BUKU PROVIDENCE OF GOD (EDISI TERBARU 2)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
BUKU PROVIDENCE OF GOD (EDISI TERBARU 2)
otomotif, gadget, bisnis

29)Yehezkiel 14:9 - “Jikalau nabi itu membiarkan dirinya tergoda dengan mengatakan suatu ucapan - Aku, TUHAN yang menggoda nabi itu - maka Aku akan mengacungkan tanganKu melawan dia dan memunahkannya dari tengah-tengah umatKu Israel.”.

Ayat ini terletak dalam suatu kontex dimana Allah mengancam Israel. Ia berkata bahwa kalau ada orang yang pergi kepada seorang nabi palsu dan menanyakan petunjuk kepada nabi itu, maka Allah sendiri akan menjawab orang itu (Yeh 14:4,7). Lalu dalam Yeh 14:9 dikatakan bahwa pada waktu nabi palsu itu memberi petunjuk, yang tentunya merupakan petunjuk yang sesat, maka Tuhan yang menggoda nabi palsu itu.

Yehezkiel 14:1-8 - “(1) Sesudah itu datanglah kepadaku beberapa orang dari tua-tua Israel dan duduk di hadapanku. (2) Maka datanglah firman TUHAN kepadaku: (3) ‘Hai anak manusia, orang-orang ini menjunjung berhala-berhala mereka dalam hatinya dan menempatkan di hadapan mereka batu sandungan, yang menjatuhkan mereka ke dalam kesalahan. Apakah Aku mau mereka meminta petunjuk dari padaKu? (4) Oleh sebab itu berbicaralah kepada mereka dan katakan: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Setiap orang dari kaum Israel yang menjunjung berhala-berhalanya dalam hatinya dan menempatkan di hadapannya batu sandungan yang menjatuhkannya ke dalam kesalahan, lalu datang menemui nabi - Aku, TUHAN sendiri akan menjawab dia oleh karena berhala-berhalanya yang banyak itu, (5) supaya Aku memikat hati kaum Israel, yang seluruhnya sudah menyimpang dari padaKu dengan mengikuti segala berhala-berhala mereka. (6) Oleh karena itu katakanlah kepada kaum Israel: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Bertobatlah dan berpalinglah dari berhala-berhalamu dan palingkanlah mukamu dari segala perbuatan-perbuatanmu yang keji. (7) Karena setiap orang, baik dari kaum Israel maupun dari orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah Israel, yang menyimpang dari padaKu dan menjunjung berhala-berhalanya dalam hatinya dan menempatkan di hadapannya batu sandungan, yang menjatuhkannya ke dalam kesalahan, lalu datang menemui nabi untuk meminta petunjuk dari padaKu baginya - Aku, TUHAN sendiri akan menjawab dia. (8) Aku sendiri akan menentang orang itu dan Aku akan membuat dia menjadi lambang dan kiasan dan melenyapkannya dari tengah-tengah umatKu. Dan kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN.”.

Calvin mengatakan bahwa dari ay 1 terlihat bahwa beberapa tua-tua Israel datang menghadap Yehezkiel untuk meminta petunjuk Tuhan dari dia, tetapi Tuhan tahu kemunafikan orang-orang ini.

Calvin (tentang Yehezkiel 14:1-3): “an implied comparison must be remarked between God and idols. For God has erected the seat of his empire in our hearts: but when we set up idols, we necessarily endeavor to overthrow God’s throne, and to reduce his power to nothing. Hence the most heinous crime of sacrilege is here shown in those old men ‘who caused idols to rise above their hearts.’ For hence it follows that all their senses were drowned in their superstitions.” [= suatu perbandingan yang implicit harus diperhatikan antara Allah dan berhala-berhala. Karena Allah telah menegakkan kedudukan dari kekaisaranNya dalam hati kita: tetapi pada waktu kita mendirikan berhala-berhala, kita pasti / harus berusaha untuk menjatuhkan takhta Allah, dan menurunkan / merendahkan kuasaNya sampai nihil. Jadi, di sini ditunjukkan kejahatan penyalah-gunaan sesuatu yang keramat yang paling menjijikkan dalam diri orang-orang tua / tua-tua itu ‘yang menyebabkan berhala-berhala naik di atas hati mereka’. Karena itu, akibatnya adalah bahwa semua pikiran sehat / penilaian mereka ditenggelamkan dalam takhyul-takhyul mereka.].

Bdk. Matius 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.’”.

Roma 1:21-29 - “(21) Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepadaNya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. (22) Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. (23) Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar. (24)Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. (25) Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. (26) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (28) Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: (29) penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.”.

Calvin (tentang Yehezkiel 14:3): “He adds, ‘they placed the stumblingblock of their iniquity before his face.’ By this second clause he signifies their hardness and perverseness; as if he had said, although the doctrine of the law was put before their eyes, yet they had no regard for piety, and despised even God’s threats, as if he were not going to be their judge. When, therefore, the sinner is not moved by any admonitions, and is more than convicted of his impiety, and is compelled, whether he will or not, to suffer God’s anger, and yet afterwards despises it, he is said ‘to put the stumbling block of his iniquity before his face.’” [= Ia menambahkan, ‘mereka menempatkan batu sandungan dari kejahatan mereka di hadapan wajahnya’. Dengan anak kalimat yang kedua ini ia menunjukkan kekerasan dan kejahatan / kebejatan mereka; seakan-akan Ia telah mengatakan, sekalipun ajaran dari hukum Taurat diletakkan di depan mata mereka, tetapi mereka tidak mempunyai kepedulian terhadap kesalehan, dan bahkan meremehkan ancaman-ancaman Allah, seakan-akan Ia tidak akan menjadi Hakim mereka. Karena itu, pada waktu orang berdosa tidak digerakkan oleh nasehat / peringatan apapun, dan lebih dari sadar tentang kejahatannya, dan dipaksa, apakah ia mau atau tidak, untuk mengalami / menderita kemarahan Allah, tetapi belakangan meremehkannya, ia dikatakan ‘meletakkan batu sandungan dari kejahatannya di depan wajahnya’.].

Catatan: ay 3b (LAI): “dan menempatkan di hadapan mereka batu sandungan, yang menjatuhkan mereka ke dalam kesalahan.”. Ini salah terjemahan!

Ay 3b (KJV): ‘and put the stumblingblock of their iniquity before their face:’ [= dan meletakkan batu sandungan dari kejahatan mereka di depan wajah mereka:]. RSV/NIV/NASB sama / mirip dengan KJV.

Calvin (tentang Yehezkiel 14:4): “What then does God say? ‘I will answer them,’ but far otherwise than they either wish or desire: for ‘I will answer them according to the multitude of their idols:’ ... hence he says, ‘that he would answer them,’ not as they thought, but as they deserved.” [= Lalu apa yang Allah katakan? ‘Aku akan menjawab mereka’, tetapi jauh dari pada yang mereka inginkan: karena ‘Aku akan menjawab mereka menurut / sesuai dengan banyaknya berhala mereka’: ... maka Ia berkata, ‘bahwa Ia akan menjawab mereka’, bukan seperti yang mereka pikirkan, tetapi seperti yang mereka layak dapatkan.].

Catatan: ay 4 akhir (LAI): “Aku, TUHAN sendiri akan menjawab dia oleh karena berhala-berhalanya yang banyak itu,”. Ini lagi-lagi salah terjemahan.

KJV: ‘I the LORD will answer him that cometh according to the multitude of his idols;’ [= Aku, TUHAN akan menjawab dia yang datang menurut / sesuai dengan banyaknya berhala-berhalanya].

Calvin (tentang Yeh 14:8): “At length he adds, ‘I will cut him off from my people.’ This is most severe of all, for even the hope of pity is taken away. ... when any one is cut off from God’s people, his safety is already beyond hope.” [= Akhirnya Ia menambahkan, ‘Aku akan memotong / melenyapkannya dari umatKu’. Ini adalah yang paling keras dari semua, karena bahkan pengharapan tentang belas kasihan diambil. ... pada waktu siapapun dipotong / dilenyapkan dari umat Allah, keamanannya sudah di luar pengharapan.].

Tentang ay 9 Calvin mengatakan bahwa orang-orang itu lalu kembali kepada nabi-nabi palsu mereka. Mereka diberi teguran oleh nabi asli, dan mereka tak mau mempedulikan, dan mereka kembali kepada nabi-nabi palsu mereka.

Calvin (tentang Yehezkiel 14:9): “Thy God tries thee, says Moses, whether you love him. (Deuteronomy 8:3.) Since, therefore, no false prophet arises without the just judgment of God, and since God wishes to distinguish between sincere worshipers and hypocrites, it follows that no one can be excused on this pretext, of differing opinions which arise by wise ordination. For since God wishes to make an experiment, as I have said, concerning his servants and sons, and since false prophets so mingle all things, and involve the clear daylight in darkness, no one who truly and heartily seeks God shall be entangled among their snares.” [= Allahmu menguji engkau, kata Musa, apakah kamu mengasihi Dia (Ulangan 8:3). Karena itu, karena tak ada nabi palsu muncul tanpa penghakiman yang adil dari Allah, dan karena Allah ingin membedakan antara penyembah-penyembah yang sungguh-sungguh / tulus dan orang-orang munafik, akibatnya adalah bahwa tak seorangpun bisa dimaafkan atas dalih ini, tentang pandangan-pandangan yang berbeda YANG MUNCUL OLEH PENENTUAN YANG BIJAKSANA. Karena Allah ingin untuk membuat suatu percobaan, seperti telah saya katakan, berkenaan dengan pelayan-pelayan dan anak-anakNya, dan karena nabi-nabi palsu begitu mencampur segala sesuatu, dan melibatkan cahaya tengah hari dalam kegelapan, tak seorangpun yang dengan sungguh-sungguh / tulus dan semangat mencari Allah akan terlibat / terjerat di antara jerat-jerat mereka.].

Catatan: Ulangan 8:3 itu kelihatannya salah cetak, dalam buku fisiknya juga salah. Seharusnya Ulangan 13:3. Supaya terlihat kontextnya saya berikan Ulangan 13:1-5 di bawah ini.

Ulangan 13:1-5 - “(1) Apabila di tengah-tengahmu muncul seorang nabi atau seorang pemimpi, dan ia memberitahukan kepadamu suatu tanda atau mujizat, (2) dan apabila tanda atau mujizat yang dikatakannya kepadamu itu terjadi, dan ia membujuk: Mari kita mengikuti allah lain, yang tidak kaukenal, dan mari kita berbakti kepadanya, (3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. (4) TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintahNya, suaraNya harus kamu dengarkan, kepadaNya harus kamu berbakti dan berpaut. (5) Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”.

Calvin (tentang Yehezkiel 14:9): “But Ezekiel will proceed still further, as I have previously hinted, namely, that all impostures and errors do not spring up rashly, but proceed from the ingratitude of the people itself. For if they had not so willingly given themselves up to the false prophets, God would doubtless have spared them. But, since false prophets abounded on every side, and were so plentiful everywhere, hence it may be understood that, the people were worthy of such impostures. Now then we perceive the meaning of the Holy Spirit when God pronounces that he is the author of all the error which the false prophets were thus scattering abroad.” [= Tetapi Yehezkiel melanjutkan lebih jauh lagi, seperti telah saya tunjukkan sebelumnya, yaitu, bahwa semua penipu dan kesalahan tidak muncul dengan sembarangan, tetapi keluar dari rasa tidak tahu terima kasih dari bangsa itu sendiri. Karena seandainya mereka tidak dengan begitu sukarela menyerahkan diri mereka sendiri kepada nabi-nabi palsu, Allah tidak diragukan akan sudah menyayangkan mereka. Tetapi, karena nabi-nabi palsu berlimpah-limpah di setiap sisi, dan begitu banyak dimana-mana, maka bisa dimengerti bahwa bangsa itu layak mendapatkan penipu-penipu seperti itu. Maka sekarang kita mengerti maksud dari Roh Kudus pada waktu Allah mengumumkan bahwa Ia adalah Pencipta dari semua kesalahan yang nabi-nabi palsu itu sebarkan secara luas.].

Calvin (tentang Yeh 14:9): “this passage teaches us that neither impostures nor deceptions arise without God’s permission.” [= text ini mengajar kita bahwa tak ada penipu atau tipuan / penggunaan tipuan muncul tanpa ijin Allah.].

Calvin (tentang Yeh 14:9): “Whatever be the explanation, he pronounces ‘that he deceived the false prophets,’ because Satan could not utter a single word unless he were permitted, and not only so, but even ordered; while God exercises his wrath against the wicked.” [= Apapun penjelasannya, Ia mengumumkan ‘bahwa Ia menipu nabi-nabi palsu’, karena Iblis tidak bisa mengucapkan satu katapun seandainya ia tidak diijinkan, dan bukan hanya demikian, tetapi bahkan diperintahkan; sementara Allah melaksanakan murkaNya terhadap orang-orang jahat.].

Calvin (tentang Yeh 14:9): “And so in this place, I confess, there is an improper form of speaking; but the sense is not doubtful - that all impostures are scattered abroad by God - since Satan, as I have said, can never utter the slightest word unless commanded by God.” [= Dan demikianlah di tempat ini, saya mengakui, bahwa di sana ada suatu bentuk pembicaraan yang tidak tepat; tetapi artinya tidak meragukan - bahwa semua penipu disebarkan secara luas oleh Allah - karena Iblis, seperti telah saya katakan, tidak pernah bisa mengucapkan kata yang paling kecil / tidak penting kecuali diperintahkan oleh Allah.].

Lalu Calvin menceritakan cerita tentang nabi Mikha dan Ahab, dalam 1 Raja 22.

1Raja-raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa? (22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu.’”.

Lalu, mengomentari text dalam 1Raja 22 ini, Calvin mengatakan sebagai berikut:

Calvin (tentang Yeh 14:9): “Here he distinctly shows us the manner in which God maddens the false prophets, and deceives them, namely, since he sends forth Satan to fill them with his lies. Since, then, they are impelled by Satan, the father of lies, what can they do but lie and deceive? The whole of this, then, depends on the just judgments of God, as this place teaches. God, therefore, does not deceive, so to speak, without an agency, but uses Satan and impostors as organs of his vengeance. If any one flies to that subtle distinction between ordering and permitting, he is easily refuted by the context. For that cannot be called mere permission when God willingly seeks for some one to deceive Ahab, and then he himself orders Satan to go forth and do so.” [= Di sini ia dengan jelas menunjukkan kepada kita cara dalam mana Allah membuat gila nabi-nabi palsu, dan menipu mereka, yaitu, karena Ia mengutus Iblis untuk mengisi / memenuhi mereka dengan dusta-dustanya. Maka, karena mereka didesak oleh Iblis, bapa dari dusta, apa yang bisa mereka lakukan kecuali berdusta dan menipu? Jadi, seluruhnya dari hal ini, tergantung pada penghakiman yang adil dari Allah, seperti yang diajarkan oleh tempat ini. Karena itu, Allah, bisa dikatakan tidak menipu, tanpa suatu alat, tetapi menggunakan Iblis dan penipu-penipu sebagai alat-alat dari pembalasanNya. Jika ada siapapun lari pada pembedaan yang tipis antara memerintahkan dan mengijinkan, ia dengan mudah dibantah oleh kontextnya. Karena itu tidak bisa disebut sekedar ijin, pada waktu Allah dengan sukarela mencari seseorang untuk menipu Ahab, dan lalu Ia sendiri memerintahkan Iblis untuk pergi dan melakukan demikian.].

30)Hab 1:5-7,11-12 - “(5) Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan. (6) Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka. (7) Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal dari padanya sendiri. ... (11) Maka berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak terus; demikianlah mereka bersalah dengan mendewakan kekuatannya. (12) Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa.”.

Tuhan membangkitkan / menentukan orang Kasdim untuk membunuh / menghukum / menyiksa.

Calvin (tentang Hab 1:5): “And he bids those among the nations to behold, as though he had said, that they were unworthy to be taught in the school of God; he therefore appointed other masters for them, even the Chaldeans, as we shall presently see. He might have said - look to God; but as the Prophet had so long spent his labor in vail and without profit while teaching them, he sets over them the Chaldeans as teachers. Behold, he says, ye teachers among the Gentiles. There is here indeed an implied contrast, as thought he said - ‘God has hitherto often recalled you to himself, and has offered himself to you, but ye have refused to look to him; now then, as he is wearied with exercising patience so long, he appoints for you other teachers; learn now from the Gentiles what ye have hitherto refused to learn from the holy mouth of God himself.’” [= Dan Ia mengundang mereka di antara bangsa-bangsa untuk memandang, seakan-akan Ia telah berkata, bahwa mereka tidak layak untuk diajar dalam sekolah Allah; dan karena itu Ia menetapkan tuan-tuan / guru-guru lain untuk mereka, yaitu orang-orang Kasdim, seperti sekarang akan kita lihat. Ia bisa telah berkata - pandanglah Allah; tetapi karena sang Nabi telah begitu lama menghabiskan jerih payahnya dan tanpa guna dengan mengajar mereka, Ia meletakkan di atas mereka orang-orang Kasdim sebagai guru-guru. Lihatlah, Ia berkata, kamu guru-guru di antara orang-orang non Yahudi. Di sini memang secara implicit ada suatu kontras, seakan-akan Ia berkata - ‘Allah sampai sekarang telah sering meminta / memerintahkan kamu untuk kembali kepada diriNya sendiri, dan telah menawarkan diriNya sendiri kepada kamu, tetapi kamu telah menolak untuk memandang kepada Dia; jadi sekarang, karena Ia bosan menggunakan kesabaran begitu lama, Ia menetapkan untuk kamu guru-guru lain; belajarlah sekarang dari orang-orang non Yahudi apa yang sampai sekarang telah kamu tolak untuk belajar dari mulut yang kudus dari Allah sendiri’.].

Calvin (tentang Hab 1:5): “He afterwards adds - ‘And wonder ye, wonder.’ By these words the prophets express how dreadful God’s judgment would be, which would astonish the Jews themselves. Had they not been extremely refractory they might have quietly received instruction, for God would have addressed them by his prophets, as though they had been his own children. They might thus, with composed minds, have listened to God speaking to them; but the time was now come when they were to be filled with astonishment. We hence see that the Prophet meant this in a few words - that there would be a new mode of teaching, which would overwhelm the unwilling with astonishment, because they would not endure to be ruled in a gentle manner, when the Lord required nothing from them but to render themselves teachable.” [= Ia belakangan menambahkan - ‘Dan jadilah heran, heranlah’. Dengan kata-kata ini nabi-nabi menyatakan betapa menakutkan penghakiman Allah itu nanti, yang akan mengherankan orang-orang Yahudi itu sendiri. Seandainya mereka tidak menolak dengan extrim mereka bisa telah menerima instruksi dengan tenang, karena Allah akan telah berbicara kepada mereka melalui nabi-nabiNya, seakan-akan mereka adalah anak-anakNya sendiri. Jadi, mereka bisa, dengan pikiran yang tenang, telah mendengarkan Allah berbicara kepada mereka; tetapi saatnya sekarang telah datang pada waktu mereka harus dipenuhi dengan keheranan. Jadi kita lihat bahwa sang Nabi memaksudkan ini dalam sedikit kata-kata - bahwa di sana akan ada suatu cara mengajar yang baru, yang akan memenuhi orang-orang yang tak mau itu dengan keheranan, karena mereka tidak mau menahan untuk diperintah dengan suatu cara yang lembut, pada waktu Tuhan tidak menuntut apapun dari mereka selain membuat diri mereka sendiri bisa diajar.].

Calvin (tentang Hab 1:5): “After having said that God’s judgment would be dreadful, he adds that it was nigh at hand - ‘a work,’ he says, ‘will he work in your days,’ etc. They had already been often warned of that vengeance, but as they had for a long time disregarded it, they did ever remain sunk in their own self-delusions, like men who are wont to protract time and hunt on every side for some excuse for indulging themselves. So then when the people became hardened against all threatening, they thought that God would ever bear with them; hence the Prophet expressly declares, that the execution of that which they regarded as a fable was near at hand - ‘He will work,’ he says, ‘this work in your days.’” [= Setelah mengatakan bahwa penghakiman Allah akan menakutkan, ia menambahkan bahwa itu sudah dekat - ‘suatu pekerjaan’, katanya, ‘akan Ia kerjakan dalam jamanmu’, dst. Mereka telah sering diperingatkan tentang pembalasan itu, tetapi karena mereka untuk waktu yang lama telah mengabaikannya, mereka tetap tenggelam dalam penipuan diri mereka sendiri, seperti orang-orang yang terbiasa memperpanjang waktu dan mencari di setiap sisi dalih untuk memuaskan diri mereka sendiri. Jadi, pada waktu bangsa itu menjadi keras terhadap semua ancaman, mereka berpikir / mengira bahwa Allah akan selalu menoleransi / sabar terhadap mereka; maka sang Nabi secara explicit menyatakan, bahwa pelaksanaan dari apa yang mereka anggap sebagai suatu dongeng / dusta sudah dekat - ‘Ia akan mengerjakan’, katanya, ‘pekerjaan ini dalam jamanmu’.].

Calvin (tentang Hab 1:5): “He then subjoins - ‘ye will not believe when it shall be told you;’ that is, God will execute such a punishment as will be incredible and exceed all belief. The Prophet no doubt alludes to the want of faith in the people, and indirectly reproves them, as though he said - ‘Ye have hitherto denied faith to God’s word, but ye shall at length find that he has told the truth; and this ye shall find to your astonishment; for as his word has been counted by you incredible, so also incredible shall be his judgment.’ ... This reward then was to be paid to all the unbelieving; for God would in the most dreadful manner avenge their impiety, so that they should themselves be astonished and become an astonishment to others. We now perceive what the Prophet meant by saying that the Jews would not believe the work of God when told them, that is, the vengeance which he will presently describe.” [= Ia lalu menambahkan - ‘kamu tidak akan percaya pada waktu itu diberitahukan kepadamu nanti’; artinya, Allah akan melaksanakan suatu hukuman sedemikian rupa sehingga itu akan sukar dipercaya dan melampaui semua kepercayaan. Sang Nabi tak diragukan menunjuk secara implicit pada tak adanya iman dalam bangsa itu, dan secara tak langsung mencela mereka, seakan-akan ia berkata - ‘Sampai sekarang kamu tak beriman pada firman Allah, tetapi pada akhirnya kamu akan mendapati bahwa Ia telah memberitahumu kebenaran; dan ini akan kamu dapati dalam keherananmu; karena seperti firmanNya telah kamu perhitungkan tak bisa dipercaya, demikian juga penghakimanNya akan tak bisa / sukar dipercaya’. Maka upah ini harus dibayarkan kepada semua orang yang tidak percaya; karena Allah dengan cara yang paling menakutkan akan membalas / menghukum kejahatan mereka, sehingga mereka sendiri akan heran dan menjadi suatu yang mengherankan bagi orang-orang lain. Sekarang kita mengerti apa yang sang Nabi maksudkan dengan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak akan percaya pekerjaan Allah pada waktu itu diberitahukan kepada mereka, yaitu pembalasan yang sekarang ini akan ia gambarkan.].

Calvin (tentang Hab 1:5): “This passage is quoted by Paul, and is applied to the punishment then awaiting the Jews; for Paul, after having offered Christ to them, and seeing that many of them regarded the preaching of Gospel with scorn, added these words - ‘see,’ he said, ‘and be astonished, for God will work a work in your days which ye shall not believe.’ Paul at the same time made a suitable application of the Prophet’s words; for as God had once threatened his people by his Prophet Habakkuk, so he was still like himself; and since had so severely vindicated the contempt of his law as to his ancient people, he could not surely bear with the impiety of that people whom he found to have acted so malignantly and so ungratefully, yea so wantonly and perversely, as to reject his grace; for this was the last remedy for the Jews. No wonder then that Paul set before them this vengeance, when the Jews of his time persisted through their unbelief to reject Christ.” [= Text ini dikutip oleh Paulus, dan diterapkan pada hukuman yang menanti orang-orang Yahudi; karena Paulus, setelah menawarkan Kristus kepada mereka, dan melihat bahwa banyak dari mereka yang menganggap pemberitaan Injil dengan jijik / merendahkan, menambahkan kata-kata ini - ‘lihatlah’, ia berkata, ‘dan heranlah, karena Allah akan mengerjakan suatu pekerjaan dalam jamanmu yang kamu tak akan mempercayainya’. Pada saat yang sama Paulus membuat suatu penerapan yang cocok tentang kata-kata sang Nabi; karena seperti Allah pernah sekali mengancam bangsa / umatNya oleh nabiNya Habakuk, demikianlah Ia tetap seperti diriNya sendiri; dan karena Ia telah dengan begitu keras membalas penghinaan terhadap hukum TauratNya berkenaan dengan bangsa / umatNya yang kuno, Ia pasti tidak bisa menahan / sabar dengan kejahatan dari bangsa itu yang Ia dapati telah bertindak dengan begitu jahat, ya, dengan begitu sembarangan / tanpa alasan dan dengan begitu buruk / suka melawan, sehingga menolak kasih karuniaNya, karena ini adalah obat yang terakhir untuk orang-orang Yahudi. Jadi tak heran bahwa Paulus menyatakan di depan mereka pembalasan ini, pada waktu orang-orang Yahudi dari jamannya berkeras melalui ketidak-percayaan mereka untuk menolak Kristus.].

Bdk. Kisah Para Rasul 13:40-41 - “(40) Karena itu, waspadalah, supaya jangan berlaku atas kamu apa yang telah dikatakan dalam kitab nabi-nabi: (41) Ingatlah, hai kamu penghina-penghina, tercenganglah dan lenyaplah, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu, suatu pekerjaan, yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan kepadamu.’”.

Text ini memang didahului oleh bagian dimana Paulus menawarkan Kristus kepada mereka.

Kis 13:23,38-39 - “(23) Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikanNya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus. ... (38) Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. (39) Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa.”.

Catatan: kalau mau lebih jelas, baca khotbah Paulus kepada orang-orang itu mulai dari Kisah Para Rasul 13:16. Jelas ia mengajar dan membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias.

Calvin (tentang Hab 1:6): “This, then, is the reason why the Prophet, having spoken of God’s terrible vengeance, now declares in express terms, that the Chaldeans were already armed by Him to execute His judgment. ... the Prophet began to show from whom the Jews were to expect the vengeance of God, even from the Chaldeans, who would come, not by their own instinct, but by the hidden impulse of God. God indeed testifies that he should be the author of this war, and that the Chaldeans would fight, as it were, under his auspices. ‘I am he, he says, who excites,’ etc. ... God thus intimates that he can employ the vices of men in executing his judgments, and yet contract hence no spot nor blemish; for we cannot possibly pollute him with our filth, as he scatters it far away by the brightness of his justice and equity.” [= Jadi, ini adalah alasan mengapa sang Nabi, setelah membicarakan pembalasan yang mengerikan dari Allah, sekarang menyatakan dalam istilah-istilah yang jelas / explicit, bahwa orang-orang Kasdim sudah dipersenjatai olehNya untuk melaksanakan penghakimanNya. ... sang Nabi mulai menunjukkan dari siapa orang-orang Yahudi harus mengharapkan pembalasan Allah, yaitu dari orang-orang Kasdim, yang akan datang, bukan oleh naluri mereka sendiri, tetapi oleh dorongan hati yang tersembunyi dari Allah. Allah memang memberi kesaksian bahwa Ia akan menjadi Pencipta dari peperangan ini, dan bahwa orang-orang Kasdim akan berperang, seakan-akan di bawah pimpinanNya. ‘Akulah Dia, Ia berkata, yang membangkitkan,’ dst. Jadi Allah menunjukkan bahwa Ia bisa menggunakan kejahatan manusia dalam melaksanakan penghakimanNya, tetapi tidak mendapatkan dari sana noda atau cacat / cela; karena kita tidak mungkin mengotori Dia dengan kotoran kita, karena Ia menyebarkannya jauh-jauh oleh terang dari keadilanNya.].

Calvin (tentang Hab 1:7): “Thus we see that the worst of men are in God’s hand, as Satan is, who is their head; and yet that God is not implicated in their wickedness, as some insane men maintain; for they say - That if God governs the world by his providence, he becomes thus the author of sin, and men’s sins are to be ascribed to him. But Scripture teaches us far otherwise, - that the wicked are led here and there by the hidden power of God, and that yet the fault is in them, when they do anything in a deceitful and cruel manner, and that God ever remains just, whatever use he may make of instruments, yea, the very worst. But when the Prophet adds, that its judgment would be from the nation itself, he means that the Chaldeans would act according to their own will.” [= Jadi kita lihat bahwa hal-hal yang terburuk dari manusia ada dalam tangan Allah, sebagaimana Iblis ada, yang adalah kepala mereka; tetapi bahwa Allah tidak terlibat dalam kejahatan mereka, seperti dipertahankan oleh beberapa orang gila; karena mereka berkata - Bahwa jika Allah memerintah dunia oleh ProvidensiaNya, maka Ia menjadi Pencipta dosa, dan dosa-dosa manusia harus dianggap berasal dari Dia. Tetapi Kitab Suci mengajar kita secara sangat berbeda, - bahwa orang-orang jahat dibimbing ke sana kemari oleh kuasa tersembunyi dari Allah, tetapi bahwa kesalahan ada di dalam mereka, pada waktu mereka melakukan apapun dalam suatu cara yang menipu dan kejam, dan bahwa Allah tetap adil / benar, penggunaan apapun yang bisa Ia buat dengan alat-alat, ya, bahkan penggunaan yang paling buruk. Tetapi pada waktu sang Nabi menambahkan, bahwa penghakimanNya berasal dari bangsa itu sendiri, ia memaksudkan bahwa orang-orang Kasdim akan bertindak sesuai dengan kehendak mereka sendiri.].

Untuk kalimat yang paling bawah dari kutipan di atas ini, perhatikan perbandingan terjemahan dari Hab 1:7.

Hab 1:7 - “Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal dari padanya sendiri.”.

KJV: ‘their judgment and their dignity shall proceed of themselves.’ [= penghakiman mereka dan kewibawaan / kehormatan mereka akan keluar dari diri mereka sendiri.].

RSV: ‘their justice and dignity proceed from themselves.’ [= keadilan dan kewibawaan / kehormatan mereka keluar dari diri mereka sendiri.].

NIV: ‘they are a law to themselves and promote their own honor.’ [= mereka adalah suatu hukum bagi diri mereka sendiri dan meninggikan kehormatan mereka sendiri.].

NASB: ‘Their justice and authority originate with themselves.’ [= Keadilan dan otoritas mereka berasal usul dari diri mereka sendiri.].

Calvin (tentang Hab 1:11): “The Prophet now begins to give some comfort to the faithful, lest they should succumb under so grievous evils. He has hitherto directed his discourse to that irreclaimable people, but he now turns to the remnant; for there were always among them some of the faithful, though few, whom God never neglected; yea, for their sake often he sent his prophets; for though the multitude derived no benefit, yet the faithful understood that God did not threaten in vain, and were thus retained in his fear. This was the reason why the prophets were wont, after having spoken generally, to come down to the faithful, and as it were to comfort them apart and privately. And this difference ought to be noticed, as we have said elsewhere; for when the prophets denounce God’s wrath, the discourse then is directed indiscriminately to the whole body of the people; but when they add promises, it is then as though they called the faithful to a private conference, and spake in their ear what had been committed to them by the Lord.” [= Sekarang sang Nabi mulai memberi penghiburan kepada orang-orang yang setia / percaya, supaya jangan mereka tunduk / menyerah di bawah kejahatan-kejahatan yang begitu menyedihkan. Sampai sekarang ia telah mengarahkan pembicaraannya kepada orang-orang / bangsa yang tak bisa dibawa kembali, tetapi sekarang ia berbalik kepada ‘sisa’; karena di sana selalu ada di antara mereka beberapa orang yang setia, sekalipun sedikit, yang Allah tak pernah abaikan; ya, demi mereka Ia sering mengutus nabi-nabiNya; karena sekalipun orang banyak tidak mendapatkan manfaat, tetapi orang-orang yang setia mengerti bahwa Allah tidak mengancam dengan sia-sia, dan dengan demikian dipertahankan / dijaga dalam rasa takutnya. Ini adalah alasan mengapa nabi-nabi mempunyai kebiasaan, setelah berbicara secara umum, datang kepada orang-orang yang setia, dan seakan-akan menghibur mereka secara terpisah dan secara pribadi. Dan perbedaan ini harus diperhatikan, seperti telah kami katakan di tempat lain; karena pada waktu nabi-nabi mengumumkan murka Allah, maka pembicaraan itu diarahkan secara tak membedakan kepada seluruh tubuh dari bangsa itu; tetapi pada waktu mereka menambahkan janji-janji, maka itu adalah seakan-akan mereka memanggil orang-orang yang setia pada suatu pertemuan pribadi, dan berbicara di telinga mereka apa yang telah dipercayakan kepada mereka oleh Tuhan.].

Pembedaan yang Calvin bicarakan ini sangat penting, karena kalau tidak, kita akan menjumpai kontradiksi-kontradiksi dalam banyak bagian Alkitab.

Penghiburan kepada orang-orang yang setia dalam ay 11 adalah pada waktu sang Nabi menunjukkan kejelekan dari orang-orang Kasdim, yang pasti akan menyebabkan Allah menghukum mereka.

Hab 1:11 - “Maka berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak terus; demikianlah mereka bersalah dengan mendewakan kekuatannya.”.

KJV: ‘Then shall his mind change, and he shall pass over, and offend, imputing this his power unto his god.’ [= Maka pikirannya akan berubah, dan ia akan lewat, dan melanggar / tersandung, memperhitungkan kekuatannya ini kepada allah / dewanya.].

RSV: ‘Then they sweep by like the wind and go on, guilty men, whose own might is their god!’ [= Lalu mereka lewat seperti angin dan berjalan terus, orang-orang yang bersalah, yang kekuatannya sendiri adalah allah / dewa mereka!].

NIV: “Then they sweep past like the wind and go on - guilty men, whose own strength is their god.’” [= Lalu mereka lewat seperti angindan berjalan terus - orang-orang yang bersalah, yang kekuatannya sendiri adalah allah / dewa mereka.’].

NASB: “‘Then they will sweep through like the wind and pass on. But they will be held guilty, They whose strength is their god.’” [= ‘Lalu mereka akan lewat seperti angin dan maju terus. Tetapi mereka akan dianggap bersalah, Mereka yang kekuatannya adalah allah / dewa mereka’.].

Kata Ibrani yang digunakan adalah RUAKH, oleh KJV diterjemahkan ‘mind’ [= pikiran], tetapi oleh RSV/NIV/NASB diterjemahkan ‘wind’[= angin], sama seperti dalam terjemahan LAI. Calvin menterjemahkan ‘spirit’ [= roh / pikiran].

Sedangkan kata Ibrani KHALAPH, oleh KJV diterjemahkan ‘change’ [= berubah], tetapi diterjemahkan ‘sweep by’ (RSV), ‘sweep past’(NIV), dan ‘sweep through’ (NASB), yang semuanya saya terjemahkan ‘lewat’. Kata Ibrani itu memang bisa mempunyai kedua arti itu. LAI menterjemahkan ‘berlarilah’. Calvin menterjemahkan ‘change’ [= berubah].

Calvin (tentang Hab 1:11): “And he says - ‘now he will change his spirit.’ He bids the faithful to entertain hope, because the Chaldeans, after having poured forth all their fury, will be punished by the Lord for their arrogance, for it will be intolerable. ... It was then for this reason that the Prophet mentions what he says here; it was that the faithful might hope for some end to the violence of their enemies, for God would check their pride when they should transgress.” [= Dan ia berkata - ‘sekarang Ia akan mengubah roh / pikirannya’. Ia meminta orang-orang yang setia mempertahankan pengharapan, karena orang-orang Kasdim, setelah mencurahkan semua kemarahan mereka, akan dihukum oleh Tuhan untuk kesombongan mereka, karena itu tidak bisa ditoleransi. ... maka itulah alasannya sehingga sang Nabi menyebutkan apa yang ia katakan di sini; itu adalah supaya orang-orang yang setia bisa berharap untuk suatu akhir dari kekejaman musuh-musuh mereka, karena Allah akan mengekang kesombongan mereka pada waktu mereka melanggar.].

Hab 1:12 - “Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa.”.

Calvin (tentang Hab 1:12): “Hence, the protection of God alone is that which can deliver us from the danger of death. We now perceive why the Prophet joins together these two things, ‘Thou art our God,’ and ‘We shall not die;’ nor can indeed the one be separated from the other; for when we are under the protection of God, we must necessarily continue safe and safe for ever;” [= Jadi, perlindungan Allah saja yang bisa membebaskan kita dari bahaya kematian. Sekarang kita mengerti mengapa sang Nabi menggabungkan kedua hal ini, ‘Engkaulah Allah kami’, dan ‘Kami tidak akan mati’; karena memang yang satu tak bisa dipisahkan dari yang lain; karena pada waktu kita berada di bawah perlindungan Allah, kita pasti terus aman selama-lamanya;].

Calvin (tentang Hab 1:12): “There is, moreover, much weight in the words which follow, ‘Jehovah! for judgment has thou set him.’ This temptation ever occurs to us, whenever we strive to put our trust in God - ‘What does this mean? for God now forsakes us, and exposes us to the caprice of the wicked: they are allowed to do what they please, and God interferes not. How, then, can we cherish hope under these perplexities?’ The Prophet now sets up a shield against this temptations - ‘Thou,’ he says, ‘hast appointed him for judgment.’ For he ascribes it to God’s providence, that the Assyrians had with so much wantonness wasted the land, or would waste it when they came; for he speaks of things yet future - ‘Thou,’ he says, ‘hast appointed him for judgment.’” [= Selanjutnya / lebih lagi, di sana ada kekuatan dalam kata-kata yang selanjutnya, ‘Yehovah! untuk penghakiman telah engkau tentukan dia’. Pencobaan ini selalu terjadi kepada kita, kapanpun kita berusaha / bergumul untuk meletakkan kepercayaan kita kepada Allah - ‘Apa artinya ini? karena sekarang Allah meninggalkan kita, dan membuat kita terbuka terhadap perubahan pikiran / tindakan dari orang-orang jahat: mereka diijinkan untuk melakukan apa yang mereka senangi, dan Allah tidak ikut campur. Lalu bagaimana kita bisa berharap di bawah keadaan-keadaan yang membingungkan ini?’ Sang Nabi sekarang mendirikan sebuah perisai terhadap pencobaan-pencobaan ini - ‘Engkau’, katanya, ‘telah menetapkan dia untuk penghakiman’. Karena ia menganggapnya berasal dari Providensia Allah, sehingga orang-orang Asyur telah menghancurkan negeri itu dengan begitu banyak kekejaman / ke-asusila-an, atau akan menghancurkan pada waktu mereka datang; karena ia berbicara tentang hal-hal yang akan datang - ‘Engkau’, katanya, ‘telah menetapkan dia untuk penghakiman’.].

Catatan: saya tidak mengerti dari mana Calvin tahu-tahu mengatakan ‘the Assyrians’ [= orang-orang Asyur], dan bukannya ‘the Chaldeans’ [= orang-orang Kasdim].

Tetapi link ini kelihatannya mencampur-adukkan keduanya: https://www.quora.com/What-are-the-differences-between-the-Chaldean-and-Assyrian-people

Calvin (tentang Hab 1:12): “This is a truth much needed: for Satan darkens, as with clouds, the favor of God, when any adversity happens to us, and when God himself thus proves our faith. But adversities are as it were clouds, excluding us from seeing God’s favour, as the light of the sun appears not to us when the sky is darkened. ... In that case our faith cannot stand firm, except the providence of God comes to our view, so that we may know, in the midst of such confusion, why he permits so much liberty to the wicked, and also how their attempts may turn out, and what may be the issue. Except then we be fully persuaded, that God by his secret providence regulates all these confusions, Satan will a hundred times a day, yea every moment, shake that confidence which ought to repose in God. ... ‘The Assyrians indeed do lay waste thy land as with an unbridled wantonness, they plunder thy people, and with impunity slay the innocent; but, O Lord, this is not done but by thy permission: Thou overrules all these confused proceedings, nor is all this done by thee without a cause. Thou, Jehovah, ‘hast for judgment appointed him.’ - Judgment is to be taken for chastisement.” [= Ini adalah suatu kebenaran yang banyak dibutuhkan: karena Iblis menggelapkan, seperti dengan awan-awan, kebaikan Allah, pada waktu kemalangan / bencana apapun terjadi kepada kita, dan pada waktu Allah sendiri menguji iman kita dengan cara ini. Tetapi kemalangan / bencana adalah seperti awan-awan, mencegah kita dari melihat kebaikan Allah, seperti sinar matahari tak terlihat oleh kita pada waktu langit digelapkan. ... Dalam kasus seperti itu iman kita tidak bisa berdiri teguh, kecuali Providensia Allah datang pada pandangan kita, sehingga kita bisa tahu, di tengah-tengah kebingungan / kekacauan seperti itu, mengapa Ia mengijinkan begitu banyak kebebasan kepada orang-orang jahat, dan juga bagaimana akhirnya usaha-usaha mereka, dan apa hasilnya. Kecuali pada saat itu kita sepenuhnya diyakinkan, bahwa Allah oleh providensia rahasiaNya mengatur semua kebingungan / kekacauan ini, Iblis akan 100 x sehari, ya bahkan setiap saat, menggoncangkan keyakinan itu yang seharusnya beristirahat / tenang di dalam Allah. ... ‘Orang-orang Asyur memang menghancurkan negerimu seperti dengan suatu kekejaman / ke-asusila-an yang tidak dikekang; tetapi ya Tuhan, ini tidak terjadi kecuali oleh ijinMu: Engkau menjalankan pemerintahan atas semua deretan peristiwa-peristiwa yang membingungkan / kacau ini, juga semua ini tidak Engkau lakukan tanpa suatu alasan. Engkau, Yehovah, ‘telah menetapkan dia untuk penghakiman’. - Penghakiman harus diartikan sebagai hajaran.].

Kalau Yehuda karena berdosa / menyembah berhala dsb, dihajar dengan bencana-bencana yang membingungkan, maka lebih parah lagi, kalau tanpa ada kesalahan, orang mengalami bencana-bencana yang membingungkan seperti itu. Tadi malam saya melihat di Youtube dan Google, sejarah dari lagu ‘I have decided to follow Jesus’ [= Mengikut Yesus keputusanku], yang saya berikan di bawah ini, beserta dengan link-linknya.

https://en.m.wikipedia.org/wiki/I_Have_Decided_to_Follow_Jesus

“It was written by Simon Marak, from Jorhat, Assam. However, according to Dr P. Job, the lyrics are based on the last words of Nokseng, a Garoman, a tribe from Meghalaya which then was in Assam, who along with his family decided to follow Jesus Christ in the middle of the 19th century through the efforts of an American Baptist missionary. Called to renounce his faith by the village chief, the convert declared, ‘I have decided to follow Jesus.’ His two children were killed and in response to threats to his wife, he continued, ‘Though none go with me, still I will follow.’ His wife was killed, and he was executed while singing, ‘The cross before me, the world behind me.’ This display of faith is reported to have led to the conversion of the chief and others in the village. The fierce opposition is possible, as various tribes in that area were formerly renowned for head-hunting.”

http://library.timelesstruths.org/music/I_Have_Decided_to_Follow_Jesus/

I have decided to follow Jesus;
I have decided to follow Jesus;
I have decided to follow Jesus;
No turning back, no turning back.

The world behind me, the cross before me;
The world behind me, the cross before me;
The world behind me, the cross before me;
No turning back, no turning back.

Though none go with me, still I will follow;

Though none go with me, still I will follow;

Though none go with me, still I will follow;

No turning back, no turning back.

Bdk. Luk 14:26-27 - “(26) ‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. (27) Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu.”.

Pada waktu mendengar lagu ini, dan membaca sejarahnya, juga menonton link Youtube yang mendramakan sejarahnya itu, saya merasa Tuhan berbicara kepada saya: “Kalau orang itu dengan bencana yang begitu hebat bisa ikut Yesus sampai mati, bagaimana dengan kamu yang mengalami bencana yang cuma seperti itu???”.

PROVIDENCE OF GOD (17)

31)Zakh 14:2 - “Aku akan mengumpulkan segala bangsa untuk memerangi Yerusalem; kota itu akan direbut, rumah-rumah akan dirampoki dan perempuan-perempuan akan ditiduri. Setengah dari penduduk kota itu harus pergi ke dalam pembuangan, tetapi selebihnya dari bangsa itu tidak akan dilenyapkan dari kota itu.”.

Kitab Suci Indonesia: ‘akan ditiduri’.

KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV: ‘ravished’ [= diperkosa / diculik].

NIV: ‘raped’ [= diperkosa].

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan bekerja mengumpulkan segala bangsa untuk memerangi Yehuda / Yerusalem dan mengalahkannya, lalu merampok / menjarah dan bahkan melakukan pemerkosaan di sana.

Calvin: “He afterwards adds, ‘I will gather all nations against Jerusalem.’ He confirms what I have already said, that God would be the author of those calamities, and thus he puts a restraint on the Jews, that they might not expostulate with him respecting the severity of their punishment. He then shortly intimates, that the nations would not come by chance to attack Jerusalem; and that whatever commotions would arise, they could not be ascribed to chance or to fortune, or to the purposes of men, but to the decree of heaven. ... He might have said in a briefer manner, ‘All the nations shall conspire;’ but he ascribes this to God, and says, that he will bring them, like a prince, who collects an army, which he commands to fight under his banner.” [= Ia belakangan menambahkan, ‘Aku akan mengumpulkan segala bangsa terhadap / menentang Yerusalem’. Ia meneguhkan apa yang telah saya katakan, bahwa Allah adalah Pencipta dari bencana-bencana itu, dan demikianlah Ia meletakkan suatu kekang kepada orang-orang Yahudi, supaya mereka tidak memprotest Dia berkenaan dengan kerasnya penghukuman mereka. Ia lalu menunjukkan secara singkat, bahwa bangsa-bangsa itu bukan datang karena kebetulan untuk menyerang Yerusalem; dan bahwa kekacauan apapun yang muncul, itu tak bisa dianggap berasal dari kebetulan, atau dari rencana-rencana manusia, tetapi dari ketetapan dari surga. ... Ia bisa telah berkata dengan suatu cara yang lebih singkat, ‘Segala bangsa akan bergabung / berkomplot’; tetapi ia menganggap ini berasal dari Allah, dan berkata, bahwa Ia akan membawa mereka, seperti seorang Pangeran, yang mengumpulkan suatu pasukan, yang Ia perintahkan untuk berperang di bawah panjiNya.].

32)Matius 11:25-27 - “(25) Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu ENGKAU SEMBUNYIKAN bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi ENGKAU NYATAKAN kepada orang kecil. (26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.”.

Ay 25 akhir: ‘orang kecil’.

KJV/RSV/NASB: ‘babes’ [= bayi-bayi].

NIV: ‘children’ [= anak-anak].

Bible Works mengatakan bahwa kata Yunani NEPSIOS yang digunakan di sini bisa diartikan ‘bayi’, ‘anak kecil’, dan juga ‘secara kiasan menunjuk kepada orang yang tak mempunyai pengertian’.

Tuhan menyatakan Injil kepada orang kecil, tetapi Ia menyembunyikan Injil terhadap orang bijak / pandai. Ini membuat yang terakhir ini tidak mungkin bisa percaya kepada Kristus, padahal ketidakpercayaan kepada Kristus adalah dosa.

Calvin (tentang Matius 11:25): “here Christ withdraws his disciples from a proud and haughty imagination, that they may not venture to despise that mean and obscure condition of his Church, in which he delights and rejoices. To restrain more fully that curiosity which is constantly springing up in the minds of men, he rises above the world, and contemplates the secret decrees of God, that he may lead others to unite with him in admiring them. And certainly, though this appointment of God contradicts our senses, we discover not only blind arrogance, but excessive madness, if we murmur against it, while Christ our Head adores it with reverence.” [= di sini Kristus menarik murid-muridNya dari suatu khayalan yang sombong dan angkuh, supaya mereka tidak mengambil resiko dengan meremehkan / merendahkan keadaan yang hina dan rendah dari GerejaNya, dalam mana Ia berkenan dan bersukacita. Untuk mengekang dengan lebih penuh keingin-tahuan itu, yang terus menerus muncul dalam pikiran manusia, Ia naik melampaui dunia, dan merenungkan ketetapan-ketetapan rahasia dari Allah, supaya Ia bisa membimbing orang-orang lain untuk bersatu dengan Dia dalam mengagumi mereka. Dan pastilah, sekalipun penetapan Allah ini bertentangan dengan pikiran kita, kita mendapati bukan hanya ketidak-tahuan yang buta, tetapi kegilaan yang berlebihan, jika kita bersungut-sungut terhadapnya, sedangkan Kristus Kepala kita memujanya dengan rasa hormat.].

Calvin (tentang Matius 11:25): “We must now inquire in what respect he glorifies the Father. It is because, while he was Lord of the whole world, he preferred ‘children and ignorant persons to the wise.’ ... in this manner he declares that it is a distinction which depends entirely on the will of God, that the wise remain blind, while the ignorant and unlearned receive the mysteries of the Gospel.” [= Sekarang kita harus mempertanyakan dalam arti apa Ia memuliakan Bapa. Itu adalah karena, sementara Ia adalah Tuhan dari seluruh dunia, Ia lebih memilih ‘anak-anak dan orang-orang yang tak punya pengetahuan dari pada orang-orang yang bijaksana’. ... dengan cara ini Ia menyatakan bahwa itu adalah suatu pembedaan yang tergantung sepenuhnya pada kehendak Allah, bahwa orang-orang bijaksana tetap buta, sedangkan orang-orang yang tak mempunyai pengetahuan dan tak terpelajar menerima misteri dari Injil.].

Bdk. 1Korintus 1:26-29 - “(26) Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. (27) Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, (28) dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, (29) supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.”.

Calvin (tentang Matius 11:25): “This expression implies two things. First, that all do not obey the Gospel arises from no want of power on the part of God, who could easily have brought all the creatures into subjection to his government. Secondly, that some arrive at faith, while others remain hardened and obstinate, is accomplished by his free election; for, drawing some, and passing by others, he alone makes a distinction among men, whose condition by nature is alike. In choosing ‘little children’ rather than the wise, he has a regard to his glory; for the flesh is too apt to rise, and if able and learned men had led the way, it would soon have come to be the general conviction, that men obtain faith by their skill, or industry, or learning. In no other way can the mercy of God be so fully known as it ought to be, than by making such a choice, from which it is evident, that whatever men bring from themselves is nothing; and therefore human wisdom is justly thrown down, that it may not obscure the praise of divine grace.” [= Ungkapan ini secara implicit menunjuk pada dua hal. Pertama, bahwa semua yang tidak mentaati Injil muncul bukan karena kekurangan kuasa dari pihak Allah, yang dengan mudah bisa telah membawa semua makhluk ke dalam ketundukan pada pemerintahanNya. Kedua, bahwa sebagian sampai pada iman, sedangkan yang lain tetap dikeraskan dan tegar tengkuk, tercapai oleh pemilihan bebasNya; karena, dalam menarik sebagian, dan melewati yang lain, Ia sendiri membuat suatu pembedaan di antara manusia, yang keadaan alamiahnya adalah sama. Dalam memilih ‘anak-anak kecil’ dan bukannya ‘orang-orang bijak’, Ia mempunyai suatu kepedulian terhadap kemuliaanNya; karena daging terlalu condong untuk naik, dan jika orang-orang yang kompetent dan orang-orang terpelajar telah mendahului, itu dengan cepat akan sudah sampai pada keyakinan umum, bahwa manusia mendapatkan iman oleh keahlian, atau kerajinan, atau pembelajaran mereka. Tidak bisa dengan cara lain apapun belas kasihan Allah bisa diketahui sepenuhnya seperti yang seharusnya, dari pada dengan membuat suatu pemilihan seperti itu, dari mana adalah jelas, bahwa apapun yang manusia bawa dari diri mereka sendiri adalah nihil; dan karena itu hikmat manusia secara benar dihancurkan, supaya itu tidak mengaburkan pujian terhadap kasih karunia Ilahi.].

Calvin (tentang Mat 11:25): “we infer, that the statement made by Christ is not universal, when he says, that the mysteries of the Gospel are ‘hidden from the wise.’ If out of five wise men four reject the Gospel and one embraces it, and if, out of an equal number of unlearned persons, two or three become disciples of Christ, this statement is fulfilled. This is also confirmed by that passage in Paul’s writings, which I lately quoted; for he does not exclude from the kingdom of God all the wise, and noble, and mighty, but only declares that it does not contain many of them.” [= kami menyimpulkan, bahwa pernyataan yang dibuat oleh Kristus bukan bersifat universal, pada waktu Ia berkata, bahwa misteri Injil ‘disembunyikan dari orang-orang bijak’. Jika dari 5 orang bijak 4 menolak Injil dan satu mempercayainya, dan jika, dari jumlah yang sama dari orang-orang yang tak terpelajar, 2 atau 3 orang menjadi murid-murid Kristus, pernyataan ini tergenapi. Ini juga diteguhkan oleh text dalam tulisan Paulus, yang baru saya kutip; karena ia tidak mengeluarkan dari kerajaan Allah semua orang bijak, dan mulia dan kuat, tetapi hanya menyatakan bahwa itu tidak menampung banyak orang dari mereka.].

Calvin (tentang Matius 11:25): “It now remains to explain what is meant by ‘revealing’ and ‘hiding.’ That Christ does not speak of the outward preaching may be inferred with certainty from this circumstance, that he presented himself as a Teacher to all without distinction, and enjoined his Apostles to do the same. The meaning therefore is, that no man can obtain faith by his own acuteness, but only by the secret illumination of the Spirit.” [= Sekarang tersisa untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan ‘menyatakan’ dan ‘menyembunyikan’. Bahwa Kristus tidak berbicara tentang khotbah lahiriah bisa disimpulkan dengan pasti dari keadaan ini, dimana Ia menyediakan diriNya sendiri sebagai seorang Guru bagi semua orang tanpa pembedaan, dan memerintahkan Rasul-rasulNya melakukan hal yang sama. Karena itu artinya adalah, bahwa tak seorangpun bisa mendapatkan iman oleh pengertian / penilaiannya sendiri, tetapi hanya oleh pencerahan rahasia dari Roh.].

33)Yohanes 12:37-40 - “(37) Dan meskipun Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepadaNya, (38) supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: ‘Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami? Dan kepada siapakah tangan [KJV/RSV/NIV/NASB: ‘arm’ {= lengan}] kekuasaan Tuhan dinyatakan?’ (39) Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: (40) ‘Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku menyembuhkan mereka.’” (bdk. Markus 4:11-12).

Calvin (tentang Yohanes 12:38): “The word ‘arm,’ it is well known, denotes ‘power.’ The prophet declares that ‘the arm of God,’ which is contained in the doctrine of the Gospel, lies hid until it is revealed, and at the same time testifies that all are not indiscriminately partakers of this revelation. Hence it follows, that many are left in their blindness destitute of inward light, because ‘hearing they do not hear,’ (Matthew 13:13.)”[= Kata ‘lengan’, dikenal dengan baik, menunjuk pada ‘kuasa’. Sang nabi menyatakan bahwa ‘lengan Allah’, yang ada dalam ajaran dari Injil, tersembunyi sampai itu dinyatakan, dan pada saat yang sama menyaksikan bahwa tidak semua tanpa pembedaan merupakan pengambil-pengambil bagian dari wahyu ini. Karena itu akibatnya adalah banyak orang tertinggal dalam kebutaan mereka tanpa terang di dalam mereka, karena ‘sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar’, (Mat 13:13).].

Matius 13:11-15 - “(11) Jawab Yesus: ‘Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. (12) Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. (13) Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. (14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.”.

Calvin (tentang Yohanes 12:39): “‘Therefore they could not believe.’ This is somewhat more harsh; because, if the words be taken in their natural meaning, the way was shut up against the Jews, and the power of believing was taken from them, because the prediction of the prophet adjudged them to blindness, before they determined what choice they should make. I reply, there is no absurdity in this, if nothing could happen different from what God had foreseen. But it ought to be observed, that the mere foreknowledge of God is not in itself the cause of events; ... For God declares not what he beholds from heaven that men will do, but what He himself will do; and that is, that he will strike wicked men with giddiness and stupidity, and thus will take vengeance on their obstinate wickedness. In this passage he points out the nearer and inferior cause why God intends that his word, which is in its own nature salutary and quickening, shall be destructive and deadly to the Jews. It is because they deserved it by their obstinate wickedness. This punishment it was impossible for them to escape, because God had once decreed to give them over to a reprobate mind, and to change the light of his word, so as to make it darkness to them.” [= ‘Karena itu mereka tidak bisa percaya’. Ini agak lebih keras; karena, jika kata-kata itu diambil dalam arti yang wajar / alamiah, jalan ditutup terhadap orang-orang Yahudi, dan kuasa untuk percaya diambil dari mereka, karena ramalan dari sang nabi menyatakan mereka pada kebutaan, sebelum mereka menentukan pilihan apa yang harus mereka buat. Saya menjawab, di sana tidak ada kekonyolan dalam hal ini, jika tak ada apapun bisa terjadi berbeda dengan apa yang Allah telah lihat lebih dulu. Tetapi harus diperhatikan, bahwa semata-mata pra pengetahuan Allah dalam dirinya sendiri bukanlah penyebab dari kejadian ini; ... Karena Allah menyatakan bukan apa yang Ia lihat dari surga yang manusia akan lakukan, tetapi apa yang Ia sendiri akan lakukan (lihat ay 40); dan itu adalah bahwa Ia akan memukul orang-orang jahat dengan kebodohan dan ketololan, dan dengan demikian akan membalas kejahatan mereka yang keras kepala. Dalam text ini Ia menunjukkan penyebab yang lebih dekat dan lebih rendah mengapa Allah memaksudkan supaya firmanNya, yang dalam sifat dasarnya sendiri bersifat sehat dan menghidupkan, akan bersifat menghancurkan dan mematikan bagi orang-orang Yahudi. Itu adalah karena mereka layak mendapatkannya oleh kejahatan mereka yang keras kepala (lihat ay 37-38). Mereka tidak mungkin bisa lolos dari hukuman ini, karena Allah telah menetapkan untuk menyerahkan mereka pada suatu pikiran yang jahat / ditentukan untuk binasa, dan untuk mengubah terang dari firmanNya, sehingga membuatnya menjadi kegelapan bagi mereka.].

Calvin (tentang Yohanes 12:40): “‘He hath blinded their eyes, and hardened their heart.’ The passage is taken from Isaiah 6:9, where the Lord forewarns the prophet, that the labor which he spends in instructing will lead to no other result than to make the people worse. First then he says, Go, and tell this people, ‘Hearing, hear and do not hear;’ as if he had said, ‘I send thee to speak to the deaf.’ He afterwards adds, ‘Harden the heart of this people, etc.’ By these words he means, that he intends to make his word a punishment to the reprobate, that it may render them more thoroughly blind, and that their blindness may be plunged in deeper darkness. It is indeed a dreadful judgment of God, when He overwhelms men by the light of doctrine, in such a manner as to deprive them of all understanding; and when, even by means of that which is their only light, he brings darkness upon them. But it ought to be observed, that it is accidental to the word of God, that it blinds men; for nothing can be more inconsistent than that there should be no difference between truth and falsehood, that the bread of life should become a deadly poison, and that medicine should aggravate a disease. But this must be ascribed to the wickedness of men, which turns life into death. It ought also to be observed, that sometimes the Lord, by himself, blinds the minds of men, by depriving them of judgment and understanding; sometimes by Satan and false prophets, when he maddens them by their impostures; sometimes too by his ministers, when the doctrine of salvation is injurious and deadly to them. But provided that prophets labor faithfully in the work of instruction, and commit to the Lord the result of their labor, though they may not succeed to their wish, they ought not to give way or despond. Let them rather be satisfied with knowing that God approves of their labor, though it be useless to men: and that even the savor of doctrine, which wicked men render deadly to themselves, ‘is good and pleasant to God,’ as Paul testifies, (2 Corinthians 2:15.)” [= ‘Ia telah membutakan mata mereka, dan mengeraskan hati mereka’. Text ini diambil dari Yesaya 6:9, dimana Tuhan memperingatkan lebih dulu sang nabi, bahwa jerih payah yang ia habiskan dalam memberi instruksi tidak akan membimbing pada hasil apapun selain membuat bangsa itu makin buruk. Jadi, mula-mula Ia berkata, Pergilah dan beritahu bangsa ini, ‘Mendengar dan mendengar, tetapi tidak mendengar’; seakan-akan Ia telah berkata, ‘Aku mengutus engkau untuk berbicara kepada orang-orang tuli’. Ia lalu menambahkan, ‘Keraskanlah hati dari bangsa ini, dst.’ Dengan kata-kata ini Ia memaksudkan bahwa Ia bermaksud untuk membuat firmanNya suatu hukuman bagi orang-orang yang jahat / ditentukan untuk binasa, supaya itu membuat mereka makin buta sepenuhnya, dan supaya kebutaan mereka bisa dilemparkan dalam kegelapan yang lebih dalam. Memang merupakan suatu penghakiman yang menakutkan dari Allah, pada waktu Ia membanjiri manusia dengan terang dari ajaran ini, dengan cara sedemikian rupa sehingga mencabut / menghilangkan dari mereka semua pengertian; dan pada waktu, bahkan dengan cara itu yang adalah satu-satunya terang mereka, Ia membawa kegelapan atas mereka. Tetapi harus diperhatikan, bahwa itu adalah sifat yang menyimpang dari firman Allah, bahwa itu membutakan manusia; karena tak ada apapun bisa lebih tidak konsisten dari pada bahwa di sana tidak ada perbedaan antara kebenaran dan kepalsuan / dusta, bahwa roti hidup menjadi suatu racun yang mematikan, dan bahwa obat memperparah suatu penyakit. Tetapi ini harus dianggap berasal dari kejahatan manusia, yang mengubah kehidupan menjadi kematian. Juga harus diperhatikan, bahwa kadang-kadang Tuhan sendiri, membutakan pikiran manusia, dengan mencabut dari mereka penilaian dan pengertian; kadang-kadang oleh Iblis dan nabi-nabi palsu, pada waktu Ia membuat mereka menjadi gila oleh penipuan-penipuan mereka; kadang-kadang juga oleh pelayan-pelayanNya, pada waktu ajaran tentang keselamatan bersifat melukai dan mematikan bagi mereka. Tetapi asal nabi-nabi berjerih payah dengan setia dalam pekerjaan pengajaran dan menyerahkan kepada Tuhan hasil dari jerih payah mereka, sekalipun mereka bisa tidak mencapai keinginan mereka, mereka tidak boleh menyerah atau putus asa / kecil hati. Sebaliknya hendaklah mereka puas dengan mengetahui bahwa Allah merestui jerih payah mereka, sekalipun itu tidak berguna bagi manusia: dan bahwa bahkan bau dari ajaran, yang orang-orang jahat buat menjadi mematikan bagi diri mereka sendiri, ‘adalah bagus dan menyenangkan bagi Allah’, seperti Paulus saksikan, (2Korintus 2:15).].

Yesaya 6:9-10 - “(9) Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.’”.

2Kor 2:15-16 - “(15) Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa. (16) Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan. Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?”.

PROVIDENCE OF GOD (18)

34)Roma 11:7-8 - “(7) Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, (8) seperti ada tertulis: ‘Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini.’”.

Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Israel itu menjadi tegar karena Allah membuat mereka tertidur, dan memberi mereka mata / telinga yang tidak dapat melihat / mendengar. Jelas bahwa ketegaran mereka merupakan pekerjaan Tuhan.

Calvin (tentang Roma 11:7): “For he distinctly compares with the whole of Israel, or body of the people, the remnant which was to be saved by God’s grace. It hence follows, that the cause of salvation exists not in men, but depends on the good pleasure of God alone.” [= Karena ia secara jelas membandingkan dengan seluruh Israel, atau tubuh dari bangsa itu, sisa yang harus diselamatkan oleh kasih karunia Allah. Karena itu, penyebab keselamatan tidak berada dalam manusia, tetapi tergantung pada perkenan yang baik dari Allah saja.].

Calvin (tentang Ro 11:7): “‘And the rest have been blinded.’ As the elect alone are delivered by God’s grace from destruction, so all who are not elected must necessarily remain blinded. For what Paul means with regard to the reprobate is, - that the beginning of their ruin and condemnation is from this - that they are forsaken by God. The quotations which he adduces, collected from various parts of Scripture, and not taken from one passage, do seem, all of them, to be foreign to his purpose, when you closely examine them according to their contexts; for you will find that in every passage, blindness and hardening are mentioned as scourges, by which God punished crimes already committed by the ungodly; but Paul labors to prove here, that not those were blinded, who so deserved by their wickedness, but who were rejected by God before the foundation of the world.” [= ‘Dan sisanya telah dibutakan’. Karena orang-orang pilihan saja dibebaskan oleh kasih karunia Allah dari kehancuran, maka semua yang tidak dipilih pasti harus tetap dibutakan. Karena apa yang Paulus maksudkan berkenaan dengan orang-orang yang ditentukan untuk binasa adalah, - bahwa permulaan dari kehancuran dan penghukuman mereka adalah dari ini - bahwa mereka ditinggalkan oleh Allah. Kutipan-kutipan yang ia kutip sebagai bukti / argumentasi, dikumpulkan dari bermacam-macam bagian dari Kitab Suci, dan tidak diambil dari satu text, semua mereka kelihatannya asing bagi tujuannya, pada waktu kamu meneliti mereka dengan teliti sesuai dengan kontext mereka; karena kamu akan mendapati bahwa dalam setiap text, kebutaan dan pengerasan hati disebutkan sebagai cambuk-cambuk, dengan mana Allah menghukum kejahatan-kejahatan yang sudah dilakukan oleh orang-orang jahat; tetapi Paulus berjerih payah untuk membuktikan di sini, bahwa mereka dibutakan bukan karena mereka layak mendapatkannya karena kejahatan mereka, tetapi karena mereka ditolak oleh Allah sebelum penciptaan dunia.].

Catatan: saya tak mengerti apa yang Calvin maksudkan dengan bagian yang saya beri warna hijau. Dan Editor dari Calvin’s Commentary juga memberikan catatan kaki dan menyatakan ketidak-setujuannya dengan komentar Calvin pada bagian ini. Saya mengutip seluruh kutipan ini (khususnya yang saya beri warna merah) hanya untuk menunjukkan bahwa jelas Calvin mempunyai pandangan bahwa dosa ada dalam Rencana dan Providensia Allah.

Calvin (tentang Roma 11:7): “You may thus briefly untie this knot, - that the origin of the impiety which provokes God’s displeasure, is the perversity of nature when forsaken by God. Paul therefore, while speaking of eternal reprobation, has not without reason referred to those things which proceed from it, as fruit from the tree or river from the fountain. The ungodly are indeed, for their sins, visited by God’s judgment with blindness; but if we seek for the source of their ruin, we must come to this, - that being accursed by God, they cannot by all their deeds, sayings, and purposes, get and obtain any thing but a curse. Yet the cause of eternal reprobation is so hidden from us, that nothing remains for us but to wonder at the incomprehensible purpose of God, as we shall at length see by the conclusion.” [= Kamu bisa dengan demikian secara cepat melepaskan ikatan / kekusutan ini, - bahwa asal usul dari kejahatan yang memprovokasi ketidak-senangan Allah, adalah kejahatan dari sifat dasar (manusia) pada waktu ditinggalkan oleh Allah. Karena itu Paulus, pada waktu berbicara tentang penentuan binasa yang kekal, bukan tanpa alasan telah menunjuk pada hal-hal yang keluar darinya, seperti buah dari pohon atau sungai dari sumber. Memang orang-orang jahat, karena dosa-dosa mereka, dihukum oleh penghakiman Allah dengan kebutaan; tetapi jika kita mencari sumber dari kehancuran mereka, kita harus datang kepada hal ini, - bahwa karena ada dalam keadaan dikutuk oleh Allah, mereka tidak bisa, oleh semua tindakan, kata-kata, dan tujuan / rencana mereka, mendapatkan apapun kecuali suatu kutuk. Tetapi penyebab dari penentuan binasa yang kekal begitu tersembunyi dari kita, sehingga tak ada apapun yang tersisa bagi kita kecuali terheran-heran pada rencana Allah yang tak bisa dimengerti, seperti pada akhirnya akan kita lihat oleh kesimpulannya.].

Calvin (tentang Roma 11:8): “The Prophet was indeed bidden to harden the heart of the people: but Paul penetrates to the very fountain, - that brutal stupor seizes on all the senses of men, after they are given up to this madness, so that they excite themselves by virulent stimulants against the truth. ... And he declares, that by the secret judgment of God the reprobate are so demented, that being stupified, they are incapable of forming a judgment; for when it is said, that by seeing they see nothing, the dullness of their senses is thereby intimated.” [= Sang Nabi memang diminta untuk mengeraskan hati bangsa itu: tetapi Paulus menembus pada sumbernya, - bahwa ketumpulan otak yang sangat parah mencengkeram semua pikiran orang-orang itu, setelah mereka diserahkan pada kegilaan ini, sehingga mereka membangkitkan diri mereka sendiri oleh pendorong / perangsang yang sangat bermusuhan terhadap kebenaran. ... Dan ia menyatakan, bahwa oleh penghakiman rahasia dari Allah orang-orang yang ditentukan untuk binasa begitu dijadikan bodoh, sehingga dengan dibingungkan, mereka tidak mampu untuk membentuk penilaian; karena pada waktu dikatakan, bahwa dengan melihat mereka tidak melihat apapun, ketumpulan dari otak mereka ditunjukkan dengannya.].

Bdk. Kis 28:25-27 - “(25) Maka bubarlah pertemuan itu dengan tidak ada kesesuaian di antara mereka. Tetapi Paulus masih mengatakan perkataan yang satu ini: ‘Tepatlah firman yang disampaikan Roh Kudus kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi Yesaya: (26) Pergilah kepada bangsa ini, dan katakanlah: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. (27) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.”.

35)Roma 11:25-32 - “(25) Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk. (26) Dengan jalan demikian seluruh Israel akan diselamatkan, seperti ada tertulis: ‘Dari Sion akan datang Penebus, Ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari pada Yakub. (27) Dan inilah perjanjianKu dengan mereka, apabila Aku menghapuskan dosa mereka.’ (28) Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu, tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah oleh karena nenek moyang. (29) Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilanNya. (30) Sebab sama seperti kamu dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi sekarang beroleh kemurahan oleh ketidaktaatan mereka, (31) demikian juga mereka sekarang tidak taat, supaya oleh kemurahan yang telah kamu peroleh, mereka juga akan beroleh kemurahan. (32) Sebab Allah telah mengurung semua orang dalam ketidak-taatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua.”.

Calvin (tentang Roma 11:25): “The meaning then is, - That God had in a manner so blinded Israel, that while they refused the light of the gospel, it might be transferred to the Gentiles, and that these might occupy, as it were, the vacated possession. And so this blindness served the providence of God in furthering the salvation of the Gentiles, which he had designed. And the fullness of the Gentiles is to be taken for a great number: for it was not to be, as before, when a few proselytes connected themselves with the Jews; but such was to be the change, that the Gentiles would form almost the entire body of the Church.” [= Jadi, artinya adalah, - Bahwa Allah dengan suatu cara telah membutakan Israel sedemikian rupa, sehingga pada waktu mereka menolak terang dari injil, itu bisa ditransfer kepada orang-orang non Yahudi, dan bahwa mereka ini bisa, seakan-akan, menempati milik / daerah yang kosong / ditinggalkan. Dan demikianlah kebutaan ini melayani Providensia Allah dalam melanjutkan keselamatan dari orang-orang non Yahudi, yang telah Ia rancang. Dan ‘jumlah yang penuh’ dari orang-orang non Yahudi harus diartikan sebagai suatu jumlah yang besar: karena itu bukanlah, seperti sebelumnya, pada waktu beberapa orang proselit menghubungkan diri mereka sendiri dengan orang-orang Yahudi; tetapi perubahannya adalah sedemikian rupa, sehingga orang-orang non Yahudi akan membentuk hampir seluruh tubuh dari Gereja.].

Kata-kata ‘seluruh Israel’ dalam ay 26 ditafsirkan secara berbeda-beda. Ada banyak orang yang menafsirkan bahwa kata-kata ini menunjuk kepada Israel secara jasmani, tetapi menurut saya pandangan ini pasti salah. Calvin menganggap ini menunjuk kepada Israel rohani, atau Gereja, yang terdiri dari orang-orang Yahudi maupun orang-orang non Yahudi. William Hendriksen menganggap Calvin salah, dan ia menafsirkan bahwa istilah itu menunjuk kepada orang-orang Israel yang adalah orang-orang pilihan.

Calvin (tentang Ro 11:28): “Their chief crime was unbelief: but Paul teaches us, that they were thus blinded for a time by God’s providence, that a way to the gospel might be made for the Gentiles;” [= Kejahatan terutama mereka adalah ketidakpercayaan: tetapi Paulus mengajar kita, bahwa mereka dibutakan seperti itu untuk suatu waktu oleh Providensia Allah, sehingga suatu jalan bagi injil bisa dibuat untuk orang-orang non Yahudi;].

Ay 32 boleh dikatakan merupakan kesimpulan dari seluruh text di atas. Semua orang, baik Yahudi maupun non Yahudi, mula-mula dikurung dalam ketidak-taatan, dan tujuannya supaya Allah dapat menunjukkan kemurahan / belas kasihanNya atas mereka semua.

Roma 11:32 - “Sebab Allah telah mengurung semua orang dalam ketidak-taatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua.”.

Kata-kata ‘Allah telah mengurung semua orang dalam ketidak-taatan’ dalam Ro 11:32 jelas menunjukkan bahwa Allah bekerja sedemikian rupa sehingga orang-orang itu terus tidak taat / berbuat dosa, dan tentu saja, mereka juga terus tidak percaya, sampai saat dimana Allah menunjukkan kemurahan / belas kasihan kepada mereka.

36)2 Tesalonika 2:11-12 - “(11) Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, (12) supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta!

Calvin: “He means that errors will not merely have a place, but the wicked will be blinded, so that they will rush forward to ruin without consideration. For as God enlightens us inwardly by his Spirit, that his doctrine may be efficacious in us, and opens our eyes and hearts, that it may make its way thither, so by a righteous judgment he delivers over to a ‘reprobate mind’ (Romans 1:28) those whom he has appointed to destruction, that with closed eyes and a senseless mind, they may, as if bewitched, deliver themselves over to Satan and his ministers to be deceived.” [= Ia memaksudkan bahwa kesalahan-kesalahan tidak akan hanya mempunyai suatu tempat, tetapi orang jahat akan dibutakan, sehingga mereka akan berjalan cepat-cepat pada kehancuran tanpa pertimbangan. Karena seperti Allah menerangi kita secara batin oleh RohNya, sehingga ajaranNya bisa efektif di dalam kita, dan membuka mata dan hati kita, sehingga itu bisa membuat jalannya ke sana, demikian juga oleh suatu penghakiman yang benar / adil Ia menyerahkan pada suatu ‘pikiran jahat / terkutuk’ (Ro 1:28) mereka yang telah Ia tetapkan pada kehancuran, yang dengan mata tertutup dan suatu pikiran yang bodoh, mereka bisa, seakan-akan disihir, menyerahkan diri mereka sendiri kepada Iblis dan pelayan-pelayannya untuk ditipu.].

37)Wahyu 17:17 - “Sebab Allah telah menerangi hati mereka untuk melakukan kehendakNya dengan seia sekata dan untuk memberikan pemerintahan mereka kepada binatang itu, sampai segala firman Allah telah digenapi.”.

Kata-kata ‘telah menerangi hati mereka’ salah terjemahan secara fatal! Kalau diterjemahkan seperti ini, maka Allah melakukan sesuatu yang positif untuk mereka. Padahal seharusnya seperti dalam terjemahan dari Alkitab-Alkitab bahasa Inggris, yang menunjukkan bahwa Allah melakukan hal yang negatif untuk / terhadap mereka.

NIV: “For God has put it into their hearts to accomplish his purpose by agreeing to give the beast their power to rule, until God’s words are fulfilled.” [= Karena Allah telah memasukkan hal itu kedalam hati mereka untuk melaksanakan tujuan / rencanaNya dengan menyetujui untuk memberikan binatang itu kuasa untuk memerintah, sampai firman Allah tergenapi.].

KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV kurang lebih sama dengan NIV.

Ini menunjukkan bahwa Allah bekerja dalam hati orang-orang itu sehingga orang-orang itu mau tunduk kepada binatang itu, dan ini melaksanakan rencana Allah!

Karena Calvin tidak menulis tafsiran tentang kitab Wahyu, maka di sini saya memberikan tafsiran William Hendriksen.

William Hendriksen: “God Himself finally hardens the hearts of those who have hardened themselves against His repeated warnings (verse 17). Revelation 17:16,17 is a lesson for every day. It reveals the course of worldly individuals: first, they become infatuated with the pleasures and treasures of the world, and harden themselves against God; then they are hardened; finally, when it is too late, they experience a revulsion of feeling. They are punished by the results of their own foolishness.” [= Allah sendiri akhirnya mengeraskan hati dari mereka yang telah mengeraskan diri mereka sendiri terhadap peringatan-peringatanNya yang berulang-ulang (ay 17). Wah 17:16,17 merupakan suatu pelajaran untuk setiap hari. Itu menyatakan jalan dari individu-individu duniawi: pertama-tama, mereka menjadi tergila-gila dengan kesenangan-kesenangan dan kekayaan dari dunia, dan mengeraskan diri mereka sendiri terhadap Allah; lalu mereka dikeraskan; akhirnya, pada waktu sudah terlambat, mereka mengalami suatu perasaan jijik. Mereka dihukum oleh hasil dari kebodohan mereka sendiri.] - ‘More Than Conquerors’, hal 173.

Kalau saudara betul-betul ingin mengetahui apakah doktrin Providence of God ini betul-betul merupakan ajaran Kitab Suci, bacalah dan renungkanlah semua ayat-ayat di atas ini dengan teliti, dan lalu renungkan satu hal ini: kalau saudara menolak doktrin Providence of God ini, bagaimana saudara menafsirkan semua ayat di atas ini?

PROVIDENCE OF GOD (19)

D) Allah mempunyai tujuan yang baik.

Sekalipun ada dosa dalam Providence of God, itu tentu tidak berarti bahwa dosa itu merupakan tujuan akhir dari Allah. Kalau Allah menetapkan terjadinya dosa dan lalu melaksanakan rencanaNya itu, maka tentu Ia mempunyai tujuan yang baik.

John Calvin: “Moreover, as men’s dispositions are inclined to vain subtleties, any who do not hold fast to a good and right use of this doctrine can hardly avoid entangling themselves in inscrutable difficulties. Therefore it is expedient here to discuss briefly to what end Scripture teaches that all things are divinely ordained.” [= Selanjutnya, karena karakter manusia condong pada kelicikan / kecerdikan yang sia-sia, siapapun yang tidak berpegang kuat-kuat pada suatu penggunaan yang baik dan benar dari doktrin ini tak bisa terhindar dari melibatkan diri mereka sendiri dalam kesukaran-kesukaran yang tidak bisa dimengerti. Karena itu adalah tepat di sini untuk mendiskusikan secara singkat pada tujuan apa Kitab Suci mengajar bahwa segala sesuatu ditentukan secara ilahi / oleh Allah.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 17, no 1.

John Calvin: “It is, indeed, true that if we had quiet and composed minds ready to learn, the final outcome would show that God always has the best reason for his plan: either to instruct his own people in patience, or to correct their wicked affections and tame their lust, or to subjugate them to self-denial, or to arouse them from sluggishness; again, to bring low the proud, to shatter the cunning of the impious and to overthrow their devices.” [= Memang benar bahwa jika kita mempunyai pikiran tenang yang siap untuk belajar, hasil akhir akan menunjukkan bahwa Allah selalu mempunyai alasan yang terbaik untuk rencanaNya: atau untuk mengajar umatNya sendiri dalam kesabaran, atau untuk membetulkan / mengkoreksi perasaan jahat mereka dan menjinakkan nafsu mereka, atau untuk menundukkan mereka pada penyangkalan diri; atau untuk membangunkan mereka dari kemalasan mereka; selanjutnya, untuk merendahkan orang sombong, menghancurkan kelicikan dari orang-orang jahat dan membalikkan rencana-rencana mereka.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 17, no 1.

Bdk. Yohanes 9:1-3 - “(1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-muridNya bertanya kepadaNya: ‘Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?’ (3) Jawab Yesus: ‘Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.”.

John Calvin: “For concerning the man born blind he says: ‘Neither he nor his parents sinned, but that God’s glory may be manifested in him’ (John 9:3 p.). For here our nature cries out, when calamity comes before birth itself, as if God with so little mercy thus punished the undeserving. Yet Christ testifies that in this miracle the glory of his Father shines, provided our eyes be pure.” [= Karena berkenaan dengan orang yang lahir buta Ia berkata: ‘Bukan dia ataupun orang tuanya berdosa, tetapi supaya kemuliaan Allah bisa dinyatakan dalam dia’ (Yoh 9:3). Karena di sini kecenderungan kita berteriak, pada waktu bencana datang sebelum kelahiran itu sendiri, seakan-akan Allah dengan begitu sedikit belas kasihan menghukum seperti itu orang yang tak layak dihukum. Tetapi Kristus menyaksikan bahwa dalam mujijat ini kemuliaan dari BapaNya bersinar, asal mata kita murni.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 17, no 1.

John Calvin: “When dense clouds darken the sky, and a violent tempest arises, because a gloomy mist is cast over our eyes, thunder strikes our ears and all our senses are benumbed with fright, everything seems to us to be confused and mixed up; but all the while a constant quiet and serenity ever remain in heaven. So must we infer that, while the disturbances in the world deprive us of judgment, God out of the pure light of his justice and wisdom tempers and directs these very movements in the best-conceived order to a right end.” [= Pada waktu awan-awan yang pekat menggelapkan langit, dan suatu badai yang ganas muncul, karena suatu kabut yang suram melingkupi mata kita, guruh memukul telinga kita dan semua panca indera kita ditumpulkan oleh rasa takut, segala sesuatu kelihatan bagi kita membingungkan dan campur aduk; tetapi selama itu suatu ketenangan dan damai yang terus menerus tetap ada di surga. Jadi kita harus menyimpulkan bahwa, pada waktu gangguan-gangguan dalam dunia menghilangkan penilaian dari kita, Allah dari terang yang murni dari keadilan dan hikmatNya memodifikasi dan mengarahkan gerakan-gerakan ini dalam urut-urutan terbaik yang bisa dipikirkan pada suatu tujuan yang benar.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 17, no 1.

Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa dalam menentukan dosa Allah mempunyai tujuan yang baik:

1) Roma 3:5-7 - “(5) Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah, apakah yang akan kita katakan? Tidak adilkah Allah - aku berkata sebagai manusia - jika Ia menampakkan murkaNya? (6) Sekali-kali tidak! Andaikata demikian, bagaimanakah Allah dapat menghakimi dunia? (7) Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? (8) Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: ‘Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.’ Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman.”.

a) Roma 3:5 - “Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah, apakah yang akan kita katakan? Tidak adilkah Allah - aku berkata sebagai manusia - jika Ia menampakkan murkaNya?”.

Sebetulnya arti ayat ini adalah seperti yang Calvin katakan di bawah ini.

Calvin (tentang Ro 3:5): “If God seeks nothing else, but to be glorified by men, why does he punish them, when they offend, since by offending they glorify him? Without cause then surely is he offended, if he derives the reason of his displeasure from that by which he is glorified.” [= Jika Allah tidak mencari apapun yang lain, kecuali untuk dipermuliakan oleh manusia, mengapa Ia menghukum mereka, pada waktu mereka melanggar, karena dengan melanggar mereka memuliakan Dia? Maka jelaslah bahwa tanpa alasan Ia tersinggung, jika Ia mendapatkan alasan dari ketidak-senanganNya dari hal itu dengan mana Ia dipermuliakan.].

Tetapi jelas dari arti ini bahwa dosa kitapun, yang terjadi karena adanya ketetapan Allah, dan Providensia Allah, tetap membawa kemuliaan bagi Allah!

Kalau saudara tidak percaya akan hal ini, coba pikirkan dosa Yudas Iskariot dalam menyerahkan / mengkhianati Yesus! Apakah itu tidak membawa kemuliaan bagi Allah?

Contoh lain: dosa-dosa dari saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf, terlihat dengan jelas membawa kebaikan untuk mereka semua, karena itu pada akhirnya menyebabkan Yusuf menjadi orang kedua di Mesir, dan bisa memelihara mereka semua dalam 7 tahun kelaparan (Kej 37-dst). Tanpa itu mereka semua mati, dan Mesias yang dijanjikan akan muncul / lahir dari kalangan mereka, tidak mungkin bisa muncul / lahir.

Tetapi kalau dalam berbuat baik kita memuliakan Allah, maka kita mendapat pahala, sedangkan kalau dosa kita menyebabkan Allah dimuliakan, kita tetap harus dipersalahkan dan harus bertanggung-jawab atas dosa itu! Karena itu, berbuat dosa dengan sengaja, supaya Allah dipermuliakan, jelas-jelas tak boleh dilakukan (Roma 3:8).

b) Roma 3:7 - “Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?”.

Calvin (tentang Ro 3:7): “This objection, I have no doubt, is adduced in the person of the ungodly; for it is a sort of an explanation of the former verse, and would have been connected with it, had not the Apostle, moved with indignation, broken off the sentence in the middle. The meaning of the objection is - ‘If by our unfaithfulness the truth of God becomes more conspicuous, and in a manner confirmed, and hence more glory redounds to him, it is by no means just, that he, who serves to display God’s glory, should be punished as a sinner.’” [= Keberatan ini, saya tak meragukan, dikutip sebagai suatu contoh / jalan pembuktian suatu argumentasi dalam diri orang jahat; karena itu adalah sejenis penjelasan dari ayat yang terdahulu (ay 5), dan akan telah dihubungkan dengannya, seandainya sang Rasul, digerakkan dengan kemarahan, tidak memutuskan kalimat itu di tengah-tengah. Arti dari keberatan ini adalah - ‘Jika oleh ketidak-setiaan kita, kebenaran Allah menjadi makin jelas, dan dengan suatu cara diteguhkan, dan karena itu lebih banyak kemuliaan dihasilkan bagiNya, sama sekali tidak adil, bahwa ia, yang melayani untuk menunjukkan kemuliaan Allah, harus dihukum sebagai seorang berdosa’.].

Jadi sebetulnya ay 7 adalah sambungan dari ay 5, tetapi diputus di tengah-tengah dan diberi ay 6 di antara keduanya. Ini muncul karena kemarahan / ketidak-sabaran sang rasul berkenaan dengan kesalahan pandangan yang ia bicarakan dalam ay 5b.

c) Ro 3:8 - “Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: ‘Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.’ Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman.”.

Calvin (tentang Roma 3:8): “The pretense, indeed, is this, - ‘If God is by our iniquity glorified, and if nothing can be done by man in this life more befitting than to promote the glory of God, then let us sin to advance his glory!’ Now the answer to this is evident, - ‘That evil cannot of itself produce anything but evil; and that God’s glory is through our sin illustrated, is not the work of man, but the work of God; who, as a wonderful worker, knows how to overcome our wickedness, and to convert it to another end, so as to turn it contrary to what we intend, to the promotion of his own glory.’ God has prescribed to us the way, by which he would have himself to be glorified by us, even by true piety, which consists in obedience to his word. He who leaps over this boundary, strives not to honor God, but to dishonor him. That it turns out otherwise, is to be ascribed to the Providence of God, and not to the wickedness of man;” [= Pembayangan / khayalannya adalah ini, - ‘Jika Allah dipermuliakan oleh kejahatan kita, dan jika tak ada apapun yang dilakukan oleh manusia dalam hidup ini yang lebih cocok / tepat dari memajukan kemuliaan Allah, maka marilah kita berbuat dosa untuk memajukan kemuliaanNya!’ Sekarang jawaban terhadap hal ini adalah jelas, - ‘Bahwa kejahatan dari dirinya sendiri tidak bisa menghasilkan apapun kecuali bencana; dan bahwa kemuliaan Allah yang dijelaskan melalui dosa kita, bukanlah pekerjaan manusia, tetapi pekerjaan Allah; yang, sebagai Seorang Pekerja yang luar biasa, tahu bagaimana untuk mengalahkan kejahatan kita, dan untuk mengubahkannya pada suatu tujuan yang lain, sehingga membelokkannya bertentangan dengan apa yang kita maksudkan, pada pemajuan dari kemuliaanNya sendiri’.].

2) Roma 5:20 - “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah,”.

Untuk ay 20a, Calvin mengatakan bahwa banyak orang mengikuti pandangan Agustinus yang mengatakan bahwa dengan adanya hukum Taurat, orang justru makin melanggar. Pernah dengar kata-kata “Hukum ada untuk dilanggar”? Tetapi Calvin tidak setuju dengan tafsiran Agustinus ini.

Calvin menafsirkan bahwa artinya bukan bahwa dosa kita betul-betul menjadi makin banyak dengan adanya hukum Taurat. Tetapi artinya kita menjadi makin tahu tentang banyaknya dosa kita dengan kita makin mengerti hukum Taurat. William Hendriksen dan Charles Hodge setuju dengan Calvin.

Tetapi untuk Hodge, sekalipun ia setuju dengan Calvin berkenaan dengan penafsiran ayat ini, ia juga mengatakan bahwa adanya hukum Taurat memang bisa membuat dosa betul-betul jadi makin banyak. Alasannya:

a) Dengan kita tahu hukum Taurat, maka tanggung jawab kita jadi makin besar.

Bdk. Lukas 12:47-48 - “(47) Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. (48) Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.’”.

b) Dengan adanya larangan, kita yang condong dosa memang makin terdorong untuk melanggar. Ini seperti pandangan Agustinus di atas. Dan ia memberi Ro 7:8 sebagai dasar.

Roma 7:8 - “Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati.”.

Catatan: ayat inipun oleh Calvin ditafsirkan hanya sebagai pengetahuan kita yang bertambah tentang dosa kita karena adanya hukum Taurat. Calvin memang mengakui fakta bahwa adanya hukum Taurat justru membangkitkan nafsu-nafsu untuk berdosa, tetapi ia beranggapan bahwa arti dari ayat ini sendiri bukanlah seperti itu.

Tetapi penekanan kita sekarang adalah Ro 5:20b. Dan ini komentar Calvin tentang bagian itu.

Calvin (tentang Ro 5:20b): “After sin has held men sunk in ruin, grace then comes to their help: for he teaches us, that the abundance of grace becomes for this reason more illustrious, - that while sin is overflowing, it pours itself forth so exuberantly, that it not only overcomes the flood of sin, but wholly absorbs it.” [= Setelah dosa menenggelamkan manusia dalam kehancuran, lalu kasih karunia datang untuk menolong mereka: karena ia mengajar kita, bahwa kelimpahan kasih karunia untuk alasan ini menjadi makin mulia / besar, - sehingga pada waktu dosa meluap, kasih karunia mencurahkan dirinya sendiri dengan begitu berlimpah-limpah, sehingga itu bukan hanya mengalahkan banjir dosa, tetapi sepenuhnya menyerapnya.].

Jadi, kalau dalam Rencana Allah dan Providensia Allah tercakup dosa, tujuannya tetap untuk memuliakan Allah! Makin besar / hebat / terkutuk dosa seseorang, makin dimuliakan Allah, kalau orang itu Ia pertobatkan dan ubahkan.

Contoh: Paulus (1Tim 1:15-16). Text ini akan kita bahas di bawah.

3) Roma 11:32 - “Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua.”.

Kata-kata ‘telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan’ menunjukkan bahwa dalam Providence of God ada dosa, dan kata-kata ‘supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua’ menunjukkan adanya tujuan yang baik di dalam semua itu.

Calvin (tentang Ro 11:32): “he does not mean, that God so blinds all men that their unbelief is to be imputed to him; but that he hath so arranged by his providence, that all should be guilty of unbelief, in order that he might have them subject to his judgment, and for this end, - that all merits being buried, salvation might proceed from his goodness alone.” [= ia tidak memaksudkan, bahwa Allah begitu membutakan semua manusia sehingga ketidak-percayaan mereka harus diperhitungkan kepadaNya; tetapi bahwa Ia telah mengatur sedemikian rupa oleh ProvidensiaNya, sehingga semua orang bersalah tentang ketidak-percayaan, supaya Ia bisa meletakkan mereka di bawah penghakimanNya, dan ini tujuannya, - supaya dengan semua jasa dikuburkan, keselamatan bisa keluar hanya dari kebaikanNya saja.].

4) 1Timotius 1:13-16 - “(13) aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. (14) Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. (15) Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. (16) Tetapi justru karena itu aku dikasihani, AGAR dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. DENGAN DEMIKIAN aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal.”.

Text ini menunjukkan bahwa kebejatan Paulus sebelum ia menjadi kristen justru akhirnya menjadi suatu contoh bagi orang bejat lainnya. Tentu saja bukan supaya mereka meniru kebejatan itu, tetapi supaya mereka melihat dalam diri Paulus, bahwa orang bejatpun bisa diampuni asal ia percaya kepada Yesus. Dengan demikian ini menjadi suatu dorongan bagi orang-orang bejat yang lain untuk percaya kepada Yesus, dan sekaligus menjadi suatu jaminan bahwa kalau mereka percaya kepada Yesus, maka sama seperti Paulus, merekapun akan diampuni. Jadi kebejatan Paulus ada dalam Rencana Allah dan Providence of God, dengan suatu maksud / tujuan yang baik.

Calvin: “He shews that it was profitable to the Church that he had been such a person as he actually was before he was called to the apostleship, because Christ, by giving him as a pledge, invited all sinners to the sure hope of obtaining pardon. For when he, who had been a fierce and savage beast, was changed into a Pastor, Christ gave a remarkable display of his grace, from which all might be led to entertain a firm belief that no sinner, how heinous and aggravated soever might have been his transgression, had the gate of salvation shut against him.” [= Ia menunjukkan bahwa merupakan sesuatu yang bermanfaat untuk Gereja bahwa ia tadinya adalah seseorang seperti bagaimana adanya ia sebelum ia dipanggil pada kerasulan, karena Kristus, dengan memberikan dia sebagai suatu jaminan, mengundang semua orang berdosa pada pengharapan yang pasti dari penerimaan pengampunan. Karena ketika ia, yang dahulunya adalah binatang yang galak dan buas, diubah menjadi seorang Pendeta / Gembala, Kristus memberikan pertunjukan yang luar biasa tentang kasih karuniaNya, dari mana semua bisa dibimbing untuk mempunyai kepercayaan yang teguh bahwa tidak ada orang berdosa, bagaimanapun mengerikan dan buruknya pelanggarannya, mendapati bahwa pintu gerbang keselamatan telah tertutup baginya.] - hal 38-39.

William Hendriksen (tentang 1Tim 1:17): “Man proposes; God disposes. Man - for instance Paul before his conversion - may try to destroy the church; God will establish it. And for that purpose he will use the very man who tried to destroy it! Hence, though man is a mere creature of time, God is the King of the ages, over-ruling evil for good; directing to its predetermined goal whatever happens throughout each era of the world’s history.” [= Manusia bermaksud / berniat; Allah yang mengatur / menentukan. Manusia - sebagai contoh Paulus sebelum pertobatannya - boleh mencoba untuk menghancurkan gereja; Allah akan meneguhkan gereja. Dan untuk tujuan itu Ia akan menggunakan orang yang mencoba untuk menghancurkan gereja! Karena itu, sekalipun manusia hanyalah suatu makhluk yang terbatas oleh waktu, Allah adalah Raja dari semua jaman, menggunakan kejahatan untuk kebaikan; mengarahkan kepada tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, apapun yang terjadi dalam sepanjang sejarah dunia.] - hal 83.

Hal-hal lain yang perlu diingat:

a) Adanya dosa memang menunjukkan kasih / kemurahan Allah SECARA LEBIH MENYOLOK, karena kalau tidak ada dosa, kita tidak bisa melihat bagaimana Allah mengampuni manusia berdosa melalui salib.

Roma 5:6-8 - “(6) Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. (7) Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar - tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati -. (8) Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”.

b) Adanya dosa juga menunjukkan kesabaran Allah, yang tidak langsung menghukum pada waktu melihat dosa.

Roma 2:4 - “Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?”.

1Tim 1:16a - “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya.”.

c) Adanya dosa juga lebih bisa menunjukkan keadilan dan kesucian Allah, dan kebencian Allah terhadap dosa. Ini terjadi pada saat Allah menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang berdosa itu.

Herman Hoeksema: “It is therefore much better to say that the Lord also in His counsel hates sin and determined that that which He hates should come to pass in order to reveal His hatred ...” [= Karena itu lebih baik berkata bahwa Tuhan juga dalam rencanaNya membenci dosa dan menentukan hal itu supaya apa yang Ia benci itu terjadi sehingga Ia bisa menyatakan kebencianNya atas hal itu ...] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 158.

Jadi jelas dari semua contoh di atas ini bahwa dosa akhirnya memang bisa membawa kemuliaan bagi Allah!

Tetapi lagi-lagi saya menekankan, bahwa ini tidak berarti bahwa kita boleh / harus berbuat dosa karena hal itu toh akhirnya membawa kemuliaan bagi Allah.

Roma 3:7-8 - “(7) Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? (8) Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: ‘Marilah kita berbuat jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.’ Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman.”.

Ro 6:1-2 - “(1) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? (2) Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”.

PROVIDENCE OF GOD (20)

V. PROVIDENCE DAN
KEBEBASAN / TANGGUNG JAWAB MANUSIA

Sekalipun ajaran Reformed / Calvinisme percaya akan penentuan dosa, dan dosa yang ditentukan itu pasti terjadi, tetapi pada saat yang sama, ajaran Reformed / Calvinisme TIDAK MEMBUANG TANGGUNG JAWAB MANUSIA!!! Jadi sekalipun dosa ditentukan, tetapi MANUSIA TETAP BERTANGGUNG JAWAB!

A) Tanggung jawab manusia.

Adanya Rencana / penetapan Allah dan Providence of God tidak membuang tanggung jawab manusia! Yang saya maksud dengan ‘tanggung jawab manusia’ adalah:

1) Manusia tetap bertanggung jawab, dalam arti manusia mempunyai kewajiban, untuk melakukan hal yang terbaik sesuai dengan Firman Tuhan (dan juga sesuai dengan akal sehat).

Catatan: firman Tuhan tetap ada di atas akal sehat!

Contoh:

a) Sekalipun Allah menentukan saat kematian kita, dan itu pasti terjadi, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menjaga nyawa kita.

b) Sekalipun Allah menentukan penyakit / kesehatan kita, kita tetap perlu, dan bahkan harus, menjaga kesehatan kita.

c) Sekalipun Allah menentukan dosa-dosa kita, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menguduskan diri, menjauhi dosa, dan melawan godaan setan.

d) Sekalipun Allah menentukan tentang ketidak-percayaan / kebinasaan seseorang (reprobation), kita tetap perlu, dan bahkan harus, memberitakan Injil kepada semua orang yang bisa kita jangkau, mendoakan pertobatan mereka, dsb.

Charles Haddon Spurgeon: “Let the providence of God do what it may, your business is to do what you can.” [= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu bisa.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.

John Calvin: “3. GOD’S PROVIDENCE DOES NOT RELIEVE US FROM RESPONSIBILITY. All who will compose themselves to this moderation will not murmur against God on account of their adversities in time past, nor lay the blame for their own wickedness upon him as did the Homeric Agamemnon, saying: ‘I am not the cause, but Zeus and fate.’ ... But rather let them inquire and learn from Scripture what is pleasing to God so that they may strive toward this under the Spirit’s guidance.” [= 3. PROVIDENSIA ALLAH TIDAK MELEPASKAN / MEMBEBASKAN KITA DARI TANGGUNG JAWAB. Semua yang mau menyesuaikan diri mereka sendiri pada KESEIMBANGAN INItidak akan bersungut-sungut terhadap Allah karena penderitaan / kesukaran / bencana pada masa lalu, ataupun menyalahkan kejahatan mereka sendiri kepada Dia seperti yang dilakukan Agamemnon dalam cerita oleh Homer, yang berkata: ‘Aku bukanlah penyebabnya, tetapi Zeus dan nasib’. ... Tetapi sebaliknya hendaklah mereka menanyakan dan belajar dari Kitab Suci apa yang menyenangkan / memperkenan Allah sehingga mereka bisa berjuang menuju hal ini di bawah bimbingan Roh.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 3.

Catatan: perhatikan kata-kata ‘keseimbangan ini’. Itu jelas menunjuk pada keseimbangan antara penentuan dosa dan pelaksanaannya oleh Allah, dan tanggung jawab manusia! Keseimbangan ini merupakan ajaran Calvin / Calvinisme / Reformed yang sejati! Yang hanya menekankan yang pertama, tetapi mengabaikan yang kedua adalah Hyper-Calvinisme; sedangkan yang sebaliknya adalah Arminianisme / non Reformed!

John Calvin: “4. GOD’S PROVIDENCE DOES NOT EXCUSE US FROM DUE PRUDENCE. But with respect to future events, Solomon easily brings human deliberations into agreement with God’s providence. For just as he laughs at the dullness of those who boldly undertake something or other without the Lord, as though they were not ruled by his hand, so elsewhere he says: ‘Man’s heart plans his way, but the Lord will direct his steps’ (Proverbs 16:9 p.). This means that we are not at all hindered by God’s eternal decrees either from looking ahead for ourselves or from putting all our affairs in order, but always in submission to his will.” [= 4. PROVIDENSIA ALLAH TIDAK MEMBEBASKAN KITA DARI KEHATI-HATIAN / KEBIJAKSANAAN YANG SEHARUSNYA. Tetapi berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang akan datang Salomo dengan mudah mengharmoniskan pertimbangan-pertimbangan manusia dengan Providensia Allah. Karena sama seperti ia mentertawakan ketumpulan / kebodohan dari mereka yang dengan berani melakukan suatu hal atau yang lain tanpa Tuhan, seakan-akan mereka tidak diperintah / dikuasai oleh tanganNya, demikian juga di tempat lain ia berkata: ‘Hati manusia merencanakan jalannya, tetapi Tuhan akan mengarahkan langkah-langkahnya’ (Amsal 16:9). Ini berarti bahwa kita sama sekali tidak dihalangi oleh ketetapan-ketetapan kekal Allah dari melihat ke depan untuk diri kita sendiri atau dari tindakan mengatur semua urusan-urusan kita, tetapi selalu dalam ketundukan pada kehendakNya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 4.

Amsal 16:9 - “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”.

John Calvin: “The reason is obvious. For he who has set the limits to our life has at the same time entrusted to us its care; he has provided means and helps to preserve it; he has also made us able to foresee dangers; that they may not overwhelm us unaware, he has offered precautions and remedies. Now it is very clear what our duty is: thus, if the Lord has committed to us the protection of our life, our duty is to protect it; if he offers helps, to use them; if he forewarns us of dangers, not to plunge headlong; if he makes remedies available, not to neglect them.” [= Alasannya jelas. Karena Ia yang telah menentukan batasan-batasan pada kehidupan kita pada saat yang sama telah mempercayakan kepada kita pemeliharaannya; Ia telah menyediakan cara / jalan dan pertolongan untuk memeliharanya; Ia juga telah membuat kita bisa melihat lebih dulu bahaya-bahaya; supaya bahaya-bahaya itu bisa tidak menenggelamkan / mengalahkan kita tanpa disadari, Ia telah menawarkan tindakan berjaga-jaga dan pembetulan-pembetulan. Sekarang adalah sangat jelas apa kewajiban kita: jadi, jika Tuhan telah mempercayakan / memberikan kepada kita perlindungan dari kehidupan kita, kewajiban kita adalah melindunginya; jika Ia menawarkan pertolongan-pertolongan, kewajiban kita adalah menggunakannya; jika Ia memperingatkan kita lebih dulu tentang bahaya-bahaya, kewajiban kita adalah tidak menceburkan diri dengan ceroboh; jika Ia membuat pembetulan-pembetulan tersedia, kewajiban kita adalah tidak mengabaikannya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 4.

John Calvin: “These fools do not consider what is under their very eyes, that the Lord has inspired in men the arts of taking counsel and caution, by which to comply with his providence in the preservation of life itself. Just as, on the contrary, by neglect and slothfulness they bring upon themselves the ills that he has laid upon them. How does it happen that a provident man, while he takes care of himself, also disentangles himself from threatening evils, but a foolish man perishes from his own unconsidered rashness, unless folly and prudence are instruments of the divine dispensation in both cases? For this reason, God pleased to hide all future events from us, in order that we should resist them as doubtful, and not cease to oppose them with ready remedies, until they are either overcome or pass beyond all care. I have therefore already remarked that God’s providence does not always meet us in its naked form, but God in a sense clothes it with the means employed.” [= Orang-orang tolol ini tidak mempertimbangkan apa yang ada di depan mata mereka, bahwa Tuhan telah memberikan ilham dalam diri manusia keahlian dari perundingan / pertimbangan dan kehati-hatian, dengan mana ia mentaati ProvidensiaNya dalam pemeliharaan / penjagaan dari hidup itu sendiri. Sama seperti, sebaliknya, oleh pengabaian dan kemalasan / sikap tidak berbuat apa-apa, mereka membawa kepada diri mereka sendiri penyakit / penderitaan yang telah Ia berikan kepada mereka. Bagaimana bisa terjadi bahwa seorang yang bijaksana, sementara ia memelihara dirinya sendiri, juga membebaskan dirinya sendiri dari bencana yang mengancam, tetapi seorang tolol binasa dari tindakan tergesa-gesa tanpa pertimbangan, kecuali baik ketololan dan kebijaksanaan adalah alat-alat dari pengaturan ilahi dalam kedua kasus?Karena alasan ini, Allah berkenan untuk menyembunyikan semua peristiwa yang akan datang dari kita, supaya kita berjaga-jaga untuk menahan mereka sebagai sesuatu yang meragukan, dan tidak berhenti untuk menentang mereka dengan pengobatan / pembetulan yang tersedia, sampai atau mereka dikalahkan atau melampaui semua penjagaan. Karena itu, saya telah menyatakan bahwa Providensia Allah tidak selalu menemui kita dalam bentuk telanjangnya, tetapi Allah, dalam arti tertentu, memakaianinya dengan cara-cara yang digunakan.]- ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 4.

Contoh: Ada cerita tentang orang terkena banjir dan berada di atap rumah sementara banjir terus naik. Ia berdoa supaya Allah menolongnya. Lalu ada perahu datang untuk menolongnya, tetapi ia menolak dengan alasan ia sudah berdoa, dan ia yakin Allah pasti menolongnya. Datang perahu yang kedua, dan ia bersikap sama. Lalu datang helikopter yang mau mengangkat dia, tetapi dia tetap bersikap sama. Akhirnya banjir naik terus dan orang itu mati tenggelam. Pada saat ketemu Allah, ia protes, ‘Tuhan, aku berdoa, mengapa Engkau tak menolongku?’. Tuhan jawab: ‘Kamu ngomong apa? Aku kirim 2 perahu dan 1 helikopter!’.

2) Pada waktu manusia berbuat dosa, ia tetap bertanggung jawab terhadap Allah akan dosanya itu, artinya ia dianggap bersalah karena dosanya itu, dan tetap akan dihukum karena dosanya itu.

Memang dalam kasus orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, semua dosanya sudah dipikul hukumannya oleh Kristus di atas kayu salib, sehingga orang itu tidak lagi bisa dihukum (Ro 8:1), tetapi Allah tetap bisa menghajar / mendisiplin dia (Ibr 12:5-11). Karena itu jangan sembarangan berbuat dosa, apalagi dengan alasan bahwa dosa itu sudah ditentukan oleh Allah!

John Calvin: “GOD’S PROVIDENCE DOES NOT EXCULPATE OUR WICKEDNESS.” [= PROVIDENSIA ALLAH TIDAK MEMBERSIHKAN / MEMAAFKAN KITA DARI KEJAHATAN KITA.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “The same men wrongly and rashly lay the happenings of past time to the naked providence of God. For since on it depends everything that happens, therefore, say they, neither thefts, nor adulteries, nor murders take place without God’s will intervening. Why therefore, they ask, should a thief be punished, who plundered someone whom the Lord would punish with poverty? Why shall a murderer be punished, who has killed one whose life the Lord had ended? If all such men are serving God’s will, why shall they be punished? On the contrary, I deny that they are serving God’s will. For we shall not say that one who is motivated by an evil inclination, by only obeying his own wicked desire, renders service to God at His bidding.” [= Orang-orang yang sama secara salah dan secara terburu-buru meletakkan kejadian-kejadian dari masa lalu pada Providensia Allah yang telanjang. Karena padanya tergantung segala sesuatu yang terjadi, karena itu, kata mereka, pencurian, atau perzinahan, atau pembunuhan, tidak terjadi tanpa terlibatnya kehendak Allah. Karena itu mengapa, mereka bertanya, seorang pencuri, yang mencuri / merampok seseorang yang Tuhan mau hukum dengan kemiskinan, harus dihukum? Mengapa seorang pembunuh, yang telah membunuh seseorang yang kehidupannya telah Tuhan akhiri, harus dihukum? Jika semua orang-orang seperti itu melayani kehendak Allah, mengapa mereka harus dihukum? Sebaliknya, saya menyangkal bahwa mereka melayani kehendak Allah. Karena kita tidak akan berkata bahwa seseorang yang dimotivasi oleh suatu kecondongan yang jahat, dengan hanya mentaati keinginan jahatnya sendiri, memberikan pelayanan kepada Allah atas perintahNya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “God requires of us only what he commands. If we contrive anything against his commandment, it is not obedience but obstinacy and transgression. Yet, unless he willed it, we would not do it. I agree. But do we do evil things to the end that we may serve him? Yet he by no means commands us to do them; rather we rush headlong, without thinking what he requires, but so raging in our unbridled lust that we deliberately strive against him. And in this way we serve his just ordinance by doing evil, for so great and boundless is his wisdom that he knows right well how to use evil instruments to do good. And see how absurd their argument is: they would have transgressors go unpunished, on the ground that their misdeeds are committed solely by God’s dispensation.” [= Allah menuntut / menginginkan / meminta kita hanya apa yang Ia perintahkan. Jika kita merencanakan apapun menentang perintahNya, itu bukan ketaatan tetapi sikap keras kepala dan pelanggaran. Tetapi, kecuali Ia menghendakinya, kita tidak akan melakukannya. Saya setuju. Tetapi apakah kita melakukan hal-hal yang jahat dengan tujuan bahwa kita bisa melayani Dia? Tetapi Ia sama sekali tidak memerintahkan kita untuk melakukan hal-hal itu; melainkan kita melakukan dengan terburu-buru, tanpa berpikir apa yang Ia tuntut / inginkan / minta, tetapi begitu aktif dalam nafsu kita yang tak dikekang sehingga kita secara sengaja berjuang menentang Dia. Dan dengan cara ini kita melayani perintah / peraturanNya yang benar dengan melakukan kejahatan, karena begitu besar dan tak terbatas hikmatNya sehingga Ia tahu dengan baik bagaimana untuk menggunakan alat-alat yang jahat untuk melakukan yang baik. Dan lihatlah betapa menggelikan argumentasi mereka itu: mereka menginginkan pelanggar-pelanggar bebas tanpa dihukum, dengan dasar / alasan bahwa tindakan-tindakan jahat mereka dilakukan semata-mata oleh pengaturan khusus Allah.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “I grant more: thieves and murderers and other evildoers are the instruments of divine providence, and the Lord himself uses these to carry out the judgments that he has determined with himself. Yet I deny that they can derive from this any excuse for their evil deeds. Why? Will they either involve God in the same iniquity with themselves, or will they cloak their own depravity with his justice? They can do neither. In their own conscience they are so convicted as to be unable to clear themselves; in themselves they so discover all evil, but in him only the lawful use of their evil intent, as to preclude laying the charge against God. Well and good, for he works through them. And whence, I ask you, comes the stench of a corpse, which is both putrefied and laid open by the heat of the sun? All men see that it is stirred up by the sun’s rays; yet no one for this reason says that the rays stink. Thus, since the matter and guilt of evil repose in a wicked man, what reason is there to think that God contracts any defilement, if he uses his service for his own purpose? Away, therefore, with this doglike impudence, which can indeed bark at God’s justice afar off but cannot touch it.” [= Saya mengakui lebih lagi: pencuri dan perampok dan pembuat kejahatan yang lain adalah alat-alat dari providensia ilahi, dan Tuhan sendiri menggunakan mereka untuk melaksanakan keputusan-keputusan / penghakiman-penghakiman yang Ia sendiri telah tentukan. Tetapi saya menyangkal bahwa mereka bisa mendapatkan dari sini dalih apapun untuk tindakan-tindakan jahat mereka. Mengapa? Apakah mereka mau, atau melibatkan Allah dalam kejahatan yang sama dengan diri mereka sendiri, atau mereka mau menutupi / menyembunyikan kebejatan mereka sendiri dengan keadilanNya? Mereka tidak bisa melakukan yang manapun. Dalam hati nurani mereka, mereka begitu dikecam / dinyatakan bersalah, sehingga tidak bisa membersihkan diri mereka sendiri; dalam diri mereka sendiri mereka menemukan semua kejahatan, tetapi dalam Dia hanya penggunaan yang sah dari maksud jahat mereka, sehingga membuatnya mustahil untuk memberikan tuduhan terhadap Allah. Baiklah, karena Ia bekerja melalui mereka. Dan dari mana, saya bertanya kepadamu, datang bau busuk dari suatu mayat, yang membusuk dan terbuka oleh panas dari matahari? Semua orang melihat bahwa itu dibangkitkan oleh sinar matahari; tetapi tak seorangpun karena alasan ini berkata bahwa sinar matahari itu berbau busuk. Jadi, karena persoalan dan kesalahan dari kejahatan terletak pada seorang manusia yang jahat, alasan apa yang ada untuk berpikir bahwa Allah mendapatkan pencemaran apapun, jika Ia menggunakan pelayanannya untuk tujuan / rencanaNya sendiri? Karena itu, enyahlah dengan kekurang-ajaran yang seperti anjing, yang memang bisa menggonggong pada keadilan Allah dari jauh tetapi tidak bisa menyentuhnya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

Ada satu text Alkitab yang sangat jelas menunjukkan bahwa sekalipun dosa seseorang ditentukan Allah, dan karena itu pasti terjadi, tetapi orang yang melakukan dosa itu tetap dipersalahkan, dan dihukum. Dan itu tidak bisa dianggap sebagai ketidak-adilan Allah!!

Roma 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Dalam ay 20-21, terlihat jawaban Paulus terhadap ‘protes Arminian’ yang ada dalam ay 19. Perlu diingat bahwa Ro 9, mulai ay 6-dst, membahas predestinasi. Dan dalam ay 19 itu ada ‘protes Arminian’ yang mengatakan: Kalau Allah memang menentukan keselamatan dan kebinasaan, lalu mengapa orang yang berdosa dan tidak percaya, akhirnya dihukum? Bukankah kehendak / rencana Allah itu tak bisa ditentang? Bukankah itu pasti terjadi?

Tetapi dari jawaban Paulus dalam ay 20-21 jelas bahwa sekalipun ia membenarkan kebenaran yang diprotes itu, ia tetap menolak bahwa Allah bisa diprotes. Alasannya hanyalah bahwa Allah berdaulat, dan mempunyai hak, untuk melakukan apapun yang Ia rencanakan.

Calvin (tentang Roma 9:19): “Here indeed the flesh especially storms, that is, when it hears that they who perish have been destined by the will of God to destruction. Hence the Apostle adopts again the words of an opponent; for he saw that the mouths of the ungodly could not be restrained from boldly clamouring against the righteousness of God: and he very fitly expresses their mind; for being not content with defending themselves, they make God guilty instead of themselves; and then, after having devolved on him the blame of their own condemnation, they become indignant against his great power. ... Thus then speak the ungodly in this passage, - ‘What cause has he to be angry with us? Since he has formed us such as we are, since he leads us at his will where he pleases, what else does he in destroying us but punish his own work in us? For it is not in our power to contend with him; how much soever we may resist, he will yet have the upper hand. Then unjust will be his judgment, if he condemns us; and unrestrainable is the power which he now employs towards us.’” [= Di sini memang daging secara khusus menyerang, artinya, pada waktu ia mendengar bahwa mereka yang binasa telah ditentukan oleh kehendak Allah pada kehancuran. Jadi sang Rasul mengadopsi lagi kata-kata dari seorang lawan / pendebat; karena ia melihat bahwa mulut-mulut dari orang-orang jahat tidak bisa dikekang dari berteriak dengan berani terhadap kebenaran Allah: dan ia dengan sangat cocok menyatakan pikiran mereka; karena tidak puas dengan mempertahankan diri mereka sendiri, mereka membuat Allah, dan bukannya diri mereka sendiri, yang bersalah; dan lalu, setelah mentransfer kepada Dia tanggung jawab dari keadaan bersalah dari diri mereka sendiri, mereka menjadi marah terhadap kuasaNya yang besar. ... Jadi orang-orang jahat berbicara dalam text ini, - ‘Penyebab apa yang Ia punyai untuk marah kepada kita? Karena Ia telah membentuk kita seperti adanya kita, karena Ia membimbing kita semauNya kemana Ia berkenan, apa yang Ia lakukan dalam menghancurkan / membinasakan kita selain menghukum pekerjaanNya sendiri di dalam kita? Karena bukan dalam kuasa kita untuk berjuang melawan Dia; bagaimanapun kita menentang, Ia tetap akan menang / mengendalikan. Jadi penghakimanNya akan tidak adil, jika Ia menghukum kita; dan kuasa yang sekarang Ia gunakan kepada kita tak bisa ditahan / dihalangi’.].

Calvin (tentang Roma 9:20): “No doubt, if the objection had been false, that God according to his own will rejects those whom he honors not with his favor, and chooses those whom he gratuitously loves, a refutation would not have been neglected by Paul. The ungodly object and say, that men are exempted from blame, if the will of God holds the first place in their salvation, or in their perdition. Does Paul deny this? Nay, by his answer he confirms it, that is, that God determines concerning men, as it seems good to him, and that, men in vain and madly rise up to contend with God; for he assigns, by his own right, whatever lot he pleases to what he forms.” [= Tak diragukan, seandainya keberatan itu salah, bahwa Allah sesuai dengan kehendakNya sendiri menolak mereka yang tidak Ia hormati dengan kebaikanNya, dan memilih mereka yang Ia kasihi secara murah hati / penuh kasih karunia, suatu bantahan tidak akan diabaikan / gagal diberikan oleh Paulus. Orang-orang jahat keberatan dan berkata, bahwa manusia bebas dari kesalahan, jika kehendak Allah memegang tempat pertama dalam keselamatan mereka, atau dalam kebinasaan / hukuman kekal mereka. Apakah Paulus menyangkal hal ini? Tidak, oleh jawabannya ia meneguhkan hal ini, yaitu, bahwa Allah menentukan berkenaan dengan manusia, seperti yang kelihatan baik bagi Dia, dan bahwa, manusia dengan sia-sia dan dengan gila / marah bangkit untuk berjuang melawan Allah; karena Ia menetapkan, dengan hakNya sendiri, nasib apapun yang Ia perkenan kepada apapun yang Ia bentuk.].

Mari kita baca text itu sekali lagi.

Roma 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Catatan:

· Ay 19 merupakan bantahan dari orang-orang jahat (kalau pakai istilah saya, itu ‘bantahan dari orang-orang Arminian’).

· Lalu jawaban Paulus (ay 20), yang jelas-jelas bukannya menyangkal kebenaran dari kata-kata orang-orang jahat itu, bahwa Allah memang menentukan kebinasaan orang-orang tertentu, tetapi sebaliknya meneguhkannya. Jadi, Paulus jelas-jelas setuju bahwa Allah memang menentukan kebinasaan dari orang-orang tertentu, dan tidak ada apapun yang bisa mereka lakukan untuk menahan supaya penentuan Allah itu tidak terjadi.

· Yang Paulus bantah adalah tuduhan bahwa Allah tidak adil, kalau Ia menghukum orang yang Ia tentukan untuk binasa. Karena Paulus berkata bahwa Allah berhak menentukan Ia mau membentuk seseorang menjadi apa, sama seperti tukang periuk berhak membentuk tanah liat menjadi apapun, sesuka hatinya (ay 20b-21).

PROVIDENCE OF GOD (21)

John Calvin: “Again they object: were they not previously predestined by God’s ordinance to that corruption which is now claimed as the cause of condemnation? When, therefore, they perish in their corruption, they but pay the penalties of that misery in which Adam fell by predestination of God, and dragged his posterity headlong after him. Is he not, then, unjust who so cruelly deludes his creatures? Of course, I admit that in this miserable condition wherein men are now bound, all of Adam’s children have fallen by God’s will. And this is what I said to begin with, that we must always at last return to the sole decision of God’s will, the cause of which is hidden in him. But it does not directly follow that God is subject to this reproach. For with Paul we shall answer in this way: "Who are you, O man, to argue with God? Does the molded object say to its molder, ‘Why have you fashioned me thus? Or does the potter have no capacity to make from the same lump one vessel for honor, another for dishonor?" (Romans 9:20-21).” [= Mereka keberatan lagi: bukankah mereka sudah lebih dahulu ditentukan oleh ketetapan Allah pada kejahatan itu yang sekarang diclaim sebagai penyebab penghukuman? Karena itu, pada waktu mereka binasa dalam kejahatan mereka, mereka hanya membayar hukuman-hukuman dari keadaan buruk karena kesialan dalam mana Adam jatuh oleh predestinasi Allah, dan menyeret keturunannya jatuh di belakangnya / mengikutinya. Jadi, tidakkah Ia tidak adil, yang dengan begitu kejam membuat frustrasi makhluk-makhluk ciptaanNya? Tentu saja saya mengakui bahwa dalam keadaan buruk ini, dalam mana manusia sekarang terikat, semua anak-anak Adam telah jatuh oleh kehendak Allah. Dan ini adalah apa yang pertama-tama saya katakan, bahwa kita pada akhirnya harus selalu kembali pada keputusan dari kehendak Allah saja, yang penyebabnya tersembunyi di dalam Dia. Tetapi tidak segera terjadi sebagai akibatnya, bahwa Allah adalah subyek dari celaan ini. Karena bersama Paulus kami akan menjawab dengan cara ini: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa / hina / tak terhormat?" (Ro 9:20-21).] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

John Calvin: “They will say that God’s righteousness is not truly defended thus but that we are attempting a subterfuge such as those who lack a just excuse are wont to have. For what else seems to be said here than that God has a power that cannot be prevented from doing whatever it pleases him to do? But it is far otherwise. For what stronger reason can be adduced than when we are bidden to ponder who God is? For how could he who is the Judge of the earth allow any iniquity (cf. Genesis 18:25)? If the execution of judgment properly belongs to God’s nature, then by nature he loves righteousness and abhors unrighteousness.” [= Mereka mengatakan bahwa kebenaran Allah tidak benar-benar dipertahankan dengan cara ini, tetapi bahwa kami sedang berusaha menghindari suatu argumentasi seperti ‘mereka yang tak mempunyai suatu alasan / dalih yang benar’ biasa lakukan. Karena apa yang dikatakan di sini selain dari pada bahwa Allah mempunyai suatu kuasa yang tak bisa dicegah dari melakukan apapun yang memperkenan Dia untuk melakukannya? Tetapi jauh dari itu. Karena alasan yang lebih kuat apa yang bisa dipakai sebagai bukti dari argumentasi dari pada pada waktu kita diminta untuk memikirkan siapa Allah itu? Karena bagaimana bisa, Ia, yang adalah Hakim dari seluruh dunia, mengijinkan ketidak-adilan apapun (bdk. Kej 18:25)? Jika pelaksanaan dari penghakiman secara benar adalah milik dari hakekat Allah, maka secara hakiki / alamiah Ia mengasihi kebenaran dan membenci / jijik terhadap ketidak-benaran.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

Kej 18:25 - “Jauhlah kiranya dari padaMu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari padaMu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?’”.

John Calvin: “Accordingly, the apostle did not look for loopholes of escape as if he were embarrassed in his argument but showed that the reason of divine righteousness is higher than man’s standard can measure, or than man’s slender wit can comprehend. The apostle even admits that such depth underlies God’s judgments (Romans 11:33) that all men’s minds would be swallowed up if they tried to penetrate it. But he also teaches how unworthy it is to reduce God’s works to such a law that the moment we fail to understand their reason, we dare to condemn them. That saying of Solomon’s is well known, although few properly understand it: ‘The great Creator of all things pays the fool his wages, and the transgressors theirs’ (Proverbs 26:10, cf. Geneva Bible). For he is exclaiming about the greatness of God, in whose decision is the punishment of fools and transgressors, although he does not bestow on them his Spirit. Monstrous indeed is the madness of men, who desire thus to subject the immeasurable to the puny measure of their own reason!” [= Sesuai dengan itu, sang rasul tidak mencari cara menghindar untuk lolos seakan-akan ia malu / dipermalukan dalam argumentasinya tetapi menunjukkan bahwa alasan dari kebenaran ilahi adalah lebih tinggi dari pada yang bisa diukur oleh standard manusia, atau dari pada yang bisa dimengerti oleh kemampuan alamiah untuk mengerti yang sedikit dari manusia. Sang rasul bahkan mengakui bahwa kedalaman seperti itu merupakan dasar dari penghakiman-penghakiman Allah (Ro 11:33) sehingga semua pikiran manusia akan ditelan jika mereka mencoba untuk memasuki / menembusnya. Tetapi ia juga mengajar betapa tak layaknya untuk menurunkan pekerjaan-pekerjaan Allah pada suatu hukum seperti itu sehingga pada saat kita gagal untuk mengerti alasan-alasan mereka, kita berani mengkritik / menghakimi mereka. Kata-kata Salomo dikenal dengan baik, sekalipun sedikit yang mengertinya dengan benar: ‘Pencipta yang besar / agung dari segala sesuatu membayar orang tolol upahnya, dan membayar pelanggar-pelanggar upah mereka’ (Amsal 26:10, bdk. Geneva Bible). Karena ia sedang menyatakan tentang kebesaran / keagungan Allah, dalam keputusan siapa ada hukuman dari orang-orang tolol dan pelanggar-pelanggar, sekalipun Ia tidak memberi pada mereka RohNya. Memang sangat besar kegilaan manusia, yang ingin untuk menundukkan ‘Yang Tak Terukur’ pada ukuran yang kecil dari akal mereka sendiri!] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

Roma 11:33 - “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya!”.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘his judgments’ [= penghakiman-penghakimanNya].

Amsal 26:10 - “Siapa mempekerjakan orang bebal dan orang-orang yang lewat adalah seperti pemanah yang melukai tiap orang.”.

KJV: ‘The great God that formed all things both rewardeth the fool, and rewardeth transgressors.’ [= Allah yang besar / agung yang membentuk segala sesuatu mengupahi orang-orang tolol, dan mengupahi pelanggar-pelanggar.].

RSV: ‘Like an archer who wounds everybody is he who hires a passing fool or drunkard.’ [= Seperti seorang pemanah yang melukai setiap orang adalah ia yang mempekerjakan seorang tolol atau pemabuk yang lewat.].

NIV: ‘Like an archer who wounds at random is he who hires a fool or any passer-by.’ [= Seperti seorang pemanah yang melukai secara acak adalah ia yang mempekerjakan seorang tolol atau seadanya orang yang lewat.].

NASB: ‘Like an archer who wounds everyone, So is he who hires a fool or who hires those who pass by.’ [= Seperti seorang pemanah yang melukai setiap orang, Demikianlah ia yang mempekerjakan seorang tolol atau yang mempekerjakan mereka yang lewat.].

Catatan: kelihatannya hanya KJV yang mirip dengan terjemahan yang Calvin gunakan, dan dalam KJV kata ‘God’ [= Allah] dicetak dengan huruf miring, yang menunjukkan bahwa itu tidak ada dalam bahasa aslinya.

John Calvin: “Paul calls the angels who stood in their uprightness ‘elect’ (1 Timothy 5:21); if their steadfastness was grounded in God’s good pleasure, the rebellion of the others proves the latter were forsaken. No other cause of this fact can be adduced but reprobation, which is hidden in God’s secret plan.” [= Paulus menyebut malaikat-malaikat yang bertahan dalam kebenaran mereka ‘pilihan’ (1Tim 5:21); jika kesetiaan mereka didasarkan pada perkenan yang baik dari Allah, pemberontakan dari malaikat-malaikat yang lain membuktikan bahwa yang terakhir ini ditinggalkan. Tak ada penyebab lain dari fakta ini bisa dikutip sebagai bukti kecuali penentuan binasa, yang tersembunyi dalam rencana rahasia Allah.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 4.

1Timotius 5:21 - “Di hadapan Allah dan Kristus Yesus dan malaikat-malaikat pilihanNya kupesankan dengan sungguh kepadamu: camkanlah petunjuk ini tanpa prasangka dan bertindaklah dalam segala sesuatu tanpa memihak.”.

KJV/RSV/NIV: ‘the elect angels’ [= malaikat-malaikat pilihan].

NASB: ‘His chosen angels’ [= malaikat-malaikat pilihanNya].

John Calvin: “And let us not be ashamed, following Paul’s example, to stop the mouths of the wicked, and whenever they dare to rail, repeat the same thing: ‘Who are you, miserable men, to make accusation against God?’ (Romans 9:20 p.). Why do you, then, accuse him because he does not temper the greatness of his works to your ignorance? As if these things were wicked because they are hidden from flesh! It is known to you by clear evidence that the judgments of God are beyond measure. You know that they are called a ‘great deep’ (Psalm 36:6). Now consider the narrowness of your mind, whether it can grasp what God has decreed with himself. What good will it do you in your mad search to plunge into the ‘deep,’ which your own reason tells you will be your destruction? Why does not some fear at least restrain you because the history of Job as well as the prophetic books proclaim God’s incomprehensible wisdom and dreadful might?” [= Dan hendaklah kita tidak malu, mengikuti teladan Paulus, untuk menghentikan mulut-mulut dari orang-orang jahat, dan kapanpun mereka berani untuk menyatakan keberatan / kritik, ulangilah hal yang sama: ‘Siapakah kamu, manusia yang hina, untuk membuat tuduhan terhadap Allah?’ (Ro 9:20 paraphrased / ditulis dengan kata-kata sendiri.). Lalu mengapa kamu menuduh Dia karena Ia tidak memodifikasi / menyesuaikan kebesaran dari pekerjaan-pekerjaanNya dengan kebodohanmu? Seakan-akan hal-hal ini adalah jahat karena mereka tersembunyi dari daging! Itu diketahui olehmu oleh bukti yang jelas bahwa penghakiman-penghakiman Allah melampaui ukuran. Kamu tahu bahwa mereka disebut ‘kedalaman yang besar’ (Maz 36:7). Sekarang pertimbangkan sempitnya pikiranmu, apakah itu bisa mengerti apa yang telah Allah tetapkan dengan diriNya sendiri. Apa baiknya bagimu dalam penyelidikanmu yang gila untuk menceburkan diri ke dalam ‘kedalaman’, yang akalmu sendiri memberitahumu akan menjadi kehancuranmu? Mengapa setidaknya sedikit rasa takut tidak mengekangmu karena sejarah dari Ayub maupun kitab-kitab nubuatan memberitakan hikmat yang tak bisa dimengerti dan kekuatan yang menakutkan dari Allah?] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 5.

Mazmur 36:7 - “KeadilanMu adalah seperti gunung-gunung Allah, hukumMu bagaikan samudera raya yang hebat. Manusia dan hewan Kauselamatkan, ya TUHAN.”.

KJV: ‘thy judgments are a great deep:’ [= penghakiman-penghakimanMu adalah suatu kedalaman yang besar:].

RSV/NASB mirip dengan KJV.

John Calvin: “Accordingly, man falls according as God’s providence ordains, but he falls by his own fault.” [= Karena itu, manusia jatuh sebagaimana yang Providensia Allah tentukan, tetapi ia jatuh oleh kesalahannya sendiri.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 8.

Dari semua kutipan di atas jelas bahwa Calvin memang mengajarkan bahwa dosa terjadi karena ditentukan oleh Allah, tetapi manusia tetap dipersalahkan pada saat berbuat dosa.

Saya akan memberi 2 contoh di bawah ini tentang orang yang dihukum oleh Tuhan karena dosanya, padahal dosa itu jelas ditentukan, dan diatur terjadinya, oleh Allah!

a) Nebukadnezar.

Yeremia 25:12 - “Kemudian sesudah genap ketujuh puluh tahun itu, demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan melakukan pembalasan kepada raja Babel dan kepada bangsa itu oleh karena kesalahan mereka, juga kepada negeri orang-orang Kasdim, dengan membuatnya menjadi tempat-tempat yang tandus untuk selama-lamanya.”.

Calvin (tentang Yer 25:12): “God says also, that at the end of seventy years he would ‘visit the iniquity of the king of Babylon,’ and of his whole people. We hence learn that Nebuchadnezzar was not called God’s servant because he deserved anything for his service, but because God led him while he was himself unconscious, or not thinking of any such thing, to do a service which neither he nor his subjects understood to be for God. Though, then, the Lord employs the ungodly in executing his judgments, yet their guilt is not on this account lessened; they are still exposed to God’s judgment. And these two things well agree together, - that the devil and all the ungodly serve God, though not of their own accord, but whenever he draws them by his hidden power, and that they are still justly punished, even when they have served God; for though they perform his work, yet not because they are commanded to do so. They are therefore justly liable to punishment, according to what the Prophet teaches us here.” [= Allah juga berkata, bahwa pada akhir dari 70 tahun Ia akan ‘menghukum kejahatan dari raja Babel’, dan seluruh bangsanya. Karena itu kami mendapatkan bahwa Nebukadnezar tidak disebut pelayan / hamba Allah karena ia layak dalam hal apapun untuk pelayananNya, tetapi karena Allah membimbing dia pada saat ia sendiri tidak menyadarinya, atau tidak berpikir tentang hal apapun seperti itu, untuk melakukan suatu pelayanan yang baik ia ataupun para bawahannya tidak mengertinya sebagai sesuatu untuk Allah. Karena itu, sekalipun Tuhan menggunakan orang-orang jahat dalam pelaksanaan penghakimanNya, tetapi kesalahan mereka bukannya berkurang karena hal ini; mereka tetap terbuka bagi penghakiman Allah. Dan dua hal ini sesuai dengan baik, - bahwa setan dan semua orang jahat melayani Allah, sekalipun bukan dari persetujuan mereka, tetapi kapanpun Ia menarik mereka oleh kuasaNya yang tersembunyi, dan bahwa mereka tetap secara adil / benar dihukum, bahkan pada waktu mereka telah melayani Allah; karena sekalipun mereka melakukan pekerjaanNya, tetapi bukan karena mereka diperintahkan untuk melakukan demikian. Karena itu mereka secara adil / benar terbuka terhadap penghukuman, sesuai dengan apa yang sang Nabi ajarkan kepada kita di sini.].

b) Yudas Iskariot.

Matius 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Markus 14:21 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Lukas 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah DITETAPKAN, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Catatan: kata ‘ditetapkan’ dalam Luk 22:22 itu diterjemahkan ‘decreed’ [= ditetapkan] oleh NIV, dan diterjemahkan ‘determined’ [= ditentukan] oleh KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV.

Calvin (tentang Mat 26:24): “what could be more unreasonable than that the Son of God should be infamously betrayed by a disciple, and abandoned to the rage of enemies, in order to be dragged to an ignominious death? But Christ declares that all this takes place only by the will of God; and he proves this decree by the testimony of Scripture, because God formerly revealed, by the mouth of his Prophet, what he had determined.” [= apa yang bisa lebih tidak masuk akal dari pada bahwa Anak Allah harus secara buruk dikhianati oleh seorang murid, dan ditinggalkan pada kemarahan dari musuh-musuh, supaya diseret pada suatu kematian yang hina / memalukan? Tetapi Kristus menyatakan bahwa semua ini terjadi hanya oleh kehendak Allah; dan Ia membuktikan ketetapan ini oleh kesaksian dari Kitab Suci, karena Allah sebelumnya telah menyatakan, oleh mulut dari NabiNya, apa yang telah lebih dulu Ia tentukan.].

Calvin (tentang Mat 26:24): “I am aware of the manner in which some commentators endeavor to avoid this rock. They acknowledge that what had been written was accomplished through the agency of Judas, because God testified by predictions what He foreknew. By way of softening the doctrine, which appears to them to be somewhat harsh, they substitute the foreknowledge of God in place of the decree, as if God merely beheld from a distance future events, and did not arrange them according to his pleasure. But very differently does the Spirit settle this question; for not only does he assign as the reason why Christ was delivered up, that ‘it was so written,’ but also that it was so ‘determined.’ For where Matthew and Mark quote Scripture, Luke leads us direct to the heavenly decree, saying, ‘according to what was determined;’” [= Saya menyadari tentang cara dengan mana sebagian penafsir berusaha untuk menghindari batu karang ini. Mereka mengakui bahwa apa yang telah ditulis, dicapai melalui Yudas sebagai alat, karena Allah menyaksikan oleh ramalan / nubuat, apa yang telah Ia ketahui sebelumnya. Dengan cara melunakkan doktrin ini, yang terlihat bagi mereka agak keras / tajam, mereka menggantikan ‘pengetahuan lebih dulu dari Allah’ di tempat dari ‘ketetapan’, seakan-akan Allah hanya melihat dari jauh kejadian-kejadian yang akan datang, dan tidak mengatur mereka sesuai kesenanganNya. Tetapi Roh membereskan / menjawab pertanyaan ini dengan cara yang sangat berbeda; karena Ia memberikan sebagai alasan mengapa Kristus diserahkan, bukan hanya bahwa ‘ada tertulis’, tetapi juga bahwa itu ‘ditentukan’. Karena dimana Matius dan Markus mengutip Kitab Suci, Lukas membimbing kita langsung pada ketetapan surgawi, dengan mengatakan ‘seperti yang telah ditentukan’;].

Calvin (tentang Matius 26:24): “And yet Christ does not affirm that Judas was freed from blame, on the ground that he did nothing but what God had appointed. For though God, by his righteous judgment, appointed for the price of our redemption the death of his Son, yet nevertheless, Judas, in betraying Christ, brought upon himself righteous condemnation, because he was full of treachery and avarice. In short, God’s determination that the world should be redeemed, does not at all interfere with Judas being a wicked traitor. Hence we perceive, that though men can do nothing but what God has appointed, still this does not free them from condemnation, when they are led by a wicked desire to sin. For though God directs them, by an unseen bridle, to an end which is unknown to them, nothing is farther from their intention than to obey his decrees. Those two principles, no doubt, appear to human reason to be inconsistent with each other, that God regulates the affairs of men by his Providence in such a manner, that nothing is done but by his will and command, and yet he damns the reprobate, by whom he has carried into execution what he intended. But we see how Christ, in this passage, reconciles both, by pronouncing a curse on Judas, though what he contrived against God had been appointed by God; not that Judas’s act of betraying ought strictly to be called the work of God, but because God turned the treachery of Judas so as to accomplish His own purpose.” [= Tetapi Kristus tidak menegaskan bahwa Yudas bebas dari kesalahan, karena ia hanya melakukan apa yang telah Allah tetapkan. Karena sekalipun Allah, oleh penghakimanNya yang benar, menetapkan sebagai harga penebusan kita kematian dari AnakNya, tetapi sekalipun demikian, Yudas, dalam mengkhianati Kristus, membawa kepada dirinya sendiri penghukuman yang benar, karena ia penuh dengan pengkhianatan dan ketamakan. Singkatnya, penentuan Allah bahwa dunia harus ditebus, sama sekali tidak mencampuri keberadaan Yudas sebagai seorang pengkhianat yang jahat. Karena itu kita memahami bahwa sekalipun manusia tidak bisa melakukan apapun kecuali apa yang telah Allah tetapkan, hal ini tetap tidak membebaskan manusia dari penghukuman, pada waktu mereka dibimbing pada dosa oleh suatu keinginan yang jahat. Karena sekalipun Allah mengarahkan mereka, oleh suatu kekang yang tak terlihat, pada suatu tujuan yang tidak mereka ketahui, mereka sama sekali tidak bermaksud untuk mentaati ketetapan-ketetapanNya. TIDAK DIRAGUKAN BAHWA DUA PRINSIP ITU TERLIHAT BAGI AKAL MANUSIA SEBAGAI TIDAK KONSISTEN SATU DENGAN YANG LAIN, bahwa Allah mengatur urusan-urusan / perkara-perkara manusia oleh ProvidensiaNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang terjadi kecuali oleh kehendak dan perintahNya, tetapi Ia menyalahkan / menghukum orang-orang jahat, oleh siapa Ia melaksanakan apa yang Ia maksudkan. Tetapi kita melihat bagaimana Kristus, dalam text ini, memperdamaikan keduanya, dengan mengumumkan suatu kutukan pada Yudas, sekalipun apa yang ia buat / rencanakan terhadap Allah telah ditetapkan oleh Allah; bukan bahwa tindakan pengkhianatan Yudas secara ketat harus disebut sebagai pekerjaan Allah, tetapi karena Allah membelokkan pengkhianatan Yudas sehingga mencapai tujuan / rencanaNya sendiri.].

Ini berlaku bukan hanya untuk Nebukadnezar dan Yudas Iskariot, tetapi untuk semua orang. Di seluruh Alkitab kita menjumpai peristiwa-peristiwa dimana manusia berbuat dosa dan dihukum oleh Tuhan, dan orang percaya berbuat dosa dan dihajar oleh Tuhan! Jadi, fakta bahwa Allah menentukan dosa mereka, sama sekali tidak membebaskan mereka dari tanggung jawab dalam arti mereka dianggap bersalah, dan dihukum / dihajar karena dosa itu!

PROVIDENCE OF GOD (22)

B) Mengapa manusia tetap mempunyai tanggung jawab?

1) Kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan kepada kita (yaitu Firman Tuhan / Kitab Suci), bukan berdasarkan kehendak / rencana Allah yang tersembunyi / yang tidak kita ketahui.

Ulangan 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.’”.

Perhatikan bahwa ayat ini berkata bahwa:

a) ‘hal-hal yang tersembunyi’ itu ialah ‘bagi Tuhan’.

Jadi, Rencana Allah yang tersembunyi / tidak kita ketahui itu, bukan untuk kita, dan karenanya itu bukan pedoman hidup kita.

b) ‘hal-hal yang dinyatakan’ ialah ‘bagi kita’.

‘Hal-hal yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi kita’, dan karena itu inilah pedoman hidup kita.

Calvin (tentang Ulangan 29:29): “To me there appears no doubt that, by ANTITHESIS, there is a comparison here made between the doctrine openly set forth in the Law, and the hidden and incomprehensible counsel of God, concerning which it is not lawful to inquire. In my opinion, therefore, the copula is used for the adversative particle; as though it were said, ‘God indeed retains to Himself secret things, which it neither concerns nor profits us to know, and which surpass our comprehension; but these things, which He has declared to us, belong to us and to our children.’” [= Bagi saya disana terlihat tak ada keraguan bahwa, oleh suatu pengkontrasan, disana ada suatu perbandingan yang dibuat disini antaraajaran yang dinyatakan dengan kata-kata dalam hukum Taurat, dan rencana yang tersembunyi dan tak bisa dimengerti dari Allah, berkenaan dengan mana merupakan sesuatu yang salah untuk menanyakan / menyelidiki. Karena itu, dalam pandangan saya, kata kerja penghubung digunakan untuk bagian yang menyatakan pertentangan / kontras; seakan-akan dikatakan, ‘Allah memang menahan bagi diriNya sendiri hal-hal yang bersifat rahasia, yang tidak penting ataupun berguna bagi kita untuk mengetahuinya, dan yang melampaui pengertian kita; tetapi hal-hal ini, yang telah Ia nyatakan kepada kita, adalah milik kita dan anak-anak kita’.].

Catatan: saya tak terlalu mengerti bagaimana menterjemahkan bagian yang saya beri warna hijau.

a) ‘copula’ seharusnya berarti ‘kata kerja penghubung’, dan itu dalam bahasa Inggris biasanya adalah kata kerja ‘to be’ (am, is, are).

b) ‘adversative particle’ kalau diterjemahkan adalah ‘bagian yang menyatakan pertentangan’. Kalau dilihat dalam Bible Works 8 maka dalam LXX / Septuaginta digunakan kata Yunani DE [= but / tetapi] yang disebut sebagai ‘adversative particle’, dan dalam bahasa Ibrani itu adalah huruf Vaw, yang memang bisa berarti ‘but’ / ‘tetapi’.

Tetapi bagaimanapun, kita bisa mengerti apa yang Calvin maksudkan. Ayat ini memang mengkontraskan 2 hal:

1. Yang pertama rencana Allah yang tersembunyi dan melampaui pengertian kita. Ini tak penting ataupun berguna bagi kita untuk mengetahuinya.

2. Yang kedua adalah hukum Taurat, yang telah Allah nyatakan kepada kita. Ini yang berguna bagi kita dan anak-anak kita.

Calvin (tentang Ul 29:29): “It is a remarkable passage, and especially deserving of our observation, for by it audacity and excessive curiosity are condemned, whilst pious minds are aroused to be zealous in seeking instruction. We know how anxious men are to understand things, the knowledge of which is altogether unprofitable, and even the investigation of them injurious. ... On the other hand, what God plainly sets before us, and would have familiarly known, is either neglected, or turned from in disgust, or put far away from us, as if it were too obscure. In the first clause, then, Moses briefly reproves and restrains that temerity which leaps beyond the bounds imposed by God; and in the latter, exhorts us to embrace the doctrine of the Law, in which God’s will is declared to us, as if He were openly speaking to us; and thus he encounters the folly of those who fly from the light presented to them, and wrongfully accuse of obscurity that doctrine, wherein God has let Himself down to the measure of our understanding.” [= Ini merupakan text yang layak diperhatikan, dan secara khusus layak mendapatkan perhatian kita, karena olehnya keberanian dan keingin-tahuan yang berlebihan dikecam, sedangkan pikiran yang saleh dibangkitkan untuk bersemangat dalam mencari instruksi / pengajaran. Kita tahu betapa sangat inginnya manusia untuk mengerti hal-hal, yang pengertian tentangnya sama sekali tak bermanfaat, dan bahkan penyelidikan tentangnya berbahaya. ... Di sisi yang lain, apa yang Allah secara jelas letakkan di depan kita, dan inginkan untuk kita ketahui secara akrab, atau kita abaikan, atau kita berpaling darinya dalam kejijikan, atau kita jauhkan itu dari kita, seakan-akan itu terlalu kabur. Jadi, dalam anak kalimat yang pertama, Musa secara singkat mencela dan mengekang kecerobohan / keberanian yang berlebihan yang meloncat melampaui batasan-batasan yang ditetapkan oleh Allah; dan dalam anak kalimat yang kedua, mendesak kita untuk menerima ajaran dari hukum Taurat, dalam mana kehendak Allah dinyatakan kepada kita, seakan-akan Ia secara terbuka berbicara kepada kita; dan demikianlah Ia menghadapi kebodohan dari mereka yang lari dari terang yang ditawarkan kepada mereka, dan secara salah menuduh kekaburan ajaran itu, dalam mana Allah telah menurunkan diriNya sendiri pada ukuran dari pengertian kita.].

Calvin (tentang Ul 29:29): “Lastly, Moses requires obedience of the people, and reminds them that the Law was not only given that the Israelites might know what was right, but that they might do all that God taught.” [= Yang terakhir, Musa menuntut ketaatan dari bangsa itu, dan mengingatkan mereka bahwa hukum Taurat bukan diberikan hanya supaya bangsa Israel bisa tahu apa yang benar, tetapi supaya mereka bisa melakukan semua yang Allah ajarkan.].

Bdk. Yakobus 1:22 - “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.”.

Contoh:

a) Dalam persoalan keselamatan.

Tuhan sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat (Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa / masuk neraka (Yohanes 17:12 Roma 9:22), tetapi kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang dipilih untuk binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir / bersikap seperti ini:

1. Sekarang ini saya tidak perlu percaya kepada Yesus. Kalau saya memang ditentukan selamat, nanti saya pasti akan percaya dengan sendirinya. Dan sebaliknya, kalau saya ditentukan untuk binasa, bagaimanapun saya mau percaya, saya tak akan bisa percaya. Pikiran / sikap seperti ini jelas salah!

2. Mungkin orang yang mau saya injili itu bukan orang pilihan, sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga untuk memberitakan Injil kepada dia. Biarkan saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh nanti dia akan percaya dengan sendirinya. Lagi-lagi, pikiran / sikap seperti ini jelas salah!

Sebaliknya, kita harus hidup berda­sarkan Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya:

a. Kis 16:31 merupakan perintah untuk percaya kepada Yesus. Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat atau binasa, itu tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dalam Kis 16:31 menyuruh saya percaya kepada Yesus.

Kis 16:30-31 - “(30) Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?’ (31) Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’”.

b. Matius 28:19-20 merupakan perintah untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Jadi pada waktu saya bertemu dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu dipilih untuk selamat atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan karenanya bukan pedoman hidup saya. Urusan saya adalah melakukan perintah Firman Tuhan dalam Mat 28:19, yaitu menjadikan semua bangsa murid Yesus.

Mengingat adanya banyak fitnahan bahwa menjadi seorang Calvinist / Reformed berarti tidak perlu memberitakan Injil, mari kita lihat pandangan Calvin sendiri berkenaan dengan hal ini.

Calvin (tentang Matius 28:19): “The meaning amounts to this, that by proclaiming the gospel everywhere, they should bring ‘all nations’ to the obedience of the faith, and next, that they should seal and ratify their doctrine by the sign of the gospel. ... Let us learn from this passage, that the apostleship is not an empty title, but a laborious office; and that, consequently, nothing is more absurd or intolerable than that this honor should be claimed by hypocrites, who live like kings at their ease, and disdainfully throw away from themselves the office of ‘teaching.’ ... no man can be a successor of the apostles who does not devote his services to Christ in the preaching of the gospel.” [= Artinya adalah ini, bahwa dengan memberitakan Injil dimana-mana, mereka harus membawa ‘semua bangsa’ pada ketaatan dari iman, dan selanjutnya, bahwa mereka harus memeteraikan dan meneguhkan ajaran mereka dengan tanda dari injil. ... Hendaklah kita belajar dari text ini, bahwa kerasulan bukanlah suatu gelar yang kosong, tetapi suatu jabatan yang ditandai oleh jerih payah / kerja keras; dan bahwa, karena itu, tak ada yang lebih menggelikan / konyol atau tak bisa ditoleransi dari pada bahwa kehormatan ini harus diclaim oleh orang-orang munafik, yang hidup seperti raja-raja dalam kenyamanan mereka, dan dengan bersikap jijik membuang dari diri mereka sendiri tugas dari ‘pengajaran’. ... tak seorangpun bisa adalah seorang pengganti dari rasul-rasul, yang tidak membaktikan pelayanan-pelayanannya kepada Kristus dalam pemberitaan Injil.].

Catatan: dalam bagian akhir dari kutipan ini (bagian yang saya beri warna hijau), Calvin jelas menyerang Gereja Katolik yang menganggap Paus sebagai pengganti rasul-rasul.

Bdk. Roma 10:13-15 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya? (15) Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!’”.

Catatan: aneh bahwa dalam terjemahan LAI ay 14b tidak diakhiri dengan tanda tanya, padahal ini jelas-jelas merupakan suatu kalimat tanya. Dalam terjemahan-terjemahan bahasa Inggris, semua kalimat-kalimat dalam ay 14-15a merupakan kalimat-kalimat tanya, dan diakhiri dengan tanda tanya.

Calvin (tentang Ro 10:14-17): “Where then there is a calling on God, there is faith; and where faith is, the seed of the word has preceded; where there is preaching there is the calling of God.” [= Jadi dimana ada suatu pemanggilan kepada Allah, disana ada iman; dan dimana iman ada, benih dari firman telah mendahuluinya; dimana disana ada pemberitaan disana ada panggilan dari Allah.].

Calvin (tentang Roma 10:14): “It belongs not indeed to us to imagine a God according to what we may fancy; we ought to possess a right knowledge of him, such as is set forth in his word. ... it is therefore necessary to have the word, that we may have a right knowledge of God.” [= Tidak seharusnya bagi kita untuk membayangkan / mengkhayalkan seorang Allah sesuai dengan apa yang bisa kita bayangkan; kita harus mempunyai suatu pengetahuan yang benar tentang Dia, seperti yang dinyatakan dalam firmanNya. ... karena itu adalah perlu untuk mempunyai / mendapatkan firman, supaya kita bisa mempunyai suatu pengetahuan yang benar tentang Allah.].

Calvin (tentang Roma 10:15): “But hence we also learn how much ought all good men to desire, and how much they ought to value the preaching of the gospel, which is thus commended to us by the mouth of the Lord himself. Nor is there indeed a doubt, but that God has thus highly spoken of the incomparable value of this treasure, for the purpose of awakening the minds of all, so that they may anxiously desire it.” [= Tetapi karena itu kita juga belajar betapa banyak seharusnya semua orang baik / saleh menginginkan, dan betapa banyak mereka harus menilai pemberitaan Injil, yang dipercayakan dengan cara seperti itu kepada kita oleh mulut Tuhan sendiri. Juga tak ada keraguan bahwa Allah telah berbicara dengan begitu tinggi tentang nilai yang tak ada bandingannya dari harta ini, untuk tujuan membangkitkan pikiran dari semua orang, sehingga mereka bisa menginginkannya dengan sungguh-sungguh.].

b) Dalam persoalan kematian / kesehatan.

Misalnya saya terkena suatu penyakit. Dan saya lalu berpikir: ‘Mungkin saya sudah ditetapkan untuk mati, jadi percuma saya berusaha untuk sembuh’. Ini sikap yang salah! Memang Tuhan sudah menentukan saat kematian saya, dan juga apakah saya akan sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya sembuh maka saat kesembuhannya juga sudah ditentukan, dan semua ketentuan Allah itu pasti terjadi. Tetapi persoalannya adalah: saya tidak tahu akan ketetapan Allah itu! Itu merupakan ‘hal yang tersembunyi’ bagi saya dan karena itu maka hal itu bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Kitab Suci, dan Kitab Suci menyuruh saya mengasihi diri saya sendiri (Mat 22:39 Efesus 5:28-29).

Matius 22:39 - “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”.

Ef 5:28-29 - “(28) Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. (29) Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,”.

Catatan: mengasihi diri sendiri itu salah, kalau motivasinya egoisme!

Karena itu, pada saat saya sakit, saya harus berusaha untuk sembuh, dengan cara apapun yang memungkinkan, selama saya tidak mencari kesembuhan itu dengan jalan yang salah, misalnya dengan pergi ke dukun (atau dengan latihan yoga, yang jelas termasuk dalam okultisme!).

c) Dalam hal yang bersifat dosa.

Kalau ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan saudara digoda setan untuk membalasnya, maka saudara tidak boleh berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk membalas.’. Faktanya adalah: saudara tidak mengetahui ketentuan Allah dalam persoalan itu, lalu mengapa menebak-nebak apa yang tidak saudara ketahui? Dan kalau menebak, mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal itu tidak diketahui, maka itu bukan pedoman hidup saudara. Pedoman hidup saudara adalah apa yang dinyatakan kepada saudara dalam Kitab Suci, yaitu “Kasihilah musuhmu” (Mat 5:44).

Kalau saudara mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta kepada seseorang yang belum percaya kepada Kristus, maka jangan berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk kawin dengan orang kafir.’. Pedoman hidup saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya.” (2Kor 6:14a).

Kalau saudara sudah menikah dan lalu tergoda oleh seorang wanita lain, jangan berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk berzinah.’. Pedoman saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Jangan berzinah.” (Kel 20:14).

Ilustrasi: Ada cerita tentang seorang pendeta yang sudah menikah yang suatu hari pergi naik kereta api. Di depannya duduk seorang gadis yang sangat cantik dan sexy, dan pendeta ini merasa bahwa dirinya tergoda oleh kecantikan dan ke-sexy-an gadis itu, dan karena itu ia terus berdoa supaya Tuhan menolongnya menghadapi pencobaan tersebut. Tiba-tiba kereta api mengerem mendadak, dan gadis tersebut terlempar dari kursinya dan jatuh ke pelukan si pendeta. Si pendeta merangkul gadis itu sambil berkata: ‘Tuhan, jadilah kehendakMu!’.

Ini hanya lelucon, tetapi merupakan contoh yang salah dimana seseorang hidup berdasarkan Rencana kekal dari Allah (atau yang ia anggap sebagai Rencana kekal dari Allah), dan bukannya berdasarkan Firman Tuhan, yang jelas melarang perzinahan!

2) Sekalipun Allah menentukan dan mengatur terjadinya dosa, sehingga dosa itu pasti terjadi, tetapi pada saat dosa itu terjadi, manusia melakukan dosa itu dengan kemauannya sendiri! Ini menunjukkan bahwa kebebasan manusia tidak dibuang!

John Calvin: “we posited a distinction between compulsion and necessity from which it appears that man, while he sins of necessity, yet sins no less voluntarily.” [= kami menempatkan suatu perbedaan di antara pemaksaan dan kepastian dari mana terlihat bahwa manusia, sementara ia pasti berdosa, tetapi ia berdosa dengan sukarela.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 1.

a) Dasar Kitab Suci:

1. Dalam Kel 4:21 Allah berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu ketetapan Allah itu terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel 7:13,22 8:15,19,32 9:7,34-35).

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Keluaran 7:3 - “Tetapi Aku akan mengeraskan hati Firaun, dan Aku akan memperbanyak tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang Kubuat di tanah Mesir.”.

Keluaran 9:34 - “Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa hujan, hujan es dan guruh telah berhenti, maka teruslah ia berbuat dosa; ia tetap berkeras hati, baik ia maupun para pegawainya.”.

KJV: ‘and hardened his heart’ [= dan mengeraskan hatinya].

Kel 14:4-5,8a - “(4) Aku akan mengeraskan hati Firaun, sehingga ia mengejar mereka. Dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya Aku akan menyatakan kemuliaanKu, sehingga orang Mesir mengetahui, bahwa Akulah TUHAN.’ Lalu mereka berbuat demikian. (5) Ketika diberitahukan kepada raja Mesir, bahwa bangsa itu telah lari, maka berubahlah hati Firaun dan pegawai-pegawainya terhadap bangsa itu, dan berkatalah mereka: ‘Apakah yang telah kita perbuat ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita?’ ... (8a) Demikianlah TUHAN mengeraskan hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar orang Israel.”.

2. Dalam Ayub 1:21 Ayub berkata bahwa ‘Tuhan yang mengambil’; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri.

3. Yesaya 10:5-7 - Asyur adalah alat Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan motivasi yang berbeda.

Yes 10:5-7 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa.”.

b) Salah satu pertanyaan yang paling sering keluar dalam persoalan ini adalah: Jika Allah sudah menentukan dan mengatur segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?

Jawab:

1. Terus terang, tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan 2 hal yang kelihatannya bertentangan ini. Orang Reformed hanya melihat bahwa 2 hal itu sama-sama diajarkan oleh Kitab Suci (bdk. Ro 9:19-21 Lukas 22:22), tetapi Kitab Suci tidak pernah mengharmoniskannya. Karena itu orang Reformed juga mengajarkan kedua hal itu, tanpa mengharmoniskannya. Ini merupakan wujud kesetiaan dan ketundukan kepada Kitab Suci, sekalipun Kitab Suci itu melampaui akal kita!

Roma 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Lukas 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Sebetulnya dalam banyak hal yang lain, kita juga melihat hal yang sama.

Misalnya:

a. Kita percaya bahwa Allah itu maha kasih dan mahatahu.

b. Kita juga percaya bahwa Allah menciptakan neraka dan orang-orang tertentu yang Ia tahu bakal masuk ke neraka.

Kalau memang Ia maha kasih dan maha tahu, mengapa Ia tidak HANYA menciptakan orang yang akan masuk ke surga?

Saya yakin tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan 2 kebenaran di atas itu, termasuk orang Arminian, tetapi toh semua orang kristen (termasuk orang Arminian) percaya dan mengajarkan ke 2 kebenaran itu, karena Kitab Suci memang jelas mengajarkan kedua hal itu. Lalu mengapa dalam hal doktrin Providence of God ini kita tidak mau bersikap sama?

Calvin (tentang Kej 50:20): “If human minds cannot reach these depths, let them rather suppliantly adore the mysteries they do not comprehend, than, as vessels of clay, proudly exalt themselves against their Maker.” [= Jika pikiran manusia tidak bisa menjangkau hal-hal yang dalam ini, hendaklah mereka dengan rendah hati memuja misteri yang tidak mereka mengerti, dari pada, sebagai bejana tanah liat, dengan sombong meninggikan diri mereka sendiri terhadap Pencipta mereka.] - hal 488.

PROVIDENCE OF GOD (23)

2. Perhatikan beberapa kutipan di bawah ini berkenaan dengan penentuan Allah dan kebebasan / tanggung jawab manusia.

John Calvin: “Accordingly, man falls according as God’s providence ordains, but he falls by his own fault.” [= Karena itu, manusia jatuh sebagaimana yang Providensia Allah tentukan, tetapi ia jatuh oleh kesalahannya sendiri.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 8.

John Murray: “There is divine predetermination or foreordination in connection with sin. The fall was foreordained by God and its certainty was therefore guaranteed. ... God is not the author of sin. For sin as sinfulness, man alone was responsible, and he alone is the agent of execution.” [= Di sana ada keputusan / perencanaan atau penentuan sebelumnya yang bersifat Ilahi / dari Allah dalam hubungannya dengan dosa. Kejatuhan ditentukan lebih dulu oleh Allah dan karena itu kepastiannya dijamin. ... Allah bukan Pencipta dosa. Karena / untuk dosa sebagai keberdosaan, manusia saja yang bertanggung-jawab, dan ia saja yang merupakan agen dari pelaksanaan.] - ‘Collected Writings of John Murray’, Vol 2, hal 73.

Loraine Boettner: “But while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with man’s free agency.” [= Tetapi sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa pengendalian providensia ini bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa diperdamaikan / diharmoniskan dengan kebebasan manusia.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 38.

Loraine Boettner: “Perhaps the relationship between divine sovereignty and human freedom can best be summed up in these words: God so presents the outside inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for him to do.” [= Mungkin hubungan antara kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik dengan kata-kata ini: Allah memberikan dorongan / bujukan / pencobaan dari luar sedemikian rupa sehingga manusia bertindak sesuai dengan dirinya, tetapi melakukan secara tepat apa yang Allah telah rencanakan baginya untuk dilakukan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 38.

Charles Haddon Spurgeon: “man, acting according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by that sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God has predestinated everything yet man is responsible, for he acts freely, and no constraint is put upon him even when he sinneth and disobeyeth wantonly and wickedly the will of God.” [= manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini bisa benar saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa mengetahui dimana tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala sesuatu tetapi manusia bertanggung jawab, karena ia bertindak secara bebas, dan tak ada paksaan diberikan kepadanya bahkan pada waktu ia berbuat dosa dan tidak mentaati kehendak Allah secara memberontak dan secara jahat.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 10.

Charles Haddon Spurgeon: (tentang tentara yang tidak mematahkan kaki Kristus tetapi menusukNya dengan tombak - Yohanes 19:33-34).

“They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The foreordination of God in no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross each other.” [= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan.]- ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 670-671.

Arthur W. Pink: “Two things are beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To emphasize the sovereignty of God, without also maintaining the accountability of the creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt the creature and dishonour the Creator.” [= Dua hal tidak perlu diragukan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga mempertahankan pertanggungan jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta.] - ‘The Sovereignty of God’, hal 9.

Arthur W. Pink melanjutkan: “We are enjoined to take ‘no thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any provide not for his own, and specially for those of his own house, he hath denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No sheep of Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the Christian is bidden to make his ‘calling and election sure’ (2Peter 1:10). ... These things are not contradictions, but complementaries: the one balances the other. Thus, the Scriptures set forth both the sovereignty of God and the responsibility of man.” [= Kita dilarang untuk ‘menguatirkan hari esok’ (Mat 6:34), tetapi ‘jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman’ (1Tim 5:8). Tidak ada domba Kristus yang bisa binasa (Yoh 10:28-29), tetapi orang kristen diperintahkan untuk membuat ‘panggilan dan pilihannya teguh’ (2Pet 1:10). ... Hal-hal ini tidaklah bertentangan tetapi saling melengkapi: yang satu menyeimbangkan yang lain. Demikian Kitab Suci menyatakan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia.] - ‘The Sovereignty of God’, hal 11.

Louis Berkhof: “the Bible certainly does not proceed on the assumption that the divine decree is inconsistent with the free agency of man. It clearly reveals that God has decreed the free acts of man, but also that the actors are none the less free and therefore responsible for their acts, Gen. 50:19, 20; Acts 2:23; 4:27, 28. It was determined that the Jews should bring about the crucifixion of Jesus; yet they were perfectly free in their wicked course of action, and were held responsible for this crime. There is not a single indication in Scripture that the inspired writers are conscious of a contradiction in connection with these matters. They never make an attempt to harmonize the two. This may well restrain us from assuming a contradiction here, even if we cannot reconcile both truths.” [= Alkitab jelas tidak melanjutkan asumsi bahwa ketetapan ilahi tidak konsisten dengan kebebasan manusia. Itu secara jelas menyatakan bahwa Allah telah menetapkan tindakan-tindakan bebas manusia, tetapi juga bahwa bagaimanapun aktor-aktor itu bebas dan karena itu bertanggung jawab untuk tindakan-tindakan mereka, Kej 50:19,20; Kis 2:23; 4:27,28. Telah ditentukan bahwa orang-orang Yahudi harus menyebabkan penyaliban Kristus terjadi; tetapi mereka secara sempurna bebas dalam jalan yang jahat dari tindakan mereka, dan dianggap bertanggung jawab untuk kejahatan ini. Di sana tidak ada satu petunjukpun dalam Kitab Suci bahwa penulis-penulis yang diilhami sadar tentang suatu kontradiksi berhubungan dengan persoalan-persoalan ini. Mereka tidak pernah mengusahakan untuk mengharmoniskan kedua hal itu. Ini bisa dengan baik mengekang kita dari menganggap ada suatu kontradiksi di sini, bahkan jika kita tidak bisa mendamaikan kedua kebenaran itu.] - ‘Systematic Theology’, hal 106 (Libronix).

Herman Bavinck: “The fact that things and events, including the sinful thoughts and deeds of men, have been eternally known and fixed in that counsel of God does not rob them of their own character but rather establishes and guarantees them all, each in its own kind and nature and in its own context and circumstances. Included in that counsel of God are sin and punishment, but also freedom and responsibility, sense of duty and conscience, and law and justice. In that counsel of God everything that happens is in the very same context it is in when it becomes manifest before our eyes. The conditions are defined in it quite as well as the consequences, the means quite as much as the ends, the ways as the results, the prayers as the answers to prayer, the faith as the justification, sanctification, and glorification.” [= Fakta bahwa hal-hal dan peristiwa-peristiwa, termasuk pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan berdosa dari manusia, telah diketahui dan ditetapkan secara kekal dalam rencana Allah, tidak menghapuskan karakter mereka sendiri tetapi sebaliknya meneguhkannya dan menjamin semuanya, masing-masing dalam jenisnya dan sifatnya sendiri dan dalam kontex dan keadaannya sendiri. Termasuk dalam rencana Allah itu dosa dan penghukuman, tetapi juga kebebasan dan tanggung jawab, perasaan kewajiban dan hati nurani, dan hukum dan keadilan. Dalam rencana Allah itu segala sesuatu yang terjadi ada dalam kontex yang sama seperti pada waktu itu terwujud di depan mata kita. Dalam rencana Allah itu syarat ditetapkan sama seperti akibat / konsekwensi, caranya maupun tujuannya, jalannya maupun hasilnya, doanya maupun jawaban doanya, imannya maupun pembenaran, pengudusan dan pemuliaannya.] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 163.

J. I. Packer: “God’s sovereignty and man’s responsibility are taught us side by side in the same Bible; sometimes, indeed, in the same text. Both are thus guaranteed to us by the same divine authority; both, therefore, are true. It follows that they must be held together, and not played off against each other. Man is a responsible moral agent, though he is also divinely controlled; man is divinely controlled, though he is also a responsible moral agent. God’s sovereignty is a reality, and man’s responsibility is a reality too.” [= Kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia diajarkan bersama-sama dalam Alkitab yang sama; kadang-kadang bahkan dalam text yang sama. Jadi keduanya dijamin / dipastikan bagi kita oleh otoritas ilahi yang sama; karena itu keduanya adalah benar. Sebagai akibatnya mereka harus dipegang bersama-sama, dan tidak diadu / dipertentangkan satu dengan yang lain. Manusia adalah agen moral yang bertanggung jawab, sekalipun ia juga dikontrol oleh Allah; manusia dikontrol oleh Allah, sekalipun ia juga adalah agen moral yang bertanggung jawab. Kedaulatan Allah adalah suatu realita, dan tanggung jawab manusia adalah suatu realita juga.] - ‘Evangelism & The Sovereignty of God’, hal 22-23.

William G. T. Shedd: “The first characteristic of the Confessional statement that we mention is, that it brings sin within the scope, and under the control of the Divine decree. Sin is one of the ‘whatsoevers’ that have ‘come to pass,’ all of which are ‘ordained.’ ... First, by the permissive decree, sin is brought within the Divine plan of the universe, and under the Divine control. Whatever is undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God over all.’ Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only in part. Sin with all its effects is beyond his sway. ... If God could permissively decree the fall of Adam and his posterity without being the cause and author of it, he can also permissively decree the eternal death of an individual sinner without being the cause and author of it. ... He permitted the whole human species to fall in Adam in such a manner that they were responsible and guilty for the fall, and he permits an individual of the species to remain a sinner and to be lost by sin, in such a manner that the sinner is responsible and guilty for this.” [= Ciri pertama dari pernyataan Pengakuan Iman (Westminster) yang kami sebutkan adalah, bahwa itu membawa dosa ke dalam ruang lingkup, dan di bawah kontrol dari ketetapan Ilahi. Dosa adalah salah satu dari ‘apapun’ yang telah ‘terjadi’, yang semuanya ‘ditentukan’. ... Pertama, oleh ketetapan yang mengijinkan, dosa dibawa ke dalam rencana Ilahi dari alam semesta, dan di bawah kontrol Ilahi. Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin Ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi karena kebetulan, keilahian / Allah, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang bebas / tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. ... Jika Allah bisa menetapkan secara mengijinkan kejatuhan Adam dan keturunannya tanpa menjadi penyebab dan penciptanya, Ia juga bisa menetapkan secara mengijinkan kematian kekal dari seorang berdosa individuil tanpa menjadi penyebab dan penciptanya. ... Ia mengijinkan seluruh umat manusia untuk jatuh di dalam Adam dengan suatu cara sedemikian rupa sehingga mereka bertanggung jawab dan bersalah untuk kejatuhan itu, dan Ia mengijinkan seorang individu dari umat manusia untuk tetap menjadi seorang berdosa dan untuk terhilang oleh / karena dosa, dengan suatu cara sedemikian rupa sehingga orang berdosa itu bertanggung jawab dan bersalah untuk hal ini.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 31,36,37.

Herman Hoeksema: “For this reason we may never separate the fall from the providential government of God. Not only must we never hesitate to say that the fall of man took place according to the determinate counsel of the Most High, in order to serve Him as a means to an end; but we must also understand that it occurred entirely by His own providential power and government. ... This does not mean that we chime in with the morbid exclamation: ‘O blessed fall into sin!’ For the fall itself is not blessed, but is our great guilt.” [= Karena alasan ini kita tidak pernah boleh memisahkan kejatuhan dari pemerintahan yang bersifat providensia dari Allah. Bukan hanya kita tidak pernah boleh ragu-ragu untuk berkata bahwa kejatuhan manusia terjadi sesuai dengan Rencana yang tertentu dari Yang Maha Tinggi, supaya melayani Dia sebagai suatu cara / jalan kepada suatu tujuan; tetapi kita juga harus mengerti bahwa itu terjadi sepenuhnya oleh kuasa dan pemerintahan ProvidensiaNya sendiri. ... Ini tidak berarti bahwa kita setuju dengan teriakan yang tidak sehat / mengerikan: ‘Oh diberkatilah kejatuhan ke dalam dosa!’. Karena kejatuhan itu sendiri tidak diberkati, tetapi merupakan kesalahan besar kita.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 240.

R. L. Dabney: “both Scripture and consciousness tell us, THAT IN USING MAN’S ACTS AS MEANS, GOD’S INFINITE SKILL DOES IT ALWAYS WITHOUT MARRING HIS FREEDOM IN THE LEAST. But it is objected, second, that if there were an absolute decree, man could not be free; and so, could not be responsible. But consciousness and God’s word assure us we are free. I reply, the facts cannot be incompatible because Scripture most undoubtedly asserts both, and both together. See Is. 10:5-15; Acts 2:23. Second, feeble man procures free acts from his fellow-man, by availing himself of the power of circumstances as inducements to his known dispositions, and yet he regards the agent as free and responsible, and the agent so regards himself. If man can do this sometimes, why may not an infinite God do it all the time? Third, If there is anything about absolute decrees to impinge upon man’s freedom of choice, it must be in their mode of execution, for God’s merely having such a purpose in His secret breast could affect man in no way. But Scripture and consciousness assure us that God executes this purpose as to man’s acts, not against, but through and with man’s own free will.” [= baik Kitab Suci maupun kesadaran memberitahu kita, BAHWA DALAM MENGGUNAKAN TINDAKAN-TINDAKAN MANUSIA SEBAGAI CARA / JALAN, KEAHLIAN YANG TAK TERBATAS DARI ALLAH MELAKUKAN ITU SELALU TANPA MERUSAK KEBEBASANNYA SEDIKITPUN. Tetapi diajukan keberatan, yang kedua, bahwa seandainya di sana ada ketetapan yang mutlak, manusia tidak bisa bebas; dan jika demikian, tidak bisa bertanggung-jawab. Tetapi kesadaran dan firman Allah meyakinkan kita bahwa kita bebas. Saya menjawab, fakta-fakta itu tidak bisa tidak cocok karena Kitab Suci dengan sangat tidak meragukan menegaskan keduanya, dan keduanya bersama-sama. Lihat Yes 10:5-15; Kis 2:23. Kedua, manusia yang lemah mendapatkan / menghasilkan tindakan-tindakan bebas dari sesama manusianya, dengan menggunakan kuasa dari keadaan-keadaan sebagai bimbingan / pengaruh / dorongan pada kecondongannya yang diketahui, tetapi ia menganggap agen itu sebagai bebas dan bertanggung-jawab, dan agen itu menganggap dirinya sendiri demikian. JIKA MANUSIA BISA KADANG-KADANG MELAKUKAN HAL INI, MENGAPA ALLAH YANG TAK TERBATAS TIDAK BISA MELAKUKAN INI PADA SETIAP SAAT? Ketiga, Jika di sana ada apapun tentang ketetapan-ketetapan yang mutlak yang menabrak / melanggar kebebasan pemilihan manusia, itu haruslah dalam cara pelaksanaan, karena dengan Allah hanya mempunyai rencana seperti itu dalam dada rahasiaNya, tidak bisa mempengaruhi manusia dengan cara apapun. Tetapi Kitab Suci dan kesadaran meyakinkan kita bahwa Allah melaksanakan rencana berkenaan dengan tindakan-tindakan manusia ini, bukan menentang, tetapi melalui dan bersama kebebasan kehendak manusia sendiri.] - ‘Lectures In Systematic Theology’, hal 222-223.

Charles Hodge: “God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility.” [= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.

Saya berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan dalam kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God can’ [= Allah bisa].

Kalau saya membuat sebuah film, maka saya akan menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi sedikit atau banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.

Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebebasan manusia! Bagaimana Ia bisa melakukan hal itu, merupakan suatu mystery bagi kita, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah memang menentukan dan menguasai segala sesuatu, tetapi manusia tetap mempunyai kebebasan dan tanggung jawab.

3. Jika / andaikata PENENTUAN lebih dulu dari Allah itu bertentangan dengan kebebasan manusia, maka perlu saudara ketahui bahwa PENGETAHUAN lebih dulu dari Allah, yang jelas harus dipercaya oleh semua orang kristen, juga bertentangan dengan kebebasan manusia. Bukankah kalau Allah tahu bahwa hari ini saudara akan berbuat ini atau itu, maka hal itu pasti terjadi? Lalu dimana kebebasan saudara?

Loraine Boettner: “The Arminian objection against foreordination bears with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain.” [= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama terhadap / menentangpengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulumembuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Karena itu, kalau ada orang Arminian yang menggunakan hal ini untuk menyerang doktrin Reformed ini, maka serangannya ini bisa menjadi boomerang bagi doktrin mereka sendiri!

4. Kebebasan manusia juga ditentukan oleh Allah.

Pada waktu Allah menentukan terjadinya tindakan tertentu dari seorang manusia, maka perlu saudara ingat bahwa Allah menentukan segala-galanya, dan itu berarti bahwa Allah juga menentukan bahwa orang itu akan melakukan tindakan itu SECARA BEBAS.

Saya ingin memberikan sebuah illustrasi sebagai berikut: misalnya ada suatu pertandingan sepakbola yang disiarkan di TV, dan saya lalu merekam pertandingan itu menggunakan video. Proses perekaman ini saya analogikan dengan penentuan Allah. Sekarang video itu saya putar dan saya tunjukkan kepada banyak orang. Apa yang akan terlihat semuanya sudah tertentu, yaitu persis seperti isi video itu. Tetapi semua orang yang menonton video itu tidak melihat bahwa para pemain sepak bola itu kehilangan kebebasannya. Mereka tetap bermain dan menendang bola dengan kemauannya sendiri. Mengapa? Karena kebebasan mereka juga ikut ditentukan dalam video itu.

c) Tetap adanya kebebasan manusia ini menyebabkan manusia tetap bertanggung jawab / dipersalahkan pada waktu ia berbuat dosa.

Mengomentari Lukas 22:22 Spurgeon berkata: “The decree of God does not lessen the responsibility of man for his action. Even though it is predetermined of God, the man does it of his own free will, and on him falls the full guilt of it.” [= Ketetapan Allah tidak mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya. Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah, manusia melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri, dan pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 18.

John Calvin: “For even though by God’s eternal providence man has been created to undergo that calamity to which he is subject, it still takes its occasion from man himself, not from God, since the only reason for his ruin is that he has degenerated from God’s pure creation into vicious and impure perversity.” [= Karena sekalipun oleh Providensia kekal dari Allah manusia telah diciptakan untuk mengalami bencana itu pada mana ia tunduk / dibuat untuk mengalami, itu tetap mendapat kejadiannya dari manusia itu sendiri, bukan dari Allah, karena satu-satunya alasan untuk kehancurannya adalah bahwa ia telah merosot dari ciptaan murni Allah ke dalam keadaan bejat yang jahat dan tidak murni.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 9.

d) Tetap adanya kebebasan dan tanggung jawab manusia ini, menyebabkan dalam theologia Reformed manusia tetap berbeda dengan robot / wayang. Ini juga menyebabkan Calvinisme / Reformed berbeda dengan Fatalisme maupun dengan Hyper-Calvinisme, yang karena percaya bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, lalu hidup secara apatis / acuh tak acuh dan secara tak bertanggung jawab! Hendaknya ini diperhatikan oleh orang-orang yang menuduh / memfitnah ajaran saya tentang Providence of God ini sebagai Hyper-Calvinisme!

Karena banyaknya orang tolol yang menganggap bahwa asal seseorang percaya bahwa Allah menentukan segala sesuatu termasuk dosa, maka orang itu adalah seorang Hyper-Calvinist, maka saudara perlu tahu / mengerti, apakah Hyper-Calvinisme itu. Untuk bisa mengerti apa Hyper-Calvinisme itu, di sini saya memberikan sebuah kutipan, yang menjelaskan Hyper-Calvinisme tersebut.

Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism. Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are really very close together in their rationalism.” [= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya.] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 84.

Sebaliknya, Calvin maupun para Calvinist / orang Reformed yang sejati, mempunyai cara pikir yang berbeda. Sekalipun Calvin / Calvinist / orang Reformed juga melihat kedua fakta itu kelihatannya bertentangan, tetapi karena keduanya secara jelas diajarkan dalam Alkitab, maka Calvin / Calvinist / orang Reformed menerima keduanya.

E. J. Young (tentang Yesaya 45:7): “The Bible teaches that there is a DECRETUM ABSOLUTUM, that God has foreordained whatsoever comes to pass. Likewise, the Bible also teaches the responsibility of the creature. Both are scriptural truths and both are to be accepted. To stress the first aspect of the truth at the expense of the second is to fall into the error of fatalism or hyper-Calvinism. To stress the second at the expense of the first is to fall into the error of Arminianism. There is a third position, namely to accept both aspects even though one cannot harmonize nor reconcile them. They can, however, be reconciled by God. Hence, even though we say that God has foreordained whatsoever comes to pass, we are not thereby denying the responsibility of the creature.” [= Alkitab mengajarkan bahwa di sana ada suatu DECRETUM ABSOLUTUM {= KETETAPAN MUTLAK}, bahwa Allah telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi. Dengan cara yang sama, Alkitab juga mengajarkan tanggung jawab dari makhluk ciptaan. Keduanya adalah kebenaran-kebenaran Alkitabiah dan keduanya harus diterima. Menekankan aspek yang pertama dari kebenaran dengan mengorbankan yang kedua berarti jatuh dalam kesalahan dari fatalisme atau hyper-Calvinisme. Menekankan yang kedua dengan mengorbankan yang pertama berarti jatuh ke dalam kesalahan dari Arminianisme. Di sana ada posisi yang ketiga, yaitu menerima kedua aspek sekalipun seseorang tidak bisa mengharmoniskan ataupun memperdamaikan mereka. Tetapi mereka bisa diperdamaikan oleh Allah. Jadi, sekalipun kami berkata bahwa Allah telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, hal itu tidak menyebabkan kita menyangkal tanggung jawab dari makhluk ciptaan.].

Saya sendiri, sekalipun menekankan penetapan Allah, tetapi saya juga sangat menekankan tanggung jawab manusia (lihat pelajaran V). Karena itu adalah omong kosong / fitnah kalau dikatakan bahwa ajaran saya adalah Hyper-Calvinisme. Kalau saya adalah seorang Hyper Calvinist, maka pastilah Calvin sendiri juga adalah seorang Hyper Calvinist, demikian juga dengan para ahli theologia Reformed yang lain, karena ajaran ini saya dapatkan dari mereka.

Sebagai suatu catatan tambahan, saya percaya bahwa seorang Hyper-Calvinist yang sejati dan konsisten, tidak mungkin bisa hidup. Karena kalau dia sakit, dia tidak akan mencari dokter ataupun obat. Kalau dia menyeberang jalan atau mengemudikan mobil / motor, dia akan melakukannya sambil menutup matanya. Dia bahkan tak akan merasa perlu untuk makan dan minum. Semua ini terjadi karena ia hanya mempercayai penentuan oleh Allah, dan ia menyangkal tanggung jawab manusia. Jadi Hyper-Calvinisme itu sebetulnya hanya ada dalam teori, dan tidak ada dalam faktanya (atau kalau ada, ia pasti tidak konsisten).

Tetapi kalau Hyper-Calvinist yang konsisten dalam faktanya tidak ada, maka sangat berbeda dengan Arminian. Orang-orang Arminian jelas ada dan sangat banyak (sekalipun sebagian dari mereka tidak menyadari, atau tidak mengakui, kalau mereka adalah orang Arminian!).

C) Problem Kejadian 45:8.

Ada satu ayat dalam Kitab Suci yang kalau disalah-mengerti bisa menimbulkan kesan bahwa karena Allah telah menentukan dan mengatur segala sesuatu, maka manusia tidak bertanggung jawab. Ayat itu adalah Kej 45:8.

Kej 45:7-8 - “(7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi BUKANLAH KAMU YANG MENYURUH AKU KE SINI, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.”.

Dalam Kej 45:8 itu, waktu Yusuf menghibur saudara-saudaranya yang ketakutan, ia berkata: “Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah”. Kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kej 45:8 ini diucapkan Yusuf untuk menghibur saudara-saudaranya, tetapi ini tetap adalah salah dan merupakan suatu dusta, karena:

1. Sekalipun memang Allahlah yang menetapkan peristiwa penjualan Yusuf itu, sehingga Ia adalah The First Cause [= Penyebab Pertama] dari peristiwa ini, tetapi saudara-saudara Yusuflah yang melaksanakan penjualan itu, sehingga Yusuf seharusnya tidak boleh berkata ‘bukanlah kamu’.

2. Kata-kata ini menunjukkan bahwa saudara-saudaranya tidak bertanggung-jawab atas dosa yang mereka lakukan itu, dan ini jelas salah.

Calvin (tentang Kej 45:8): “Let us now examine the words of Joseph. For the consolation of his brethren he seems to draw the veil of oblivion over their fault. But we know that men are not exempt from guilt, although God may, beyond expectation, bring what they wickedly attempt, to a good and happy issue.” [= Sekarang marilah kita memeriksa kata-kata Yusuf. Untuk penghiburan terhadap saudara-saudaranya kelihatannya ia menggunakan kerudung pengabaian terhadap kesalahan mereka. Tetapi kita tahu bahwa manusia tidak bebas dari kesalahan, sekalipun Allah bisa, di luar / melampaui pengharapan, membawa apa yang mereka usahakan secara jahat, pada suatu hasil yang baik dan membahagiakan.].

Tetapi belakangan, dalam Kej 50:20, Yusuf berkata dengan lebih terus terang / jujur.

Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

Kata-kata ‘memang kamu’ dalam Kejadian 50:20 ini kontras / bertentangan dengan kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kejadian 45:8, dan menunjukkan bahwa saudara-saudaranya memang melakukan kejahatan itu dan tetap bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan.

Calvin (tentang Kej 50:20): “we must notice this difference in his language: for whereas, in the former passage, Joseph, desiring to soothe the grief, and to alleviate the fear of his brethren, would cover their wickedness by every means which ingenuity could suggest; he now corrects them a little more openly and freely;” [= kita harus memperhatikan perbedaan dalam bahasa / kata-kata ini: karena sementara, dalam text yang terdahulu, Yusuf, karena menginginkan untuk menenangkan / meringankan kesedihan, dan untuk mengurangi rasa takut dari saudara-saudaranya, menutupi kejahatan mereka dengan setiap cara yang bisa diusulkan oleh kepandaian; sekarang ia mengkoreksi mereka dengan sedikit lebih terbuka dan lebih bebas;].

PROVIDENCE OF GOD (24)

VI. KEBERATAN TERHADAP DOKTRIN INI

Kebanyakan dari serangan / keberatan di bawah ini sudah saya bahas dan jelaskan di depan, kecuali keberatan / serangan no 6 dan 7. Saya memberikan semua ini hanya untuk memudahkan saudara mencari jawaban terhadap keberatan / serangan yang ditujukan terhadap doktrin ini.

1) Doktrin ini menjadikan manusia seperti robot / wayang.

Jawab: Lihat pelajaran V, point B, 2 di atas.

2) Kalau Allah sudah menetapkan segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?

Jawab: Lihat pelajaran V di atas

Bandingkan juga dengan Roma 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

3) Bagaimana Allah yang maha suci bisa menciptakan dosa?

Jawab:

a) Allah memang menetapkan terjadinya dosa dan mengatur sehingga dosa terjadi, tetapi Allah bukan pencipta dosa. Lihat pelajaran IV, point B, 1,2 di atas.

b) Dalam menetapkan dan mengatur terjadinya dosa Allah mempunyai tujuan yang baik. Lihat pelajaran IV, point D di atas.

4) Allah menentukan karena Ia tahu bahwa hal itu akan terjadi.

Jawab: lihat pelajaran III, point A, 2 di atas.

5) Allah bukan menentukan dosa, tetapi mengijinkan dosa.

Jawab: lihat pelajaran IV, point B, 3 di atas.

6) Kalau Allah menetapkan terjadinya dosa, padahal Ia melarang kita untuk berbuat dosa, bukankah ini menunjukkan adanya suatu kontradiksi dalam diri Allah?

Jawab: Harus diakui bahwa di sini keterbatasan otak / pengertian kita membuat kita tidak bisa mengerti Allah. Tetapi jelas bahwa Allah tidak bertentangan dengan diriNya sendiri.

John Calvin: “Yet God’s will is not therefore at war with itself, nor does it change, nor does it pretend not to will what he wills. But even though his will is one and simple in him, it appears manifold to us because, on account of our mental incapacity, we do not grasp how in divers ways it wills and does not will something to take place. ... when we do not grasp how God wills to take place what he forbids to be done, let us recall our mental incapacity, and at the same time consider that the light in which God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim 6:16), because it is overspread with darkness.” [= Tetapi itu tidak menyebabkan kehendak Allah berperang / bertentangan dengan dirinya sendiri, juga tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah, atau hanya berpura-pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki. Tetapi sekalipun kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam Dia, itu terlihat bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh ketidak-mampuan otak kita, kita tidak mengerti bagaimana dalam cara yang berbeda kehendakNya menghendaki dan tidak menghendaki sesuatu untuk terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti bagaimana Allah menghendaki terjadi apa yang Ia larang untuk dilakukan, biarlah kita mengingat ketidak-mampuan otak kita, dan pada saat yang sama memikirkan bahwa terang dimana Allah tinggal bukan tanpa alasan disebut tak terhampiri (1Tim 6:16), karena itu dilingkupi dengan kegelapan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.

7) Ada banyak orang yang keberatan dengan diajarkannya doktrin ini karena bisa menimbulkan tanggapan yang negatif, misalnya malah berbuat dosa karena toh sudah ditentukan, marah kepada Allah seba¬gai penentu penderitaan kita, malas berdoa / memberitakan Injil karena semua toh sudah ditentukan, dsb.

Jawab:

a) Harus diakui bahwa tanggapan salah seperti itu bisa saja terjadi, tetapi kalau itu terjadi, itu adalah kesalahan dari orang yang mendengar ajaran ini, bukan kesalahan ajarannya!

John Murray: “... perversion does not refute the truth of the doctrine perverted.” [= ... penyimpangan tidak menyangkal kebenaran dari doktrin yang disimpangkan.] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.

b) Jangan lupa bahwa Injilpun bisa menimbulkan tanggapan yang salah / negatif. Misal¬nya: Kalau ada orang yang mendengar bahwa Yesus sudah mati untuk menebus dosa-dosanya, baik yang dulu, yang sekarang, maupun yang akan datang, maka bisa saja ia lalu malah berbuat dosa karena toh sudah dibayar / ditebus oleh Yesus. Lalu, apakah Injil sebaiknya tidak diajarkan karena bisa menimbulkan tanggapan salah / negatif seperti ini? Tanggapan salah yang sama juga bisa diberikan terhadap pemberitaan bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Lalu, apakah inipun tidak boleh diajarkan?

Dalam komentarnya tentang 1Petrus 2:16 William Barclay berkata: “Any great Christian doctrine can be perverted into an excuse for evil. The doctrine of grace can be perverted into an excuse for sinning to one’s heart’s content. The doctrine of the love of God can be sentimentalized into an excuse for breaking his law. The doctrine of the life to come can be perverted into an excuse for neglecting life in this world. And there is no doctrine so easy to pervert as that of Christian freedom.” [= Seadanya doktrin besar Kristen bisa diselewengkan / disimpangkan menjadi suatu alasan untuk kejahatan. Doktrin tentang kasih karunia bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk berdosa bagi kepuasan hati seseorang. Doktrin tentang kasih Allah bisa disentimentilkan menjadi suatu alasan untuk melanggar hukumNya. Doktrin tentang kehidupan yang akan datang bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk mengabaikan kehidupan dalam dunia ini. Dan tidak ada doktrin yang begitu mudah untuk disimpangkan seperti doktrin kebebasan / kemerdekaan Kristen.] - hal 207.

Ada banyak jejak yang menunjukkan bahwa doktrin kebebasan / kemerdekaan Kristen ini memang sering disalahgunakan, seperti yang terlihat dari ayat-ayat di bawah ini.

1. Gal 5:1,13 - “(1) Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. ... (13) Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”.

2. 2 Petrus 2:19 - “Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu.”.

Jadi, bahwa doktrin Providence of God / penentuan segala sesuatu termasuk dosa ini bisa diselewengkan, itu sama sekali tidak membuktikan kalau doktrin-doktrin ini salah, atau sebaiknya tak diajarkan.

Loraine Boettner: “We shall show that there is no great difficulty - no undue violence or straining required - to interpret consistently with our doctrine the passages which are brought forth by Arminians, while it is impossible, without the most unwarrantable and unnatural forcing and straining, to reconcile their doctrine with our passages. Furthermore, our doctrine could not be overthrown merely by bringing forth other passages which would contradict it, for that at most would only give us a self-contradictory Bible.” [= Kami akan menunjukkan bahwa di sana tidak ada kesukaran / problem yang besar - tak ada kekerasan atau pemaksaan yang tidak pantas yang dibutuhkan - untuk menafsirkan secara konsisten dengan doktrin kami text-text yang diajukan oleh orang-orang Arminian, sedangkan adalah mustahil, tanpa pemaksaan yang sangat tidak bisa dibenarkan dan sangat tidak alamiah, untuk memperdamaikan doktrin mereka dengan text-text kami. Selanjutnya, doktrin kami tidak bisa dihancurkan semata-mata dengan mengajukan text-text lain yang akan menentangnya, karena tindakan itu paling-paling hanya akan memberikan kita suatu Alkitab yang saling bertentangan dengan dirinya sendiri.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 53.

Jadi, kalau saudara melihat suatu perdebatan Reformed vs Arminian (atau perdebatan berkenaan dengan doktrin apapun), untuk tahu mana yang menang dan mana yang kalah, jangan hanya melihat ayat-ayat dasar yang masing-masing pihak gunakan. Tetapi lihat bagaimana pihak yang satu bisa menjelaskan argumentasi / ayat-ayat dasar pihak lawan atau tidak. Pihak yang memberikan dasar untuk argumentasinya, dan juga bisa menjelaskan ayat-ayat lawan sehingga sesuai dengan pandangannya, pihak itulah yang menang

Loraine Boettner: “In the light of modern scientific exegesis, it is quite evident that the objections which are raised against the Reformed Theology are emotional or philosophical rather than exegetical. And had men been content to interpret the language of Scripture according to the acknowledged principles of interpretation, the faith of Christians might have been far more harmonious. Our opponents, says Cunningham, are able to ‘argue with some plausibility only when they are dealing with single passages, or particular classes of passages, but keeping out of view, or throwing into the background, the general mass of Scripture evidence bearing upon the whole subject. When we take a conjunct view of the whole body of Scripture statements, manifestly intended to make known to us the nature, causes, and consequences of Christ’s death, literal and figurative - view them in combination with each other - and fairly estimate what they are fitted to teach, there is no good ground for doubt as to the general conclusions which we should feel ourselves constrained to adopt.’ So long as we hold to the Reformed principle that the Scriptures are to be accepted as the sole authority in matters of doctrine the Calvinistic system will stand as the only one which adequately treats of God, man, and redemption.” [= Dalam terang dari exegesis yang sesuai dengan ilmu yang modern, adalah cukup jelas bahwa keberatan-keberatan yang diajukan menentang / terhadap Theologia Reformed adalah bersifat emosi atau filsafat dari pada bersifat exegesis. Dan seandainya orang-orang puas / mau untuk menafsirkan bahasa / kata-kata dari Kitab Suci sesuai dengan prinsip-prinsip penafsiran yang diakui, iman dari orang-orang Kristen bisa telah jauh lebih harmonis. Lawan-lawan kita, kata Cunningham, bisa untuk ‘berargumentasi dan kelihatan sebagai sah / bisa dipercaya hanya pada waktu mereka sedang menangani dengan text-text tunggal, atau golongan-golongan dari text-text khusus, tetapi menghindari, atau melemparkan ke latar belakang, mayoritas dari bukti Kitab Suci yang umum yang mempengaruhi seluruh pokok ini. Pada waktu kita mengambil suatu pandangan gabungan dari pernyataan-pernyataan dari SELURUH KITAB SUCI, yang secara jelas dimaksudkan untuk menyatakan kepada kita sifat dasar / hakekat, penyebab-penyebab, dan konsekwensi-konsekwensi dari kematian Kristus, secara hurufiah maupun kiasan - memandang mereka dalam suatu gabungan satu dengan yang lain - dan secara adil / jujur menilai apa yang mereka ajarkan secara harmonis, di sana tidak ada dasar yang baik untuk keraguan berkenaan dengan kesimpulan umum yang kita rasakan harus kita ambil / terima’. Selama kita memegang prinsip-prinsip Reformed bahwa Kitab Suci harus diterima sebagai satu-satunya otoritas tunggal dalam persoalan-persoalan doktrin, sistim Calvinist akan berdiri sebagai satu-satunya yang secara cukup menangani Allah, manusia, dan penebusan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 53.

PROVIDENCE OF GOD (25)

Loraine Boettner: “In the light of modern scientific exegesis, it is quite evident that the objections which are raised against the Reformed Theology are emotional or philosophical rather than exegetical. And had men been content to interpret the language of Scripture according to the acknowledged principles of interpretation, the faith of Christians might have been far more harmonious. Our opponents, says Cunningham, are able to ‘argue with some plausibility only when they are dealing with single passages, or particular classes of passages, but keeping out of view, or throwing into the background, the general mass of Scripture evidence bearing upon the whole subject. When we take a conjunct view of the whole body of Scripture statements, manifestly intended to make known to us the nature, causes, and consequences of Christ’s death, literal and figurative - view them in combination with each other - and fairly estimate what they are fitted to teach, there is no good ground for doubt as to the general conclusions which we should feel ourselves constrained to adopt.’ So long as we hold to the Reformed principle that the Scriptures are to be accepted as the sole authority in matters of doctrine the Calvinistic system will stand as the only one which adequately treats of God, man, and redemption.” [= Dalam terang dari exegesis yang sesuai dengan ilmu yang modern, adalah cukup jelas bahwa keberatan-keberatan yang diajukan menentang / terhadap Theologia Reformed adalah bersifat emosi atau filsafat dari pada bersifat exegesis. Dan seandainya orang-orang puas / mau untuk menafsirkan bahasa / kata-kata dari Kitab Suci sesuai dengan prinsip-prinsip penafsiran yang diakui, iman dari orang-orang Kristen bisa telah jauh lebih harmonis. Lawan-lawan kita, kata Cunningham, bisa untuk ‘berargumentasi dan kelihatan sebagai sah / bisa dipercaya hanya pada waktu mereka sedang menangani dengan text-text tunggal, atau golongan-golongan dari text-text khusus, tetapi menghindari, atau melemparkan ke latar belakang, mayoritas dari bukti Kitab Suci yang umum yang mempengaruhi seluruh pokok ini. Pada waktu kita mengambil suatu pandangan gabungan dari pernyataan-pernyataan dari SELURUH KITAB SUCI, yang secara jelas dimaksudkan untuk menyatakan kepada kita sifat dasar / hakekat, penyebab-penyebab, dan konsekwensi-konsekwensi dari kematian Kristus, secara hurufiah maupun kiasan - memandang mereka dalam suatu gabungan satu dengan yang lain - dan secara adil / jujur menilai apa yang mereka ajarkan secara harmonis, di sana tidak ada dasar yang baik untuk keraguan berkenaan dengan kesimpulan umum yang kita rasakan harus kita ambil / terima’. Selama kita memegang prinsip-prinsip Reformed bahwa Kitab Suci harus diterima sebagai satu-satunya otoritas tunggal dalam persoalan-persoalan doktrin, sistim Calvinist akan berdiri sebagai satu-satunya yang secara cukup menangani Allah, manusia, dan penebusan.]- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 53.

Catatan: kutipan kata-kata Loraine Boettner ini diulang dari pelajaran minggu lalu, karena minggu lalu terputus di tengah jalan.

Karena itu jangan terlalu cepat percaya pada pandangan tertentu apapun, tetapi lihatlah seluruh ayat-ayat dalam Alkitab, yang berhubungan dengan topik yang sedang dibahas, untuk melihat apakah ajaran itu memang sesuai dengan seluruh Alkitab, atau hanya sesuai dengan tafsiran mereka tentang ayat-ayat tertentu saja, dan pada saat yang sama mereka mengabaikan ayat-ayat lain dari Alkitab.

Contoh: ada orang-orang yang mau menentang doktrin keselamatan / pembenaran oleh iman saja. Pada waktu kepada mereka diberikan Ef 2:8-9 sebagai dasar dari doktrin itu, mereka mengajak untuk melihat pada Efesus 2:10. Argumentasi apa ini??? Coba kita lihat text itu.

Efesus 2:8-10 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. (10) Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”.

Dengan mengajak melihat ay 10, mereka mengabaikan ay 8-9nya, yang merupakan dasar dari doktrin keselamatan oleh iman saja. Ay 10 memang mengharuskan orang untuk berbuat baik, tetapi apakah perbuatan baik itu menyebabkan terjadinya keselamatan itu?? Ay 10 tidak membicarakan hal itu. Yang membicarakan hal itu adalah ay 8-9nya, dan di sana jelas dikatakan imanlah yang menyebabkan kita diselamatkan, sedangkan perbuatan (pekerjaan / usaha) kita dibuang jauh-jauh sebagai penyebab dari keselamatan!!!

Saya ingin memberi contoh lain yang lebih sesuai dengan topik yang kita bahas. Suhento Liauw dan kelompoknya menggunakan ayat-ayat di bawah ini untuk menentang doktrin Calvinisme yang mengajarkan penentuan segala sesuatu termasuk dosa.

Yeremia 7:31 - “Mereka telah mendirikan bukit pengorbanan yang bernama Tofet di Lembah Ben-Hinom untuk membakar anak-anaknya lelaki dan perempuan, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan dan yang tidak pernah timbul dalam hatiKu.”.

Bdk. Yeremia 19:5 dan Yeremia 32:35 yang bunyinya kurang lebih sama dengan Yer 7:31 itu.

Mereka menafsirkan bahwa pengorbanan anak, yang jelas merupakan dosa, tidak pernah timbul dalam hati Allah. Ini yang mereka jadikan argumentasi bahwa Allah tak pernah merencanakan / menentukan terjadinya dosa.

Mereka tidak pernah membahas ayat-ayat yang saya gunakan untuk mendukung doktrin penentuan segala sesuatu termasuk dosa, seperti Lukas 22:22, Kis 4:27-28, Roma 9:19-21 dan banyak ayat lainnya. Dengan kata lain, mereka menghindari / mengabaikan ayat-ayat itu! Dan dengan hanya berbekalkan satu ayat (dan ayat-ayat lain yang bunyinya sama) dalam kitab Yeremia, sambil mengabaikan banyak ayat dalam Alkitab, mereka mau menghancurkan doktrin tentang predestinasi dan penentuan dosa. Betul-betul konyol.

Sekarang bandingkan dengan bagaimana Calvin (atau saya) membuat ajaran. Ia bukan hanya bisa memberikan dasar Alkitab tentang doktrin penentuan segala sesuatu termasuk dosa (seperti yang sudah banyak sekali kita lihat dalam sepanjang pelajaran providence of God ini), tetapi Calvin juga bisa menafsirkan ayat ini sehingga tidak menabrak doktrin tentang predestinasi / penentuan segala sesuatu termasuk dosa.

Yer 7:31 - “Mereka telah mendirikan bukit pengorbanan yang bernama Tofet di Lembah Ben-Hinom untuk membakar anak-anaknya lelaki dan perempuan, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan dan yang tidak pernah timbul dalam hatiKu.”.

Pertama-tama, perlu diperhatikan bahwa bagian akhir dari Yer 7:31 (bagian yang saya garis-bawahi dan beri warna merah), diterjemahkan sebagai berikut oleh KJV dan NIV:

KJV: ‘which I commanded them not, neither came it into my heart.’ [= yang tidak Aku perintahkan kepada mereka, juga itu tidak masuk ke dalam hatiKu.].

NIV: ‘something I did not command, nor did it enter my mind.’ [= sesuatu yang tidak Aku perintahkan, ataupun memasuki pikiranKu.].

Calvin (tentang Yer 7:31): “‘Which I commanded them not, and which never came to my mind.’ This reason ought to be carefully noticed, for God here cuts off from men every occasion for making evasions, since he condemns by this one phrase, ‘I have not commanded them,’ whatever the Jews devised. There is then no other argument needed to condemn superstitions, than that they are not commanded by God: for when men allow themselves to worship God according to their own fancies, and attend not to his commands, they pervert true religion. ... The Prophet’s words then are very important, when he says, that God had commanded no such thing, and that it never came to his mind; as though he had said, that men assume too much wisdom, when they devise what he never required, nay, what he never knew. It is indeed certain, that there was nothing hid from God, even before it was done: but God here assumes the character of man, as though he had said, that what the Jews devised was unknown to him, as his own law was sufficient.” [= ‘Yang tidak Aku perintahkan kepada mereka, dan yang tidak pernah masuk ke pikiranKu’. Alasan ini harus diperhatikan dengan hati-hati / teliti, karena Allah di sini memotong dari manusia setiap penyebab / alasan untuk membuat penghindaran / penipuan, karena Ia mengecam dengan satu ungkapan ini, ‘Aku tidak memerintahkan mereka’, apapun yang orang-orang Yahudi rancangkan / khayalkan. Jadi di sana tidak ada argumentasi lain yang dibutuhkan untuk mengecam takhyul, dari pada bahwa mereka tidak diperintahkan oleh Allah: karena pada waktu manusia mengijinkan diri mereka sendiri untuk menyembah Allah sesuai dengan khayalan mereka sendiri, dan tidak memperhatikan perintah-perintahNya, mereka membengkokkan agama yang benar. ... Jadi kata-kata sang Nabi adalah sangat penting, pada waktu ia berkata, bahwa Allah tidak memerintahkan hal seperti itu, dan itu tidak pernah masuk ke dalam pikiranNya; seakan-akan ia telah berkata, bahwa manusia mengambil bagi dirinya sendiri terlalu banyak hikmat, pada waktu mereka merancang / mengkhayalkan apa yang tidak pernah Ia tuntut, bahkan apa yang Ia tak pernah tahu. Memang pasti, bahwa di sana tak ada apapun yang tersembunyi dari Allah, bahkan sebelum itu dilakukan: tetapi Allah di sini memakaiani diriNya sendiri dengan karakter / peran manusia, seakan-akan Ia telah berkata bahwa apa yang orang-orang Yahudi rancangkan / khayalkan tidak dikenal bagiNya, karena hukumNya sendiri adalah cukup.].

Catatan: bagian yang saya loncati dalam kutipan dari tafsiran Calvin ini berbicara tentang Gereja Roma Katolik (yang juga ia anggap menciptakan hal-hal dalam ibadah yang tidak diperintahkan oleh Allah), dan saya loncati karena saya anggap tidak relevan berkenaan dengan contoh tentang penafsiran Suhento Liauw dan kelompoknya yang saya bahas di sini.

Hal lain yang saya ingin saudara ketahui adalah: bahwa Adam Clarke, yang adalah seorang Arminian yang sangat terpelajar, sama sekali tidak menggunakan 3 ayat dalam kitab Yeremia itu untuk menentang predestinasi ataupun doktrin penentuan segala sesuatu / dosa. Dan saya tak pernah tahu ada ahli theologia / penafsir Arminian manapun yang menggunakan ayat-ayat itu sebagaimana Suhento Liauw dan kelompoknya menggunakannya.

Sekarang mari kita kembali kepada Loraine Boettner.

Loraine Boettner: “It is true that some verses taken in themselves do seem to imply the Arminian position. This, however, would reduce the Bible to a mass of contradictions; for there are other verses which teach Predestination, Inability, Election, Perseverance, etc., and which cannot by any legitimate means be interpreted in harmony with Arminianism. Hence in these cases the meaning of the sacred writer can be determined only by the analogy of Scripture. Since the Bible is the word of God it is self-consistent. Consequently if we find a passage which in itself is capable of two interpretations, one of which harmonizes with the rest of the Scriptures while the other does not, we are duty bound to accept the former. It is a recognized principle of interpretation that the more obscure passages are to be interpreted in the light of clearer passages, and not vice versa. We have shown that the evidence which is brought forward in defense of Arminianism, and which at first sight appears to possess considerable plausibility, can legitimately be given an interpretation which harmonizes with Calvinism. In view of the many Calvinistic passages, and the absence of any genuine Arminian passages, we unhesitatingly assert that the Calvinistic system is the true system.” [= Adalah benar bahwa beberapa ayat, digunakan / dimengerti / ditafsirkan dalam diri mereka sendiri, memang kelihatannya menyatakan secara implicit posisi Arminian. Tetapi tindakan ini akan menurunkan / merendahkan Alkitab pada suatu tumpukan dari kontradiksi-kontradiksi; karena di sana ada ayat-ayat lain yang mengajarkan Predestinasi, Ketidakmampuan, Pemilihan, Ketekunan, dsb., dan yang tidak bisa dengan cara yang sah apapun ditafsirkan secara harmonis dengan Arminianisme. Karena itu dalam kasus-kasus ini arti dari penulis kudus bisa ditentukan hanya oleh analogi dari Kitab Suci. Karena Alkitab adalah firman Allah, itu konsisten dengan dirinya sendiri. Karena itu jika kita mendapati satu text yang dalam dirinya sendiri bisa mempunyai dua penafsiran, yang satu harmonis dengan sisa dari Kitab Suci sedangkan yang lain tidak, kita harus menerima yang pertama / terdahulu. Merupakan suatu prinsip penafsiran yang diakui bahwa text-text yang lebih kabur harus ditafsirkan dalam terang dari text-text yang lebih jelas, dan bukannya sebaliknya. Kami telah menunjukkan bahwa bukti yang diajukan dalam pembelaan dari Arminianisme, dan yang pada pandangan pertama kelihatannya memiliki kemungkinan sah / bisa diterima yang besar, bisa secara sah diberi suatu penafsiran yang harmonis dengan Calvinisme. Dengan mempertimbangkan banyak text-text Calvinisme, dan absennya text-text asli / sungguh-sungguh dari Arminianisme, kami dengan tak ragu-ragu menegaskan bahwa sistim Calvinisme adalah sistim yang benar.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 295-296.

Loraine Boettner: “It is not claimed that the doctrine of Predestination is free from all difficulties, but it is claimed that its denial is attended with more and greater difficulties.” [= Tidak diclaim bahwa doktrin Predestinasi bebas dari semua kesukaran / problem, tetapi diclaim bahwa penyangkalan terhadap doktrin ini disertai dengan kesukaran / problem yang lebih banyak dan lebih besar.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 342.

Beberapa pertanyaan lain dengan jawabannya:

a) Mengapa hanya sedikit orang Reformed / Calvinist, dan mengapa banyak orang yang memusuhi ajaran Reformed / Calvinisme?

Loraine Boettner: “That Calvinism has many adversaries is not to be wondered at. As long as the fact remains that, ‘The natural man receiveth not the things of the Spirit of God; for they are foolishness unto him; and he cannot know them, because they are spiritually judged’ (1 Cor. 2:14), so long will this be a strange, foolish system to the natural man. As long as fallen human nature remains as it is, and as long as the decree stands that Christ Himself is to be ‘a stone of stumbling and a rock of offence’ to the natural man (1 Peter 2:8), these things will be an offense to many. Nor was it to be marveled at that the immortal Swiss reformer who was called to such a prominent place in the development and defence of these doctrines has been on the one hand the most passionately loved and admired, and on the other the most bitterly hated and abused, among all the outstanding leaders in the Church.” [= Bahwa Calvinisme mempunyai banyak musuh tak perlu membuat kita heran. Selama fakta ini tetap ada, bahwa ‘Manusia alamiah tidak menerima hal-hal dari Roh Allah; karena hal-hal itu adalah kebodohan bagi dia; dan ia tidak bisa mengetahui / mengenal hal-hal itu, karena mereka harus dinilai secara rohani’ (1Korintus 2:14), maka selama itu juga ini akan merupakan suatu sistim yang aneh, bodoh, bagi manusia alamiah. Selama hakekat manusia yang telah jatuh tetap tinggal sebagaimana adanya, dan selama ketetapan itu tetap sah / benar bahwa Kristus sendiri akan / harus menjadi ‘suatu batu sentuhan dan suatu batu karang sandungan’ bagi manusia alamiah (1Pet 2:7), hal-hal ini akan menjadi batu sandungan bagi banyak orang. Juga tak perlu mengherankan bahwa tokoh Reformasi dari Swiss (Calvin), yang termasyhur secara kekal, yang dipanggil pada suatu tempat yang menonjol seperti itu dalam perkembangan dan pembelaan dari doktrin-doktrin ini, di satu sisi telah paling dicintai dan dikagumi dengan bergairah, dan di sisi lain paling dibenci dan dihina secara pahit, di antara semua pemimpin-pemimpin / tokoh-tokoh yang luar biasa bagus dalam Gereja.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 358.

1Korintus 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.”.

1Petrus 2:6-8 - “(6) Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ (7) Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: ‘Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.’ (8) Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.”.

Catatan: dalam text terakhir ini, ay 8 dalam Alkitab bahasa Inggris dimulai dari ay 7c dalam Alkitab Indonesia.

Loraine Boettner: “This is a system which has always been strongly opposed by the world, and it is as strongly opposed now as ever. Indeed, how could it be otherwise when man by nature is at enmity and war with Him from whose mind it has emanated? It is not to be expected that God in His wisdom and man in his folly would agree. God is an all-wise and all-holy sovereign; man unchanged is a sin-blinded rebel, who wants no ruler and most certainly not an absolute ruler. Since the enmity of man’s heart toward the distinctive doctrines of the Cross is as great and as intense as ever, a system such as Pelagianism or Naturalism, which teaches salvation by our own good works, or such as Arminianism, which teaches salvation partly by works and partly by grace, strikes a quicker response in the unregenerate heart. When the Gospel becomes palatable to the natural man it ceases to be the Gospel that Paul preached. And it is worth remembering here that in nearly every town in which Paul preached his Gospel did cause either a riot or a revival and not infrequently both. ‘Calvinism may be unpopular in some quarters,’ says McFetridge. ‘But what of that? It cannot be more unpopular than the doctrines of sin and grace as revealed in the New Testament.’” [= Ini adalah suatu sistim yang telah selalu ditentang secara kuat oleh dunia, dan ini sekarang ditentang secara kuat seperti pada saat manapun. Memang, bagaimana itu bisa sebaliknya pada waktu manusia secara alamiah ada dalam permusuhan dan peperangan dari Dia, dari pikiran siapa ajaran itu telah keluar? Tidak bisa diharapkan bahwa Allah dalam hikmatNya dan manusia dalam kebodohannya akan setuju. Allah adalah seorang Raja / Penguasa yang maha bijaksana dan maha kudus; manusia yang tidak diubahkan adalah seorang pemberontak yang dibutakan oleh dosa, yang tak menghendaki penguasa, dan paling pasti tidak menghendaki seorang penguasa yang mutlak. Karena permusuhan dari hati manusia terhadap doktrin-doktrin khusus dari Salib adalah sama besarnya dan sama intensitasnya seperti pada saat manapun, suatu sistim seperti Pelagianisme atau Naturalisme, yang mengajarkan keselamatan oleh perbuatan baik kita sendiri, atau suatu sistim seperti Arminianisme, yang mengajarkan keselamatan sebagian oleh perbuatan baik / usaha dan sebagian oleh kasih karunia, menghasilkan suatu tanggapan yang lebih cepat dalam hati yang belum dilahirkan baru. Pada waktu Injil disesuaikan dengan selera dari manusia alamiah / duniawi, itu berhenti menjadi Injil yang Paulus beritakan. Dan adalah layak untuk diingat di sini bahwa dalam hampir semua kota dalam mana Paulus memberitakan Injilnya, menyebabkan atau suatu huru hara atau suatu kebangunan rohani, dan tidak jarang keduanya. ‘Calvinisme mungkin / bisa tidak populer di beberapa tempat’, kata McFetridge. ‘Tetapi apa nilai hal itu? Itu / Calvinisme tidak bisa lebih tidak populer dari pada doktrin-doktrin tentang dosa dan kasih karunia seperti yang dinyatakan dalam Perjanjian Baru’.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 359.

Catatan:

1. ‘Naturalism’ [= Naturalisme] bisa berarti suatu pandangan yang membuang hal-hal yang bersifat supra natural atau rohani. Juga bisa berarti suatu agama yang alamiah.

2. Apakah ajaran Arminian sesuai dengan SOLA GRATIA [= hanya kasih karunia] atau tidak, bisa kita mengerti kalau kita membaca tulisan R. C. Sproul di bawah ini.

R. C. Sproul: “In answering a list of theological articles written against his views, Arminius complains at several points that he has been misunderstood or misrepresented. He was accused of teaching that faith is not the pure gift of God but depends partly on grace and partly on free will. He answered that he never said faith was not the pure gift of God, and he offered in response what he calls a simile: A rich man bestows, on a poor and famishing beggar, alms by which he may be able to maintain himself and his family. Does it cease to be a pure gift, because the beggar extends his hand to receive it? Can it be said with propriety, that ‘the alms depended partly on the liberality of the Donor, and partly on the liberty of the Receiver,’ though the latter would not have possessed the alms unless he had received it by stretching out his hand? Can it be correctly said, because the beggar is always prepared to receive, that ‘he can have the alms, or not have it, just as he pleases?’ If these assertions cannot be truly made about a beggar who receives alms, how much less can they be made about the gift of faith, for the receiving of which far more acts of Divine Grace are required! In Arminius’s simile it is hard to imagine a destitute beggar not assenting to such a gracious gift. But the fact remains that, to receive the alms, the beggar, while still destitute, must stretch out his hand. At the same time, he stretches out his hand because he wants to do so. To receive the gift of faith, according to Calvinism, the sinner also must stretch out his hand. But he does so only because God has so changed the disposition of his heart that he will most certainly stretch out his hand. By the irresistible work of grace, he will do nothing else except stretch out his hand. Not that he cannot not stretch out his hand even if he does not want to, but that he cannot not want to stretch out his hand. In Arminius’s simile, the beggar could conceivably be so obstreperous as to refuse the alms offered. In Augustinianism, this very obstinacy is effectively conquered by irresistible grace. For Calvin, the grace of God extends not only to the alms, but also to the very stretching out of the hand. For Arminius, the beggar possesses the natural power to stretch out his hand.” [= Dalam menjawab suatu daftar artikel theologia yang ditulis menentang pandangannya, Arminius mengeluh pada beberapa point bahwa ia telah disalah-mengerti atau disalah-gambarkan. Ia dituduh mengajarkan bahwa iman bukanlah karunia murni dari Allah tetapi tergantung sebagian pada kasih karunia dan sebagian pada kehendak bebas. Ia menjawab bahwa ia tidak pernah mengatakan bahwa iman bukanlah karunia murni dari Allah, dan ia menawarkan sebagai jawaban apa yang ia sebut sebagai suatu kiasan: Seorang kaya memberi, kepada seorang pengemis yang miskin dan sangat lapar, sedekah dengan mana ia bisa memelihara dirinya sendiri dan keluarganya. Apakah itu berhenti menjadi suatu karunia / pemberian yang murni, karena sang pengemis mengulurkan tangannya untuk menerimanya? Bisakah dikatakan dengan benar, bahwa ‘sedekah itu tergantung sebagian pada kedermawanan dari Sang Pemberi, dan sebagian pada kebebasan dari Sang Penerima’, sekalipun yang belakangan tidak akan memiliki sedekah itu kecuali ia telah menerimanya dengan mengulurkan tangannya? Bisakah dengan benar dikatakan, karena sang pengemis itu selalu siap untuk menerima, bahwa ‘ia bisa mendapatkan sedekah, atau tidak mendapatkannya, seperti yang ia senangi?’ Jika pernyataan-pernyataan ini tidak bisa dibuat dengan benar tentang seorang pengemis yang menerima sedekah, betapa pernyataan-pernyataan itu lebih lagi tidak bisa dibuat tentang karunia iman, untuk penerimaan mana jauh lebih dibutuhkan tindakan dari Kasih Karunia Ilahi! Dalam kiasan Arminius adalah sukar untuk membayangkan seorang pengemis yang miskin tidak menyetujui karunia yang murah hati / bersifat kasih karunia seperti itu. Tetapi faktanya tetap bahwa untuk menerima sedekah, sang pengemis, sementara tetap miskin, harus mengulurkan tangannya. Pada saat yang sama, ia mengulurkan tangannya karena ia mau berbuat demikian. Untuk menerima karunia iman, menurut Calvinisme, orang berdosa juga harus mengulurkan tangannya. Tetapi ia berbuat demikian, hanya karena Allah telah mengubah kecondongan hatinya sedemikian rupa sehingga ia pasti akan mengulurkan tangannya. Oleh pekerjaan yang tak bisa ditolak dari kasih karunia, ia tidak akan melakukan apapun yang lain kecuali mengulurkan tangannya. Bukan bahwa ia tidak bisa mengulurkan tangannya bahkan jika ia mau / ingin melakukannya, tetapi bahwa ia tidak bisa mau / ingin untuk mengulurkan tangannya. Dalam kiasan Arminius, sang pengemis bisa dibayangkan sebagai begitu tegar sehingga menolak sedekah yang ditawarkan. Dalam Augustinianisme, sikap tegar tengkuk inilah yang secara efektif ditundukkan oleh kasih karunia yang tidak bisa ditolak. Bagi Calvin, kasih karunia Allah meluas bukan hanya pada sedekah itu, tetapi juga pada penguluran dari tangan itu. Bagi Arminius, sang pengemis memiliki kuasa alamiah untuk mengulurkan tangannya.] - ‘Willing to Believe’, hal 133-134 (Libronix).

Loraine Boettner: “We need not be surprised, then, when the adherents to these doctrines are found to be in the minority. The truth or falsity of Scripture doctrines cannot be left to the outcome of a popular vote.” [= Jadi, kita tidak perlu heran, pada waktu pengikut-pengikut / pndukung-pendukung dari doktrin-doktrin ini didapati dalam keadaan minoritas. Kebenaran atau kepalsuan dari doktrin-doktrin Kitab Suci tidak bisa diserahkan pada hasil dari suatu jumlah pemilih populer.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 359-360

PROVIDENCE OF GOD (26)

b) Bagaimana pandangan kita terhadap orang yang menganggap diri bukan Arminian ataupun Calvinist / Reformed?

Loraine Boettner: “It must be evident that there are just two theories which can be maintained by evangelical Christians upon this important subject; that all men who have made any study of it, and who have reached any settled conclusions regarding it, MUST BE EITHER CALVINISTS OR ARMINIANS. There is no other position which a ‘Christian’ can take. Those who deny the sacrificial nature of Christ’s death turn to a system of self-salvation or naturalism, and cannot be called ‘Christians’ in the historical and only proper sense of the term.” [= Haruslah jelas / dimengerti bahwa di sana hanya ada dua teori yang bisa diterima / dipertahankan oleh orang-orang Kristen Injili tentang pokok yang penting ini; bahwa semua orang yang telah mempelajarinya, dan yang telah mencapai kesimpulan yang tetap mengenainya, HARUS ADALAH ATAU ORANG-ORANG CALVINIST ATAU ORANG-ORANG ARMINIAN. Di sana tidak ada posisi lain yang bisa diambil / diterima oleh seorang ‘Kristen’. Mereka yang menyangkal hakekat dari kematian Kristus yang bersifat pengorbanan berbalik pada suatu sistim keselamatan oleh diri sendiri atau naturalisme, dan tidak bisa disebut ‘orang-orang Kristen’ dalam arti yang bersifat sejarah dan satu-satunya arti yang tepat dari istilah itu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 333.

Catatan: dua teori yang lain adalah Pelagianisme, dan Semi-Pelagianisme, dan keduanya tidak bisa dianggap sebagai kristen / injili, karena dipercaya bahwa perbuatan baik menyelamatkan, atau punya andil dalam menyelamatkan. Keduanya kita anggap sebagai ajaran sesat.

Catatan: sebetulnya berkenaan dengan doktrin keselamatan, ada 2 pandangan sesat yang lain, yaitu Universalisme dan Pluralisme.

Loraine Boettner: “Universalism, - which holds that Christ died for all men and that eventually all shall be saved, either in this life or through a future probation. This view perhaps makes the strongest appeal to our feelings, but is un-Scriptural, and has never been held by an organized Christian church.” [= Universalisme, - yang mempercayai bahwa Kristus mati untuk semua orang dan bahwa pada akhirnya semua akan diselamatkan, atau dalam kehidupan ini atau melalui suatu masa percobaan yang akan datang. Pandangan ini mungkin membuat daya tarik terkuat pada perasaan kita, tetapi adalah tidak Alkitabiah, dan tidak pernah dipercayai oleh suatu gereja Kristen yang terorganisir.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 47.

Sedangkan Pluralisme, yang mempercayai bahwa selain Kristus ada jalan-jalan yang lain (agama-agama lain), harus dianggap sebagai termasuk dalam Pelagianisme, yang jelas mempercayai keselamatan karena perbuatan baik.

Sekarang mari kita melihat konfrontasi antara Agustinus dan Pelagius, pada awal abad 5 M., yang akhirnya menyebabkan adanya 4 pandangan:

1. Pelagianisme.

2. Augustinianisme. Ini boleh dikatakan sama dengan Calvinisme / Reformed.

3. Pandangan-pandangan di antara kedua pandangan itu, yaitu:

a. Semi-Pelagianisme. Ini seperti Katolik.
b. Semi-Augustinianisme. Ini yang menjadi Arminianisme.

KONFRONTASI AGUSTINUS VS PELAGIUS.

Pelagius adalah seorang biarawan Inggris, yang datang ke Roma sekitar tahun 400 M, dan tinggal di Roma selama beberapa tahun. Ia sangat terkejut melihat moral yang begitu rendah di sana, dan ia mulai berusaha untuk mendesak Roma supaya memperbaiki diri mereka. Ia menekankan tanggung jawab dan kemampuan manusia. Ia menolak doktrin tentang dosa asal dan akibatnya pada manusia. Ia berpendapat bahwa semua manusia ada dalam kondisi seperti Adam yang mempunyai kebebasan untuk berbuat dosa atau tidak berbuat dosa. Ia percaya bahwa Allah tidak memilih (Predestinasi), kuasa memilih ada dalam diri manusia. Allah mengirimkan Yesus untuk menunjukkan jalan, dan semua manusia diberi Allah kekuatan sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikuti. Pelagius ‘memenangkan jiwa’ seorang yang bernama Caelestius, yang pada tahun 412 M dikecam sebagai bidat dan dikucilkan oleh Synod setempat, karena pandangan sesatnya yang menyatakan bahwa:

1. Adam akan mati sekalipun tidak berdosa.

2. Dosa Adam hanya berakibat negatif pada dirinya sendiri dan tidak pada seluruh umat manusia.

3. Bayi yang baru lahir ada dalam keadaan seperti Adam sebelum jatuh ke dalam dosa.

4. Bukan karena dosa atau oleh Adam maka seluruh umat manusia mati, dan bukan oleh kebangkitan (Yesus) maka semua dibangkitkan.

5. Taurat maupun Injil membawa manusia pada Kerajaan Allah. Seseorang bisa masuk surga dengan mentaati hukum Taurat.

6. Bahkan sebelum Kristus, ada orang yang hidup suci / tanpa dosa.

Ini jelas bertentangan dengan pandangan Agustinus, yang berpendapat bahwa:

1. Pada waktu Adam yang suci itu jatuh ke dalam dosa, semua manusia yang diturunkannya dengan cara biasa, jatuh ke dalam dosa dengan dia.

2. Karena kejatuhan Adam dan adanya dosa asal itu, sekarang manusia mati secara rohani, dan terpisah dari Allah, dan layak untuk dihukum.

3. Tetapi, Allah menetapkan sebagian untuk diselamatkan, dan sisanya untuk dibinasakan.

4. Jumlah orang pilihan ini sudah ditetapkan dan tidak bisa berubah.

5. Orang pilihan diselamatkan oleh kasih karunia yang tidak bisa ditolak dan mereka akan terus bertekun sampai akhir.

Semua ini saya ambil dari buku Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, hal 57.

Setelah pandangan Pelagius ini dikecam dan dinyatakan sebagai sesat, beserta para pengajarnya, lalu muncul pandangan-pandangan kompromi di antara Pelagianisme dan Augustinianisme, yaitu Semi-Pelagianisme dan Semi-Augustinianisme.

Schema Augustinianisme, Pelagianisme, dan pandangan-pandangan kompromi di antaranya.

Pelagianisme - Manusia dilahirkan dalam keadaan baik dan bisa melakukan apa yang perlu untuk keselamatan.

Semi-pelagianisme - Kasih karunia Allah dan kehendak manusia bekerja sama dalam keselamatan, dan manusia harus berinisiatif / mengambil langkah pertama.

Semi-Augustinianisme - Kasih karunia Allah diberikan kepada semua orang, memampukan seseorang untuk memilih dan melakukan apa yang perlu untuk keselamatan.

Augustinianisme - Manusia mati dalam dosa; keselamatan diberikan secara total oleh kasih karunia Allah, yang hanya diberikan kepada orang pilihan.

Kalau mau lebih mendetail maka ini schemanya:

Pelagianisme:

1. Tentang Manusia - Kemampuan moral sepenuhnya.

2. Tentang Pemilihan / predestinasi - tidak ada.

3. Tentang kasih karunia - tidak ada, kecuali Allah telah menyatakan kehendakNya dalam Kristus.

Semi-Pelagianisme:

1. Tentang Manusia - Kemampuan moral sebagian (manusia bisa layak mendapat kasih karunia).

2. Tentang pemilihan / predestinasi - Bersyarat (berdasarkan pengetahuan lebih dulu dari Allah).

3. Tentang kasih karunia - Perlu (manusia bergerak; Allah menolong).

Semi-Augustinianisme:

1. Tentang manusia - ketidakmampuan moral (tetapi manusia bisa menerima atau menolak kasih karunia ilahi).

2. Tentang pemilihan / predestinasi - tidak ada penentuan binasa (Allah tidak menentukan siapapun untuk terhilang secara kekal).

3. Tentang kasih karunia - mendahului (iman manusia adalah tanggapan terhadap Allah yang lebih dulu mendekati dia).

Augustinianisme:

1. Tentang manusia - Kebejatan total (ketidakmampuan sepenuhnya / total dalam hal moral).

2. Tentang pemilihan / predestinasi - Tidak bersyarat (tidak didasarkan atas pengetahuan lebih dulu dari Allah).

3. Tentang kasih karunia - Tidak bisa ditolak.

Loraine Boettner: “Arminianism in its radical and more fully developed forms is essentially a recrudescence of Pelagianism, a type of self-salvation. ... Arminianism at its best is a somewhat vague and indefinite attempt at reconciliation, hovering midway between the sharply marked systems of Pelagius and Augustine, taking off the edges of each, and inclining now to the one, now to the other. Dr. A.A. Hodge refers to it as a ‘manifold and elastic system of compromise.’” [= Arminianisme dalam bentuknya yang radikal dan berkembang penuh pada dasarnya adalah bangkit kembalinya Pelagianisme, suatu type keselamatan oleh diri sendiri. ... Arminianisme, sebaik-baiknya adalah usaha memperdamaikan yang agak samar-samar dan tidak pasti, melayang di tengah-tengah antara sistim yang ditandai dengan jelas dari Pelagius dan Agustinus, mengurangi kekuatan / ketajaman dari masing-masing pihak, dan kadang-kadang condong kepada yang satu, kadang-kadang kepada yang lain. Dr. A. A. Hodge menunjuk kepadanya sebagai suatu ‘sistim kompromi yang bermacam-macam dan bersifat elastis’.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 48.

Perlu diketahui bahwa ini bukan pertama kalinya terjadi konfrontasi antara ajaran yang benar dan sesat, yang lalu menghasilkan pandangan antara.

Dalam sejarah pada waktu terjadi pertentangan antara pandangan yang benar dan sesat, memang sering lalu muncul pandangan kompromi YANG TIDAK MAU MELEPASKAN KESESATAN SECARA TUNTAS.

Contoh:
a. Dalam persoalan keselamatan karena iman saja.

Orang Yahudi / Yudaisme mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik / ketaatan / usaha manusia. Tetapi Yesus dan rasul-rasul mengajarkan keselamatan hanya karena iman (Yoh 3:16 Ro 3:27-28 Galatia 2:16,21 Ef 2:8-9). Lalu muncul orang Yahudi kristen, dengan pandangan komprominya, yang sekalipun beriman kepada Yesus sebagai Juruselamat, tetapi tetap menekankan sunat dan adat istiadat Yahudi (Kis 15:1-2 bdk. seluruh surat Galatia).

b. Dalam persoalan Allah Tritunggal.

Seorang yang bernama Arius (pendiri dari Arianisme, yang akhirnya ‘ber-reinkarnasi’ menjadi Saksi Yehuwa), mengatakan bahwa Anak berbeda hakekat (bahasa Yunaninya: HETERO-OUSION) dengan Bapa.

Gereja lalu mengadakan sidang, yaitu The Council of Nicea, pada tahun 325 M, dan menimbulkan Pengakuan Iman Nicea, yang menyatakan bahwa Anak mempunyai hakekat yang sama / satu dengan Bapa (bahasa Yunaninya: HOMO-OUSION).

Tetapi lalu muncul pandangan Semi-Arianisme, yaitu pandangan kompromi, yang menggunakan istilah bahasa Yunani HOMOI-OUSION [= of the similar substance / dari zat yang serupa / mirip].

c. Dalam persoalan Kristologi.

Seorang yang bernama Eutyches mengajarkan ajaran sesatnya yang mengatakan bahwa setelah inkarnasi, Kristus hanya mempunyai satu hakekat saja, yaitu hakekat ilahi (karena hakekat manusianya diserap oleh hakekat ilahinya).

Ini menyebabkan terjadinya Sidang gereja di kota Chalcedon, pada tahun 451 M, yang menimbulkan Pengakuan Iman Chalcedon, yang menyatakan bahwa Kristus setelah inkarnasi tetap mempunyai 2 hakekat, yaitu hakekat ilahi dan hakekat manusia, yang masing-masing mempertahankan sifat-sifatnya sendiri-sendiri.

Lalu muncul pandangan kompromi yang disebut Monophysitism, yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai hanya satu hakekat, yaitu hakekat ilahi, tetapi disertai dengan sifat-sifat manusia tertentu.

Juga muncul pandangan kompromi yang lain yang disebut Monothelitism, yang mengatakan bahwa Kristus memang mempunyai 2 hakekat, yaitu ilahi dan manusia, tetapi hanya mempunyai 1 kehendak.

Kesimpulan: Sekalipun Arminianisme tidak sesesat Pelagianisme, tetapi Arminianisme adalah pandangan kompromi yang tidak mau meninggalkan kesesatan / kesalahan secara tuntas! Kalau Augustinianisme adalah pandangan yang waras dan Pelagianisme adalah pandangan yang gila, maka Arminianisme adalah pandangan kompromi yang setengah gila.

Mungkin saudara bertanya: apa tujuan setan memberi pandangan kompromi yang setengah gila tersebut? Ada 2 kemungkinan alasan dari setan:

1. Setan mungkin bertujuan supaya pandangan yang gila (Pelagianisme) kelihatan sebagai extrim kiri, pandangan yang waras (Augustinianisme) sebagai extrim kanan, dan pandangan yang setengah gila (Arminianisme) sebagai pandangan yang benar!

Kalau saudara tergoda untuk berpikir begitu, maka pikirkan hal ini: itu berarti bahwa pada awal abad ke 5 itu terjadi pertentangan antara 2 pandangan extrim, extrim kanan (Augustinianisme) dan extrim kiri (Pelagianisme). Sebagai hasil dari pertentangan 2 pandangan yang extrim itu, justru lalu muncul pandangan yang benar / waras (Arminianisme). Masuk akalkah itu?

Masuk akalkah bahwa ada 2 ajaran sesat, yang sama-sama berasal dari setan, bertempur, lalu sebagai akibatnya muncul ajaran yang benar / dari Tuhan?

Apakah tidak lebih masuk akal kalau pada abad ke 5 itu terjadi pertentangan antara ajaran benar (Augustinianisme) dan ajaran sesat (Pelagianisme), dan sebagai hasilnya muncul ajaran kompromi yang setengah sesat (Arminianisme)?

2. Setan tahu bahwa ajaran yang setengah sesat lebih mudah diterima manusia dari pada ajaran yang sesat secara total.

Sama saja kalau saudara mau meracuni seseorang, jauh lebih mudah memberi dia makan yang dicampur racun dari pada memberi dia racun 100 %.

Dalam faktanya memang jaman sekarang boleh dikatakan tidak ada gereja yang menganut Pelagianisme, tetapi ada banyak gereja (mungkin mayoritas) yang menganut Arminianisme.

c) Apakah hanya orang Reformed yang akan masuk surga, sedangkan orang Arminian / non Reformed akan masuk neraka?

Kebenaran dari doktrin Calvinisme (termasuk Providence of God, dan doktrin tentang penentuan segala sesuatu), dan kesalahan dari doktrin Arminianisme, tidak berarti bahwa hanya Calvinist yang bisa masuk surga, atau bahwa semua orang Arminian akan masuk neraka. Mengapa? Karena masuk surga atau tidak hanya tergantung pada apakah orang itu percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat SECARA BENAR ATAU TIDAK.

Loraine Boettner: “While the Presbyterian Church is preëminently a doctrinal Church, she never demands the full acceptance of her standards by any applicant for admission to her fold. A credible profession of faith in Christ is her only condition of Church membership. She does demand that her ministers and elders shall be Calvinists; yet this is never demanded of lay members. As Calvinists we gladly recognize as our fellow Christians any who trust Christ for their salvation, regardless of how inconsistent their other beliefs may be. We do believe, however, that Calvinism is the only system which is wholly true. And while one can be a Christian without believing the whole Bible, his Christianity will be imperfect in proportion as he departs from the Biblical system of doctrine. In this connection Prof. F. E. Hamilton has well said: ‘A blind, deaf and dumb man can, it is true, know something of the world about him through the senses remaining, but his knowledge will be very imperfect and probably inaccurate. In a similar way, a Christian who never knows or never accepts the deeper teachings of the Bible which Calvinism embodies, may be a Christian, but he will be a very imperfect Christian, and it should be the duty of those who know the whole truth to attempt to lead him into the only storehouse which contains the full riches of true Christianity.’ ... We are not all Calvinists as we travel the road to heaven, but we shall all be Calvinists when we get there. It is our firm conviction that every redeemed soul in heaven will be a thorough-going Calvinist. Christians in general must admit that when we all ‘attain unto the unity of the faith’ (Eph. 4:13), and know the full truth, we shall be either all Calvinists or all Arminians.” [= Sementara Gereja Presbyterian secara unggul merupakan suatu Gereja yang bersifat doktrinal, ia tidak pernah menuntut penerimaan penuh dari standard-standardnya oleh pemohon / pelamar manapun untuk bisa masuk ke dalam kandang / kawanannya. Suatu pengakuan iman yang bisa dipercaya kepada Kristus adalah satu-satunya syarat dari keanggotaan Gereja. Ia memang menuntut bahwa pendeta-pendeta dan tua-tuanya adalah orang-orang Calvinist; tetapi ini tidak pernah dituntut dari anggota-anggota awam. Sebagai orang-orang Calvinist kita dengan senang hati menerima sebagai sesama orang-orang Kristen kita, siapapun yang mempercayai Kristus untuk keselamatan mereka, TAK PEDULI BETAPA TIDAK KONSISTENNYA KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN LAIN MEREKA. Tetapi kami percaya bahwa Calvinisme adalah satu-satunya sistim YANG SEPENUHNYA BENAR. Dan sekalipun seseorang bisa menjadi seorang Kristen tanpa mempercayai seluruh Alkitab, kekristenannya akan tidak sempurna sebanding dengan penyimpangannya dari sistim doktrin Alkitabiah. Sehubungan dengan ini Prof. F. E. Hamilton telah mengatakan dengan bagus: ‘Adalah benar bahwa seorang manusia yang buta, tuli dan bisu, bisa mengetahui sesuatu tentang dunia di sekitarnya melalui indera-indera yang tersisa, tetapi pengetahuannya akan sangat tidak sempurna dan mungkin tidak tepat. Dengan cara yang serupa, seorang Kristen yang tidak pernah mengetahui atau tidak pernah menerima ajaran-ajaran yang lebih dalam dari Alkitab yang Calvinisme nyatakan, bisa adalah seorang Kristen, tetapi ia akan merupakan seorang Kristen yang tidak sempurna, dan merupakan kewajiban dari mereka yang mengetahui seluruh kebenaran untuk berusaha membimbingnya ke dalam satu-satunya gudang yang berisikan kekayaan yang penuh dari kekristenan yang benar’. ... Kita tidak semuanya adalah Calvinist pada waktu kita menempuh jalan ke surga, tetapi kita akan semuanya adalah Calvinist pada saat kita sampai di sana. Merupakan keyakinan kami yang teguh bahwa di surga setiap jiwa yang ditebus akan menjadi seorang Calvinist sepenuhnya / yang mutlak. Orang-orang Kristen secara umum harus mengakui bahwa pada waktu kita semua ‘mencapai kesatuan iman’ (Ef 4:13), dan mengetahui seluruh kebenaran, kita akan menjadi semuanya Calvinist atau semuanya Arminian.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 353-354.

Catatan: menurut saya kata-kata “tak peduli betapa tidak konsistennya kepercayaan-kepercayaan lain mereka” dan “yang sepenuhnya benar” yang saya beri garis bawah ganda dan cetak dengan huruf besar itu, tidak bisa dimutlakkan. Dan kata-kata ‘atau sepenuhnya Arminian’ yang saya cetak dengan huruf miring itu, rasanya aneh, dan seharusnya dihapuskan!

PROVIDENCE OF GOD (27)

VII. MANFAAT DOKTRIN INI BAGI KITA

Doktrin ini mempunyai banyak manfaat yang penting dalam hidup kita, seperti:

1) Pada waktu kita mendapatkan berkat / hal-hal yang menyenangkan / menguntungkan, apakah itu terjadi karena usaha kita sendiri, atau karena bantuan dari orang-orang lain, atau karena apapun juga, kita tetap akan menganggap Allah sebagai penyebab pertama / tertinggi, dan kita akan bersyukur kepadaNya.

John Calvin: “the Christian heart, since it has been thoroughly persuaded that all things happen by God’s plan, and that nothing takes place by chance, will ever look to him as the principal cause of things, yet will give attention to the secondary causes in their proper place. Then the heart will not doubt that God’s singular providence keeps watch to preserve it, and will not suffer anything to happen but what may turn out to its good and salvation. ... As far as men are concerned, whether they are good or evil, the heart of the Christian will know that their plans, wills, efforts, and abilities are under God’s hand; that it is within his choice to bend them whither he pleases and to constrain them whenever he pleases. There are very many and very clear promises that testify that God’s singular providence watches over the welfare of believers:” [= hati orang Kristen, karena hati itu sepenuhnya diyakinkan bahwa segala sesuatu terjadi oleh rencana Allah, dan bahwa tak ada apapun yang terjadi oleh kebetulan, akan selalu melihat kepadaNya sebagai penyebab pertama / tertinggi dari hal-hal, tetapi akan memberi perhatian kepada penyebab-penyebab kedua dalam tempat mereka yang tepat. Karena itu hati itu tidak akan meragukan bahwa Providensia Allah yang bersifat individuil tetap menjaga untuk memeliharanya, dan tidak akan membiarkan apapun terjadi kecuali yang bisa menghasilkan / berakhir dengan kebaikan dan keselamatannya. ... Sejauh berkenaan dengan manusia, apakah mereka itu baik atau jahat, hati orang Kristen mengetahui bahwa rencana-rencana, kemauan-kemauan, usaha-usaha, dan kemampuan-kemampuan mereka ada di bawah tangan / kuasa Allah; sehingga itu ada dalam pilihanNya untuk membengkokkan mereka kemanapun Ia berkenan dan untuk mengekang mereka kapanpun Ia berkenan. Di sana ada janji-janji yang sangat banyak dan sangat jelas yang menyaksikan bahwa Providensia Allah yang bersifat individuil menjaga atas kesejahteraan dari orang-orang percaya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 6.

Calvin lalu memberi banyak ayat Alkitab sebagai dasar:

Mazmur 55:23 - “Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkanNya orang benar itu goyah.”. Bdk. 1Pet 5:7.

Mazmur 91:1-2 - “(1) Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa (2) akan berkata kepada TUHAN: ‘Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.’”.

Zakh 2:8 - “Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam, yang dalam kemuliaanNya telah mengutus aku, mengenai bangsa-bangsa yang telah menjarah kamu - sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mataNya -:”.

Kej 15:1 - “Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: ‘Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar.’”.

Yer 1:18 - “Mengenai Aku, sesungguhnya pada hari ini Aku membuat engkau menjadi kota yang berkubu, menjadi tiang besi dan menjadi tembok tembaga melawan seluruh negeri ini, menentang raja-raja Yehuda dan pemuka-pemukanya, menentang para imamnya dan rakyat negeri ini.”. Bdk. Yer 15:20.

Yesaya 49:25 - “Sungguh, beginilah firman TUHAN: ‘Tawanan pahlawanpun dapat direbut kembali, dan jarahan orang gagah dapat lolos, sebab Aku sendiri akan melawan orang yang melawan engkau dan Aku sendiri akan menyelamatkan anak-anakmu.”.

Yesaya 49:15 - “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.”.

John Calvin: “Therefore, as we rightly rejected a little above the opinion of those who imagine a universal providence of God, which does not stoop to the especial care of any particular creature, yet first of all it is important that we recognize this special care toward us. Whence Christ, when he declared that not even a tiny sparrow of little worth falls to earth without the Father’s will (Matthew 10:29), immediately applies it in this way: that since we are of greater value than sparrows, we ought to realize that God watches over us with all the closer care (Matthew 10:31); and he extends it so far that we may trust that the hairs of our head are numbered (Matthew 10:30). What else can we wish for ourselves, if not even one hair can fall from our head without his will? I speak not only concerning mankind; but, because God has chosen the church to be his dwelling place, there is no doubt that he shows by singular proofs his fatherly care in ruling it.” [= Karena itu, seperti kami tadi dengan benar menolak pandangan dari mereka yang membayangkan / mengkhayalkan suatu Providensia Allah yang bersifat umum, yang tidak membungkuk / merendahkan diri pada pemeliharaan khusus dari makhluk ciptaan khusus manapun, tetapi pertama-tama dari semua, adalah penting bahwa kita mengenali pemeliharaan khusus terhadap kita ini. Dari mana Kristus, pada waktu Ia menyatakan bahwa bahkan seekor burung pipit yang kecil yang berharga sangat rendah, tidak jatuh ke bumi tanpa kehendak Bapa (Mat 10:29), segera menerapkannya dengan cara ini: bahwa karena kita lebih bernilai / berharga dari pada burung pipit, kita seharusnya menyadari bahwa Allah menjaga atas kita dengan perhatian yang lebih dekat (Mat 10:31); dan Ia memperluasnya sebegitu jauh sehingga kita bisa percaya bahwa rambut dari kepala kita dihitung (Mat 10:30). Hal lain apa yang bisa kita inginkan untuk diri kita sendiri, jika bahkan satu rambut tidak bisa jatuh dari kepala kita tanpa kehendakNya? Saya berbicara bukan hanya berkenaan dengan umat manusia; tetapi karena Allah telah memilih gereja untuk menjadi tempat tinggalNya, di sana tidak ada keraguan bahwa Ia menunjukkan oleh bukti-bukti yang menyolok pemeliharaan kebapaanNya dalam memerintahnya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 6.

Matius 10:29-31 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. (31) Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.”.

John Calvin: “7. GOD’S PROVIDENCE IN PROSPERITY. The servant of God, strengthened both by these promises and by examples, will join thereto the testimonies which teach that all men are under his power, whether their minds are to be conciliated, or their malice to be restrained that it may not do harm. For it is the Lord who gives us favor, not alone among those who wish us well, but even ‘in the eyes of the Egyptians’ (Exodus 3:21); indeed, he knows how to shatter the wickedness of our enemies in various ways. For sometimes he takes away their understanding so that they are unable to comprehend anything sane or sober, as when he sends forth Satan to fill the mouths of all the prophets with falsehood in order to deceive Ahab (1 Kings 22:22). He drives Rehoboam mad by the young men’s advice that through his own folly he may be despoiled of the kingdom (1 Kings 12:10, 15). Sometimes when he grants them understanding, he so frightens and dispirits them that they do not wish, or plan, to carry out what they have conceived. Sometimes, also, when he permits them to attempt what their lust and madness has prompted, he at the right moment breaks off their violence, and does not allow their purpose to be completed. Thus Ahitophel’s advice, which would have been fatal for David, he destroyed before its time (2 Samuel 17:7, 14). Thus, also, it is his care to govern all creatures for their own good and safety; and even the devil himself, who, we see, dared not attempt anything against Job without His permission and command (Job 1:12 ).” [= 7. PROVIDENSIA ALLAH DALAM KEMAKMURAN. Pelayan Allah, dikuatkan baik oleh janji-janji ini dan oleh contoh-contoh, lebih jauh lagi akan menggabungkan kesaksian-kesaksian yang mengajar bahwa semua manusia ada di bawah kuasaNya, apakah pikiran mereka harus diperdamaikan, atau kejahatan mereka harus dikekang, sehingga itu tidak akan menyakiti / melukai. Karena adalah Tuhan yang memberi kita kebaikan, bukan hanya di antara mereka yang menginginkan kebaikan kita, tetapi bahkan ‘dalam mata dari orang-orang Mesir’ (Kel 3:21); memang, Ia tahu bagaimana menghancurkan kejahatan dari musuh-musuh kita dengan bermacam-macam cara. Karena kadang-kadang Ia mengambil pengertian mereka sehingga mereka tidak bisa memahami apapun dengan cara yang waras, seperti pada waktu Ia mengutus Iblis untuk memenuhi mulut dari semua nabi-nabi dengan kepalsuan / dusta untuk menipu Ahab (1Raja 22:22). Ia menjadikan Rehabeam gila oleh nasehat orang-orang muda sehingga melalui kebodohannya sendiri ia bisa disingkirkan dari kerajaan (1Raja 12:10,15). Kadang-kadang pada waktu Ia memberi mereka pengertian, Ia begitu membuat mereka takut dan kecil hati sehingga mereka tidak menginginkan, atau merencanakan, untuk melaksanakan apa yang telah mereka mengerti. Juga kadang-kadang, pada waktu Ia mengijinkan mereka untuk mengusahakan apa digerakkan oleh nafsu dan kegilaan mereka, Ia pada saat yang tepat menghentikan secara mendadak keganasan / kekerasan mereka, dan tidak mengijinkan rencana / tujuan mereka untuk diselesaikan. Demikianlah nasihat Ahitofel, yang akan sudah menjadi sesuatu yang fatal bagi Daud, Ia hancurkan sebelum waktunya (2Sam 17:7,14). Demikian juga, adalah pemeliharaanNya untuk memerintah / mengatur semua makhluk ciptaan untuk kebaikan dan keamanan mereka sendiri; dan bahkan setan / iblis sendiri, yang kita lihat, tidak berani mengusahakan apapun terhadap / menentang Ayub tanpa ijin dan perintahNya (Ayub 1:12).] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 7.

Kel 3:21 - “Dan Aku akan membuat orang Mesir bermurah hati terhadap bangsa ini, sehingga, apabila kamu pergi, kamu tidak pergi dengan tangan hampa,”.

1Raja 22:22 - “Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian!”.

1Raja 12:10,15 - “(10) Lalu orang-orang muda yang sebaya dengan dia itu berkata: ‘Beginilah harus kaukatakan kepada rakyat yang telah berkata kepadamu: Ayahmu telah memberatkan tanggungan kami, tetapi engkau ini, berilah keringanan kepada kami - beginilah harus kaukatakan kepada mereka: Kelingkingku lebih besar dari pada pinggang ayahku! ... (15) Jadi raja tidak mendengarkan permintaan rakyat, sebab hal itu merupakan perubahan yang disebabkan TUHAN, supaya TUHAN menepati firman yang diucapkanNya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada Yerobeam bin Nebat.”.

2Sam 17:7,14 - “(7) Lalu berkatalah Husai kepada Absalom: ‘Nasihat yang diberikan Ahitofel kali ini tidak baik.’ ... (14) Lalu berkatalah Absalom dan setiap orang Israel: ‘Nasihat Husai, orang Arki itu, lebih baik dari pada nasihat Ahitofel.’ Sebab TUHAN telah memutuskan, bahwa nasihat Ahitofel yang baik itu digagalkan, dengan maksud supaya TUHAN mendatangkan celaka kepada Absalom.”.

Ayub 1:12 - “Maka firman TUHAN kepada Iblis: ‘Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.’ Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.”.

John Calvin: “Gratitude of mind for the favorable outcome of things, patience in adversity, and also incredible freedom from worry about the future all necessarily follow upon this knowledge. Therefore whatever shall happen prosperously and according to the desire of his heart, God’s servant will attribute wholly to God, whether he feels God’s beneficence through the ministry of men, or has been helped by inanimate creatures. For thus he will reason in his mind: surely it is the Lord who has inclined their hearts to me, who has so bound them to me that they should become the instruments of his kindness toward me. In abundance of fruits he will think: "It is the Lord who ‘hears’ the heaven, that the heaven may ‘hear’ the earth, that the earth also may ‘hear’ its offspring" (cf. Hosea 2:21-22, Vg.; 2: 22-23, EV). In other things he will not doubt that it is the Lord’s blessing alone by which all things prosper. Admonished by so many evidences, he will not continue to be ungrateful.” [= Rasa terima kasih dari pikiran untuk hasil akhir yang menyenangkan dari hal-hal, kesabaran dalam penderitaan / bencana, dan juga kebebasan yang luar biasa dari kekuatiran tentang masa yang akan datang semua pasti mengikuti pengetahuan ini. Karena itu apapun yang terjadi secara menguntungkan dan sesuai dengan keinginan dari hatinya, pelayan Allah akan menganggapnya sepenuhnya berasal dari Allah, apakah ia merasakan kebaikan Allah melalui pelayanan manusia, atau telah ditolong oleh ciptaan-ciptaan yang tidak bernyawa. Karena demikianlah ia akan berpikir / menyimpulkan dalam pikirannya: pasti Tuhanlah yang telah mencondongkan hati mereka kepadaku, yang sudah begitu mengikat mereka kepadaku sehingga mereka harus menjadi alat-alat dari kebaikanNya terhadap aku. Dalam kelimpahan dari buah / hasil / panen, ia akan berpikir: "Adalah Tuhan yang ‘mendengar’ langit, sehingga langit bisa ‘mendengar’ bumi, sehingga bumi juga bisa ‘mendengar’ hasilnya" (Bdk. Hosea 2:21-22, Vulgate; 2:22-23, EV). Dalam hal-hal lain ia tidak akan meragukan bahwa itu merupakan berkat Tuhan saja dengan mana segala sesuatu berhasil. Dinasehati oleh begitu banyak bukti, ia tidak akan terus menjadi orang yang tidak punya rasa terima kasih.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 7.

Hosea 2:20-21 - “(20) Maka pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mendengarkan langit, dan langit akan mendengarkan bumi. (21) Bumi akan mendengarkan gandum, anggur dan minyak, dan mereka ini akan mendengarkan Yizreel.”.

PROVIDENCE OF GOD (28)

2) Pada saat kita mengalami penderitaan, kesedihan, bahkan penganiayaan dan kejahatan orang lain terhadap diri kita, dsb, kita harus ingat bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak / Rencana Allah (bdk. Kej 50:20 Ayub 1:21 Yoh 18:11), dan kita juga harus percaya bahwa semua itu terjadi untuk kebaikan kita yang adalah anak-anakNya / orang pilihanNya (bdk. Ro 8:28).

Kejadian 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”.

Yoh 18:11 - “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan YANG DIBERIKAN BAPA KEPADAKU?’”.

Ro 8:28 - “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”.

Charles Haddon Spurgeon: “All events are under the control of Providence; consequently all the trials of our outward life are traceable at once to the great First Cause.” [= Semua peristiwa ada di bawah kontrol dari Providensia; dan karenanya semua pencobaan dari kehidupan luar / lahiriah kita bisa langsung diikuti jejaknya sampai kepada sang Penyebab Pertama yang agung.] - ‘Morning and Evening’, September 3, evening.

Calvin (tentang Kej 50:20): “Let the impious busy themselves as they please, let them rage, let them mingle heaven and earth; yet they shall gain nothing by their ardour; and not only shall their impetuosity prove ineffectual, but shall be turned to an issue the reverse of that which they intended, so that they shall promote our salvation, though they do it reluctantly. So that whatever poison Satan produces, God turns it into medicine for his elect.” [= Biarlah orang jahat menyibukkan diri mereka sendiri semau mereka, biarlah mereka marah, biarlah mereka mencampur-adukkan langit dan bumi; tetapi mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apapun oleh semangat mereka; dan bukan hanya tindakan tanpa berpikir dari mereka terbukti tidak berhasil, tetapi akan dibalikkan pada suatu hasil yang berlawanan dengan yang mereka maksudkan, sehingga mereka akan memajukan keselamatan kita, sekalipun mereka melakukan hal itu dengan segan. Sehingga apapun racun yang dihasilkan oleh Setan, Allah membalikkannya menjadi obat untuk orang pilihanNya.] - hal 488.

Calvin (tentang Ro 8:28): “so far are the troubles of this life from hindering our salvation, that, on the contrary, they are helps to it.” [= begitu jauhnya kesukaran-kesukaran hidup ini dari pada menghalangi keselamatan kita, sehingga sebaliknya, mereka adalah pertolongan bagi keselamatan itu.] - hal 314.

Calvin (tentang Roma 8:28): “Though the elect and the reprobate are indiscriminately exposed to similar evils, there is yet a great difference; for God trains up the faithful by afflictions, and thereby promotes their salvation.” [= Sekalipun orang pilihan dan orang yang ditentukan untuk binasa tanpa pandang bulu terbuka terhadap bencana yang sama, tetapi ada perbedaan yang besar; karena Allah melatih / mendidik orang setia / percaya menggunakan penderitaan-penderitaan, dan dengan demikian memajukan keselamatan mereka.] - hal 315.

Kalau kita bisa melihat dan mempercayai bahwa segala penderitaan yang disebabkan oleh siapapun kepada kita, yang adalah anak-anak Allah, bisa terjadi karena Rencana dan Providensia Allah, dan pasti ditujukan untuk kebaikan kita, maka:

a) Ini akan merupakan penghiburan yang luar biasa di tengah-tengah segala penderitaan / kesedihan.

John Owen: “Amidst all our afflictions and temptations, under whose pressure we should else faint and despair, it is no small comfort to be assured that we do nor can suffer nothing but what his hand and counsel guides unto us, what is open and naked before his eyes, and whose end and issue he knoweth long before; which is a strong motive to patience, a sure anchor of hope, a firm ground of consolation.” [= Di tengah-tengah semua penderitaan dan pencobaan, yang tekanannya bisa membuat kita lemah / takut dan putus asa, bukan penghiburan kecil untuk yakin bahwa kita tidak bisa menderita apapun kecuali apa yang tangan dan rencanaNya pimpin kepada kita, yang adalah terbuka dan telanjang di depan mataNya, dan yang akhirnya dan hasilnya Ia ketahui jauh sebelumnya; yang merupakan suatu motivasi yang kuat pada kesabaran, suatu jangkar pengharapan yang pasti, suatu dasar penghiburan yang teguh.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 29.

John Calvin: “10. WITHOUT CERTAINTY ABOUT GOD’S PROVIDENCE LIFE WOULD BE UNBEARABLE. Hence appears the immeasurable felicity of the godly mind. Innumerable are the evils that beset human life; innumerable, too, the deaths that threaten it. We need not go beyond ourselves: since our body is the receptacle of a thousand diseases - in fact holds within itself and fosters the causes of diseases - a man cannot go about unburdened by many forms of his own destruction, and without drawing out a life enveloped, as it were, with death. For what else would you call it, when he neither freezes nor sweats without danger? Now, wherever you turn, all things around you not only are hardly to be trusted but almost openly menace, and seem to threaten immediate death. Embark upon a ship, you are one step away from death. Mount a horse, if one foot slips, your life is imperiled. Go through the city streets, you are subject to as many dangers as there are tiles on the roofs. If there is a weapon in your hand or a friend’s, harm awaits. All the fierce animals you see are armed for your destruction. But if you try to shut yourself up in a walled garden, seemingly delightful, there a serpent sometimes lies hidden. Your house, continually in danger of fire, threatens in the daytime to impoverish you, at night even to collapse upon you. Your field, since it is exposed to hail, frost, drought, and other calamities, threatens you with barrenness, and hence, famine. I pass over poisonings, ambushes, robberies, open violence, which in part besiege us at home, in part dog us abroad. Amid these tribulations must not man be most miserable, since, but half alive in life, he weakly draws his anxious and languid breath, as if he had a sword perpetually hanging over his neck? You will say: these events rarely happen, or at least not all the time, nor to all men, and never all at once. I agree; but since we are warned by the examples of others that these can also happen to ourselves, and that our life ought not to be excepted any more than theirs, we cannot but be frightened and terrified as if such events were about to happen to us. What, therefore, more calamitous can you imagine than such trepidation? Besides that, if we say that God has exposed man, the noblest of creatures, to all sorts of blind and heedless blows of fortune, we are not guiltless of reproaching God. But here I propose to speak only of that misery which man will feel if he is brought under the sway of fortune.” [= 10. TANPA KEPASTIAN TENTANG PROVIDENSIA ALLAH HIDUP AKAN TAK TERTAHANKAN. Karena itu terlihat kebahagiaan yang tak terukur dari pikiran yang saleh. Tak terhitung banyaknya kejahatan-kejahatan / bencana-bencana yang menyerang / mengelilingi kehidupan manusia; dan tak terhitung juga kematian-kematian yang mengancamnya. ... Kamu akan berkata: peristiwa-peristiwa ini jarang terjadi, atau setidaknya tidak pada setiap waktu, atau pada setiap orang, dan tidak pernah semuanya pada satu saat. Saya setuju; tetapi karena kita diperingatkan oleh contoh-contoh dari orang-orang lain bahwa hal-hal ini juga bisa terjadi pada diri kita sendiri, dan bahwa hidup kita seharusnya tidak lebih dikecualikan dari hidup mereka, kita tidak bisa bersikap lain kecuali takut seakan-akan peristiwa-peristiwa seperti itu akan terjadi pada diri kita. Karena itu, hal yang lebih menyebabkan bencana apa yang bisa kamu bayangkan dari pada rasa takut / gemetar seperti itu? Disamping itu, jika kami katakan bahwa Allah telah membuka manusia, yang paling mulia dari semua makhluk ciptaan, terhadap semua jenis dari hembusan nasib yang buta dan ceroboh / tak punya pikiran, kita bukannya tanpa salah tentang mengkritik Allah. Tetapi di sini saya bermaksud untuk berbicara hanya tentang keadaan penderitaan yang manusia akan rasakan jika ia dibawa di bawah pemerintahan dari nasib.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 10.

Catatan: bagian yang saya beri garis bawah ganda tidak saya terjemahkan, karena hanya merupakan contoh-contoh yang Calvin berikan yang menunjukkan bermacam-macam bencana yang bisa menimpa kita dimanapun kita berada dan apapun yang kita lakukan.

John Calvin: “11. CERTAINTY ABOUT GOD’S PROVIDENCE PUTS JOYOUS TRUST TOWARD GOD IN OUR HEARTS. Yet, when that light of divine providence has once shone upon a godly man, he is then relieved and set free not only from the extreme anxiety and fear that were pressing him before, but from every care. For as he justly dreads fortune, so he fearlessly dares commit himself to God. His solace, I say, is to know that his Heavenly Father so holds all things in his power, so rules by his authority and will, so governs by his wisdom, that nothing can befall except he determine it. Moreover, it comforts him to know that he has been received into God’s safekeeping and entrusted to the care of his angels, and that neither water, nor fire, nor iron can harm him, except in so far as it pleases God as governor to give them occasion.” [= 11.KEPASTIAN TENTANG PROVIDENSIA ALLAH MEMBERIKAN KEPERCAYAAN YANG BERSIFAT SUKACITA TERHADAP ALLAH DALAM HATI KITA. Tetapi, pada waktu terang dari Providensia ilahi itu sekali telah bersinar pada seorang manusia yang saleh, maka ia dibebaskan dari kekuatiran dan dibebaskan bukan hanya dari kekuatiran dan rasa takut yang extrim yang tadinya menekan dia, tetapi dari setiap kekuatiran. Karena sebagaimana ia secara benar takut terhadap nasib, demikian juga ia dengan tanpa rasa takut berani menyerahkan dirinya sendiri kepada Allah. Penghiburannya, saya katakan, adalah mengetahui bahwa Bapa Surgawinya begitu memegang segala sesuatu dalam kuasaNya, begitu mengendalikan oleh otoritas dan kehendakNya, begitu memerintah oleh hikmatNya, sehingga tak ada apapun bisa menimpa kecuali Ia menentukannya. Lebih lagi / selanjutnya, merupakan sesuatu yang menghibur dia untuk mengetahui bahwa ia telah diterima ke dalam perlindungan Allah dan dipercayakan pada pemeliharaan dari malaikat-malaikatNya, dan bahwa tak ada air, atau api, atau besi bisa menyakiti / melukai dia, kecuali sejauh itu memperkenan Allah sebagai pemerintah memberi mereka kesempatan.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 11.

Sebetulnya memang hanya ada dua kemungkinan:

1. Segala sesuatu tergantung Allah (Rencana dan ProvidensiaNya).

2. Segala sesuatu tergantung nasib yang buta.

Orang Arminian / non Reformed yang menolak yang no 1, tidak bisa tidak memilih no 2. Yang tak setuju dengan ini, coba berikan alternatifnya. Kalau bukan tergantung Allah maupun nasib yang buta, lalu tergantung apa???

Orang yang percaya no 2, dan ini adalah orang Arminian / non Reformed, tak mungkin bisa hidup tenang. Dimanapun ia berada dan apapun yang dia lakukan, dia akan takut / kuatir, karena bencana apapun bisa menimpa tanpa pemberitahuan.

Tetapi orang yang percaya no 1, dan ini adalah orang Reformed, bisa hidup dengan tenang dan sukacita, karena percaya semua ada dalam tangan Bapa, yang mengasihinya, dan melakukan segala sesuatu untuk kebaikannya.

Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self? Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have left.” [= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang tersisa / ada.] - hal 32.

b) Ini juga bisa membuat kita lebih tenang / sabar dalam penderitaan, lebih sabar / tidak mendendam, dan lebih mudah mengampuni terhadap orang yang menyebabkan penderitaan itu bagi kita.

John Calvin: “If Joseph had stopped to dwell upon his brothers’ treachery, he would never have been able to show a brotherly attitude toward them. But since he turned his thoughts to the Lord, forgetting the injustice, he inclined to gentleness and kindness, even to the point of comforting his brothers and saying: ‘It is not you who sold me into Egypt, but I was sent before you by God’s will, that I might save your life’ (Genesis 45:5, 7-8 p.). ‘Indeed you intended evil against me, but the Lord turned it into good.’ (Genesis 50:20, cf. Vg.) If Job had turned his attention to the Chaldeans, by whom he was troubled, he would immediately have been aroused to revenge; but because he at once recognized it as the Lord’s work, he comforts himself with this most beautiful thought: ‘The Lord gave, the Lord has taken away; blessed be the name of the Lord’ (Job 1:21). Thus David, assailed with threats and stones by Shimei, if he had fixed his eyes upon the man, would have encouraged his men to repay the injury; but because he knows that Shimei does not act without the Lord’s prompting, he rather appeases them: ‘Let him alone,’ he says, ‘because the Lord has ordered him to curse’ (2 Samuel 16:11). By this same bridle he elsewhere curbs his inordinate sorrow: ‘I have kept silence and remained mute,’ says he, ‘because thou hast done it, O Jehovah’ (Psalm 39:9 p.). ... To sum this up: when we are unjustly wounded by men, let us overlook their wickedness (which would but worsen our pain and sharpen our minds to revenge), remember to mount up to God, and learn to believe for certain that whatever our enemy has wickedly committed against us was permitted and sent by God’s just dispensation.”[= Seandainya YUSUF berhenti pada pengkhianatan saudara-saudaranya, ia tidak akan pernah bisa menunjukkan suatu sikap persaudaraan terhadap mereka. Tetapi karena ia mengarahkan pikirannya kepada Tuhan, sambil melupakan ketidak-adilan, ia cenderung pada kelembutan dan kebaikan, bahkan sampai pada titik menghibur saudara-saudaranya dan berkata: ‘Bukanlah kamu yang menjual aku ke Mesir, tetapi aku diutus sebelum / di depan kamu oleh kehendak Allah, supaya aku bisa menyelamatkan nyawa / kehidupanmu’ (Kej 45:5,7-8). ‘Memang kamu mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Tuhan membalikkannya menjadi kebaikan’. (Kej 50:20, bdk. Vulgate). Seandainya AYUB mengarahkan perhatiannya kepada orang-orang Kasdim, oleh siapa ia diganggu, ia sudah akan segera dibangkitkan pada pembalasan; tetapi karena ia segera mengenalinya sebagai pekerjaan Tuhan, ia menghibur dirinya sendiri dengan pemikiran yang paling indah ini: ‘Tuhan memberikan, Tuhan telah mengambil; terpujilah nama Tuhan’ (Ayub 1:21). Demikian juga DAUD, diserang dengan ancaman-ancaman dan batu-batu oleh Simei, seandainya ia mengarahkan matanya pada orang itu, ia sudah akan mendorong orang-orangnya untuk membalas kerugian / luka itu; tetapi karena ia tahu bahwa Simei tidak bertindak tanpa dorongan Tuhan, ia sebaliknya menenangkan mereka: ‘Biarkanlah dia’, ia berkata, ‘karena Tuhan telah memerintahkannya untuk mengutuk’ (2Sam 16:11). Oleh kekang yang sama ini di tempat lain ia mengendalikan kesedihannya yang melampaui batas: ‘Aku telah berdiam diri dan tetap membisu’, katanya, ‘karena Engkau telah melakukannya, Ya Yehovah’ (Maz 39:10). ... Menyimpulkan semua ini: pada waktu KITA dilukai secara tidak adil oleh manusia, hendaklah kita mengabaikan kejahatan mereka (yang hanya akan memperburuk rasa sakit kita dan mempertajam pikiran kita untuk membalas), mengingat untuk naik kepada Allah, dan belajar untuk percaya secara pasti bahwa apapun yang musuh kita telah lakukan secara jahat terhadap kita diijinkan dan dikirim oleh pengaturan yang adil dari Allah.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 8.

PROVIDENCE OF GOD (29)

Mari kita melihat 3 contoh yang Calvin berikan, dan satu contoh lain yang saya tambahkan.

1. Yusuf dalam Kej 45:5-8 Kej 50:20.

Kej 45:5-8 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu. (6) Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau menuai. (7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.”.

Catatan: bagian yang saya beri garis bawah ganda dan warna biru salah terjemahan!

KJV: ‘and to save your lives by a great deliverance.’ [= dan menyelamatkan hidupmu oleh suatu pembebasan yang besar.].

Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

Calvin (tentang Kej 50:20): “Joseph well considers (as we have said) the providence of God; so that he imposes it on himself as a compulsory law, not only to grant pardon, but also to exercise beneficence. ... Seeing that, by the secret counsel of God, he was led into Egypt, for the purpose of preserving the life of his brethren, he must devote himself to this object, lest he should resist God. ... he skillfully distinguishes between the wicked counsels of men, and the admirable justice of God, by so ascribing the government of all things to God, as to preserve the divine administration free from contracting any stain from the vices of men. The selling of Joseph was a crime detestable for its cruelty and perfidy; yet he was not sold except by the decree of heaven. ... Thus we may say with truth and propriety, that Joseph was sold by the wicked consent of his brethren, and by the secret providence of God.” [= Yusuf mempertimbangkan dengan baik (seperti telah kami katakan) Providensia Allah; sehingga ia menetapkan bagi dirinya sendiri sebagai suatu hukum yang mewajibkan, bukan hanya untuk memberikan pengampunan, tetapi juga untuk melaksanakan kebaikan. ... Melihat bahwa oleh rencana rahasia Allah, ia dibimbing ke Mesir dengan tujuan memelihara kehidupan saudara-saudaranya, ia harus membaktikan dirinya sendiri pada tujuan itu, supaya jangan ia menentang Allah. ... ia secara ahli membedakan antara rencana jahat manusia, dan keadilan yang mengagumkan dari Allah, dengan menganggap pemerintahan / pengaturan dari segala sesuatu berasal dari Allah, sehingga menjaga pelaksanaan pemerintahan ilahi bebas dari mendapatkan noda apapun dari kejahatan-kejahatan manusia. Penjualan Yusuf adalah suatu kejahatan / tindakan kriminal yang menjijikkan karena kekejaman dan pengkhianatannya; tetapi ia tidak dijual kecuali oleh ketetapan dari surga. ... Jadi kita bisa berkata dengan kebenaran dan kepantasan, bahwa Yusuf dijual oleh persetujuan jahat dari saudara-saudaranya, dan oleh Providensia rahasia dari Allah.] - hal 486,487.

2. Ayub dalam Ayub 1:21.

Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”.

Calvin (tentang Ayub 1:21): “For the story here written, showeth us how we be in God’s hand, and that it lieth in him to determine of our lives, and to dispose of the same according to his good pleasure: and that it is our duty to submit ourselves unto him with all humbleness and obedience: and that it is good reason, that we should be wholly his, both to live and die: and specially that when it pleaseth him to lay his hand upon us, although we perceive not for what cause he doth it, yet we should glorify him continually, acknowledging him to be just and upright, and not to grudge against him.” [= Karena cerita yang ditulis di sini menunjukkan kepada kita, bahwa kita ada dalam tangan Allah, dan Dialah yang menentukan hidup kita, dan mengatur / membuangnya sesuai kehendakNya: dan merupakan kewajiban kita untuk menundukkan diri kita sendiri kepadaNya dengan segala kerendahan hati dan ketaatan: dan merupakan pertimbangan yang baik bahwa kita adalah milikNya sepenuhnya, baik hidup atau mati: dan khususnya pada waktu Ia berkenan untuk ‘meletakkan tanganNya atas kita’, sekalipun kita tidak mengerti mengapa Ia melakukan hal itu, tetapi kita harus memuliakan Dia secara terus menerus, mengakui Dia sebagai adil dan lurus / benar, dan tidak bersungut-sungut terhadap Dia.] - ‘Sermons on Job’, hal 1.

Calvin (tentang Ayub 1:21): “there is nothing better, than to submit ourselves unto God, and to suffer peaceably whatsoever he sendeth us, until he deliver us of his own mere goodness.” [= tidak ada yang lebih baik, dari pada menundukkan diri kita sendiri kepada Allah, dan memikul dengan tenang apapun yang Ia kirimkan kepada kita, sampai Ia membebaskan kita semata-mata karena kebaikanNya sendiri.]- ‘Sermons on Job’, hal 1.

Catatan: dalam kasus kita dirampok seperti Ayub, sekalipun kita harus percaya bahwa Allah menentukan dan mengatur terjadinya hal itu, dan karena itu kita harus sabar dsb, tetapi itu tidak berarti kita tidak boleh melaporkan hal itu kepada polisi dan mengusahakan supaya para perampok itu ditangkap dan dihukum, selama semuanya itu memungkinkan, demi tegaknya keadilan, dan juga supaya orang-orang lain tidak mengalami perampokan sebagaimana kita mengalaminya.

3. Daud dalam 2Sam 16:5-11.

2Sam 16:5-11 - “(5) Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-menerus mengutuk. (6) Daud dan semua pegawai raja Daud dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di kiri kanannya. (7) Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: ‘Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! (8) TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.’ (9) Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja: ‘Mengapa anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menyeberang dan memenggal kepalanya.’ (10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian. (12) Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini.’ (13) Demikianlah Daud melanjutkan perjalanannya dengan orang-orangnya, sedang Simei berjalan terus di lereng gunung bertentangan dengan dia dan sambil berjalan ia mengutuk, melemparinya dengan batu dan menimbulkan debu.”.

Mazmur 39:10 - “Aku kelu, tidak kubuka mulutku, sebab Engkau sendirilah yang bertindak.”.

4. Yesus dalam Yoh 18:11 (ini contoh yang saya tambahkan).

Yohanes 18:11 - “Kata Yesus kepada Petrus: ‘Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’”.

Bdk. Mat 26:52-54 - “(52) Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. (53) Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? (54) Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?’”.

Calvin (tentang Yoh 18:11): “‘Shall I not drink the cup which my Father hath given to me?’ This appears to be a special reason why Christ ought to be silent, that he might be ‘led as a lamb to be sacrificed,’ (Isaiah 53:7;) but it serves the purpose of an example, for the same patience is demanded from all of us. Scripture compares afflictions to medicinal draughts; for, as the master of a house distributes meat and drink to his children and servants, so God has this authority over us, that he has a right to treat every one as he thinks fit; and whether he cheers us by prosperity, or humbles us by adversity, he is said to administer a sweet or a bitter draught. The draught appointed for Christ was, to suffer the death of the cross for the reconciliation of the world. He says, therefore, that he must ‘drink the cup which his Father’ measured out and delivered to him. In the same manner we, too, ought to be prepared for enduring the cross.” [= ‘Bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepadaKu?’ Ini kelihatannya merupakan suatu alasan khusus mengapa Kristus harus diam, supaya Ia bisa ‘dibawa seperti anak domba untuk dikorbankan’, (Yes 53:7); tetapi itu juga berguna sebagai suatu contoh / teladan, karena kesabaran yang sama dituntut dari semua kita. Kitab Suci membandingkan penderitaan-penderitaan dengan cairan obat; karena, seperti Tuan dari sebuah rumah membagikan daging / makanan dan minuman kepada anak-anak dan pelayan-pelayannya, demikian juga Allah mempunyai otoritas ini atas kita, sehingga Ia mempunyai suatu hak untuk memperlakukan setiap kita seperti yang Ia anggap cocok; dan apakah Ia menggembirakan kita dengan kesuksesan / kekayaan, atau merendahkan kita dengan penderitaan / bencana, Ia dikatakan memberikan suatu minuman obat yang manis atau pahit. Cairan obat yang ditetapkan untuk Kristus adalah untuk menderita / mengalami kematian dari salib untuk pendamaian dunia. Karena itu, Ia mengatakan, bahwa Ia harus ‘meminum cawan yang BapaNya’ curahkan dan berikan kepadaNya. Dengan cara yang sama, kita juga harus disiapkan untuk menahan salib.].

3) Dalam keadaan bahaya / kritis, doktrin ini memberikan ketenangan kepada kita.

John Calvin: “Secondly, they may safely rest in the protection of him to whose will are subject all the harmful things which, whatever their source, we may fear; whose authority curbs Satan with all his furies and his whole equipage; and upon whose nod depends whatever opposes our welfare. And we cannot otherwise correct or allay these uncontrolled and superstitious fears, which we repeatedly conceive at the onset of dangers. We are superstitiously timid, I say, if whenever creatures threaten us or forcibly terrorize us we become as fearful as if they had some intrinsic power to harm us, or might wound us inadvertently and accidentally, or there were not enough help in God against their harmful acts.” [= Kedua, mereka bisa dengan aman beristirahat / bersandar pada perlindungan dari Dia, bagi kehendak siapa semua hal-hal yang membahayakan tunduk, yang apapun sumber mereka, bisa kita takuti; yang otoritasnya mengekang / mengendalikan Iblis dengan semua kemarahannya dan seluruh perlengkapannya; dan pada anggukan siapa tergantung apapun yang menentang kesejahteraan kita. Dan kalau tidak kita tidak bisa mengkoreksi atau menenangkan / mengurangi rasa takut yang tak terkontrol dan bersifat takhyul ini, yang berulang-ulang kita pikirkan pada permulaan dari bahaya-bahaya. Kita takut-takut secara takhyul, saya katakan, jika kapanpun makhluk-makhluk ciptaan mengancam kita atau secara kuat menteror kita, kita menjadi setakut seakan-akan mereka mempunyai suatu kuasa yang bersifat hakiki untuk merugikan kita, atau bisa melukai kita secara tidak sengaja dan secara kebetulan, atau di sana tidak ada pertolongan yang cukup dalam Allah terhadap tindakan-tindakan mereka yang merugikan / membahayakan.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 3.

John Calvin: “Therefore the Christian heart, since it has been thoroughly persuaded that all things happen by God’s plan, and that nothing takes place by chance, will ever look to him as the principal cause of things, yet will give attention to the secondary causes in their proper place. Then the heart will not doubt that God’s singular providence keeps watch to preserve it, and will not suffer anything to happen but what may turn out to its good and salvation.” [= Karena itu hati orang Kristen, karena itu telah secara mutlak / sepenuhnya diyakinkan bahwa segala sesuatu terjadi oleh rencana Allah, dan bahwa tak ada apapun yang terjadi oleh kebetulan, akan selalu memandang kepada Dia sebagai penyebab utama dari hal-hal, tetapi akan memberi perhatian pada penyebab-penyebab kedua dalam tempat mereka yang tepat. Karena itu hati itu tidak akan meragukan bahwa Providensia Allah yang bersifat individuil tetap menjaga untuk memeliharanya, dan tidak akan membiarkan apapun terjadi kecuali yang bisa menghasilkan / berakhir dengan kebaikan dan keselamatannya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 6.

John Calvin: “11. CERTAINTY ABOUT GOD’S PROVIDENCE PUTS JOYOUS TRUST TOWARD GOD IN OUR HEARTS. Yet, when that light of divine providence has once shone upon a godly man, he is then relieved and set free not only from the extreme anxiety and fear that were pressing him before, but from every care. For as he justly dreads fortune, so he fearlessly dares commit himself to God. His solace, I say, is to know that his Heavenly Father so holds all things in his power, so rules by his authority and will, so governs by his wisdom, that nothing can befall except he determine it.” [= 11. KEPASTIAN TENTANG PROVIDENSIA ALLAH MEMBERIKAN KEPERCAYAAN YANG BERSIFAT SUKACITA TERHADAP ALLAH DALAM HATI KITA. Tetapi, pada waktu terang dari Providensia ilahi itu sekali telah bersinar pada seorang manusia yang saleh, maka ia dibebaskan dari kekuatiran dan dibebaskan bukan hanya dari kekuatiran dan rasa takut yang extrim yang tadinya menekan dia, tetapi dari setiap kekuatiran. Karena sebagaimana ia secara benar takut terhadap nasib, demikian juga ia dengan tanpa rasa takut berani menyerahkan dirinya sendiri kepada Allah. Penghiburannya, saya katakan, adalah mengetahui bahwa Bapa Surgawinya begitu memegang segala sesuatu dalam kuasaNya, begitu mengendalikan oleh otoritas dan kehendakNya, begitu memerintah oleh hikmatNya, sehingga tak ada apapun bisa menimpa kecuali Ia menentukannya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 11.

Misalnya anak saudara mengalami kecelakaan dan pendarahan yang parah. Ini dengan mudah membuat saudara menjadi kuatir, takut dan bahkan panik. Tetapi kalau pada saat itu saudara bisa mengingat dan mempercayai bahwa Allah toh sudah menetapkan segala sesuatu (termasuk apakah anak itu akan sembuh atau akan mati), dan bahwa Allah mengontrol segala sesuatu sehingga ketetapanNya itu pasti terjadi, maka saudara akan berhenti kuatir. Mengapa?

a) Karena kekuatiran toh tidak akan mengubah ketetapan Allah.

Bandingkan ini dengan Mat 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.

b) Karena ketetapan Allah itu pasti ditujukan untuk kebaikan saudara (Ro 8:28 Yer 29:11). Tetapi ingat bahwa ini hanya berlaku kalau saudara adalah anak Allah.

Saudara memang tetap harus melakukan hal yang terbaik (dan benar!) untuk anak saudara itu, tetapi saudara bisa melakukannya dengan tenang.

4) Bisa mencegah kita dari tindakan berbuat dosa dalam ‘keadaan terpaksa’.

Contoh: Yesus sendiri dalam Matius 4:1-4.

Mat 4:1-4 - “(1) Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis. (2) Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus. (3) Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepadaNya: ‘Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.’ (4) Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.’”.

Ia digoda untuk mengubah batu menjadi roti. Kalau Yesus mau menuruti godaan itu, maka:

a) Ia menggunakan kekuatanNya untuk diriNya sendiri / secara egois.

b) Ia bersandar pada kekuatanNya dan usahaNya sendiri, bukan kepada BapaNya.

Yesus menolak godaan itu dengan berkata: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Mat 4:4). Ada 2 penafsiran tentang arti dari kata-kata ‘setiap firman yang keluar dari mulut Allah’ ini:

1. Ini menunjuk pada Firman Allah atau pengajaran Kitab Suci.

Kalau diambil arti ini, maka seluruh jawaban Yesus itu maksudnya adalah: karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa / roh, maka manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi juga dari Firman Allah / pengajaran Kitab Suci.

Tetapi penafsiran ini rasanya tidak cocok dengan:

a. Konteks Mat 4:3-4 / Lukas 4:3-4.

Setan menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti, dan Yesus menjawab: manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari pengajaran Kitab Suci. Ini tidak cocok.

b. Ul 8:3 (dari mana Yesus mengutip kata-kata itu), yang lengkapnya berbunyi: “Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN.”.

Kalau kata-kata ‘segala yang diucapkan TUHAN’ itu diartikan pengajaran Kitab Suci, maka Ul 8:3 itu juga menjadi kacau artinya.

2. Ini menunjuk pada kehendak Allah (Calvin).

Calvin (tentang Mat 4:4): “In like manner, the Apostle says, that he ‘upholdeth all things by his powerful word’ (Hebrews 1:3;) that is, the whole world is preserved, and every part of it keeps its place, by the will and decree of Him, whose power, above and below, is everywhere diffused.” [= Dengan cara yang sama, sang rasul berkata bahwa Ia ‘menopang segala yang ada dengan firmanNya yang penuh kekuasaan’ (Ibr 1:3); artinya, seluruh dunia / alam semesta dipelihara, dan setiap bagiannya dijaga pada tempatnya, oleh kehendak dan ketetapanNya, yang kuasaNya, di atas dan di bawah, tersebar dimana-mana.].

Ibrani 1:3 - “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firmanNya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi,”.

Maksud Calvin adalah: kalau kata ‘firman’ dalam Ibr 1:3 itu bisa diartikan ‘kehendak Allah’, maka dalam Mat 4:4 kata ini juga bisa ditafsirkan seperti itu.

Jadi maksud Yesus adalah: sekalipun tidak ada roti, kalau Allah menghendaki Ia hidup, Ia akan hidup. Penaf­siran ini lebih cocok dengan konteks Mat 4:3-4 maupun Ul 8:3!

Kalau kita menerima penafsiran Calvin ini, maka ini menunjukkan bahwa kepercayaan Yesus terhadap kehendak / rencana Allah itu ternyata berguna untuk mencegah Dia dari berbuat dosa sekalipun keadaan KELIHATANNYA MEMAKSA Dia untuk melakukan hal itu. Karena itu, pada waktu saudara ada dalam keadaan dimana saudara KELIHATANNYA HARUS berbuat dosa, apakah itu mencuri, berdusta atau apapun juga, renungkan doktrin Providence of God ini!

Karena adanya manfaat-manfaat yang luar biasa itu maka doktrin Providence of God ini harus diajarkan!!

Loraine Boettner: “The doctrine of sovereign Predestination, as well as the other distinctive doctrines of the Calvinistic system, should be publicly taught and preached in order that true believers may know themselves to be special objects of God’s love and mercy, and that they may be confirmed and strengthened in the assurance of their salvation. What a misfortune it is for the truth which reflects so much glory upon its Author and which is the very foundation of happiness in man to be suppressed or to be confined merely to those who are specializing in Theology! For the Christian this should be one of the most comforting doctrines in all the Scriptures. Furthermore, there is scarcely a distinctive Christian doctrine that can be preached in its purity and fullness without a reference to Predestination. ... Concerning the place of the doctrine of Predestination in the Christian system, Zanchius writes as follows: ‘The whole circle of arts have a kind of mutual bond and connection, and by a sort of reciprocal relationship are held together and interwoven with each other. Much the same may be said of this important doctrine; it is the bond which connects and keeps together the whole Christian system, which, without this, is like a system of sand, ever ready to fall to pieces. It is the cement which holds the fabric together; nay, it is the very soul that animates the whole frame. It is so blended and interwoven with the entire scheme of Gospel doctrine that when the former is excluded, the latter bleeds to death.’ We are commanded to go and ‘preach the gospel’; but in so far as any part of it is mutilated or passed over in silence we are unfaithful to that command. Certainly no Christian minister is at liberty to take his scissors and cut out of his Bible all of those passages which are not to his liking. Yet for all practical purposes is not that the effect when important doctrines are deliberately passed over in silence? Paul could say to his Christian converts, ‘I shrank not from declaring unto you anything that was profitable’; and again, ‘I testify unto you this day, that I am pure from the blood of all men. For I shrank not from declaring unto you the whole counsel of God,’ Acts 20:20, 26, 27. If the Christian minister today would be able to say this, let him beware of withholding such important truth. ... Augustine rebuked those in his day who were passing over the doctrine of Predestination in silence, and when he was sometimes charged with preaching it too freely he refuted the charge by saying that where Scripture leads we may follow. Luther, and especially Calvin, strongly emphasized these truths, and Calvin developed them so clearly and forcefully that the system has ever since been called ‘Calvinism.’ ... It was Calvin’s conviction that the doctrine of Election should be made the very center of the Church’s confession, and that if it were not thus emphasized the Church should be prepared to see this wonderful doctrine buried and forgotten. The correctness of his views is shown by the fact that those groups which did not emphasize it, whether in England, Scotland, Holland, the United States, or Canada, have, for all practical purposes, lost it completely.” [= Doktrin dari / tentang Predestinasi yang berdaulat, maupun doktrin-doktrin khas yang lain dari sistim Calvinisme, harus diajarkan dan diberitakan / dikhotbahkan secara umum, supaya orang-orang percaya yang sejati bisa mengetahui bahwa diri mereka sendiri adalah obyek-obyek khusus dari kasih dan belas kasihan Allah, dan bahwa mereka bisa diteguhkan dan dikuatkan dalam keyakinan keselamatan mereka. Betul-betul merupakan suatu kesialan jika kebenaran yang menyatakan / membawa begitu banyak kemuliaan bagi Penciptanya dan yang merupakan dasar kebahagiaan dalam diri manusia harus ditekan atau dibatasi semata-mata untuk mereka yang mengkhususkan diri dalam Theologia! Bagi orang Kristen doktrin ini harus menjadi salah satu dari doktrin-doktrin yang paling menghibur dalam seluruh Kitab Suci. Selanjutnya, di sana hampir tidak ada suatu doktrin Kristen yang khas yang bisa diberitakan / dikotbahkan dalam kemurnian dan kepenuhannya tanpa suatu hubungan dengan Predestinasi. ... Berkenaan dengan tempat dari doktrin Predestinasi dalam sistim Kristen, Zanchius menulis sebagai berikut: ‘Seluruh lingkungan / lingkaran dari seni mempunyai sejenis ikatan dan hubungan timbal balik, dan oleh sejenis hubungan timbal balik digabungkan bersama-sama dan dijalin satu dengan yang lain. Secara sama bisa dikatakan tentang doktrin yang penting ini; itu adalah ikatan yang menghubungkan dan menjaga bersama-sama seluruh sistim Kristen, yang tanpa ini, adalah seperti suatu sistim dari tanah, selalu siap untuk hancur berkeping-keping. Itu adalah semen yang memegang fondasi bersama; tidak, itu adalah jiwa yang menghidupkan seluruh struktur. Itu begitu dicampur dan dijalin dengan seluruh skhema dari doktrin Injil sehingga pada waktu yang terdahulu dikeluarkan / dibuang, yang belakangan mengalami pendarahan sampai mati’. Kita diperintahkan untuk pergi dan ‘memberitakan Injil’; tetapi jika bagian manapun darinya dipotong atau dilewati secara ke-diam-an, kita tidak setia pada perintah itu. Pastilah tak ada pelayan / pendeta Kristen yang bebas untuk mengambil guntingnya dan memotong dari Alkitabnya semua text-text yang tidak sesuai dengan kesenangannya. Tetapi secara hakiki, bukankah itu adalah hasilnya pada waktu doktrin-doktrin penting secara sengaja dilewati dalam ke-diam-an? Paulus bisa berkata kepada petobat-petobat Kristennya, ‘Aku tidak mengkerut / takut dari menyatakan kepadamu apapun yang berguna’; dan lagi, ‘Aku bersaksi kepadamu hari ini, bahwa aku murni dari darah dari semua orang. Karena aku tidak mengkerut / takut dari menyatakan kepadamu seluruh rencana Allah’, Kisah 20:20,26,27. Jika pelayan / pendeta Kristen jaman sekarang bisa mengatakan hal ini, hendaklah ia berhati-hati dari / tentang menahan kebenaran yang begitu penting. ... Agustinus mencela / memarahi mereka pada jamannya yang melewati doktrin Predestinasi dalam ke-diam-an, dan pada waktu ia kadang-kadang dituduh dengan memberitakannya secara terlalu bebas, ia membantah tuduhan itu dengan mengatakan bahwa dimana Kitab Suci membimbing, kita bisa / boleh mengikut. Luther, dan khususnya Calvin, secara kuat menekankan kebenaran-kebenaran ini, dan Calvin mengembangkan mereka dengan begitu jelas dan kuat sehingga sistim itu sejak saat itu disebut ‘Calvinisme’. ... Merupakan keyakinan Calvin bahwa doktrin tentang Pemilihan harus dibuat menjadi pusat dari pengakuan iman Gereja, dan bahwa seandainya itu tidak ditekankan seperti itu Gereja harus siap untuk melihat doktrin yang luar biasa / sangat bagus ini dikubur dan dilupakan. Kebenaran dari pandangannya ditunjukkan oleh fakta bahwa kelompok-kelompok yang tidak menekankannya itu, apakah di Inggris, Skotlandia, Belanda, Amerika Serikat, atau Kanada, secara hakiki, kehilangan doktrin itu sama sekali.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 344,345,346.

Kis 20:20,26-27 - “(20) Sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. SEMUA kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu; ... (26) Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akan binasa. (27) Sebab aku tidak lalai memberitakan SELURUH maksud Allah kepadamu.”.

Loraine Boettner melanjutkan dengan suatu peringatan!

Loraine Boettner: “The doctrine of Predestination is a doctrine for genuine Christians. Considerable caution should be exercised in preaching it to the unconverted. It is almost impossible to convince a non-Christian of its truthfulness, and in fact the heart of the unregenerate man usually revolts against it. If it is stressed before the simpler truths of the Christian system are mastered, it will likely be misunderstood and in that case it may only drive the person into deeper despair. In preaching to the unconverted or to those who are just beginning the Christian life, our part consists mainly in presenting and stressing man’s part in the work of salvation, - faith, repentance, moral reform, etc. These are the elementary steps so far as man’s consciousness extends. At that early stage little need be said about the deeper truths which relate to God’s part. As in the study of Mathematics we do not begin with algebra and calculus but with the simple problems of arithmetic, so here the better way is to first present the more elementary truths. Then after the person is saved and has traveled some distance in the Christian way he comes to see that in his salvation God’s work was primary and his was only secondary, that he was saved through grace and not by his own works. As Calvin himself put it, the doctrine of Predestination is ‘not a matter for children to think much about’; and Strong says, ‘This doctrine is one of those advanced teachings of Scripture which requires for its understanding a mature mind and a deep experience. The beginner in the Christian life may not see its value or even its truth, but with increasing years it will become a staff to lean upon.’ But while it is true that this doctrine cannot be adequately appreciated by the unconverted nor by those who are just beginning the Christian life, it should be the common property of all those who have traveled some distance in that way. It is worthy of notice that in developing his ‘Institutes’ Calvin did not treat the doctrine of Predestination in the early chapters. He first developed the other doctrines of the Christian system and deliberately passed over this even in several cases where we might naturally have expected to find it. Then in the last part of his theological discussion it is developed fully and is made the crown and glory of the entire system.” [= Doktrin Predestinasi adalah suatu doktrin bagi orang-orang Kristen yang sejati / asli. Sikap hati-hati yang besar harus digunakan dalam memberitakannya kepada orang-orang yang belum bertobat. Adalah hampir mustahil untuk meyakinkan seorang non Kristen tentang kebenarannya, dan sebenarnya hati dari orang yang belum dilahir-barukan biasanya memberontak terhadapnya / menentangnya. Jika doktrin ini ditekankan sebelum kebenaran-kebenaran yang lebih sederhana dari sistim Kristen dikuasai, itu sangat mungkin akan disalah-mengerti, dan dalam kasus itu, itu hanya akan mendorong orang itu pada keputus-asaan yang lebih dalam. Dalam memberitakan kepada orang-orang yang belum bertobat atau kepada mereka yang sedang baru memulai kehidupan Kristen, bagian kita terutama terdiri dari memberikan / memperkenalkan dan menekankan bagian manusia dalam pekerjaan keselamatan, - iman, pertobatan, reformasi moral, dsb. Ini adalah langkah-langkah dasar sejauh yang dijangkau oleh kesadaran manusia. Pada tingkat awal itu sedikit yang perlu dikatakan tentang kebenaran-kebenaran yang lebih dalam yang berhubungan dengan bagian Allah. Seperti dalam pelajaran Matematik kita tidak memulai dengan Aljabar dan Kalkulus tetapi dengan problem-problem yang sederhana dari Aritmatika, demikian juga di sini cara yang lebih baik adalah pertama-tama memberikan kebenaran-kebenaran yang lebih bersifat dasari. Lalu setelah orang itu diselamatkan dan telah berjalan pada jarak tertentu dalam jalan Kristen ia bisa melihat bahwa dalam keselamatannya pekerjaan Allah bersifat primer dan pekerjaannya hanya bersifat sekunder, bahwa ia diselamatkan melalui kasih karunia dan bukan oleh pekerjaannya sendiri. Seperti Calvin sendiri menyatakannya, doktrin Predestinasi ‘bukanlah suatu persoalan untuk anak-anak untuk berpikir banyak tentangnya’; dan Strong berkata, ‘Doktrin ini adalah salah satu dari ajaran-ajaran Kitab Suci lanjutan yang untuk pengertiannya membutuhkan suatu pikiran yang matang dan suatu pengalaman yang dalam. Pemula dalam hidup Kristen bisa tidak melihat nilainya atau bahkan kebenarannya, tetapi dengan bertambahnya tahun-tahun itu menjadi suatu tongkat untuk bersandar’. Tetapi sekalipun adalah benar bahwa doktrin ini tidak bisa dihargai secara cukup oleh orang-orang yang belum bertobat ataupun oleh mereka yang baru memulai kehidupan Kristen, itu harus menjadi milik umum dari semua mereka yang telah berjalan dalam jarak tertentu dalam jalan itu. Patut diperhatikan bahwa dalam mengembangkan ‘Institusio’nya Calvin tidak menangani doktrin Predestinasi dalam pasal-pasal awal. Ia mula-mula mengembangkan doktrin-doktrin yang lain dari sistim Kristen dan secara sengaja melewati doktrin ini bahkan dalam beberapa kasus dimana kita secara wajar bisa telah mengharapkan untuk menemukannya. Lalu dalam bagian terakhir dari diskusi theologianya itu dikembangkan secara penuh dan dibuat sebagai mahkota dan kemuliaan dari seluruh sistim.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 348-349.

PROVIDENCE OF GOD (30)

VIII. KUTIPAN-KUTIPAN PENDUKUNG

Bahwa apa yang saya ajarkan di atas memang adalah ajaran Calvinisme / Reformed yang sejati, dan bukannya ajaran Hyper-Calvinisme, saya buktikan di bawah ini dengan mengutip dari tulisan-tulisan John Calvin, dari Westminster Confession of Faith (Pengakuan Iman dari gereja-gereja Presbyterian / Reformed di Amerika), dan dari tulisan-tulisan para ahli Theologia / penafsir Reformed.

Memang dalam penjelasan / pelajaran di depan saya sudah banyak mengutip, tetapi itu hanya sebagian kecil, dan di sini saya memberi kutipan-kutipan jauh lebih banyak. Perlu saya tekankan sekali lagi bahwa tujuan saya memberikan kutipan-kutipan yang banyak di bawah ini, bukanlah untuk membuktikan kebenaran dari doktrin Providence of God ini. Bukti dan dasar Kitab Suci dari doktrin Providence of Godtelah saya berikan di depan.

Saya tidak memberikan kutipan-kutipan ini secara sistimatis, karena tujuan saya memberikan kutipan-kutipan ini hanyalah untuk membuktikan bahwa doktrin Providence of God yang saya ajarkan ini memang merupakan ajaran Refomed yang dipercaya dan diajarkan oleh John Calvin dan ahli-ahli theologia Reformed yang lain, dan bukannya merupakan Hyper-Calvinisme. Khususnya untuk orang-orang yang mendengar tuduhan, atau lebih tepat fitnahan, bahwa saya adalah seorang Hyper-Calvinist atau ajaran saya sebagai Hyper-Calvinisme, saya berharap saudara mau membaca kutipan-kutipan di bawah ini.

John Calvin: “God’s providence, as it is taught in Scripture, is opposed to fortune and fortuitous happenings.” [= Providensia Allah, seperti yang diajarkan oleh Kitab Suci, bertentangan dengan nasib baik dan kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.

