Eksposisi 1 Petrus 3:15
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Eksposisi 1 Petrus 3:15. KEHARUSAN UNTUK MEMBERIKAN PERTANGGUNGANJAWAB BAGI ORANG KRISTEN.1 Petrus 3:15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan SIAP SEDIALAH PADA SEGALA WAKTU UNTUK MEMBERI PERTANGGUNGAN JAWAB KEPADA TIAP-TIAP ORANG YANG MEMINTA PERTANGGUNGAN JAWAB DARI KAMU TENTANG PENGHARAPAN YANG ADA PADAMU, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,
otomotif, gadget, bisnis |
a) ‘Pertanggungan jawab’.
KJV/NIV: ‘an answer’ (=suatu jawaban).
NASB: ‘a defense’ (=suatu pembelaan).
Yunani: APOLOGIA. Dari kata ini diturunkan kata ‘apologetics’, yang bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara pembelaan iman Kristen terhadap serangan-serangan dari luar.
1. Ini bukan suatu permintaan maaf atas sesuatu yang salah yang kita percayai / ajarkan, tetapi suatu pembelaan, atas sesuatu yang benar yang kita percayai dan ajarkan.
Mengapa saya tahu-tahu berbicara tentang ‘permintaan maaf’? Karena kata bahasa Inggris ‘apology’ yang biasanya diartikan sebagai ‘permintaan maaf’ juga diturunkan dari kata APOLOGIA ini.
Adam Clarke: “The word APOLOGIA, which we translate ‘answer’, signifies ‘a defence’; from this we have our word ‘apology’, which did not originally signify an excuse for an act, but a defence of that act. The defence of Christianity by the primitive fathers are called ‘apologies’.” [=Kata APOLOGIA, yang kami terjemahkan ‘jawaban’, berarti ‘suatu pembelaan’; dari sini kita mendapatkan kata ‘apology’, yang pada mulanya tidak berarti suatu permintaan maaf untuk suatu tindakan, tetapi suatu pembelaan terhadap tindakan itu. Pembelaan terhadap kekristenan oleh bapa-bapa gereja jaman dulu disebut ‘apologies’] - hal 860.
Catatan: kata ‘apology’ bisa diartikan sebagai:
• suatu pengakuan dan pernyataan penyesalan tentang suatu kesalahan.
• suatu pembelaan terhadap suatu pandangan.
Bdk. Kisah Para Rasul 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri (Yunani: APOLOGIAS).’”.
Kalau saudara membaca cerita selanjutnya dalam Kis 22 itu, maka saudara akan melihat bahwa Paulus sama sekali tidak meminta maaf. Sebaliknya ia bersaksi tentang alasan mengapa ia menjadi kristen dan melakukan apa yang ia lakukan.
Bdk. juga dengan Filipi 1:7,16 Kisah Para Rasul 25:16, 1Korintus 9:3, 2 Timotius 4:16, 2Korintus 7:11.
Jadi jelas bahwa APOLOGIA bukan berarti ‘permintaan maaf’, dan karena itu:
a. Jangan pernah minta maaf terhadap orang-orang kafir, karena saudara beragama Kristen / percaya kepada Yesus / Kitab Suci!
Misalnya:
• dalam acara kumpul-kumpul dalam acara hari kemerdekaan (17 Agustusan), saudara diminta untuk berdoa, dan saudara lalu berkata: ‘Tetapi maaf lho, saya agama kristen, jadi doanya doa Kristen!’.
• saudara dikirimi makanan bekas sembahyangan, dan saudara mengatakan: ‘Maaf ya, saya agama kristen, dan saya tidak boleh makan makanan sembahyangan’.
Hal-hal seperti ini mungkin dianggap sebagai ‘sopan’ / ‘beretika’, tetapi semua sopan santun / etika yang tidak sesuai dengan Kitab Suci / Firman Tuhan harus dibuang!
b. Jangan pernah meminta maaf karena saudara mempercayai / menyatakan suatu kebenaran!
Baru-baru ini saya berkhotbah di suatu persekutuan, dan di situ ada orang baru dari Kanada. Pada saat berkhotbah, saya menyerang Toronto Blessing. Lalu waktu acara makan pemilik rumah memberitahu saya bahwa orang baru itu dari gereja Vineyard di Toronto (tempat Toronto Blessing meledak pertama kalinya). Dia pasti tersinggung. Tetapi haruskah saya meminta maaf atas apa yang saya katakan? Sama sekali tidak!
