1 PETRUS 2:11-17 (CARA HIDUP HAMBA ALLAH)
Pdt. Budi Asali, M.Div.
1 PETRUS 2:11-17 (CARA HIDUP HAMBA ALLAH). 1 Petrus 2: 11: “Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa”.
otomotif, gadget, bisnis |
1) ‘Saudara-saudaraku yang kekasih’.
Kata ‘ku’ sebetulnya tidak ada, dan bahkan kata ‘saudara-saudara’ sebetulnya juga tidak ada.
KJV: ‘Dearly beloved’ (= Kekasih yang tercinta).
NASB: ‘Beloved’ (= Kekasih).
Alexander Nisbet mengatakan (hal 85) bahwa ini menunjuk pada kasih Tuhan kepada mereka, dan kasih Tuhan kepada mereka ini merupakan suatu argumentasi yang kuat untuk menggerakkan mereka untuk membuang keinginan-keinginan daging yang merupakan sesuatu yang tidak memuliakan Dia.
Memang kalau kita tidak merasakan bahwa Allah mengasihi kita, kita tidak akan termotivasi untuk menguduskan kehidupan kita.
2) ‘aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging’.
a) ‘pendatang dan perantau’.
Bandingkan dengan:
· Ibrani 11:13 - “Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini”.
· Mazmur 39:13 - “Dengarkanlah doaku, ya TUHAN, dan berilah telinga kepada teriakku minta tolong, janganlah berdiam diri melihat air mataku! Sebab aku menumpang padaMu, aku pendatang seperti semua nenek moyangku”.
Kata ‘pendatang dan perantau’ menunjuk kepada orang-orang yang hanya tinggal sementara di suatu tempat, dan yang rumahnya ada di tempat lain.
Pulpit Commentary: “The first word points to our not being at home; the second word points to our not being among our own people” (= Kata yang pertama menunjukkan bahwa kita tidak berada di rumah; kata yang kedua menunjukkan bahwa kita tidak berada di tengah bangsa kita sendiri) - hal 121.
Kata-kata ini digunakan untuk menunjuk kepada Abraham yang pergi tanpa tahu tujuannya (Ibrani 11:9-13 bdk. Kejadian 23:4), dan juga untuk menunjuk kepada Israel yang adalah budak dan orang asing di Mesir sebelum mereka masuk ke tanah Perjanjian (Kisah Para Rasul 7:6).
Calvin berkata bahwa memang dalam 1Petrus 1:1, istilah ini betul-betul berarti bahwa mereka adalah orang asing / pendatang yang tersebar. Tetapi dalam ay 11 ini, istilah ini berlaku umum untuk semua orang kristen.
Calvin: “he so calls them, not because they were banished from their country, and scattered into various lands, but because the children of God, wherever they may be, are only guests in this world” (= ia menyebut mereka demikian, bukan karena mereka dibuang dari negeri mereka, dan disebarkan ke berbagai-bagai negeri, tetapi karena anak-anak Allah, dimanapun mereka berada, hanyalah tamu dalam dunia ini) - hal 77-78.
Adam Clarke: “As ye are strangers and pilgrims, and profess to seek a heavenly country, do not entangle your affections with earthly things. While others spend all their time, and employ all their skill, in acquiring earthly property, and totally neglect the sanctification of their souls; they are not strangers, they are here at home; they are not pilgrims, they are seeking an earthly possession: Heaven is your home, seek that; God is your portion, seek him” (= Karena engkau adalah orang asing dan peziarah, dan mengaku untuk mencari suatu negeri surgawi, jangan melibatkan perasaan / kasihmu dengan hal-hal duniawi. Sementara orang-orang lain menghabiskan semua waktu mereka, dan menggunakan semua keahlian mereka untuk mendapatkan harta / milik duniawi, dan sepenuhnya mengabaikan pengudusan dari jiwa mereka; mereka bukan orang asing, di sini mereka ada di rumah; mereka bukan peziarah, mereka sedang mencari milik duniawi: Surga adalah rumahmu, carilah itu; Allah adalah bagianmu, carilah Dia) - hal 853.
Adam Clarke (tentang Ibrani 11:13): “Strangers, ... persons who are out of their own country, who are in a foreign land: pilgrims, ... sojourners only for a time; not intending to take up their abode in that place, nor to get naturalized in that country. How many use these expressions, professing to be strangers and pilgrims here below, and yet the whole of their conduct, spirit, and attachments, show that they are perfectly at home!” (= Orang-orang asing, ... orang-orang yang berada di luar negeri mereka sendiri, yang berada di negeri asing: peziarah-peziarah, ... orang-orang yang hanya tinggal untuk sementara; tidak bermaksud untuk tinggal di tempat itu, atau untuk menjadi warga negara di negeri itu. Betapa banyak orang yang menggunakan ungkapan ini, mengaku sebagai orang asing dan peziarah di bawah sini, tetapi seluruh tingkah laku, roh / semangat, dan kasih / pembaktian mereka menunjukkan bahwa mereka sepenuhnya berada di rumah) - hal 764.
William Barclay: “These words give us two great truths about the Christian. (a) There is a real sense in which he is a stranger in the world; and because of that he cannot accept the world’s laws and ways and standards. ... the Christian is a citizen of the Kingdom of God and it is by the laws of that Kingdom that he must direct his life. ... (b) The Christian is not a permanent resident upon earth; he is on the way to the country which is beyond. He must therefore, do nothing which would keep him from reaching his ultimate goal. He must never become so entangled in the world that he cannot escape from its grip; he must never so soil himself as to be unfit to enter the presence of the holy God to whom he is going” [= Kata-kata ini memberi kita dua kebenaran tentang orang-orang kristen. (a) Ada arti sesungguhnya dalam mana ia adalah seorang asing dalam dunia; dan karena itu ia tidak bisa menerima hukum-hukum dan jalan-jalan dan standard-standard dunia. ... orang kristen adalah warga negara dari Kerajaan Allah dan oleh hukum-hukum dari Kerajaan itulah ia harus mengarahkan hidupnya. ... (b) Orang kristen bukanlah penghuni tetap di bumi; ia ada dalam perjalanan ke negeri yang lebih baik. Karena itu ia tidak boleh melakukan apa yang akan menahan dia dari pencapaian tujuannya yang terakhir. Ia tidak pernah boleh menjadi begitu terlibat dalam dunia sehingga ia tidak bisa lolos dari cengkeramannya; ia tidak pernah boleh begitu mengotori dirinya sendiri sehingga menjadi tidak cocok untuk masuk ke hadapan Allah yang kudus kepada siapa ia sedang pergi] - hal 210.
Penerapan: kebanyakan orang, termasuk kebanyakan orang kristen, mengusahakan kehidupan yang mapan. Ini mereka lakukan dengan mengutamakan study / pekerjaan. Kalau saudara adalah orang seperti ini, pikirkan / renungkan, bahwa sebagai orang kristen, saudara adalah seorang perantau / orang asing di dunia ini, yang hanya tinggal sementara di dunia ini. Kewarga-negaraan saudara ada di surga, bukan di dunia ini! Karena itu arahkanlah pikiran dan usaha saudara kepada hal-hal yang rohani dan kekal!
Bdk. Kolose 3:1-4 - “(1) Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. (2) Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. (3) Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. (4) Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan”.
b) ‘aku menasihati kamu, supaya ... kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging’.
1. ‘keinginan-keinginan daging’.
Tentang ‘keinginan-keinginan daging’ Barclay mengatakan (hal 200) bahwa ini seringkali diartikan terlalu sempit dan hanya ditujukan kepada dosa-dosa sexual. Barclay sendiri menghubungkannya dengan Galatia 5:19-21 - “(19) Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, (20) penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, (21) kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu - seperti yang telah kubuat dahulu - bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”.
Dan Barclay lalu berkata: “In the New Testament flesh stands for far more than the physical nature of man. It stands for human nature apart from God; it means unredeemed human nature; it means life without the standards, the help, the grace and the influence of Christ” (= Dalam Perjanjian Baru, ‘daging’ berarti jauh lebih dari pada manusia secara fisik. Itu berarti manusia terpisah dari Allah; itu berarti manusia yang tidak ditebus; itu berarti kehidupan tanpa standard, pertolongan, kasih karunia dan pengaruh dari Kristus) - hal 200.
Pulpit Commentary: “‘Fleshly lusts;’ not to be understood of desires for physical gratification only. ‘Fleshly’ is, in Scripture, the opposite of ‘spiritual.’ ‘Works of the flesh’ are the antithesis of ‘works of the Spirit.’ ... So the expression refers to all desires that are wrong” (= ‘Hawa nafsu daging’; bukan berarti keinginan-keinginan untuk pemuasaan fisik saja. ‘Daging’ dalam Kitab Suci adalah lawan dari ‘rohani’. ‘Pekerjaan-pekerjaan daging’ merupakan lawan dari ‘pekerjaan-pekerjaan Roh’. ... Jadi ungkapan itu menunjuk pada semua keinginan-keinginan yang salah) - hal 108.
Bdk. Roma 8:5-9a - “(5) Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. (6) Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. (7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah. (9a) Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu”.
2. Semua orang kristen harus membuang keinginan-keinginan daging, dengan kata lain, melakukan pengudusan.
Orang-orang kepada siapa Petrus menulis surat ini sudah mengalami pengudusan (1:22), tetapi toh di sini tetap disuruh untuk menyucikan diri. Karena itu Alexander Nisbet mengatakan (hal 85) bahwa perintah ini menunjukkan bahwa orang yang sudah maju dalam pengudusanpun tetap mempunyai banyak bagian dalam hidupnya yang perlu dikuduskan.
3) ‘yang berjuang melawan jiwa’.
a) Kita harus mewaspadai jahatnya keinginan-keinginan daging itu, yang berjuang untuk mengancurtkan jiwa.
Adam Clarke: “Which are marshalled and drawn up in battle array, to fight against the soul; either to slay it, or to bring it into captivity. This is the object and operation of every earthly and sensual desire. How little do those who indulge them think of the ruin which they produce!” (= Yang disusun dalam kesatuan tempur, untuk berperang terhadap jiwa; atau untuk membunuhnya, atau untuk mejadikannya tawanan. Ini merupakan tujuan dan operasi dari setiap keinginan duniawi dan hawa nafsu. Betapa sedikitnya mereka yang memuaskan keinginan-keinginan itu memikirkan kehancuran yang dihasilkan oleh keinginan-keinginan itu!) - hal 853.
Calvin: “... they could not comply with the desires of the flesh, except to their own ruin. ... what he says here is, that the desires of the flesh, whenever the soul consents to them, lead to perdition” (= ... mereka tidak dapat menuruti keinginan-keinginan daging, kecuali untuk kehancuran mereka sendiri. ... apa yang dikatakannya di sini adalah bahwa keinginan-keinginan daging, pada waktu disetujui oleh jiwa, memimpin / membawa kepada kehancuran) - hal 78.
Calvin: “He proves our carelessness in this respect, that while we anxiously shun enemies from whom we apprehend danger to the body, we willingly allow enemies hurtful to the soul to destroy us; nay, we as it were stretch forth our neck to them” (= Ia membuktikan kecerobohan kita dalam hal ini, dimana sementara kita dengan sungguh-sungguh menghindari / mengelakkan musuh-musuh dari siapa kita melihat bahaya bagi tubuh, kita dengan sukarela mengijinkan musuh-musuh yang menyakiti / melukai / merugikan jiwa untuk menghancurkan kita; bahkan seakan-akan kita mengulurkan leher kita kepada mereka) - hal 78.
b) Dalam kata ‘jiwa’ itu tercakup:
1. Pikiran.
Keinginan-keinginan daging itu merusak pikiran kita, dan menyebabkan pikiran kita dialihkan dari hal-hal rohani (seperti Firman Tuhan, doa, pelayanan, kesucian, Allah) kepada hal-hal yang bersifat daging (uang, kesenangan, sex, dsb).
Matius 6:19-21 - “(19) ‘Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. (20) Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. (21) Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada”.
2. Hati nurani / perasaan.
Keinginan-keinginan daging yang dituruti pasti memberikan guilty feeling / perasaan bersalah dalam diri kita, dan menghancurkan damai dan sukacita dalam diri kita.
3. Kehendak.
Keinginan-keinginan daging itu juga akan membuat kehendak kita dialihkan dari pencapaian hal-hal yang rohani kepada pencapaian hal-hal yang bersifat daging.
Matius 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.
4. Iman / pengharapan. Ini pasti akan dilemahkan / digelapkan oleh keinginan-keinginan daging itu, sehingga menyebabkan kita akan mudah menjadi takut, kuatir, dan sebagainya.
5. Kasih kepada Allah (tetapi rusaknya kasih klpd Allah ini pasti juga akan merusak kasih kepada manusia).
1Yohanes 2:15 - “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.
Yakobus 4:4 - “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”.
6. Kesucian / pengudusan dalam diri kita.
1 Petrus 2: 12: “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka”.
1) ‘mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana’.
KJV: ‘they speak against you as evildoers’ (= mereka berbicara menentang kamu sebagai pembuat kejahatan).
RSV: ‘they speak against you as wrongdoers’ (= mereka berbicara menentang kamu sebagai pembuat kesalahan).
NIV: ‘they accuse you of doing wrong’ (= mereka menuduhmu melakukan hal yang salah).
NASB: ‘in the thing in which they slander you as evildoers’ (= dalam hal dimana mereka memfitnahmu sebagai pembuat kejahatan).
Kata Yunani yang digunakan adalah KATALALOUSIN. Kata ini mempunyai kata dasar yang sama dengan kata KATALALEITE yang digunakan dalam Yakobus 4:11, dan diterjemahkan ‘memfitnah’. Arti sebetulnya adalah ‘berbicara menjatuhkan orang lain’, atau ‘berbicara menentang orang lain’. Tetapi lambat laun ada arti tambahan dalam kata Yunani ini, sehingga artinya menjadi ‘berbicara tentang orang lain di belakang mereka dengan cara menghina / merendahkan’ [Catatan: kata Yunani ini digunakan dalam Mazmur 50:20 dan Mazmur 101:5 versi Septuaginta / LXX (= Perjanjian Lama yang diterjemahkan ke bahasa Yunani)].
Mazmur 50:20 - “Engkau duduk, dan mengata-ngatai saudaramu, memfitnah anak ibumu”.
Mazmur 101:5 - “Orang yang sembunyi-sembunyi mengumpat temannya, dia akan kubinasakan. Orang yang sombong dan tinggi hati, aku tidak suka”.
Barclay memberikan banyak macam fitnahan yang diberikan kepada orang-orang kristen pada jaman itu, yaitu:
1. Kanibal, karena makan daging / tubuh Yesus dalam Perjamuan Kudus.
2. Ketidak-bermoralan, dan bahkan incest (= perzinahan dalam keluarga), karena adanya pertemuan mereka yang disebut ‘Love Feast’ (= Pesta Kasih).
3. Merusak perdagangan, seperti dalam Kisah Para Rasul 19:21-40.
4. Merusak rumah tangga, karena sering rumah tangga pecah / geger, karena sebagian menjadi kristen dan sebagian tidak.
Bdk. Matius 10:34-36 - “(34) ‘Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. (35) Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, (36) dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya”.
5. Tidak setia / berkhianat kepada kaisar, karena mereka tidak mau menyembah kaisar / mengakui kaisar sebagai Tuhan.
Bdk. Kis 17:7b - “Mereka semua bertindak melawan ketetapan-ketetapan Kaisar dengan mengatakan, bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus.’”.
Sebetulnya tidak terlalu aneh kalau orang kristen difitnah, karena Kristus juga difitnah, dan seorang murid tidak lebih dari Gurunya.
Kita sudah membicarakan tentang orang kristen yang difitnah. Sekarang mari kita berbicara sedikit tentang orang kristen yang memfitnah, khususnya orang kristen yang memfitnah saudara seimannya. Kalau saudara adalah orang kristen seperti itu, pikirkan bahwa fitnahan merupakan senjata setan untuk menyerang orang kristen, dan kalau saudara memfitnah orang kristen, saudara menyerahkan diri saudara untuk menjadi alat setan! Bahkan saudara sebetulnya lebih cocok untuk menjadi anak setan dari pada anak Allah. Bertobatlah dari dosa tersebut!
Dalam 1 Kor 5, pasal tentang pengucilan / siasat gerejani, Paulus memasukkan ‘pemfitnah’ ke dalam daftar orang-orang yang harus dikucilkan dari gereja.
1Korintus 5:9-13 - “(9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.
Catatan: kata ‘kikir’ seharusnya adalah ‘tamak’.
Bandingkan juga dengan 2Timotius 3:1-5 - “(1) Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. (2) Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, (3) tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, (4) suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (5) Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”.
