LUKAS 7:11-17 (YESUS MEMBANGKITKAN ANAK MUDA DARI SEORANG JANDA DI NAIN)
Pdt. Budi Asali, M. Div.
LUKAS 7:11-17 (YESUS MEMBANGKITKAN ANAK MUDA DARI SEORANG JANDA DI NAIN). Lukas 7:11-17 - “(11) Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-muridNya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertaiNya berbondong-bondong. (12) Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. (13) Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: ‘Jangan menangis!’ (14) Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: ‘Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!’ (15) Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. (16) Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‘Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,’ dan ‘Allah telah melawat umatNya.’ (17) Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.”.
Kalau dalam text sebelum ini Yesus menyembuhkan hamba perwira yang hampir mati, maka dalam text ini Yesus membangkitkan anak janda yang sudah mati.
I) Yesus bertemu dengan janda yang kematian anak tunggalnya.
1) Saat terjadinya peristiwa ini.
Lukas 7: 11: “Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain.”.
KJV: ‘And it came to pass the day after’ (= Dan terjadilah pada hari setelahnya).
RSV/NIV: ‘Soon afterward’ (= Segera setelahnya).
NASB: ‘And it came about soon afterward’ (= Dan terjadilah segera setelahnya).
Catatan: KJV mengambil dari manuscripts yang berbeda. Mungkin yang lebih benar adalah RSV/NIV/NASB yang hanya mengatakan ‘segera setelahnya’. Jadi peristiwa ini terjadi segera setelah penyembuhan hamba perwira dalam kontext sebelumnya yaitu Lukas 7:1-10.
2) Ini merupakan peristiwa sejarah, yang sungguh-sungguh terjadi.
a) Calvin mengatakan bahwa nama kota Nain disebutkan (Lukas 7: 11) untuk menunjukkan bahwa ini adalah cerita sejarah.
b) Ada banyak saksi dalam peristiwa pembangkitan anak janda di Nain ini.
Lukas 7: 11-12 - “(11) Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-muridNya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertaiNya berbondong-bondong. (12) Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu.”.
Dalam Lukas 7: 11 disebutkan orang banyak yang berbondong-bondong menyertai Yesus, dan dalam Lukas 7: 12 disebutkan banyak orang dari kota menyertai janda itu. Jadi ada banyak saksi dalam peristiwa kebangkitan anak janda di Nain ini.
Hal lain lagi yang harus diperhatikan adalah bahwa hal itu terjadi di dekat pintu gerbang kota (Lukas 7: 12 awal). Kita tahu bahwa pada jaman itu sering dilakukan pertemuan di pintu gerbang kota (Kej 23:10 34:10 Ulangan 17:5 22:24 25:7 Yos 20:4 Rut 4:1,11). Jadi ini adalah tempat yang biasanya ada banyak orang.
3) Yesus pergi ke kota Nain (Lukas 7: 11).
C. H. Spurgeon: “Our Saviour was journeying, and he works miracles while on the road: ... When Baal is on a journey, or sleepeth, his deluded worshippers cannot hope for his help; but when Jesus journeys or sleeps, a word will find him ready to conquer death, or quell the tempest” (= Juruselamat kita sedang bepergian / mengadakan perjalanan, dan Ia mengerjakan mujijat dalam perjalanan: ... Pada waktu Baal sedang bepergian / dalam perjalanan, atau tidur, para penyembahnya yang tertipu tidak bisa mengharapkan pertolongannya; tetapi pada waktu Yesus bepergian / mengadakan perjalanan atau tidur, dengan satu kata Ia siap untuk mengalahkan kematian, atau menenangkan badai) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 4, hal 49,50.
Catatan: bandingkan dengan:
a) 1Raja 18:26-29 - “(26) Mereka mengambil lembu yang diberikan kepada mereka, mengolahnya dan memanggil nama Baal dari pagi sampai tengah hari, katanya: ‘Ya Baal, jawablah kami!’ Tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab. Sementara itu mereka berjingkat-jingkat di sekeliling mezbah yang dibuat mereka itu. (27) Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya: ‘Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga.’ (28) Maka mereka memanggil lebih keras serta menoreh-noreh dirinya dengan pedang dan tombak, seperti kebiasaan mereka, sehingga darah bercucuran dari tubuh mereka. (29) Sesudah lewat tengah hari, mereka kerasukan sampai waktu mempersembahkan korban petang, tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab, tidak ada tanda perhatian.”.
b) Matius 8:23-27 - “(23) Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-muridNyapun mengikutiNya. (24) Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur. (25) Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya: ‘Tuhan, tolonglah, kita binasa.’ (26) Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?’ Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. (27) Dan heranlah orang-orang itu, katanya: ‘Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepadaNya?’”.
