DISELAMATKAN: INJIL, ANUGERAH DAN KRISTUS SUMBER HIKMAT
Pdt.Samuel T Gunawan, M.Th.
DISELAMATKAN: INJIL, ANUGERAH DAN KRISTUS SUMBER HIKMAT. “(1 Korintus 1:26) Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. (1:27) Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, (1:28) dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, (1:29) supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah. (1:30) Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. (1:31) Karena itu seperti ada tertulis: “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” (1 Korintus 1:26-31).
SEKILAS TENTANG JEMAAT KORINTUS
Rasul Paulus bersama dengan Priskila dan Akwila (1 Korintus 16:19) dan rombongan rasulinya sendiri (Kisah Para Rasul 18:5) mendirikan jemaat Korintus itu selama delapan belas bulan pelayanannya di Korintus pada masa perjalanan misinya yang kedua (Kisah Para Rasul 18:1-17).
Jemaat di Korintus terdiri dari beberapa orang Yahudi tetapi kebanyakan adalah orang bukan Yahudi yang dahulu menyembah berhala. Setelah Paulus meninggalkan Korintus, berbagai macam masalah timbul dalam gereja yang masih muda itu, yang memerlukan wewenang dan pengajaran rasulinya melalui surat-menyurat dan kunjungan pribadi. Surat 1 Korintus ditulis selama tiga tahun pelayanannya di Efesus (Kisah Para Rasul 0:31) pada waktu perjalanan misinya yang ketiga (Kisah Para Rasul 18:23--21:16).
Berita mengenai masalah-masalah jemaat di Korintus terdengar oleh Paulus di Efesus pertama-tama dari orang-orangnya Chloe (1 Korintus 1:11), kemudian dari utusan jemaat Korintus yaitu Stefanus, Fortunatus, dan Akhaikus (1 Korintus 16:17) yang menyampaikan sepucuk surat kepada Paulus berisi permohonan agar Paulus memberikan petunjuknya atas berbagai persoalan di Korintus (1 Korintus 7:1; Bandingkan 1 Korintus 8:1; 12:1; 16:1). Sebagai tanggapan atas berita dan surat yang diterimanya dari Korintus inilah yang mendorong rusul Paulus menulis surat ini.
PERPECAHAN DAN PERSELISIHAN
Perlu diketahui bahwa saat rasul Paulus menulis surat ini, seiring berjalannya waktu jemaat di Korintus telah menjadi kaya secara materi, cerdas secara intelektual dan sangat kharismatik di dalam pelayanan, namun mereka telah bergeser dari Injil dan menjadi sangat duniawi. Dengan apa yang mereka miliki sekarang, mereka menjadi angkuh secara intelek, bejat secara moral (adanya incest, percabulan dan hawa nafsu), dan tidak dewasa secara spiritual.
Karena itu rasul Paulus menasehati mereka dalam 1 Korintus 1:11, secara positif agar mereka “to auto legete (seia sekata)”, dimana NIV menerjemahkan dengan “agree with one another (sepakat satu dengan yang lain)”. Namun terjemahan yang lebih tepat adalah “terus menerus mengatakan hal yang sama”, karena frase “to auto legete” ditulis dalam bentuk kalimat present aktif. Selanjutnya, rasul Paulus juga menasehati agar jangan ada “schisma (perpecahan)” di antara mereka, satu sama lain. Mengapa ? Karena memang di Korintus sudah terjadi perpecahan antara kelompok (1 Korintus 1:12).
Bentuk jamak “Schismata (perpecahan-perpecahan” menunjukkan berbagai perpepecahan yang telah terjadi dalam jemaat Korintus. Adanya perpecahan dalam jemaat di Korintus ini di jelaskan rasul Paulus dengan kata Yunani “eris (perselisihan)”. Kata “eris” ini hanya muncul dalam tulisan rasul Paulus, terutama dalam daftar negatif yang harus dihindari (dibuang) oleh orang percaya ( Galatia 5:20; Roma 1:19; 13:13; Filipi 1:15; 1 Timotius 6:4; Titus 3:9).
