BUKU PROVIDENCE OF GOD (EDISI TERBARU 1)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
BUKU PROVIDENCE OF GOD (EDISI TERBARU)
otomotif, gadget, bisnis

I. PENDAHULUAN dan DEFINISI

A) Pendahuluan.

1) Doktrin Providence of God / Providensia Allah ini adalah sesuatu yang sangat penting bagi kita.

Calvin:

· “Ignorance of Providence is the ultimate of all miseries; the high­est blessedness lies in the knowledge of it” (= Ketidaktahuan ten­tang Providensia adalah asal mula semua kesengsaraan; berkat yang terbesar terletak dalam pengenalan tentang providensia) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, No 11.

· “Nothing is more profitable than the knowledge of this doctrine” (= Tidak ada yang lebih berguna dari pada pengenalan tentang doktrin ini) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, No 3

Saya menuliskan hal ini pada bagian ‘Pendahuluan’ untuk memotivasi saudara mempelajari doktrin Providence of God ini. Tentang apa pentingnya / kegunaannya doktrin ini bagi kita, akan saya bahas di belakang (pelajaran VII).

Sekalipun doktrin Providence of God ini penting, tetapi doktrin ini tidak boleh diajarkan secara sembarangan kepada sembarang orang, karena:

a) Doktrin ini termasuk ‘makanan keras’ yang tidak cocok untuk bayi kristen, apalagi untuk orang yang belum sungguh-sungguh percaya kepada Kristus.

b) Doktrin ini bisa ditanggapi secara salah, khususnya kalau diajarkan kepada orang yang belum waktunya belajar doktrin ini. Ini saya bahas di belakang pada pelajaran VI, no 7.

Karena itu jangan menyebarkan ajaran ini / memberikan buku ini, kecuali kepada orang kristen yang sudah dewasa dalam iman, dan yang sudah mempelajari doktrin dasar Reformed yang lain, seperti Kedaulatan Allah, Predestinasi, dsb.

2) Siapa saja tokoh-tokoh yang mempercayai / mengajarkan doktrin Providence of God ini?

Doktrin ini dipercaya dan diajarkan oleh: Agustinus, John Calvin, Martin Luther, Jerome Zanchius, John Owen, Charles Hodge, R. L. Dabney, Louis Berkhof, Loraine Boettner, William G. T. Shedd, Herman Hoek­sema, Herman Bavinck, G. C. Berkouwer, B. B. Warfield, John Murray, Gresham Machen, William Hendriksen, Arthur W. Pink, dsb. Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada satupun orang Reformed yang sejati yang tidak mempercayai doktrin ini. Juga doktrin ini masuk dalam Westminster Confession of Faith, yang merupakan pengakuan iman dari gereja-gereja Reformed / Presbyterian di Amerika.

Catatan: untuk membuktikan kata-kata saya ini, maka di bagian belakang / terakhir buku ini saya memberikan banyak kutipan, baik dari Westminster Confession of Faith maupun dari Calvin dan dari para ahli theologia Reformed.

Karena itu saya berpendapat bahwa:

· orang yang mengaku dirinya Reformed, tetapi tidak percaya pada doktrin ini, sebetulnya paling banter hanyalah orang yang Semi-Reformed!

· Jika ada orang mengatakan bahwa ajaran ini adalah ajaran Hyper-Calvinisme, maka itu berarti orang itu tidak mengerti apa Calvinisme itu, atau lebih jelek lagi, orang itu adalah seorang pemfitnah!

B) Definisi ‘Providence’.

Kalau dilihat dalam kamus, maka ‘Providence’ berarti ‘pemeliharaan baik’. Tetapi dalam Theologia, ‘Providence’ berarti lebih dari sekedar ‘pemeliharaan baik’. ‘Providence’ adalah pelaksanaan yang tidak mungkin gagal dari Rencana Allah, atau, pemerintahan / pengaturan terhadap segala sesuatu sehingga Rencana Allah terlaksana. Setidaknya itulah pandangan B. B. Warfield yang berkata:

“His works of providence are merely the execution of His all-embracing plan” (= PekerjaanNya dalam providensia semata-mata merupakan pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup segala sesuatu) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.

Jadi sekalipun Providence berbeda dengan Rencana Allah, tetapi keduanya berhubungan sangat erat.

Leon Morris (NICNT) - tentang 2Tesalonika 2:11: “God is not to be thought of as sitting passively by while all this is going on. Invariably the Bible pictures Him as taking part in the world’s drama. Indeed, the world’s drama is nothing other than the working out of His purposes” (= Allah tidak boleh dipikirkan sebagai duduk secara pasif sementara semua ini berjalan / berlangsung. Alkitab selalu menggambarkan Dia sebagai ikut ambil bagian dalam drama dunia ini. Memang, drama dunia ini bukan lain dari pelaksanaan rencanaNya) - hal 233.

G. C. Berkouwer kelihatannya memberikan definisi tentang ‘Providence’ yang agak berbeda ketika ia berkata:

“... the Heidelberg Catechism when it, in Lord’s Day 10, describes Providence as the almighty and omnipresent power of God by which He upholds and governs all things” (= ... Katekismus Heidelberg pada waktu katekismus itu, pada Hari Tuhan ke 10, menggambarkan Providensia sebagai kuasa Allah yang maha kuasa dan maha ada dengan mana Ia menopang dan memerintah segala sesuatu) - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 50.

Definisi dari G. C. Berkouwer ini mirip dengan definisi Calvin tentang ‘Providence’, karena Calvin berkata:

“... providence means not that by which God idly observes from heaven what takes place on earth, but that by which, as keeper of the keys, he governs all events” (= ... providensia tidak berarti sesuatu dengan mana Allah dengan bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa mengawasi dari surga apa yang terjadi di bumi, tetapi sesuatu dengan mana, seperti seorang penjaga kunci, Ia memerintah segala kejadian) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 4.

Sedangkan John Owen menganggap bahwa ‘Providence’ merupakan semua pekerjaan Allah di luar diriNya.

John Owen: “Providence is a word which, in its proper signification, may seem to comprehend all the actions of God that outwardly are of him, that have any respect unto his creatures, all his works that are not AD INTRA, essentially belonging unto the Deity” (= Providensia adalah suatu kata yang, dalam artinya yang benar, kelihatannya meliputi semua tindakan Allah yang ada di luar diriNya, yang berkenaan dengan ciptaanNya, semua pekerjaan-pekerjaanNya yang tidak termasuk AD INTRA, yang secara hakiki merupakan milik Allah) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 31.

Catatan: pekerjaan yang termasuk AD INTRA adalah pekerjaan-pekerjaan di dalam diri Allah Tritunggal, seperti ‘the eternal generation of the Son’ dan ‘the eternal procession of the Holy Spirit’.

II. PROVIDENCE TIDAK MUNGKIN GAGAL

A) Rencana Allah sudah ada dalam kekekalan.

Allah mempunyai rencana, dan seluruh rencana Allah itu sudah ada / sudah direncanakan dalam kekekalan.

Kalau manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di SMA baru kita meren­canakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa meren­canakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan. Tetapi Allah yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh rencanaNya sejak semula!

Dasar Kitab Suci:

· 2Raja-raja 19:25 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari, dan telah merancangnya pada zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu”.

· Mazmur 139:16 - “mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.

· Yesaya 25:1 - “Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu”.

· Yesaya 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu”.

· Yesaya 46:10 - “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan”.

· Matius 25:34 - “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan”.

· Efesus 1:4-5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.

· 2 Tesalonika 2:13 - “Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai”.

2Timotius 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman”.

John Owen: “If God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it must needs be either because he then perceived some goodness in it of which before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness to some state of things which it had not from him; neither of which, without abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the beginning” (= Jika penentuan Allah tentang sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam waktu, itu pasti disebabkan atau karena Ia pada saat itu melihat suatu kebaikan dalam hal itu yang tidak diketahuiNya sebelumnya, atau karena ada suatu kecelakaan yang melekatkan kebaikan yang sungguh-sungguh pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia; yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan suatu penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya dari semula) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.

Memang dalam Kitab Suci ada ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah merencanakan suatu rencana tertentu dalam waktu (bukan dalam kekekalan). Misalnya: Yeremia 18:11 - “Sebab itu, katakanlah kepada orang Yehuda dan kepada penduduk Yerusalem: Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku ini sedang menyiapkan malapetaka terhadap kamu dan merancangkan rencana terhadap kamu. Baiklah kamu masing-masing bertobat dari tingkah langkahmu yang jahat, dan perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu!”.

Tetapi pada waktu Allah berbicara dalam ayat ini, jelas Ia sedang menyesuaikan diriNya dengan kapasitas / pengertian manusia. Kontextnya sendiri juga demikian; baca Yer 18:8,10 yang mengatakan ‘maka menyesallah Aku’.

B) Rencana Allah itu tidak mungkin berubah / gagal.

Orang Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya, dan percaya bahwa rencana Allah bisa gagal. Sebetul­nya ini merupakan suatu penghinaan bagi Allah, karena ini menyamakan Allah dengan manusia, yang sering harus mengubah rencananya dan gagal dalam mencapai rencananya!

Orang Reformed percaya bahwa rencana Allah tidak mungkin berubah ataupun gagal.

Charles Hodge: “Change of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of his original intention” (= Perubahan rencana timbul atau karena kekurangan hikmat atau karena kekurangan kuasa. Karena Allah itu tidak terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia tidak bisa ada keadaan darurat yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada kekurangan jalan / cara, dan tidak ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan dari maksud / rencana yang semula) - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 538-539.

John Owen: “Whatsoever God hath determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure of his will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and immutable” (= Apapun yang Allah telah tentukan, menurut rencana hikmatNya dan kerelaan kehendakNya, untuk terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh dan tetap / tak berubah) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.

William Hendriksen: “God’s eternal decree is absolutely unchangeable and is sure to be realized” (= Ketetapan kekal Allah secara mutlak tidak bisa berubah dan pasti akan terwujud) - ‘The Gospel of John’, hal 250.

William G. T. Shedd mengutip kata-kata Augustine (dari buku ‘Confession’, XII. xv.) yang berbunyi sebagai berikut:

“God willeth not one thing now, and another anon; but once, and at once, and always, he willeth all things that he willeth; not again and again, nor now this, now that; nor willeth afterwards, what before he willed not, nor willeth not, what before he willed; because such a will is mutable; and no mutable thing is eternal.” (=Allah tidak menghendaki sesuatu hal sekarang, dan sebentar lagi menghendaki yang lain; tetapi sekali, dan serentak, dan selalu, Ia menghendaki semua hal yang Ia kehendaki; bukannya berulang-ulang, atau sebentar ini sebentar itu; atau menghendaki setelahnya apa yang tadinya tidak Ia kehendaki, atau tidak menghendaki apa yang tadinya Ia kehendaki; karena kehendak seperti itu bisa berubah; dan hal yang bisa berubah tidak ada yang kekal.) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 395.

Ada banyak alasan / dasar yang menyebabkan kita harus percaya bahwa Allah tidak mungkin mengubah rencanaNya atau gagal dalam mencapai rencanaNya, yaitu:

1) Adanya ayat-ayat yang secara jelas menunjukkan bahwa rencana Allah tidak mungkin gagal, seperti:

· Bilangan 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”.

· 1Samuel 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal”.

· Mazmur 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun”.

· Yeremia 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.

2) Kemahatahuan Allah.

Pada waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan berhasil atau gagal? Kalau Ia tahu bahwa rencanaNya akan gagal, lalu mengapa Ia tetap merencanakannya?

3) Kemahabijaksanaan Allah.

Kebijaksanaan Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang terbaik. Kalau rencana ini lalu diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!

4) Kemahakuasaan Allah.

Manusia sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia tidak maha kuasa, sehingga tidak mampu untuk mencapai / melaksanakan rencananya. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai rencanaNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya! Ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:

· Yes 14:24,26-27 - “(14) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?”.

· Yesaya 25:1 - “Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu”.

· Yesaya 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu”.

· Yesaya 43:13 - “Juga seterusnya Aku tetap Dia, dan tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu; Aku melakukannya, siapakah yang dapat mencegahnya?”.

5) Kedaulatan Allah.

Kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah rencanaNya, karena perubahan rencana membuat Ia menjadi tergantung pada situasi dan kondisi (tidak lagi berdaulat).

C) Providence / pelaksanaan Rencana Allah tidak mungkin gagal.

Dasar Kitab Suci dari pandangan ini:

Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal’”.

Yes 14:24,26-27 - “(14) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?”.

Yesaya 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.

Charles Hodge: “If He foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his purposes; and it is against reason and Scripture to suppose that there is any contradiction or want of correspondence between what He intended and what actually occurs” (= Jika Ia menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa akan cocok / sama dengan rencanaNya; dan adalah bertentangan dengan akal dan Kitab Suci untuk menganggap bahwa ada kontradiksi atau ketidakcocokkan antara apa yang Ia maksudkan dan apa yang sungguh-sungguh terjadi) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 323.

Contoh:

1) Allah merencanakan supaya Rut dan Boas menikah dan dari pernikahan itu mereka menurunkan Yesus / Mesias.

Kelihatannya Rencana Allah ini sukar terlaksana karena Rut ada di Moab dan Boas ada di Yehuda. Tetapi Allah yang maha kuasa itu mengatur sehingga hal itu akhirnya terjadi juga, sehingga mereka menikah dan akhirnya menurunkan Yesus (baca Rut 1-4).

2) Allah merencanakan bahwa Yesus akan lahir di Betlehem (Mikha 5:1 Lukas 2:1-7). Kelihatannya Rencana Allah yang satu ini akan gagal, karena Maria sudah hamil besar dan pada saat itu ia masih ada di Nazaret. Tetapi Allah mengatur dengan menggerakkan hati kaisar untuk mengadakan sensus (bdk. Amsal 21:1) sehingga Yusuf dan Maria terpaksa pergi ke Betlehem dan akhirnya Yesus lahir di Betlehem.

D) Problem ‘Allah menyesal’.

Ada banyak ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa Allah menyesal, seperti Kejadian 6:5-6 Kel 32:7-14 1Sam 15:11a,35b Yes 38:1,5 Yeremia 18:8 Yunus 3:10 Amos 7:3,6. Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah RencanaNya? Saya menjawab: Tidak!

Penjelasan:

1) Prinsip Hermeneutics yang sangat penting adalah: kita tidak boleh menafsirkan suatu bagian Kitab Suci sehingga bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci.

a) Karena itu, maka penafsiran ayat-ayat pada point D) ini tidak boleh bertentangan dengan ayat-ayat pada point B) dan C) di atas. Kalau kita menafsirkan bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam ayat-ayat di sini memang menunjukkan bahwa Allah mengubah rencanaNya, maka jelas bahwa ayat-ayat ini akan bertentangan dengan ayat-ayat pada point B) dan C) di atas.

b) Juga dalam Kitab Suci ada banyak ayat yang menyatakan bahwa Allah tidak mungkin menyesal. Contoh:

· Bilangan 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”.

· 1Samuel 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal.’”.

· Mazmur 110:4 - “TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: ‘Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.’”.

· Yehezkiel 24:14 - “Aku, TUHAN, yang mengatakannya. Hal itu akan datang, dan Aku yang akan membuatnya. Aku tidak melalaikannya dan tidak merasa sayang, juga tidak menyesal. Aku akan menghakimi engkau menurut perbuatanmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH.’”.

· Zakh 8:14 - “Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Kalau dahulu Aku telah bermaksud mendatangkan malapetaka kepada kamu, ketika nenek moyangmu membuat Aku murka, dan Aku tidak menyesal, firman TUHAN semesta alam”.

· Ibrani 7:21 - “tetapi Ia dengan sumpah, diucapkan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘Tuhan telah bersumpah dan Ia tidak akan menyesal: Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya’”.

2) ‘Allah menyesal’ adalah bahasa Anthropopathy.

Kitab Suci sering menggunakan bahasa Anthropomorphism (bahasa yang menggam­barkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia) dan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah dengan perasaan-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci menggunakan bahasa Anthropomorphism, maka tidak boleh diartikan betul-betul demikian.

Misalnya pada waktu dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang panjang’ (Yesaya 59:1), atau pada waktu dikatakan ‘mata TUHAN ada di segala tempat’ (Amsal 15:3), ini tentu tidak berarti bahwa Allah betul-betul mempunyai tangan / mata. Ingat bahwa Allah adalah Roh (Yohanes 4:24).

Contoh lain adalah Kel 31:17b - “sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat”. NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi KJV, RSV, NASB menterjemahkan secara berbeda.

KJV: ‘for in six days the LORD made heaven and earth, and on the seventh day he rested, and was refreshed’ (= karena dalam enam hari TUHAN membuat langit dan bumi, dan pada hari ketujuh Ia beristirahat, dan segar kembali).

Jelas bahwa kita tidak bisa menafsirkan ayat ini seakan-akan Allahnya loyo setelah bekerja berat selama enam hari, dan lalu setelah beristirahat pada hari yang ketujuh, Ia lalu segar kembali / pulih kekuatanNya! Ayat ini hanya menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia yang bisa letih, dan bisa segar kembali.

Demikian juga pada waktu Kitab Suci menggunakan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah menggunakan perasaan-perasaan manusia), maka kita tidak boleh mengartikan bahwa Allahnya betul-betul seperti itu. Contohnya adalah ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’ ini.

Perlu juga saudara ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena ia tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang gadis dan ia menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri. Tetapi setelah menikah, barulah ia tahu akan adanya banyak hal jelek dalam diri istrinya itu yang tadinya tidak ia ketahui. Ini menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri gadis itu.

Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga dari semula Ia telah tahu segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia bisa menyesal!

Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah. Calvin mengatakan bahwa ‘Allah menyesal’ hanya menunjukkan perubahan tindakan.

Calvin: “Now the mode of accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself, but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider that this expression has been taken from our human experience; because God, whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and angered. So we ought not to understand anything else under the word ‘repentance’ than change of action, ...” (= Cara penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.

3) Pada waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu ditinjau dari sudut pandang manusia.

Illustrasi:

Ada seorang sutradara yang menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia juga sekaligus menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah piki­ran / rencana. Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.

Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan / penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah.

4) Keluaran 32:7-14, secara khusus menunjukkan bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ atau ‘menyesallah TUHAN’ (ay 14) tidak bisa diartikan secara hurufiah, karena kalau diartikan secara hurufiah, maka bagian ini menunjukkan bahwa Allah menyesal setelah dinasehati oleh Musa!

Keluaran 32:7-14 - “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ (9) Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. (10) Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’ (11) Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? (12) Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ (14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkanNya atas umatNya”.

Catatan: lebih-lebih kalau kita melihat dalam terjemahan KJV/RSV, dimana untuk kata ‘menyesal’ digunakan kata ‘repent’ (= bertobat), ini menjadi makin tidak masuk akal.

Dengan demikian jelaslah bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam Kitab Suci, tidak menunjukkan bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya!

III. PROVIDENCE BERHUBUNGAN

DENGAN SEGALA SESUATU

A) Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu.

Dengan kata lain, Rencana Allah itu mencakup segala sesuatu dalam arti kata yang semutlak-mutlaknya.

Dasar dari pandangan ini:

1) Dasar Kitab Suci:

a) Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup ‘semuanya’.

Mazmur 139:16 - “... dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.

Daniel 5:23 - “Tuanku meninggikan diri terhadap Yang Berkuasa di sorga: perkakas dari BaitNya dibawa orang kepada tuanku, lalu tuanku serta para pembesar tuanku, para isteri dan para gundik tuanku telah minum anggur dari perkakas itu; tuanku telah memuji-muji dewa-dewa dari perak dan emas, dari tembaga, besi, kayu dan batu, yang tidak dapat melihat atau mendengar atau mengetahui, dan tidak tuanku muliakan Allah, yang menggenggam nafas tuanku dan menentukan segala jalan tuanku”.

b) Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup hal-hal yang remeh / kecil / tak berarti.

Matius 10:29-30 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya”.

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa hal yang remeh / kecil / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit yang tidak berharga, atau rontoknya rambut kita, ternyata hanya bisa terjadi kalau itu sesuai dengan kehendak / Rencana Allah.

B. B. Warfield: “the minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest (Matt. 10:29-30, Luke 12:7)” [= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Lukas 12:7)] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 296.

Calvin: “But anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered (Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all events are governed by God’s secret plan” [= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Matius 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian diatur oleh rencana rahasia Allah] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.

Calvin: “... it is certain that not one drop of rain falls without God’s sure command” (= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun yang jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.

Bdk. Yeremia 14:22 - “Adakah yang dapat menurunkan hujan di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya TUHAN Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya itu?”. Bandingkan juga dengan Ayub 28:25-26 37:6,10-13 Mazmur 68:10 Mazmur 147:8 Amos 4:7 9:5a,6b Zakh 10:1.

Dan dalam tafsirannya tentang kata-kata ‘jika Allah menghendakinya’ dalam Kis 18:21, Calvin berkata: “we do all confess that we be not able to stir one finger without his direction”(= kita semua mengakui bahwa kita tidak bisa menggerakkan satu jari tanpa pimpinanNya).

Calvin: “A certain man has abundant wine and grain. Since he cannot enjoy a single morsel of bread apart from God’s continuing favor, his wine and granaries will not hinder him from praying for his daily bread” (= Seorang tertentu mempunyai anggur dan padi / gandum berlimpah-limpah. Karena ia tidak bisa menikmati sepotong kecil rotipun terpisah dari kemurahan / kebaikan hati yang terus menerus dari Allah, anggur dan lumbung-lumbungnya tidak menghalangi dia untuk berdoa untuk roti hariannya) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XX, No 7.

Mengomentari Lukas 22:60-61 Spurgeon berkata: “God has all things in his hands, he has servants everywhere, and the cock shall crow, by the secret movement of his providence, just when God wills; and there is, perhaps, as much of divine ordination about the crowing of a cock as about the ascending of an emperor to his throne. Things are only little and great according to their bearings; and God reckoned not the crowing bird to be a small thing, since it was to bring a wanderer back to his Saviour, for, just as the cock crew, ‘The Lord turned, and looked upon Peter.’ That was a different look from the one which the girl had given him, but that look broke his heart” [= Allah mempunyai / memegang segala sesuatu di tanganNya, Ia mempunyai pelayan di mana-mana, dan ayam akan berkokok, oleh gerakan / dorongan rahasia dari providensiaNya, persis pada saat Allah menghendakinya; dan di sana mungkin ada pengaturan / penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang berkokoknya seekor ayam seperti tentang naiknya seorang kaisar ke tahtanya. Hal-hal hanya kecil dan besar menurut hubungannya / sangkut pautnya / apa yang diakibatkannya; dan Allah tidak menganggap berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil, karena itu akan membawa orang yang menyimpang kembali kepada Juruselamatnya, karena, persis pada saat ayam itu berkokok, ‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini adalah pandangan yang berbeda dengan pandangan yang tadi telah diberikan seorang perempuan kepadanya (Lukas 22:56), tetapi pandangan itu menghancurkan hatinya] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 20.

Kalau saudara merasa heran mengapa hal-hal yang kecil / remeh itu juga ditetapkan oleh Allah, seakan-akan Allah itu kekurangan kerjaan (bahasa Jawa: kengangguren), maka ingatlah bahwa:

1. Kedaulatan yang mutlak dari Allah tidak memungkinkan adanya hal yang bagaimanapun kecil dan remehnya ada di luar Rencana Allah dan Providence of God.

2. Semua hal-hal di dunia / alam semesta ini berhubungan satu dengan yang lain, sehingga hal kecil / remeh bisa menimbulkan hal yang besar!

Tentang kejatuhan Ahazia dari kisi-kisi kamar atas dalam 2Raja 1:2, Pulpit Commentary memberikan komentar sebagai berikut: “The fainéant king came to his end in a manner: 1. Sufficiently simple. Idly lounging at the projecting lattice window of his palace in Samaria - perhaps leaning against it, and gazing from his elevating position on the fine prospect that spreads itself around - his support suddenly gave way, and he was precipitated to the ground, or courtyard, below. He is picked up, stunned, but not dead, and carried to his couch. It is, in common speech, an accident - some trivial neglect of a fastening - but it terminated this royal career. On such slight contingencies does human life, the change of rulers, and often the course of events in history, depend. We cannot sufficiently ponder that our existence hangs by the finest thread, and that any trivial cause may at any moment cut it short (Jas. 4:14). 2. Yet providential. God’s providence is to be recognized in the time and manner of this king’s removal. He had ‘provoked to anger the Lord God of Israel’ (1Kings 22:53), and God in this sudden way cut him off. This is the only rational view of the providence of God, since, as we have seen, it is from the most trivial events that the greatest results often spring. The whole can be controlled only by the power that concerns itself with the details. A remarkable illustration is afforded by the death of Ahaziah’s own father. Fearing Micaiah’s prophecy, Ahab had disguised himself on the field of battle, and was not known as the King of Israel. But he was not, therefore, to escape. A man in the opposing ranks ‘drew a bow at a venture,’ and the arrow, winged with a Divine mission, smote the king between the joints of his armour, and slew him (1Kings 22:34). The same minute providence which guided that arrow now presided over the circumstances of Ahaziah’s fall. There is in this doctrine, which is also Christ’s (Matt. 10:29,30), comfort for the good, and warning for the wicked. The good man acknowledges, ‘My times are in thy hand’ (Ps. 31:15), and the wicked man should pause when he reflects that he cannot take his out of that hand” [= Raja yang malas sampai pada akhir hidupnya dengan cara: 1. Cukup sederhana. Duduk secara malas pada kisi-kisi jendela yang menonjol dari istananya di Samaria - mungkin bersandar padanya, dan memandang dari posisinya yang tinggi pada pemandangan yang indah di sekitarnya - sandarannya tiba-tiba patah, dan ia jatuh ke tanah atau halaman di bawah. Ia diangkat, pingsan, tetapi tidak mati, dan dibawa ke dipan / ranjangnya. Dalam pembicaraan umum itu disebut suatu kecelakaan / kebetulan - suatu kelalaian yang remeh dalam pemasangan (jendela / kisi-kisi) - tetapi itu mengakhiri karir kerajaannya. Pada hal-hal kebetulan / tak tentu yang remeh seperti ini tergantung hidup manusia, pergantian penguasa / raja, dan seringkali rangkaian dari peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Kita tidak bisa terlalu banyak dalam merenungkan bahwa keberadaan kita tergantung pada benang yang paling tipis, dan bahwa setiap saat sembarang penyebab yang remeh bisa memutuskannya (Yakobus 4:14). 2. Tetapi bersifat providensia. Providensia ilahi / pelaksanaan rencana Allah harus dikenali dalam waktu dan cara penyingkiran raja ini. Ia telah ‘menimbulkan kemarahan / sakit hati Tuhan, Allah Israel’ (1Raja 22:54), dan Allah dengan cara mendadak ini menyingkirkannya. Ini merupakan satu-satunya pandangan rasionil tentang providensia Allah, karena, seperti telah kita lihat, adalah dari peristiwa yang paling remehlah sering muncul akibat yang terbesar. Seluruhnya bisa dikontrol hanya oleh kuasa yang memperhatikan hal-hal yang kecil. Suatu ilustrasi yang hebat / luar biasa diberikan oleh kematian dari ayah Ahazia sendiri. Karena takut pada nubuat Mikha, Ahab menyamar dalam medan pertempuran, dan tidak dikenal sebagai raja Israel. Tetapi hal itu tidak menyebabkannya lolos. Seseorang dari barisan lawan ‘menarik busurnya secara untung-untungan / sembarangan’ dan anak panah itu, terbang dengan misi ilahi, mengenai sang raja di antara sambungan baju zirahnya, dan membunuhnya (1Raja 22:34). Providensia yang sama seksamanya, yang memimpin anak panah itu, sekarang memimpin / menguasai situasi dan kondisi dari kejatuhan Ahazia. Dalam doktrin / ajaran ini, yang juga merupakan ajaran Kristus (Matius 10:29-30), ada penghiburan untuk orang baik / saleh, dan peringatan untuk orang jahat. Orang baik mengakui: ‘Masa hidupku ada dalam tanganMu’ (Maz 31:16), dan orang jahat harus berhenti ketika ia merenungkan bahwa ia tidak bisa mengambil masa hidupnya dari tangan itu] - hal 13-14.