2) ‘Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi’.
a) Matthew Poole mengatakan (hal 906) bahwa kata-kata ini menunjukkan / membuktikan bahwa surat ini secara orisinil ditunjukkan untuk orang-orang Yahudi Kristen.
b) Adam Clarke mengatakan (hal 853) bahwa pada abad-abad pertama, di negara-negara kafir / non Yahudi, orang kristen selalu dicampur-adukkan / disamakan dengan orang Yahudi, dan karena orang Yahudi selalu dianggap sebagai pengacau, maka orang kristen juga mendapat predikat serupa. Karena itu, ini makin menyebabkan orang Kristen harus hidup sedemikian rupa sehingga orang menyadari bahwa mereka berbeda dengan orang Yahudi.
c) Adalah biasa bagi orang-orang kafir untuk memfitnah orang-orang kristen yang tidak mau hidup sesuai dengan cara mereka. Sebagai orang kristen, kita tidak boleh membalas fitnah dengan fitnah. Cara terbaik untuk membungkam mereka adalah dengan menunjukkan kehidupan yang baik. Ini akan membuktikan fitnahan mereka sebagai fitnahan. Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh membantah fitnahan itu, kalau hal itu memungkinkan. Tentu saja kita boleh melakukan hal itu, tetapi seringkali sukar untuk membantah suatu fitnahan. Maka yang harus kita lakukan adalah justru dengan memiliki cara hidup yang baik, supaya akhirnya terlihat bahwa fitnahan itu merupakan sesuatu yang salah.
3) ‘mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka’.
a) ‘pada hari Ia melawat mereka’.
Lit: ‘in a day of visitation’ (= pada hari perkunjungan).
Clarke berpendapat (hal 853) bahwa ini menunjuk pada saat dimana Allah akan datang untuk melaksanakan penghakiman terhadap orang-orang Yahudi yang tidak percaya.
Tetapi Calvin mengatakan sebaliknya.
Calvin: “the day of visitation may justly be said to be the time when he invites us to himself” (= hari perkunjungan bisa dengan benar dikatakan sebagai waktu pada saat Ia mengundang kita kepada diriNya sendiri) - hal 79.
Kebanyakan penafsir mempunyai pikiran yang sejalan dengan Calvin, dan mengatakan bahwa kata-kata ‘pada hari Ia melawat mereka’ adalah hari dimana Tuhan mengirimkan pemberita Injil kepada mereka, sehingga mereka bisa mendengar tentang Injil, dan bertobat.
Saya juga setuju dengan Calvin, karena kata-kata ‘memuliakan Allah’ tidak memungkinkan untuk menerima tafsiran Clarke.
b) ‘mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah’.
Bdk. Matius 5:16 - “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.’”.
1. Alexander Nisbet mengatakan (hal 88) bahwa makin jahat masyarakat dimana kita tinggal, makin kita harus digerakkan untuk mengusahakan kehidupan yang baik.
2. Bukan pengakuan iman kita, ataupun pengetahuan kita, yang bisa menyebabkan Allah dimuliakan, tetapi perbuatan-perbuatan baik kita.
Ini harus dicamkan oleh orang kristen yang memiliki pengetahuan / pengakuan iman yang baik, tetapi kehidupan yang tidak / kurang baik.
3. Perhatikan bahwa tujuan dari perbuatan-perbuatan baik kita itu bukan supaya mereka berpikir baik dan berbicara baik tentang kita, tetapi supaya mereka memuliakan Allah. Bdk. 1Korintus 10:31.
4. Sekalipun orang-orang kafir itu memfitnah orang-orang kristen, tetapi orang-orang kristen harus tetap hidup baik (bukannya memfitnah kembali!), dengan tujuan supaya orang-orang kafir itu bisa bertobat.
Alexander Nisbet: “The children of the Lord should not lose their hopes nor quit their endeavours of gaining the greatest enemies to God or themselves, among whom they live, considering how soon and easily the Lord can make a change upon them” (= Anak-anak Tuhan tidak boleh kehilangan harapan mereka atau berhenti dalam usaha mereka untuk mendapatkan / memenangkan musuh-musuh terbesar bagi Allah atau diri mereka sendiri, di antara siapa mereka hidup, mengingat betapa cepat dan mudahnya Tuhan bisa membuat perubahan pada mereka) - hal 89.
5. Setiap orang kristen adalah iklan bagi kekristenan; ada iklan yang baik dan ada yang tidak baik.
William Barclay: “Here is timeless truth. Whether we like it or not, every Christian is an advertisement for Christianity; by his life he either commends it to others or makes them think less of it. The strongest missionary force in the world is a Christian life” (= Di sini ada kebenaran yang abadi. Apakah kita menyukainya atau tidak, setiap orang kristen adalah suatu iklan bagi kekristenan; oleh kehidupannya ia menganjurkannya kepada orang-orang lain atau membuat mereka berpikir lebih sedikit tentangnya. Kekuatan misionaris yang terkuat dalam dunia adalah kehidupan Kristen!) - hal 202.
Catatan: sekalipun kehidupan Kristen yang baik merupakan sesuatu yang sangat penting, dan merupakan iklan bagi kekristenan, tetapi perlu dicamkan bahwa kekristenan tidak bisa dimajukan hanya dengan kehidupan yang baik tanpa penginjilan! Hanya kehidupan yang baik tanpa adanya pemberitaan Injil tentu tidak bisa mempertobatkan seseorang, karena tanpa mendengar Injil, bagaimana mungkin ia bisa percaya kepada Kristus? Bdk. Roma 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Jadi, hati-hati dengan kalimat terakhir dari komentar Barclay di atas (bagian yang saya garis bawahi). Orang-orang Liberal biasanya hanya menekankan kehidupan yang baik / saleh, tetapi mengabaikan pemberitaan Injil. Ini sesat; kedua hal itu harus digabungkan, dan bahkan masih harus ditambah dengan doa. Tetapi di sini, yang ditekankan oleh Petrus adalah kesaksian hidup, supaya melalui hal itu orang-orang kafir tersebut bersimpati terhadap kekristenan, dan dengan demikian akan lebih mudah untuk diinjili.
6. Memang seringkali kekristenan bisa dibenci, dan Tuhan bisa dinista / diolok-olokan, justru karena kita mentaati Tuhan. Misalnya kalau kita memberitakan Injil, atau tidak mau menuruti ajakan-ajakan yang bersifat dosa dari orang-orang dunia. Tetapi kalau ini terjadi, itu bukan kesalahan kita.
1 Petrus 2: 13-14: “(13) Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, (14) maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik”.
1) ‘Tunduklah ... kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, maupun kepada wali-wali yang diutusnya’.
KJV/NIV: ‘governors’ (= gubernur-gubernur).
Clarke, dalam komentarnya tentang Roma 13:1 (hal 144) mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai ketidak-senangan kepada pemerintahan kafir / non Yahudi; dan merupakan suatu peribahasa di kalangan mereka bahwa dunia diberikan kepada orang-orang Yahudi dan bahwa mereka harus memerintah di mana-mana, dan bahwa orang-orang non Yahudi harus tunduk kepada mereka.
Tetapi Petrus mengatakan bahwa orang kristen harus tunduk kepada pemerintah, tak peduli pemerintah itu Yahudi atau non Yahudi.
Ada hal-hal dimana banyak sekali orang kristen tidak mau tunduk kepada pemerintah, seperti:
a) Dalam persoalan membayar pajak.
Padahal keharusan membayar pajak ini ditekankan secara explicit dalam Roma 13:6-7 - “(6) Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. (7) Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat”.
b) Dalam persoalan peraturan lalu lintas.
Sekarang ini makin lama makin banyak orang-orang yang tidak peduli pada peraturan lalu lintas, seperti naik sepeda motor tanpa helm, goncengan 3 orang, menerabas lampu merah, melanggar batas kecepatan dan rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya. Kalau saudara adalah orang kristen, tidak peduli semua orang melakukan pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas, saudara harus tetap mentaatinya!
Juga perlu diingat bahwa pada saat Petrus menulis suratnya ini Roma sedang berkuasa, dan mereka bukan hanya kafir, tetapi juga melakukan penjajahan dan penindasan. Tetapi Petrus tetap memerintahkan untuk tunduk kepada pemerintah. Bdk. 1Petrus 2:18 - “Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis”.
Pulpit Commentary: “Christ lived in the midst of political corruption, and did not raise his voice against it” (= Kristus hidup di tengah-tengah kerusakan / kejahatan politik, dan tidak mengangkat suaraNya / berteriak menentangnya) - hal 110.
Lebih dari itu, pada saat itu kata ‘raja’ jelas menunjuk kepada kaisar Roma. Dan kaisar Roma pada saat itu adalah Nero. Tetapi Petrus / Firman Tuhan tetap menyuruh orang kristen untuk taat kepadanya.
Pulpit Commentary: “Nero was emperor when St. Peter wrote. Christians were to obey even him, wicked tyrant as he was; for his power was given him from above, as the Lord himself had said of Pilate (John 19:11)” [= Nero adalah kaisar pada saat Santo Petrus menulis. Orang-orang kristen harus mentaati bahkan dia, sekalipun ia adalah tiran yang jahat; karena kuasanya diberikan kepadanya dari atas, seperti Tuhan sendiri telah berkata tentang Pilatus (Yohanes 19:11)] - hal 73.
Calvin: “some kind of government, however deformed and corrupt it may be, is still better and more beneficial than anarchy” (= suatu jenis pemerintahan, bagaimanapun cacat / rusak dan jahat / buruknya, tetap lebih baik dan lebih bermanfaat dari pada anarkhi) - hal 83.
Barclay mengatakan bahwa ada perbedaan antara jaman Perjanjian Baru dimana pemerintahnya bersistim diktator dan jaman sekarang dimana pemerintahnya bersistim demokrasi.
Barclay: “C. E. B. Cranfield has well pointed out that there is a fundamental difference between the state in New Testament times and the state as we in Britain know it. In New Testament times the state was authoritarian. The ruler was an absolute ruler; and the sole duty of the citizen was to render absolute obedience and to pay taxes (Romans 13:6,7). Under these conditions the keynote was bound to be subjection to the state. But we live in a democracy; and in a democracy something for more than unquestioning subjection becomes necessary. Government is not only government of the people; it is also for the people and by the people. The demand of the New Testament is that the Christian should fulfil his responsibility to the state. In the authorotarian state that consisted solely in submission. ... But in a democratic state the keynote must be not subjection but co-operation, for the duty of the citizen is not only to submit to be ruled but to take a necessary share in ruling” [= C. E. B. Cranfield dengan benar menunjukkan bahwa ada perbedaan mendasar antara negara pada jaman Perjanjian Baru dan negara seperti kita di Inggris mengenalnya. Pada jaman Perjanjian Baru negara bersifat otoriter / diktator. Penguasa merupakan penguasa mutlak; dan kewajiban satu-satunya dari warga negara adalah memberikan ketaatan mutlak dan membayar pajak (Ro 13:6,7). Di bawah kondisi ini hal yang terutama adalah ketundukan kepada negara. Tetapi kita hidup dalam demokrasi, dan dalam demokrasi sesuatu yang lebih dari ketundukan tanpa bertanya menjadi suatu keharusan. Pemerintahan bukan hanya pemerintahan dari rakyat; itu juga untuk rakyat dan oleh rakyat. Tuntutan dari Perjanjian Baru adalah bahwa orang Kristen harus memenuhi kewajibannya kepada negara. Dalam negara yang otoriter itu semata-mata terdiri dari ketundukan. ... Tetapi dalam negara demokrasi hal yang terutama tidak boleh merupakan ketundukan, tetapi kerja sama, karena kewajiban dari warga negara bukan hanya untuk tunduk diperintah tetapi untuk ikut ambil bagian dalam memerintah] - hal 205-206.
Tetapi bagaimana kalau pemerintahnya sebetulnya bersistim demokrasi, tetapi dalam prakteknya bersistim diktator?
Pulpit Commentary: “when the ruler himself is disloyal, and violates the constitution to which ruler and subject alike are subject, there are cases in which even resistance is allowable, if not binding” (= pada waktu sang penguasa / pemerintah sendiri tidak setia, dan melanggar konstitusi / undang-undang dasar terhadap mana penguasa / pemerintah dan warga negara sama-sama harus tunduk, ada kasus-kasus dimana bahkan perlawanan diijinkan, kalau bukannya diharuskan) - hal 99.
Catatan: saya sendiri tidak terlalu yakin akan kebenaran kata-kata ini. Saya memberikannya di sini hanya sebagai bahan pertimbangan. Bandingkan dengan kata-kata Jay E. Adams di bawah ini.
Jay E. Adams: “The uniform Christian stance (cf. Rom. 13) was to recognize any valid government, paying taxes and obeying its laws. Revolution was never enjoined even in times of persecution or other gross perversions of power. ... It is not Christian to advocate to overthrow of a government in order to set it straight. ... This stance is rooted in the truth that all valid governmental authority comes from God (Rom. 13:1)” [= Pendirian Kristen yang seragam / sama (bdk. Ro 13) adalah mengakui pemerintahan manapun yang sah, membayar pajak, dan mentaati hukum-hukumnya. Revolusi tidak pernah diperintahkan, bahkan pada masa penganiayaan atau penyimpangan lain yang menyolok dari kekuasaan. ... Bukanlah Kristen untuk menganjurkan untuk menggulingkan suatu pemerintahan untuk meluruskan. ... Pendirian ini didasarkan pada kebenaran bahwa semua otoritas pemerintahan yang sah datang dari Allah (Roma 13:1)] - hal 81-82.
2) ‘karena Allah’.
a) Pembetulan terjemahan.
Kata ‘Allah’ seharusnya adalah ‘Tuhan’. TB2-LAI sudah membetulkan kesalahan ini.
b) Alasan ketundukan kita adalah karena Tuhan / Allah memerintahkan kita untuk tunduk kepada pemerintah yang ditetapkan olehNya.
Pulpit Commentary: “Not from human motives, as fear of punishment; but for the Lord’s sake” (= Bukan dari motivasi manusia, seperti rasa takut terhadap hukuman; tetapi demi Tuhan) - hal 73.
Calvin: “obedience is due to all who rule, because they have been raised to that honour not by chance, but by God’s providence” (= ketaatan harus diberikan kepada semua yang memerintah, karena mereka telah diangkat pada kehormatan itu bukan karena kebetulan, tetapi oleh providensia Allah) - hal 81.
Bandingkan dengan:
· Roma 13:1 - “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya”.
· Amsal 8:15 - “Karena aku para raja memerintah, dan para pembesar menetapkan keadilan”.
Catatan: dilihat dari kontext Amsal 8, maka kata ‘aku’ di sini menunjuk pada ‘hikmat’, tetapi kalau kita membaca Amsal 8 itu sampai pada ay 22-dst, maka kelihatan bahwa ‘hikmat’ itu dipersonifikasikan, dan menunjuk kepada Yesus.
· Daniel 4:25b - “hingga tuanku mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya”.
· Daniel 5:21b - “sampai ia mengakui, bahwa Allah, Yang Mahatinggi, berkuasa atas kerajaan manusia dan mengangkat siapa yang dikehendakiNya untuk kedudukan itu”.
c) Karena ketaatan kepada pemerintah itu harus dilakukan karena / demi Allah, maka jelas bahwa kita tidak boleh mentaati pemerintah pada saat pemerintah menyuruh / melarang kita untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Dalam hal seperti ini kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia / pemerintah (Kisah Para Rasul 4:19 Kisah Para Rasul 5:29).
Pulpit Commentary: “But that obedience is for his sake; therefore it cannot extend to unlawful commands” [= Tetapi ketaatan itu adalah demi Dia; karena itu ketaatan itu tidak bisa diperluas pada perintah-perintah yang bertentangan dengan hukum (Tuhan)] - hal 82-83.
3) ‘untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik’.
Calvin: “in ancient times, not only punishment was allotted to evil-doers, but also rewards to the doers of good” (= pada jaman kuno, bukan hanya hukuman diberikan kepada pembuat-pembuat kejahatan, tetapi juga pahala kepada pembuat-pembuat kebaikan) - hal 82.
Bdk. Roma 13:3-4 - “(3) Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. (4) Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.
1 Petrus 2: 15: “Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh”.
1) Kata ‘kehendak Allah’ di sini harus diartikan ‘perintah Allah’.
2) ‘dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh’.
a) ‘Kepicikan’.
KJV: ‘ignorance’ (= ketidak-tahuan / kebodohan).
NIV: ‘ignorant talk’ (= omongan bodoh).
b) ‘orang-orang yang bodoh’.