2. Pertanggungan jawab itu harus Alkitabiah dan logis, dan untuk bisa memberikannya, orang kristen harus belajar, dan berlatih dalam memberikannya.
Dalam persoalan ini, kita harus hati-hati dengan Matius 10:17-20 - “(17) Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. (18) Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. (19) Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. (20) Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu”.
Hati-hati dengan text ini, karena text ini tidak menjanjikan bahwa Tuhan akan memberikan kata-kata kepada kita dalam segala keadaan, tetapi hanya pada waktu diajukan ke mahkamah agama / pengadilan. Jadi, ini bukan alasan bagi seorang pengkhotbah untuk naik ke mimbar tanpa lebih dulu mempersiapkan khotbahnya. Dan jelas ini juga bukan alasan bagi orang kristen untuk tidak belajar dengan baik supaya bisa memberikan pembelaan terhadap iman Kristennya.
William Barclay mengatakan bahwa kata APOLOGIA itu mengandung kata LOGOS, dan ia lalu memberikan komentar sebagai berikut: “Here Peter has certain things to say about this Christian defence. ... It must be reasonable. It is a LOGOS that the Christian must give, and a LOGOS is a reasonable and intelligent statement of his position” (=Di sini Petrus mempunyai hal-hal tertentu untuk dikatakan tentang pembelaan Kristen ini. ... Itu harus logis / masuk akal. Adalah suatu LOGOS yang harus diberikan oleh orang kristen, dan suatu LOGOS adalah suatu pernyataan yang logis / masuk akal dan cerdas dari posisinya) - hal 230.
William Barclay: “It is one of the tragedies of the modern situation that there are so many Church members who, if they were asked what they believe, could not tell, and who, if they were asked why they believe it, would be equally helpless. The Christian must go through the mental and spiritual toil of thinking out his faith, so that he can tell what he believes and why” (=Merupakan salah satu dari tragedi-tragedi dari situasi modern bahwa ada begitu banyak anggota Gereja yang, jika ditanya apa yang mereka percayai, tidak bisa memberitahukan, dan yang, jika ditanya mengapa mereka mempercayainya, juga sama tidak berdayanya. Orang kristen harus berjalan melalui jerih payah yang bersifat mental / pemikiran dan rohani untuk memikirkan imannya, sehingga ia bisa memberitahukan apa yang ia percayai dan mengapa ia mempercayainya) - hal 231.
Pulpit Commentary: “We should take care that our faith is established on the holy Word of God; those who are able should pursue such other studies as may assist us in the defence of the faith” (=Kita harus memperhatikan supaya iman kita ditegakkan pada Firman Allah yang kudus; dan mereka yang mampu, harus mengejar pelajaran-pelajaran lain sehingga bisa menolong kita dalam pembelaan dari iman) - hal 143.
A. T. Robertson: “This attitude calls for an intelligent grasp of the hope and skill in presenting it” (=Sikap ini memerlukan suatu pengertian yang cerdas tentang pengharapan, dan keahlian dalam menyampaikannya) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol VI, hal 114.
Jamieson, Fausset & Brown: “‘A reason’ - a reasonable account. This refutes Rome’s ‘I believe it, because the Church believes it.’” [=‘Suatu alasan’ - suatu penjelasan yang masuk akal. Ini membantah kata-kata Roma (Katolik) ‘Aku mempercayainya, karena Gereja mempercayainya’].
Catatan: penafsir ini menggunakan terjemahan KJV: ‘and be ready always to give an answer to every man that asketh you a reason of the hope that is in you’ (=dan siap sedialah selalu untuk memberikan suatu jawab kepada setiap orang yang memintamu / menanyakan kepadamu suatu alasan tentang pengharapan yang ada di dalam kamu).
Barnes’ Notes: “No man ought to entertain opinions for which a good reason cannot be given; and every man ought to be willing to state the grounds of his hope on all proper occasions” (=Tidak ada orang yang harus memelihara pandangan-pandangan untuk mana suatu alasan yang baik tidak bisa diberikan; dan setiap orang harus mau untuk menyatakan dasar-dasar dari pengharapannya pada semua kesempatan yang tepat) - hal 1421.
Hal-hal lain yang harus dilakukan selain belajar adalah:
a. Menandai Alkitab / memberi catatan pada Alkitab. Misalnya:
• memberi warna merah untuk ayat-ayat untuk penginjilan, warna biru untuk ayat-ayat berkenaan dengan Saksi Yehuwa, warna kuning untuk Liberal, dsb.
• mencatat di bagian belakang Alkitab saudara ayat-ayat yang penting, misalnya ayat-ayat tentang keilahian Kristus, tentang Allah Tritunggal, dsb.
• mencatat ayat-ayat referensi dari ayat tertentu. Misalnya pada Roma 6:23 - ‘upah dosa ialah maut’, kita mencatat ayat referensinya yaitu Wahyu 21:8 (yang menunjukkan bahwa maut / kematian kedua itu menunjuk kepada neraka).
b. Menghafal ayat. Ini khususnya penting sekali dalam menghadapi Saksi-Saksi Yehuwa yang banyak sekali hafal ayat dan menggunakan ayat!
3. Pemberian pertanggung-jawaban / pembelaan tersebut bisa melibatkan argumentasi / perdebatan. Selama itu bukan suatu perdebatan yang ‘panas’, itu tidak salah. Alasannya:
a. Banyak tokoh Kitab Suci yang juga melakukannya. Contoh:
• Paulus sering berdebat, misalnya dalam:
Kis 9:22,29 - “(22) Akan tetapi Saulus semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias. ... (29) Ia juga berbicara dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, tetapi mereka itu berusaha membunuh dia”.
Kisah Para Rasul 15:2 - “Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu”.
Kisah Para Rasul 17:17-18 - “(17) Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. (18) Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: ‘Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?’ Tetapi yang lain berkata: ‘Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing.’ Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitanNya”.
Kisah Para Rasul 18:4 - “Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani”.
Kisah Para Rasul 19:8-9 - “(8) Selama tiga bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan mengajar dengan berani. Oleh pemberitaannya ia berusaha meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah. (9) Tetapi ada beberapa orang yang tegar hatinya. Mereka tidak mau diyakinkan, malahan mengumpat Jalan Tuhan di depan orang banyak. Karena itu Paulus meninggalkan mereka dan memisahkan murid-muridnya dari mereka, dan setiap hari berbicara di ruang kuliah Tiranus”.
Kisah Para Rasul 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri.’”.
Kisah Para Rasul 26:24-25 - “(24) Sementara Paulus mengemukakan semuanya itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya, berkatalah Festus dengan suara keras: ‘Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila.’ (25) Tetapi Paulus menjawab: ‘Aku tidak gila, Festus yang mulia! Aku mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat!”.
Kata-kata yang Paulus ucapkan dalam ay 25nya jelas merupakan suatu bantahan terhadap kata-kata Festus dalam 1 Petrus 3:24.
Kisah Para Rasul 28:23 - “Lalu mereka menentukan suatu hari untuk Paulus. Pada hari yang ditentukan itu datanglah mereka dalam jumlah besar ke tempat tumpangannya. Ia menerangkan dan memberi kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan hukum Musa dan kitab para nabi ia berusaha meyakinkan mereka tentang Yesus. Hal itu berlangsung dari pagi sampai sore”.
1Korintus 9:3 - “Inilah pembelaanku terhadap mereka yang mengeritik aku”.
Filipi 1:7,16 - “(7) Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil. ... (16) Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil”.
• Stefanus juga berdebat dalam Kisah Para Rasul 6:9-10 - “(9) Tetapi tampillah beberapa orang dari jemaat Yahudi yang disebut jemaat orang Libertini - anggota-anggota jemaat itu adalah orang-orang dari Kirene dan dari Aleksandria - bersama dengan beberapa orang Yahudi dari Kilikia dan dari Asia. Orang-orang itu bersoal jawab dengan Stefanus, (10) tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”.
• Apolos juga berdebat dalam Kisah Para Rasul 18:28 - “Sebab dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias”.
b. Tuhan Yesus sendiri berjanji untuk memimpin / memberikan kata-kata pada waktu orang kristen dihadapkan pada pengadilan / mahkamah agama.
Lukas 12:11-12 - “(11) Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu (Yunani: APOLOGESESTHE). (12) Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.’”.