Catatan: 1Raja 22:53 dalam Kitab Suci Inggris adalah 1Raja 22:54 dalam Kitab Suci Indonesia.

Lalu, dalam tafsiran tentang 2Raja 5, dimana kata-kata yang sederhana dari seorang gadis Israel ternyata bisa membawa kesembuhan bagi Naaman dari penyakit kustanya, Pulpit Commentary mengatakan sebagai berikut: “The dependence of the great upon the small. The recovery of this warrior resulted from the word of this captive maid. Some persons admit the hand of God in what they call great events! But what are the great events? ‘Great’ and ‘small’ are but relative terms. And even what we call ‘small’ often sways and shapes the ‘great.’ One spark of fire may burn down all London” (= Ketergantungan hal yang besar pada hal yang kecil. Kesembuhan dari pejuang ini dihasilkan / diakibatkan dari kata-kata dari pelayan tawanan ini. Sebagian orang mengakui tangan Allah dalam apa yang mereka sebut peristiwa besar! Tetapi apakah peristiwa besar itu? ‘Besar’ dan ‘kecil’ hanyalah istilah yang relatif. Dan bahkan apa yang kita sebut ‘kecil’ sering mempengaruhi dan membentuk yang ‘besar’. Sebuah letikan api bisa membakar seluruh kota London) - hal 110.

R. C. Sproul: “For want of a nail the shoe was lost; for want of the shoe the horse was lost; for want of the horse the rider was lost; for want of the rider the battle was lost; for want of the battle the war was lost” [= Karena kekurangan sebuah paku maka sebuah sepatu (kuda) hilang; karena kekurangan sebuah sepatu (kuda) maka seekor kuda hilang; karena kekurangan seekor kuda maka seorang penunggang kuda hilang; karena kekurangan seorang penunggang kuda maka sebuah pertempuran hilang (kalah); karena kekurangan sebuah pertempuran maka peperangan hilang (kalah)] - ‘Chosen By God’, hal 155.

Jadi, melalui illustrasi ini terlihat dengan jelas bahwa sebuah paku, yang merupakan hal yang remeh / kecil, ternyata bisa menimbulkan kekalahan dalam peperangan, yang jelas merupakan hal yang sangat besar! Karena itu jangan heran kalau hal-hal yang kecil / remeh juga ditetapkan / direncanakan oleh Allah.

Illustrasi lain: saya pernah menonton film rekonstruksi suatu pembunuhan sebagai berikut: seorang pembunuh melakukan pembunuhan berencana dengan rencana yang begitu matang sehingga hampir-hampir tidak terbongkar. Terbongkarnya pembunuhan itu hanya karena ‘suatu kesalahan remeh’, yaitu dimana setelah membunuh korbannya, si pembunuh menyisir rambut palsu / wignya di kamar tempat ia melakukan pembunuhan, dan lalu meninggalkannya di sana. Ternyata satu helai rambut palsunya rontok, dan tertinggal di kamar, dan gara-gara satu helai rambut itu, akhirnya pembunuhannya terungkap, dan ia tertangkap. Film itu diberi judul ‘Beaten by a Hair’(= dikalahkan oleh sehelai rambut). Saudara masih menganggap bahwa rontoknya sehelai rambut merupakan sesuatu yang remeh, dan karena itu tidak mungkin Allah menentukan hal seperti itu? Ingat bahwa yang remeh bisa menimbulkan akibat yang besar. Jadi, kalau yang remeh bisa terjadi di luar kehendak / pengaturan Allah, maka yang besar juga bisa.

c) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya seperti ‘kebetulan’ juga hanya bisa terjadi karena itu merupakan Rencana Allah. Contoh:

1. Keluaran 21:13 - “Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari”.

Yang dimaksud dengan ‘pembunuhan yang tidak disengaja’ itu dijelaskan / diberi contoh dalam Ul 19:4-5, yaitu orang yang pada waktu mengayunkan kapak, lalu mata kapaknya terlepas dan mengenai orang lain sehingga mati. Hal seperti ini kelihatannya ‘kebetulan’, tetapi toh Kel 21:13 itu mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi karena ‘tangannya ditentukan Allah melakukan itu’. Jadi, jelas bahwa hal-hal yang kelihatannya kebetulan sekalipun hanya bisa terjadi kalau itu sesuai kehendak / Rencana Allah.

Calvin (tentang Keluaran 21:13): “it must be remarked, that Moses declares that accidental homicide, as it is commonly called, does not happen by chance or accident, but according to the will of God, as if He himself led out the person, who is killed, to death. By whatever kind of death, therefore, men are taken away, it is certain that we live or die only at His pleasure; and surely, if not even a sparrow can fall to the ground except by His will, (Matthew 10:29,) it would be very absurd that men created in His image should be abandoned to the blind impulses of fortune. Wherefore it must be concluded, as Scripture elsewhere teaches, that the term of each man’s life is appointed, with which another passage corresponds, ‘Thou turnest man to destruction, and sayest, Return, ye children of men.’ (Psalm 90:3.) It is true, indeed, that whatever has no apparent cause or necessity seems to us to be fortuitous; and thus, whatever, according to nature, might happen otherwise we call accidents, (contingentia;) yet in the meantime it must be remembered, that what might else incline either way is governed by God’s secret counsel, so that nothing is done without His arrangement and decree” [= harus diperhatikan, bahwa Musa menyatakan bahwa pembunuhan yang bersifat kebetulan, seperti yang biasanya disebut, tidak terjadi oleh kebetulan, tetapi sesuai / menurut kehendak Allah, seakan-akan Ia sendiri membimbing orang, yang dibunuh / terbunuh, pada kematian. Karena itu, oleh jenis kematian apapun, orang-orang diambil, adalah pasti bahwa kita hidup dan mati hanya pada perkenanNya; dan pastilah, jika bahkan seekor burung pipit tidak bisa jatuh ke tanah kecuali oleh kehendakNya (Matius 10:29), adalah sangat menggelikan bahwa manusia yang diciptakan menurut gambarNya harus ditinggalkan pada perubahan nasib yang buta. Karena itu haruslah disimpulkan, sebagaimana Kitab Suci di bagian lain mengajarkan, bahwa masa hidup dari setiap orang ditetapkan, dengan mana text yang lain sesuai, ‘Engkau membelokkan manusia kepada kehancuran / kebinasaan, dan berkata: ‘Kembalilah, hai anak-anak manusia!’ (Mazmur 90:3, KJV). Memang benar bahwa apapun yang tidak mempunyai penyebab yang jelas atau keharusan, bagi kita kelihatannya merupakan kebetulan; dan demikianlah, apapun, menurut alam, bisa terjadi sebagai apa yang kita sebut kebetulan, tetapi pada saat yang sama harus diingat, bahwa apa yang bisa menyimpangkan ke arah manapun diperintah oleh rencana rahasia Allah, sehingga tak ada apapun yang terjadi tanpa pengaturan dan ketetapanNya].

Mazmur 90:3 - “Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: ‘Kembalilah, hai anak-anak manusia!’”.

2. 1Samuel 6:7-12 - “(7) Oleh sebab itu ambillah dan siapkanlah sebuah kereta baru dengan dua ekor lembu yang menyusui, yang belum pernah kena kuk, pasanglah kedua lembu itu pada kereta, tetapi bawalah anak-anaknya kembali ke rumah, supaya jangan mengikutinya lagi. (8) Kemudian ambillah tabut TUHAN, muatkanlah itu ke atas kereta dan letakkanlah benda-benda emas, yang harus kamu bayar kepadaNya sebagai tebusan salah, ke dalam suatu peti di sisinya. Dan biarkanlah tabut itu pergi. (9) Perhatikanlah: apabila tabut itu mengambil jalan ke daerahnya, ke Bet-Semes, maka Dialah itu yang telah mendatangkan malapetaka yang hebat ini kepada kita. Dan jika tidak, maka kita mengetahui, bahwa bukanlah tanganNya yang telah menimpa kita; kebetulan saja hal itu terjadi kepada kita.’ (10) Demikianlah diperbuat orang-orang itu. Mereka mengambil dua ekor lembu yang menyusui, dipasangnya pada kereta, tetapi anak-anaknya ditahan di rumah. (11) Mereka meletakkan tabut TUHAN ke atas kereta, juga peti berisi tikus-tikus emas dan gambar benjol-benjol mereka. (12) Lembu-lembu itu langsung mengikuti jalan yang ke Bet-Semes; melalui satu jalan raya, sambil menguak dengan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, sedang raja-raja kota orang Filistin itu berjalan di belakangnya sampai ke daerah Bet-Semes”.

Orang Filistin ingin tahu apakah wabah yang menimpa mereka (1Sam 5) berasal dari Tuhan atau hanya kebetulan saja. Dan untuk mengetahui hal itu mereka melakukan percobaan. Hasil dari percobaan itu adalah jelas. Itu bukan kebetulan, tetapi Tuhanlah yang melakukan semua itu.

3. 1Raja-raja 22:34 - “Tetapi seseorang menarik panahnya dan menembak dengan sembarangan saja dan mengenai raja Israel di antara sambungan baju zirahnya. Kemudian ia berkata kepada pengemudi keretanya: ‘Putar! Bawa aku keluar dari pertempuran, sebab aku sudah luka.’”.

Kitab Suci Indonesia: ‘menembak dengan sembarangan’.

KJV/RSV: ‘drew a bow at a venture’ (= menarik busurnya secara untung-untungan).

NIV/NASB: ‘drew his bow at random’ (= menarik busurnya secara sembarangan).

Catatan: Kata bentuk jamaknya muncul dalam 2Sam 15:11 dan dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘tanpa curiga’.

NIV: ‘quite innocently’ (= dengan tak bersalah).

NASB: ‘innocently’ (= dengan tak bersalah).

KJV/RSV: ‘in their simplicity’ (= dalam kesederhanaan mereka).

Pulpit Commentary: “An unknown, unconscious archer. The arrow that pierced Ahab’s corselet was shot ‘in simplicity,’ without deliberate aim, with no thought of striking the king. It was an unseen Hand that guided that chance shaft to its destination. It was truly ‘the arrow of the Lord’s vengeance.’” (= Seorang pemanah yang tak dikenal, dan yang tak menyadari tindakannya. Panah yang menusuk pakaian perang Ahab ditembakkan ‘dalam kesederhanaan’, tanpa tujuan yang disengaja, dan tanpa pikiran untuk menyerang sang raja. Adalah ‘Tangan yang tak kelihatan’ yang memimpin ‘panah kebetulan’ itu pada tujuannya. Itu betul-betul merupakan ‘panah pembalasan Tuhan’) - hal 545.

Pulpit Commentary: “how useless are disguises when the providence of Omniscience is concerned! Ahab might hide himself from the Syrians, but he could not hide himself from God. Neither could he hide himself from angels and devils, who are instruments of Divine Providence, ever influencing men, and even natural laws, or forces of nature” (= betapa tidak bergunanya penyamaran pada waktu providensia dari Yang Mahatahu yang dipersoalkan! Ahab bisa menyembunyikan dirinya dari orang Aram, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan dirinya dari Allah. Ia juga tidak bisa menyembunyikan dirinya dari malaikat dan setan, yang merupakan alat-alat dari Providensia Ilahi, yang selalu mempengaruhi manusia, dan bahkan hukum-hukum alam, atau kuasa / kekuatan alam) - hal 552.

Pulpit Commentary: “The chance shot. The success of Ahab’s device only served to make the blow come more plainly from the hand of God. Benhadad’s purpose could be baffled, but not His. There is no escape from God” (= Tembakan kebetulan. Sukses dari muslihat Ahab hanya berfungsi untuk membuat kelihatan dengan lebih jelas bahwa serangan itu datang dari tangan Allah. Tujuan / rencana Benhadad bisa digagalkan / dihalangi, tetapi tidak tujuan / rencanaNya. Tidak ada jalan untuk lolos dari Allah) - hal 557.

Jadi, ini lagi-lagi menunjukkan bahwa tidak ada ‘kebetulan’. Semua yang kelihatannya merupakan kebetulan, diatur oleh Allah.

4. Amsal 16:33 - “Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN”.

Tidak ada yang kelihatan lebih bersifat kebetulan dari pada undi yang dibuang di pangkuan, tetapi toh ayat ini mengatakan bahwa setiap keputusannya berasal dari Tuhan.

Matthew Henry: “The divine Providence orders and directs those things which to us are perfectly casual and fortuitous. Nothing comes to pass by chance, nor is an event determined by a blind fortune, but every thing by the will and counsel of God” [= Providensia ilahi mengatur dan mengarahkan hal-hal itu, yang bagi kita sepenuhnya adalah sembarangan dan kebetulan. Tidak ada yang terjadi karena kebetulan, juga tidak ada peristiwa yang ditentukan oleh nasib / takdir yang buta, tetapi segala sesuatu (terjadi / ditentukan) oleh kehendak dan rencana Allah].

Catatan: ini tidak berarti bahwa pada jaman sekarang kita boleh mencari kehendak Tuhan dengan cara ini. Pada jaman sekarang, dimana kita sudah mempunyai Kitab Suci yang lengkap, maka kita harus mencari kehendak Tuhan melalui Kitab Suci / Firman Tuhan.

5. Rut 2:3 - “Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh”.

Charles Haddon Spurgeon memberikan renungan tentang Rut 2:3, dimana ia berkata sebagai berikut:

“Her hap was. Yes, it seemed nothing but an accidental happenstance, but how divinely was it planned! Ruth had gone forth with her mother’s blessing under the care of her mother’s God to humble but honorable toil, and the providence of God was guiding her every step. Little did she know that amid the sheaves she would find a husband, that he would make her the joint owner of all those broad acres, and that she, a poor foreigner, would become one of the progenitors of the great Messiah. ... Chance is banished from the faith of Christians, for they see the hand of God in everything. The trivial events of today or tomorrow may involve consequences of the highest importance” (= ‘Kebetulan ia berada’. Ya, itu kelihatannya bukan lain dari pada suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tetapi hal itu direncanakan secara ilahi! Rut telah pergi dengan berkat dari ibunya di bawah pemeliharaan dari Allah ibunya kepada pekerjaan yang rendah tetapi terhormat, dan providensia Allah membimbing setiap langkahnya. Sedikitpun ia tidak menyang-ka bahwa di antara berkas-berkas jelai itu ia akan menemukan seorang suami, bahwa ia akan membuatnya menjadi pemilik dari seluruh tanah yang luas itu, dan bahwa ia, seorang asing yang miskin, akan menjadi salah seorang nenek moyang dari Mesias yang agung. ... Kebetulan dibuang dari iman orang-orang Kristen, karena mereka melihat bahwa tangan Allah ada dalam segala sesuatu. Peristiwa-peristiwa remeh dari hari ini atau besok bisa melibatkan konsek-wensi-konsekwensi yang paling penting) - ‘Morning and Evening’, October 25, evening.

6. 2Raja-raja 9:21 - “Sesudah itu berkatalah Yoram: ‘Pasanglah kereta!’, lalu orang memasang keretanya. Maka keluarlah Yoram, raja Israel, dan Ahazia, raja Yehuda, masing-masing naik keretanya; mereka keluar menemui Yehu, lalu menjumpai dia di kebun Nabot, orang Yizreel itu”.

Pulpit Commentary: “Humanly speaking, this was accidental. ... Had the king started a little sooner, or had Jehu made less haste, the meeting would have taken place further from the town, and outside the ‘portion of Naboth.’ But Divine providence so ordered matters that vengeance for the sin of Ahab was exacted upon the very scene of his guilt, and a prophecy made, probably by Elisha, years previously, and treasured up in the memory of Jehu (ver. 26), was fulfilled to the letter” (= Berbicara secara manusia, ini merupakan suatu kebetulan. ... Seandainya sang raja berangkat sedikit lebih awal, atau seandainya Yehu mengurangi sedikit saja ketergesa-gesaannya, maka pertemuan itu akan terjadi lebih jauh dari kota, dan di luar ‘kebun dari Nabot’. Tetapi Providensia Ilahi mengatur hal-hal sedemikian rupa sehingga pembalasan untuk dosa Ahab ditetapkan pada tempat yang persis sama dengan tempat dari kesalahannya, dan suatu nubuat dibuat, mungkin oleh Elisa, bertahun-tahun sebelumnya, dan disimpan dalam ingatan Yehu (ay 26), digenapi sampai hal yang terkecil)- hal 192.

Semua ini menunjukkan bahwa dalam membuat RencanaNya, Allah bukan hanya merencanakan / menetapkan garis besarnya saja, tetapi lengkap dengan semua detail-detailnya, sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya.

Loraine Boettner: “The Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific plan which embraces all events in all ages” (= Orang yang menganut Pelagianisme menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; orang Arminian berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang specific; tetapi orang Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang specific yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 22-23.

B. B. Warfield:

· “Throughout the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every event that comes to pass” (= Sepanjang Perjanjian Lama, dibalik proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan pemerintahan Allah yang melaksanakan rencana yang sudah direncanakanNya lebih dulu - suatu rencana yang cukup luas untuk mencakup seluruh alam semesta, cukup kecil / seksama untuk memperhatikan detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang terjadi) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 276.

· “But, in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event falls with exact precision into its proper place in the unfolding of His eternal plan; nothing, however small, however strange, occurs without His ordering, or without its peculiar fitness for its place in the working out of His purpose; and the end of all shall be the manifestation of His glory, and the accumulation of His praise” (= Tetapi, dalam hikmat yang tidak terbatas dari Tuhan seluruh bumi, setiap peristiwa / kejadian jatuh dengan ketepatan yang tepat pada tempatnya dalam pembukaan dari rencana kekalNya; tidak ada sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun anehnya, terjadi tanpa pengaturan / perintahNya, atau tanpa kecocokannya yang khusus untuk tempatnya dalam pelaksanaan RencanaNya; dan akhir dari semua adalah akan diwujudkannya kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian bagiNya) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 285.

Charles Hodge: “As God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive and magnificent conception” (= Sebagaimana Allah mengerjakan rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi mata seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang dan jauh itu mempunyai tempat dan orbit tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut suatu konsep yang luas dan besar / indah) - ‘Systematic Theology’, vol II hal 313.

Saya berpendapat bagian yang saya garis-bawahi tersebut merupakan hal yang perlu dicamkan. Analoginya dalam dunia theologia adalah: bagi orang yang tidak mengerti theologia, semua merupakan kekacauan, atau semua terjadi begitu saja, atau secara kebetulan. Tetapi bagi mata seorang ahli theologia, segala sesuatu ditetapkan dan diatur oleh Allah.

2) Kemahatahuan Allah.

Bahwa Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, atau bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, juga bisa terlihat dari kemaha-tahuan Allah.

a) Kemahatahuan Allah menunjukkan bahwa Ia menentukan segala sesuatu.

Penjelasan:

Bayangkan suatu saat (minus tak terhingga) dimana alam semesta, malaikat, manusia, dsb belum diciptakan. Yang ada hanyalah Allah sendiri. Ini adalah sesuatu yang alkitabiah, karena Alkitab jelas mengajarkan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu (Kej 1 Yoh 1:1-3). Pada saat itu, karena Allah itu maha tahu (1Sam 2:3), maka Ia sudah mengetahui segala sesuatu (dalam arti kata yang mutlak) yang akan terjadi, termasuk dosa. Semua yang Ia tahu akan terjadi itu, pasti terjadi persis seperti yang Ia ketahui. Dengan kata lain, semua itu sudah tertentu pada saat itu. Kalau sudah tertentu, pasti ada yang menentukan (karena tidak mungkin hal-hal itu menentukan dirinya sendiri). Karena pada saat itu hanya ada Allah sendiri, maka jelas bahwa Ialah yang menen­tukan semua itu.

Loraine Boettner:

· “This fixity or certainty could have had its ground in nothing outside of the divine Mind, for in eternity nothing else existed” (= Ketertentuan atau kepastian ini tidak bisa mempunyai dasar pada apapun di luar Pikiran ilahi, karena dalam kekekalan tidak ada apapun yang lain yang ada) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 45.

· “Yet unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it stands defenseless before the logical consistency of Calvinism; for foreknowledge implies certainty and certainty implies foreordination” (= Kecuali Arminianisme menyangkal / menolak pengetahuan lebih dulu dari Allah, ia tidak mempunyai pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari Calvinisme; karena pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.

· “The Arminian objection against foreordination bears with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain” (= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

b) Dalam persoalan ini perlu saudara ketahui bahwa penentuan itu terjadi bukan karena Allah sudah tahu.

Roma 8:29 (NIV) - ‘For those He foreknew, He also predestined ...’ [= Karena mereka yang Ia ketahui lebih dulu, juga Ia tentukan ...].

Ayat ini sering dipakai oleh orang Arminian sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Allah menentukan karena Dia sudah tahu bahwa hal itu akan terjadi. Jadi, Allah menentukan supaya si A menjadi orang beriman, karena Ia tahu bahwa orang itu akan menjadi orang beriman. Allah menentukan si B menjadi orang saleh, karena Ia tahu si B akan mentaati Dia, dsb.

Ada beberapa hal yang perlu disoroti dari penafsiran Arminian tentang Ro 8:29 ini:

1. ‘Menentukan karena sudah tahu’ tidak bisa disebut sebagai ‘menentukan’, karena kalau Allah sudah tahu bahwa suatu hal akan terjadi, maka hal itu pasti akan terjadi. Lalu apa gunanya ditentukan lagi?

2. Kalau kita menafsirkan Ro 8:29 sebagai ‘menentukan karena sudah tahu’, maka ini akan bertentangan dengan Ef 1:4,5,11.

a. Efesus 1:4 mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, pemilihan itulah yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, dalam pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada dulu, dan tujuannya adalah supaya kita menjadi kudus dan tidak bercacat. Sedangkan kalau diambil penafsiran tadi / penafsiran Arminian, maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada dulu dalam pemikiran Allah, dan sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!

b. Ef 1:5b,11b menunjukkan bahwa kita dipilih sesuai dengan kerelaan kehendak Allah (dalam bahasa Jawa / pasaran mungkin bisa dikatakan ‘saksirnya Allah’). Jadi jelas bahwa pemilihan itu dilakukan oleh Allah bukan karena Ia melihat akan adanya sesuatu yang baik dalam diri kita!

3. Roma 8:29 itu tidak mengatakan bahwa ‘Allah tahu lebih dulu tentang iman / perbuatan baik mereka’.

A. H. Strong: “The Arminian interpretation of ‘whom he foreknew’ (Rom 8:29) would require the phrase ‘as conformed to the image of His Son’ to be conjoined with it. Paul, however, makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen condition, of God’s foreordination” [= Penafsiran Arminian tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ (Ro 8:29) mengharuskan kata-kata ‘untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya’ dihubungkan dengannya. Tetapi Paulus membuat keserupaan dengan Kristus sebagai hasil, dan bukan sebagai syarat yang dilihat lebih dulu, dari penetapan Allah] - ‘Systematic Theology’, hal 781.

Saya sangat setuju dengan kata-kata A. H. Strong ini! Orang-orang Arminian membaca / menafsirkan Roma 8:29-30 ini seakan-akan ayat itu berbunyi sebagai berikut:

“Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu akan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.

Bandingkan dengan bunyi Ro 8:29-30 yang asli (diterjemahkan dari NIV): “(29) Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.

Loraine Boettner: “Notice especially that Rom. 8:29 does not say that they were foreknown as doers of good works, but that they were foreknown as individuals to whom God would extend the grace of election” [= Perhatikan khususnya bahwa Ro 8:29 tidak berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai individu-individu kepada siapa Allah memberikan kasih karunia pemilihan] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

Charles Haddon Spurgeon: “it is further asserted that the Lord foreknew who would exercise repentance, who would believe in Jesus, and who would persevere in a consistent life to the end. This is readily granted, but a reader must wear very powerful magnifying spectacles before he will be able to discover that sense in the text. Upon looking carefully at my Bible again I do not perceive such statement. Where are those words which you have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to believe, and to persevere in grace’? I do not find them either in the English version or in the Greek original. If I could so read them the passage would certainly be very easy, and would very greatly alter my doctrinal views; but, as I do not find those words there, begging your pardon, I do not believe in them. However wise and advisable a human interpolation may be, it has no authority with us; we bow to holy Scripture, but not to glosses which theologians may choose to put upon it. No hint is given in the text of foreseen virtue any more than of foreseen sin, and, therefore, we are driven to find another meaning for the word” [= Selanjutnya ditegaskan / dinyatakan bahwa Tuhan mengetahui lebih dulu siapa yang akan bertobat, siapa yang akan percaya kepada Yesus, dan siapa yang akan bertekun dalam hidup yang konsisten sampai akhir. Ini dengan mudah diterima, tetapi seorang pembaca harus memakai kaca mata pembesar yang sangat kuat sebelum ia bisa menemukan arti itu dalam text itu. Melihat dalam Alkitab saya dengan teliti sekali lagi, saya tidak mendapatkan arti seperti itu. Dimana kata-kata yang kamu tambahkan itu ‘Yang diketahuiNya lebih dulu akan bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih karunia’? Saya tidak menemukan kata-kata itu baik dalam versi Inggris atau dalam bahasa Yunani orisinilnya. Jika saya bisa membaca seperti itu, text itu pasti akan menjadi sangat mudah, dan akan sangat mengubah pandangan doktrinal saya; tetapi, karena saya tidak menemukan kata-kata itu di sana, maaf, saya tidak percaya padanya. Bagaimanapun bijaksana dan baiknya penyisipan / penambahan manusia, itu tidak mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk / menghormat pada Kitab Suci, tetapi tidak pada komentar / keterangan yang dipilih oleh ahli-ahli theologia untuk diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk yang diberikan dalam text itu tentang kebaikan atau dosa yang dilihat lebih dulu, dan karena itu, kami didorong untuk mencari / mendapatkan arti yang lain untuk kata itu] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 22.

4. Disamping itu, penafsiran Arminian ini menafsirkan kata ‘foreknew’ (= mengetahui lebih dulu) sekedar sebagai suatu pengetahuan intelektual. Tetapi saya percaya bahwa penafsiran seperti itu adalah salah. Untuk itu mari kita melihat penjelasan di bawah ini:

a. Pembahasan kata ‘know’ (= tahu / kenal) dalam Kitab Suci.

· dalam Perjanjian Lama.

Kata ‘know’ (= tahu) dalam bahasa Ibrani adalah YADA. Sekalipun YADA memang bisa diartikan sebagai ‘tahu secara intelektual’ tetapi seringkali kata YADA tidak bisa diartikan demikian. Saya akan memberikan beberapa contoh dimana kata YADA tidak bisa diartikan sekedar sebagai ‘tahu secara intelektual’:

* Kej 4:1 (KJV/Lit): ‘Adam knew Eve his wife, and she conceived’ (= Adam tahu / kenal Hawa istrinya, dan ia mengandung).

Di sini jelas bahwa YADA tidak mungkin diartikan ‘tahu secara intelektual’! Tidak mungkin Adam hanya mengetahui Hawa secara intelektual, dan itu menyebab-kan Hawa lalu mengandung! Jelas bahwa YADA / ‘to know’ di sini tidak sekedar berarti ‘tahu’, tetapi ada kasih / hubungan intim di dalamnya.

Karena itu kalau Roma 8:29 mengatakan Allah tahu / kenal, lalu menentukan, maksudnya adalah Allah mengasihi, lalu menentukan. Jadi penekanannya adalah: penentuan itu didasarkan atas kasih. Bdk. Ef 1:5 - ‘Dalam kasih Allah telah memilih kita ...’.

Catatan: tafsiran ini saya ambil dari buku tafsiran kitab Roma oleh John Murray (NICNT).

* Dalam Kej 18:19, kata YADA ini diterjemahkan ‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia.

“Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya”.

RSV, NIV, NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia! ASV/KJV/NKJV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi kalimatnya jadi aneh.

Kej 18:19 (KJV): ‘For I know him, that he will command his children and his household after him, and they shall keep the way of the LORD, to do justice and judgment; that the LORD may bring upon Abraham that which he hath spoken of him’ (= Karena Aku mengetahui / mengenalnya, bahwa ia akan memerintahkan anak-anaknya dan seisi rumahnya / keturunannya, dan mereka akan hidup menurut jalan TUHAN, melakukan keadilan dan penghakiman; supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dikatakanNya kepadanya).

* Dalam Amos 3:2, kata YADA diterjemahkan ‘kenal’ oleh Kitab Suci Indonesia.

“Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu”.

KJV/ASV/RSV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi NIV/NASB menterjemahkan ‘choose’ (= memilih).

Tentang kata YADA dalam Amos 3:2 ini B. B. Warfield berkata: “what is thrown prominently forward is clearly the elective love which has singled Israel out for special care” (= apa yang ditonjolkan ke depan secara menyolok jelas adalah kasih yang memilih yang telah memilih / mengkhu-suskan Israel untuk perhatian istimewa) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 288.

Loraine Boettner: “The word ‘know’ is sometimes used in a sense other than that of having merely an intellectual perception of the thing mentioned. It occasionally means that the persons so ‘known’ are the special and peculiar objects of God’s favor, as when it was said of the Jews, ‘You only have I known of all the families of the earth,’ Amos 3:2.” [= Kata ‘tahu’ kadang-kadang digunakan bukan dalam arti sekedar pengetahuan intelektual tentang hal yang disebutkan. Kadang-kadang kata ini berarti bahwa orang yang ‘diketahui’ merupakan obyek istimewa dan khusus dari kemurahan / kebaikan hati Allah, seperti pada waktu dikatakan tentang orang-orang Yahudi: ‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui dari segala kaum di muka bumi’ (Amos 3:2)] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

* Kel 2:25 - diterjemahkan ‘memperhatikan’.

* Mazmur 1:6 - diterjemahkan ‘mengenal’.

* Mazmur 101:4 - diterjemahkan ‘tahu’.

* Nahum 1:7 - diterjemahkan ‘mengenal’.

Dalam semua ayat-ayat di atas ini kata YADA tidak mungkin diartikan sebagai sekedar tahu secara intelektual.

· dalam Perjanjian Baru.

Kata ‘know’ (= tahu) dalam bahasa Yunani adalah GINOSKO, dan digunakan dalam ayat-ayat di bawah ini:

* Matius 7:23 - “Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!”.

* Yoh 10:14,27 - “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku. ... Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku”.

* 1Korintus 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah”.

* Galatia 4:9 - “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya?”.

* 2Tim 2:19a - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’”.

Dalam semua ayat-ayat ini kata GINOSKO itu tidak mungkin diartikan sekedar ‘mengetahui secara intelektual’.

b. Pembahasan kata ‘foreknow’ (= mengetahui lebih dulu) / ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih dulu).

Ayat-ayat yang mengandung kata-kata foreknowledge, foreknew, dsb:

· Kis 2:23a - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya”.

NASB: ‘this Man, delivered up by the predetermined plan and foreknowledge of God’ (= Orang ini, diserahkan oleh rencana yang ditentukan lebih dulu dan pengetahuan lebih dulu dari Allah).

Jelas bahwa ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih dulu) di sini tidak sekedar berarti pengetahuan intelektual, karena Allah menyerahkan Anak Manusia untuk mewujudkan ‘foreknowledge’ itu. Karena itu tidak heran Kitab Suci Indonesia menterjemahkan seperti itu.

· Ro 11:2a - “Allah tidak menolak umatNya yang dipilihNya”.

NASB: ‘God has not rejected His people whom He foreknew’ (= Allah tidak menolak umatNya yang diketahuiNya lebih dulu).

Ini lagi-lagi menunjukkan secara jelas bahwa ‘foreknew’ ti-dak bisa diartikan ‘mengetahui lebih dulu secara intelektual’.

Loraine Boettner menghubungkan Ro 8:29 dengan Ro 11:2a ini dengan berkata: “Those in Romans 8:29 are foreknown in the sense that they are fore-appointed to be the special objects of His favor. This is shown more plainly in Rom. 11:2-5, where we read, ‘God did not cast off His people whom He foreknew’” (= Mereka dalam Ro 8:29 diketahui lebih dulu dalam arti bahwa mereka ditetapkan lebih dulu untuk menjadi obyek khusus kemurahan hatiNya. Ini ditunjukkan lebih jelas dalam Ro 11:2-5, dimana kita membaca: ‘Allah tidak menolak / membuang umatNya yang dipilihNya / diketahuiNya lebih dulu’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

· 1Pet 1:2a - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita”.

NASB: ‘who are chosen according to the foreknowledge of God the Father’ (= yang dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih dulu dari Allah Bapa).

· 1Petrus 1:20 - “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir”.

NASB: ‘For He was foreknown before the foundation of the world, but has appeared in these last times for the sake of you’ (= Karena Ia diketahui lebih dulu sebelum penciptaan dunia, tetapi menampakkan diri pada jaman akhir karena kamu).

Melihat ayat-ayat di atas ini, saya berpendapat bahwa bukan tanpa alasan Kitab Suci Indonesia tidak pernah mau menterjemahkan ‘tahu lebih dulu’ atau ‘pengetahuan lebih dulu’, tetapi menterjemahkan dengan kata ‘pilih’ atau ‘rencana’. Karena itu, sekalipun Ro 8:29 versi Kitab Suci Indonesia itu memang bukan terjemahan yang hurufiah, tetapi saya berpendapat bahwa Kitab Suci Indonesia memberikan arti yang benar!

Barnes’ Notes (tentang Kis 2:23): “‘Foreknowledge.’ This word denotes ‘the seeing beforehand of an event yet to take place.’ It implies: 1. Omniscience; and, 2. That the event is fixed and certain. To foresee a contingent event, that is, to foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an absurdity. Foreknowledge, therefore, implies that for some reason the event will certainly take place. What that reason is, the word itself does not determine. As, however, God is represented in the Scriptures as purposing or determining future events; as they could not be foreseen by him unless he had so determined, so the word sometimes is used in the sense of determining beforehand, or as synonymous with decreeing, Rom. 8:29; 11:2. In this place the word is used to denote that the delivering up of Jesus was something more than a bare or naked decree. It implies that God did it according to his foresight of what would be the best time, place, and manner of its being done. It was not the result merely of will; it was will directed by a wise foreknowledge of what would be best. And this is the case with all the decrees of God” (= ‘Pengetahuan lebih dulu’. Kata ini menunjukkan ‘melihat suatu peristiwa sebelum peristiwa itu terjadi’. Ini secara implicit menunjukkan: 1. Kemahatahuan; dan, 2. Bahwa peristiwa itu tertentu dan pasti. Melihat lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih dulu bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan. Karena itu, pengetahuan lebih dulu, menunjukkan secara implicit untuk alasan tertentu peristiwa itu pasti akan terjadi. Tetapi karena Allah digambarkan dalam Kitab Suci sebagai merencanakan atau menentukan peristiwa-peristiwa yang akan datang; karena hal-hal itu tidak bisa dilihat lebih dulu olehNya kecuali Ia lebih dulu menentukannya demikian, maka kata itu kadang-kadang digunakan dalam arti ‘menentukan lebih dulu’, atau sinonim dengan ‘menetapkan’, Ro 8:29; 11:2. Di tempat ini kata itu digunakan untuk menunjukkan bahwa penyerahan Yesus merupakan sesuatu yang lebih dari pada sekedar suatu ketetapan semata-mata atau biasa. Ini secara implicit menunjukkan bahwa Allah melakukannya sesuai dengan penglihatan lebih duluNya tentang apa yang akan merupakan saat, tempat dan cara yang terbaik, tentang pelaksanaan hal itu. Itu bukan semata-mata akibat / hasil dari kehendak; itu merupakan kehendak yang diarahkan oleh suatu pengetahuan lebih dulu yang bijaksana tentang apa yang terbaik. Dan ini adalah kasus dari semua ketetapan-ketetapan Allah).

c) Hubungan yang benar tentang kemahatahuan Allah dan penetapan Allah.

Penafsiran Arminian mengatakan bahwa Allah menetapkan karena Ia telah lebih dulu mengetahui bahwa hal itu akan terjadi, dan saya telah menunjukkan kesalahan pandangan ini. Sekarang saya ingin menunjukkan bahwa pandangan Reformed adalah sebaliknya, yaitu: Allah menetapkan, dan karena itu Ia mengetahui.

Louis Berkhof: “A distinction is made between the ‘necessary’ and ‘free’ knowledge of God. The former is the knowledge which God has of Himself and of all things possible, a knowledge resting on the consciousness of His omnipotence. It is called ‘necessary knowledge’, because it is not determined by an action of the divine will. ... ‘The free knowledge of God’ is the knowledge which He has of all things actual, that is, of things that existed in the past, that exists in the present, or that will exist in the future. It is founded on God’s infinite knowledge of His own all-comprehensive and unchangeable eternal purpose, and is called ‘free knowledge’, because it is determined by a concurrent act of the will” [= Suatu pembedaan dibuat antara pengetahuan yang ‘perlu / harus’ dan ‘bebas’ dari Allah. Yang pertama adalah pengetahuan yang dimiliki Allah tentang DiriNya sendiri dan tentang segala sesuatu yang mungkinakan terjadi, suatu pengetahuan yang didasarkan pada kesadaran akan kemaha-kuasaanNya. Itu disebut ‘pengetahuan yang perlu / harus’, karena itu tidak ditentukan oleh suatu tindakan dari kehendak ilahi. ... ‘Pengetahuan yang bebas dari Allah’ adalah pengetahuan yang Ia miliki tentang segala sesuatu yang sungguh-sungguh, yaitu tentang hal-hal yang ada pada masa lalu, yang ada pada masa ini, dan yang akan ada pada masa yang akan datang. Ini didasarkan pada pengetahuan yang tak terbatas dari Allah tentang rencana kekalNya yang tak berubah dan mencakup segala sesuatu, dan disebut ‘pengetahuan bebas’, karena itu ditentukan oleh suatu tindakan bersamaan dari kehendak] - ‘Systematic Theology’, hal66-67.

Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God, directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of man, can hardly be the object of divine foreknowledge”[= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang mutlak, tidak mungkin bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi] - ‘Systematic Theology’, hal 68.

Catatan: kata ‘hardly’ di sini tidak boleh diterjemahkan ‘hampir tidak’ seperti biasanya, tetapi harus diterjemahkan ‘improbable’ [= ‘tidak mungkin’] atau ‘not at all’ [= ‘sama sekali tidak’]. Arti seperti ini memang diberikan dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition).

Loraine Boettner: “Foreordination in general cannot rest on foreknow-ledge; for only that which is certain can be foreknown, and only that which is predetermined can be certain” [= Secara umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih dulu yang bisa tertentu] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 99.

William G. T. Shedd: “The Divine decree is the necessary condition of the Divine foreknowledge. If God does not first decide what shall come to pass, he cannot know what will come to pass. An event must be made certain, before it can be known as a certain event. ... So long as anything remains undecreed, it is contingent and fortuitous. It may or may not happen. In this state of things, there cannot be knowledge of any kind” [= Ketetapan ilahi adalah syarat yang perlu dari pengetahuan lebih dulu dari Allah. Jika Allah tidak lebih dulu menentukan apa yang akan terjadi, Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi. Suatu peristiwa / kejadian harus dipastikan, sebelum peristiwa itu bisa diketahui sebagai peristiwa yang tertentu. ... Selama sesuatu tidak ditetapkan, maka sesuatu itu bersifat tergantung / mungkin dan kebetulan. Itu bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada pengetahuan apapun tentang hal itu] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 396-397.

B. B. Warfield: “... God foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that He brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His own will” [= ... Alah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia telah menentukan lebih dulu, dan karena itu juga Ia menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.

John Owen: “Out of this large and boundless territory of things possible, God by his decree freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things in their proper causes, and how and when they shall some to pass” [= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi ini, Allah dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan membuat mereka yang tadinya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Setelah ketetapan ini, seperti yang pada umumnya mereka katakan, berikutnya, atau bersama-sama dengan ketetapan itu, seperti orang lain katakan dengan lebih tepat, terjadilah ‘pengetahuan yang lebih dulu’ dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu dalam penyebabnya yang tepat, dan bagaimana dan kapan mereka akan terjadi] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 23.

Louis Berkhof: “It is perfectly evident that Scripture teaches the divine foreknowledge of contingent events, 1Sam 23:10-13; 2Kings 13:19; Ps. 81:14,15; Isa. 42:9; 48:18; Jer. 2:2,3; 38:17-20; Ezek. 3:6; Matt. 11:21” [= Adalah jelas bahwa Kitab Suci mengajarkan pra-pengetahuan ilahi tentang peristiwa-peristiwa yang contingent, 1Sam 23:10-13; 2Raja 13:19; Mazmur 81:15,16; Isa. 42:9; 48:18; Jer. 2:2,3; 38:17-20; Ezek. 3:6; Matt. 11:21] - ‘Systematic Theology’, hal 67.

1Sam 23:10-13 - “(10) Berkatalah Daud: ‘TUHAN, Allah Israel, hambaMu ini telah mendengar kabar pasti, bahwa Saul berikhtiar untuk datang ke Kehila dan memusnahkan kota ini oleh karena aku. (11) Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah aku ke dalam tangannya? Akan datangkah Saul seperti yang telah didengar oleh hambaMu ini? TUHAN, Allah Israel, beritahukanlah kiranya kepada hambaMu ini.’ Jawab TUHAN: ‘Ia akan datang.’ (12) Kemudian bertanyalah Daud: ‘Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah aku dengan orang-orangku ke dalam tangan Saul?’ Firman TUHAN: ‘Akan mereka serahkan.’ (13) Lalu bersiaplah Daud dan orang-orangnya, kira-kira enam ratus orang banyaknya, mereka keluar dari Kehila dan pergi ke mana saja mereka dapat pergi. Apabila kepada Saul diberitahukan, bahwa Daud telah meluputkan diri dari Kehila, maka tidak jadilah ia maju berperang”.

2Raja-raja 13:19 - “Tetapi gusarlah abdi Allah itu kepadanya serta berkata: ‘Seharusnya engkau memukul lima atau enam kali! Dengan berbuat demikian engkau akan memukul Aram sampai habis lenyap. Tetapi sekarang, hanya tiga kali saja engkau akan memukul Aram.’”.

Mazmur 81:12-16 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri! (14) Sekiranya umatKu mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! (15) Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tanganKu. (16) Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepadaNya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya”.

Yesaya 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu.’”.

Catatan: Rasanya ayat ini salah karena kelihatannya tak ada hubungannya dengan hal yang sedang dibahas.

Yesaya 48:18 - “Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintahKu, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti”.

Yeremia 2:2-3 - “(2) ‘Pergilah memberitahukan kepada penduduk Yerusalem dengan mengatakan: Beginilah firman TUHAN: Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya. (3) Ketika itu Israel kudus bagi TUHAN, sebagai buah bungaran dari hasil tanahNya. Semua orang yang memakannya menjadi bersalah, malapetaka menimpa mereka, demikianlah firman TUHAN”.

Catatan: saya tak mengerti mengapa ayat ini digunakan di sini. Lagi-lagi kelihatannya tak ada hubungannya dengan hal yang sedang dibahas.

Yeremia 38:17-20 - “(17) Sesudah itu berkatalah Yeremia kepada Zedekia: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah semesta alam, Allah Israel: Jika engkau keluar menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka nyawamu akan terpelihara, dan kota ini tidak akan dihanguskan dengan api; engkau dengan keluargamu akan hidup. (18) Tetapi jika engkau tidak menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka kota ini akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim yang akan menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri tidak akan luput dari tangan mereka.’ (19) Kemudian berkatalah raja Zedekia kepada Yeremia: ‘Aku takut kepada orang-orang Yehuda yang menyeberang kepada orang Kasdim itu; nanti aku diserahkan ke dalam tangan mereka, sehingga mereka mempermainkan aku.’ (20) Yeremia menjawab: ‘Hal itu tidak akan terjadi! Dengarkanlah suara TUHAN dalam hal apa yang kukatakan kepadamu, maka keadaanmu akan baik dan nyawamu akan terpelihara”.

Yeh 3:6 - “bukan kepada banyak bangsa-bangsa yang berbahasa asing dan yang berat lidah, yang engkau tidak mengerti bahasanya. Sekiranya aku mengutus engkau kepada bangsa yang demikian, mereka akan mendengarkan engkau”.

Matius 11:21 - “‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung”.

Kata-kata Louis Berkhof ini membingungkan bagi saya, karena bertentangan dengan kata-kata para ahli theologia Reformed yang lain, yang mengatakan bahwa Allahpun tidak mungkin bisa tahu tentang peristiwa-peristiwa yang contingent. Bahkan kata-kata Louis Berkhof di sini bertentangan dengan kata-kata Louis Berkhof sendiri selanjutnya, dimana ia berkata sebagai berikut:

Louis Berkhof: “His foreknowledge of future things and also of contingent events rests on His decree” [= Pengetahuan lebih duluNya tentang hal-hal yang akan datang dan juga tentang peristiwa-peristiwa yang contingent bersandar pada ketetapan-ketetapanNya] - ‘Systematic Theology’, hal 67,68.

Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God, directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of man, can hardly be the object of divine foreknowledge”[= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang berubah-ubah, tidak mungkin bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi] - ‘Systematic Theology’, hal 68.

Catatan: menurut saya kata ‘hardly’ di sini tidak boleh diterjemahkan ‘hampir tidak’ seperti biasanya, tetapi harus diterjemahkan ‘improbable’ (= ‘tidak mungkin’) atau ‘not at all’(= ‘sama sekali tidak’). Arti seperti ini memang diberikan dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition).

Saya kira ada 3 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata Louis Berkhof yang membingungkan di atas.

a) Di sana ia menggunakan kata ‘contingent’ dengan arti yang berbeda. Harus diakui kata ini memang sukar diterjemahkan. Dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition) arti yang diberikan untuk kata ini bermacam-macam:

1. “that may or may not happen” (= yang bisa terjadi atau bisa tidak terjadi).

2. “possible” (= memungkinkan).

3. “happening by chance; accidental; fortuitous” (=kebetulan / terjadi secara kebetulan).

4. “dependent (on or upon something uncertain)” [= tergantung (pada sesuatu yang tidak pasti)].

5. “conditional” (= bersyarat).

6. dsb.

Kalau dalam arti ke 2 maka saya percaya Allah mempunyai pra-pengetahuan. Tetapi kalau dalam arti pertama atau keempat, saya tidak percaya Allah bisa mempunyai pengetahuan lebih dulu.

b) Louis Berkhof mungkin memaksudkan bahwa kalau dilihat sepintas lalu Kitab Suci secara jelas mengajar demikian. Tetapi kalau diteliti lebih jauh / mendalam, faktanya tidak demikian.

c) Louis Berkhof berbicara tentang 2 macam ‘contingency’.

Yang pertama adalah contingency dari sudut pandang Allah. Ini menunjuk pada hal-hal yang betul-betul sama sekali tidak ditentukan terjadi atau tidak terjadinya dengan cara apapun. Yang ini Allah tak mungkin bisa mempunyai foreknowledge (pra pengetahuan).

Yang kedua adalah contingency dari sudut pandang manusia. Apa yang contingent menurut manusia belum tentu contingent menurut Tuhan! Misalnya sebelum undi dilemparkan, bagi manusia hasilnya bersifat contingent, tetapi bagi Tuhan tidak. Bdk Amsal 16:33.

Jadi, yang dikatakan oleh Louis Berkhof sebagai diketahui lebih dulu oleh Allah, jelas bukan hal-hal yang contingent dalam arti pertama tetapi dalam arti kedua!

Dari 3 kemungkinan di atas ini, saya yakin yang benar adalah kemungkinan yang terakhir.

3) Allah tidak terbatas oleh waktu, atau Allah ada di atas waktu.

Satu hal lagi yang menunjukkan bahwa Rencana / ketetapan Allah itu mencakup segala sesuatu, adalah bahwa Allah tidak terbatas oleh waktu, atau ada di atas waktu.

Loraine Boettner: “Much of the difficulty in regard to the doctrine of Predestination is due to the finite character of our mind, which can grasp only a few details at a time, and which understands only a part of the relations between these. We are creatures of time, and often fail to take into consideration the fact that God is not limited as we are. That which appears to us as ‘past,’ ‘present,’ and ‘future,’ is all ‘present’ to His mind. It is an eternal ‘now.’ He is ‘the high and lofty One that inhabits eternity.’ Is. 57:15. ‘A thousand years in thy sight are but as yesterday when it is past, And as a watch in the night,’ Ps. 90:4. Hence the events which we see coming to pass in time are only the events which He appointed and set before Him from eternity. Time is a property of the finite creation and is objective to God. He is above it and sees it, but is not conditioned by it. He is also independent of space, which is another property of the finite creation. Just as He sees at one glance a road leading from New York to San Francisco, while we see only a small portion of it as we pass over it, so He sees all events in history, past, present, and future at one glance. When we realize that the complete process of history is before Him as an eternal ‘now,’ and that He is the Creator of all finite existence, the doctrine of Predestination at least becomes an easier doctrine” (= Banyak kesukaran berkenaan dengan doktrin Predestinasi disebabkan oleh sifat terbatas dari pikiran kita, yang hanya bisa menjangkau beberapa detail pada satu saat, dan yang mengerti hanya sebagian dari hubungan antara detail-detail itu. Kita adalah makhluk waktu, dan seringkali melupakan fakta bahwa Allah tidak terbatas seperti kita. Apa yang kelihatan bagi kita sebagai ‘lampau’, ‘sekarang’, dan ‘akan datang’, semuanya adalah ‘sekarang’ bagi pikiranNya. Itu adalah ‘sekarang’ yang kekal. Ia adalah ‘Yang tinggi dan mulia yang mendiami kekekalan’ Yes 57:15. ‘Seribu hari dalam pandanganMu adalah seperti kemarin, pada waktu itu berlalu, dan seperti suatu giliran jaga pada malam hari’ Maz 90:4. Karena itu peristiwa-peristiwa yang kita lihat terjadi dalam waktu hanyalah merupakan peristiwa-peristiwa yang telah Ia tetapkan dan tentukan di hadapanNya dari kekekalan. Waktu adalah milik / sifat dari ciptaan yang terbatas dan terpisah dari Allah. Ia ada diatasnya dan melihatnya, tetapi tidak dikuasai / diatur olehnya. Ia juga tidak tergantung pada tempat, yang merupakan milik / sifat yang lain dari ciptaan yang terbatas. Sama seperti Ia melihat dalam sekali pandang jalanan dari New York ke San Francisco, sementara kita melihat hanya sebagian kecil darinya pada waktu kita melewatinya, demikian pula Ia melihat semua peristiwa-peristiwa dalam sejarah, lampau, sekarang, dan yang akan datang dalam satu kali pandang. Pada waktu kita menyadari bahwa proses lengkap dari sejarah ada di depanNya sebagai ‘sekarang’ yang kekal, dan bahwa Ia adalah Pencipta dari semua keberadaan yang terbatas, doktrin Predestinasi sedikitnya menjadi doktrin yang lebih mudah) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44-45.

Catatan: Yesaya 57:15 dan Mazmur 90:4 di atas dikutip dan diterjemahkan dari KJV.

William G. T. Shedd: “For the Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being whereby there is no succession in it. All events thus being present to him are of course all of them certain events” (= Untuk pikiran ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang, karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan kekhasan dalam pemikiran / pengertian dari makhluk kekal untuk mana tidak ada urut-urutan di dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya merupakan peristiwa yang pasti) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 402.

B) ‘Providence’ juga berhubungan dengan segala sesuatu.

‘Providence’ adalah pelaksanaan Rencana Allah, dan karena Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, maka ‘Providence’ juga berhubungan dengan segala sesuatu.

Hal-hal alamiah yang kelihatannya terjadi dengan sendirinya (secara otomatis, diatur oleh hukum alam), ternyata juga diatur / diperintah / dikontrol oleh Allah setiap saat.

Contoh:

· matahari / putaran bumi (Yos 10:13 - matahari / putaran bumi dihentikan oleh Tuhan; Yes 38:8 - matahari bahkan digerakkan ke arah sebaliknya / bumi diputar ke arah sebaliknya oleh Tuhan. Tetapi untuk Yes 38:8 ini ada yang menafsirkan bahwa hanya bayangannya saja yang mundur).

· kelihatannya tumbuh-tumbuhan hidup karena sinar matahari, tetapi Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan pada hari ke 3 dan matahari pada hari ke 4, dan ini menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu mendapatkan kehidupan dari Allah, bukan dari matahari. Memang setelah matahari ada, Tuhan lalu berkenan menggunakan matahari untuk memberikan hal yang vital bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan, tetapi semuanya tetap di bawah kontrol dari Tuhan.

· orang mendapat anak. Ini bukan merupakan hal yang alamiah, tetapi ini adalah pekerjaan Tuhan.

Mazmur 127:3 - “Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah”.

Hana (Ibu Samuel) tidak bisa mempunyai anak, karena ‘TUHAN telah menutup kandungannya’ (1Sam 1:5), dan waktu akhirnya bisa mempunyai anak, itu karena ‘TUHAN ingat kepadanya’ (1Sam 1:19-20).

· semua makhluk / binatang dapat makan dari Tuhan.

Mazmur 104:27-28 - “(27) Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan”.

Maz 136:25a - “Dia yang memberikan roti kepada segala makhluk”.

NIV: ‘and who gives food to every creatures’ (= yang memberi makanan kepada setiap makhluk ciptaan).

· kesehatan bukan dari makanan tetapi dari Allah.

Daniel 1:8-15 menunjukkan bahwa sekalipun Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego makanannya kurang bergizi dibanding orang-orang yang lain tetapi Allah membuat mereka lebih sehat. Memang pada umumnya orang yang makanannya lebih bergizi akan lebih sehat dari pada orang yang kekurangan gizi, tetapi semua itu tetap ada di bawah pengaturan Allah, dan Allah bisa keluar dari hukum itu kapanpun Dia mau.

Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa ‘Providence’ berhubungan dengan segala sesuatu:

¨ Kel 12:36 - “Dan TUHAN membuat orang Mesir bermurah hati terhadap bangsa itu, sehingga memenuhi permintaan mereka. Demikianlah mereka merampasi orang Mesir itu”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan yang membuat orang Mesir bermurah hati kepada orang Israel.

¨ 2Sam 17:14 - “Lalu berkatalah Absalom dan setiap orang Israel: ‘Nasihat Husai, orang Arki itu, lebih baik dari pada nasihat Ahitofel.’ Sebab TUHAN telah memutuskan, bahwa nasihat Ahitofel yang baik itu digagalkan, dengan maksud supaya TUHAN mendatangkan celaka kepada Absalom”.

Tuhan yang bekerja sehingga nasehat Ahitofel ditolak dan ini menyebabkan kekalahan Absalom.

¨ Ezra 1:1 - “Pada tahun pertama zaman Koresy, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresy, raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini:”.

Tuhan menggerakkan hati raja Koresy sehingga ia memerintahkan orang Yahudi pulang kembali ke Kanaan (untuk ini baca Ezra 1 itu sampai dengan ayat 4).

¨ Ayub 12:7-25 - “(7) Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10) bahwa di dalam tanganNya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia? (11) Bukankah telinga menguji kata-kata, seperti langit-langit mencecap makanan? (12) Konon hikmat ada pada orang yang tua, dan pengertian pada orang yang lanjut umurnya. (13) Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian. (14) Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali; bila Ia menangkap seseorang, tidak ada yang dapat melepaskannya. (15) Bila Ia membendung air, keringlah semuanya; bila Ia melepaskannya mengalir, maka tanah dilandanya. (16) Pada Dialah kuasa dan kemenangan, Dialah yang menguasai baik orang yang tersesat maupun orang yang menyesatkan. (17) Dia yang menggiring menteri dengan telanjang, dan para hakim dibodohkanNya. (18) Dia membuka belenggu yang dikenakan oleh raja-raja dan mengikat pinggang mereka dengan tali pengikat. (19) Dia yang menggiring dan menggeledah para imam, dan menggulingkan yang kokoh. (20) Dia yang membungkamkan orang-orang yang dipercaya, menjadikan para tua-tua hilang akal. (21) Dia yang mendatangkan penghinaan kepada para pemuka, dan melepaskan ikat pinggang orang kuat. (22) Dia yang menyingkapkan rahasia kegelapan, dan mendatangkan kelam pekat pada terang. (23) Dia yang membuat bangsa-bangsa bertumbuh, lalu membinasakannya, dan memperbanyak bangsa-bangsa, lalu menghalau mereka. (24) Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara yang tidak ada jalannya. (25) Mereka meraba-raba dalam kegelapan yang tidak ada terangnya; dan Ia membuat mereka berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk.’”.

¨ Mazmur 75:7-8 - “(7) Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, (8) tetapi Allah adalah Hakim: direndahkanNya yang satu dan ditinggikanNya yang lain”.

Ayat ini menunjukkan bahwa peninggian maupun perendahan seseorang merupakan pekerjaan Allah.

¨ Mazmur 135:6-7 - “(6) TUHAN melakukan apa yang dikehendakiNya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya; (7) Ia menaikkan kabut dari ujung bumi, Ia membuat kilat mengikuti hujan, Ia mengeluarkan angin dari dalam perbendaharaanNya”.

Ayat ini menunjukkan bahwa semua yang terjadi di bumi, di laut / samudera raya, baik kabut, kilat, angin, hujan, dsb merupakan pekerjaan Allah. Bdk. Yeremia 14:22.

¨ Amsal 16:1,9 - “(1) Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN. ... (9) Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya”.

Ayat ini menunjukkan bahwa sekalipun manusia bisa memikirkan mana jalan yang terbaik, tetapi baik kata-kata maupun arah langkahnya ditentukan oleh Tuhan (bdk. Amsal 20:24a - “Langkah orang ditentukan oleh TUHAN”). Bdk. Yer 10:23 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya”.

¨ Amsal 16:33 - “Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN”.

Jatuhnya undian kelihatannya terjadi secara kebetulan, tetapi ayat ini mengatakan bahwa itu juga datang dari Tuhan / diatur oleh Tuhan.

¨ Amsal 19:21 - “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana”.

Ayat ini menunjukkan bahwa manusia bisa merencanakan, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.

¨ Amsal 21:1 - “Hati raja seperti batang air dalam tangan TUHAN, dialirkannya ke mana Ia ingini”.

Hati raja diarahkan oleh Tuhan sesuai kehendakNya. Sebetulnya tentu saja bukan hati raja saja yang diarahkan oleh Tuhan, tetapi juga hati / pikiran semua manusia. Karena itu, kalau tadi dalam Amsal 16:1,9 dan Amsal 19:21 dikatakan bahwa manusia bisa memikirkan / menimbang jalannya, maka semua itu tetap ada dalam penentuan dan kontrol dari Allah!

¨ Amsal 21:31 - “Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN”.

Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan dalam perang bukan tergantung persiapan / kekuatan pasukan, tetapi tergantung Tuhan.

¨ Amsal 22:2 (NIV) - ‘Rich and poor have this in common: The LORD is the Maker of them all’ (= Orang kaya dan miskin mempunyai persamaan dalam hal ini: Tuhan adalah pembuat mereka semua).

Ini sesuai dengan Maz 75:7-8 di atas, dan menunjukkan bahwa orang bisa jadi kaya / miskin karena pekerjaan Tuhan.

¨ Pkh 7:14 - “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya”.

Ayat ini menunjukkan bahwa hari mujur maupun hari malang juga dijadikan oleh Allah.

¨ Yes 45:6b-7 - “(6b) Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini”.

Ayat ini menunjukkan bahwa baik nasib mujur maupun nasib malang diciptakan Tuhan.

¨ Ratapan 3:37-38 - “(37) Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? (38) Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?”.

Ayat ini menunjukkan bahwa dari mulut Tuhan keluar apa yang buruk dan yang baik. Dengan kata lain, apa yang buruk ataupun yang baik bisa terjadi hanya karena Tuhan memerintahkan / mengatur supaya hal itu terjadi.

¨ Amos 3:6 - “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya?”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang mengerjakan semua malapetaka.

¨ Yakobus 4:13-16 - keberhasilan dalam usaha kita tergantung pada kehendak Tuhan.

C) Semua ini berhubungan dengan kedaulatan yang mutlak dari Allah.

Bahwa Rencana Allah dan Providence of God berhubungan dengan segala sesuatu menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang berdau­lat secara mutlak!

Kata ‘berdaulat’ dalam bahasa Inggris adalah ‘sovereign’, yang berasal dari bahasa Latin SUPERANUS (super = above, over). Dan dalam Kamus Webster diberikan definisi sebagai berikut tentang kata ‘sovereign’:

a) Above or superior to all others; chief; greatest; supreme (= Di atas atau lebih tinggi dari semua yang lain; pemimpin / kepala; terbesar; tertinggi).

b) supreme in power, rank, or authority (= tertinggi dalam kuasa, tingkat, atau otoritas).

c) of or holding the position of a ruler; royal; reigning (= mempunyai atau memegang posisi sebagai pemerintah; raja; bertahta).

d) independent of all others (= tidak tergantung pada semua yang lain).

Karena itu kalau kita percaya bahwa Allah itu berdaulat, maka kita juga harus percaya bahwa Ia menetapkan segala sesuatu, dan bahwa Ia melaksanakan ketetapanNya itu tanpa tergantung pada siapapun dan apapun di luar diriNya! Jelas adalah omong kosong kalau seseorang berbicara tentang kedaulatan Allah / mengakui kedaulatan Allah, tetapi tidak mempercayai bahwa Rencana Allah dan Providence of God itu mencakup segala sesuatu dalam arti kata yang mutlak!

Louis Berkhof: “Reformed Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to His predetermined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God ‘worketh all things after the counsel of His will’ (Eph 1:11)” [= Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan dari sejak kekekalan apapun yang akan terjadi, dan mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, menurut rencanaNya yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’ (Ef 1:11)] - ‘Systematic Theology’, hal 100.

Charles Hodge: “And as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or upon anything out of Himself” (= Dan karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau menurut keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan dari makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 320.

William G. T. Shedd: “Whatever undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea, even the wicked for the day of evil’” (= Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi karena kebetulan, keilahian, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. Dualisme seperti ini dikecam Allah sebagai salah, dalam kata-kata Yesaya kepada Koresy, ‘Aku membuat damai dan men-ciptakan malapetaka / kejahatan’; dan dalam kata-kata dari Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri; ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka’) - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 36.

Catatan: kata-kata Yesaya kepada Koresy itu diambil dari Yesaya 45:7 versi KJV. Demikian juga Amsal 16:4 diambil dan diterjemahkan dari KJV.

R. C. Sproul: “That God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power than God himself. If there is any part of creation outside of God’s sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine sovereignty then we must embrace atheism”[= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah menentukan segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus mempercayai atheisme] - ‘Chosen By God’, hal 26-27.

Bagian terakhir kata-kata R. C. Sproul ini memang patut diperhatikan / dicamkan. Allah haruslah berdaulat, dan Allah yang tidak berdaulat, bukanlah Allah.

John Murray: “to say that God is sovereign is but to affirm that God is one and that God is God” (= mengatakan bahwa Allah itu berdaulat adalah sama dengan menegaskan bahwa Allah itu satu / esa dan bahwa Allah adalah Allah) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol IV, hal 191.

Calvin (tentang Mazmur 10:4): “Whoever, therefore, refuse to admit that the world is subject to the providence of God, or do not believe that his hand is stretched forth from on high to govern it, do as much as in them lies to put an end to the existence of God” (= Karena itu, siapapun menolak untuk mengakui bahwa dunia / alam semesta tunduk kepada Providensia Allah, atau tidak percaya bahwa tanganNya diulurkan dari tempat tinggi untuk memerintahnya, melakukan sebanyak tergantung kepada mereka untuk mengakhiri keberadaan dari Allah).

Karena itulah maka menolak penetapan dan pengaturan ilahi atas segala sesuatu, adalah sama dengan menjadi atheis!

D) Rencana Allah dan pelaksanaannya (Providence of God) tidak terlepas dari sifat-sifat Allah, seperti kasih, bijaksana, dan suci.

Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self? Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have left” (= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijak-sanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang ada) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 32.

IV. PROVIDENCE DAN DOSA

Sebelum saudara membaca pelajaran ke IV ini, saya ingin memberikan peringatan, yaitu: jangan membaca pelajaran IV ini tanpa melanjutkan dengan membaca pelajaran ke V, yaitu tentang ‘Providence dan kebebasan / tanggung jawab manusia’, karena hanya mengerti dan menerima pelajaran IV tanpa mengerti dan menerima pelajaran V, akan menjadikan saudara tersesat ke dalam pandangan Hyper-Calvinisme!

A) Rencana Allah dan dosa.

Bahwa dalam Rencana Allah juga tercakup dosa bisa terlihat dari:

1) Dalam pelajaran III, point A di atas sudah ditunjukkan bahwa Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, dan itu berarti terma­suk dosa.

2) Rencana Allah tentang penebusan dosa oleh Kristus (1Petrus 1:19-20) menunjukkan adanya Rencana / penentuan terjadinya dosa, karena bahwa penebusan dosa sudah ditentukan, itu jelas menunjukkan bahwa:

a) Dosa manusia yang akan ditebus oleh Kristus itupun harus juga sudah ditentukan! Karena kalau tidak, bisa-bisa penebusan dosa itu tidak terjadi.

b) Pembunuhan / penyaliban yang dilakukan terhadap Kristus, yang jelas merupakan suatu dosa yang sangat hebat, jelas juga sudah ada dalam Rencana Allah.

Kisah Para Rasul 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.

Kisah Para Rasul  4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.

Charles Hodge: “The crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible that sin is foreordained” (= Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu diragukan lagi bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan doktrin / ajaran dari Alkitab) - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 544.

Charles Hodge: “it is utterly irrational to contend that God cannot foreordain sin, if He foreordained (as no Christian doubts) the crucifixion of Christ” [= adalah sama sekali tidak rasionil untuk berpendapat bahwa Allah tidak bisa menentukan dosa, jika Ia menentukan (seperti yang tidak ada orang kristen yang meragukan) penyaliban Kristus] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 547.

3) Dosa / kejatuhan Adam mempunyai 3 kemungkinan:

a) Adam ditentukan untuk tidak jatuh.

Kemungkinan ini harus dibuang, karena kalau Adam direncanakan untuk tidak jatuh, maka ia pasti tidak jatuh (ingat bahwa Rencana Allah tidak bisa gagal - lihat pelajaran II, point B,C di atas).

b) Allah tidak merencanakan apa-apa tentang hal itu.

Ini juga tidak mungkin karena kalau Allah mempunyai Rencana / kehendak tentang hal-hal yang remeh / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit ke bumi atau rontoknya rambut kita (bdk. Mat 10:29-30), bagaimana mungkin tentang hal yang begitu besar dan penting, yang menyangkut kejatuhan dari ciptaanNya yang tertinggi, Ia tidak mempunyai Rencana?

c) Allah memang merencanakan / menetapkan kejatuhan Adam ke dalam dosa.

Inilah satu-satunya kemungkinan yang tertinggal, dan inilah satu-satunya kemungkinan yang benar, dan ini menunjukkan bahwa dosa sudah ada dalam Rencana Allah.

Jerome Zanchius: “That he fell in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either willing that Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God was unwilling that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ... Surely, If God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have prevented it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed it, He certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal and ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He decreed nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely eter­nal, though the execution of both be in time. The only way to evade the force of this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned whether man stood or fell’. But in what a shameful, unwor­thy light does this represent the Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an idle, careless spectator of one of the most important events that ever came to pass? Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow fall to the ground without our heavenly Father’? If, then, things the most trivial and worthless are subject to the appointment of His decree and the control of His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower creation?” (= Bahwa ia (Adam)jatuh sebagai akibat dari ketetapan ilahi kami buktikan demikian: Allah itu atau menghendaki Adam jatuh, atau tidak menghendaki, atau acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah tidak menghendaki Adam melanggar, bagaimana mungkin ia melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan itu, Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan mencegahnya; tetapi Ia tidak mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika Ia menghendakinya, Ia pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah tidak lain adalah meterai dan pengesahan kehen-dakNya. Ia tidak melakukan apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak menetapkan apapun yang tidak Ia kehendaki, dan baik kehendak maupun ketetapan adalah kekal secara mutlak, sekalipun pelaksanaan keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya cara untuk menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini adalah dengan mengatakan bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli apakah manusia itu jatuh atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah memalukan dan tak berharganya terang seperti ini dalam menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas dan tak peduli terhadap salah satu peristiwa yang terpenting yang akan terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan tak berharga tunduk pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol dari providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari ciptaan yang lebih rendah ini?) - ‘The Doctrine of Absolute Predestination’, hal 88-89.

4) Mengingat bahwa boleh dikatakan semua tindakan manusia bersifat dosa / mengandung dosa, maka kalau dosa tidak tercakup dalam Rencana Allah, hanya sangat sedikit hal-hal yang tercakup dalam Rencana Allah.

Edwin H. Palmer: “It is even Biblical to say that God has foreordained sin. If sin was outside the plan of God, then not a single important affair of life would be ruled by God. For what action of man is perfectly good? All of history would then be outside of God’s foreordination: the fall of Adam, the crucifixion of Christ, the conquest of the Roman Empire, the battle of Hastings, the Reformation, the French Revolution, Waterloo, the American Revolution, the Civil War, two World Wars, presidential assassinations, racial violence, and the rise and fall of nations” (= Bahkan adalah sesuatu yang Alkitabiah untuk mengatakan bahwa Allah telah menentukan dosa lebih dulu. Jika dosa ada di luar rencana Allah, maka tidak ada satupun peristiwa kehidupan yang penting yang diperintah / dikuasai / diatur oleh Allah. Karena tindakan apa dari manusia yang baik secara sempurna? Seluruh sejarah juga akan ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah: kejatuhan Adam, penyaliban Kristus, penaklukan kekaisaran Romawi, pertempuran Hastings, Reformasi, Revolusi Perancis, Waterloo, Revolusi Amerika, Perang saudara Amerika, kedua perang dunia, pembunuhan presiden, kejahatan / kekejaman rasial, dan bangkitnya dan jatuhnya bangsa-bangsa) - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 82.

Edwin H. Palmer: “If sin were outside of God’s decree, then very little would be included in this decree. All the great empires would have been outside of God’s eternal, determinative decrees, for they were built on greed, hate, and selfishness, not for the glory of the Triune God. Certainly the following rulers, who influenced world history and countless numbers of lives, did not carry out the expansion of their empires for the glory of God: Pharaoh, Nebuchadnezzar, Cyrus, Alexander the Great, Ghenghis Khan, Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. If sin were beyond the foreordination of God, then not only were these vast empires and their events outside God’s plan, but also all the little daily events of every non Christians are outside of God’s power. For whatever is not done to the glory of the Christian God and out of faith in Jesus Christ is sin. ... The acts of the Christian are not perfect - even after he is born again and Christ is living in him. Sin still clings to him; he is not perfect until he is in heaven. For example, he does not love God with all of his heart, mind, and soul, nor does he truly love his neighbor as himself. Even his most admirable deeds are colored by sin. ... if sin is outside the decree of God, then the vast percentage of human actions - both the trivial and the significant - are removed from God’s plan. God’s power is reduced to the forces of nature, such as spinning of the galaxies and the laws of gravity and entropy. Most of history is outside His control” [= Seandainya dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sangat sedikit yang termasuk dalam ketetapan ini. Semua kekaisaran yang besar akan ada di luar ketetapan Allah yang kekal dan bersifat menentukan, karena mereka dibangun pada keserakahan, kebencian, dan keegoisan, bukan untuk kemuliaan Allah Tritunggal. Pasti pemerintah-pemerintah di bawah ini, yang mempengaruhi sejarah dunia dan tak terhitung banyaknya jiwa, tidak melakukan perluasan kekaisaran mereka untuk kemuliaan Allah: Firaun, Nebukadnezar, Koresy, Alexander yang Agung, Jengggis Khan, (Yulius) Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. Seandainya dosa ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah, maka bukan saja kekaisaran-kekaisaran yang luas ini dan semua peristiwa yang berhubungan dengan mereka ada di luar rencana Allah, tetapi juga semua peristiwa sehari-hari yang remeh dari setiap orang non Kristen ada di luar kuasa Allah. Karena apapun yang tidak dilakukan bagi kemuliaan Allah Kristen dan di luar iman dalam Yesus Kristus adalah dosa. ... Tindakan-tindakan dari orang Kristenpun tidak sempurna - bahkan setelah ia dilahirkan kembali dan Kristus hidup dalam dia. Dosa tetap melekat padanya; ia tidak sempurna sampai ia ada di surga. Misalnya, ia tidak mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwanya, juga ia tidak sungguh-sungguh mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Bahkan tindakan-tindakannya yang paling mengagumkan / terpuji diwarnai oleh dosa. ... jika dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sebagian besar dari tindakan-tindakan manusia - baik yang remeh maupun yang penting - dikeluarkan dari rencana Allah. Kuasa Allah direndahkan sampai pada kekuatan-kekuatan alam, seperti menggerakkan galaxy dan hukum-hukum gravitasi dan entropi. Bagian terbesar dari sejarah ada di luar kontrolNya] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 97,98.

5) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan adanya dosa dalam Rencana Allah:

· Keluaran 3:19 - “Tetapi Aku tahu bahwa raja Mesir tidak akan membiarkan kamu pergi, kecuali dipaksa oleh tangan yang kuat”.

· Ulangan 31:16-21 - “(16) TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu dan bangsa ini akan bangkit dan berzinah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri, ke mana mereka akan masuk; mereka akan meninggalkan Aku dan mengingkari perjanjianKu yang Kuikat dengan mereka. (17) Pada waktu itu murkaKu akan bernyala-nyala terhadap mereka, Aku akan meninggalkan mereka dan menyembunyikan wajahKu terhadap mereka, sehingga mereka termakan habis dan banyak kali ditimpa malapetaka serta kesusahan. Maka pada waktu itu mereka akan berkata: Bukankah malapetaka itu menimpa kita, oleh sebab Allah kita tidak ada di tengah-tengah kita? (18) Tetapi Aku akan menyembunyikan wajahKu sama sekali pada waktu itu, karena segala kejahatan yang telah dilakukan mereka: yakni mereka telah berpaling kepada allah lain. (19) Oleh sebab itu tuliskanlah nyanyian ini dan ajarkanlah kepada orang Israel, letakkanlah di dalam mulut mereka, supaya nyanyian ini menjadi saksi bagiKu terhadap orang Israel. (20) Sebab Aku akan membawa mereka ke tanah yang Kujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka, yakni tanah yang berlimpah-limpah susu dan madunya; mereka akan makan dan kenyang dan menjadi gemuk, tetapi mereka akan berpaling kepada allah lain dan beribadah kepadanya. Aku ini akan dinista mereka dan perjanjianKu akan diingkari mereka. (21) Maka apabila banyak kali mereka ditimpa malapetaka serta kesusahan, maka nyanyian ini akan menjadi kesaksian terhadap mereka, sebab nyanyian ini akan tetap melekat pada bibir keturunan mereka. Sebab Aku tahu niat yang dikandung mereka pada hari ini, sebelum Aku membawa mereka ke negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada mereka.’”.

· 2Samuel 12:11-12 - “(11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan” (Bdk. 2Samuel 16:22).

Ini menunjukkan bahwa dosa terkutuk Absalom, dimana ia meniduri istri-istri Daud / ayahnya, adalah sesuatu yang sudah ditentukan sebelumnya.

· 2Raja-raja 8:11-13 - “(11) Elisa menatap dengan lama ke depan, lalu menangislah abdi Allah itu. (12) Hazael berkata: ‘Mengapa tuanku menangis?’ Jawab Elisa: ‘Sebab aku tahu bagaimana malapetaka yang akan kaulakukan kepada orang Israel: kotanya yang berkubu akan kaucampakkan ke dalam api, terunanya akan kaubunuh dengan pedang, bayinya akan kauremukkan dan perempuannya yang mengandung akan kaubelah.’ (13) Sesudah itu berkatalah Hazael: ‘Tetapi apakah hambamu ini, yang tidak lain dari anjing saja, sehingga ia dapat melakukan hal sehebat itu?’ Jawab Elisa: ‘TUHAN telah memperlihatkan kepadaku, bahwa engkau akan menjadi raja atas Aram.’”.

Ini menunjukkan bahwa kekejaman Hazael sudah ditentukan sebelumnya.

· Yes 6:8-10 - “(8) Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ‘Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?’. Maka sahutku: ‘Ini aku, utuslah aku!’. (9) Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.’” (Bdk. Matius 13:13-15 / Markus 4:12 / Lukas 8:10 Yohanes 12:40 Kis 28:26-27).

Ini menunjukkan bahwa Allah sudah menentukan bahwa Yehuda akan menolak Firman Tuhan yang akan disampaikan oleh Yesaya, dan Allah juga sudah menentukan bahwa orang-orang Yahudi akan menolak Kristus.

· Daniel 11:36 - “Raja itu akan berbuat sekehendak hati; ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah. Juga terhadap Allah yang mengatasi segala allah ia akan mengucapkan kata-kata yang tak senonoh sama sekali, dan ia akan beruntung sampai akhir murka itu; sebab apa yang telah ditetapkan akan terjadi”.

Ini menunjukkan bahwa dosa dari raja ini, dimana ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah, dan akan mengucapkan kata-kata tak senonoh terhadap Allah, sudah ditetapkan, dan karena itu pasti akan terjadi.

· Hab 1:12 - “Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa”.

Biarpun penindasan yang dilakukan oleh orang Kasdim terhadap orang Israel / Yehuda merupakan hukuman Tuhan bagi mereka, tetapi itu tetap merupakan suatu dosa. Tetapi ayat ini mengatakan bahwa hal itu ditetapkan / ditentukan oleh Tuhan!

· Matius 18:7 - “Celakalah dunia dengan segala penyesatan­nya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya!”.

Ini menunjukkan bahwa penyesatan harus ada. Ini jelas adalah dosa, tetapi ini telah ditetapkan oleh Allah.

· Mat 24:5,10-12,24 - “(5) Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaKu dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang. ... (10) dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. (11) Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang. (12) Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. ... (24) Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga”.

Ini menunjukkan bahwa nabi-nabi palsu dan Mesias-mesias palsu pasti akan ada, dan juga pasti banyak orang akan mengikut mereka.

· Mat 26:31,33-35 - “(31) Maka berkatalah Yesus kepada mereka: ‘Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. ... (33) Petrus menjawabNya: ‘Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.’ (34) Yesus berkata kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ (35) Kata Petrus kepadaNya: ‘Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.’ Semua murid yang lainpun berkata demikian juga”.

Larinya murid-murid meninggalkan Yesus, dan penyangkalan Petrus sebanyak 3 x sudah ditentukan sebelumnya. Bagaimanapun kerasnya keinginan Petrus dan murid-murid yang lain untuk menolak terjadi­nya hal itu, akhirnya hal itu tetap terjadi.

· Lukas 17:25 - “Tetapi Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh angkatan ini”.

Perhatikan kata ‘harus’ di sini. Penolakan dan penyiksaan terhadap Yesus itu harus terjadi.

· Lukas 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.

Ayat ini menunjukkan bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh Yudas terhadap Yesus, yang jelas adalah suatu dosa, telah ditetapkan oleh Allah.

· Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.

Kisah Para Rasul  3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita”.

Kisah Para Rasul  4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.

Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa pembunuhan terhadap Kristus (ini adalah dosa yang paling terkutuk) sudah ditentu­kan sejak semula. Perhatikan khususnya kata-kata‘menurut maksud dan rencanaNya’ dalam Kis 2:23, dan juga kata ‘tentukan’ dalam Kis 4:28. Jelas ini bukan sekedar menunjuk pada foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu) dari Allah, tetapi menunjuk pada foreordination (= penetapan lebih dulu) dari Allah.

· 1Timotius 4:1 - “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan”.

Ini menunjukkan bahwa orang-orang akan murtad dan mengikuti ajaran-ajaran sesat sudah ditentukan sebelumnya.

· 2Tim 3:1-5a - “(1) Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. (2) Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, (3) tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, (4) suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (5a) Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya”.

Ini menunjukkan bahwa kebrengsekan orang-orang pada akhir jaman sudah ditetapkan dan pasti akan terjadi.

· 2Timotius 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng”.

Ini menunjukkan bahwa kebrengsekan dari orang-orang kristen KTP ini, yang tidak mau mendengar kebenaran, tetapi mencari ajaran yang menyenangkan telinganya, sudah ditentukan pasti akan terjadi.

· Wahyu 6:11 - “Dan kepada mereka masing-masing diberikan sehelai jubah putih, dan kepada mereka dikatakan, bahwa mereka harus beristirahat sedikit waktu lagi hingga genapjumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka”.

Istilah ‘genap’ menunjukkan bahwa jumlah orang yang dibunuh sudah ditentukan.

Kalau saudara membaca ayat-ayat di atas ini, mungkin saudara mengatakan bahwa ayat-ayat di atas itu hanya menunjukkan bahwa Allah mengetahui lebih dulu akan adanya dosa atau Allah menubuatkan adanya dosa, tetapi Allah tidak menentukan adanya dosa. Untuk menjawab ini perhatikan beberapa hal di bawah ini:

a) Sekalipun bisa diartikan bahwa sebagian dari ayat-ayat di atas memang cuma menunjukkan bahwa Allah hanya mengetahui lebih dulu atau menubuatkan dosa, tetapi sebagian yang lain yaitu Daniel 11:36 Lukas 22:22 Kis 2:23 Kis 4:27-28 secara explicit / jelas menunjukkan bahwa Allah menetapkan dosa, karena ayat-ayat itu menggunakan istilah-istilah:

¨ ‘ditetapkan’ (Daniel 11:36).

¨ ‘ditetapkan’ (Luk 22:22).

¨ ‘menurut maksud dan rencanaNya’ (Kis 2:23).

¨ ‘segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’ (Kis 4:28).

b) Kalau Tuhan menubuatkan tentang akan terjadinya suatu hal tertentu, itu disebabkan karena Ia sudah lebih dulu menentukan terjadinya hal itu.

Ini terlihat dari:

¨ perbandingan Matius 26:24 dengan Luk 22:22.

Mat 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan”.

Lukas 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.

Kedua ayat ini paralel dan sama-sama berbicara tentang pengkhianatan Yudas, tetapi kalau Mat 26:24 mengatakan bahwa hal itu ‘sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Luk 22:22 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘seperti yang telah ditetapkan’, yang menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditetapkan oleh Allah dalam kekekalan.

¨ perbandingan Kis 2:23 Kis 3:18 dan Kis 4:27-28.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.

Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita”.

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.

Semua ayat di atas ini berbicara tentang penderitaan / penyaliban yang dialami oleh Kristus. Tetapi kalau Kis 3:18 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menggenapi apa yang telah difirmankannya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Kis 2:23 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menurut maksud dan rencanaNya’ dan Kis 4:28 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’, yang jelas menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditentukan oleh Allah dalam kekekalan.

¨ Yes 44:26a - “Akulah yang menguatkan perkataan hamba-hambaKu dan melaksanakan keputusan-keputusan yang diberitakan utusan-utusanKu”.

Perhatikan bahwa apa yang diberitakan (dinubuatkan) oleh utusan-utusan Tuhan itu adalah keputusan dari Tuhan.

¨ Yesaya 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.

Perhatikan bahwa dalam Yes 46:10a dikatakan bahwa Tuhan ‘memberitahukan’, tetapi dalam Yes 46:10b-11a dikatakan bahwa itu adalah ‘keputusanKu’, ‘kehendakKu’, dan ‘putusanKu’. Selanjutnya Yes 46:11b terdiri dari 2 kalimat paralel yang sebetulnya memaksudkan hal yang sama, tetapi kalimat pertama meng-gunakan istilah‘mengatakannya’, yang hanya menunjukkan nubuat Allah, sedangkan kalimat kedua menggunakan istilah ‘merencanakannya’, yang jelas menunjuk pada rencana / ketetapan Allah.

¨ Yeremia 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.

Ayat ini baru mengatakan ‘Aku telah mengatakannya’ dan lalu langsung menyambungnya dengan ‘Aku telah merancangnya’. Ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan mengatakan sesuatu kepada nabi-nabi (yang lalu dinubuatkan oleh para nabi itu), karena Tuhan telah merancang / merencanakannya.

¨ Amos 3:7 - “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hambaNya, para nabi”.

Ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Tuhan kepada pada nabi (dan lalu dinubuatkan oleh nabi-nabi itu) adalah keputusanNya [NIV: ‘his plan’(= rencanaNya)].

¨ Rat 2:17a - “TUHAN telah menjalankan yang dirancangkanNya, Ia melaksanakan yang difirmankanNya”.

Bagian akhir dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan melaksanakan yang difirmankanNya / dinubuatkanNya; tetapi bagian awal dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menjalankan yang dirancangkanNya. Jelas bahwa apa yang dinubuatkan adalah apa yang dahulu telah dirancangkanNya.

¨ Rat 3:37 - “Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?”.

NIV: ‘Who can speak and have it happen if the Lord has not decreed it’ (= Siapa yang bisa berbicara dan membuatnya terjadi jika Tuhan tidak menetapkannya?).

Ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada nabi atau siapapun juga yang bisa menubuatkan apapun kecuali Tuhan lebih dulu menetapkan hal itu.

¨ Yes 28:22b - “sebab kudengar tentang kebinasaan yang sudah pasti yang datang dari Tuhan ALLAH semesta alam atas seluruh negeri itu”.

NIV: ‘The Lord, the LORD Almighty, has told me of the destruction decreed against the whole land’ (= Tuhan, TUHAN yang mahakuasa, telah memberitahu aku tentang kehancuran yang telah ditetapkan terhadap seluruh negeri itu).

Ini jelas menunjukkan bahwa kehancuran yang oleh Tuhan diberitahukan kepada Yesaya, dan lalu dinubuatkan oleh Yesaya, merupakan ketetapan Allah (decree of God).

Jadi, kalau dalam Kitab Suci dinubuatkan sesuatu, itu tidak sekedar berarti bahwa Allah hanya tahu lebih dulu bahwa hal itu akan terjadi (foreknowledge) dan lalu memberitahukan hal itu kepada manusia, tetapi itu berarti bahwa Allah sudah menetapkan lebih dulu akan hal itu (foreordination) dan lalu memberitahukan ketentuan / rencanaNya itu kepada manusia! Dengan demikian jelas bahwa ayat-ayat diatas yang seakan-akan hanya memberitahukan akan adanya dosa-dosa tertentu, sebetulnya menunjukkan bahwa dosa-dosa tertentu itu sudah ditetapkan dan karenanya harus terjadi!

6) Penentuan dosa sejalan dengan doktrin-doktrin Reformed yang lain, seperti:

a) Election / pemilihan (Roma 9:6-24 Efesus 1:4,5,11 1Tesalonika 5:9 2Tesalonika 2:13 2Timotius 1:9), karena manusia dipilih untuk diselamatkan dari dosa.

b) Reprobation / penentuan binasa (Amsal 16:4 Yohanes 17:12 Roma 9:13,17-18,21-22 1Petrus 2:8 Yudas 4), yang jelas mensyaratkan penetapan dosa dalam kehidupan orang-orang yang ditentukan untuk binasa itu.

c) Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme, yang sama-sama percaya adanya penetapan dosa.

Catatan: kalau saudara mau tahu lebih banyak tentang Election (Pemilihan), Reprobation (penetapan binasa), Infralapsarianisme dan Supra-lapsarianisme, bacalah buku saya yang berjudul ‘Calvinisme Yang Difitnah’, jilid II.

Jika saudara adalah orang yang mengaku sebagai orang Reformed, tetapi saudara tidak percaya bahwa Allah menetapkan dosa, maka renungkanlah hal-hal di atas ini! Ketidakpercayaan saudara akan penetapan dosa bertentangan dengan kepercayaan saudara terhadap doktrin-doktrin Reformed yang lain yang saya sebutkan di atas! Dan kalau doktrin-doktrin tersebut juga tidak saudara percayai, maka saudara jelas sama sekali bukan orang Reformed! Jadi, jangan berdusta dengan mengatakan bahwa saudara adalah orang Reformed!

B) Terjadinya dosa.

1) Dalam hal ini Allah bekerja secara pasif.

Dalam terjadinya hal-hal yang baik, Allah bekerja secara aktif. Dengan kasih karuniaNya, Allah mengekang / menahan manusia sehingga tidak berbuat dosa. Tetapi dalam terjadinya dosa, Allah bekerja secara pasif. Ia mengangkat kasih karuniaNya itu, dan dosapun terjadi. Perhatikan:

a) Istilah ‘Allah menyerahkan’ dalam Ro 1:24,26,28.

Bdk. Mazmur 81:12-13 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!”.

Ini menunjukkan bahwa Allah mencabut kasih karuniaNya yang tadinya menahan manusia untuk berbuat dosa, sehingga dosapun terjadi.

b) Kisah Para Rasul 14:16 - “Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing”.

c) Yes 64:7b - “sebab Engkau menyembunyikan wajahMu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami”.

Jadi, penyembunyian wajah Allah itu boleh dikatakan diidentikkan atau menyebabkan kita dikuasai oleh dosa. Tetapi ayat ini diterjemahkan dalam 2 versi. RSV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi KJV/NIV berbeda.

RSV: ‘for thou hast hid thy face from us, and hast delivered us into the hand of our iniquities’ (= sebab Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami, dan telah menyerahkan kami ke dalam tangan dari kejahatan-kejahatan kami).

NASB: ‘For Thou hast hidden Thy face from us, And hast delivered us into the power of our iniquities’ (= Sebab Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami, Dan telah menyerahkan kami ke dalam kuasa dari kejahatan-kejahatan kami).

KJV: ‘for thou hast hid thy face from us, and hast consumed us, because of our iniquities’ (= karena Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami, dan telah menghabiskan kami, karena kejahatan-kejahatan kami).

NIV: ‘for you have hidden your face from us and made us waste away because of our sins’ (= karena Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami dan membuat kami merana karena dosa-dosa kami).

Catatan: Kitab Suci sering menyatakan Allah bekerja secara aktif dalam terjadinya dosa. Untuk ini lihat penjelasannya pada point no 2a di bawah.

Calvin: “after his light is removed, nothing but darkness and blindness remains. When his Spirit is taken away, our hearts harden into stones. When his guidance ceases, they are wrenched into crookedness. Thus it is properly said that he blinds, hardens, and bends those whom he has deprived of the power of seeing, obeying, and rightly following” (= setelah terangNya disingkirkan, tidak ada sesuatu kecuali kegelapan dan kebutaan yang tertinggal. Pada waktu RohNya diambil, hati kita mengeras menjadi batu. Pada waktu bimbinganNya berhenti, mereka dipelintir sehingga menjadi bengkok. Dengan demikian bisa dikatakan secara benar bahwa Ia membutakan, mengeraskan hati, dan membengkokkan mereka dari siapa Ia mencabut / menghilangkan kuasa untuk melihat, mentaati dan mengikut dengan benar) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 3.

2) Allah sebagai ‘first cause’ (= penyebab pertama) menggunakan ‘second causes’ (= penyebab-penyebab kedua) sehingga dosa terjadi sesuai dengan rencanaNya.

a) Allah sebagai first cause (= penyebab pertama).

Allah merupakan ‘first cause’ dari segala sesuatu (termasuk dosa) karena Ialah yang menetapkan / merencanakan segala sesuatu dan mengatur pelaksanaan seluruh rencanaNya itu. Karena Allah adalah ‘first cause’ dari segala sesuatu inilah maka Allah sering digambarkan seakan-akan Ia adalah pelaku langsung / aktif dari sesuatu yang dalam faktanya tidak Ia lakukan secara langsung / aktif. Misalnya:

1. Allah ‘menyuruh’ Yusuf ke Mesir (Kej 45:5,7,8 bdk. Mazmur 105:17).

2. Allah mengeraskan hati Firaun (Kel 4:21b 7:3 9:12 10:1,20,27 11:10).

3. Ayub mengatakan bahwa Tuhanlah yang mengambil harta dan anak-anaknya (Ayub 1:21).

4. Daud mengatakan bahwa Tuhanlah yang menyuruh Simei mengutukinya (2Sam 16:10-11).

5. Tuhan menghasut Daud untuk mengadakan sensus (2Sam 24:1).

Ini bukan merupakan sesuatu yang aneh, karena kalau saya membangun sebuah rumah, sekalipun saya membangun rumah itu menggunakan orang lain (pemborong, kuli dsb) dan tidak membangunnya sendiri, saya tetap bisa berkata bahwa sayalah yang membangun rumah.

b) Allah menggunakan ‘second causes’ (= penyebab-penyebab kedua).

Dalam terjadinya dosa, Allah tidak bertindak langsung / aktif, tetapi menggunakan ‘second causes’ (= penyebab-penyebab kedua). Yang bisa dijadikan sebagai ‘second cause’, adalah:

1. Setan.

Tentang Firaun yang dikeraskan hatinya oleh Allah, Calvin berkata: “Did he harden it by not softening it? This is indeed true, but he did something more. He turned Pharaoh over to Satan to be confirmed in the obstinacy of his breast” (= Apakah Ia mengeraskannya dengan tidak melunakkannya? Ini memang benar, tetapi Ia melakukan sesuatu yang lebih dari itu. Ia menyerahkan Firaun kepada Setan untuk diteguhkan dalam kekerasan hatinya) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 4.

Contoh:

· Ayub 1:15,17 - Di sini Allah menggunakan setan untuk menggoda orang-orang Syeba dan Kasdim sehingga mereka berbuat dosa dengan merampok harta Ayub.

· 1Sam 16:14 18:10 19:9 - ‘roh jahat dari pada Tuhan’.

Calvin: “One passage will however be enough to show that Satan intervenes to stir up the reprobate whenever the Lord by his providence destines them to one end or another. For in Samuel it is often said that ‘an evil spirit of the Lord’ and ‘an evil spirit from the Lord’ has either ‘seized’ or ‘departed from’ Saul (1Sam. 16:14; 18:10; 19:9). It is unlawful to refer this to the Holy Spirit. Therefore, the impure spirit is called ‘spirit of God’ because it responds to his will and power, and acts rather as God’s instrument than by itself as the author”[= Satu text akan cukup untuk menunjukkan bahwa Setan campur tangan untuk menghasut orang yang ditentukan untuk binasa kapanpun Tuhan oleh providensiaNya menentukan mereka ke suatu titik tertentu. Karena dalam kitab Samuel sering dikatakan bahwa ‘roh jahat dari pada Tuhan’ dan ‘roh jahat dari Tuhan’ telah ‘mencekam / menguasai’ atau ‘meninggalkan’ Saul (1Sam 16:14; 18:10; 19:9). Ini tidak boleh diartikan untuk menunjuk kepada Roh Kudus. Karena itu, roh yang kotor / najis itu disebut ‘roh dari Allah’ karena roh itu menanggapi kehendak dan kuasaNya, dan bertindak lebih sebagai alat Allah dari pada dari dirinya sendiri] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 5.

· 1Raja-raja 22:19-23 - Di sini Allah menggunakan setan / roh jahat untuk menggoda nabi-nabi palsu sehingga nabi-nabi palsu itu mengeluarkan suatu dusta.

· 2Samuel 24:1 - “Bangkitlah pula murka TUHAN terhadap orang Israel; Ia menghasut Daud melawan mereka, firmanNya: ‘Pergilah, hitunglah orang Israel dan orang Yehuda.’”.

1Taw 21:1 - “Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel”.

Kedua ayat di atas ini paralel, dan sama-sama berbicara tentang dosa Daud yang dalam kesombongannya melakukan sensus, tetapi 2Sam 24:1 mengatakan bahwa Tuhan yang menghasut Daud untuk melakukan hal itu, sedangkan 1Taw 21:1 mengatakan bahwa Iblislah yang membujuk Daud melakukan hal itu. Apakah kedua ayat ini bertentangan? Bagi orang yang menolak doktrin Reformed ini maka kedua ayat ini pasti bertentangan dan tidak bisa diharmoniskan. Tetapi bagi orang Reformed yang sejati, kedua ayat ini tidak menimbulkan problem. 2Sam 24:1 mengatakan bahwa Allahlah yang menghasut Daud, untuk menunjukkan bahwa Allah adalah ‘first cause’ (= penyebab pertama) dari peristiwa itu; sedangkan 1Taw 21:1 mengatakan bahwa Iblislah yang membujuk Daud, karena Allah memakainya sebagai ‘second cause’ (= penyebab kedua) untuk menjatuhkan Daud ke dalam dosa sesuai dengan rencanaNya.

2. Manusia.

Contoh:

· 1Raja-raja 22:19-23 - di sini Tuhan menggunakan nabi-nabi palsu untuk mendustai Ahab sehingga ia melakukan sesuatu yang salah yaitu berperang, dan akhirnya mati dalam peperangan itu.

· Matius 24:4-5 - Tuhan menggunakan penyesat / nabi palsu untuk menyesatkan banyak orang.

Kedua point di atas (Allah bekerja secara pasif & adanya penggunaan ‘second causes’) menyebabkan Allah bukanlah pencipta dosa (God is not the author of sin).

Dalam tafsirannya tentang Kej 50:20 Calvin mengatakan sebagai berikut: “This truly must be generally agreed, that nothing is done without his will; because he both governs the counsels of men, and sways their wills and turns their efforts at his pleasure, and regulates all events: but if men undertake anything right and just, he so actuates and moves them inwardly by his Spirit, that whatever is good in them, may justly be said to be received from him: but if Satan and ungodly men rage, he acts by their hands in such an inexpressible manner, that the wickedness of the deed belong to them, and the blame of it is imputed to them. For they are not induced to sin, as the faithful are to act aright, by the impulse of the Spirit, but they are the authors of their own evil, and follow Satan as their leader” (= Ini harus disetujui secara umum, bahwa tidak ada apapun dilakukan tanpa kehendakNya; karena Ia memerintah rencana manusia, dan mengubah kehendak mereka dan membelokkan usaha mereka sesuai dengan kesenanganNya, dan mengatur semua peristiwa / kejadian: tetapi jika manusia melakukan apapun yang baik dan benar, Ia menjalankan dan menggerakkan mereka dari dalam oleh RohNya, sehingga apapun yang baik dalam mereka, bisa dengan benar dikatakan diterima dari Dia: tetapi jika Setan dan orang-orang jahat marah, Ia bertindak oleh tangan mereka dalam suatu cara yang tak terkatakan, sehingga kejahatan dari tindakan itu hanya menjadi milik mereka, dan kesalahan dari tindakan itu diperhitungkan kepada mereka. Karena mereka tidak dibujuk kepada dosa, seperti orang yang setia pada waktu melakukan hal yang benar, oleh dorongan Roh, tetapi mereka adalah pencipta dari kejahatan mereka sendiri, dan mengikuti Setan sebagai pemimpin mereka) - hal 488.

3) Istilah ‘Allah mengijinkan’.

a) Kesia-siaan penggunaan istilah ini untuk ‘melindungi’ kesucian Allah.

Banyak orang senang menggunakan istilah ini untuk melindungi kesucian Allah. Mereka berpikir bahwa kalau Allah menentukan dosa maka Allah sendiri berdosa / tidak suci. Tetapi kalau Allah hanya mengijinkan terjadinya dosa, maka Allah tidak bersalah dan tetap suci. Tetapi ini salah karena kalau ‘penentuan Allah tentang terja­dinya dosa’ dianggap sebagai dosa, maka ‘pemberian ijin dari Allah sehingga dosa terjadi’ juga harus dianggap sebagai dosa, yaitu dosa pasif. Sama halnya kalau saya membunuh orang, maka itu adalah dosa (dosa aktif). Tetapi kalau saya membiarkan / mengijinkan seseorang bunuh diri, padahal saya bisa mencegahnya, maka saya juga berdosa (dosa pasif) - bdk. Yak 4:17!

Herman Hoeksema: “Nor must we, in regard to the sinful deeds of men and devils, speak only of God’s permission in distinction from His determination. Holy Scripture speaks a far more positive language. We realize, of course, that the motive for speaking God’s permission rather than of His predetermined will in regard to sin and the evil deeds of men is that God may never be presented as the author of sin. But this purpose is not reached by speaking of God’s permission or His permissive will: for if the Almighty permits what He could just as well have prevented, it is from an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in this way we lose God and His sovereignty: for permis­sion presupposes the idea that there is a power without God that can produce and do something apart from Him, but which is simply permitted by God to act and operate. This is dualism, and it annihilates the complete and absolute sovereignty of God. And therefore we must main­tain that also sin and all the wicked deeds of men and angels have a place in the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by the Word of God” (= Juga kita tidak boleh, berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia dan setan, berbicara hanya tentang ijin Allah dan membedakannya dengan penentuan / penetapanNya. Kitab Suci berbicara dengan suatu bahasa yang jauh lebih positif. Tentu saja kita menyadari bahwa motivasi untuk menggunakan istilah ‘ijin Allah’ dari pada ‘kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu’ berkenaan dengan dosa dan tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah supaya Allah tidak pernah dinyatakan sebagai pencipta dosa. Tetapi tujuan ini tidak tercapai dengan menggunakan ‘ijin Allah’ atau ‘kehendak yang mengijinkan dari Allah’: karena jika Yang Maha Kuasa mengijinkan apa yang bisa Ia cegah, dari sudut pandang etika itu adalah sama seperti jika Ia melakukan hal itu sendiri. Tetapi dengan cara ini kita kehilangan Allah dan kedaulatanNya: karena ijin mensyaratkan suatu gagasan bahwa ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa menghasilkan dan melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan oleh Allah untuk bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme, dan ini menghapuskan kedaulatan Allah yang lengkap dan mutlak. Dan karena itu kita harus mempertahankan bahwa juga dosa dan semua tindakan-tindakan jahat dari manusia dan malaikat mempunyai tempat dalam rencana Allah, dalam keputusan kehendakNya. Demikianlah diajarkan oleh Firman Allah) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 158.

b) Istilah ‘Allah mengijinkan’ boleh digunakan, tetapi artinya harus benar. Ini tidak berarti bahwa sebetulnya Allah merencanakan seseorang berbuat baik / tidak berbuat dosa, tetapi karena orangnya memaksa berbuat dosa, maka Allah mengijinkan. Kalau diartikan seperti ini, maka itu berarti bahwa Rencana Allah sudah gagal, dan ini bertentangan dengan pelajaran II, point B dan C di atas. ‘Allah mengijinkan’ berarti bahwa Allah bekerja secara pasif dan Ia menggunakan second causes, tetapi dosa yang diijinkan itu pastiterjadi, persis sesuai dengan Rencana Allah! Jadi digunakannya istilah ‘Allah mengijinkan’ hanyalah karena dalam pelaksanaannya Allah bekerja secara pasif dan Allah menggunakan second causes.

Louis Berkhof: “It is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive. By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will. This means that God does not positively work in man ‘both to will and to do’, when man goes con­trary to His revealed will. It should be carefully noted, however, that this permissive decree does not imply a passive permission of something which is not under the control of the divine will. It is a decree which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God determines (a) not to hinder the sinful self-determination of the finite will; and (b) to regulate and control the result of this sinful self-determination” [= Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan untuk menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung dan bertindak dalam kehendak terbatas (kehendak manusia) itu. Ini berarti bahwa Allah tidak secara positif bekerja dalam manusia ‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’, pada waktu manusia berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan tidak berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang membuat tindakan berdosa yang akan datang itu pasti secara mutlak, tetapi dalam mana Allah menentukan (a) untuk tidak menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan sendiri oleh kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) untuk mengatur dan mengontrol akibat / hasil dari keputusan berdosa ini] - ‘Systematic Theology’, hal 105.

William G. T. Shedd: “When God executes his decree that Saul of Tarsus shall be ‘a vessel of mercy’, he works efficiently within him by his Holy Spirit ‘to will and to do’. When God executes his decree that Judas Iscariot shall be ‘a vessel of wrath fitted for destruction’, he does not work efficiently within him ‘to will and to do’, but permissively in the way of allowing him to have his own wicked will. He decides not to restrain him or to regenerate him, but to leave him to his own obstinate and rebellious inclination and purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth, as it was determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke 22:22; Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly different, but the perdition of Judas was as much foreordained and free from chance, as the conversion of Saul” [= Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Saulus dari Tarsus akan menjadi ‘bejana / benda belas kasihan’, Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh KudusNya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’. Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Yudas Iskariot akan menjadi ‘bejana kemurkaan yang cocok untuk kehancuran / benda kemurkaan yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan’, Ia tidak bekerja secara efisien dalam dirinya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’, tetapi dengan cara mengijinkan dia mempunyai kehendak jahatnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak mengekang dia atau melahirbarukan dia, tetapi membiarkan dia pada kecondongan dan rencananya sendiri yang keras kepala dan bersifat memberontak; dan karena itu ‘Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan’ (Luk 22:22; Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua kasus ini jelas berbeda, tetapi kebinasaan Yudas ditentukan lebih dulu dan bebas dari kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 31.

c) Komentar-komentar Calvin yang menyerang istilah ‘Allah mengijinkan’.

Calvin: “God wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be God’s judgment, the figment of bare permission vanishes: because it would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and not also to decree it and to command its execution by his ministers” [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

Calvin: “Those who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than evident that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence, substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance events, and his judgments thus depended upon human will”(= Mereka yang betul-betul mengetahui Kitab Suci melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

C) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan hubungan Providence dan dosa.

Ada sangat banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan hubungan Providence dan dosa, seperti:

· Kej 45:5-8 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu. (6) Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau menuai. (7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir”.

Khususnya perhatikan kata-kata ‘Allah menyuruh aku mendahului kamu’ (ay 5,7) dan ‘bukan kamu yang menyuruh aku ke sini tetapi Allah’ (ay 8). Bdk. Maz 105:17 - ‘diutusNyalahseorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual sebagai budak’.

Semua ini menunjukkan bahwa penjualan Yusuf ke Mesir, yang jelas adalah suatu dosa, merupakan pekerjaan Allah, yang melakukan semua itu untuk melaksanakan rencana tertentu.

Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin berkata:

“Good men are ashamed to confess, that what men undertake cannot be accomplished except by the will of God; fearing lest unbridled tongues should cry out immediately, either that God is the author of sin, or that wicked men are not to be accused of crime, seeing they fulfil the counsel of God. But although this sacrilegious fury cannot be effectually rebutted, it may suffice that we hold it in detestation. Meanwhile, it is right to maintain, what is declared by the clear testimonies of Scripture, that whatever men may contrive, yet, amidst all their tumult, God from heaven overrules their counsels and attempts; and, in short, does, by their hands, what he himself decreed” (= Orang-orang saleh malu mengakui, bahwa apa yang manusia lakukan tidak bisa tercapai kecuali oleh kehendak Allah; karena mereka takut bahwa lidah-lidah yang tidak dikekang akan segera berteriak, bahwa Allah adalah pencipta dosa, atau bahwa orang jahat tak boleh dituduh karena kejahatannya, mengingat mereka menggenapi rencana Allah. Tetapi sekalipun kemarahan yang tidak senonoh ini tidak bisa dibantah secara efektif, cukuplah kalau kita menganggapnya sebagai sesuatu yang menjijikkan. Sementara itu, adalah benar untuk mempertahankan, apa yang dinyatakan oleh kesaksian yang jelas dari Kitab Suci, bahwa apapun yang manusia usahakan / rencanakan, di tengah-tengah segala keributan mereka, Allah dari surga menguasai rencana dan usaha mereka, dan, singkatnya, melakukan dengan tangan mereka apa yang Ia sendiri tetapkan).

Calvin melanjutkan dengan berkata: “Good men, who fear to expose the justice of God to the calumnies of the impious, resort to this distinction, that God wills some things, but permits others to be done. As if, truly, any degree of liberty of action, were he to cease from governing, would be left to men. If he had only permitted Joseph to be carried into Egypt, he had not ordained him to be the minister of deliverance to his father Jacob and his sons; which he is now expressly declared to have done. Away, then, with that vain figment, that, by the permission of God only, and not by his counsel or will, those evils are committed which he afterwards turns to a good account” (= Orang-orang saleh, yang takut membuka keadilan Allah terhadap fitnahan dari orang-orang jahat, memutuskan untuk mengadakan pembedaan ini, yaitu bahwa Allah menghendaki beberapa hal, tetapi mengijinkan hal-hal yang lain untuk dilakukan. Seakan-akan Ia berhenti dari tindakan memerintah, dan memberikan kebebasan bertindak tertentu kepada manusia. Jika Ia hanya mengijinkan Yusuf untuk dibawa ke Mesir, Ia tidak menetapkannya untuk menjadi pembebas bagi ayahnya Yakub dan anak-anaknya; yang dinyatakan secara jelas telah dilakukanNya. Maka singkirkanlah isapan jempol yang sia-sia yang mengatakan bahwa hanya karena ijin Allah, dan bukan karena rencana atau kehendakNya, hal-hal yang jahat itu dilakukan, yang setelah itu Ia balikkan menjadi sesuatu yang baik).

· Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar”.

Ini secara explicit menunjukkan bahwa sekalipun saudara-saudara Yusuf mereka-rekakan / memaksudkan yang jahat terhadap Yusuf, tetapi Allah telah mereka-rekakannya / memaksudkannya untuk kebaikan! Jadi, jelas bahwa Allah bekerja menggunakan dosa dari saudara-saudara Yusuf demi kebaikan Yusuf / Israel.

Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin berkata:

“The selling of Joseph was a crime detestable for its cruelty and perfidy; yet he was not sold except by the decree of heaven. For neither did God merely remain at rest, and by conniving for a time, let loose the reins of human malice, in order that afterwards he might make use of this occasion; but, at his own will, he appointed the order of acting which he intended to be fixed and certain. Thus we may say with truth and propriety, that Joseph was sold by the wicked consent of his brethren, and by the secret providence of God” (= Penjualan terhadap Yusuf adalah suatu kejahatan yang menjijikkan karena kekejaman dan pengkhianatannya; tetapi ia tidak dijual kecuali oleh ketetapan dari surga. Karena Allah bukannya semata-mata berdiam diri, dan sambil menutup mata / pura-pura tidak melihat untuk sementara waktu, melepaskan kendali terhadap keinginan jahat manusia, supaya setelah itu ia bisa menggunakan kejadian ini; tetapi, pada kehendakNya sendiri, Ia menetapkan urut-urutan tindakan yang Ia maksudkan untuk menjadi tetap dan tertentu. Jadi kita bisa berkata dengan benar dan tepat, bahwa Yusuf dijual oleh persetujuan jahat dari saudara-saudaranya, dan oleh providensia rahasia dari Allah).

· Kel 1:8-10 - “(8) Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. (9) Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: ‘Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. (10) Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan - jika terjadi peperangan - jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini.’”.

bdk. Maz 105:25 - “diubahNya hati mereka (orang Mesir) untuk membenci umatNya, untuk memperdayakan hamba-hambaNya”. Jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang mengubah hati orang Mesir untuk membenci Israel, supaya dengan demikian rencanaNya bisa terlaksana.

· Kel 4:21 7:3,22 8:15,19,32 9:12 9:15-16 (bdk. Ro 9:15-18) 9:34-35 10:1-2,20,27 11:10 14:4,8,17. Berulang kali dikatakan bahwa Allah mengeraskan hati Firaun! Dan itulah yang menyebabkan hati Firaun menjadi keras. Bahkan setelah Firaun terpaksa membiarkan Israel meninggalkan Mesir, Tuhan lalu bekerja mengeraskan hati Firaun lagi, sehingga ia memerintahkan tentaranya untuk mengejar Israel. Tujuan Allah ialah supaya baik Israel maupun Mesir bisa melihat kuasaNya (Kel 10:1-2 14:4,17-18,30-31).

· Ul 2:30 - “Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau memberi kita berjalan melalui daerahnya, sebab TUHAN, Allahmu, membuat dia keras kepala dan tegar hati, dengan maksud menyerahkan dia ke dalam tanganmu, seperti yang terjadi sekarang ini”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allahlah yang mengeraskan hati Sihon supaya bisa menyerahkannya ke tangan Israel.

· Yos 11:20 - “Karena TUHAN yang menyebabkan hati orang-orang itu menjadi keras, sehingga mereka berperang melawan orang Israel, supaya mereka ditumpas, dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah mengeraskan hati orang Kanaan supaya mereka tidak dikasihani tetapi ditumpas.

· Hak 9:22-24 - “(22) Setelah tiga tahun lamanya Abimelekh memerintah atas orang Israel, (23) maka Allah membangkitkan semangat jahat di antara Abi-melekh dan warga kota Sikhem, sehingga warga kota Sikhem itu menjadi tidak setia kepada Abimelekh, (24) supaya kekerasan terhadap ketujuh puluh anak Yerubaal dibalaskan dan darah mereka ditimpakan kepada Abimelekh, saudara mereka yang telah membunuh mereka dan kepada warga kota Sikhem yang membantu dia membunuh saudara-saudaranya itu”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah membangkitkan semangat jahat dalam diri orang-orang tertentu, supaya memberontak terhadap Abimelekh (anak Yerubaal / Gideon), supaya Ia bisa menghukum baik Abimelekh maupun orang-orang Sikhem karena pembunuhan yang mereka lakukan terhadap anak-anak Yerubaal / Gideon yang lain dalam Hak 9:1-5.

· Hak 14:4 - “Tetapi ayahnya dan ibunya tidak tahu bahwa hal itu dari pada TUHAN asalnya: sebab memang Simson harus mencari gara-gara terhadap orang Filistin. Karena pada masa itu orang Filistin menguasai orang Israel”.

Simson mau kawin dengan orang Filistin / kafir (Hak 14:1-2), dan ayahnya menasehatinya untuk tidak melakukan hal itu, karena itu jelas adalah dosa (Hak 14:3). Dan dalam ay 4 dikatakan bahwa hal itu datang dari Tuhan, karena Tuhan menghendaki Simson mencari gara-gara terhadap orang Filistin!

· 1Sam 2:25b - “Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?’ Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan bekerja sehingga anak-anak Eli tidak menuruti nasehat ayahnya, karena Tuhan hendak membunuh mereka.

· 2Sam 12:11 - “Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan” (bdk. 2Sam 16:20-23).

Ayat ini menunjukkan bahwa peristiwa hubungan sex antara Absalom dan gundik-gundik Daud, yang bisa dikatakan merupakan perkosaan dan incest (perzinahan dalam keluarga) merupakan pekerjaan Tuhan!

· 2Sam 16:10-11 - “(10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian”.

Daud / ayat ini mengatakan bahwa Tuhan ‘menyuruh’ Simei mengutuki Daud. Tetapi kata ‘menyuruh’ di sini tentu tidak bisa diartikan seakan-akan Tuhan betul-betul berfirman kepada Simei supaya mengutuki Daud. Kata ‘menyuruh’ di sini harus diartikan ‘bekerja sehingga’ atau ‘mengatur sehingga’. Penafsiran ini bukanlah sesuatu yang dibuat-buat, karena penafsiran ini sejalan dengan beberapa ayat yang lain seperti:

* Kej 45:7-8 yang mengatakan bahwa Allah ‘menyuruh’ Yusuf ke Mesir untuk memelihara Israel. Bandingkan juga dengan Maz 105:17 yang menggunakan istilah ‘diutusNya’. Padahal Allah sama sekali tidak pernah berfirman untuk menyuruh / mengutus Yusuf pergi ke Mesir. Yusuf pergi ke Mesir karena dipaksa oleh sikon, yaitu pada waktu ia dijual sebagai budak. Tetapi karena ini semua merupakan pengaturan Allah, maka digunakan istilah Allah ‘menyuruh’ / ‘mengutus’.

* 1Raja 17:4,9 dimana Allah berfirman kepada Elia bahwa Ia telah ‘memerintahkan’ burung gagak dan seorang janda di Sarfat untuk memberi makan Elia. Tetapi Allah tidak betul-betul berbicara kepada burung gagaknya, melainkan Allah hanya ‘mengatur’ sehingga burung gagak itu memberi makan Elia. Demikian juga dengan janda di Sarfat itu. Pada waktu Elia sampai di Sarfat, janda itu tidak tahu apa-apa tentang persoalan memberi makan Elia. Jadi jelas bahwa Tuhan tidak betul-betul berfirman kepadanya supaya ia memberi makan Elia. Tuhan hanya ‘mengatur’ supaya janda itu memberi makan Elia.

· 1Raja 11:14,23 - “(14) Kemudian TUHAN membangkitkan seorang lawan Salomo, yakni Hadad, orang Edom; ia dari keturunan raja Edom. ... (23) Allah membangkitkan pula seorang lawan Salomo, yakni Rezon bin Elyada, yang telah melarikan diri dari tuannya, yakni Hadadezer, raja Zoba”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhanlah membangkitkan lawan-lawan untuk memberontak terhadap Salomo, padahal pemberontakan adalah suatu dosa (bdk. Ro 13:1-7).

· 1Raja 12:15,24 - “(15) Jadi raja tidak mendengarkan permintaan rakyat, sebab hal itu merupakan perubahan yang disebabkan TUHAN, supaya TUHAN menepati firman yang diucapkanNya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada Yerobeam bin Nebat. ... (24) Beginilah firman TUHAN: Janganlah kamu maju dan janganlah kamu berperang melawan saudara-saudaramu, orang Israel. Pulanglah masing-masing ke rumahnya, sebab Akulah yang menyebabkan hal ini terjadi.’ Maka mereka mendengarkan firman TUHAN dan pergilah mereka pulang sesuai dengan firman TUHAN itu” (bdk. 2Taw 10:15 11:4).

Bagian ini menunjukkan bahwa Tuhan bekerja sehingga Rehabeam menolak nasehat yang baik dari tua-tua, karena Tuhan mau memecah Israel.

· 1Raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa? (22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu.’” (bdk. 2Taw 18:19-22).

Ini merupakan bagian Kitab Suci yang sangat aneh! Tuhan ‘kongkalikong’ / melakukan kolusi dengan setan? Tidak, karena ini lagi-lagi menunjukkan Tuhan sebagai first cause dan setan sebagai second cause pada peristiwa penyesatan oleh nabi-nabi palsu terhadap Ahab.

· 1Taw 10:4,14 - “(4) Lalu berkatalah Saul kepada pembawa senjatanya: ‘Hunuslah pedangmu dan tikamlah aku, supaya jangan datang orang-orang yang tidak bersunat ini memperlakukan aku sebagai permainan.’ Tetapi pembawa senjatanya tidak mau, karena ia sangat segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan menjatuhkan dirinya ke atasnya. ... (14) dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai”.

Sekalipun dalam ay 4 dikatakan bahwa Saul mati bunuh diri, tetapi dalam ay 14 tetap dikatakan ‘Tuhan membunuh dia’.

· 2Taw 21:16-17 - “(16) Lalu TUHAN menggerakkan hati orang Filistin dan orang Arab yang tinggal berdekatan dengan orang Etiopia untuk melawan Yoram. (17) Maka mereka maju melawan Yehuda, memasukinya dan mengangkut segala harta milik yang terdapat di dalam istana raja sebagai jarahan, juga anak-anak dan isteri-isterinya, sehingga tidak ada seorang anak yang tinggal padanya kecuali Yoahas, anaknya yang bungsu”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menggerakkan hati orang Filistin dan Arab untuk melawan Yoram.

· 2Taw 25:16 - “Waktu nabi sedang berbicara, berkatalah Amazia kepadanya: Apakah kami telah mengangkat engkau menjadi penasihat raja? Diamlah! Apakah engkau mau dibunuh?’ Lalu diamlah nabi itu setelah berkata: ‘Sekarang aku tahu, bahwa Allah telah menentukan akan membinasakan engkau, karena engkau telah berbuat hal ini, dan tidak mendengarkan nasihatku!’”.

2Taw 25:20 - “Tetapi Amazia tidak mau mendengarkan; sebab hal itu telah ditetapkan Allah yang hendak menyerahkan mereka ke dalam tangan Yoas, karena mereka telah mencari allah orang Edom”.

Penolakan Amazia terhadap nasehat nabi membuat nabi itu yakin / tahu bahwa Allah telah menentukan supaya Amazia tidak mendengarkan nasehatnya, karena Allah hendak menyerahkannya ke tangan Yoas. Jelas bahwa penolakan Amazia terhadap nasehat nabi, yang jelas merupakan suatu dosa, termasuk dalam pelaksanaan Rencana Allah.

· 2Taw 36:17 - “TUHAN menggerakkan raja orang Kasdim melawan mereka. Raja itu membunuh teruna mereka dengan pedang dalam rumah kudus mereka, dan tidak menyayangkan teruna atau gadis, orang tua atau orang ubanan - semua diserahkan TUHAN ke dalam tangannya”.

Ini menunjukkan bahwa kekejaman orang Kasdim terhadap Yehuda, yang jelas merupakan suatu dosa, adalah pekerjaan Tuhan.

· Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”.

Ayub 42:11b - “Mereka menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang telah ditimpakan TUHAN kepadanya ...”.

Kedua ayat di atas ini mengatakan bahwa semua malapetaka yang dialami Ayub, termasuk perampokan terhadap ternaknya, yang jelas merupakan dosa, adalah pekerjaan Tuhan.

· Amsal 16:4 - “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari malapetaka”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan membuat orang fasik untuk hari malapetaka!

· Yes 10:5-7,12,22-23 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa. ... (12) Tetapi apabila TUHAN telah menyelesaikan segala pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya yang engkuh sombong. ... (22) Sebab sekalipun bangsamu, hai Israel, seperti pasir di laut banyaknya, namun hanya sisanya akan kembali. TUHAN telah memastikan datangnya kebinasaan dan dari situ timbul keadilan yang meluap-luap. (23) Sungguh, kebinasaan yang sudah pasti akan dilaksanakan di atas seluruh bumi oleh Tuhan, TUHAN semesta alam”.

Text Kitab Suci ini menunjukkan bahwa penindasan oleh Asyur terhadap Israel merupakan pekerjaan Tuhan yang menggunakan Asyur sebagai ‘cambuk murka / tongkat amarah’ (ay 5). Tetapi karena penindasan itu sendiri adalah dosa, dan Asyur melakukannya dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan Tuhan, maka akhirnya Asyur sendiri dihukum oleh Tuhan (ay 12).

· Yes 63:17a - “Ya TUHAN, mengapa Engkau biarkan kami sesat dari jalanMu, dan mengapa Engkau tegarkan hati kami, sehingga tidak takut kepadaMu?”.

Ayat ini mengatakan bahwa kesesatan dan ketegaran hati merupakan pekerjaan Tuhan!

· Yer 19:9 - “Aku akan membuat mereka memakan daging anak-anaknya laki-laki dan daging anak-anaknya perempuan, dan setiap orang memakan daging temannya, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhnya kepada mereka dan oleh orang-orang yang ingin mencabut nyawa mereka”.

Tuhan membuat orang Yehuda mati oleh pedang lawan (Yer 19:7), dan membiarkan mayat mereka dimakan burung dan binatang (Yer 17:8), dan lalu dalam Yer 19:9 ini dikatakan sesuatu yang mengerikan dimana Tuhan membuat mereka memakan daging anaknya dan daging temannya sendiri! Perbuatan kanibal ini merupakan pekerjaan Tuhan! Bdk. juga dengan Yeh 5:8-10 Yes 49:26.

Yeh 5:8-10 - “(8) sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Lihat, Aku, ya Aku sendiri akan menjadi lawanmu dan Aku akan menjatuhkan hukuman kepadamu di hadapan bangsa-bangsa. (9) Oleh karena segala perbuatanmu yang keji akan Kuperbuat terhadapmu yang belum pernah Kuperbuat dan yang tidak pernah lagi akan Kuperbuat. (10) Sebab itu di tengah-tengahmu ayah-ayah akan memakan anak-anaknya dan anak-anak memakan ayahnya dan Aku akan menjatuhkan hukuman kepadamu, sedang semua yang masih tinggal lagi dari padamu akan Kuhamburkan ke semua penjuru angin”.

Yes 49:26 - “Aku akan memaksa orang-orang yang menindas engkau memakan dagingnya sendiri, dan mereka akan mabuk minum darahnya sendiri, seperti orang mabuk minum anggur baru, supaya seluruh umat manusia mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, adalah Juruselamatmu dan Penebusmu, Yang Mahakuat, Allah Yakub.’”.

· Yer 25:8-12 - “(8) Sebab itu beginilah firman TUHAN semesta alam: Oleh karena kamu tidak mendengarkan perkataan-perkataanKu, (9) sesungguhnya, Aku akan mengerahkan semua kaum dari utara - demikianlah firman TUHAN - menyuruh memanggil Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu; Aku akan mendatangkan mereka melawan penduduknya dan melawan bangsa-bangsa sekeliling ini, yang akan Kutumpas dan Kubuat menjadi kengerian, menjadi sasaran suitan dan menjadi ketandusan untuk selama-lamanya. (10) Aku akan melenyapkan dari antara mereka suara kegirangan dan suara sukacita, suara pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, bunyi batu kilangan dan cahaya pelita. (11) Maka seluruh negeri ini akan menjadi reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi hamba kepada raja Babel tujuh puluh tahun lamanya. (12) Kemudian sesudah genap ketujuh puluh tahun itu, demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan melakukan pembalasan kepada raja Babel dan kepada bangsa itu oleh karena kesalahan mereka, juga kepada negeri orang-orang Kasdim, dengan membuatnya menjadi tempat-tempat yang tandus untuk selama-lamanya”.

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan bekerja sehingga Babilonia menghancurkan Yehuda, tetapi sama seperti Asyur, akhirnya Babilonia juga dihukum Tuhan.

· Yeremia 43:10-11 - “(10) lalu katakanlah kepada mereka: Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku mengutus orang untuk menjemput Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu, supaya ia mendirikan takhtanya di atas batu-batu yang telah Kusuruh sembunyikan ini, dan membentangkan permadani kebesarannya di atasnya. (11) Dan apabila ia datang, ia akan memukul tanah Mesir: Yang ke maut, ke mautlah! Yang ke tawanan, ke tawananlah! Yang ke pedang, ke pedanglah!”.

Ayat ini menunjukkan bahwa peristiwa dimana Babilonia menghancurkan Mesir, merupakan pekerjaan Tuhan .

· Yer 47:6-7 - “(6) Ah, pedang TUHAN, berapa lama lagi baru engkau berhenti? Masuklah kembali ke dalam sarungmu, jadilah tenang dan beristirahatlah! (7) Tetapi bagaimana ia dapat berhenti? Bukankah TUHAN memerintahkannya? Ke Askelon dan ke tepi pantai laut, ke sanalah Ia menyuruhnya!’”.

Ayat ini menyatakan pedang Firaun / Mesir yang membunuhi orang Filistin, sebagai ‘pedang Tuhan’, dan pembantaian itu sebagai perintah Tuhan!

· Yer 50:9 - “Sebab sesungguhnya, Aku menggerakkan dan membangkitkan terhadap Babel sekumpulan bangsa-bangsa yang besar dari utara; mereka akan mengatur barisan untuk melawannya, dari sanalah kota itu akan direbut. Panah-panah mereka adalah seperti pahlawan yang mujur, yang tidak pernah kembali dengan tangan hampa”.

Tuhan menggerakkan bangsa-bangsa besar dari Utara untuk menghancurkan Babel.

· Rat 2:6b - “Di Sion TUHAN menjadikan orang lupa akan perayaan dan sabat”.

Merayakan hari raya dan hari Sabat adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan, sehingga melupakan / melalaikan hal itu jelas merupakan suatu dosa. Tetapi ayat ini mengatakan bahwa Tuhanlah yang membuat hal itu!

· Yeh 14:9 - “Jikalau nabi itu membiarkan dirinya tergoda dengan mengatakan suatu ucapan - Aku, TUHAN yang menggoda nabi itu - maka Aku akan mengacungkan tanganKu melawan dia dan memunahkannya dari tengah-tengah umatKu Israel”.

Ayat ini terletak dalam suatu kontex dimana Allah mengancam Israel. Ia berkata bahwa kalau ada orang yang pergi kepada seorang nabi palsu dan menanyakan petunjuk kepada nabi itu, maka Allah sendiri akan menjawab orang itu (Yeh 14:7). Lalu dalam Yeh 14:9 dikatakan bahwa pada waktu nabi palsu itu memberi petunjuk, yang tentunya merupakan petunjuk yang sesat, maka Tuhan yang menggoda nabi palsu itu.

· Hab 1:6,12 - “(6) Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka. ... (12) Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa”.

Tuhan membangkitkan / menentukan orang Kasdim untuk membunuh / menghukum / menyiksa.

· Zakh 14:2 - “Aku akan mengumpulkan segala bangsa untuk memerangi Yerusalem; kota itu akan direbut, rumah-rumah akan dirampoki dan perempuan-perempuan akan ditiduri. Setengah dari penduduk kota itu harus pergi ke dalam pembuangan, tetapi selebihnya dari bangsa itu tidak akan dilenyapkan dari kota itu”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan bekerja mengumpulkan segala bangsa untuk memerangi Yehuda / Yerusalem dan mengalahkannya, lalu merampok dan bahkan melakukan pemerkosaan di sana.

· Mat 11:25-27 - “(25) Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. (26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya”.

Tuhan menyembunyikan Injil terhadap orang bijak / pandai. Ini membuat mereka tidak mungkin bisa percaya kepada Kristus, padahal ketidakpercayaan kepada Kristus adalah dosa.

· Yoh 12:39-40 - “(39) Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: (40) ‘Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku menyembuhkan mereka’” (bdk. Mark 4:11-12).

Tuhan bekerja sehingga Israel menjadi buta / degil dan tidak mau percaya, sesuai dengan nubuat Yesaya.

· Ro 11:7-8,25 - “(7) Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, (8) seperti ada tertulis: ‘Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini.’ ... (25) Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk”.

Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Israel itu menjadi tegar karena Allah membuat mereka tertidur, dan memberi mereka mata / telinga yang tidak dapat melihat / mendengar. Jelas bahwa ketegaran mereka merupakan pekerjaan Tuhan.

· Ro 11:32 - “Sebab Allah telah mengurung semua orang dalam ketidak-taatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua”.

Kata-kata ‘Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan’ jelas menunjukkan bahwa Allah bekerja sedemikian rupa sehingga orang-orang itu terus berbuat dosa.

· 2Tes 2:11-12 - “(11) Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, (12) supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta!

· Wah 17:17 (NIV) - “For God has put it into their hearts to accomplish his purpose by agreeing to give the beast their power to rule, until God’s words are fulfilled” (= Karena Allah telah memasukkan hal itu kedalam hati mereka untuk melaksanakan tujuanNya dengan menyetujui untuk memberikan binatang itu kuasa untuk memerintah, sampai firman Allah tergenapi).

Ini menunjukkan bahwa Allah bekerja dalam hati orang-orang itu sehingga orang-orang itu mau tunduk kepada binatang itu!

Kalau saudara betul-betul ingin mengetahui apakah doktrin Providence of God ini betul-betul merupakan ajaran Kitab Suci, bacalah dan renungkanlah semua ayat-ayat di atas ini dengan teliti, dan lalu renungkan satu hal ini: kalau saudara menolak doktrin Providence of God ini, bagaimana saudara menafsirkan semua ayat ini?

D) Allah mempunyai tujuan yang baik.

Sekalipun ada dosa dalam Providence of God, itu tentu tidak berarti bahwa dosa itu merupakan tujuan akhir dari Allah. Kalau Allah menetapkan terjadinya dosa dan lalu melaksanakan rencanaNya itu, maka tentu Ia mempunyai tujuan yang baik.

Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan hal itu:

· Roma 3:5 - “... ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah”.

· Roma 3:7 - “... kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya”.

· Ro 5:20b - “di mana dosa bertambah banyak di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah”.

· Roma 11:32 - “Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua”.

Kata-kata ‘telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan’ menunjukkan bahwa dalam Providence of God ada dosa, dan kata-kata ‘supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua’ menunjukkan adanya tujuan yang baik di dalam semua itu.

· 1Tim 1:13-16 - “aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal”.

Khususnya perhatikan ay 16nya yang menunjukkan bahwa kebejatan Paulus sebelum ia menjadi kristen justru akhirnya menjadi suatu contoh bagi orang bejat lainnya. Tentu saja bukan supaya mereka meniru kebejatan itu, tetapi supaya mereka melihat dalam diri Paulus, bahwa orang bejatpun bisa diampuni asal mau percaya kepada Yesus. Dengan dermikian ini menjadi suatu dorongan bagi orang-orang bejat yang lain untuk percaya kepada Yesus, dan sekaligus menjadi suatu jaminan bahwa kalau mereka mau percaya kepada Yesus, maka sama seperti Paulus merekapun akan diampuni. Jadi kebejatan Paulus ada dalam Rencana Allah dan Providence of God, dengan suatu maksud / tujuan yang baik.

Hal-hal lain yang perlu diingat:

¨ Adanya dosa memang menunjukkan kasih / kemurahan Allah secara lebih menyolok, karena kalau tidak ada dosa, kita tidak bisa melihat bagaimana Allah mengampuni manusia berdosa melalui salib.

¨ Adanya dosa juga menunjukkan kesabaran Allah, yang tidak langsung menghukum pada waktu melihat dosa (bdk. Roma 2:4).

¨ Adanya dosa juga lebih bisa menunjukkan keadilan dan kesucian Allah, dan kebencian Allah terhadap dosa.

Herman Hoeksema: “It is therefore much better to say that the Lord also in His counsel hates sin and determined that that which He hates should come to pass in order to reveal His hatred” (= Karena itu lebih baik berkata bahwa Tuhan juga dalam rencanaNya membenci dosa dan menentukan hal itu supaya apa yang Ia benci itu terjadi sehingga Ia bisa menyatakan kebencianNya atas hal itu) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 158.

Jadi jelas dari semua contoh di atas ini bahwa dosa akhirnya memang bisa membawa kemuliaan bagi Allah!

Catatan: Tetapi awas, ini tidak berarti bahwa kita boleh / harus berbuat dosa karena hal itu toh akhirnya membawa kemuliaan bagi Allah. Bandingkan dengan kata-kata Paulus di bawah ini.

Ro 3:7-8 - “Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: ‘Marilah kita berbuat jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.’ Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman”.

Roma 6:1-2 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”.

V. PROVIDENCE DAN KEBEBASAN / TANGGUNG JAWAB MANUSIA

A) Tanggung jawab manusia.

Adanya Rencana / penetapan Allah dan Providence of God tidak membuang tanggung jawab manusia! Yang saya maksud dengan ‘tanggung jawab manusia’ adalah:

1) Manusia tetap bertanggung jawab atau mempunyai kewajiban untuk melakukan hal yang terbaik sesuai dengan Firman Tuhan.

Charles Haddon Spurgeon: “Let the providence of God do what it may, your business is to do what you can” (= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu bisa) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.

Jadi, sekalipun ada penetapan Allah tentang saat kematian, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menjaga nyawa kita. Sekalipun ada penetapan Allah tentang penyakit / kesehatan, kita tetap perlu, dan bahkan harus, menjaga kesehatan kita. Sekalipun ada penetapan Allah tentang dosa, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menguduskan diri, menjauhi dosa, dan melawan godaan setan.

2) Pada waktu manusia berbuat dosa, ia tetap bertanggung jawab terhadap Allah akan dosanya itu, artinya ia tetap akan dihukum karena dosanya itu. Memang dalam kasus orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, semua dosanya sudah dibayar oleh Kristus di atas kayu salib, sehingga ia tidak lagi bisa dihukum (Ro 8:1), tetapi Allah tetap bisa menghajar / mendisiplin dia. Karena itu jangan sembarangan berbuat dosa, apalagi dengan alasan bahwa dosa itu sudah ditentukan oleh Allah!

B) Mengapa manusia tetap mempunyai tanggung jawab?

1) Kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan kepada kita (yaitu Firman Tuhan / Kitab Suci), bukan berdasarkan kehendak / rencana Allah yang tersembunyi / yang tidak kita ketahui.

Ul 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini”.

Perhatikan bahwa ayat ini berkata bahwa:

· ‘hal-hal yang tersembunyi’ itu ialah ‘bagi Tuhan’.

Jadi, Rencana Allah yang tidak kita ketahui itu bukan untuk kita, dan karenanya itu bukan pedoman hidup kita.

· ‘hal-hal yang dinyatakan’ ialah ‘bagi kita’.

‘Hal-hal yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi kita’, dan karenanya inilah pedoman hidup kita.

Contoh:

a) Dalam persoalan keselamatan.

Tuhan sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat (Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa / masuk neraka (Yoh 17:22 Ro 9:22), tetapi kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang dipilih untuk binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir / bersikap seperti ini:

¨ sekarang ini saya tidak perlu percaya kepada Yesus. Kalau saya memang ditentukan selamat, nanti saya pasti akan percaya dengan sendirinya.

¨ mungkin orang itu bukan orang pilihan, sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga untuk menginjili dia. Biarkan saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh nanti dia akan percaya dengan sendirinya.

Sebaliknya, kita harus hidup berda­sarkan Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya:

* Kis 16:31 merupakan perintah untuk percaya kepada Yesus. Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat atau binasa, itu tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dalam Kis 16:31 menyuruh saya percaya kepada Yesus.

* Mat 28:19-20 merupakan perintah untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Jadi pada waktu saya bertemu dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu dipilih untuk selamat atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan karenanya bukan pedoman hidup saya. Urusan saya adalah melakukan perintah Firman Tuhan dalam Mat 28:19, yaitu menjadikan semua bangsa murid Yesus.

b) Dalam persoalan kematian / kesehatan.

Saya terkena suatu penyakit. Dan saya lalu berpikir: ‘Mungkin saya sudah ditetapkan untuk mati, jadi percuma saya berusaha untuk sembuh’. Ini sikap yang salah! Memang Tuhan sudah menentukan saat kematian saya, dan juga apakah saya akan sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya sembuh maka saat kesembuhannya juga sudah ditentukan, dan semua ketentuan Allah itu pasti terjadi. Tetapi persoalannya adalah: saya tidak tahu akan ketetapan Allah itu! Itu merupakan ‘hal yang tersembunyi’ bagi saya dan karena itu maka hal itu bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Kitab Suci, dan Kitab Suci menyuruh saya mengasihi diri saya sendiri (Mat 22:39 Ef 5:28-29). Karena itu saya harus berusaha untuk sembuh, selama saya tidak mencari kesembuhan itu dengan jalan yang salah, misalnya dengan pergi ke dukun.

c) Dalam hal yang bersifat dosa.

Kalau ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan saudara digoda setan untuk membalasnya, maka saudara tidak boleh berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk membalas’. Faktanya adalah: saudara tidak mengetahui ketentuan Allah dalam persoalan itu, lalu mengapa menebak-nebak apa yang tidak saudara ketahui? Dan kalau menebak, mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal itu tidak diketahui, maka itu bukan pedoman hidup saudara. Pedoman hidup saudara adalah apa yang dinyatakan kepada saudara dalam Kitab Suci, yaitu “Kasihilah musuhmu” (Mat 5:44).

Kalau saudara mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta kepada seseorang yang belum percaya kepada Kristus, maka jangan berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk kawin dengan orang kafir’. Pedoman hidup saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya” (2Kor 6:14a).

Kalau saudara sudah menikah dan lalu tergoda oleh seorang wanita lain, jangan berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk berzinah’. Pedoman saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Jangan berzinah” (Kel 20:14).

Ada cerita tentang seorang pendeta yang sudah menikah yang suatu hari pergi naik kereta api. Di depannya duduk seorang gadis yang sangat cantik dan sexy, dan pendeta ini merasa bahwa dirinya tergoda oleh kecantikan dan kesexyan gadis itu, dan karena itu ia terus berdoa supaya Tuhan menolongnya menghadapi pencobaan tersebut. Tiba-tiba kereta api mengerem mendadak, dan gadis tersebut terlempar dari kursinya dan jatuh ke pelukan si pendeta. Si pendeta merangkul gadis itu sambil berkata: ‘Tuhan, jadilah kehendakMu!’.

Ini lagi-lagi merupakan contoh yang salah dimana seseorang hidup berdasarkan Rencana kekal dari Allah (atau yang ia anggap sebagai Rencana kekal dari Allah), dan bukannya berdasarkan Firman Tuhan, yang jelas melarang perzinahan!

2) Sekalipun Allah menentukan dan mengatur terjadinya dosa, sehingga dosa itu pasti terjadi, tetapi pada saat dosa itu terjadi, manusia melakukan dosa itu dengan kemauannya sendiri! Ini menunjukkan bahwa kebebasan manusia tidak dibuang!

Calvin: “we posited a distinction between compulsion and necessity from which it appears that man, while he sins of necessity, yet sins no less voluntarily” (= kami menempatkan suatu perbedaan di antara pemaksaan dan kepastian dari mana terlihat bahwa manusia, sementara ia pasti berdosa, tetapi ia berdosa dengan sukarela) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter IV, No 1.

a) Dasar Kitab Suci:

· Dalam Keluaran 7:3 Allah berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu ketetapan Allah itu terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel 7:13,22 8:15,19,32 9:7,34-35).

· Dalam Ayub 1:21 Ayub berkata bahwa ‘Tuhan yang mengambil’; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri.

· Yes 10:5-7 - Asyur adalah alat Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan motivasi yang lain.

b) Salah satu pertanyaan yang paling sering keluar dalam persoalan ini adalah: Jika Allah sudah menentukan dan mengatur segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?

Jawab:

1. Terus terang, tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan 2 hal yang kelihatannya bertentangan ini. Orang Reformed hanya melihat bahwa 2 hal itu sama-sama diajarkan oleh Kitab Suci (bdk. Ro 9:19-21), tetapi Kitab Suci tidak pernah mengharmoniskannya. Karena itu orang Reformed juga juga mengajarkan kedua hal itu, tanpa mengharmoniskannya. Ini merupakan wujud kesetiaan dan ketundukan kepada Kitab Suci, sekalipun Kitab Suci itu melampaui akal kita!

Dalam hal yang lain, kita juga melihat hal yang sama. Misalnya: kita percaya bahwa Allah itu maha kasih dan mahatahu. Tetapi kita juga percaya bahwa Allah menciptakan neraka dan orang tertentu yang Ia tahu bakal masuk ke neraka. Kalau memang Ia maha kasih dan maha tahu, mengapa Ia tidak hanya menciptakan orang yang akan masuk ke surga? Saya yakin tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan 2 hal itu, termasuk orang Arminian, tetapi toh semua orang kristen percaya dan mengajarkan ke 2 hal itu, karena Kitab Suci memang jelas mengajarkan kedua hal itu. Lalu mengapa dalam hal doktrin Providence of God ini kita tidak mau bersikap sama?

2. Perhatikan beberapa kutipan di bawah ini berkenaan dengan hubungan penentuan Allah dan kebebasan / tanggung jawab manusia.

Loraine Boettner: “But while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with man’s free agency” (= Tetapi sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa penguasaan providensia ini bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa diperdamaikan / diharmoniskan dengan kebebasan manusia) - ‘The Reformed Doctrine of Predesti-nation’, hal 38.

Loraine Boettner: “Perhaps the relationship between divine sovereignty and human freedom can best be summed up in these words: God so presents the outside inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for him to do” (= Mungkin hubungan antara kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik dengan kata-kata ini: Allah memberikan dorongan / bujukan dari luar sedemikian rupa sehingga manusia bertindak sesuai dengan dirinya, tetapi melakukan secara tepat apa yang Allah telah rencanakan baginya untuk dilakukan) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 38.

Charles Haddon Spurgeon: “man, acting according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by that sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God has predestinated everything yet man is responsible” (= manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini bisa benar saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa mengetahui dimana tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala sesuatu tetapi manusia bertanggung jawab) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 10.

Charles Haddon Spurgeon: (tentang tentara yang tidak mematahkan kaki Kristus tetapi menusukNya dengan tombak - Yoh 19:33-34).

“They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The foreordination of God in no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross each other” (= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 670-671.

Arthur W. Pink: “Two things are beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To emphasize the sovereignty of God, without also maintaining the accountability of the creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt the creature and dishonour the Creator” (= Dua hal tidak perlu diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara pertanggungan jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta) - ‘The Sovereignty of God’, hal 9.

Arthur W. Pink melanjutkan: “We are enjoined to take ‘no thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any provide not for his own, and specially for those of his own house, he hath denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No sheep of Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the Christian is bidden to make his ‘calling and election sure’ (2Peter 1:10). ... These things are not contradictions, but complementaries: the one balances the other. Thus, the Scriptures set forth both the sovereignty of God and the responsibility of man” [= Kita dilarang untuk ‘menguatirkan hari esok’ (Mat 6:34), tetapi ‘jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman’ (1Tim 5:8). Tidak ada domba Kristus yang bisa binasa (Yoh 10:28-29), tetapi orang kristen diperintahkan untuk membuat ‘panggilan dan pilihannya teguh’ (2Pet 1:10). ... Hal-hal ini tidaklah bertentangan tetapi saling melengkapi: yang satu menyeimbangkan yang lain. Demikian Kitab Suci menyatakan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia] - ‘The Sovereignty of God’, hal 11.

Charles Hodge: “God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility” (= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.

Saya berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan dalam kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God can’ (= Allah bisa).

Kalau saya membuat sebuah film, maka saya akan menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi sedikit atau banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.

Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebebasan manusia! Bagaimana Ia bisa melakukan hal itu, merupakan suatu mystery bagi kita, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah memang menentukan dan menguasai segala sesuatu, tetapi manusia tetap mempunyai kebebasan.

3. Jika penentuan lebih dulu dari Allah itu bertentangan dengan kebebasan manusia, maka perlu saudara ketahui bahwa pengetahuan lebih dulu dari Allah, yang jelas harus dipercaya oleh semua orang kristen, juga bertentangan dengan kebebasan manusia. Bukankah kalau Allah tahu bahwa hari ini saudara akan berbuat ini atau itu, maka hal itu pasti terjadi? Lalu dimana kebebasan saudara?

Loraine Boettner: “The Arminian objection against foreordination bears with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain” (= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Karena itu, kalau ada orang Arminian yang menggunakan hal ini untuk menyerang doktrin Reformed ini, maka serangannya ini, bisa menjadi boomerang bagi doktrin mereka sendiri!

4. Kebebasan manusia juga ditentukan oleh Allah.

Pada waktu Allah menentukan terjadinya tindakan tertentu dari seorang manusia, maka perlu saudara ingat bahwa Allah menentukan segala-galanya, dan itu berarti bahwaAllah juga menentukan bahwa orang itu akan melakukan tindakan itu secara bebas.

Saya ingin memberikan sebuah illustrasi sebagai berikut: misalnya ada suatu pertandingan sepakbola yang disiarkan di TV, dan saya lalu merekam pertandingan itu menggunakan video cassette. Proses perekaman ini saya analogikan dengan penentuan Allah. Sekarang video itu saya putar dan saya tunjukkan kepada banyak orang. Apa yang akan terlihat semuanya sudah tertentu, yaitu persis seperti isi video itu. Tetapi semua orang yang menonton video itu tidak melihat bahwa para pemain sepak bola itu kehilangan kebebasannya. Mereka tetap bermain dan menendang bola dengan kemauannya sendiri. Mengapa? Karena kebebasan mereka juga ikut ditentukan dalam video itu.

c) Tetap adanya kebebasan manusia ini menyebabkan manusia tetap bertanggung jawab / dipersalahkan pada waktu ia berbuat dosa.

Mengomentari Lukas 22:22 Spurgeon berkata: “The decree of God does not lessen the responsibility of man for his action. Even though it is predetermined of God, the man does it of his own free will, and on him falls the full guilt of it” (= Ketetapan Allah tidak mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya. Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah, manusia melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri, dan pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 18.

d) Tetap adanya kebebasan dan tanggung jawab manusia ini, menyebabkan dalam theologia Reformed manusia tetap berbeda dengan robot / wayang. Ini juga menyebabkan Calvinisme / Reformed berbeda dengan Fatalisme maupun dengan Hyper-Calvinisme, yang karena percaya bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, lalu hidup secara apatis / acuh tak acuh dan secara tak bertanggung jawab! Hendaknya ini diperhatikan oleh orang-orang yang menuduh / memfitnah ajaran saya tentang Providence of God ini sebagai Hyper-Calvinisme!

Untuk bisa mengerti apa Hyper-Calvinisme itu, di sini saya memberikan sebuah kutipan, yang menjelaskan Hyper-Calvinisme tersebut.

Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism. Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are really very close together in their rationalism” (= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya) - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 84.

Saya sendiri sekalipun menekankan penetapan Allah, tetapi saya juga sangat menekankan tanggung jawab manusia (lihat pelajaran V). Karena itu adalah omong kosong kalau ajaran saya adalah Hyper Calvinisme. Kalau saya adalah seorang Hyper Calvinist, maka pastilah Calvin sendiri juga adalah seorang Hyper Calvinist, demikian juga dengan para ahli theologia Reformed yang lain, karena ajaran ini saya dapatkan dari mereka.
C) Problem Kej 45:8.

Ada satu ayat dalam Kitab Suci yang kalau disalah mengerti bisa menimbulkan kesan bahwa karena Allah telah menentukan dan mengatur segala sesuatu, maka manusia tidak bertanggung jawab. Ayat itu adalah Kej 45:8. Dalam Kej 45:8 itu, waktu Yusuf menghibur saudara-saudaranya yang ketakutan, ia berkata: “Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah”. Kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kejadian 45:8 ini diucapkan Yusuf untuk menghibur saudara-saudaranya, tetapi ini tetap adalah salah dan merupakan suatu dusta, karena:

· sekalipun memang Allahlah yang menetapkan peristiwa penjualan Yusuf itu, sehingga Ia adalah The First Cause (= Penyebab pertama) dari peristiwa ini, tetapi saudara-saudara Yusuflah yang melaksanakan penjualan itu, sehingga Yusuf seharusnya tidak boleh berkata ‘bukanlah kamu’.

· kata-kata ini menunjukkan bahwa saudara-saudaranya tidak bertanggung jawab atas dosa yang mereka lakukan itu.

Calvin: “For the consolation of his brethren he seems to draw the veil of oblivion over their fault” (= Untuk penghiburan terhadap saudara-saudaranya kelihatannya ia menggunakan kerudung pengabaian terhadap kesalahan mereka).

Tetapi belakangan, dalam Kejadian 50:20, Yusuf berkata dengan lebih terus terang / jujur: “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan”. Kata-kata ‘memang kamu’ dalam Kej 50:20 ini kontras / bertentangan dengan kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kej 45:8, dan menunjukkan bahwa saudara-saudaranya tetap bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan.

VI. KEBERATAN TERHADAP DOKTRIN INI

Kebanyakan dari serangan / keberatan di bawah ini sudah saya bahas dan jelaskan di depan, kecuali keberatan / serangan no 6 dan 7. Saya memberikan semua ini hanya untuk memudahkan saudara mencari jawaban terhadap keberatan / serangan yang ditujukan terhadap doktrin ini.

1) Doktrin ini menjadikan manusia seperti robot / wayang.

Jawab: Lihat pelajaran V, point B, 2 di atas.

2) Kalau Allah sudah menetapkan segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?

Jawab: Lihat pelajaran V di atas.

Bandingkan juga dengan Roma 9:19-21 - “Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Dalam tafsirannya tentang Kejadian 50:20 Calvin mengatakan sebagai berikut: “If human minds cannot reach these depths, let them rather suppliantly adore the mysteries they do not comprehend, than, as vessels of clay, proudly exalt themselves against their Maker” (= Jika pikiran manusia tidak bisa menjangkau hal-hal yang dalam ini, hendaklah mereka dengan rendah hati memuja misteri yang tidak mereka mengerti, dari pada, sebagai bejana tanah liat, dengan sombong meninggikan diri mereka sendiri terhadap Pencipta mereka) - hal 488.

3) Bagaimana Allah yang maha suci bisa menciptakan dosa?

Jawab:

a) Allah memang menetapkan terjadinya dosa dan mengatur sehingga dosa terjadi, tetapi Allah bukan pencipta dosa. Lihat pelajaran IV, point B, 1,2 di atas.

b) Dalam menetapkan dan mengatur terjadinya dosa Allah mempunyai tujuan yang baik. Lihat pelajaran IV, point D di atas.

4) Allah menentukan karena Ia tahu bahwa hal itu akan terjadi.

Jawab: lihat pelajaran III, point A, 2 di atas.

5) Allah bukan menentukan dosa, tetapi mengijinkan dosa.

Jawab: lihat pelajaran IV, point B, 3 di atas.

6) Kalau Allah menetapkan terjadinya dosa, padahal Ia melarang kita untuk berbuat dosa, bukankah ini menunjukkan adanya suatu kontradiksi dalam diri Allah?

Jawab: Harus diakui bahwa di sini keterbatasan otak / pengertian kita membuat kita tidak bisa mengerti Allah. Tetapi jelas bahwa Allah tidak bertentangan dengan diriNya sendiri.

Calvin: “Yet God’s will is not therefore at war with itself, nor does it change, nor does it pretend not to will what he wills. But even though his will is one and simple in him, it appears manifold to us because, on account of our mental incapacity, we do not grasp how in divers ways it wills and does not will something to take place. ... when we do not grasp how God wills to take place what he forbids to be done, let us recall our mental incapacity, and at the same time consider that the light in which God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim 6:16), because it is overspread with darkness” [= Tetapi itu tidak menyebabkan kehendak Allah berperang / bertentangan dengan dirinya sendiri, juga tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah, atau hanya berpura-pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki. Tetapi sekalipun kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam Dia, tetapi itu terlihat bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh ketidak-mampuan otak kita, kita tidak mengerti bagaimana dalam cara yang berbeda kehendakNya menghendaki dan tidak menghendaki sesuatu untuk terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti bagaimana Allah menghendaki terjadi apa yang Ia larang untuk dilakukan, biarlah kita mengingat ketidakmampuan otak kita, dan pada saat yang sama memikirkan bahwa terang dimana Allah tinggal bukan tanpa alasan disebut tak terhampiri (1Tim 6:16), karena itu dilingkupi dengan kegelapan] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.

7) Ada banyak orang yang keberatan dengan diajarkannya doktrin ini karena bisa menimbulkan tanggapan yang negatif, misalnya malah berbuat dosa karena toh sudah ditentukan, marah kepada Allah seba­gai penentu penderitaan kita, malas berdoa / memberitakan Injil karena semua toh sudah ditentukan, dsb.

Jawab:

a) Harus diakui bahwa tanggapan salah seperti itu bisa saja terjadi, tetapi itu adalah kesalahan dari orang yang mendengar ajaran ini, bukan kesalahan ajarannya!

John Murray: “... perversion does not refute the truth of the doctrine perverted” (= ... penyimpangan tidak menyangkal kebenaran dari doktrin yang disimpangkan) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.

b) Jangan lupa bahwa Injilpun bisa menimbulkan tanggapan yang salah / negatif. Misal­nya: Kalau ada orang yang mendengar bahwa Yesus sudah mati untuk menebus dosa-dosanya, baik yang dulu, yang sekarang, maupun yang akan datang, maka bisa saja ia lalu malah berbuat dosa karena toh sudah dibayar / ditebus oleh Yesus. Lalu, apakah Injil sebaiknya tidak diajarkan karena bisa menimbulkan tanggapan salah / negatif seperti ini? Tanggapan salah yang sama juga bisa diberikan terhadap pemberitaan bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Lalu, apakah inipun tidak boleh diajarkan?

Dalam komentarnya tentang 1Petrus 2:16 William Barclay berkata: “Any great Christian doctrine can be perverted into an excuse for evil. The doctrine of grace can be perverted into an excuse for sinning to one’s heart’s content. The doctrine of the love of God can be sentimentalized into an excuse for breaking his law. The doctrine of the life to come can be perverted into an excuse for neglecting life in this world. And there is no doctrine so easy to pervert as that of Christian freedom” (= Seadanya doktrin besar Kristen bisa diselewengkan / disimpangkan menjadi suatu alasan untuk kejahatan. Doktrin tentang kasih karunia bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk berdosa bagi kepuasan hati seseorang. Doktrin tentang kasih Allah bisa disentimentilkan menjadi suatu alasan untuk melanggar hukumNya. Doktrin tentang kehidupan yang akan datang bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk mengabaikan kehidupan dalam dunia ini. Dan tidak ada doktrin yang begitu mudah untuk disimpangkan seperti doktrin kebebasan / kemerdekaan Kristen) - hal 207.

Ada banyak jejak yang menunjukkan bahwa doktrin kebebasan / kemerdekaan Kristen ini memang sering disalahgunakan, seperti yang terlihat dari ayat-ayat di bawah ini.

· Gal 5:1,13 - “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. ... Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih”.

· 2Petrus 2:19 - “Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu”.

VII. MANFAAT DOKTRIN INI BAGI KITA

Doktrin ini mempunyai banyak manfaat yang penting dalam hidup kita, seperti:

1) Pada saat kita mengalami penderitaan, kesedihan, bahkan penganiayaan dan kejahatan orang lain terhadap diri kita, dsb, kita harus ingat bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak / Rencana Allah, dan kita juga harus percaya bahwa semua itu terjadi untuk kebaikan kita yang adalah anak-anakNya / orang pilihanNya (Roma 8:28). Ini akan merupakan penghiburan yang luar biasa di tengah-tengah segala penderitaan / kesedihan.

Charles Haddon Spurgeon: “All events are under the control of Providence; consequently all the trials of our outward life are traceable at once to the great First Cause” (= Semua peristiwa ada di bawah kontrol dari Providensia; dan karenanya semua pencobaan dari kehidupan luar / lahiriah kita bisa segera diikuti jejaknya sampai kepada sang Penyebab Pertama yang agung) - ‘Morning and Evening’, September 3, evening.

John Owen: “Amidst all our afflictions and temptations, under whose pressure we should else faint and despair, it is no small comfort to be assured that we do nor can suffer nothing but what his hand and counsel guides unto us, what is open and naked before his eyes, and whose end and issue he knoweth long before; which is a strong motive to patience, a sure anchor of hope, a firm ground of consolation” (= Di tengah-tengah semua penderitaan dan pencobaan, yang tekanannya bisa membuat kita lemah / takut dan putus asa, bukan penghiburan kecil untuk yakin bahwa kita tidak bisa menderita apapun kecuali apa yang tangan dan rencanaNya pimpin kepada kita, apa yang terbuka dan telanjang di depan mataNya, dan yang akhirnya dan hasilnya Ia ketahui jauh sebelumnya; yang merupakan motivasi yang kuat pada kesabaran, jangkar pengharapan yang pasti, dasar penghiburan yang teguh) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 29.

Dalam tafsirannya tentang Kejadian 50:20 Calvin mengatakan sebagai berikut: “Let the impious busy themselves as they please, let them rage, let them mingle heaven and earth; yet they shall gain nothing by their ardour; and not only shall their impetuousity prove ineffectual, but shall be turned to an issue the reverse of that which they intended, so that they shall promote our salvation, though they do it reluctantly. So that whatever poison Satan produces, God turns it into medicine for his elect” (= Biarlah orang jahat menyibukkan diri mereka sendiri semau mereka, biarlah mereka marah, biarlah mereka mencampur-adukkan langit dan bumi; tetapi mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apapun oleh semangat mereka; dan bukan hanya gerakan mereka terbukti tidak berhasil, tetapi bahkan akan dibelokkan pada suatu hasil yang berlawanan dengan yang mereka maksudkan, sehingga mereka akan memajukan keselamatan kita, sekalipun mereka melakukan hal itu dengan segan. Sehingga apapun racun yang dihasilkan oleh Setan, Allah membalikkannya menjadi obat untuk orang pilihanNya) - hal 488.

2) Dalam keadaan bahaya / kritis, doktrin ini memberikan ketenangan kepada kita.

Misalnya anak saudara mengalami kecelakaan dan pendarahan yang parah. Ini dengan mudah membuat saudara menjadi kuatir, takut dan bahkan panik. Tetapi kalau pada saat itu saudara bisa mengingat dan mempercayai bahwa Allah toh sudah menetapkan segala sesuatu (termasuk apakah anak itu akan sembuh atau akan mati), dan bahwa Allah mengontrol segala sesuatu sehingga ketetapanNya itu pasti terjadi, maka saudara akan berhenti kuatir. Mengapa?

a) Karena kekuatiran toh tidak akan mengubah ketetapan Allah.

Bandingkan ini dengan Matius 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.

b) Karena ketetapan Allah itu pasti ditujukan untuk kebaikan saudara (Roma 8:28). Tetapi ingat bahwa ini hanya berlaku kalau saudara adalah anak Allah.

Saudara memang tetap harus melakukan yang terbaik untuk anak saudara itu, tetapi saudara bisa melakukannya dengan tenang.

3) Pada saat kita mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang lain, kita lebih bisa mengampuni dan tidak mendendam, kalau kita mengingat bahwa dibalik semua itu ada Rencana Allah dan Providence of God.

Contoh:

· Yusuf dalam Kej 45:5,7,8 Kej 50:20.

· Ayub dalam Ayub 1:21.

· Daud dalam 2Sam 16:5-11.

· Yesus dalam Yohanes 18:11.

4) Bisa mencegah kita dari tindakan berbuat dosa dalam ‘keadaan terpaksa’.

Contoh: Yesus sendiri dalam Matius 4:1-4. Ia digoda untuk mengubah batu menjadi roti. Kalau Yesus mau menuruti godaan itu, maka:

· Ia menggunakan kekuatanNya secara egois.

· Ia bersandar pada kekuatanNya dan usahaNya sendiri, bukan kepada BapaNya.

Yesus menolak godaan itu dengan berkata: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat 4:4). Ada 2 penafsiran tentang arti dari kata-kata ‘setiap firman yang keluar dari mulut Allah’:

a) Ini menunjuk pada Firman Allah atau pengajaran Kitab Suci.

Kalau diambil arti ini, maka seluruh jawaban Yesus itu maksudnya adalah: karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa / roh, maka manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi juga dari Firman Allah / pengajaran Kitab Suci.

Tetapi penafsiran ini rasanya tidak cocok dengan:

· konteks Matius 4:3-4 / Lukas 4:3-4.

Setan menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti, dan Yesus menjawab: manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari pengajaran Kitab Suci. Ini tidak cocok.

· Ulangan 8:3 (dari mana Yesus mengutip kata-kata itu), yang lengkapnya berbunyi: “Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”.

Kalau kata-kata ‘segala yang diucapkan TUHAN’ itu diartikan pengajaran Kitab Suci, maka Ul 8:3 itu juga menjadi kacau artinya.

b) Ini menunjuk pada kehendak Allah (Calvin).

Jadi maksud Yesus adalah: sekalipun tidak ada roti, kalau Allah menghendaki Ia hidup, Ia akan hidup. Penaf­siran ini lebih cocok dengan konteks Mat 4:3-4 maupun Ul 8:3!

Calvin: “In like manner, the Apostle says, that he ‘upholdeth all things by his powerful word’ (Heb i. 3); that is, the whole world is preserved, and every part of it keeps its place, by the will and decree of Him, whose power, above and below, is everywhere diffused” [= Dengan cara yang sama, sang rasul berkata bahwa Ia ‘menopang segala yang ada dengan firmanNya yang penuh kekuasaan’ (Ibr 1:3); artinya, seluruh dunia / alam semesta dipelihara, dan setiap bagiannya dijaga pada tempatnya, oleh kehendak dan ketetapanNya, yang kuasaNya, di atas dan di bawah, tersebar dimana-mana].

Maksud Calvin adalah: kalau kata ‘firman’ dalam Ibrani 1:3 itu bisa diartikan ‘kehendak Allah’, maka tentu dalam Matius 4:4 ini juga bisa.

Kalau kita menerima penafsiran Calvin ini, maka ini menunjukkan bahwa kepercayaan Yesus terhadap kehendak / rencana Allah itu ternyata berguna untuk mencegah Dia dari berbuat dosa sekalipun keadaan kelihatannya memaksa Dia untuk melakukan hal itu. Karena itu, pada waktu saudara ada dalam keadaan dimana saudara kelihatannya harus berbuat dosa, apakah itu mencuri, berdusta atau apapun juga, renungkan doktrin Providence of God ini!

VIII. KUTIPAN-KUTIPAN PENDUKUNG

Bahwa apa yang saya ajarkan di atas memang adalah ajaran Calvinism / Reformed yang sejati, dan bukannya ajaran Hyper-Calvinism, saya buktikan di bawah ini dengan mengutip dari tulisan-tulisan John Calvin, dari Westminster Confession of Faith (Pengakuan Iman dari gereja-gereja Presbyterian / Reformed di Amerika), dan dari tulisan-tulisan para ahli Theologia Reformed.

Memang dalam penjelasan / pelajaran di depan saya sudah banyak mengutip, tetapi itu hanya sebagian kecil, dan di sini saya memberi kutipan-kutipan jauh lebih banyak. Perlu saya tekankan sekali lagi bahwa tujuan saya memberikan kutipan-kutipan yang banyak di bawah ini, bukanlah untuk membuktikan kebenaran dari doktrin Providence of God ini. Bukti dan dasar Kitab Suci dari doktrin Providence of God telah saya berikan di depan

Saya tidak memberikan kutipan-kutipan ini secara sistimatis, karena tujuan saya memberikan kutipan-kutipan ini hanyalah untuk membuktikan bahwa doktrin Providence of God yang saya ajarkan ini memang merupakan ajaran Refomed yang dipercaya dan diajarkan oleh John Calvin dan ahli-ahli theologia Reformed yang lain, dan bukannya merupakan Hyper-Calvinisme. Khususnya untuk orang-orang yang menganggap saya sebagai Hyper-Calvinist atau menganggap ajaran saya sebagai Hyper-Calvinisme, saya berharap saudara mau membaca kutipan-kutipan di bawah ini.

John Calvin, ‘Institutes of the Christian Religion’:

“God’s providence, as it is taught in Scripture, is opposed to fortune and fortuitous happenings” (= Providensia Allah, seperti yang diajarkan oleh Kitab Suci, bertentangan dengan nasib baik dan kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan) - Book I, Chapter XVI, no 2.

“But anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered (Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all events are governed by God’s secret plan” [= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian / peristiwa diatur oleh rencana rahasia Allah] - Book I, Chapter XVI, no 2.

“For he is deemed omnipotent, not because he can indeed act, yet sometimes ceases and sits in idleness, or continues by a general impulse that order of nature which he previously appointed; but because, governing heaven and earth by his providence, he so regulates all things that nothing takes place without his deliberation” (= Karena Ia dianggap mahakuasa, bukan karena Ia bisa sungguh-sungguh bertindak, tetapi kadang-kadang berhenti dan duduk bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa, atau bertindak terus oleh suatu dorongan umum yang memerintah alam yang telah lebih dulu Ia tetapkan; tetapi karena Ia memerintah langit dan bumi oleh providensiaNya, dan Ia mengatur segala sesuatu sedemikian rupa sehingga tidak ada suatu apapun yang terjadi tanpa pertimbanganNya) - Book I, Chapter XVI, no 3.

“... providence means not that by which God idly observes from heaven what takes place on earth, but that by which, as keeper of the keys, he governs all events” (= ... providensia tidak berarti sesuatu dengan mana Allah dengan bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa mengawasi dari surga apa yang terjadi di bumi, tetapi sesuatu dengan mana, seperti seorang penjaga kunci, Ia memerintah segala kejadian / peristiwa) - Book I, Chapter XVI, no 4.

“... it is certain that not one drop of rain falls without God’s sure command” (= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun yang jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah) - Book I, Chapter XVI, no 5.

“... nothing at all in the world is undertaken without his determination, shows that things seemingly most fortuitous are subject to him” (= ... sama sekali tidak ada sesuatupun dalam dunia yang dilakukan / dijalankan tanpa penentuanNya, menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya bersifat kebetulan tunduk kepadaNya) - Book I, Chapter XVI, no 5.

“... we make God the ruler and governor of all things, who in accord­ance with his wisdom has from the farthest limit of eternity decreed what he was going to do, and now by his might carries out what he has decreed. From this we declare that not only heaven and earth and the inanimate creatures, but also the plans and intentions of men, are so governed by his providence that they are borne by it straight to their appointed end” (= ... kami membuat Allah pengatur dan pemerintah segala sesuatu, yang sesuai dengan kebijaksanaanNya telah menetapkan sejak batas terjauh dari kekekalan apa yang akan Ia lakukan, dan sekarang dengan kuasaNya melaksanakan apa yang telah Ia tetapkan. Dari sini kami menyatakan bahwa bukan hanya surga dan bumi dan makhluk tak bernyawa, tetapi juga rencana dan maksud manusia begitu diperintah / diatur oleh providensiaNya sehingga mereka dilahirkan olehnya langsung menuju tujuan yang ditetapkan bagi mereka) - Book I, Chapter XVI, no 8.

“Does nothing happen by chance, nothing by contingency? I reply: Basil the Great has truly said that ‘fortune’ and ‘chance’ are pagan terms, with whose significance the minds of the godly ought not to be occu­pied. For if every success is God’s blessing, and calamity and adversity his curse, no place now remains in human affairs for fortune or chance” (= Apakah tidak ada yang terjadi secara kebetulan? Saya menjawab: Basil yang Agung secara benar telah berkata bahwa ‘nasib baik’ dan ‘kebetulan’ adalah istilah kafir, dan pikiran orang benar tidak seharusnya diisi dengan istilah itu. Karena jika setiap sukses adalah berkat Allah, dan malapetaka dan kemalangan adalah kutukanNya, tidak ada tempat tertinggal dalam hidup manusia untuk nasib baik atau kebetulan) - Book I, Chapter XVI, no 8.

“... thieves and murderers and other evildoers are the instruments of divine providence, and the Lord himself uses these to carry out the judgments that he has determined with himself. Yet I deny that they can derive from this any excuse for their evil deeds” (= ... pencuri dan perampok dan pembuat kejahatan yang lain adalah alat dari providensia ilahi, dan Tuhan sendiri menggunakan mereka untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang telah Ia tentukan dengan diriNya sendiri. Tetapi saya menyangkal bahwa mereka bisa mendapatkan dari sini alasan untuk tindakan-tindakan mereka yang jahat) - Book I, Chapter XVII, no 5.

“God wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be God’s judgment, the figment of bare permission vanishes: because it would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and not also to decree it and to command its execution by his ministers” [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya] - Book I, Chapter XVIII, no 1.

“Now the mode of accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself, but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider that this expression has been taken from our human experience; because God, whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and angered. So we ought not to understand anything else under the word ‘repentance’ than change of action, ...” (= Cara penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...) - Book I, Chapter XVII, no 13.

“... neither God’s plan nor his will is reversed, nor his volition altered; but what he had from eternity foreseen, approved, and decreed, he pursues in uninterrupted tenor, however sudden the variation may appear in men’s eyes” (= ... baik rencana Allah maupun kehendakNya tidak berbalik, juga kemauanNya tidak berubah; tetapi apa yang dari kekekalan telah Ia lihat lebih dulu, setujui / restui, dan tetapkan, Ia ikuti / kejar dengan arah yang tak terganggu, betapapun mendadaknya perubahan terlihat dalam pandangan manusia) - Book I, Chapter XVII, no 13.

“Those who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than evident that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence, substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance events, and his judgments thus depended upon human will”(= Mereka yang betul-betul mengetahui Kitab Suci melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia) - Book I, Chapter XVIII, no 1.

“Likewise in Isaiah, He declares that he will send the Assyrians against the deceitful nation and will command them ‘to take spoil and seize plunder’ (Isa 10:6) - not because he would teach impious and obstinate men to obey him willingly, but because he will bend them to execute his judgments, as if they bore his commandments graven upon their hearts; from this it appears that they had been impelled by God’s sure determination. I confess, indeed, that it is often by means of Satan’s intervention that God acts in the wicked, but in such a way that Satan performs his part by God’s impulsion and advances as far as he is allowed” [= Demikian juga dalam Yesaya, Ia menyatakan bahwa Ia akan mengirim orang Asyur terhadap bangsa yang berdusta dan akan memerintahkan mereka ‘untuk melakukan perampasan dan penjarahan’ (Yes 10:6) - bukan karena Ia akan mengajar orang-orang jahat dan keras kepala untuk mentaatiNya secara sukarela, tetapi karena Ia akan membengkokkan mereka untuk melaksanakan penghakimanNya; seakan-akan mereka mempunyai perintahNya tertulis dalam hati mereka; dari sini terlihat bahwa mereka dipaksa oleh penentuan yang pasti dari Allah. Saya mengakui bahwa seringkali Allah bertindak dalam diri orang jahat dengan menggunakan intervensi Setan, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga Setan melakukan bagiannya oleh dorongan Allah dan bergerak maju sejauh ia diijinkan] - Book I, Chapter XVIII, no 2.

“To sum up, since God’s will is said to be the cause of all things, I have made his providence the determination principle for all human plans and works, not only in order to display its force in the elect, who are ruled by the Holy Spirit, but also to compel the reprobate to obedience” (= Kesimpulannya, karena kehendak Allah dikatakan sebagai penyebab dari segala sesuatu, saya telah membuat providensiaNya suatu prinsip yang menentukan untuk semua rencana dan pekerjaan manusia, bukan hanya untuk menunjukkan kekuatannya dalam diri orang pilihan, yang dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi juga untuk memaksa orang yang ditetapkan binasa pada ketaatan) - Book I, Chapter XVIII, no 2.

“Yet God’s will is not therefore at war with itself, nor does it change, nor does it pretend not to will what he wills. But even though his will is one and simple in him, it appears manifold to us because, on account of our mental incapacity, we do not grasp how in divers ways it wills and does not will something to take place. ... when we do not grasp how God wills to take place what he forbids to be done, let us recall our mental incapacity, and at the same time consider that the light in which God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim 6:16), because it is overspread with darkness” [= Tetapi itu tidak menyebabkan kehendak Allah berperang / bertentangan dengan dirinya sendiri, juga tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah, atau hanya berpura-pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki. Tetapi sekalipun kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam Dia, tetapi itu terlihat bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh ketidakmampuan otak kita, kita tidak mengerti bagaimana dalam cara yang berbeda kehendakNya menghendaki dan tidak menghendaki sesuatu untuk terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti bagaimana Allah menghendaki terjadi apa yang ia larang untuk dilakukan, biarlah kita mengingat ketidakmampuan otak kita, dan pada saat yang sama memikirkan bahwa terang dimana Allah tinggal bukan tanpa alasan disebut tak terhampiri (1Tim 6:16), karena itu dilingkupi dengan kegelapan] - Book I, Chapter XVIII, no 3.

“... so that in a wonderful and ineffable manner nothing is done without God’s will, not even that which is against his will. For it would not be done if he did not permit it, yet he does not unwillingly permit it, but willingly; nor would he, being good, allow evil to be done, unless being also almighty he could make good even out of evil” (= ... sehingga dalam cara yang indah dan tidak terkatakan tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa kehendak Allah, bahkan apa yang bertentangan dengan kehendakNya. Karena itu tidak akan terjadi jika Ia tidak mengijinkannya, tetapi Ia tidak mengijinkannya dengan terpaksa, tetapi dengan sukarela; dan Ia, karena Ia adalah baik, tidak akan mengijinkan kejahatan terjadi, kecuali Ia, yang juga adalah mahakuasa, bisa membuat yang baik bahkan dari hal yang jahat) - Book I, Chapter XVIII, no 3.

Catatan: bagian ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus.

‘Westminster Confession of Faith’:

Chapter II, 1: “... God, ... working all things according to the counsel of His own immutable and most righteous will” (= ... Allah ... mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan rencana dari kehendakNya sendiri yang tetap dan paling benar).

Chapter III, 1: “God from all eternity, did, by the most wise and holy counsel of His own will, freely, and unchangeably ordain whatsoever comes to pass; yet so, as thereby neither is God the author of sin, nor is violence offered to the will of the creatures; nor is the liberty or contingen­cy of second causes taken away, but rather established” (= Allah dari sejak kekekalan, melakukan, oleh rencana dari kehendakNya sendiri yang paling bijaksana dan suci, dengan bebas, dan dengan tidak berubah menetapkan apapun yang akan terjadi; tetapi dengan demikian Allah bukan pencipta dosa, dan tidak digunakan kekerasan / pemaksaan terhadap kehendak dari makhluk ciptaan; juga kebebasan atau ketidakpastian / sifat tergantung dari penyebab kedua tidaklah disingkirkan, tetapi sebaliknya diteguhkan).

Chapter III, 2: “Although God knows whatsoever may or can come to pass upon all supposed conditions, yet hath He not decreed any thing because He foresaw it as future, or as that which would come to pass upon such condi­tions” (= Sekalipun Allah mengetahui apapun yang bisa terjadi dalam segala kondisi yang mungkin, tetapi Ia tidak menetapkan sesuatupun karena Ia melihatnya lebih dulu sebagai masa depan, atau sebagai apa yang akan terjadi dalam kondisi seperti itu).

Chapter V, 1: “God the great Creator of all things doth uphold, direct, dispose, and govern all creatures, actions, and things, from the greatest even to the least, by His most wise and holy providence, according to His infallible foreknowledge, and the free and immutable counsel of His own will, to the praise of the glory of His wisdom, power, justice, goodness, and mercy” (= Allah Pencipta yang besar dari segala sesuatu menegakkan, mengarahkan, menentukan / mengatur, dan memerintah semua makhluk ciptaan, tindakan dan benda-benda, dari yang terbesar bahkan sampai kepada yang terkecil, oleh providensiaNya yang paling bijaksana dan kudus, sesuai dengan pengetahuan-lebih-duluNya yang tidak bisa salah, dan rencana kehendakNya sendiri yang bebas dan tetap / kekal, untuk memuji kemuliaan dari hikmat, kuasa, keadilan, kebaikan, dan belas kasihanNya).

Chapter V, 4: “The almighty power, unsearchable wisdom, and infinite goodness of God so far manifest themselves in His providence, that it extendeth itself even to the first fall, and all other sins of angels and men; and that not by a bare permission, but such as hath joined with it a most wise and powerful bounding, and otherwise ordering and governing of them, in a manifold dispensation, to His own holy ends; yet so, as the sinfulness thereof proceedeth only from the creature, and not from God, who, being most holy and righteous, neither is nor can be the author or approver of sin” (= Kemahakuasaan, hikmat yang tak terselami, dan kebaikan yang tak terbatas dari Allah begitu jauh memanifestasikan dirinya dalam providensiaNya, sehingga menjangkau bahkan kejatuhan pertama ke dalam dosa, dan semua dosa-dosa lain dari malaikat dan manusia; dan itu bukan sekedar suatu ijin, tetapi sedemikian rupa sehingga telah menggabungkan dengannya batasan yang paling bijaksana dan kuat, dan selain itu menetapkan / mengatur dan menguasai mereka, dalam berbagai-bagai pengaturan, untuk tujuanNya sendiri yang kudus; tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga keberdosaan dari padanya keluar hanya dari makhluk ciptaan, dan bukan dari Allah, yang karena keberadaanNya yang paling kudus dan benar, bukanlah dan tidak bisa menjadi pencipta atau penyetuju / perestu dosa).

Chapter VI, 1: “Our first parents, being seduced by the subtilty and temptation of Satan, sinned, in eating the forbidden fruit. This their sin, God was pleased, according to His wise and holy counsel, to permit, having purposed to order it to His own glory” (= Nenek moyang kita yang pertama, setelah digoda oleh kelicinan / kelicikan dan pencobaan Setan, berdosa dengan memakan buah terlarang. Dosa mereka ini, Allah berkenan, menurut rencanaNya yang bijaksana dan kudus, mengijinkannya, setelah menetapkan untuk menentukannya untuk kemuliaanNya sendiri).

‘The Larger Catechism’:

Question 12: “What are the decrees of God?” (= Pertanyaan 12: Apakah ketetapan-ketetapan Allah itu?).

Answer: “God’s decrees are the wise, free, and holy acts of the counsel of His will, whereby, from all eternity, he hath, for his own glory, unchangeably foreordained whatsoever comes to pass in time, especially concerning angels and men” (= Jawab: Ketetapan-ketetapan Allah adalah tindakan-tindakan dari rencana kehendakNya yang bijaksana, bebas dan kudus, dengan mana dari sejak kekekalan, Ia telah, untuk kemuliaanNya sendiri, menentukan secara tidak bisa berubah segala sesuatu yang akan terjadi dalam waktu, khususnya berhubungan dengan malaikat dan manusia).

John Owen, ‘The Works of John Owen’, vol 10:

“Whatsoever God hath determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure of his will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and immutable” (= Apapun yang Allah telah tentukan, menurut rencana dari hikmatNya dan kerelaan kehendakNya, untuk terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh dan tetap / tak berubah) - hal 20.

“If God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it must needs be either because he then perceived some goodness in it of which before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness to some state of things which it had not from him; neither of which, without abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the beginning” (= Jika penentuan Allah tentang sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam waktu, itu pasti disebabkan atau karena Ia pada saat itu melihat suatu kebaikan dalam hal itu yang tidak diketahuiNya sebelumnya, atau karena ada suatu kecelakaan / kebetulan yang melekatkan kebaikan sejati pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia; yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan suatu penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya dari semula) - hal 20.

“Out of this large and boundless territory of things possible, God by his decree freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things in their proper causes, and how and when they shall some to pass” (= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi ini, Allah dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan membuat mereka yang tadinya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Pada umumnya orang mengatakan bahwa setelah ketetapan ini, atau lebih tepat lagi, bersama-sama dengan ketetapan itu, terjadilah ‘pengetahuan yang lebih dulu’ dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu dalam penyebabnya yang tepat, dan bagaimana dan kapan mereka akan terjadi) - hal 23.

Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’:

“Reformed Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to His predetermined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God ‘worketh all things after the counsel of His will’ (Eph 1:11)” [= Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan dari sejak kekekalan apapun yang akan terjadi, dan mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, menurut rencanaNya yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’ (Ef 1:11)] - hal 100.

“In the case of some things God decided, not merely that they would come to pass, but that He himself would bring them to pass, either immediately, as in the work of creation, or through the mediation of secondary causes, which are continually energized by His power. He himself assumes the responsibility for their coming to pass. There are other things, however, which God included in His decree and thereby rendered certain, but which He did not decide to effectuate Himself, as the sinful acts of His rational creatures” (= Dalam kasus dari sebagian hal, Allah memutuskan, bukan hanya bahwa mereka akan terjadi, tetapi bahwa Ia sendiri akan menyebabkan mereka terjadi, baik secara langsung, seperti dalam pekerjaan penciptaan, atau melalui perantaraan dari ‘penyebab kedua’, yang secara terus menerus diberi kekuatan / diaktifkan oleh kuasaNya. Ia sendiri bertanggung jawab atas terjadinya hal-hal itu. Tetapi ada hal-hal lain, yang Allah masukkan dalam ketetapanNya dan dengan demikian dibuat jadi pasti, tetapi yang Ia putuskan bahwa bukan Ia sendiri yang melaksanakannya, seperti tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhluk rasionilNya) - hal 103.

“It is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive. By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will. This means that God does not positively work in man ‘both to will and to do’, when man goes con­trary to His revealed will. It should be carefully noted, however, that this permissive decree does not imply a passive permission of something which is not under the control of the divine will. It is a decree which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God determines (a)not to hinder the sinful self-determination of the finite will; and (b)to regulate and control the result of this sinful self-determination” [= Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan untuk menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung dan bertindak dalam kehendak terbatas (kehendak manusia) itu. Ini berarti bahwa Allah tidak bekerja secara positif dalam manusia ‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’, pada waktu manusia berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan tidak berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang membuat tindakan berdosa yang akan datang itu pasti secara mutlak, tetapi dalam mana Allah menentukan (a) tidak menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan sendiri oleh kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) mengatur dan mengontrol akibat / hasil dari keputusan berdosa ini] - hal 105.

Robert L. Dabney, ‘Lectures in Systematic Theology’:

“The decrees of God are His eternal purpose according to the counsel of His will, whereby, for His own glory, He hath foreordained whatso­ever comes to pass” (= Ketetapan-ketetapan Allah adalah rencana kekalNya menurut kehendakNya, dengan mana, untuk kemuliaanNya sendiri, Ia telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi) - hal 121.

“God’s decree ‘foreordained whatsoever comes to pass’; there was no event in the womb of the future, the futurition of which was not made certain to God by it” [= Ketetapan Allah ‘menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi’; tidak ada kejadian / peristiwa dalam kandungan masa yang akan datang, yang terjadinya tidak dibuat pasti bagi Allah oleh ketetapan itu] - hal 213.

“By calling it permissive, we do not mean that their futurition is not certain to God; or that He has not made it certain; we mean that they are such acts as He efficiently brings about by simply leaving the spontaneity of other free agents, as upheld by His providence, to work of itself, under incitements, occasions, bounds and limitations, which His wisdom and power throw around. To this class may be attributed all the acts of rational free agents, except such are evoked by God’s own grace, and especially, all their sinful acts” (= Dengan menyebutnya ‘mengijinkan’, kita tidak memaksudkan bahwa terjadinya hal-hal itu tidak pasti bagi Allah; atau bahwa Ia belum membuatnya pasti; kita memaksudkan bahwa mereka merupakan tindakan-tindakan yang Ia adakan / timbulkan secara efisien dengan hanya membiarkan spontanitas dari agen-agen bebas lainnya, seperti disokong oleh providensiaNya, bekerja dari dirinya sendiri, di bawah dorongan, kesempatan, ikatan dan pembatasan, yang disebarkan oleh hikmat dan kuasaNya. Yang termasuk dalam golongan ini adalah semua tindakan dari agen bebas berakal, kecuali tindakan yang ditimbulkan oleh kasih karunia Allah sendiri, dan khususnya semua tindakan berdosa mereka) - hal 214.

B. B. Warfield, ