Barnabas tinggal beberapa waktu lamanya di situ. Mereka mengajar dengan berani, karena mereka percaya kepada Tuhan. Dan Tuhan menguatkan berita tentang kasih karunia-Nya (tô logô tês kharitos autou)dengan mengaruniakan kepada mereka kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat”(Kisah Para Rasul 14:3). 

Selanjutnya Lukas juga mencatat pengakuan rasul Paulus demikian, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah (diamarturasthai to euaggelion tês kharitos tou theou)” (Kisah Para Rasul 20:24). 

Jelaslah bahwa rasul Paulus adalah rasul yang dipilih dan diurapi Tuhan untuk memberitakan Injil kasih karunia (Galatia 1:15; Efesus 1:4). Dibandingkan semua rasul yang lainnya, rasul Paulus adalah rasul yang paling banyak mengungkapkan isi hati Allah bagi umat Perjanjian Baru melalui surat-surat kirimannya. Lebih dari dua pertiga Perjanjian Baru di tulis oleh Paulus. 

Surat-surat kepada jemaat di Galatia, Tesalonika (1 dan 2 Tesalonika), Korintus (1 dan 2 Korintus), dan jemaat di Roma adalah surat-surat Paulus yang ditulis Paulus dalam Perjalanan misi pertama, misi kedua, dan misi ketiganya. Surat-surat kepada jemaat di Efesus, Kolose dan Filipi, serta surat pribadi kepada Filemon adalah surat-surat yang ditulis rasul Paulus dari balik penjara, saat ia di penjara karena pemberitaan tentang Injil kasih karunia (Efesus 3:1; 4:1). 

Sedangkan surat-surat penggembalaan di tujukan kepada Timotius (1 dan 2 Timotius) dan kepada Titus. Allah berkenan memakai rasul Paulus untuk menyingkapkan maksudNya bagi jemaat Perjanjian Baru. Berdasarkan pengakuan rasul Paulus dalam Galatia 2;1-9 ada dua hal yang ditekankannya tentang Injil kasih karunia yang diberitakannya, yaitu : 

(1) bahwa Injil kasih karunia yang diberitakannya diantara orang bukan Yahudi adalah Injil yang diterimanya langsung berdasarkan pernyataan Tuhan Yesus Kristus, dan bukan didapatkannya dari 12 rasul. 

(2) Bahwa rasul-rasul lain tidak menambahkan kebenaran apapun kepadanya, tetapi sebaliknya ia yang yang menambahkan sesuatu kepada mereka, yaitu keselamatan bagi bangsa-bangsa Yahudi apun non Yahudi karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus, bukan karena upaya untuk menaati hukum Taurat (Bandingkan: Kisah Para Rasul 13:38-39; Galatia 2:16). 

Kita tahu bahwa rasul Paulus lahir dan dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang ketat terhadap hukum Taurat dan tradisi Yahudi. Ia adalah seorang lulusan terbaik dari sekolah Farisi di Yerusalem, dibawah bimbingan Gamaliel (Filipi 3:5; Galatia 1:13-14; Kisah Para Rasul 5:34). 

Kita juga tahu, bahwa Gamaliel yang membimbing Paulus dalam hukum Taurat dan tradisi Yahudi adalah seorang pakar hukum Taurat, satu-satunya dari tujuh sarjana dalam sejarah bangsa Yahudi yang menerima sebutan “Rabban (tuan kami)”. Tetapi, rasul Paulus dengan tegas menolak para pengajar Yudaiser (Yahudi Kristen) yang menghasut dan mempengaruhi orang-orang Kristen yang masih baru di Galatia agar kembali ke legalisme hukum Taurat dengan cara memaksa mereka agar disunat dan mengikat diri dengan hukum Taurat sebagai syarat utama untuk diselamatkan dan menjadi anggota gereja (Galatia 5). 

Paulus menyampaikan ajaran dan pendiriannya bahwa satu-satunya syarat untuk selamat adalah iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat (Galatia 2:16), dan bahwa syarat-syarat yang dituntut hukum Taurat tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kasih karunia Allah dalam Kristus untuk keselamatan (Galatia 5:1-6). 

Perhatikan juga kalimat akhir dalam khotbah Paulus pada waktu ia berada di Antiokhia dalam Kisah Para Rasul 13:14-41, yang menegaskan, “Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa” (Kisah Para Rasul 13:38-39). https://teologiareformed.blogspot.com/

REFERENSI : 

Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.

Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Keselamaan. Jilid 4, Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Boice, James M., 2011. Dasar-dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Carson, D.A., 2009. Kesalahan-Kesalahan Eksegetis. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang.

Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.

Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.

Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.

______________., 2000. Approaching God. Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.

Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.

Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Fee, Gordon D., 2008. New Testament Exegesis. Edisi Ketiga. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.

Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.

____________., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta.

Gunawan, Samuel., 2014. Kharismatik Yang Kukenal dan Kuyakini. Penerbit Bintang Fajar Ministries: Palangka Raya.

Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.

Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 3, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.

__________________., 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah, Penerbit Momentum : Jakarta.

Marxsen, Willi., 2012. Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.

Murray, John., 1999. Penerapan dan Penggenapan Penebusan. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Nggadas, Deky Hidnas Yan., 2013. Paradigma Eksegetis Penting dan Harus. Penerbit Indie Publising: Depok.

Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.

Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.

Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.

Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Scahnabal, Echhard J., 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Stategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Terj, Penerbit ANDI: Yogyakarta.

Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.

______________., 2000. Mengenali Alkitab. Edisi revisi, terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Soedarmo, R., 2000. Ikhtisar Dogmatika. Cetakan ke-11. Penerbit BPK : Jakarta.

Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Stuart, Douglas & Gordon D. Fee., 2011. Hermeneutik: Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.

Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.

___________., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Penerbit Literatur SAAT : Malang.

Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.

Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.

Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.

Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testamen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Next Post Previous Post