Lukas 21:12-15 - “(12) Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena namaKu. (13) Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. (14) Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu (Yunani: APOLOGETHENAI). (15) Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu”.
Kalau orang kristen memang tidak boleh berdebat, dan harus berdiam diri seperti Yesus Kristus dalam menghadapi segala tuduhan, bagaimana mungkin Yesus menjanjikan hal ini kepada para pengikutNya?
b) “siap sedialah pada segala waktu”.
1. Perhatikan bahwa ini merupakan suatu perintah, sehingga kalau saudara tidak melakukannya, saudara berdosa.
Juga perhatikan bahwa Petrus tidak menujukan kata-kata ini hanya kepada hamba-hamba Tuhan / pendeta / penginjil, guru Sekolah Minggu dan sebagainya, tetapi kepada seadanya orang kristen, termasuk saudara!
Jadi, pada waktu agama / kepercayaan saudara diserang, saudara tidak boleh lari, menjadi marah, atau mendiamkan saja, dengan alasan ‘orang kristen harus cinta damai’ / ‘orang kristen tidak boleh gegeran’, dsb. Alasan-alasan bodoh dan tidak alkitabiah ini sering diberikan oleh banyak orang kristen / hamba Tuhan, hanya untuk menutupi ketidak-mampuan / kebodohan mereka atau rasa takut / sikap pengecut mereka, dengan kedok kesalehan. Jangan meniru kebodohan seperti ini! Saudara wajib untuk bisa memberikan pembelaan.
Kita tidak bisa / boleh meneladani Yesus dalam hal ini. Yesus diam saja di depan Pontius Pilatus maupun Herodes, karena Ia memang datang ke dunia dengan tujuan untuk mati disalib untuk menebus dosa-dosa kita. Kalau Dia menjawab, maka Ia tidak akan dihukum mati. Ingat bahwa tidak seluruh kehidupan Yesus harus kita teladani. Bahwa Yesus tidak kawin, puasa 40 hari, mati untuk menebus dosa, tidak berarti bahwa kita harus meneladani hal-hal itu. Juga pada saat Ia tidak menjawab pertanyaan Herodes / Pontius Pilatus.
Pulpit Commentary: “As they must live for Christ, so they must, when occasion serves, speak for him. ... men will sometimes ask for a reason of the hope that is in them. ... Christians had often to speak or to write in defence of their faith. We should be ready to do so still both for the glory of God and for the sake of the inquirer’s soul” (=Sebagaimana mereka harus hidup untuk Kristus, demikian juga mereka harus, pada waktu peristiwa / kesempatan itu memenuhi syarat, berbicara untuk Dia. ... kadang-kadang orang-orang akan meminta suatu alasan tentang pengharapan yang ada di dalam mereka. ... Orang-orang Kristen sering harus berbicara atau menulis dalam pembelaan iman mereka. Kita harus tetap siap untuk melakukannya baik untuk kemuliaan Allah maupun demi jiwa si penanya) - hal 142-143.
Calvin: “he requires such constancy in the faithful, as boldly to give a reason for their faith to their adversaries. And this is a part of that sanctification which he had just mentioned; for we then really honour God, when we neither fear nor shame hinders us from making a profession of our faith. ... He bids them only to be ready to give an answer, lest by their sloth and the cowardly fear of the flesh they should expose the doctrine of Christ, by being silent, to the derision of the ungodly. ... we ought to be prompt in avowing our faith, so as to set it forth whenever necessary, lest the unbelieving through our silence should condemn the religion we follow” (=ia menghendaki keteguhan / kesetiaan dalam diri orang-orang percaya, sehingga dengan berani memberikan alasan untuk iman mereka kepada musuh-musuh mereka. Dan ini adalah sebagian dari pengudusan yang baru ia sebutkan; karena kita sungguh-sungguh menghormati Allah, pada waktu rasa takut atau malu tidak menghalangi kita untuk membuat suatu pengakuan tentang iman kita. ... Ia hanya meminta mereka untuk siap sedia untuk memberi jawaban, supaya jangan karena kemalasan dan rasa takut dari daging yang bersifat pengecut, mereka berdiam diri dan membuka ajaran Kristus terhadap ejekan dari orang-orang jahat. ... kita harus cepat dalam mengakui iman kita, supaya bisa menyatakannya kapanpun diperlukan, supaya jangan orang-orang yang tidak percaya mengecam agama yang kita ikuti karena diam / bungkamnya kita) - hal 108.