4) Pertemuan Yesus dengan iring-iringan orang mati ini bukanlah suatu kebetulan. Baik Spurgeon maupun Hendriksen mengatakan bahwa pertemuan ini bukanlah suatu kebetulan, tetapi telah ditetapkan dan diatur oleh Allah.
C. H. Spurgeon: “It was incidentally, some would say accidentally, that he met the funeral procession; ... Carefully note the ‘coincidences,’ as sceptics call them, but as we call them ‘providences of Scripture.’ ... How came it that the young man died just then? How came it that this exact hour was selected for his burial? ... Why did the Saviour that day arrange to travel five-and-twenty miles, so as to arrive at Nain in the evening? How came it to pass that he happened just then to be coming from a quarter which naturally led him to enter at that particular gate from which the dead would be borne? ... He meets the dead man before the place of sepulture is reached. A little later and he would have been buried; a little earlier and he would have been at home lying in the darkened room, and no one might have called the Lord’s attention to him. The Lord knows how to arrange all things; his forecasts are true to the tick of the clock” (= Itu merupakan sesuatu yang bersifat insidentil, sebagian orang mengatakan kebetulan, bahwa Ia bertemu dengan iring-iringan penguburan itu; ... Perhatikan dengan seksama ‘kebetulan-kebetulan’ ini, sebagaimana orang-orang skeptik menyebutnya, tetapi kami menyebutnya ‘providensia Kitab Suci’. ... Bagaimana anak muda itu bisa mati pada saat itu? Bagaimana saat itu bisa dipilih untuk penguburannya? ... Mengapa sang Juruselamat mengadakan perjalanan 25 mil pada hari itu, supaya tiba di Nain pada sore hari? Bagaimana bisa terjadi bahwa Ia ‘kebetulan’ masuk ke kota dari sudut yang akan membawaNya untuk masuk dari pintu gerbang dari mana orang mati itu akan diusung? ... Ia bertemu dengan orang mati itu sebelum iring-iringan orang mati itu sampai ke kuburan. Sedikit lebih lambat, maka orang mati itu sudah dikuburkan; sedikit lebih awal dan orang mati itu masih ada di rumah, terbaring di ruangan yang gelap, dan tidak seorangpun akan meminta Tuhan memperhatikannya. Tuhan tahu bagaimana mengatur segala sesuatu; rencanaNya benar sampai pada detiknya) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 4, hal 49,55.
Catatan: jarak dari Kapernaum (Lukas 7:1) ke Nain (Lukas 7:11) memang kira-kira 25 mil (Barclay mengatakan bahwa jarak Kapernaum - Nain hanya sehari perjalanan). Tetapi ingat bahwa hanya KJV yang mengatakan bahwa peristiwa di Nain terjadi pada hari berikutnya. RSV/NIV/NASB hanya mengatakan ‘soon afterward(s)’ (= segera setelah itu).
Hendriksen mengatakan (hal 382-383): tidak boleh ada penguburan dalam kota Yahudi (tetapi menurut Clarke keluarga Daud diperkecualikan, dan Barnes menambahi dengan orang yang sangat terhormat seperti Samuel - 1Sam 28:3), dan karena itu anak janda itu diusung ke luar kota. Persis pada saat iring-iringan itu keluar kota, Yesus dan rombonganNya masuk ke kota. Hendriksen lalu menanyakan: apakah pertemuan ini sekedar merupakan kebetulan, atau ini diatur oleh tangan Allah? Ia lalu mengatakan bahwa Kitab Suci penuh dengan hal-hal yang kelihatannya merupakan kebetulan, seperti:
a) Pada waktu Abraham membutuhkan korban untuk menggantikan Ishak, di situ ada domba yang tanduknya menyangkut di semak-semak (Kejadian 22:13).
b) Pada waktu hamba Abraham mencarikan Ishak seorang istri, ia berdoa, dan sebelum ia selesai berdoa, di situ muncul Ribka (Kejadian 24:15).