Dengan demikian “schisma (perpecahan)” yang terjadi dalam jemat di Korintus berbentuk “eris (perselisihan).” Meskipun perpecahan utama jemaat di Korintus adalah soal favoritisme kepemimpinan, yaitu ada orang-orang yang mengelompokkan diri ke dalam golongan Kefas, polos, Paulus, dan golongan Kristus (1 Korintus 1:12), namun bentuk jamak dari kata Yunani “eridas (perselisihan-perselisihan)” menyiratkan keberagaman konflik yang telah terjadi, antara lain : soal legalitas (6:1-11), soal pengetahuan (8:1-13), persoalan gender (11:1-16), soal status sosial ekonomi (11:17-34), dan soal karunia rohani (pasal 12-14).
Selanjutnya, rasul Paulus menasehati supaya orang-orang percaya di Korintus “katertismenoi (disatukan) dalam nous (pikiran) dan gnome (pendapat) yang sama. Intinya ialah agar jemaat di Korintus harus menunjukkan kesatuan baik dalam cara berpikir (nous) maupun isi pikiran (gnome). Disini rasul Paulus tidak membicarakan tentang keseragaman tetapi kesatuan dari keberagaman. Artinya, dalam berbagai pendapat, aktivitas pelayanan dan karunia-karunia mereka memang berbeda, tetapi dalam hal Injil mereka harus memiliki pandangan yang sama (satu).
Bagi orang percaya seharusnya sudah menjadi keputusan yang final didalam Injil, “khiston theou dunamin kai theou sophian (Kristus kekuatan Allah dan hikmat Allah” (1 Korintus 1:24; Bandingkan Roma 1:16-17). Kesamaan ini juga diaplikasikan dalam keteladanan hidup dalam Kristus (1 Korintus 4:17) dan ketertiban dalam ibadah (1 Korintus 11:16). Ringkasnya, dalam hal pokok kita harus sama, dalam hal tidak pokok kita boleh berbeda, dalam segala hal adalah kasih (1 Korintus 13).
ESENSI INJIL
Lalu apakah esensi Injil itu? Berdasarkan Roma 1:16-17; 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; Galatia 1:12; 2 Timotius 2:8, inti dari Injil adalah sebagai berikut : bahwa Injil itu merupakan kebenaran historis dan teologis tentang Yesus Kristus dan karyaNya yang menyelamatkan manusia. Secara historis, Injil berisi kisah faktual tentang Kristus yang hadir dalam sejarah manusia.
Mulai dari kelahiran atau inkarnasiNya, kehidupanNya, kematianNya di salib, penguburan dan kebangkitanNya. Namun tanpa makna teologis, maka peristiwa-peristiwa faktual tersebut hanya akan menjadi kisah sejarah belaka. Tetapi, tidak demikian dengan Kristus! Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut merupakan peristiwa-peristiwa yang berisi kebenaran teologis yang bermakna:
(1) kelahiranNya menggenapi nubuat para nabi tentangNya;
(2) kehidupannya menunjukkan ketaatanNya yang sempurna pada hukum Taurat;
(3) kematianNya merupakan tujuan misiNya, yaitu pendamaian bagi dosa-dosa manusia; dan
(4) kebangkitanNya bagi pembenaran orang berdosa yang percaya kepadaNya.
Injil inilah yang diberitakan rasul Paulus yang mana menurut Michael S. Horton, “Paulus tidak menemukan Injil ini, tetapi secara langsung ia memperolehnya dari Kristus yang telah bangkit”. Injil itu oleh rasul Paulus disebut sebagai Injil kasih karunia. Itu merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8).
Namun, hanya mengetahui kebenaran historis dan teologis tentang Injil saja tidaklah menyelamatkan. Setiap orang harus memberi dirinya percaya dan menerima Injil itu. “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya” (Yohanes 1:12). Jadi disini orang diselamatkan (menjadi anak-anak Allah) karena mereka percaya dan menerima Kristus (melalui pemberitaan Injil).
ANGKUH SECARA INTELEKTUAL
Kembali ke tema kita di 1 Korintus 1:30. Ayat ini telah dijadikan tema Natal 2018 oleh PGI dan KWI. Dalam bahasa Yunani ayat ini berbunyi demikian, “δε εξ αυτου υμεις εστε εν χριστω ιησου ος εγενηθη σοφια ημιν απο θεου δικαιοσυνη τε και αγιασμος και απολυτρωσις (de ex autou humeis este en khristô iêsou hos egenêthê sophia hêmin apo theou dikaiosunê te kai hagiasmos kai apolutrôsis)” yang diterjemahkan oleh NIV dengan “It is because of him that you are in Christ Jesus, who has become for us wisdom from God – that is, our righteousness, holiness and redemption”.
Namun terjemahan yang lebih tepat adalah sebagai berikut, “tetapi karena Dia kamu berada dalam Kristus Yesus yang telah menjadi (sumber) hikmat bagi kita dari Allah (sumber) kebenaran dan (sumber) kekudusan dan (sumber) penebusan”. Jadi terjemahan ini lebih jelas dibandingkan terjemahan AITB yang menerjemahkannya menjadi “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita”.
Ayat 30 ini dimulai dengan frase “de ex autou” yang diterjemahkan “tetapi oleh Dia (Allah)”. Disini kata “de” yang diterjemahkan dengan “tetapi” adalah kata sambung yang berfungsi untuk menjelaskan transisi (peralihan) dari ayat-ayat sebelumnya, khususnya di ayat 26-29. Perlu diketahui, bahwa jemaat di Korintus ketika surat ini ditulis diwarnai dengan ambisi terhadap kehormatan diri yang dapat dilihat dari sisi “sophos (hikmat, kebijaksanaan), dynatos (pengaruh, kuasa), dan eugenes (terpandang, terhormat)” sebagaimana disebutkan dalam ayat ayat 26.
Perlu diketahui, ketika Injil pertama kali diberitakan di Korintus, orang-orang dari status yang rendah dengan cepat tertarik pada Kekristenan karena menawarkan komunitas yang mau menerima orang-orang apa adanya, bukan ada apanya. Semua orang adalah sama: sama-sama berdosa (Roma 1:9-18; 3:23) dan disatukan dalam Kristus (Kolose 3:11).
Allah memakai perasaan nyaman ini sebagai jembatan untuk menjangkau mereka, sekaligus mengajarkan keunikan Kekristenan sebagai sebuah komunitas baru. Ketika komunitas-komunitas lainnya berebut kekuasaan dan kehormatan, maka Kekristenan menawarkan komunitas yang menekankan keberdosaan, ketidakmampuan, dan kerendahan.
Inilah yang menjadi ciri khas Kekristenan dan daya tarik pertama bagi orang-orang Korintus. Ironisnya, sesudah mereka menjadi orang percaya dan berhasil mengubah status mereka menjadi lebih baik secara sosial, mereka melupakan keunikan ini dan menjadi angkuh secara intelektual. Mereka malu terhadap Injil yang berpotensi membuat mereka tampak sangat bodoh, lemah dan rendah di mata dunia.
DISELAMATKAN KARENA MENERIMA INJIL
Karena alasaan tersebut di atas itulah rasul Paulus mengingatkan jemat di Korintus demikian, “Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang (1 Korintus 1:26). Kata ingatlah dalam ayat ini diterjemahan dari kata Yunani “blepete”, yang ditulis dalam bentuk kata kerja present aktif indikatif. Karena itu lebih tepat diterjemahkan dengan “pertimbangkanlah berulangkali” atau “pikirkanlah berulangkali”.
Jadi Paulus sebenarnya hendak mengatakan agar jemaat di Korintus memikirkan kembali keadaan ketika pertama kali menerima Injil, bahwa kebanyakan dari mereka bukanlah orang berhikmat, berpengaruh dan terpandang.
Hal ini diperkuat dengan frase Yunani “ou polloi” yang diterjemahkan dengan “tidak banyak” dan diulangi sebanyak tiga kali. Artinya bahwa hanya sebagian dari jemaat Korintus yang dapat dikategorikan sebagai orang berhikmat, berpengaruh, dan terpandang. Dengan kata lain pada saat pertama kali menerima Injil, jemaat di Korintus di dominasi oleh orang-orang yang rendah menurut “ukuran manusia” atau “ukuran duniawi” (berasal dari kata Yunani “kata sarka”). Namun faktanya, Allah berkenan memilih mereka.
Dengan demikian disini rasul Paulus hendak menekankan kasih karunia Allah (lihat ayat 4), bahwa mereka dipilih berdasarkan anugerah bukan karena status sosial mereka. Pilihan Allah atas hidup mereka tidak didasarkan atas kebaikan atau kelebihan mereka. Justru mereka sebenarnya tidak layak untuk dipilih, tetapi Allah berkenan memilih mereka. Pilihan berdasarkan anugerah ini bertujuan untuk “kataischune (memalukan)” orang berhikmat dan kuat serta untuk “katargese (meniadakan)” apa yang dianggap terhormat oleh dunia (ayat 27-28).
Lebih lanjut di ayat 29 rasul Paulus menerangkan bahwa pilihan berdasarkan anugerah terhadap orang-orang yang dianggap rendah menurut ukuran dunia ini dilakukan agar tidak ada satu manusia pun yang “kauchaomai (memegahkan diri)” dihadapan Allah, termasuk jemaat di Korintus, seharuslah tidak boleh lupa diri dan menjadi angkuh dengan status mereka sekarang.
DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH ALLAH DALAM KRISTUS
Selanjutnya di ayat ke 30, rasul Paulus menjelaskan bahwa keangkuhan jemaat di Korintus di atas kontras dengan keberadaan mereka yang sebenarnya yang hanya karena anugerah Allah (ayat 30). Frase “ex autou (oleh Dia)” di awal kalimat dan frase “apo theou (dari Allah)” dibagian selanjutnya menegaskan peranan Allah dalam keselamatan mereka berdasarkan anugerah. Bukan hanya Allah memilih tanpa melihat kebaikan apapun dalam diri mereka (ayat 26-28), tetapi Allah juga yang mengambil inisiatif untuk memanggil mereka di dalam relasi dengan Kristus.
Hal ini dijelaskan rasul Paulus dengan frase “humeis este en khristô iêsou (kamu berada dalam Kristus)” untuk menekankan bahwa keberadaan mereka sekarang ini bukan hasil usaha mereka tetapi karya Allah di dalam Kristus. Karena itulah rasul Paulus mengingatkan bahwa semua yang mereka miliki merupakan pemberian Allah kepada mereka yang tidak layak menerima dan tidak mengupayakan hal itu. Sebab jika mereka layak maka itu bararti bukan kasih karunia tetapi hak, dan jika mereka mengupayakannya maka hal itu juga bukan kasih karunia tetapi upah (Bandingkan Roma 4:4-5).
Dengan demikian, rasul Paulus sangat menekankan bahwa status dan segala yang dimiliki oleh jemaat di Korintus adalah kasih karunia (charis) dari Allah yang mereka terima di dalam Kristus (en Christo).
Jadi melalui kasih karunia mereka yang berdosa dimampukan datang kepada Kristus untuk diselamatkan dan selanjutnya mereka menerima kasih karunia yang lainnya yang menjadikan mereka “kaya dalam segala hal” (ayat 5-9). Inilah kebenaran yang diungkapkan Martin Luther menjelang kematiannya, “Orang-orang pilihan Allah hanya dapat membanggakan anugerah ilahi yang diungkapkan di dalam seorang Juruselamat yang tersalib (Galatia 6:14).
Allah telah membuat mereka yang bukan apa-apa menjadi apa-apa karena pertama-tama Kristus oleh Allah telah menjadi segala-galanya bagi mereka. Mereka adalah ciptaan-ciptaan baru di dalam Kristus (2 Korintus 5:17), yang semuanya adalah karunia-karunia yang baik dari Allah yang terbungkus di dalam satu Pribadi, sebagai pernyataan sempurna dari rencana keselamatan Bapa, Ia adalah hikmat bagi kita (1 Korintus 1:30). Hanya iman di dalam Kristus saja yang dapat memberikan orang hikmat dan menuntun kepada keselamatan (2 Timotius 3:15).
KRISTUS SUMBER HIKMAT DARI ALLAH BAGI KITA
Setelah sebelumnya di ayat 24 menyebutkan bahwa Kristus adalah “sophia theou (hikmat Allah)”, rasul Paulus menjelaskan bahwa “khristô iêsou hos egenêthê sophia hêmin (Kristus Yesus telah menjadi hikmat bagi kita” (ayat 30). Kristus menjadi hikmat bukan hanya bagi jemaat di Korintus tetapi juga bagi semua orang percaya.
Ini terlihat dari perubahan kata ganti “humeis (kamu)” dalam frase “humeis este en khristô iêsou (kamu berada dalam Kristus) menjadi “hêmin (bagi kita) dalam frase “egenêthê sophia hêmin apo theou (telah menjadi hikmat bagi kita dari Allah)”. Semua orang percaya baik yang terpandang maupun tidak, dapat datang kepada Kristus karena Allah telah membuat Kristus menjadi hikmat yang sesungguhnya. Kristus yang tersalib.
BACA JUGA: FILSAFAT PELAYANAN
Kristus bukan hanya sumber hikmat bagi kita dari Allah, tetapi Ia juga “dikaiosunê te kai hagiasmos kai apolut rôsis(sumber kebenaran dan sumber kekudusan dan sumber penebusan)” bagi kita”. Karena keselamatan itu adalah anugerah (Efesus 2:8-9), maka kita tidak memiliki tempat untuk memegahkan diri (Roma 4:2). Jika kita bermegah maka kita hanya boleh bermegah “en kurio (di dalam Tuhan)”. Hal ini rasul Paulus lakukan, bahwa ketika Ia bermegah dia bermegah hanya di dalam Allah (Roma 5:11) atau di dalam Kristus saja (Roma 15:17; Galatia 6:14; Filipi 3:3). Dengan memahami dasar kemegahan yang benar ini, maka kita tidak akan menaruh kesombongan pada hal-hal yang dianggap hebat oleh dunia.
HIDUP YANG DIGERAKAN OLEH INJIL
Akhirnya, sebagaimana Paulus mengingatkan jemaat di Korintus yang telah menjadi angkuh dan bergeser dari Injil, karena lebih tertarik kepada hikmat duniawi yang menyebabkan mereka tergoda memandang Injil sebagai sesuatu yang bodoh dan tidak menarik, lalu memberitakannya menurut filsafat dan hikmat duniawi.
Cara yang nampaknya mampu membuat orang tertarik tetapi kontras dengan hakikat Injil, saya mengingatkan kita semua,“Kuasa dalam penberitaan Injil tidak terletak pada metode dan teknik. Bukan juga pada kata-kata yang dirangkai indah dan hikmat manusia. Tetapi terletak dalam keyakinan dan ketergantungan pada kuasa Roh dan kesetiaan pada Inti berita Injil, yaitu Yesus Kristus (1 Korintus 2:1-5; Kisah Para Rasul 1:8).
Karena itu, jangan pernah menyesuaikan berita Injil dengan alasan apapun hanya agar berita Injil itu dapat diterima dan relevan dengan filsafat dan pemikiran manusia, namun tidak menghasilkan kehidupan yang diubahkan. Allah telah menetapkan Injil sebagai satu-satunya kabar baik bagi dunia yang terpuruk agar diselamatkan (Roma 1:16-17). Kita harus kembali kepada esensi Injil yang benar (1 Korintus 15:3-4), walaupun hal itu nampak sederhana, tidak menarik dan tidak relevan dengan tuntutan zaman. Ingatlah ini, Allah telah mengubah kita dengan penuh kuasa hanya melalui Injil.
Kita menerima warisan rohani kita dalam Yesus Kristus ketika kita percaya pada pemberitaan Injil dan berpegang teguh pada Injil itu. Di dalam Injil kita diselamatkan, dibenarkan, dikuduskan, didewasakan, dan disempurnakan. Di dalam Injil kita mendapatkan kekayaan, hikmat, dan kuasa Allah. Hanya Injil yang menjadi jaminan bagi keselamatan kita dari awal hingga akhir, di dunia dan dikehidupan yang akan datang.
Dengan demikian, Injil bukan sekedar kabar baik tetapi Injil adalah satu-satunya kabar baik yang dunia dan kita butuh. Injil adalah hidup kita, jalan hidup kita, cara hidup kita, teologi kita dan pandangan hidup kita terhadap dunia. Injil adalah Jangkar kita dan pengharapan kita yang menguatkan kita. Karena itu, jangan pernah mau diegeser sedikitpun dari Injil yang telah menyelamatkan kita dan memelihara kita dari awal hingga akhirnya (Kolose 1:23).
Milikilah keyakinan yang kokoh terhadap Injil! (Roma 1:16a)”. Ketika Rasul Paulus mengatakan, “pistos ho theos (Tuhan kita, Tuhan kita, adalah setia)” dalam 1 Korintus 1:9, maka ia hendak mengingatkan kepada jemaat di Korintus bahwa keyakinan akan keselamatan didasarkan pada Allah saja. Keyakinan akan kesetiaan Allah inilah yang membentuk dasar bagi pelayan rasul Paulus dan memampukannya untuk memberitakan pesan yang pasti dan meyakinkan dari Injil (2 Korintus 1:18).DISELAMATKAN: INJIL, ANUGERAH DAN KRISTUS SUMBER HIKMAT. https://teologiareformed.blogspot.com/