Calvin: “This was also required by the state of the times; the Christian name was much hated and deemed infamous; many thought the sect wicked and guilty of many sacrileges. It would have been, therefore, the highest perfidy against God, if, when asked, they had neglected to give a testimony in favour of their religion” (=Ini juga diharuskan oleh keadaan dari saat itu; nama Kristen sangat dibenci dan dianggap sebagai nama buruk; banyak orang beranggapan bahwa sekte ini jahat dan bersalah tentang banyak pelanggaran hal-hal keramat. Karena itu, merupakan suatu pengkhianatan / kedurhakaan tertinggi terhadap Allah, jika pada waktu diminta / ditanya, mereka lalai untuk memberikan kesaksian untuk mendukung agama mereka) - hal 109.
Pulpit Commentary: “Christians ought to be able to give an account of their hope when asked, both for the defence of the truth and for the good of the asker. That account may be very simple; it may be the mere recital of personal experience - often the most convincing of arguments; it may be, in the case of instructed Christians, profound and closely reasoned. Some answer every Christian ought to be able to give” (=Orang-orang kristen harus bisa memberikan suatu pertanggung-jawaban tentang pengharapan mereka pada waktu diminta, baik demi pembelaan dari kebenaran maupun demi kebaikan dari orang yang meminta. Pertanggung-jawaban itu bisa sederhana; itu bisa sekedar merupakan cerita tentang pengalaman pribadi, yang sering merupakan argumentasi yang paling meyakinkan; dan dalam kasus orang-orang kristen yang telah diajar, itu bisa merupakan sesuatu yang mendalam dan diberi alasan yang seksama / teliti. Setiap orang kristen harus bisa memberikan jawaban) - hal 132.
2. Kata-kata ‘pada segala waktu’ menunjukkan bahwa orang kristen harus selalu siap untuk memberikan pertanggungan jawab / pembelaan, dan harus selalu siap untuk membicarakan agama / kepercayaannya.
Barnes’ Notes: “A Christian should always be willing to converse about his religion. He should have such a deep conviction of its truth, of its importance, and of his personal interest in it; he should have a hope so firm, so cheering, so sustaining, that he will be always prepared to converse on the prospect of heaven, and to endeavour to lead others to walk in the path to life” (=Seorang Kristen harus selalu mau untuk berbicara tentang agamanya. Ia harus mempunyai keyakinan yang begitu dalam tentang kebenaran agamanya, tentang pentingnya agamanya, dan tentang kesenangan pribadinya terhadap agamanya; ia harus mempunyai suatu pengharapan yang begitu teguh, begitu menggembirakan, begitu mendukung, sehingga ia akan selalu siap untuk berbicara tentang prospek tentang surga, dan untuk berusaha untuk membimbing orang lain untuk berjalan di jalan yang menuju kepada kehidupan) - hal 1421.
Mengapa banyak orang kristen enggan berbicara tentang agamanya sendiri? Karena mereka sendiri tidak yakin akan kebenarannya, atau tentang pentingnya agama mereka, dan mereka sendiri tidak terlalu punya interest terhadap agamanya sendiri!
c) ‘kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu’ ( 1 Petrus 3:15c)
1. Calvin mengatakan (hal 109) bahwa kata ‘pengharapan’ di sini menunjuk kepada ‘iman’.
2. ‘tentang pengharapan yang ada padamu’.
KJV: ‘the hope that is in you’ (=pengharapan yang ada di dalam engkau).
Calvin: “he speaks of that ‘hope that is in you’; for he intimates that the confession which flows from the heart is alone that which is approved by God; for except faith dwells within, the tongue prattles in vain. It ought then to have its roots within us, so that it may afterwards bring forth fruit of confession” (=ia berbicara tentang ‘pengharapan yang ada di dalam kamu’; karena ia mengisyaratkan bahwa pengakuan yang keluar dari hati saja yang direstui oleh Allah; karena kecuali iman tinggal di dalam, lidah mengoceh dengan sia-sia. Jadi itu harus mempunyai akar di dalam kita, sehingga selanjutnya itu bisa melahirkan buah pengakuan) - hal 109.
3. ‘tiap-tiap orang’.
a. Dari kata ‘tiap-tiap orang’ ini kelihatannya text ini membicarakan pembelaan biasa, bukan dalam pengadilan.
Kata APOLOGIA biasanya diartikan sebagai suatu pembelaan di depan pengadilan, seperti pada ayat-ayat di bawah ini.
Kisah Para Rasul 22:1 - “‘Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri.’”.
Kisah Para Rasul 25:16 - “Aku menjawab mereka, bahwa bukanlah kebiasaan pada orang-orang Roma untuk menyerahkan seorang terdakwa sebagai suatu anugerah sebelum ia dihadapkan dengan orang-orang yang menuduhnya dan diberi kesempatan untuk membela diri terhadap tuduhan itu”.
Tetapi di sini Petrus mengatakan ‘tiap-tiap orang’, sehingga jelas menunjukkan bahwa ia memaksudkan suatu pembelaan biasa, di depan orang-orang yang menyerang kekristenan, pada setiap kesempatan.
Pulpit Commentary: “The word APOLOGIA is often used of a formal answer before a magistrate, or of a written defence of the faith: but here the addition ‘to every man,’ shows that St. Peter is thinking of informal answer on any suitable occasion” [=Kata APOLOGIA sering digunakan tentang suatu jawaban resmi di depan hakim, atau tentang suatu pembelaan iman yang tertulis: tetapi di sini penambahan ‘kepada tiap-tiap orang’, menunjukkan bahwa Santo Petrus sedang memikirkan suatu jawaban tidak resmi pada seadanya peristiwa / kesempatan yang cocok / pantas] - hal 132.
Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb AITEIN, asketh, suggests ordinary conversation rather than an official enquiry” (=Kata kerja AITEIN, ‘meminta’, lebih menunjuk pada suatu pembicaraan biasa dari pada suatu pertanyaan resmi) - hal 135.
b. Kata-kata ‘tiap-tiap orang’ tidak bisa dimutlakkan, karena:
• Adanya ayat-ayat yang mengatakan bahwa orang-orang tertentu tidak perlu dijawab:
Matius 7:6 - “‘Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.’”.
Amsal 26:4-5 - “(4) Jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia. (5) Jawablah orang bebal menurut kebodohannya, supaya jangan ia menganggap dirinya bijak”.
Kedua ayat ini bukannya kontradiksi. Kadang-kadang kita harus melakukan ay 4nya dan kadang-kadang ay 5nya.
Titus 3:10 - “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.
Yesaya 36:21 - “Tetapi orang berdiam diri dan tidak menjawab dia sepatah katapun, sebab ada perintah raja, bunyinya: ‘Jangan kamu menjawab dia!’”.
• Alexander Nisbet mengatakan (hal 138) bahwa Petrus tidak mengatakan bahwa kita harus ‘selalu menjawab tiap-tiap orang’, tetapi ia mengatakan bahwa kita harus ‘selalu siap untuk menjawab’.
• Adanya kata-kata ‘kepada tiap-tiap orang yang meminta kepadamu’.
Jamieson, Fausset & Brown: “‘To every man that asketh you.’ The last words limit the ‘always.’ Not to a railer; but to everyone who inquires honestly” (=‘Kepada tiap-tiap orang yang meminta dari kamu’. Kata-kata yang terakhir membatasi kata ‘selalu’. Bukan kepada seorang pencemooh / pengejek; tetapi kepada setiap orang yang bertanya dengan jujur).
3) “tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”.
a) ‘tetapi’.
KJV tidak mempunyai kata itu, tetapi RSV/NIV/NASB mempunyainya, dan Pulpit Commentary mengatakan bahwa manuscripts yang terbaik menggunakan kata itu. Kalau kata ‘tetapi’ ini memang ada, maka itu lebih menekankan anak kalimat ini.
b) ‘dengan lemah lembut dan hormat’.
KJV: ‘fear’ (=takut).
NASB: ‘reverence’ (=hormat bercampur takut).
NIV: ‘respect’ (=hormat).
Pulpit Commentary: “The word ‘but’ (ALLA) is emphatic; argument always involves danger of weakening the spiritual life through pride or bitterness. We must sometimes ‘contend earnestly for the faith;’ but it must be with gentleness and awe. We should seek the spiritual good for our opponents; and we should entertain a solemn awe of the presence of God, with a trembling anxiety to think and to say only what is acceptable unto him” [=Kata ‘tetapi’ (ALLA) ditekankan; argumentasi selalu melibatkan bahaya yang melemahkan kehidupan rohani melalui kesombongan atau kepahitan. Kadang-kadang kita harus ‘berdebat / berargumentasi dengan sungguh-sungguh untuk iman’; tetapi itu harus dilakukan dengan kelembutan dan takut / hormat. Kita harus mencari kebaikan rohani dari lawan-lawan kita; dan kita harus mempunyai rasa takut / hormat yang khidmat terhadap kehadiran Allah, dengan suatu keinginan untuk hanya memikirkan dan mengatakan apa yang bisa diterima olehNya] - hal 132.
Calvin: “unless our minds are endued with meekness, contentions will immediately break forth. And meekness is set in opposition to pride and vain ostentation, and also to excessive zeal” (=kecuali pikiran kita dibimbing / dibentuk dengan kelembutan, perbantahan / pertikaian akan segera meledak. Dan kelembutan diatur sebagai lawan dari kesombongan dan sikap pamer yang sia-sia, dan juga dari semangat yang berlebih-lebihan) - hal 109.
Calvin: “To this he justly adds ‘fear’; for where reverence for God prevails, it tames all the ferocity of our minds, and it will especially cause us to speak calmly of God’s mysteries. ... all boasting must be put aside, all contention must be relinquished” (=Terhadap ini ia secara benar menambahkan ‘takut’; karena dimana ada rasa takut terhadap Allah, itu menjinakkan semua keganasan dari pikiran kita, dan khususnya itu akan menyebabkan kita mengucapkan misteri Allah dengan tenang. ... semua kebanggaan harus disingkirkan, semua pertikaian harus dilepaskan) - hal 109,110.
BACA JUGA: APOLOGETIKA KRISTEN (1 PETRUS 3:15-16)
William Barclay: “No debates have been so acrimonious as theological debates; no differences have caused such bitterness as religious differences” (=Tidak ada perdebatan yang begitu sengit seperti perdebatan theologia; tidak ada perbedaan yang menyebabkan kepahitan seperti perbedaan agama) - hal 231.
Adam Clarke: “Do not permit your readiness to answer, nor the confidence you have in the goodness of your cause, to lead you to answer pertly or superciliously to any person” (=Jangan mengijinkan kesediaanmu untuk menjawab, ataupun keyakinanmu tentang baiknya perkara / gerakanmu, membimbingmu untuk menjawab dengan tidak sopan atau dengan sombong kepada siapapun) - hal 860.
William Barclay: “His defence must be given with gentleness. There are many people who state their beliefs with a kind of arrogant belligerence. Their attitude is that anyone who does not agree with them is either a fool or a knave and they seek to ram their beliefs down other people’s throat. The case for Christianity must be presented with winsomeness and with love, and with that wise tolerance which realizes that it is not given to any man to possess the whole truth. ‘There are as many ways to the stars as there are men to climb them.’ Men may be wooed into the Christian faith when they cannot be bullied into it” (=Pembelaannya harus diberikan dengan kelembutan. Ada orang-orang yang menyatakan kepercayaan mereka dengan suatu jenis kesenangan berkelahi yang sombong. Sikap mereka adalah bahwa setiap orang yang tidak setuju dengan mereka adalah orang tolol atau orang rendahan, dan mereka berusaha untuk mencekokkan kepercayaan mereka kepada orang-orang lain. Kasus dari kekristenan harus disajikan dengan cara yang menarik dan dengan kasih, dan dengan toleransi yang bijaksana, yang menyadari bahwa tidak ada orang yang memiliki seluruh kebenaran. ‘Ada sama banyaknya jalan menuju bintang-bintang dengan banyaknya orang-orang yang menaikinya’. Manusia bisa dibujuk ke dalam iman Kristen pada waktu mereka tidak bisa digertak ke dalamnya) - hal 231.
Catatan: menurut saya, kata-kata William Barclay ini berbau Liberalisme, yang selalu mempunyai ‘toleransi yang bijaksana’ seperti itu. Dengan kedok bahwa tidak ada orang yang mengetahui seluruh kebenaran, sebetulnya mereka tidak mempunyai keyakinan terhadap apa yang mereka percayai. Memang tidak ada orang yang mengetahui seluruh kebenaran, tetapi kalau kebenaran itu berupa keilahian Kristus, atau bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan ke surga, atau bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan, maka itu merupakan suatu kebenaran yang pasti benar, dan dalam hal ini, siapapun menolak kebenaran itu harus kita anggap sebagai orang bodoh / sesat!