Calvin: “How much soever, then, the unbelieving may boast of their own acuteness, and may seem to be wise and prudent, yet the Spirit of God charges them with folly, in order that we may know that, apart from God, we cannot be really wise” (= Maka, betapapun orang yang tidak percaya membanggakan ketajaman / kecerdikan mereka sendiri, dan kelihatan bijaksana dan hati-hati, tetapi Roh Allah menuduh mereka dengan kebodohan, supaya kita mengetahui bahwa terpisah dari Allah kita tidak bisa betul-betul bijaksana) - hal 83.
c) ‘dengan berbuat baik kamu membungkamkan’.
1. Kata yang diterjemahkan ‘membungkam’ sebetulnya berarti ‘memberangus’ (Pulpit Commentary, hal 73).
2. Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh membungkamkan kepicikan orang-orang bodoh dengan menggunakan argumentasi, seperti yang sering dilakukan oleh Yesus terhadap para tokoh agama yang mencobai / menjebaknya (bdk. Matius 22:34). Juga Paulus (Kisah Para Rasul 24:10-dst 25:8-dst) maupun Stefanus (Kisah Para Rasul 7:2-dst) melakukan pembelaan diri yang bersifat verbal.
Alexander Nisbet: “Although it be fitting sometimes for the Lord’s people to use verbal apologies for their own clearing, and other lawful means of defence against the false aspersions, Acts 24:10 &c., 25:8, yet a holy and Christian carriage is the most powerful means ... to confute the calumnies of wicked men; and to bind up their mouths ... from speaking against the godly” (= Sekalipun kadang-kadang cocok bagi umat Tuhan untuk menggunakan pembelaan diri dengan kata-kata untuk membersihkan diri mereka sendiri, dan cara-cara pembelaan yang sah lainnya terhadap fitnahan palsu, Kis 24:10-dst, 25:8, tetapi sikap yang kudus dan kristiani merupakan cara yang paling kuat ... untuk membantah fitnahan dari orang-orang jahat; dan untuk membungkam mulut mereka ... dari berbicara menentang orang-orang saleh) - hal 93.
1 Petrus 2: 16: “Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah”.
1) ‘Hiduplah sebagai orang merdeka’.
Alexander Nisbet mengatakan (hal 95) bahwa orang kristen bukannya merdeka dalam arti bebas berbuat dosa, karena ini justru merupakan perbudakan dari setan dan dosa (Yohanes 8:34, 2 Timotius 2:26). Juga bukan merdeka dalam arti bebas dari segala kewajiban-kewajiban kita sebagai orang kristen. Lalu merdeka dalam hal apa? Kemerdekaan dari hukum Taurat sebagai ‘covenant of works’ (= perjanjian perbuatan baik), yang menunjuk pada pembenaran dan keselamatan karena perbuatan baik. Jadi, sekalipun kita tetap harus mentaati hukum Taurat, tetapi kita tidak mentaatinya untuk masuk surga (kita masuk surga / diselamatkan karena iman kita, bukan karena perbuatan baik kita). Kita juga tidak mentaatinya dengan takut-takut, seakan-akan setiap kali kita gagal maka kegagalan itu akan membawa kita ke neraka.
Itu juga artinya kalau dalam Roma 6:14-15 dikatakan bahwa kita ‘tidak berada di bawah hukum Taurat tetapi di bawah kasih karunia’.
2) ‘dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka’.
1 Petrus 2: 16 ini menunjukkan bahwa orang kristen yang sejatipun bisa hidup sambil menyalahgunakan kemerdekaan dalam Kristus untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka. Ada banyak jejak dalam Kitab Suci yang menunjukkan bahwa doktrin kebebasan ini memang sering disalahgunakan, seperti yang terlihat dari ayat-ayat di bawah ini.
Galatia 5:1,13 - “(1) Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. ... (13) Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih”.
2 Petrus 2:19 - “Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu”.
Yudas 4 - “Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus”.
Roma 5:20-6:2,12-22 - “(5:20) Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, (5:21) supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (6:1) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? (6:2) Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? ... (6:12) Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. (6:13) Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. (6:14) Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. (6:15) Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia? Sekali-kali tidak! (6:16) Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? (6:17) Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. (6:18) Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran. (6:19) Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan. (6:20) Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. (6:21) Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian. (6:22) Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal”.
Barclay: “Any great Christian doctrine can be perverted into an excuse for evil. The doctrine of grace can be perverted into an excuse for sinning to one’s heart’s content. The doctrine of the love of God can be sentimentalized into an excuse for breaking his law. The doctrine of the life to come can be perverted into an excuse for neglecting life in this world. And there is no doctrine so easy to pervert as that of Christian freedom” (= Seadanya doktrin besar Kristen bisa diselewengkan / disimpangkan menjadi suatu alasan untuk kejahatan. Doktrin tentang kasih karunia bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk berdosa bagi kepuasan hati seseorang. Doktrin tentang kasih Allah bisa disentimentilkan menjadi suatu alasan untuk melanggar hukumNya. Doktrin tentang kehidupan yang akan datang bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk mengabaikan kehidupan dalam dunia ini. Dan tidak ada doktrin yang begitu mudah untuk disimpangkan seperti doktrin kebebasan / kemerdekaan Kristen) - hal 207.
Barclay: “Christian freedom is always conditioned by Christian responsibility. Christian responsibility is always conditioned by Christian love. Christian love is the reflection of God’s love. And, therefore, Christian liberty can rightly be summed up in Augustine’s memorable phrase: ‘Love God, and do what you like.’” (= Kebebasan Kristen selalu diberi syarat-syarat oleh tanggung jawab Kristen. Tanggung jawab Kristen selalu diberi syarat-syarat oleh kasih Kristen. Kasih Kristen merupakan pantulan dari kasih Allah. Dan karena itu, kebebasan Kristen bisa dengan benar disimpulkan dalam ungkapan yang mengesankan dari Agustinus: ‘Kasihilah Allah, dan lakukanlah apapun yang engkau senangi’) - hal 207.
3) ‘tetapi hiduplah sebagai hamba Allah’.
Untuk kata ‘hamba’ digunakan kata Yunani DOULOS.
Pulpit Commentary: “The truest liberty is that of the servants of God; his service is perfect freedom (comp. Rom. 6:16-23)” [= Kebebasan yang sejati adalah kebebasan dari pelayan-pelayan Allah; pelayanannya adalah kebebasan yang sempurna (bdk. Roma 6:16-23)] - hal 74.
Barclay: “The Christian is free because he is the slave of God. Christian freedom does not mean being free to do as we like it; it means being free to do as we ought” (= Orang kristen itu bebas karena ia adalah hamba / budak dari Allah. Kebebasan Kristen tidak berarti bebas melakukan seperti yang kita inginkan; itu berarti bebas melakukan seperti yang seharusnya kita lakukan) - hal 207.
Barclay: “Christianity is community. The Christian is not an isolated unit; he is a member of a community and within that community his freedom operates. Christian freedom therefore is the freedom to serve. Only in Christ is a man so freed from self and sin that he can become as good as he ought to be. Freedom comes when a man receives Christ as king of his heart and Lord of his life” (= Kekristenan adalah suatu masyarakat. Orang kristen bukanlah suatu unit yang terpisah; ia adalah anggota dari suatu masyarakat dan dalam masyarakat itu kebebasannya bekerja. Karena itu kebebasan Kristen adalah kebebasan untuk melayani. Hanya di dalam Kristus seseorang manusia begitu bebas dari dirinya sendiri dan dosa sehingga ia bisa menjadi sebaik seperti yang seharusnya. Kebebasan datang pada saat seseorang manusia menerima Kristus sebagai raja dari hatinya dan Tuhan dari kehidupannya) - hal 208.
Orang Yahudi menganggap diri mereka sebagai orang merdeka, dan hanya berhutang kesetiaan kepada Allah saja, dan karena itu mereka terus memberontak kepada pemerintah Roma, kepada siapa Allah menundukkan mereka, karena pemberontakan mereka terhadapNya. Jadi mereka menggunakan kemerdekaan mereka sebagai alasan untuk melakukan kejahatan dan pemberontakan. Orang kristen tidak boleh bersikap seperti orang-orang Yahudi ini.
Orang kristen memang adalah orang merdeka. Mereka merdeka dari setan dan dosa, tetapi mereka adalah hamba-hamba Allah, dan karena itu harus taat kepada Allah, dan karena Allah menyuruh mereka taat kepada pemerintah, maka mereka harus taat kepada pemerintah.
1 Petrus 2: 17: “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!”.
1) ‘Hormatilah semua orang’.
a) Hukum ini penting pada suatu jaman dimana budak dianggap sebagai benda.
Barclay: “To us this may seem hardly needing to be said; but when Peter wrote this letter it was something quite new. There were 60.000.000 slaves in the Roman Empire, everyone of whom was considered in law to be, not a person, but a thing, with no rights whatever. ... It is still possible to treat people as things. ... When we regard anyone as existing solely to minister to our comfort or to further our plans, we are in effect regarding them, not as persons, but as things” (= Bagi kita hal ini kelihatannya hampir tidak perlu dikatakan; tetapi pada waktu Petrus menulis surat ini, hal itu merupakan sesuatu yang baru. Ada 60 juta budak dalam kekaisaran Romawi, dan secara hukum setiap orang dari mereka dianggap bukan sebagai manusia, tetapi sebagai benda, yang tidak mempunyai hak apapun. ... Adalah tetap mungkin untuk memperlakukan orang-orang sebagai benda pada masa ini. ... Pada saat kita menganggap seseorang itu ada semata-mata untuk melayani kesenangan kita atau untuk melanjutkan rencana kita, maka sebetulnya kita menganggap mereka bukan sebagai manusia, tetapi sebagai benda) - hal 208-209.
Penerapan: apakah saudara ‘mengorangkan’ (= menganggap / memperlakukan sebagai orang) pegawai-pegawai saudara? Atau saudara semata-mata menggunakan mereka dan memeras mereka demi keuntungan saudara sendiri?
Baru-baru ini, malam menjelang tahun baru Imlek, saya diundang makan oleh seseorang. Lalu saya mendengar bahwa besoknya ia dengan keluarganya mengajak semua pegawainya beserta keluarga masing-masing, untuk bepergian ke Sarangan dan bermalam satu malam di sana. Ia menyewa sebuah bus, dan ia membayar semua ongkos perjalanan, penginapan, makan dan sebagainya. Dan satu hal yang perlu ditekankan adalah: orang itu bukan orang kristen. Tetapi ia betul-betul memperlakukan para pegawainya sebagai manusia, dan memikirkan kesenangan mereka. Kalau saudara adalah orang kristen, tetapi saudara memperlakukan pegawai saudara sebagai benda, hanya dengan tujuan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempedulikan kesenangan dan kesejahteraan para pegawai saudara, maka saudara seharusnya malu kalau dibandingkan dengan orang tersebut.
b) Hukum ini bertentangan dengan sikap hormat yang hanya ditujukan kepada orang yang berkedudukan, orang kaya, orang yang menguntungkan, orang pandai, orang yang terkenal, orang yang cantik, dan sebagainya.
Pulpit Commentary mengatakan (hal 100-101) bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk menghormati orang-orang gede, yang mempunyai kekuasaan politik, dan mereka-mereka yang pandai atau kaya (bdk. Yakobus 2:1-4). Ini jelas merupakan kecenderungan yang hina dan jahat. Kekristenan menentang sikap ini dan berkata ‘hormatilah semua orang’.
c) Alasan untuk menghormati semua orang.
Pulpit Commentary: “in some sense honour is due to all men; for all men are God’s creatures, made originally in the likeness of God. ... the Christian may not despise any one, however base in his outward condition, in body, or in mind, or even however much fallen from God and goodness. The name of God may be written on that soul; low in all earthly things, it may be high in grace; the Lord Jesus died for that poor fallen soul; it may be restored and won back and forgiven like the sinful woman who washed the Lord’s feet with her tears, and wiped them with the hair of her head. Therefore the Christian must treat all men with consideration and respect; scorn and contempt are utterly out of place in the disciples of the lowly Saviour” (= dalam arti tertentu hormat harus diberikan kepada semua orang; karena semua orang adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah, dibuat secara orisinil dalam gambar Allah. ... orang Kristen tidak boleh merendahkan siapapun, betapapun jelek / hinanya keadaan lahiriahnya, dalam tubuhnya, atau dalam pikirannya, atau bahkan betapapun jauhnya ia jatuh dari Allah dan kebaikan. Nama Allah mungkin dituliskan pada jiwa tersebut; rendah dalam semua hal-hal duniawi, tetapi mungkin tinggi dalam kasih karunia’; Tuhan Yesus mati untuk jiwa yang jatuh dan malang itu; ia mungkin dipulihkan dan dimenangkan kembali dan diampuni seperti perempuan berdosa yang mencuci kaki Tuhan dengan air matanya, dan menyekanya dengan rambut kepalanya. Karena itu, orang Kristen harus memperlakukan semua orang dengan perhatian dan hormat; caci maki / cemoohan dan hinaan sama sekali tidak pada tempatnya dalam murid-murid dari Juruselamat yang rendah hati) - hal 83.
Tetapi bagaimana dengan Amsal 26:8 yang kelihatannya menunjukkan bahwa orang bebal tidak perlu dihormati?
Amsal 26:8 - “Seperti orang menaruh batu di umban, demikianlah orang yang memberi hormat kepada orang bebal”.
KJV: ‘bindeth’ (= mengikat).
RSV/NASB: ‘binds’ (= mengikat).
NIV: ‘tying’ (= mengikat).
Kata ‘menaruh’ sebetulnya adalah ‘mengikat’. Ini menunjukkan sesuatu yang aneh untuk dilakukan, karena orang meletakkan batu pada pengumban tujuannya adalah supaya batu itu bisa melesat jauh. Tetapi dengan diikatkan maka batu itu tidak bisa melesat. Tindakan memberi hormat kepada orang bebal dianggap sama anehnya dengan tindakan tersebut.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam menafsirkan Amsal 26:8 ini
1. Kata ‘bebal’ / ‘tolol’ dalam Kitab Suci biasanya tidak menunjuk pada orang yang mempunyai IQ rendah, tetapi biasanya menunjuk kepada orang yang bodoh secara rohani / berdosa.
2. Apa maksudnya ‘menghormati orang bebal / tolol’ dalam ayat ini?
Pulpit Commentary tentang Amsal 26:8: “You pay respect to a fool, or place him in an honourable position, but your labour is wasted; he cannot act up to his dignity, he cannot maintain the honour” (= Kamu menghormati seorang tolol, atau menempatkannya pada posisi yang terhormat, tetapi pekerjaanmu sia-sia; ia tidak bisa bertindak sesuai dengan martabatnya, ia tidak bisa mempertahankan kehormatannya) - hal 500.
Keil & Delitzsch (tentang Amsal 26:8): “he who confers a title of honour, a place of honour, and the like, on a fool, ... the fool makes the honour no honour; he is not capable of maintaining it; that which is conferred on him is uselessly wasted” (= ia yang memberikan gelar kehormatan, tempat kehormatan, dsb, kepada seorang yang tolol, ... orang tolol itu membuat kehormatan itu bukan kehormatan; ia tidak mampu mempertahankannya; apa yang diberikan kepadanya disia-siakan secara percuma) - hal 182.
Jadi kelihatannya kedua penafsir di atas ini mengartikan kata ‘menghormati’ sebagai ‘tindakan memberikan kedudukan terhormat’ kepada orang bebal tersebut, misalnya menjadikannya sebagai majelis gereja. Ini tentu merupakan sesuatu yang salah tetapi banyak terjadi. Tetapi ini berbeda dengan kalau kita ‘memberi hormat’ (misalnya dengan menganggukkan kepala) kepada seorang bebal. Ini bukan hanya tidak apa-apa, tetapi menurut 1Petrus 2:17 ini, harus dilakukan. Juga jelas bahwa kita tidak boleh menghina / mempermalukan dia, karena dia bebal / tolol.
d) Ada satu golongan orang yang betul-betul tidak perlu / tidak boleh dihormati, yaitu nabi palsu (Ul 13:3,5-11 2Yohanes 10-11).
Ulangan 13:3,5-11 - “(3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. ... (5) Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (6) Apabila saudaramu laki-laki, anak ibumu, atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau isterimu sendiri atau sahabat karibmu membujuk engkau diam-diam, katanya: Mari kita berbakti kepada allah lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, (7) salah satu allah bangsa-bangsa sekelilingmu, baik yang dekat kepadamu maupun yang jauh dari padamu, dari ujung bumi ke ujung bumi, (8) maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia dan janganlah menutupi salahnya, (9) tetapi bunuhlah dia! Pertama-tama tanganmu sendirilah yang bergerak untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. (10) Engkau harus melempari dia dengan batu, sehingga mati, karena ia telah berikhtiar menyesatkan engkau dari pada TUHAN, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan. (11) Maka seluruh orang Israel akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu”.
2Yohanes 10-11 - “(10) Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. (11) Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.
Ada satu ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa kita tetap harus menghormati nabi palsu, yaitu Kisah Para Rasul 23:5.
Kisah Para Rasul 23:1-5 - “(1) Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: ‘Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah.’ (2) Tetapi Imam Besar Ananias menyuruh orang-orang yang berdiri dekat Paulus menampar mulut Paulus. (3) Membalas itu Paulus berkata kepadanya: ‘Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku.’ (4) Dan orang-orang yang hadir di situ berkata: ‘Engkau mengejek Imam Besar Allah?’ (5) Jawab Paulus: ‘Hai saudara-saudara aku tidak tahu, bahwa ia adalah Imam Besar. Memang ada tertulis: Janganlah engkau berkata jahat tentang seorang pemimpin bangsamu!’”.
Apa artinya kata-kata Paulus ini? Ada yang menafsirkan kata-kata Paulus ini secara hurufiah / apa adanya, yaitu Paulus betul-betul minta maaf atas sikap kerasnya terhadap Imam Besar, karena tadinya ia tidak tahu bahwa itu adalah Imam Besar. Bahkan dalam Kis 23:5b ia lalu mengutip Keluaran 22:28 untuk menunjukkan bahwa apa yang tadi ia lakukan itu merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan Firman Tuhan.
Keberatan terhadap penafsiran ini:
1. Kalau saudara perhatikan Kisah Para Rasul 23:5 itu, maka saudara bisa melihat bahwa Paulus tidak meminta maaf. Ini aneh! Kalau ia memang merasa salah, mengapa ia tidak berkata ‘maafkan aku’?
2. Paulus adalah seorang rasul, dan rasul adalah jabatan tertinggi dalam gereja (bdk. 1Korintus 12:28 Efesus 4:11). Jadi, apapun kedudukan Ananias, Paulus tetap lebih tinggi. Lalu mengapa Paulus menyesal karena ia telah menghardik ‘bawahannya’ yang berbuat salah?
3. Tidak mungkin Paulus tidak tahu bahwa Ananias adalah Imam Besar! Paulus sendiri dulunya adalah seorang aktivist dalam Yudaisme, dan setelah menjadi kristenpun ia sangat terbeban untuk menyelamatkan orang-orang yang menganut Yudaisme. Jadi tidak mungkin ia tidak mengikuti perkembangan Yudaisme sehingga tidak tahu siapa imam besarnya. Juga dalam Kis 21:26,27 ia sudah pergi ke Bait Allah. Ini tidak memungkinkan ia tidak tahu siapa Imam Besarnya. Juga perlu saudara sadari bahwa Imam Besar mempunyai pakaian yang berbeda dengan yang lain sehingga pasti akan mudah diketahui.
4. Setelah kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, maka tidak ada lagi Imam Besar, karena Yesuslah yang menjadi satu-satunya Imam Besar / Pengantara antara Allah dan manusia (bdk. 1Timotius 2:5 Ibrani 4:14-10:22). Mungkinkah di sini Paulus masih mengakui keimaman dari Ananias dan dengan demikian menghina keimaman Kristus?
5. Kalau memang Paulus menghormati Ananias, maka ini menunjukkan bahwa nabi palsu yang mempunyai jabatan tinggi tetap harus dihormati. Padahal dalam sepanjang Kitab Suci kita tidak pernah menjumpai ada nabi / rasul asli yang menghormati nabi palsu. Mereka justru selalu bersikap keras terhadap para nabi palsu! Karena itu adalah aneh kalau di sini Paulus menghormati Ananias yang jelas-jelas adalah nabi palsu. Bdk. Galatia 1:6-9 2Yoh 9-11.
Karena itu Calvin dan beberapa penafsir lainnya mengikuti penafsiran Agustinus yang mengatakan bahwa kata-kata Paulus dalam Kis 23:5 ini bersifat irony (= ejekan). Jadi Paulus menjawab kecaman dalam Kis 23:4 itu dengan sinis dan mengejek: “Aku tidak tahu kalau orang seperti itu bisa adalah imam besar!”. Dan karena ini adalah kata-kata sinis, ini tidak bisa disebut sebagai dusta.
Kutipan dari Keluaran 22:28 itu ia berikan dalam Kis 23:5b itu justru untuk menunjukkan bahwa Paulus tidak mengakui Ananias sebagai pemimpin.
Dengan demikian jelaslah bahwa Kisah Para Rasul 23:5 ini tidak boleh dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa jemaat harus tetap menghormati seorang pendeta yang adalah nabi palsu!
Penerapan: Bagaimana sikap saudara terhadap pendeta-pendeta yang liberal, yang tidak pernah memberitakan Injil, yang bahkan mengajarkan bahwa Kitab Suci bukanlah Firman Allah atau bahwa Yesus bukanlah satu-satunya jalan ke surga? Ingat bahwa mereka adalah antek-antek setan! Jangan menghormati mereka (2Yoh 9-11), dan jangan takut untuk menentang mereka!
Ingat bahwa dalam Ul 13 tadi dikatakan bahwa kalaupun nabi palsu itu adalah salah seorang anggota keluarga kita, dalam Perjanjian Lama Tuhan tetap memerintahkan untuk melakukan hukuman mati! Hukuman matinya memang sudah tidak bisa diberlakukan pada jaman Perjanjian Baru, tetapi jelas bahwa kita tidak boleh menghormati, beramah-tamah, bersekutu dengan seorang nabi palsu, hanya dengan alasan ‘sungkan’ atau ‘sudah kenal baik’, dsb.
e) Kita harus menghormati semua orang, tetapi hormat yang diberikan bisa berbeda-beda.
Pulpit Commentary: “Respect is due to all men, of course in varying degrees and to be shown in different ways; but in some sense it is due to all, to the humblest and even to the worst” (= Hormat harus diberikan kepada semua orang, tetapi tentu saja dengan tingkat-tingkat yang berbeda-beda dan ditunjukkan dengan cara yang berbeda-beda; tetapi dalam arti tertentu itu harus diberikan kepada semua, kepada yang paling rendah dan bahkan kepada yang paling jelek / brengsek) - hal 74.
Pulpit Commentary: “We must honour all men, because all men are the creatures of God; we must honour most those in whom the image of God is best reflected” (= Kita harus menghormati semua orang, karena semua orang adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah; kita harus paling menghormati mereka dalam siapa gambar Allah dipantulkan secara paling baik) - hal 83.
Dengan kata lain, makin saleh / suci kehidupan seseorang, makin tinggi hormat yang harus kita berikan kepadanya.
Kitab Suci memang menekankan orang-orang tertentu untuk dihormati:
1. Orang tua (ayah dan ibu).
Keluaran 20:12 - “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu”.
2. Orang yang berusia lanjut.
Imamat 19:32 - “Engkau harus bangun berdiri di hadapan orang ubanan dan engkau harus menaruh hormat kepada orang yang tua dan engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN”.
3. Pasangan hidupnya.
Efesus 5:33 - “Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya”.
1Petrus 3:7 - “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang”.
4. Janda-janda yang benar-benar adalah janda.
1Timotius 5:3 - “Hormatilah janda-janda yang benar-benar janda”.
Mungkin ayat ini agak aneh; mengapa janda yang benar-benar adalah janda harus dihormati?
Calvin menafsirkan (hal 120) bahwa kata ‘hormatilah’ di sini harus diartikan ‘perhatikanlah’ / ‘peliharalah’. Mirip dengan itu, Pulpit Commentary mengatakan (hal 95) bahwa kata ‘hormati’ di sini merupakan kebalikan dari ‘abaikan’.
Mungkin juga karena biasanya janda selalu diremehkan / dilecehkan, maka sekarang diberi kata-kata ini untuk memberi suatu keseimbangan.
5. Pelayan-pelayan Tuhan yang sungguh-sungguh.
1Timotius 5:17 - “Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar”.
Filipi 2:25,29-30 - “(25) Sementara itu kuanggap perlu mengirimkan Epafroditus kepadamu, yaitu saudaraku dan teman sekerja serta teman seperjuangan-ku, yang kamu utus untuk melayani aku dalam keperluanku. ... (29) Jadi sambutlah dia dalam Tuhan dengan segala sukacita dan hormatilah orang-orang seperti dia. (30) Sebab oleh karena pekerjaan Kristus ia nyaris mati dan ia mempertaruhkan jiwanya untuk memenuhi apa yang masih kurang dalam pelayananmu kepadaku”.
1Tesalonika 5:12-13a - “(12) Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu; (13a) dan supaya kamu sungguh-sungguh menjunjung mereka dalam kasih karena pekerjaan mereka”.
1Korintus 16:15-18 - “(15) Ada suatu permintaan lagi kepadamu, saudara-saudara. Kamu tahu, bahwa Stefanus dan keluarganya adalah orang-orang yang pertama-tama bertobat di Akhaya, dan bahwa mereka telah mengabdikan diri kepada pelayanan orang-orang kudus. (16) Karena itu taatilah orang-orang yang demikian dan setiap orang yang turut bekerja dan berjerih payah. (17) Aku bergembira atas kedatangan Stefanus, Fortunatus dan Akhaikus, karena mereka melengkapi apa yang masih kurang padamu; (18) karena mereka menyegarkan rohku dan roh kamu. Hargailah orang-orang yang demikian!”.
f) Bagaimana dengan orang kaya? Haruskah kita menghormati orang kaya?
Tentu saja tidak salah untuk menghormati orang kaya, selama:
1. Saudara menghormati orang miskin dengan hormat yang sama.
Kalau saudara menghormati orang kaya, tetapi mengacuhkan orang miskin, maka renungkan Yak 2:1-4.
Yakobus 2:1-4 - “(1) Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. (2) Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, (3) dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: ‘Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!’, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: ‘Berdirilah di sana!’ atau: ‘Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!’, (4) bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?”.
Penerapan: pada waktu menyambut jemaat, samakah sikap saudara terhadap orang yang datang naik Mercy, dan sikap saudara terhadap orang yang datang naik becak / bemo?
2. Saudara menghormatinya dengan hati yang tulus, bukan dengan motivasi yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan.
2) ‘kasihilah saudara-saudaramu’.
KJV: ‘Love the brotherhood’ (= Kasihilah persaudaraan).
NIV: ‘Love the brotherhood of believers’ (= Kasihilah persaudaraan dari orang-orang percaya).
Tentu saja kita juga harus mengasihi orang kristen KTP dan orang kafir (Matius 22:39), dan bahkan musuh (Mat 5:44), tetapi untuk sesama orang kristen, hal ini harus lebih ditekankan!
Bdk. Galatia 6:10 - “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”.
Pulpit Commentary: “Christians are not only brethren, but a brotherhood, one body in Christ; they are knit together by one Spirit into one communion and fellowship; they must regard one another with fraternal affection. The nearer they draw to Christ, who loved them and gave himself for them, the more fully will they learn of him this high and holy lesson of Christian love” (= Orang-orang Kristen bukan hanya bersaudara, tetapi merupakan suatu persaudaraan, satu tubuh dalam Kristus; mereka disatukan oleh satu Roh ke dalam satu kumpulan dan persekutuan; mereka harus memandang satu sama lain dengan perasaan persaudaraan. Makin mereka dekat dengan Yesus Kristus, yang mengasihi mereka dan memberikan diriNya sendiri untuk mereka, makin penuh mereka belajar dariNya tentang pelajaran yang tinggi dan kudus dari kasih Kristen ini) - hal 83.
Barclay: “The dominant atmosphere of the Church must always be love” (= Suasana yang dominan / menonjol dari Gereja harus selalu adalah kasih) - hal 209.
3) ‘takutlah akan Allah’.
Barclay: “Fear here does not mean terror; it means awe and reverence” (= Takut di sini tidak berarti ngeri; itu berarti kagum dan hormat) - hal 209.
Pulpit Commentary: “‘Fearing God’ comes before ‘honouring the king.’ Peter was himself an illustration of that, when he told the rulers ‘We must obey God rather than man.’” (= ‘Takutlah akan Allah’ ada sebelum ‘hormatilah raja’. Petrus sendiri merupakan suatu ilustrasi dari hal itu, pada waktu ia berkata kepada para penguasa ‘Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia’) - hal 110.
4) ‘hormatilah raja!’.
Barclay: “if it was really Peter who wrote this letter, the king in question is none than Nero. It is the teaching of the New Testament that the ruler is sent by God to preserve order among men and that he must be respected, even if he is a Nero” (= Jika Petrus memang adalah yang menulis surat ini, maka raja yang dipersoalkan bukan lain dari pada Nero. Merupakan ajaran Perjanjian Baru bahwa penguasa dikirim oleh Allah untuk menjaga keteraturan di antara manusia dan bahwa ia harus dihormati, bahkan jika ia adalah seorang Nero) - hal 209.
Adam Clarke: “if the man be even bad, and as a man be worthy of no reverence, yet he should be respected on account of his office. If respect be banished, subordination will flee with it, and anarchy and ruin will rise up in their place” (= jika orang / raja itu buruk, dan sebagai seorang manusia tidak layak dihormati, tetapi ia harus dihormati karena jabatannya. Jika hormat dibuang, ketundukan akan hilang bersamanya, dan anarkhi dan kehancuran akan muncul menggantikannya) - hal 854.
BACA JUGA: SAKRAMEN BAPTISAN DAN PERJAMUAN KUDUS
Pulpit Commentary: “‘Honour the king.’ The king was Nero. It was hard to honour such a one, a monster stained with every infamy. But Christians were to see in him the representative of law and order, and they were to respect his authority while they could not but loathe his crimes” (= ‘Hormatilah raja’. Raja itu adalah Nero. Adalah sukar untuk menghormati orang seperti itu, seorang monster yang dinodai dengan setiap keburukan. Tetapi orang-orang kristen harus melihat dalam dia wakil dari hukum dan keteraturan, dan mereka harus menghormati otoritasnya sementara mereka hanya bisa muak terhadap kejahatan-kejahatannya) - hal 83.
Penerapan: Ini jelas bukan merupakan sesuatu yang gampang! Bisakah saudara menghormati presiden, gubernur, wali kota, bahkan lurah atau RW / RT, yang brengsek, dan menentang / menindas kekristenan?
Bdk. Pengkhotbah 10:20a - “Dalam pikiran pun janganlah engkau mengutuki raja”.
Bdk. Keluaran 22:28 - “‘Janganlah engkau mengutuki Allah dan janganlah engkau menyumpahi seorang pemuka di tengah-tengah bangsamu”.
Tetapi bagaimana dengan Kristus yang menggunakan ‘kata-kata kasar’ pada waktu berbicara tentang Herodes?
Lukas 13:31-32 - “(31) Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: ‘Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau.’ (32) Jawab Yesus kepada mereka: ‘Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai”.
Catatan: kata ‘serigala’ kurang tepat; dalam terjemahan Inggris diterjemahkan ‘fox’ (= rubah). Hal yang sama terjadi dalam Matius 8:20.
Jay E. Adams: “Christians may (as Christ did) call a ruler a ‘fox’ (Luke 13:32), but may not resist his rightfully instituted authority. These words were an accurate description of Herod as a man; they had nothing to do with lack of submission” [= Orang-orang kristen boleh (seperti yang Kristus lakukan) menyebut seorang penguasa sebagai ‘rubah’ (Lukas 13:32), tetapi tidak boleh menentang otoritasnya yang diadakan secara benar. Kata-kata ini merupakan gambaran yang akurat dari Herodes sebagai seorang manusia; dan tidak berhubungan dengan tidak adanya ketundukan] - hal 82.
Saya tidak mengerti bagaimana Jay Adams mengijinkan orang kristen menyebut penguasa / pemerintah dengan sebutan ‘fox’ (= rubah), selama mereka mentaatinya, karena kata ‘fox’ (= rubah) jelas merupakan suatu penghinaan, karena ini jelas bertentangan dengan kata-kata ‘hormatilah raja’.
Juga dalam Perjanjian Lama kita melihat banyak nabi-nabi yang tidak terlihat menghormati raja-raja yang brengsek.
Misalnya nabi Mikha dalam 1Raja-raja 22:15 - “Setelah ia sampai kepada raja, bertanyalah raja kepadanya: "Mikha, apakah kami boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau kami membatalkannya?" Jawabnya kepadanya: ‘Majulah dan engkau akan beruntung, sebab TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’”.
Kata-kata ini jelas merupakan olok-olok / ejekan!
Mungkin hal ini terjadi karena Yesus dan nabi dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari raja.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-