John Calvin: “2. THERE IS NO SUCH THING AS FORTUNE OR CHANCE. That this difference may better appear, we must know that God’s providence, as it is taught in Scripture, is opposed to fortune and fortuitous happenings. Now it has been commonly accepted in all ages, and almost all mortals hold the same opinion today, that all things come about through chance. What we ought to believe concerning providence is by this depraved opinion most certainly not only beclouded, but almost buried. Suppose a man falls among thieves, or wild beasts; is shipwrecked at sea by a sudden gale; is killed by a falling house or tree. Suppose another man wandering through the desert finds help in his straits; having been tossed by the waves, reaches harbor; miraculously escapes death by a finger’s breadth. Carnal reason ascribes all such happenings, whether prosperous or adverse, to fortune. But anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered (Matthew 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all events are governed by God’s secret plan.” [= 2. DI SANA TIDAK ADA NASIB BAIK ATAU KEBETULAN. Supaya perbedaan ini bisa terlihat dengan lebih baik, kita harus tahu bahwa Providensia Allah, seperti yang diajarkan dalam Kitab Suci, bertentangan dengan nasib baik dan kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan. Memang itu telah diterima secara umum dalam semua jaman, dan hampir semua orang memegang / mempercayai pandangan yang sama pada saat ini, bahwa segala sesuatu terjadi melalui kebetulan. Apa yang harus kita percaya berkenaan dengan Providensia hampir pasti bukan hanya dikaburkan, tetapi hampir dikuburkan, oleh pandangan jahat ini. Misalnya seseorang jatuh diantara pencuri-pencuri, atau binatang-binatang liar; mengalami kapal karam di laut oleh suatu badai yang mendadak; dibunuh oleh suatu rumah atau pohon yang roboh. Misalnya seorang lain yang mengembara melalui padang pasir menemukan pertolongan dalam kesukaran / kebutuhannya; setelah diombang-ambingkan oleh gelombang-gelombang, mencapai pelabuhan; secara mujijat nyaris tidak lolos dari kematian. Akal yang bersifat daging menganggap semua kejadian-kejadian seperti itu, apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan, berasal dari kebetulan / nasib. Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian / peristiwa diatur oleh rencana rahasia Allah.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.

John Calvin: “For he is deemed omnipotent, not because he can indeed act, yet sometimes ceases and sits in idleness, or continues by a general impulse that order of nature which he previously appointed; but because, governing heaven and earth by his providence, he so regulates all things that nothing takes place without his deliberation.” [= Karena Ia dianggap mahakuasa, bukan karena Ia bisa sungguh-sungguh bertindak, tetapi kadang-kadang berhenti dan duduk bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa, atau bertindak terus oleh suatu dorongan umum yang memerintah alam yang telah lebih dulu Ia tetapkan; tetapi karena Ia memerintah langit dan bumi oleh providensiaNya, dan Ia mengatur segala sesuatu sedemikian rupa sehingga tidak ada suatu apapun yang terjadi tanpa pertimbanganNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 3.

John Calvin: “... providence means not that by which God idly observes from heaven what takes place on earth, but that by which, as keeper of the keys, he governs all events.” [= ... providensia tidak berarti sesuatu dengan mana Allah dengan bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa mengawasi dari surga apa yang terjadi di bumi, tetapi sesuatu dengan mana, seperti seorang penjaga kunci, Ia memerintah segala kejadian / peristiwa.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 4.

John Calvin: “... it is certain that not one drop of rain falls without God’s sure command.” [= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun yang jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.

John Calvin: “... nothing at all in the world is undertaken without his determination, shows that things seemingly most fortuitous are subject to him.”[= ... sama sekali tidak ada sesuatupun dalam dunia yang dilakukan / dijalankan tanpa penentuanNya, menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya sangat bersifat kebetulan tunduk kepadaNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 6.

John Calvin: “... we make God the ruler and governor of all things, who in accord­ance with his wisdom has from the farthest limit of eternity decreed what he was going to do, and now by his might carries out what he has decreed. From this we declare that not only heaven and earth and the inanimate creatures, but also the plans and intentions of men, are so governed by his providence that they are borne by it straight to their appointed end.” [= ... kami membuat Allah pengatur dan pemerintah segala sesuatu, yang sesuai dengan kebijaksanaanNya telah menetapkan sejak batas terjauh dari kekekalan apa yang akan Ia lakukan, dan sekarang dengan kuasaNya melaksanakan apa yang telah Ia tetapkan. Dari sini kami menyatakan bahwa bukan hanya surga dan bumi dan makhluk tak bernyawa, tetapi juga rencana dan maksud manusia begitu diperintah / diatur oleh providensiaNya sehingga mereka dilahirkan olehnya langsung menuju tujuan yang ditetapkan bagi mereka.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 8.

John Calvin: “Does nothing happen by chance, nothing by contingency? I reply: Basil the Great has truly said that ‘fortune’ and ‘chance’ are pagan terms, with whose significance the minds of the godly ought not to be occu­pied. For if every success is God’s blessing, and calamity and adversity his curse, no place now remains in human affairs for fortune or chance.” [= Apakah tidak ada yang terjadi secara kebetulan? Saya menjawab: Basil yang Agung secara benar telah berkata bahwa ‘nasib baik’ dan ‘kebetulan’ adalah istilah kafir, dan pikiran orang benar tidak seharusnya diisi dengan istilah itu. Karena jika setiap sukses adalah berkat Allah, dan malapetaka dan kemalangan adalah kutukanNya, tidak ada tempat tertinggal dalam hidup manusia untuk nasib baik atau kebetulan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 8.

John Calvin: “... thieves and murderers and other evildoers are the instruments of divine providence, and the Lord himself uses these to carry out the judgments that he has determined with himself. Yet I deny that they can derive from this any excuse for their evil deeds.” [= ... pencuri dan perampok dan pembuat kejahatan yang lain adalah alat dari providensia ilahi, dan Tuhan sendiri menggunakan mereka untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang telah Ia tentukan dengan diriNya sendiri. Tetapi saya menyangkal bahwa mereka bisa mendapatkan dari sini alasan / dalih untuk tindakan-tindakan mereka yang jahat.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.

John Calvin: “Now the mode of accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself, but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider that this expression has been taken from our human experience; because God, whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and angered. So we ought not to understand anything else under the word ‘repentance’ than change of action, ...” [= Cara penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.

John Calvin: “... neither God’s plan nor his will is reversed, nor his volition altered; but what he had from eternity foreseen, approved, and decreed, he pursues in uninterrupted tenor, however sudden the variation may appear in men’s eyes.” [= ... baik rencana Allah maupun kehendakNya tidak berbalik, juga kemauanNya tidak berubah; tetapi apa yang dari kekekalan telah Ia lihat lebih dulu, setujui / restui, dan tetapkan, Ia ikuti / kejar dengan arah yang tak terganggu, betapapun mendadaknya perubahan terlihat dalam pandangan manusia.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.

John Calvin: “God wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be God’s judgment, the figment of bare permission vanishes: because it would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and not also to decree it and to command its execution by his ministers.” [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

John Calvin: “Those who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than evident that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence, substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance events, and his judgments thus depended upon human will.” [= Mereka yang mengetahui ayat-ayat Kitab Suci secara cukup, melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

John Calvin: “Likewise in Isaiah, He declares that he will send the Assyrians against the deceitful nation and will command them ‘to take spoil and seize plunder’ (Isa 10:6) - not because he would teach impious and obstinate men to obey him willingly, but because he will bend them to execute his judgments, as if they bore his commandments graven upon their hearts; from this it appears that they had been impelled by God’s sure determination. I confess, indeed, that it is often by means of Satan’s intervention that God acts in the wicked, but in such a way that Satan performs his part by God’s impulsion and advances as far as he is allowed.” [= Demikian juga dalam Yesaya, Ia menyatakan bahwa Ia akan mengirim orang Asyur terhadap bangsa yang berdusta dan akan memerintahkan mereka ‘untuk melakukan perampasan dan penjarahan’ (Yesaya 10:6) - bukan karena Ia akan mengajar orang-orang jahat dan keras kepala untuk mentaatiNya secara sukarela, tetapi karena Ia akan membengkokkan mereka untuk melaksanakan penghakimanNya; seakan-akan mereka mempunyai perintahNya tertulis dalam hati mereka; dari sini terlihat bahwa mereka dipaksa oleh penentuan yang pasti dari Allah. Saya mengakui bahwa seringkali Allah bertindak dalam diri orang jahat dengan menggunakan intervensi Setan, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga Setan melakukan bagiannya oleh dorongan Allah dan bergerak maju sejauh ia diijinkan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 2.

John Calvin: “To sum up, since God’s will is said to be the cause of all things, I have made his providence the determination principle for all human plans and works, not only in order to display its force in the elect, who are ruled by the Holy Spirit, but also to compel the reprobate to obedience.” [= Kesimpulannya, karena kehendak Allah dikatakan sebagai penyebab dari segala sesuatu, saya telah membuat providensiaNya suatu prinsip yang menentukan untuk semua rencana dan pekerjaan manusia, bukan hanya untuk menunjukkan kekuatannya dalam diri orang pilihan, yang dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi juga untuk memaksa orang yang ditetapkan binasa pada ketaatan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 2.

John Calvin: “Yet God’s will is not therefore at war with itself, nor does it change, nor does it pretend not to will what he wills. But even though his will is one and simple in him, it appears manifold to us because, on account of our mental incapacity, we do not grasp how in divers ways it wills and does not will something to take place. ... when we do not grasp how God wills to take place what he forbids to be done, let us recall our mental incapacity, and at the same time consider that the light in which God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim 6:16), because it is overspread with darkness.” [= Tetapi itu tidak menyebabkan kehendak Allah berperang / bertentangan dengan dirinya sendiri, juga tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah, atau hanya berpura-pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki. Tetapi sekalipun kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam Dia, tetapi itu terlihat bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh ketidakmampuan otak kita, kita tidak mengerti bagaimana dalam cara yang berbeda kehendakNya menghendaki dan tidak menghendaki sesuatu untuk terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti bagaimana Allah menghendaki terjadi apa yang Ia larang untuk dilakukan, biarlah kita mengingat ketidakmampuan otak kita, dan pada saat yang sama memikirkan bahwa terang dimana Allah tinggal bukan tanpa alasan disebut tak terhampiri (1Tim 6:16), karena itu dilingkupi dengan kegelapan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.

John Calvin: “... so that in a wonderful and ineffable manner nothing is done without God’s will, not even that which is against his will. For it would not be done if he did not permit it, yet he does not unwillingly permit it, but willingly; nor would he, being good, allow evil to be done, unless being also almighty he could make good even out of evil.’” [= ... sehingga dalam cara yang indah dan tidak terkatakan tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa kehendak Allah, bahkan apa yang bertentangan dengan kehendakNya. Karena itu tidak akan terjadi jika Ia tidak mengijinkannya, tetapi Ia tidak mengijinkannya dengan terpaksa, tetapi dengan sukarela; dan Ia, karena Ia adalah baik, tidak akan mengijinkan kejahatan terjadi, kecuali Ia, yang juga adalah mahakuasa, bisa membuat yang baik bahkan dari hal yang jahat’.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.

Catatan: bagian ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus.

Ajaran Calvin tentang ‘Providence of God’ bisa dibaca secara keseluruhan dalam - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI-XVIII.
====================================================
‘Westminster Confession of Faith’:

Chapter II, 1: “... God, ... working all things according to the counsel of His own immutable and most righteous will,” [= ... Allah ... mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan rencana dari kehendakNya sendiri yang tetap / tak bisa berubah dan paling benar,].

Chapter III, 1: “God from all eternity, did, by the most wise and holy counsel of His own will, freely and unchangeably ordain whatsoever comes to pass; yet so, as thereby neither is God the author of sin, nor is violence offered to the will of the creatures; nor is the liberty or contingen­cy of second causes taken away, but rather established.” [= Allah dari sejak kekekalan, melakukan, oleh rencana dari kehendakNya sendiri yang paling bijaksana dan suci, dengan bebas dan dengan tidak bisa berubah menetapkan apapun yang akan terjadi; tetapi dengan sedemikian rupa sehingga Allah bukan pencipta dosa, dan tidak digunakan kekerasan / pemaksaan terhadap kehendak dari makhluk-makhluk ciptaan; juga kebebasan atau ketidak-pastian / sifat tergantung dari penyebab kedua tidaklah disingkirkan, tetapi sebaliknya diteguhkan.].

Chapter III, 2: “Although God knows whatsoever may or can come to pass upon all supposed conditions; yet hath He not decreed any thing because He foresaw it as future, or as that which would come to pass upon such conditions.” [= Sekalipun Allah mengetahui apapun yang mungkin atau bisa terjadi dalam segala kondisi yang dimaksudkan, tetapi Ia tidak menetapkan sesuatu apapun karena Ia melihatnya lebih dulu sebagai masa depan, atau sebagai apa yang akan terjadi dalam kondisi seperti itu.].

Chapter V, 1: “God the great Creator of all things, doth uphold, direct, dispose, and govern all creatures, actions, and things, from the greatest even to the least, by His most wise and holy providence, according to His infallible foreknowledge, and the free and immutable counsel of His own will, to the praise of the glory of His wisdom, power, justice, goodness, and mercy.” [= Allah Pencipta yang besar / agung dari segala sesuatu menegakkan, mengarahkan, menentukan / mengatur, dan memerintah semua makhluk ciptaan, tindakan-tindakan dan benda-benda, dari yang terbesar bahkan sampai pada yang terkecil, oleh providensiaNya yang paling bijaksana dan kudus, sesuai dengan pra-pengetahuanNya yang tidak bisa salah, dan rencana dari kehendakNya sendiri yang bebas dan tetap / tak bisa berubah, untuk memuji kemuliaan dari hikmat, kuasa, keadilan, kebaikan, dan belas kasihanNya.].

Chapter V, 4: “The almighty power, unsearchable wisdom, and infinite goodness of God, so far manifest themselves in His providence, that it extendeth itself even to the first fall, and all other sins of angels and men, and that not by a bare permission, but such as hath joined with it a most wise and powerful bounding, and otherwise ordering and governing of them, in a manifold dispensation, to His own holy ends; yet so as the sinfulness thereof proceedeth only from the creature, and not from God; who, being most holy and righteous, neither is nor can be the author or approver of sin.” [= Kuasa yang mahakuasa, hikmat yang tak terselami, dan kebaikan yang tak terbatas dari Allah, begitu jauh memanifestasikan dirinya sendiri dalam providensiaNya, sehingga menjangkau bahkan kejatuhan pertama ke dalam dosa, dan semua dosa-dosa lain dari malaikat dan manusia; dan itu bukan oleh sekedar suatu ijin, tetapi sedemikian rupa sehingga telah menggabungkan dengannya batasan yang paling bijaksana dan kuat, dan selain itu menetapkan / mengatur dan menguasai mereka, dalam berbagai-bagai pengaturan, untuk tujuanNya sendiri yang kudus; tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga keberdosaan dari padanya keluar hanya dari makhluk ciptaan, dan bukan dari Allah, yang karena keberadaanNya yang paling kudus dan benar, bukanlah dan tidak bisa menjadi pencipta atau penyetuju / perestu dari dosa.].

Chapter VI, 1: “Our first parents, being seduced by the subtilty and temptation of Satan, sinned, in eating the forbidden fruit. This their sin, God was pleased, according to His wise and holy counsel, to permit, having purposed to order it to His own glory.” [= Nenek moyang kita yang pertama, setelah digoda oleh kelicinan / kelicikan dan pencobaan Setan, berdosa dengan memakan buah terlarang. Dosa mereka ini, Allah berkenan, menurut rencanaNya yang bijaksana dan kudus, mengijinkannya, setelah menetapkan untuk menentukannya untuk kemuliaanNya sendiri.].
=====================================================

John Owen:

John Owen: “Whatsoever God hath determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure of his will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and immutable;” [= Apapun yang Allah telah tentukan, sesuai dengan rencana dari hikmatNya dan kerelaan kehendakNya, untuk terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh dan tetap / tak bisa berubah;] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.

John Owen: “If God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it must needs be either because he then perceived some goodness in it of which before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness to some state of things which it had not from him; neither of which, without abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the beginning,” [= Jika penentuan Allah tentang sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam waktu, itu pasti disebabkan atau karena Ia pada saat itu melihat suatu kebaikan dalam hal itu yang tidak diketahuiNya sebelumnya, atau karena ada suatu kecelakaan / kebetulan yang melekatkan kebaikan yang sungguh-sungguh pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia; yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan suatu penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya dari semula,] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.

John Owen: “Out of this large and boundless territory of things possible, God by his decree freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things in their proper causes, and how and when they shall some to pass.” [= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi ini, Allah dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan membuat mereka yang tadinya hanya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Pada umumnya orang mengatakan bahwa setelah ketetapan ini, atau seperti dikatakan oleh orang-orang lain dengan lebih tepat lagi, bersama-sama dengan ketetapan itu, terjadilah ‘pengetahuan yang lebih dulu’ dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu dalam penyebab-penyebabnya yang tepat, dan bagaimana dan kapan mereka akan terjadi.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 23.
====================================================
Louis Berkhof:

Louis Berkhof: “Reformed Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to His pre-determined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God ‘worketh all things after the counsel of His will,’ Eph 1:11.” [= Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan dari kekekalan apapun yang akan terjadi, dan mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang bersifat jasmani / alamiah maupun rohani, sesuai dengan rencanaNya yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai sepenuhnya dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’, Ef 1:11.] - ‘Systematic Theology’, hal 100.

Louis Berkhof: “In the case of some things God decided, not merely that they would come to pass, but that He himself would bring them to pass, either immediately, as in the work of creation, or through the mediation of secondary causes, which are continually energized by His power. He himself assumes the responsibility for their coming to pass. There are other things, however, which God included in His decree and thereby rendered certain, but which He did not decide to effectuate Himself, as the sinful acts of His rational creatures.” [= Dalam kasus dari sebagian / beberapa hal, Allah memutuskan, bukan hanya bahwa mereka akan terjadi, tetapi bahwa Ia sendiri akan menyebabkan mereka terjadi, baik secara langsung, seperti dalam pekerjaan penciptaan, atau melalui perantaraan dari ‘penyebab-penyebab kedua’, yang secara terus menerus diberi kekuatan / diaktifkan oleh kuasaNya. Ia sendiri bertanggung jawab atas terjadinya hal-hal itu. Tetapi ada hal-hal lain, yang Allah masukkan dalam ketetapanNya dan dengan demikian dibuat menjadi pasti, tetapi yang Ia putuskan bahwa bukan Ia sendiri yang melaksanakannya, seperti tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhluk rasionilNya.] - ‘Systematic Theology’, hal 103.

Louis Berkhof: “It is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive. By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will. This means that God does not positively work in man ‘both to will and to do,’ when man goes con­trary to His revealed will. It should be carefully noted, however, that this permissive decree does not imply a passive permission of something which is not under the control of the divine will. It is a decree which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God determines (a) not to hinder the sinful self-determination of the finite will; and (b) to regulate and control the result of this sinful self-determination.” [= Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan untuk menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung dan bertindak dalam kehendak terbatas (kehendak manusia) itu. Ini berarti bahwa Allah tidak bekerja secara positif dalam manusia ‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’, pada waktu manusia berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan tidak berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang membuat tindakan berdosa yang akan datang itu pasti secara mutlak, tetapi dalam mana Allah menentukan (a) tidak menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan sendiri oleh kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) mengatur dan mengontrol akibat / hasil dari keputusan berdosa ini.] - ‘Systematic Theology’, hal 105.
=====================================================
Robert L. Dabney:

Robert L. Dabney: “The decrees of God are His eternal purpose according to the counsel of His will, whereby, for His own glory, He hath foreordained whatso­ever comes to pass” [= Ketetapan-ketetapan Allah adalah rencana kekalNya menurut kehendakNya, dengan mana, untuk kemuliaanNya sendiri, Ia telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 121.

Robert L. Dabney: “God’s decree ‘foreordained whatsoever comes to pass;’ there was no event in the womb of the future, the futurition of which was not made certain to God by it.” [= Ketetapan Allah ‘menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi’; tidak ada kejadian / peristiwa dalam kandungan masa yang akan datang, yang ‘akan terjadinya’ tidak dibuat pasti bagi Allah oleh ketetapan itu.] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 213

Robert L. Dabney: “By calling it permissive, we do not mean that their futurition is not certain to God; or that He has not made it certain; we mean that they are such acts as He efficiently brings about by simply leaving the spontaneity of other free agents, as upheld by His providence, to work of itself, under incitements, occasions, bounds and limitations, which His wisdom and power throw around. To this class may be attributed all the acts of rational free agents, except such are evoked by God’s own grace, and especially, all their sinful acts.” [= Dengan menyebutnya ‘bersifat mengijinkan’, kita tidak memaksudkan bahwa ‘akan terjadinya’ hal-hal itu tidak pasti bagi Allah; atau bahwa Ia belum / tidak membuatnya pasti; kita memaksudkan bahwa mereka merupakan tindakan-tindakan yang Ia sebabkan untuk terjadi secara efisien dengan hanya membiarkan spontanitas dari agen-agen bebas lainnya, seperti disokong oleh providensiaNya, bekerja dari dirinya sendiri, di bawah dorongan, kesempatan, ikatan dan pembatasan, yang disebarkan oleh hikmat dan kuasaNya. Yang termasuk dalam golongan ini adalah semua tindakan dari agen bebas yang rasionil, kecuali tindakan yang ditimbulkan oleh kasih karunia Allah sendiri, dan khususnya semua tindakan berdosa mereka.] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 214.
====================================================
B. B. Warfield:

B. B. Warfield: “Throughout the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every event that comes to pass.” [= Dalam sepanjang Perjanjian Lama, dibalik proses-proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan / kuasa pemerintahan Allah yang melaksanakan rencana yang sudah dibentukNya lebih dulu - suatu rencana yang cukup luas untuk mencakup seluruh alam semesta dari hal-hal / benda-benda, cukup kecil / seksama untuk berhubungan dengan detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang terjadi.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 276.

B. B. Warfield: “an all-inclusive plan embracing all that is to come to pass; in accordance with which plan He now governs His universe, down to the least particular, so as to subserve His perfect and unchanging purpose.” [= suatu rencana yang mencakup segala sesuatu yang akan terjadi; sesuai dengan rencana mana Ia sekarang memerintah alam semestaNya, sampai pada hal tertentu yang terkecil, sehingga berguna bagi rencana / tujuanNya yang sempurna dan tak berubah.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 278.

B. B. Warfield: “According to the Old Testament conception, God foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that He brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His own will, and His works of providence are merely the execution of His all-embracing plan.” [= Menurut konsep Perjanjian Lama, Alah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia telah menentukan lebih dulu, dan karena itu juga Ia menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri, dan pekerjaanNya dalam providensia semata-mata merupakan pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup segala sesuatu.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.

B. B. Warfield: “We are never permitted to imagine, to be sure, that God is the author of sin, either in the world at large or in any individual soul ... But neither is God’s relation to the sinful acts of His creatures ever represented as purely passive: ... Nevertheless, it remains true that even the evil acts of the creature are so far carried back to God that they too are affirmed to be included in His all-embracing decree, and to be brought about, bounded and utilized in His providential government. It is He that hardens the heart of the sinner that persists in his sin (Ex. 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Deut. 2:30, Jos. 11:20, Isa. 63:17); it is from Him that the evil spirits proceed that trouble sinners (1Sam. 16:14, Judg. 9:23, 1Kings 22, Job 1); it is of Him that the evil impulses that rise in sinners’ hearts take this or that specific form (2Sam. 24:1).” [= Tentu saja kita tidak pernah boleh membayangkan bahwa Allah adalah pencipta dosa, baik dalam dunia secara umum atau dalam setiap jiwa individu manapun ... Tetapi hubungan Allah dengan tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhlukNya tidak pernah digambarkan sebagai pasif secara murni: ... Sekalipun demikian, adalah benar bahwa bahkan tindakan-tindakan jahat dari makhluk ciptaan dibawa kembali kepada Allah sedemikian rupa sehingga mereka juga disahkan / ditegaskan untuk termasuk dalam ketetapanNya yang mencakup segala sesuatu, dan disebabkan untuk terjadi, dibatasi dan digunakan dalam pemerintahan providensiaNya. Adalah Ia yang mengeraskan hati orang berdosa yang berkeras dalam dosanya (Kel 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Ul 2:30, Yos 11:20, Yes 63:17); dari Dialah roh-roh jahat keluar / tampil dan mengganggu orang-orang berdosa (1Sam 16:14, Hak 9:23, 1Raja 22, Ayub 1); dari Dialah dorongan-dorongan jahat yang muncul dalam hati orang-orang berdosa mendapat bentuk tertentu yang ini atau yang itu (2Sam 24:1).] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 283,284.

B. B. Warfield: “this God is a Person who acts purposefully; there is nothing that is, and nothing that comes to pass, that He has not first decreed and then brought to pass by His creation or providence.” [= Allah ini adalah seorang Pribadi yang bertindak dengan mempunyai rencana / tujuan; tidak ada apapun yang ada, dan tidak ada apapun yang terjadi, yang tidak lebih dulu ditetapkanNya dan lalu dilaksanakan / disebabkan untuk terjadi oleh penciptaan atau providensiaNya.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 284.

B. B. Warfield: “But, in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event falls with exact precision into its proper place in the unfolding of His eternal plan; nothing, however small, however strange, occurs without His ordering, or without its peculiar fitness for its place in the working out of His purpose; and the end of all shall be the manifestation of His glory, and the accumulation of His praise.” [= Tetapi, dalam hikmat yang tidak terbatas dari Tuhan seluruh bumi, setiap peristiwa / kejadian jatuh dengan ketepatan yang tepat pada tempatnya yang benar dalam pembukaan / penyingkapan dari rencana kekalNya; tidak ada sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun anehnya, yang terjadi tanpa pengaturan / perintahNya, atau tanpa kecocokannya yang khusus untuk tempatnya dalam pelaksanaan RencanaNya; dan akhir dari semua adalah akan diwujudkannya kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian bagiNya.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 285.

B. B. Warfield: “the minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest (Matt. 10:29-30, Luke 12:7).” [= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Lukas 12:7).] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 296.
=====================================================
Charles Hodge:

Charles Hodge: “The second point included in this doctrine is, that the decrees of God are all reducible to one purpose. By this is meant that from the indefinite number of systems, or series of possible events, present to the divine mind, God determined on the futurition or actual occurrence of the existing order of things, with all its changes, minute as well as great, from the beginning of time to all eternity. The reason, therefore, why any event occurs, or, that it passes from the category of the possible into that of the actual, is that God has so decreed.” [= Point kedua yang tercakup dalam doktrin ini adalah, bahwa ketetapan-ketetapan Allah semua bisa disederhanakan menjadi satu tujuan / rencana. Dengan ini dimaksudkan bahwa dari sejumlah sistim yang tidak tertentu jumlahnya, atau dari seri-seri peristiwa yang mungkin terjadi, yang ada dalam pikiran ilahi, Allah menentukan ‘akan terjadinya’ atau ‘kejadian sungguh-sungguh’ dari urut-urutan hal-hal yang ada, dengan semua perubahan-perubahannya, kecil maupun besar, dari ‘permulaan waktu’ sampai pada ‘seluruh kekekalan’. Karena itu, alasan mengapa suatu peristiwa terjadi, atau, bahwa itu berpindah dari kategori ‘mungkin’ menjadi ‘sungguh-sungguh’, adalah karena Allah telah menetapkannya demikian.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 537.

Charles Hodge: “Change of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of his original intention.” [= Perubahan rencana timbul atau karena kekurangan hikmat atau karena kekurangan kuasa. Karena Allah itu tidak terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia tidak bisa ada keadaan darurat yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada kekurangan jalan / cara, dan tidak ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan dari maksud / rencana yang semula.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 538-539.

Charles Hodge: “The decrees of God are certainly efficacious, that is, they render certain the occurrence of what He decrees. Whatever God foreordains, must certainly come to pass. The distinction between the efficient (or efficacious) and the permissive decrees of God, although important, has no relation to the certainty of events. All events embraced in the purpose of God are equally certain, whether He has determined to bring them to pass by his own power, or simply to permit their occurrence through the agency of his creatures. It was no less certain from eternity that Satan would tempt our first parents, and that they would fall, than that God would send his Son to die for sinners. Some things He purposes to do, others He decrees to permit to be done. He effects good, He permits evil. He is the author of the one, but not of the other.” [= Ketetapan-ketetapan Allah pasti menghasilkan apa yang diinginkan, artinya, ketetapan-ketetapan itu membuat pasti kejadian yang Ia tetapkan. Apapun yang Allah tentukan lebih dulu, pasti akan terjadi. Perbedaan antara ketetapan-ketetapan Allah yang efisien (atau efektif) dan yang bersifat mengijinkan, sekalipun penting, tidak ada hubungannya dengan kepastian dari peristiwa-peristiwa. Semua peristiwa yang tercakup dalam rencana Allah sama pastinya, apakah Ia telah menetapkan untuk melaksanakan mereka dengan kuasaNya sendiri, atau sekedar mengijinkan terjadinya mereka melalui makhluk-makhluk ciptaanNya sebagai agen. Tidak kurang pastinya dari kekekalan bahwa Iblis akan mencobai orang tua / nenek moyang pertama kita, dan bahwa mereka akan jatuh, dari pada bahwa Allah akan mengutus AnakNya untuk mati untuk orang-orang berdosa. Sebagian hal-hal Ia rencanakan untuk Ia lakukan, yang lain Ia tetapkan untuk mengijinkan untuk terjadi / dilakukan. Ia membuat terjadinya kebaikan / hal-hal yang baik, Ia mengijinkan kejahatan / hal-hal yang jahat. Ia adalah pencipta dari yang satu, tetapi bukan dari yang lain.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 540-541.

Charles Hodge: “... the unity of God’s plan. If that plan comprehends all events, all events stand in mutual relation and dependence. If one part fails, the whole may fail or be thrown into confusion.” [= ... kesatuan rencana Allah. Jika rencana itu mencakup semua peristiwa, maka semua peristiwa saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Jika satu bagian gagal, seluruhnya bisa gagal atau menjadi kekacauan.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 541.

Charles Hodge: “The doctrine of the Bible is, that all events, whether necessary or contingent, good or sinful, are included in the purpose of God, and that their futurition or actual occurrence is rendered absolutely certain.” [= Doktrin dari Alkitab adalah, bahwa semua peristiwa, apakah mutlak perlu atau bersifat tergantung / kebetulan, baik atau berdosa, tercakup dalam rencana Allah, dan bahwa ‘akan terjadinya’ atau ‘kejadian sungguh-sungguh’ dari mereka dijadikan pasti secara mutlak.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 542.

Charles Hodge: “The Bible especially declares that the free acts of men are decreed beforehand.” [= Alkitab secara khusus menyatakan bahwa tindakan-tindakan bebas dari manusia ditetapkan sebelumnya.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 543.

Charles Hodge: “The Scriptures teach that sinful acts, as well as such as are holy, are foreordained. ... The crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible that sin is foreordained.” [= Kitab Suci mengajar bahwa tindakan-tindakan berdosa, maupun tindakan-tindakan yang kudus / suci, ditentukan lebih dulu. ... Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu doktrin / ajaran Alkitab bahwa dosa ditentukan lebih dulu tak perlu / bisa diragukan.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 543,544.

Catatan: dalam bagian yang saya loncati (...) Charles Hodge memberikan ayat-ayat ini: Kis 2:23 Kis 4:27 Luk 22:22 dan Wah 17:17.

Charles Hodge: “With regard to the sinful acts of men, the Scriptures teach, (1) That they are so under the control of God that they can occur only by His permission and in execution of His purposes. He so guides them in the exercise of their wickedness that the particular forms of its manifestation are determined by His will.” [= Berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia, Kitab Suci mengajar, (1) Bahwa mereka ada di bawah kontrol Allah sedemikian rupa sehingga mereka bisa terjadi hanya oleh ijinNya dan dalam pelaksanaan rencana-rencanaNya. Ia begitu mengarahkan mereka dalam melakukan kejahatan mereka sehingga bentuk khusus / tertentu dari perwujudannya ditentukan oleh kehendakNya.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 589.

Charles Hodge: “As God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive and magnificent conception.” [= Sebagaimana Allah mengerjakan rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi mata seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang dan jauh itu mempunyai tempat-tempat dan orbit-orbit tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut suatu konsep yang luas dan megah.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 313.

Charles Hodge: “And as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or upon anything out of Himself.” [= Dan karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau sesuai dengan keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan dari makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 320.

Charles Hodge: “If He foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his purposes; and it is against reason and Scripture to suppose that there is any contradiction or want of correspondence between what He intended and what actually occurs.” [= Jika Ia menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa cocok / sama dengan rencanaNya; dan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan akal dan Kitab Suci untuk menganggap bahwa ada kontradiksi atau ketidakcocokkan apapun antara apa yang Ia maksudkan dan apa yang sungguh-sungguh terjadi.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 323.

Charles Hodge: “God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility.” [= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.

Charles Hodge: “Whatever occurs, He for wise reasons permits to occur. He can prevent whatever He sees fit to prevent. If, therefore, sin occurs, it was God’s design that it should occur. If misery follows in the train of sin, such was God’s purpose. If some men only are saved, while others perish, such must have entered into the all comprehending purpose of God.” [= Apapun yang terjadi, Ia mengijinkan hal itu terjadi karena alasan yang bijaksana. Ia bisa mencegah apapun yang Ia anggap cocok untuk dicegah. Karena itu, jika dosa terjadi, adalah rencana Allah bahwa itu terjadi. Jika kesengsaraan menyusul dalam rentetan dosa, maka demikianlah rencana Allah. Jika sebagian orang saja yang diselamatkan, sementara yang lain binasa, maka semua itu pasti telah masuk ke dalam rencana Allah yang mencakup segala sesuatu.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.

PROVIDENCE OF GOD (31)

William G. T. Shedd:

William G. T. Shedd: “When God executes his decree that Saul of Tarsus shall be ‘a vessel of mercy’, he works efficiently within him by his Holy Spirit ‘to will and to do’. When God executes his decree that Judas Iscariot shall be ‘a vessel of wrath fitted for destruction’, he does not work efficiently within him ‘to will and to do’, but permissively in the way of allowing him to have his own wicked will. He decides not to restrain him or to regenerate him, but to leave him to his own obstinate and rebellious inclination and purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth, as it was determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke 22:22; Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly different, but the perdition of Judas was as much foreordained and free from chance, as the conversion of Saul.” [= Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Saulus dari Tarsus akan menjadi ‘bejana / benda belas kasihan’, Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh KudusNya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’. Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Yudas Iskariot akan menjadi ‘bejana kemurkaan yang cocok untuk kehancuran / benda kemurkaan yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan’, Ia tidak bekerja secara efisien dalam dirinya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’, tetapi secara mengijinkan dengan cara mengijinkan dia mempunyai kehendak jahatnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak mengekang dia atau melahirbarukan dia, tetapi membiarkan dia pada kecondongan dan rencananya sendiri yang keras kepala dan bersifat memberontak; dan karena itu ‘Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan’ (Luk 22:22; Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua kasus ini jelas berbeda, tetapi kebinasaan Yudas sudah ditentukan lebih dahulu dan bebas dari kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 31 (Libronix hal 32).

William G. T. Shedd: “Whatever undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea, even the wicked for the day of evil’.” [= Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin Ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi karena kebetulan, Allah, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan dirintangi / dicegah olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di luar pengaruh / kontrol / kekuasaanNya. Dualisme ini dikecam Allah sebagai salah, dalam kata-kata kepada Koresy oleh Yesaya, ‘Aku membuat damai dan menciptakan malapetaka / kejahatan’; dan dalam kata-kata dari Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri; ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka’.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 36 (Libronix hal 37).

Catatan: kata-kata Yesaya kepada Koresy itu diambil dari Yes 45:7 versi KJV. Demikian juga Amsal 16:4 diambil dan diterjemahkan dari KJV.

William G. T. Shedd: “Nothing comes to pass contrary to his decree. Nothing happens by chance. Even moral evil, which he abhors and forbids, occurs by ‘the determinate counsel and foreknowledge of God’; and yet occurs through the agency of the unforced and self-determining will of man as the efficient.” [= Tidak ada yang terjadi bertentangan dengan ketetapanNya. Tidak ada yang terjadi karena kebetulan. Bahkan kejahatan moral, yang Ia benci dan larang, terjadi oleh ‘rencana yang ditentukan dan pengetahuan lebih dulu dari Allah’; tetapi terjadi melalui perantaraan dari kehendak manusia yang tidak dipaksa dan ditentukan sendiri sebagai sesuatu yang efisien.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 37 (Libronix hal 38).

William G. T. Shedd: “The Divine decree is formed in eternity, but executed in time. ... the Divine decree, in reference to God, are one single act only.” [= Ketetapan ilahi dibentuk dalam kekekalan, tetapi dilaksanakan dalam waktu. ... ketetapan Ilahi, dalam hubungannya dengan Allah, adalah satu tindakan saja.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 394 (Libronix hal 311).

William G. T. Shedd: “‘God willeth not one thing now, and another anon; but once, and at once, and always, he willeth all things that he willeth; not again and again, nor now this, now that; nor willeth afterwards, what before he willed not, nor willeth not, what before he willed; because such a will is mutable; and no mutable thing is eternal.’” [= ‘Allah tidak menghendaki sesuatu hal sekarang, dan sebentar lagi menghendaki yang lain; tetapi sekali, dan serentak, dan selalu, Ia menghendaki semua hal yang Ia kehendaki; bukannya lagi dan lagi / berulang-ulang, atau sebentar ini sebentar itu; atau menghendaki belakangan apa yang sebelumnya tidak Ia kehendaki, ataupun tidak menghendaki, apa yang sebelumnya Ia kehendaki; karena kehendak seperti itu bisa berubah / tidak tetap; dan tidak ada hal yang bisa berubah / tidak tetap yang kekal’.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 395 (Libronix hal 312).

Catatan: kata-kata di atas ini ia kutip dari kata-kata Augustine (dari buku ‘Confession’, XII. xv.).

William G. T. Shedd: “The Divine decree is the necessary condition of the Divine foreknowledge. If God does not first decide what shall come to pass, he cannot know what will come to pass. An event must be made certain, before it can be known as a certain event. ... So long as anything remains undecreed, it is contingent and fortuitous. It may or may not happen. In this state of things, there cannot be knowledge of any kind.” [= Ketetapan Ilahi adalah syarat yang perlu dari pra-pengetahuan Ilahi. Jika Allah tidak lebih dulu menentukan apa yang akan terjadi, Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi. Suatu peristiwa / kejadian harus dibuat pasti, sebelum itu bisa diketahui sebagai suatu peristiwa tertentu. ... Selama sesuatu apapun tidak ditetapkan, maka itu bersifat tergantung / mungkin dan kebetulan. Itu bisa terjadi atau bisa tidak terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada pengetahuan apapun tentang hal itu.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 396-397 (Libronix hal 313).

William G. T. Shedd: “The Divine decree is universal. It includes ‘whatsoever comes to pass,’ be it physical or moral, good or evil:” [= Ketetapan ilahi adalah universal. Itu mencakup ‘apapun yang akan terjadi’, apakah itu bersifat fisik atau moral, baik atau jahat:] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 400 (Libronix hal 314).

William G. T. Shedd: “The Divine decree is immutable. There is no defect in God, in knowledge, power, and veracity. His decree cannot therefore be changed because of a mistake of ignorance, or of inability to carry out his decree, or of unfaithfulness to his purpose.” [= Ketetapan ilahi itu tetap / tak bisa berubah. Tidak ada cacat dalam Allah, dalam pengetahuan, kuasa, dan kebenaran. Karena itu, ketetapanNya tidak bisa diubah karena suatu kesalahan dari ketidak-tahuan, atau karena ketidak-mampuan untuk melaksanakan ketetapanNya, atau karena ketidak-setiaan pada rencanaNya.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 401 (Libronix hal 315).

William G. T. Shedd: “For the Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being whereby there is no succession in it. All events thus being present to him are of course all of them certain events.” [= Untuk pikiran Ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang, karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan kekhasan dalam pemikiran / pengertian dari makhluk kekal untuk mana tidak ada urut-urutan di dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya merupakan peristiwa-peristiwa yang pasti.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 402 (Libronix hal 316).
=====================================================
Loraine Boettner:

Loraine Boettner: “Since the universe had its origin in God and depends on Him for its continued existence it must be, in all its parts and at all times, subject to His control so that nothing can come to pass contrary to what He expressly decrees or permits. Thus the eternal purpose is represented as an act of sovereign predestination or foreordination, and unconditioned by any subsequent fact or change in time. Hence it is represented as being the basis of the divine foreknowledge of all future events, and not conditioned by that foreknowledge or by anything originated by the events themselves.”[= Karena alam semesta mempunyai asal usulnya dalam Allah dan tergantung kepadaNya untuk keberadaan seterusnya, maka alam semesta itu harus, dalam semua bagian-bagiannya dan pada setiap saat, tunduk pada kontrolNya sedemikian rupa sehingga tidak ada apapun bisa terjadi bertentangan dengan apa yang Ia secara jelas tetapkan atau ijinkan. Jadi rencana kekal digambarkan sebagai suatu tindakan dari predestinasi atau penentuan lebih dulu yang berdaulat, dan tidak disyaratkan oleh fakta atau perubahan apapun yang terjadi berikutnya dalam waktu. Karena itu maka hal itu digambarkan sebagai dasar dari pengetahuan lebih dulu dari Allah tentang semua peristiwa yang akan datang, dan tidak disyaratkan oleh pengetahuan lebih dulu itu atau oleh apapun yang ditimbulkan oleh peristiwa itu sendiri.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 14.

Loraine Boettner: “The Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific plan which embraces all events in all ages.” [= Seorang Pelagian menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; seorang Arminian berkata bahwa Allah mempunyai suatu rencana yang umum tetapi bukan suatu rencana yang spesifik; tetapi seorang Calvinist berkata bahwa Allah mempunyai suatu rencana yang spesifik yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 22-23.

Loraine Boettner: “His choice of the plan, or His making certain that the creation should be on this order, we call His foreordination or His predestina­tion. Even the sinful acts of men are included in this plan. They are foreseen, permitted, and have their exact place. They are controlled and overruled for the divine glory.” [= Pemilihan rencanaNya, atau penetapanNya supaya penciptaan terjadi sesuai urut-urutan ini, kami sebut pra-penentuanNya atau predestinasiNya. Bahkan tindakan-tindakan berdosa dari manusia tercakup dalam rencana ini. Mereka itu dilihat lebih dulu, diijinkan, dan mempunyai tempat mereka yang persis / tepat. Mereka dikontrol dan dikuasai untuk kemuliaan Ilahi.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 24.

Loraine Boettner: “Even the sinful acts of men are included in the plan and are overruled for good.” [= Bahkan tindakan-tindakan berdosa manusia termasuk dalam rencana ini dan dikuasai untuk kebaikan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 29.

Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self? Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have left.” [= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah suatu doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang tersisa.]- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 32.

Loraine Boettner: “But while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with man’s free agency. All that we need to know is that God does govern His creatures and that His control over them is such that no violence is done to their natures. Perhaps the relationship between divine sovereignty and human freedom can best be summed up in these words: ‘God so presents the outside inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for him to do.’” [= Tetapi sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa penguasaan providensia ini bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, dimanapun Alkitab tidak pernah berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa diperdamaikan / diharmoniskan dengan kebebasan manusia. Semua yang perlu kita ketahui adalah bahwa Allah memang memerintah makhluk-makhluk ciptaanNya dan bahwa penguasaan / kontrolNya atas mereka adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada pemaksaan terhadap sifat dasar mereka. Mungkin hubungan antara kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik dengan kata-kata ini: ‘Allah memberikan dorongan / bujukan dari luar sedemikian rupa sehingga manusia bertindak sesuai dengan sifat dasarnya, tetapi melakukan secara tepat apa yang Allah telah rencanakan baginya untuk dilakukan’.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 38.

Loraine Boettner: “The Arminian objection against foreordination bears with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain.” [= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu, mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Loraine Boettner: “Common sense tells us that no events can be foreknown unless by some means, either physical or mental, it has been predetermined. Our choice as to what determines the certainty of future events narrows down to two alternatives - the foreordination of the wise and merciful heavenly Father, or the working of blind, physical fate.” [= Akal sehat memberitahu kita bahwa tidak ada peristiwa apapun yang bisa diketahui lebih dulu kecuali hal itu telah ditentukan lebih dulu dengan cara tertentu, baik secara fisik atau mental / pikiran. Pilihan kita berkenaan dengan apa yang menentukan kepastian dari peristiwa-peristiwa yang akan datang menyempit menjadi hanya dua pilihan / kemungkinan - penentuan lebih dulu dari Bapa surgawi yang bijaksana dan penuh belas kasihan, atau pekerjaan dari nasib / takdir fisik yang buta.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Loraine Boettner: “Yet unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it stands defenseless before the logical consistency of Calvinism; for foreknowledge implies certainty and certainty implies foreordination.” [= Kecuali Arminianisme menyangkal pengetahuan lebih dulu dari Allah, ia tidak mempunyai pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari Calvinisme; karena pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.

Loraine Boettner: “This fixity or certainty could have had its ground in nothing outside of the divine Mind, for in eternity nothing else existed.” [= Ketertentuan atau kepastian ini tidak bisa mempunyai dasar apapun selain Pikiran Ilahi, karena dalam kekekalan tidak ada apapun yang lain yang ada.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 45.

Loraine Boettner: “These doctrines, now so disregarded or unknown if not openly opposed, were universally believed and maintained by the reformers, and following the Reformation were written into the creeds, catechisms, or articles of every one of the Protestant churches. Any one who will compare the printed pulpit utterances of our own day with those of the Reformers will have no difficulty in perceiving how contradictory and irreconcilably hostile they are to each other.” [= Doktrin-doktrin ini, yang sekarang begitu tidak dianggap atau tidak diketahui jika bukannya ditentang secara terbuka, dulunya dipercaya dan dipertahankan secara universal oleh para tokoh reformasi, dan setelah Reformasi dituliskan ke dalam credo-credo / Pengakuan-pengakuan Iman, katekisasi-katekisasi, atau artikel-artikel dari setiap gereja-gereja Protestan. Siapapun yang mau membandingkan ucapan-ucapan mimbar yang dicetak dari jaman kita sendiri dengan ucapan-ucapan dari para tokoh Reformasi tidak akan mendapatkan kesukaran dalam mengerti betapa bertentangan dan bermusuhan secara tak bisa diperdamaikan mereka satu dengan yang lain.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 353.

Untuk membuktikan kebenaran kata-kata Loraine Boettner bahwa semua tokoh-tokoh Reformasi mempercayai doktrin ini, saya akan mengutip dari buku sejarah di bawah ini.

David Schaff: “He (Luther) inseparably connects divine foreknowledge and foreordination, and infers from God’s almighty power that all things happen by necessity, and that there can be no freedom in the creature.” [= Ia (Luther) menghubungkan secara tak terpisahkan pra-pengetahuan ilahi dan penentuan lebih dulu, dan menyimpulkan dari kuasa yang maha kuasa dari Allah bahwa segala sesuatu terjadi oleh keharusan, dan bahwa di sana tidak bisa ada kebebasan dalam makhluk ciptaan.] - ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 430

David Schaff: “2. The doctrine of eternal election and providence. Zwingli gives prominence to God’s sovereign election as the primary source of salvation.” [= 2. Doktrin tentang pemilihan kekal dan Providensia. Zwingli memberikan kemenonjolan bagi pemilihan berdaulat Allah sebagai sumber utama dari keselamatan.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 91.

David Schaff: “All the Reformers were originally strong Augustinian predestinarians and denied the liberty of the human will. Augustin and Luther proceeded from anthropological premises, namely, the total depravity of man, and came to the doctrine of predestination as a logical consequence, ... Zwingli, anticipating Calvin, started from the theological principle of the absolute sovereignty of God and the identity of foreknowledge and foreordination. His Scripture argument is chiefly drawn from the ninth chapter of Romans, which, indeed, strongly teaches the freedom of election,”[= Semua tokoh Reformasi secara orisinil / dengan cara yang sangat khusus adalah pengikut-pengikut doktrin predestinasi Agustinus dan menyangkal kebebasan dari kehendak manusia. Agustinus dan Luther mulai dari premis / dasar yang bersifat anthropology, yaitu, kebejatan total dari manusia, dan sampai pada doktrin tentang predestinasi sebagai suatu konsekwensi logis, ... Zwingli, mengantisipasi / mendahului Calvin, memulai dari prinsip theology tentang kedaulatan mutlak dari Allah dan kesamaan dari pra-pengetahuan dan penentuan lebih dulu. Argumentasi Kitab Sucinya terutama diambil dari pasal ke 9 dari kitab Roma, yang memang secara kuat mengajar kebebasan dari pemilihan,] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 92.

Catatan: dalam ‘the Free Dictionary’, kata ‘originally’ diberi bermacam-macam arti, seperti:

1. ‘at first’ [= mula-mula].

2. ‘in an original way’ [= dengan suatu cara yang orisinil].

3. ‘in a highly distinctive manner’ [= dengan suatu cara yang sangat khusus / tersendiri].

Saya menganggap arti no 1 tidak mungkin, karena mereka tak pernah berubah pandangan dalam hal ini. Jadi yang memungkinkan adalah arti no 2 dan no 3. Tetapi dilihat dari kata-kata selanjutnya yang membedakan jalan dari Agustinus dan Luther di satu pihak, dan Zwingli dan Calvin di pihak lain, maka rasanya arti no 3 itu yang paling memungkinkan.

David Schaff: “Zwingli does not shrink from the abyss of supralapsarianism. God, he teaches, is the supreme and only good, and the omnipotent cause of all things. He rules and administers the world by his perpetual and immutable providence, which leaves no room for accidents. Even the fall of Adam, with its consequences, is included in his eternal will as well as his eternal knowledge.” [= Zwingli tidak mengkerut / ragu-ragu dari jurang / kedalaman dari supralapsarianisme. Allah, ia mengajar, adalah kebaikan yang tertinggi dan satu-satunya, dan penyebab yang maha kuasa dari segala sesuatu. Ia memerintah dan mengatur dunia oleh ProvidensiaNya yang kekal dan tak bisa berubah, yang tidak menyisakan tempat bagi kebetulan-kebetulan. Bahkan kejatuhan Adam, dengan konsekwensi-konsekwensinya, tercakup dalam kehendak kekalNya maupun dalam pengetahuan kekalNya.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 92.

David Schaff: “It is very easy to caricature the doctrine of predestination, and to dispose of it by the plausible objections that it teaches the necessity of sin, that it leads to fatalism and pantheism, that it supersedes the necessity of personal effort for growth in grace, and encourages carnal security. But every one who knows history at all knows also that the strongest predestinarians were among the most earnest and active Christians. It will be difficult to find purer and holier men than St. Augustin and Calvin, the chief champions of this very system which bears their name.” [= Adalah sangat mudah untuk menggambarkan secara salah doktrin predestinasi, dan membuangnya oleh keberatan-keberatan yang kelihatannya sah bahwa doktrin itu mengajarkan keharusan dari dosa, bahwa doktrin itu membimbing pada fatalisme dan pantheisme, bahwa doktrin itu menyingkirkan keharusan dari usaha pribadi untuk pertumbuhan dalam kasih karunia, dan mendorong keamanan yang bersifat daging. Tetapi setiap orang yang mengetahui sejarah apapun juga tahu bahwa pengikut-pengikut doktrin predestinasi yang terkuat ada di antara orang-orang Kristen yang paling sungguh-sungguh dan aktif. Adalah sukar untuk menemukan orang-orang yang lebih murni dan kudus / suci dari Santo Agustinus dan Calvin, pembela-pembela utama dari sistim ini yang membawa nama mereka.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 93-94.

Perlu diketahui bahwa David Schaff BUKANLAH SEORANG CALVINIST, dan itu bisa dilihat dari kata-katanya di bawah ini.

David Schaff: “Calvinism emphasizes divine sovereignty and free grace; Arminianism emphasizes human responsibility. The one restricts the saving grace to the elect: the other extends it to all men on the condition of faith. Both are right in what they assert; both are wrong in what they deny. ... The Bible gives us a theology which is more human than Calvinism, and more divine than Arminianism, and more Christian than either of them.” [= Calvinisme menekankan kedaulatan ilahi dan kasih karunia yang cuma-cuma; Arminianisme menekankan tanggung jawab manusia. Yang satu membatasi kasih karunia yang menyelamatkan kepada orang pilihan: yang lain memperluasnya kepada semua manusia dengan syarat iman. Keduanya benar dalam apa yang mereka tegaskan; keduanya salah dalam apa yang mereka sangkal. ... Alkitab memberi kita suatu theologia yang lebih manusiawi dari pada Calvinisme, dan lebih ilahi dari pada Arminianisme, dan lebih kristiani dari yang manapun dari mereka.] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 816.

Catatan: menurut saya ini adalah kata-kata bodoh. Perlu dimaklumi, dia adalah seorang ahli sejarah, bukan ahli theologia

====================================================
Herman Hoeksema:

Herman Hoeksema: “For this same reason the Bible always emphasizes the fact that God ordained all things and knew them from before the foundation of the world.” [= Untuk alasan yang sama Alkitab selalu menekankan fakta bahwa Allah menentukan segala sesuatu dan mengetahui mereka sejak dunia belum dijadikan.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 157.

Herman Hoeksema: “Nor must we, in regard to the sinful deeds of men and devils, speak only of God’s permission in distinction from His determination. Holy Scripture speaks a far more positive language. We realize, of course, that the motive for speaking God’s permission rather than of His predetermined will in regard to sin and the evil deeds of men is that God may never be presented as the author of sin. But this purpose is not reached by speaking of God’s permission or His permissive will: for if the Almighty permits what He could just as well have prevented, it is from an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in this way we lose God and His sovereignty: for permis­sion presupposes the idea that there is a power without God that can produce and do something apart from Him, but which is simply permitted by God to act and operate. This is dualism, and it annihilates the complete and absolute sovereignty of God. And therefore we must main­tain that also sin and all the wicked deeds of men and angels have a place in the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by the Word of God. For it is certainly according to the deter­minate counsel of God that Christ is nailed to the cross, and that Pilate and Herod, with the Gentiles and Israel, are gathered together against the holy child Jesus. It is therefore much better to say that the Lord also in His counsel hates sin and determined that that which He hates should come to pass in order to reveal His hatred and to serve the cause of God’s covenant.” [= Juga kita tidak boleh, berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia dan setan, berbicara hanya tentang ijin Allah dan membedakannya dengan penentuan / penetapanNya. Kitab Suci berbicara dengan suatu bahasa yang jauh lebih positif. Tentu saja kita menyadari bahwa motivasi untuk menggunakan istilah ‘ijin Allah’ dari pada ‘kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu’ berkenaan dengan dosa dan tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah supaya Allah tidak pernah dinyatakan sebagai pencipta dosa. Tetapi tujuan ini tidak tercapai dengan menggunakan ‘ijin Allah’ atau ‘kehendak yang mengijinkan dari Allah’: karena jika Yang Maha Kuasa mengijinkan apa yang bisa Ia cegah, dari sudut pandang etika itu adalah sama seperti jika Ia melakukan hal itu sendiri. Tetapi dengan cara ini kita kehilangan Allah dan kedaulatanNya: karena ijin mensyaratkan suatu gagasan bahwa ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa menghasilkan dan melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan oleh Allah untuk bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme, dan ini menghapuskan kedaulatan Allah yang lengkap dan mutlak. Dan karena itu kita harus mempertahankan bahwa juga dosa dan semua tindakan-tindakan jahat dari manusia dan malaikat mempunyai tempat dalam rencana Allah, dalam keputusan kehendakNya. Demikianlah diajarkan oleh Firman Allah. Karena adalah pasti bahwa sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan dari Allah bahwa Kristus dipakukan di kayu salib, dan bahwa Pilatus dan Herodes, dengan orang-orang non Yahudi dan Israel, berkumpul bersama-sama menentang anak Yesus yang kudus. Karena itu lebih baik berkata bahwa Tuhan juga dalam rencanaNya membenci dosa dan menentukan hal itu supaya apa yang Ia benci itu terjadi sehingga Ia bisa menyatakan kebencianNya atas hal itu dan untuk melayani penyebab dari perjanjian Allah.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 158

=====================================================
Herman Bavinck:

Herman Bavinck: “All events are included in that counsel, even the sinful deeds of man,” [= Semua kejadian / peristiwa termasuk / tercakup dalam rencana itu, bahkan juga tindakan-tindakan berdosa dari manusia,] - ‘The Doctrine of God’, hal 342.

Herman Bavinck: “God’s decree is his eternal purpose whereby he has foreordained whatsoever comes to pass. Scripture everywhere affirms that whatsoever is and comes to pass is the realization of God’s thought and will, and has its origin and idea in God’s eternal counsel or decree, ... apart from his knowledge and will nothing can ever come to pass.” [= Ketetapan Allah adalah rencana kekalNya dengan mana Ia telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi. Kitab Suci dimana-mana menegaskan bahwa apapun yang ada dan yang akan terjadi merupakan perwujudan dari pikiran dan kehendak Allah, dan mempunyai asal mula dan gagasannya dalam rencana atau ketetapan kekal Allah, ... terpisah dari pengetahuan dan kehendakNya tak ada apapun bisa pernah terjadi.] - ‘The Doctrine of God’, hal 369.

Herman Bavinck: “Furthermore, God’s thought, embodied in creation, cannot be conceived of as an uncertain idea, doubtful of realization; it is not a ‘bare foreknowledge’ that receives its contents from creation; it is not a plan, a project, or a purpose whose execution can be frustrated. But it is an act both of God’s mind and of his will.” [= Selanjutnya, pikiran Allah, diwujudkan dalam ciptaan, tidak bisa dimengerti sebagai suatu gagasan yang tidak pasti, meragukan dalam perwujudannya; itu bukan ‘sekedar suatu pra-pengetahuan’ yang menerima isinya dari ciptaan; itu bukanlah suatu rencana, suatu proyek, atau suatu tujuan yang pelaksanaannya bisa bisa digagalkan / dihalangi. Tetapi itu adalah suatu tindakan baik dari pikiran Allah dan dari kehendakNya.] - ‘The Doctrine of God’, hal 370.

Herman Bavinck: “God’s counsel is no more an act that pertains to the past than is the generation of the Son; it is eternal, divine act, eternally finished, yet continuing forevermore, apart from and raised above time. Scaliger correctly observed that God’s decree was not preceded by a long period of reflection and deliberation, so that for a long time God would have been without purpose and without a will; neither is it a plan once for all completed and finished and simply awaiting execution. But God’s decree is the eternally active will of God: it is the willing and purposing God himself; it is not something accidental to God, but being God’s will in action, it is one with his essence. It is impossi­ble to conceive of God as a being without a purpose and without an active and operative will. Nevertheless, all this does not conceal the fact that God’s decree is an ‘immanent work’ determined by nothing else than by God himself, and distinct in character from God’s works in time, Acts 15:18; Eph 1:4.” [= Rencana Allah, sama seperti tindakan Bapa memperanakkan Anak, bukanlah suatu tindakan yang berhubungan dengan waktu lampau; tetapi itu adalah suatu tindakan ilahi yang kekal, sudah selesai dilakukan secara kekal, tetapi tetap berlangsung selama-lamanya, terpisah dari dan diangkat di atas waktu. Scaliger secara benar mengamati bahwa ketetapan Allah tidak didahului oleh suatu periode pemikiran dan pertimbangan yang lama, sehingga untuk suatu waktu yang lama Allah ada tanpa rencana dan tanpa kehendak; juga itu bukanlah suatu rencana yang sudah dilengkapi dan diselesaikan sekali untuk selamanya dan hanya menunggu pelaksanaan. Tetapi ketetapan Allah merupakan kehendak yang aktif secara kekal dari Allah: itu adalah Allah yang menghendaki dan merencanakan sendiri; itu bukan sesuatu yang tidak bersifat hakiki yang ditambahkan pada diri Allah, tetapi merupakan kehendak Allah yang beraksi, itu adalah satu dengan hakekatNya. Adalah mustahil untuk membayangkan Allah sebagai makhluk tanpa rencana dan tanpa suatu kehendak yang aktif dan operatif. Sekalipun demikian, semua ini tidak menyembunyikan fakta bahwa ketetapan Allah adalah suatu ‘pekerjaan yang ada di dalam’ yang ditetapkan bukan oleh sesuatu yang lain apapun selain Allah sendiri, dan berbeda dalam sifatnya dengan pekerjaan Allah dalam waktu, Kis 15:18; Ef 1:4.] - ‘The Doctrine of God’, hal 370.

Kis 15:18 (KJV): ‘Known unto God are all his works from the beginning of the world.’ [= Diketahui oleh Allah semua pekerjaan-pekerjaanNya dari permulaan dunia ini.].

Catatan: saya tidak pernah membaca tentang adanya ahli theologia Reformed lain yang mempunyai pandangan seperti yang dikatakan Bavinck di awal kutipan ini (bagian yang saya garis-bawahi). Saya tak setuju dengan dia dalam hal ini. Rencana Allah memang dibuat dalam kekekalan, dan seluruhnya selesai dalam kekekalan itu. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa itu merupakan suatu tindakan kekal dari Allah, seperti halnya ‘the eternal generation of the Son’ dan ‘the eternal procession of the Holy Spirit’.

Herman Bavinck: “The fact that things and events, including the sinful thoughts and deeds of men, have been eternally known and fixed in that counsel of God does not rob them of their own character but rather establishes and guarantees them all, each in its own kind and nature and in its own context and circumstances. Included in that counsel of God are sin and punishment, but also freedom and responsibility, sense of duty and conscience, and law and justice. In that counsel of God everything that happens is in the very same context it is in when it becomes manifest before our eyes. The conditions are defined in it quite as well as the consequences, the means quite as much as the ends, the ways as the results, the prayers as the answers to prayer, the faith as the justification, sanctification, and glorification.” [= Fakta bahwa hal-hal dan peristiwa-peristiwa, termasuk pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan berdosa dari manusia, telah diketahui dan ditetapkan secara kekal dalam rencana Allah itu tidak menghapuskan karakter mereka sendiri tetapi sebaliknya meneguhkannya dan menjamin semuanya, masing-masing dalam jenisnya dan sifatnya sendiri dan dalam kontex dan keadaannya sendiri. Termasuk dalam rencana Allah itu dosa dan penghukuman, tetapi juga kebebasan dan tanggung jawab, perasaan kewajiban dan hati nurani, dan hukum dan keadilan. Dalam rencana Allah itu segala sesuatu yang terjadi ada dalam kontex yang sama seperti pada waktu itu terwujud di depan mata kita. Dalam rencana Allah itu syarat-syarat dinyatakan / ditentukan sama seperti akibat-akibat / konsekwensi-konsekwensi, caranya maupun tujuannya, jalannya maupun hasilnya, doa-doanya maupun jawaban-jawaban doanya, imannya maupun pembenaran, pengudusan dan pemuliaannya.] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 163.
==================================================

John Murray:

John Murray: “It is true that all our choices and acts are foreordained, and only foreordained acts come to pass.” [= Adalah benar bahwa semua pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan kita ditentukan lebih dulu, dan hanya tindakan-tindakan yang ditentukan lebih dulu yang akan terjadi.] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 64.

John Murray: “The foreknowledge of God presupposes certainty of occurrence; his foreordination renders all occurrence certain; by his providence what is foreordained is unalterably put into effect.” [= Pengetahuan lebih dulu dari Allah mensyaratkan adanya kepastian dari kejadian / peristiwa; penentuan lebih duluNya membuat semua kejadian / peristiwa itu pasti; oleh providensiaNya apa yang ditentukan lebih dulu itu dilaksanakan secara tidak mungkin berubah.] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 65-66.

John Murray: “The question here is that of the divine causality in connection with sin. ... There is divine predetermination or foreordination in connection with sin. The fall was foreordained by God and its certainty was therefore guaranteed. ... The first sin, like all other sins, was committed within the realm of God’s all-sustaining, directing and governing power. Outside the sphere of his foreordination and providence the fall could not have occurred. The arch-crime of history - the crucifixion of our Lord - was perpetrated in accordance with the determinate counsel and foreknowledge of God (Acts 2:23). So, too, was the fall.” [= Yang dipertanyakan / dipersoalkan di sini adalah tentang penyebab ilahi dalam hubungannya dengan dosa. ... Ada penetapan lebih dulu atau penentuan lebih dulu berkenaan dengan dosa. Kejatuhan (Adam) ditentukan lebih dulu oleh Allah dan karena itu kepastiannya dijamin. ... Dosa pertama, seperti semua dosa yang lain, dilakukan dalam batas-batas kuasa Allah yang menopang, mengarahkan dan memerintah segala sesuatu. Di luar ruang lingkup penentuan lebih dulu dan providensiaNya kejatuhan itu tidak akan bisa terjadi. Kejahatan terbesar dalam sejarah - penyaliban Tuhan kita - dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan dan pengetahuan lebih dulu dari Allah (Kis 2:23). Demikian juga dengan kejatuhan (Adam).] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 72-73.
=====================================================
Gresham Machen:

Gresham Machen: “How much is embraced in that eternal counsel of God? The true answer to that question is very simple. The true answer is ‘Everything’. Everything that happens is embraced in the eternal purpose of God; nothing at all happens outside of His eternal plan. It is obvious that nothing is too great for God. ... He made all and He rules all, and all is embraced in His eternal purpose. It is equally clear that nothing is too small for God. ... No, nothing is too trivial to form a part of God’s eternal plan. That plan embraces the small as well as the great.” [= Berapa banyak yang dicakup dalam rencana kekal Allah itu? Jawaban yang benar terhadap pertanyaan itu sangat sederhana. Jawaban yang benar adalah ‘Segala sesuatu’. Segala sesuatu yang terjadi tercakup dalam rencana kekal Allah; sama sekali tidak ada yang terjadi di luar rencana kekalNya. Adalah jelas bahwa tak ada apapun yang terlalu besar bagi Allah. ... Ia membuat / mencipta semua dan Ia memerintah semua, dan semua tercakup dalam rencana kekalNya. Adalah sama jelasnya bahwa tak ada apapun yang terlalu kecil bagi Allah. ... Tidak, tak ada apapun yang terlalu remeh untuk membentuk sebagian dari rencana kekal Allah. Rencana itu mencakup yang kecil maupun yang besar.] - ‘The Christian View of Man’, hal 35.

Gresham Machen: “If wicked actions of wicked men have a place in God’s plan, if they are foreordained of God, then is man responsible for them, and is not God the author of sin? ... Yes, man is responsible for his wicked actions; and No, God is not the author of sin.” [= Jika tindakan-tindakan jahat dari orang-orang jahat mempunyai suatu tempat dalam rencana Allah, jika mereka ditentukan lebih dulu oleh Allah, maka apakah manusia bertanggung-jawab untuk mereka, dan bukankah Allah adalah Pencipta dosa? ... Ya, manusia bertanggung-jawab untuk tindakan-tindakan jahatnya; dan Tidak, Allah bukan Pencipta dosa.] - ‘The Christian View of Man’, hal 43

=====================================================
Arthur Pink

Arthur Pink: “To declare that the Creator’s original plan has been frustrated by sin, is to dethrone God. To suggest that God was taken by surprise in Eden and that He is now attempting to remedy an unforeseen calamity, is to degrade the Most High to the level of a finite, erring mortal.” [= Menyatakan bahwa rencana orisinil dari sang Pencipta telah digagalkan oleh dosa, sama dengan menurunkan Allah dari tahta. Mengusulkan bahwa Allah dikejutkan di Eden dan bahwa Ia sekarang sedang mencoba mengobati bencana yang tadinya tidak terlihat, sama dengan merendahkan Yang Maha Tinggi sampai pada tingkat manusia yang terbatas dan bisa salah.] - ‘The Sovereignty of God’, hal 21-22.

Arthur Pink: “It was no accident that the Lord of Glory was crucified between two thieves. There are no accidents in a world that is governed by God. Much less could there have been any accident on that Day of all days, or in connection with that Event of all events - a Day and an Event which lie at the very centre of the world’s history. No; God was presiding over that scene. From all eternity He had decreed when and where and how and with whom His Son should die. Nothing was left to chance or the caprice of man. All that God had decreed came to pass exactly as He had ordained, and nothing happened save as He had eternally purposed. Whatsoever man did was simply that which God’s hand and counsel ‘determined to be done’ (Acts 4:28). When Pilate gave orders that the Lord Jesus should be crucified between the two malefactors, all unknown to himself, he was but putting into execu­tion the eternal decree of God and fulfilling His prophetic word. Seven hundred years before this Roman officer gave command, God had declared through Isaiah that His Son should be ‘numbered with the transgressors’ (Isa 53:12). ... Not a single word of God can fall to the ground. ‘Forever, O Lord, Thy word is settled in heaven’ (Psa. 119:89). Just as God had or­dained, and just as He had announced, so it came to pass.” [= Bukanlah suatu kebetulan bahwa Tuhan Kemuliaan disalibkan di antara 2 pencuri. Tidak ada kebetulan dalam suatu dunia yang diperintah oleh Allah. Lebih-lebih lagi tidak ada kebetulan pada Hari dari segala hari itu, atau berhubungan dengan Peristiwa dari segala peristiwa itu - suatu Hari dan suatu Peristiwa yang terletak di pusat sejarah dunia. Tidak; Allah mengontrol adegan / peristiwa itu. Dari kekekalan Allah telah menentukan kapan dan dimana dan bagaimana dan dengan siapa AnakNya harus mati. Tidak ada yang terjadi karena kebetulan atau karena perubahan pikiran manusia. Semua yang telah Allah tetapkan terjadi persis seperti yang telah Ia tentukan, dan tidak ada apapun yang terjadi kecuali yang sudah Ia rencanakan secara kekal. Apapun yang manusia lakukan hanyalah apa yang kuasa / tangan dan rencana / kehendak Allah ‘tentukan untuk terjadi / dilakukan’ (Kis 4:28). Ketika Pilatus memberikan perintah supaya Tuhan Yesus disalibkan di antara 2 kriminil, tanpa ia sendiri ketahui, ia sedang melaksanakan ketetapan kekal dari Allah dan menggenapi firman nubuatanNya. Tujuh ratus tahun sebelum pejabat Romawi ini memberikan perintah, Allah telah menyatakan melalui nabi Yesaya bahwa AnakNya harus ‘diperhitungkan sebagai pemberontak / pelanggar’ (Yes 53:12). ... Tidak satupun dari firman Allah bisa jatuh ke tanah / gagal. ‘Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firmanMu ditetapkan di surga’ (Maz 119:89 - diterjemahkan dari KJV). Persis seperti yang Allah telah tentukan, dan persis seperti yang Ia beritakan / umumkan, begitulah itu terjadi.] - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 24-25.

=====================================================

J. I. Packer:

J. I. Packer: “For it is not true that some Christians believe in divine sovereignty while others hold an opposite view. What is true is that all Christians believe in divine sovereignty, but some are not aware that they do, and mistakenly imagine and insist that they reject it.” [= Karena tidak benar bahwa sebagian orang kristen percaya pada kedaulatan ilahi sedangkan yang lain memegang pandangan yang sebaliknya. Yang benar adalah bahwa semua orang kristen percaya pada kedaulatan ilahi, tetapi sebagian tidak menyadari hal itu, dan secara salah membayangkan dan berkeras bahwa mereka menolaknya.] - hal 16.

J. I. Packer: “God’s sovereignty and man’s responsibility are taught us side by side in the same Bible; sometimes, indeed, in the same text. Both are thus guaranteed to us by the same divine authority; both, therefore, are true. It follows that they must be held together, and not played off against each other. Man is a responsible moral agent, though he is also divinely controlled; man is divinely controlled, though he is also a responsible moral agent.”[= Kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia diajarkan bersama-sama dalam Alkitab yang sama; kadang-kadang bahkan dalam text yang sama. Jadi keduanya dijamin bagi kita oleh otoritas ilahi yang sama; karena itu keduanya adalah benar. Sebagai akibatnya / karena itu mereka harus dipegang / dipercayai bersama-sama, dan bukannya dipertentangkan satu sama lain. Manusia adalah seorang agen moral yang bertanggung jawab, sekalipun ia juga dikontrol oleh Allah; manusia dikontrol oleh Allah, sekalipun ia juga adalah seorang agen moral yang bertanggung jawab.] - hal 22-23.

J. I. Packer: “In the Bible, divine sovereignty and human responsibility are not enemies. They are not uneasy neighbours; they are not in an endless state of cold war with each other. They are friends, and they work together.” [= Dalam Alkitab, kedaulatan ilahi dan tanggung jawab manusia bukanlah musuh-musuh. Mereka bukanlah tetangga yang tidak cocok; mereka tidak ada dalam suatu keadaan perang dingin yang tidak ada akhirnya satu dengan yang lain. Mereka adalah sahabat-sahabat, dan mereka bekerja bersama-sama.] - hal 35-36.
====================================================
Jerome Zanchius:

Jerome Zanchius: “We assert that God did from eternity decree to make man in His own image, and also decreed to suffer him to fall from that image in which he should be created, and thereby to forfeit the happiness with which he was invested, which decree and consequences of it were not limited to Adam only, but included and extended to all his natural posterity.” [= Kami menegaskan bahwa Allah dari kekekalan menetapkan untuk membuat manusia menurut gambarNya, dan juga menetapkan untuk membiarkannya jatuh dari gambar itu di dalam mana ia diciptakan, dan dengan demikian kehilangan kebahagiaan dengan mana ia dilingkupi / diperlengkapi, dan ketetapan dan konsekwensi tentang hal itu tidak dibatasi pada Adam saja, tetapi mencakup dan mencapai semua keturunan alamiah / jasmaninya.] - ‘The Doctrine of Absolute Predestination’,hal 87-88.

Jerome Zanchius: “That he fell in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either willing that Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God was unwilling that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ... Surely, If God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have prevented it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed it, He certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal and ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He decreed nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely eter­nal, though the execution of both be in time. The only way to evade the force of this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned whether man stood or fell’. But in what a shameful, unwor­thy light does this represent the Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an idle, careless spectator of one of the most important events that ever came to pass? Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow fall to the ground without our heavenly Father’? If, then, things the most trivial and worthless are subject to the appointment of His decree and the control of His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower creation?” [= Bahwa ia jatuh sebagai akibat dari ketetapan ilahi kami buktikan demikian: Allah itu atau menghendaki Adam jatuh, atau tidak menghendaki, atau acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah tidak menghendaki Adam melanggar, bagaimana mungkin ia melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan itu, Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan, telah mencegahnya; tetapi Ia tidak mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika Ia menghendakinya, Ia pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah tidak lain adalah meterai dan pengesahan dari kehendakNya. Ia tidak melakukan apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak menetapkan apapun yang tidak Ia kehendaki, dan baik kehendak maupun ketetapan adalah kekal secara mutlak, sekalipun pelaksanaan keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya cara untuk menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini adalah dengan mengatakan bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli apakah manusia itu jatuh atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah memalukan dan tak berharganya terang seperti ini dalam menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas dan tak peduli terhadap salah satu peristiwa yang terpenting yang akan terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan tak berharga tunduk pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol dari providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari ciptaan yang lebih rendah ini?] - ‘The Doctrine of Absolute Predestination’, hal 88-89.

Catatan: Jerome Zanchius sebetulnya tidak bisa disebut sebagai seorang Calvinist / Reformed, karena ia hidup sejaman dengan Calvin, yaitu tahun 1516-1590, tetapi dalam persoalan ini jelas bahwa pandangannya adalah pandangan Calvinisme.
====================================================

William Hendriksen:

William Hendriksen (tentang Yoh 13:19): “He knows that the treachery of Judas will have a tendency to upset the disciples and to undermine their faith. They might even begin to think of their Master as having become the victim of the plotting of that very shrewd fellow, Judas. This will happen unless the Lord is able to convince them that whatever befalls him, far from taking him by surprise, was included in God’s eternal and all-comprehensive plan.” [= Ia tahu bahwa pengkhianatan Yudas akan mempunyai kecenderungan untuk menyedihkan / membingungkan murid-murid dan meruntuhkan iman mereka. Bahkan mereka mungkin mulai berpikir bahwa Guru mereka telah menjadi korban dari persekongkolan dari orang yang sangat licik itu, yaitu Yudas. Hal ini akan terjadi kecuali Tuhan bisa meyakinkan mereka bahwa apapun yang menimpaNya, sama sekali tidak mengejutkanNya, tetapi sudah termasuk dalam rencana yang kekal dan mencakup segala sesuatu dari Allah.] - hal 239.

William Hendriksen (tentang Yoh 13:27): “Thus tersely Jesus dismissed Judas, and at the same time revealed that he, as the Lord of all, was complete Master of the situation. All the details of his passion, including the time-schedule, were in his own hands, not in the hands of the traitor. In the plan of God it had been decided that the Son of God would make himself an offering for sin by his death on the cross, and that this would happen on Friday, the fifteenth of Nisan. That was not the moment which had been selected by the Sanhedrin or by Judas. Hence, Judas must work faster. And Judas does work faster, probably because he now knew (Matt. 26:25) that he had been ‘discovered.’ He was probably afraid lest the whole plot fail if he did not act quickly.” [= Demikianlah dengan pendek dan cepat Yesus membubarkan / menghilangkan Yudas, dan pada saat yang sama menyatakan bahwa Ia, sebagai Tuhan dari semua, berkuasa sepenuhnya atas situasi saat itu. Semua hal-hal terperinci dari penderitaanNya, termasuk jadwal waktunya, ada dalam tanganNya, bukan dalam tangan si pengkhianat. Dalam rencana Allah telah diputuskan bahwa Anak Allah akan menjadikan diriNya sendiri korban untuk dosa melalui kematianNya pada kayu salib, dan bahwa hal ini akan terjadi pada Jum’at, tanggal ke 15 dari bulan Nisan. Itu bukanlah waktu yang telah dipilih oleh Sanhedrin atau oleh Yudas. Jadi, Yudas harus bekerja lebih cepat. Dan Yudas memang bekerja lebih cepat, mungkin karena sekarang ia tahu (Mat 26:25) bahwa ia telah ‘ditemukan / diketahui’. Mungkin ia takut kalau-kalau seluruh rencananya gagal jika ia tidak bertindak dengan cepat.] - hal 247-248.

William Hendriksen (tentang Yoh 13:31): “God’s eternal decree is absolutely unchangeable and is sure to be realized.” [= Ketetapan kekal Allah secara mutlak tidak bisa berubah dan pasti akan terwujud.] - ‘The Gospel of John’, hal 250.

William Hendriksen (tentang Yoh 21:18-19): “whatever happens in our lives has been wisely ordained by the Lord, just as the very manner of Peter’s glorious death had been foreseen and predicted.” [= apapun yang terjadi dalam kehidupan kita telah ditentukan secara bijaksana oleh Tuhan, sama seperti cara kematian Petrus yang mulia telah dilihat lebih dulu dan diramalkan.] - ‘The Gospel of John’, hal 475.

William Hendriksen (tentang Yoh 21:22): “Peter must not be so deeply interested in God’s secret counsel (regarding John) that he fails to pay attention to God’s revealed will! It is a lesson which every believer in every age should take to heart.” [= Petrus tidak boleh begitu dalam berminat dalam rencana rahasia Allah (berkenaan dengan Yohanes) sehingga ia gagal untuk memperhatikan kehendak Allah yang dinyatakan! Ini merupakan suatu pelajaran yang harus diperhatikan oleh setiap orang percaya dalam setiap jaman.] - ‘The Gospel of John’, hal 491.
=====================================================
R. C. Sproul:

R. C. Sproul: “I began the class by reading the opening lines from Chapter III of the Westminster Confession: ‘God, from all eternity, did, by the most wise and holy counsel of His own will, freely, and unchangeably ordain whatsoever comes to pass.’ I stopped reading at that point. I asked, ‘Is there anyone in this room who does not believe the words that I just read?’ A multitude of hands went up. I then asked, ‘Are there any convinced atheists in the room?’ No hands were raised. I then said something outrageous: ‘Everyone who raised his hand to the first question should also have raised his hand to the second question.’ A chorus of groans and protests met my statement. How could I accuse someone of atheism for not believing that God foreordains whatever comes to pass? Those who protested these words were not denying the existence of God. They were not protesting against Christianity. They were protesting against Calvinism. I tried to explain to the class that the idea that God foreordains whatever comes to pass is not an idea unique to Calvinism. It isn’t even unique to Christianity. It is simply a tenet of theism - a necessary tenet of theism.” [= Saya memulai kelas dengan membaca baris-baris pembukaan dari Pasal III dari Westminster Confession of Faith / Pengakuan Iman Westminster: ‘Allah, dari kekekalan, memang, oleh rencana yang paling bijaksana dan kudus dari kehendakNya sendiri, secara bebas, dan secara tak bisa berubah, menentukan apapun yang akan terjadi’. Saya berhenti membaca pada titik itu. Saya bertanya, ‘Adakah siapapun dalam ruangan ini yang tidak percaya kata-kata yang baru saya baca?’ Banyak tangan diangkat. Lalu saya bertanya, ‘Adakah atheis yang sepenuhnya yakin dalam ruangan ini?’ Tak ada tangan yang diangkat. Lalu saya mengatakan sesuatu yang sangat menggemparkan / kasar: ‘Setiap orang yang mengangkat tangannya pada pertanyaan pertama harus juga mengangkat tangannya pada pertanyaan kedua’. Suatu koor suara yang tak setuju dan protes menentang pernyataan saya. Bagaimana saya bisa menuduh seseorang tentang atheisme karena tidak percaya bahwa Allah menentukan apapun yang terjadi? Mereka yang memprotes kata-kata ini bukan sedang menyangkal keberadaan Allah. Mereka bukan sedang memprotes terhadap kekristenan. Mereka sedang memprotes terhadap Calvinisme. Saya mencoba untuk menjelaskan terhadap kelas itu bahwa gagasan bahwa Allah menentukan lebih dulu apapun yang terjadi, bukanlah suatu gagasan yang unik bagi Calvinisme. Itu bahkan tidak / bukan unik bagi kekristenan. Itu merupakan suatu doktrin dari theisme / kepercayaan terhadap Allah - suatu doktrin yang perlu dari theisme.] - ‘Chosen By God’, hal 25-26.

R. C. Sproul: “That God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of his sovereignty. In itself it does not plead for Calvinism. It only declares that God is absolutely sovereign over his creation. God can foreordain things in different ways. But everything that happens must at least happen by his permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. Who, among Christians, would argue that God could not stop something in this world from happening? If God so desires, he has the power to stop the whole world. To say that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power than God himself. If there is any part of creation outside of God’s sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine sovereignty then we must embrace atheism. ... We must hold tightly to God’s sovereignty. Yet we must do it in such a way so as not to violate human freedom.” [= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya. Dalam dirinya sendiri itu tidak berargumentasi untuk Calvinisme. Itu hanya menyatakan bahwa Allah itu berdaulat secara mutlak atas ciptaanNya. Allah bisa menentukan lebih dulu hal-hal dengan cara-cara yang berbeda. Tetapi segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia menentukannya. Siapa, di antara orang-orang Kristen, mau membantah bahwa Allah tidak bisa menghentikan sesuatu dalam dunia ini untuk terjadi? Jika Allah menghendaki demikian, Ia mempunyai kuasa untuk menghentikan seluruh dunia. Mengatakan bahwa Allah menentukan segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus mempercayai atheisme. ... Kita harus berpegang / percaya dengan teguh pada kedaulatan Allah. Tetapi kita harus melakukannya dengan suatu cara sedemikian rupa sehingga tidak melanggar kebebasan manusia.] - ‘Chosen By God’, hal 26-27.

R. C. Sproul: “Then, as now, I realized that evil was a problem for the sovereignty of God. Did evil come into the world against God’s sovereign will? If so, then he is not absolutely sovereign. If not, then we must conclude that in some sense even evil is foreordained by God.” [= Pada saat itu, seperti sekarang, saya menyadari bahwa kejahatan adalah suatu problem untuk kedaulatan Allah. Apakah kejahatan masuk ke dalam dunia menentang kehendak yang berdaulat dari Allah? Jika demikian, maka Ia tidak berdaulat secara mutlak. Jika tidak, maka kita harus menyimpulkan bahwa dalam arti tertentu bahkan kejahatan ditentukan lebih dulu oleh Allah.] - ‘Chosen By God’, hal 29.

R. C. Sproul: “In spite of this excruciating problem we still must affirm that God is not the author of sin. The Bible does not reveal the answers to all our questions. It does reveal the nature and character of God. One thing is absolutely unthinkable, that God could be the author or doer of sin. But this chapter is about God’s sovereignty. We are still left with the question that, given the fact of human sin, how does it relate to God’s sovereignty? If it is true that in some sense God foreordains everything that comes to pass, then it follows with no doubt that God must have foreordained the entrance of sin into the world. That is not to say that God forced it to happen or that he imposed evil upon his creation. All that means is that God must have decided to allow it to happen. If he did not allow it to happen, then it could not have happened, or else he is not sovereign. We know that God is sovereign because we know that God is God. Therefore we must conclude that God foreordained sin.” [= Sekalipun ada problem yang sangat hebat ini kita tetap harus menegaskan bahwa Allah bukan Pencipta dosa. Alkitab tidak menyatakan jawaban-jawaban terhadap semua pertanyaan-pertanyaan kita. Tetapi Alkitab memang menyatakan sifat dasar dan karakter dari Allah. Satu hal yang secara mutlak tak bisa dipikirkan, bahwa Allah bisa adalah Pencipta atau Pelaku dari dosa. Tetapi pasal ini adalah tentang kedaulatan Allah. Kita tetap ditinggalkan dengan pertanyaan bahwa, dengan adanya fakta tentang dosa manusia, bagaimana hubungan hal itu dengan kedaulatan Allah? Jika adalah benar bahwa dalam arti tertentu Allah menentukan lebih dulu segala sesuatu yang akan terjadi, maka akibatnya tak ada keraguan bahwa Allah harus telah menentukan lebih dulu masuknya dosa ke dalam dunia. Itu tidak berarti bahwa Allah memaksakannya untuk terjadi atau bahwa Ia memaksakan kejahatan kepada ciptaanNya. Semua itu berarti bahwa Allah pasti / harus telah memutuskan untuk mengijinkannya untuk terjadi. Jika Ia tidak mengijinkan itu untuk terjadi, maka itu tidak bisa telah terjadi, atau Ia tidak berdaulat. Kita tahu bahwa Allah itu berdaulat karena kita tahu bahwa Allah adalah Allah. Karena itu kita harus menyimpulkan bahwa Allah menentukan lebih dulu dosa.] - ‘Chosen By God’, hal 31.

R. C. Sproul: “The fact that God decided to allow us to sin does not absolve us from our responsibility for sin.” [= Fakta bahwa Allah memutuskan untuk mengijinkan kita untuk berbuat dosa tidak membebaskan kita dari tanggung jawab kita untuk dosa.] - ‘Chosen By God’, hal 32

=====================================================

C. H. Spurgeon:

C. H. Spurgeon: “We are Calvinistic Baptists,” [= Kami adalah orang-orang Baptis yang Calvinistik,] - ‘The Metropolitan Tabernacle’, hal 4 (AGES).

C. H. Spurgeon: “All events are under the control of Providence; consequently all the trials of our outward life are traceable at once to the great First Cause.” [= Semua peristiwa ada di bawah kontrol dari Providensia; dan karenanya semua pencobaan dari kehidupan luar / lahiriah kita bisa langsung diikuti jejaknya sampai kepada sang Penyebab Pertama yang agung.] - ‘Morning and Evening’, September 3, evening.

C. H. Spurgeon: “Let the providence of God do what it may, your business is to do what you can.” [= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu bisa.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.

C. H. Spurgeon (tentang Luk 22:60-61): “God has all things in his hands, he has servants everywhere, and the cock shall crow, by the secret movement of his providence, just when God wills; and there is, perhaps, as much of divine ordination about the crowing of a cock as about the ascending of an emperor to his throne. Things are only little and great according to their bearings; and God reckoned not the crowing bird to be a small thing, since it was to bring a wanderer back to his Saviour, for, just as the cock crew, ‘The Lord turned, and looked upon Peter.’ That was a different look from the one which the girl had given him, but that look broke his heart.” [= Allah mempunyai / memegang segala sesuatu di tanganNya, Ia mempunyai pelayan di mana-mana, dan ayam akan berkokok, oleh gerakan / dorongan rahasia dari providensiaNya, persis pada saat Allah menghendakinya; dan di sana mungkin ada pengaturan / penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang berkokoknya seekor ayam seperti tentang naiknya seorang kaisar ke tahtanya. Hal-hal hanya kecil dan besar menurut hubungannya / sangkut pautnya / apa yang diakibatkannya; dan Allah tidak menganggap berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil, karena itu akan membawa orang yang menyimpang kembali kepada Juruselamatnya, karena, persis pada saat ayam itu berkokok, ‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini adalah pandangan yang berbeda dengan pandangan yang tadi telah diberikan seorang perempuan kepadanya (Luk 22:56), tetapi pandangan itu menghancurkan hatinya.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 20.

C. H. Spurgeon (tentang Rut 2:3): “Her hap was. Yes, it seemed nothing but an accidental happenstance, but how divinely was it planned! Ruth had gone forth with her mother’s blessing under the care of her mother’s God to humble but honorable toil, and the providence of God was guiding her every step. Little did she know that amid the sheaves she would find a husband, that he would make her the joint owner of all those broad acres, and that she, a poor foreigner, would become one of the progenitors of the great Messiah. ... Chance is banished from the faith of Christians, for they see the hand of God in everything. The trivial events of today or tomorrow may involve consequences of the highest importance.” [= ‘Kebetulan ia berada’. Ya, itu kelihatannya bukan lain dari pada suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tetapi hal itu direncanakan secara ilahi! Rut telah pergi dengan berkat dari ibunya di bawah perhatian dari Allah ibunya kepada pekerjaan yang rendah tetapi terhormat, dan providensia Allah membimbing setiap langkahnya. Sedikitpun ia tidak menyangka bahwa di antara berkas-berkas jelai itu ia akan menemukan seorang suami, bahwa ia akan membuatnya menjadi pemilik dari seluruh tanah yang luas itu, dan bahwa ia, seorang asing yang miskin, akan menjadi salah seorang nenek moyang dari Mesias yang agung. ... Kebetulan dibuang dari iman orang-orang Kristen, karena mereka melihat bahwa tangan Allah ada dalam segala sesuatu. Peristiwa-peristiwa remeh dari hari ini atau besok bisa melibatkan konsekwensi-konsekwensi yang paling penting.] - ‘Morning and Evening’, October 25, evening.

C. H. Spurgeon: “man, acting according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by that sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God has predestinated everything yet man is responsible, for he acts freely, and no constraint is put upon him even when he sinneth and disobeyeth wantonly and wickedly the will of God.” [= manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini bisa benar saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa mengetahui dimana tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala sesuatu tetapi manusia bertanggung jawab, karena ia bertindak secara bebas, dan tak ada paksaan diberikan kepadanya bahkan pada waktu ia berbuat dosa dan tidak mentaati kehendak Allah secara memberontak dan secara jahat.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 10.

C. H. Spurgeon (tentang tentara yang tidak mematahkan kaki Kristus tetapi menusukNya dengan tombak - Yohanes 19:33-34):

“They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The foreordination of God in no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross each other.” [= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan.] - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 670-671.

C. H. Spurgeon (tentang Luk 22:22): “The decree of God does not lessen the responsibility of man for his action. Even though it is predetermined of God, the man does it of his own free will, and on him falls the full guilt of it.” [= Ketetapan Allah tidak mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya. Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah, manusia melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri, dan pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 18.
=====================================================
G. C. Berkouwer:

G. C. Berkouwer: “the traditional confession of the Church, the confession of God’s Providence over all things. This total and universal aspect of the Church’s confession renders it unacceptable to many as too simple an answer to the urgency of our times. Can all this, all this that fills men’s hearts, fall within the circle of a Divine Providence? Can man with honesty and clear conscience still believe it? It seems as though this confession - God’s rule over all things, more than other confessions - were thrown into the crucible of the times. This does not mean that in fairer days the Providence of God was never doubted or denied. Even in eras of peace and quiet, when man still had confidence in the inevitable gradual improvement of life, there were burning questions to disturb the honest mind. The lot of man in sickness, suffering, and death has always raised questions about God’s Providence. But the question forces itself far more directly and disturbingly upon us in times of all-embracing crisis, in times when nihilism has become a fad.” [= pengakuan tradisionil dari Gereja, pengakuan tentang Providensia Allah atas segala sesuatu. Aspek total dan universal dari pengakuan Gereja menyebabkannya menjadi tidak bisa diterima bagi banyak orang sebagai suatu jawaban yang terlalu sederhana terhadap keadaan mendesak dari jaman kita. Bisakah semua ini, semua ini yang memenuhi hati manusia, jatuh di dalam lingkaran dari suatu Providensia Ilahi? Bisakah manusia dengan kejujuran dan hati nurani yang bersih tetap mempercayainya? Kelihatannya seakan-akan pengakuan ini - pemerintahan Allah atas segala sesuatu, lebih dari pengakuan-pengakuan yang lain - dilemparkan ke dalam suatu jaman / masa yang sukar. Ini tidak berarti bahwa dalam hari-hari yang lebih baik / menyenangkan Providensia Allah tidak pernah diragukan atau disangkal. Bahkan pada masa damai dan tenang, pada waktu manusia tetap mempunyai keyakinan pada kemajuan bertahap yang tak terhindarkan dari kehidupan, di sana ada pertanyaan-pertanyaan yang mendesak untuk mengganggu pikiran yang jujur. Nasib manusia dalam penyakit, penderitaan, dan kematian telah selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang Providensia Allah. Tetapi pertanyaan itu menekankan / mendesakkan dirinya sendiri dengan jauh lebih langsung dan mengganggu kepada kita pada masa dari krisis yang mencakup segala sesuatu, pada masa pada waktu nihilisme telah menjadi suatu mode yang banyak diterima.] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 9-10.

Catatan: ‘nihilism’ = “The doctrine that nothing actually exists or that existence or values are meaningless.” [= Ajaran bahwa tak ada apapun yang sungguh-sungguh ada / mempunyai keberadaan atau bahwa keberadaan atau nilai tidak mempunyai arti.] - ‘The Free Dictionary’.

G. C. Berkouwer: “When the person and work of Christ was in the center of dispute, the Providence doctrine had not yet became a serious stumbling block. Providence seemed to be a ‘truth’ which could rely upon universal assent - in distinction from other truths like the virgin birth, the resurrection, and the ascension, which were the SCANDALON of the nineteenth century. Anyone who accepted the existence of God usually believed as well that He sustained and ruled the world. ... All this in our century is radically altered. The friendliness of God, which man thought he saw reflected in the stream of history, has become increasingly disputable. ... The facts of experience which used to be the most striking illustrations of God’s Providence have become an even more convincing counter-argument. Everywhere profound doubts have risen as to the reality of God; men not only deny Providence over all things, but ridicule the idea by pointing to the reality around us. True, the confessions of the Church also speak of human suffering and grievous distress. They avoid adversity no more than prosperity, and embrace barren with fruitful years, sickness with health, and ‘all that can yet come over us.’ They even include the evil that God in His ‘pity’ sends. But the proportion of this evil has become so great and frightful that the word ‘pity’ must, it seems, be forced to take on a new meaning.” [= Pada waktu Pribadi dan pekerjaan Kristus ada di pusat dari perdebatan, doktrin Providensia belum / tidak menjadi suatu batu sandungan yang serius. Providensia kelihatan sebagai suatu ‘kebenaran’ yang bisa bersandar pada persetujuan universal - dalam perbedaan dari kebenaran-kebenaran yang lain seperti kelahiran (Yesus) dari perawan, kebangkitan, dan kenaikan ke surga, yang merupakan batu sandungan dari abad 19. Siapapun yang menerima keberadaan Allah biasanya juga percaya bahwa Ia menopang dan memerintah dunia / alam semesta. ... Semua ini dalam abad kita berubah secara radikal. Sikap bersahabat dari Allah, yang manusia pikir / kira ia lihat ditunjukkan dalam aliran sejarah, telah menjadi makin diperdebatkan. ... Fakta-fakta dari pengalaman yang dulunya merupakan ilustrasi / penjelasan tentang Providensia Allah telah menjadi suatu argumentasi kontra / balasan yang bahkan lebih meyakinkan. Dimana-mana keraguan yang mendalam telah muncul berkenaan dengan realita dari Allah; manusia bukan hanya menyangkal Providensia atas segala sesuatu, tetapi membuat gagasan itu sebagai lelucon dengan menunjuk pada realita di sekitar kita. Benar, pengakuan-pengakuan dari Gereja juga berbicara tentang penderitaan manusia dan kesukaran yang menyedihkan. Mereka menghindari kesukaran / penderitaan maupun kemakmuran, dan memeluk / mempercayai tahun-tahun yang tandus dan berbuah, penyakit dan kesehatan, dan ‘semua yang bisa datang ke atas kita’. Mereka bahkan mencakup bencana yang Allah kirimkan dalam ‘belas kasihan’Nya. Tetapi proporsi dari bencana ini telah menjadi begitu besar dan menakutkan sehingga kata ‘belas kasihan’ kelihatannya harus dipaksa untuk mengambil suatu arti yang baru.] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 11-12.

G. C. Berkouwer: “We have remarked that sustenance and government should not be isolated from each other, but must be seen as two aspects of the one almighty and omnipresent act of God. In thinking of Providence as government, we accent the purpose that God proposes and achieves in His holy activity. The sustaining of the world, as we have noted, is also related to His purpose for the future. The only difference is that in the government of God we deal with the purposefulness more explicitly. This rule has neither spatial nor temporal boundaries. ... As God’s rule is incomprehensible, so is it invincible. ... The invincibility of God’s purposeful ruling cannot be measured with human standards, nor exhausted by analogies of human might and power. But that the rule of God is invincible is certain. He is invincible in a Divine way; his method is strange to human techniques.” [= Kami telah menyatakan bahwa penyokongan / penopangan dan pemerintahan tidak boleh dipisahkan satu dengan yang lain, tetapi harus dilihat sebagai dua aspek dari satu tindakan yang maha kuasa dan maha hadir dari Allah. Dalam berpikir tentang Providensia sebagai pemerintahan, kami menekankan rencana yang Allah rencanakan dan capai dalam aktivitas kudusNya. Penyokongan / penopangan dunia, seperti telah kami tunjukkan, juga berhubungan dengan rencanaNya untuk masa yang akan datang. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa dalam pemerintahan Allah kami menangani adanya rencana / tujuan secara lebih explicit. Pemerintahan ini tidak mempunyai baik batasan ruang maupun waktu. ... Sebagaimana pemerintahan Allah itu tidak bisa dipahami, demikian juga itu tidak bisa dikalahkan. ... Tidak bisa dikalahkannya pemerintahan Allah yang mempunyai tujuan tidak bisa diukur dengan standard manusia, ataupun didiskusikan dengan analogi-analogi dari kekuatan dan kuasa manusia. Tetapi bahwa pemerintahan Allah itu tak bisa dikalahkan adalah jelas. Ia tak bisa dikalahkan dalam suatu cara Ilahi; metodeNya adalah aneh bagi tehnik-tehnik manusia.] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 83,84.

G. C. Berkouwer: “The believer is never the victim of the powers of nature or fate. Chance is eliminated.” [= Orang percaya tidak pernah merupakan korban dari kuasa-kuasa dari alam atau nasib. Kebetulan dibuang / disingkirkan.] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 85.

G. C. Berkouwer: “God’s purposes are in all His activity. When He seems most distant, even concealed, He is often near in judgment. But in the judgment He never loses sight of His purpose.” [= Rencana-rencana Allah ada dalam semua aktivitasNya. Pada waktu Ia kelihatannya paling jauh, bahkan tersembunyi, Ia sering dekat dalam penghakiman. Tetapi dalam penghakiman Ia tidak pernah mengabaikan rencanaNya.] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 86.


G. C. Berkouwer: “Scripture stands, thus, in polar opposition to every form of deism which isolates God from the affairs of the world. His immanent leading spans all the ways of man and reaches into the intents of the heart:” [= Jadi, Kitab Suci berdiri dalam pertentangan yang extrim terhadap setiap bentuk dari Deisme, yang mengisolasi Allah dari urusan-urusan dunia. PimpinanNya yang dekat mencakup semua jalan-jalan dari manusia dan menjangkau ke dalam maksud-maksud dari hati:] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 87-88.

Catatan: Berkouwer lalu mengutip 3 ayat Alkitab, yaitu Amsal 16:9 Amsal 21:1 dan Amsal 21:30.

Saya telah memberikan sangat banyak kutipan-kutipan dari Calvin, Westminster Confession of Faith, dan sangat banyak ahli-ahli theologia / penafsir-penafsir Reformed, untuk membuktikan bahwa apa yang saya ajarkan dalam doktrin Providence of God ini memang merupakan ajaran Calvin / Calvinist / Reformed.

Terhadap orang-orang yang memfitnah bahwa ajaran saya adalah ajaran Hyper-Calvinisme, saya menantang mereka, untuk memberikan satu kutipan saja dari Calvin / ahli theologia / penafsir Reformed yang menunjukkan bahwa mereka tidak mempercayai doktrin Providence of God ini!!!


Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Next Post Previous Post