Satu hal yang agak mengherankan saya pada waktu mempelajari bagian ini adalah: kata ‘lemah lembut’ di sini diterjemahkan dari kata Yunani PRAUTETOS. Kata ‘kelemah-lembutan’ dalam Galatia 5:23 (buah Roh) diterjemahkan dari kata Yunani PRAUTES. Sedangkan kata ‘lemah lembut’ dalam Matius 5:5 berasal dari kata Yunani PRAEIS. Semuanya jelas berasal dari kata dasar yang sama yaitu PRAUS, dan tentang kata ini Barclay menjelaskan sebagai berikut:
a) Ia mengatakan bahwa Aristotle sering mendefinisikan suatu sifat di antara dua sifat yang extrim. Misalnya: murah hati terletak diantara pelit / kikir dan boros.
PRAUS terletak diantara ‘marah yang berlebih-lebihan’ dan ‘tidak pernah marah’. Jadi, orang yang PRAUS bukannya tidak pernah marah, juga bukannya marah yang berlebihan, tetapi selalu marah pada saat yang tepat.
b) Kata PRAUS juga digunakan terhadap binatang yang sudah dijinakkan / dikuasai sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik / majikannya. Jadi dalam arti yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.
c) Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS mengandung arti ‘rendah hati’.
Kelihatannya dari 3 arti ini, arti ketigalah yang harus ditekankan dalam 1 Petrus 3:15b ini. Dalam suatu kamus Yunani dikatakan bahwa selain ‘gentleness’ (=kelembutan), kata ini memang bisa diartikan ‘humility’ (=kerendahan hati).
‘Lemah lembut’ bukan berarti lemah gemulai seperti putri Solo, juga bukan suatu sikap yang lemah / tidak tegas. Tidak berarti bahwa kita harus menggunakan kata-kata ‘itu kurang tepat’ dan yang sejenisnya! Kita harus tetap mempunyai ketegasan dengan menggunakan kata-kata ‘itu sesat!’, atau setidaknya ‘itu salah!’, sekalipun diucapkan dengan lembut / tidak kasar.
Bandingkan dengan Galatia 1:6-9 dan Matius 23:13-36. Jelas bahwa baik Paulus maupun Yesus sendiri tidak bisa dikatakan mengucapkan kata-kata yang ‘lemah lembut’ dalam arti seperti kita menggunakan istilah itu. Karena itu, jangan menafsirkan kata-kata ‘lemah lembut’ itu sehingga bertentangan dengan kedua text ini, dan juga text-text lain yang menunjukkan bahwa Yesus, rasul-rasul dan nabi-nabi selalu mempunyai sikap yang keras terhadap nabi-nabi palsu.
Juga, menurut saya, kita harus mempertimbangkan 2 kasus yang berbeda. Kalau kita menghadapi seorang individu yang mempunyai pandangan sesat / salah, maka tentu kita harus menggunakan cara yang halus (tetapi tetap tegas) lebih dulu. Tetapi kalau kita membahas tentang seorang pendeta populer yang memberitakan ajaran sesat, atau kalau kita membahas tentang suatu ajaran sesat, seperti Saksi Yehuwa, kita harus menggunakan serangan yang keras. Mengapa? Karena dalam kasus kedua ini, ada 2 kelompok orang yang terlibat, yaitu kelompok dari orang-orang sesat / penyesat, dan kelompok dari orang-orang yang berpotensi untuk disesatkan. Demi kelompok kedua ini, kita harus menyatakan kesalahan / kesesatan itu dengan cukup keras.
Illustrasi: Bagaimana saudara akan mengatakan kepada anak saudara, kalau sebuah warung di dekat rumah saudara menjual makanan beracun? Apakah dengan mengatakan bahwa makanan yang dijual warung itu ‘kurang enak’, ‘tidak terlalu baik untuk kesehatan’, dsb.? Atau dengan mengatakan secara tegas dan keras bahwa makanan warung itu beracun dan akan mematikan bila dimakan?
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America