c) Gideon menyelinap ke perkemahan Midian, dan persis pada saat itu ada seorang Midian yang menceritakan mimpinya kepada temannya, dan temannya menafsirkan mimpi itu, sehingga menguatkan iman Gideon (Hak 7:13-15).
d) Rut memungut jelai, dan ‘kebetulan ia berada di tanah milik Boas’ (Rut 2:3), yang akhirnya menjadi suaminya.
e) Waktu Yeremia dimasukkan ke dalam sumur yang berlumpur, seorang Etiopia mendengar hal itu dan menolongnya (Yer 38:7-13).
f) Pada waktu orang-orang Yahudi mengadakan komplotan gelap untuk membunuh Paulus, maka kemenakan Paulus mendengar tentang hal itu dan memberitahukannya kepada Paulus, sehingga Paulus selamat (Kis 23:12-22).
William Hendriksen: “Are these strange concurrences actually ‘mere coincidences’? From a human point of view they are, for man did not so plan them. And even Scripture at times uses phraseology that is thoroughly human; for example, ‘By chance a priest was going by that road’ (Luke 10:31). Nevertheless, from the divine point of view all these remarkable coincidences must be regarded as having been included in God’s plan, and in such a manner that man’s responsibility is never canceled. The fact that these coincidences were indeed included in God’s eternal, wise, all-comprehensive, immutable, efficacious plan is clearly taught in Scripture (Ps. 31:15; 33:11; 39:4,5; 119:89-91; Prov. 16:4,33; 19:21; Dan. 4:34,35; Luke 22:22; Acts 2:23; 4:27,28; 17:26; Rom. 8:28; Eph. 1:4,11). What a comfort!” [= Apakah kejadian-kejadian aneh yang bertepatan waktunya ini sekedar merupakan kebetulan-kebetulan? Dari sudut pandang manusia memang demikian, karena manusia tidak merencanakannya seperti itu. Dan bahkan Kitab Suci kadang-kadang menggunakan ungkapan yang sepenuhnya bersifat manusia; sebagai contoh, ‘Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu’ (Luk 10:31). Sekalipun demikian, dari sudut pandang ilahi semua kebetulan-kebetulan yang luar biasa ini harus dianggap sebagai telah tercakup dalam rencana Allah, dan dengan cara sedemikian rupa sehingga tanggung jawab manusia tidak pernah disingkirkan. Fakta bahwa kebetulan-kebetulan ini memang tercakup dalam rencana Allah yang kekal, bijaksana, mencakup segala sesuatu, tak bisa berubah, dan pasti terjadi ini, jelas diajarkan dalam Kitab Suci (Mazmur 31:16; 33:11; 39:5-6; 119:89-91; Amsal 16:4,33; 19:21; Dan 4:34,35; Lukas 22:22; Kis 2:23; 4:27,28; 17:26; Roma 8:28; Efesus 1:4,11). Alangkah menghiburnya hal ini!] - hal 383-384.
II) Sikap dan tindakan Yesus.
1) Yesus tergerak oleh belas kasihan.
Lukas 7: 13: “Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: ‘Jangan menangis!’”.
Yesus tergerak oleh belas kasihan karena yang kematian adalah seorang janda, dan anak yang mati itu merupakan anak tunggal dari janda itu.
Pulpit Commentary: “In this instance, as in so many others, our Lord’s miracles were worked, not from a distinct purpose to offer credentials of his mission, but proceeded rather from his intense compassion with and his Divine pity for human sufferings” (= Dalam kejadian ini, seperti dalam banyak kejadian lainnya, mujijat Tuhan kita dilakukan, bukan dengan tujuan untuk memberikan ‘surat bukti’ tentang missiNya, tetapi keluar dari belas kasihanNya yang kuat dan belas kasihan IlahiNya untuk penderitaan manusia) - hal 171.
A. T. Robertson: “Often love and pity are mentioned as the motives for Christ’s miracles (Matt. 14:14; 15:32, etc.)” [= Seringkali kasih dan belas kasihan disebutkan sebagai motivasi dari mujijat Kristus (Matius 14:14; 15:32, dsb)] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 2, hal 101.
Pulpit Commentary: “At Nain the compassion of Christ fulfilled itself by sparing an only son. The great love wherewith God has loved us has fulfilled itself by not sparing the only begotten Son. The compassion of Christ, as he approached the gate of the city, gave one son back to a mother. God’s great love has, through the sacrifice of the cross, brought back many sons to the outstretched arms of a waiting Father. It is our faith in this infinite compassion that is the source of all hopes for men” (= Di Nain belas kasihan Kristus menggenapi dirinya sendiri dengan menyelamatkan seorang anak tunggal. Kasih yang besar dengan mana Allah telah mengasihi kita telah menggenapi dirinya sendiri dengan tidak menahan Anak TunggalNya. Belas kasihan Kristus, pada waktu Ia mendekati pintu gerbang kota, memberikan kembali seorang anak kepada ibunya. Kasih yang besar dari Allah, melalui pengorbanan pada salib, membawa kembali banyak anak kepada tangan yang terbuka dari Bapa yang menunggu. Adalah iman kita pada belas kasihan yang tidak terbatas ini yang merupakan sumber dari segala pengharapan untuk manusia) - hal 181.
2) Yesus berkata kepada janda itu: ‘Jangan menangis!’ (Lukas 7: 13b).
Hati-hati pada waktu menafsirkan bagian ini. Jangan menggunakannya untuk melarang orang menangis pada saat kematian orang yang dicintai, karena Yesus mengatakan ini bukan sebagai larangan menangis pada waktu kematian orang yang dicintai, tetapi karena Ia akan membangkitkan anak yang mati itu. Yesus sendiri menangis pada kematian Lazarus (Yohanes 11:35).
3) Yesus menghentikan iring-iringan itu dengan menyentuh usungannya.
a) Yang disentuh oleh Yesus bukanlah peti mati, tetapi usungan.
Calvin: “By touching the coffin he intended perhaps to show, that he would by no means shrink from death and the grave, in order to obtain life for us. He not only deigns to touch us with his hand, in order to quicken us when we are dead, but, in order that he might raise us to heaven, himself descends into the grave” (= Dengan menyentuh peti mati mungkin Ia bermaksud untuk menunjukkan bahwa Ia sama sekali tidak menghindari kematian dan kubur, supaya bisa mendapatkan kehidupan untuk kita. Ia bukan hanya berkenan untuk menyentuh kita dengan tanganNya, untuk menghidupkan kita pada saat kita mati, tetapi, supaya Ia bisa mengangkat kita ke surga, Ia sendiri turun ke dalam kubur) - hal 386.
Ada 2 hal yang perlu dipersoalkan dari kata-kata Calvin ini:
1. Orang Yahudi kalau menguburkan tidak pakai peti mati! Yang disentuh oleh Yesus bukan peti mati tetapi usungannya.
Baik NIV maupun NASB menggunakan kata ‘coffin’ (= peti mati), tetapi ini salah. RSV dan KJV menterjemahkan ‘bier’ (= usungan).
2. Berbeda dengan Calvin yang mengatakan bahwa Yesus menyentuh untuk menunjukkan bahwa Ia tidak menghindari kematian dan kubur, A. T. Robertson (hal 102) mengatakan bahwa Yesus menyentuh usungan sekedar untuk menghentikannya.
b) Yesus tidak takut menjadi najis karena penyentuhan itu.
Pulpit Commentary: “It was pollution for the living to touch the bier on which a corpse was lying”(= Merupakan suatu polusi bagi orang hidup untuk menyentuh usungan di atas mana ada mayat yang berbaring) - hal 171.
Mungkin ini hanya tradisi saja, karena hukum Taurat hanya menganggap najis kalau seseorang kena mayat atau tulang atau kubur (Im 21:11 Bil 5:2 6:6,11 9:6,7,10 19:11,13,16,18), tetapi tidak kalau kena usungannya. Tetapi pada waktu Yesus membangkitkan anak Yairus, ia memegang tangan anak itu (Lukas 8:54). Bukannya Yesus yang menjadi najis, tetapi sebaliknya anak itu yang menjadi hidup.
4) Yesus membangkitkan anak muda itu.
a) Yesus tidak menunggu sampai ada yang memintaNya untuk menolong, tetapi Ia mengantisipasi semua doa dan membangkitkan anak itu, yang sama sekali tidak mengharapkan terjadinya peristiwa seperti itu.
b) Penafsiran-penafsiran yang salah tentang bagian ini:
1. Diartikan sebagai simbol atau dirohanikan.
Anak muda yang mati ini sebagai simbol dari orang yang mati secara rohani, dan pembangkitannya sebagai simbol dari pembangkitan secara rohani.
Calvin: “this young man, whom Christ raised from the dead, is an emblem of the spiritual life which he restores to us. ... We have a striking emblem of his freely bestowed compassion in raising us from death to life” (= anak muda ini, yang dibangkitkan oleh Kristus dari antara orang mati, merupakan simbol dari kehidupan rohani yang Ia kembalikan kepada kita. ... Kita mempunyai simbol yang menyolok dari pemberian belas kasihan secara cuma-cuma dalam membangkitkan kita dari kematian kepada kehidupan) - hal 385,386.
Dan tentang Lukas 7: 14 Calvin memberi komentar: “We have here, in the first place, a striking emblem of the future resurrection, as Ezekiel is commanded to say, O ye dry bones, hear the word of the Lord, (37:4.) Secondly, we are taught in what manner Christ quickens us spiritually by faith. It is when he infuses into his word a secret power, so that it enters into dead souls, as he himself declares, The hour cometh, when the dead shall hear the voice of the Son of God, and they who hear shall live, (John 5:25.)” [= Di sini kita mendapatkan, pertama, suatu simbol yang menyolok dari kebangkitan yang akan datang, seperti Yehezkiel diperintahkan untuk mengatakan: ‘Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN’ (Yehezkiel 37:4). Kedua, kita diajar dengan cara apa Kristus menghidupkan kita secara rohani oleh iman. Itu terjadi pada waktu Ia memberikan kepada firmanNya kuasa yang rahasia, sehingga itu masuk ke dalam jiwa yang mati, seperti Ia sendiri nyatakan: ‘Saatnya akan tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya akan hidup’ (Yohanes 5:25)] - hal 386.
Catatan: mungkin Calvin mendapatkan penafsiran yang bersifat merohanikan ini dari Agustinus, karena Pulpit Commentary mengatakan (hal 171) bahwa Agustinus mengatakan bahwa semua pekerjaan belas kasihan Tuhan terhadap tubuh mempunyai hubungan rohani dengan jiwa. Dan tentang peristiwa kebangkitan ini Agustinus juga memberikan penafsiran yang merohanikan.
Pulpit Commentary mengutip Agustinus: “as illustrations of Christ’s Divine power and love in raising the soul, dead in trespasses and sins, from every kind of spiritual death, whether the soul be dead, but not yet carried out, like the daughter of Jairus; or dead and carried out, but not buried, like the widow’s son; or dead, carried, and buried, like Lazarus. He who raised himself from the dead can raise all from the dead of sin” (= sebagai ilustrasi tentang kuasa ilahi dan kasih Kristus dalam membangkitkan jiwa, yang mati dalam pelanggaran dan dosa, dari setiap jenis kematian rohani, apakah jiwa itu mati tetapi belum dibawa keluar, seperti anak Yairus; atau mati dan dibawa keluar tetapi belum dikubur, seperti anak janda ini; atau mati, dibawa keluar dan sudah dikubur, seperti Lazarus. Ia yang membangkitkan diriNya sendiri dari antara orang mati, bisa membangkitkan semua orang dari kematian dosa) - hal 171.
Catatan: saya tidak menerima penafsiran yang merohanikan ini, tetapi saya menganggap bahwa perbandingan yang dilakukan oleh Agustinus tentang 3 kematian itu betul-betul luar biasa: Anak Yairus dibangkitkan dari ranjang, anak janda di Nain dari usungan, Lazarus dari kubur.
C. H. Spurgeon: “All our Lord’s miracles were intended to be parables: ... We see here how Jesus can deal with spiritual death” (= Semua mujijat-mujijat Tuhan kita dimaksudkan sebagai perumpamaan-perumpamaan: ... Di sini kita melihat bagaimana Yesus bisa menangani kematian rohani) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 4, hal 50.
Saya tidak setuju dengan penyimbolan / pengalegorian / perohanian seperti ini! Cerita sejarah tidak boleh dialegorikan / dianggap sebagai simbol!
2. Dianggap sebagai TYPE.
Pulpit Commentary: “The death to which this man succumbed was the type of the spiritual death which is the sad consequence of sin” (= Kematian kepada apa orang ini menyerah / tunduk merupakan type dari kematian rohani yang merupakan konsekwensi yang menyedihkan dari dosa) - hal 187.
Keberatan: TYPE selalu menunjuk ke depan, tidak pernah menunjuk ke belakang, padahal kematian rohani sudah terjadi sejak jaman Adam!
3. Tafsiran sesat William Barclay.
William Barclay: “It may well be that here we have a miracle of diagnosis; that Jesus with those keen eyes of his saw that the lad was in a cataleptic trance and saved him from being buried alive, as so many were in Palestine. It does not matter; the fact remains that Jesus claimed for life a lad who had been marked for death” (= Mungkin di sini kita mendapatkan mujijat diagnosis; dimana Yesus dengan mataNya yang tajam melihat bahwa anak muda ini ada dalam suatu trance yang bersifat cataleptic dan menyelamatkannya dari dikubur hidup-hidup, seperti yang terjadi dengan banyak orang di Palestina. Tidak jadi soal; faktanya tetap bahwa Yesus mengclaim kehidupan seorang anak muda yang telah ditandai untuk kematian) - hal 88.
Catatan: catalepsy merupakan suatu keadaan dimana kesadaran dan perasaan hilang secara tiba-tiba dan untuk sementara, dan otot-otot menjadi kejang. Ini bisa terjadi dalam epilepsi, schizophrenia, dsb - Webster’s New World Dictionary.
Penafsiran Barclay ini jelas sesat! Perlu dingat bahwa Lukas, yang menceritakan peristiwa ini adalah seorang tabib, sehingga mustahil ia tidak bisa membedakan orang mati dan orang hidup. Dan lebih lagi, alkitab memang mengatakan bahwa anak itu SUDAH mati (Lukas 7: 12)! Dan seandainya anak itu hanya pingsan / koma, Yesus akan berkata ‘sembuhlah’, bukan ‘bangkitlah’ (Lukas 7: 14)!
5) Setelah anak itu bangkit, Yesus menyerahkan anak itu kembali kepada ibunya.
Lukas 7: 15: “Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya.”.
Hendriksen membandingkan 5 peristiwa kebangkitan, yaitu 2 dalam Perjanjian Lama (oleh Elia dan Elisa), dan 3 dalam Perjanjian Baru (oleh Yesus), dan ia mengatakan bahwa ada persamaan di antara 5 peristiwa kebangkitan ini.
William Hendriksen: “In every case the bringing back to life of the individual is associated with the restoration of family ties. In the old dispensation the children who were raised from the dead are given back to their mothers. In the new, the command to give the ruler’s daughter something to eat was probably directed to her parents; Lazarus is restored to loving fellowship with his sisters (cf. John 11:1 with 12:1,2); and in our present account we read the beautiful words, ‘And Jesus gave him back to his mother’ (Luke 7:15). With this compare the almost exactly similar words of 1Kings 17:23; and see also 2Kings 4:36. In other words, God loves the family. ... He wants the family to be a close-knit unit” [= Dalam setiap peristiwa kebangkitan orangnya dihubungkan dengan pengembalian / pemulihan hubungan keluarga. Dalam Perjanjian Lama anak-anak yang dibangkitkan dari antara orang mati dikembalikan kepada ibu mereka. Dalam Perjanjian Baru, Yesus memerintahkan untuk memberi makan kepada anak dari kepala rumah ibadat, dan perintah itu mungkin diberikan kepada orang tua anak itu; Lazarus dikembalikan kepada persekutuan yang penuh kasih dengan saudara-saudara perempuannya (bdk. Yohanes 11:1 dengan 12:1,2); dan dalam cerita saat ini kita membaca kata-kata yang indah: ‘Dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya’ (Lukas 7:15). Bandingkan dengan ini kata-kata yang hampir persis sama dari 1Raja 17:23 dan 2Raja 4:36. Dengan kata lain, Allah mengasihi keluarga. ... Ia menghendaki keluarga sebagai kesatuan yang berhubungan erat] - hal 386,387.
III) Reaksi orang banyak.
Lukas 7: 16-17: “(16) Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‘Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,’ dan ‘Allah telah melawat umatNya.’ (17) Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.”.
Orang banyak menjadi takut. Ini adalah rasa takut yang baik karena disebabkan karena mereka merasakan kehadiran Allah. Tetapi apa yang mereka katakan tentang Yesus, dimana mereka hanya menganggapnya sebagai nabi besar, masih sangat kurang, karena Yesus bukan sekedar merupakan seorang nabi tetapi juga adalah Allah sendiri.
Perlu diketahui bahwa sekalipun ada nabi-nabi (Elia dan Elisa) dan rasul-rasul (Petrus dan Paulus) yang juga membangkitkan orang mati, tetapi kalau mau dibandingkan maka jelas terlihat bahwa Yesus membangkitkan dengan lebih mudah (Pulpit Commentary, hal 171). Semua orang-orang lain itu membangkitkan boleh dikatakan ‘dengan susah payah’, tetapi Yesus membangkitkan dengan begitu mudah.
Bdk. 1Raja 17:19-23 2Raja 4:28-36 Kis 9:40 Kisah Para Rasul 20:9-12. Dari ke 4 peristiwa ini, mungkin Kis 9:40 tidak terlalu terlihat susah payahnya, tetapi tetap di sana Petrus berdoa, dan baru bisa membangkitkan. Tetapi Yesus langsung memerintahkan, dan anak muda ini bangkit. Karena itu, jelas bahwa pembangkitan yang Yesus lakukan ini sebetulnya bukan sekedar membuktikan bahwa Ia adalah seorang nabi besar, tetapi bahwa Ia adalah Allah / Tuhan sendiri.
Lukas sendiri secara explicit menyebut Yesus sebagai Tuhan dalam cerita ini. Lukas 7: 13: ‘Dan ketika Tuhan melihat janda itu’. Merupakan sesuatu yang jarang terjadi dalam kitab-kitab Injil dimana Yesus disebut dengan istilah ‘Tuhan’ tanpa tambahan apa-apa.
Pulpit Commentary: “At the period when St. Luke wrote, not earlier than A. D. 60, this title had probably become the usual term by which the Redeemer was known among his own” (= Pada masa dimana Lukas menulis, tidak lebih awal dari 60 M., gelar ini mungkin telah menjadi istilah yang biasa / umum dengan mana sang Juruselamat dikenal di antara orang-orang milikNya) - hal 171.
A. T. Robertson: “The Lord of Life confronts death (Plummer) and Luke may use KURIOS here purposely” [= Tuhan dari kehidupan berhadapan dengan kematian (Plummer) dan mungkin Lukas secara sengaja menggunakan KURIOS di sini] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 2, hal 101.
Hendriksen (hal 384-385) mengatakan bahwa Lukas jelas mengakui Yesus sebagai Tuhan, dan ini terlihat dari ayat-ayat sebelum ini seperti Lukas 5:8,12; Lukas 7:6. Tetapi di sana Lukas hanya menceritakan bahwa orang-orang lain menyebut Yesus sebagai Tuhan. Dalam Lukas 6:46 Lukas mengutip Yesus, yang juga mengutip orang-orang lain yang menyebutNya ‘Tuhan, Tuhan’. Dan dalam Lukas 6:5 Yesus disebut ‘Tuhan atas hari Sabat’, tetapi ini adalah kata-kata Yesus sendiri. Dalam Lukas 7:13 ini untuk pertama kalinya Lukas sendiri menggunakan istilah ‘Tuhan’ untuk Yesus. Ia juga melakukannya lagi dalam Lukas 7:19 10:1,39,41, dan sebagainya.
William Hendriksen: “In all probability there was a special reason why Luke, in this particular context, called Jesus ‘Lord,’ namely, that in the present instance the Savior revealed himself as Lord and Master even over death!” (= Sangat mungkin bahwa di sana ada alasan khusus mengapa Lukas, dalam kontext ini, menyebut Yesus ‘Tuhan’, yaitu, bahwa dalam kejadian ini sang Juruselamat menyatakan diriNya sendiri sebagai Tuhan dan Tuan bahkan atas kematian!)- hal 385.
Kesimpulan:
Yesus adalah Tuhan / Allah sendiri. Apakah saudara mempercayai hal itu? Kalau ya, apakah saudara mewujudkan iman saudara itu dalam kehidupan saudara, dengan mencari Dia, mempelajari firmanNya, mengasihiNya, mentaatiNya, melayaniNya, menyembahNya dan memujiNya? Tuhan memberkati saudara.
-AMIN-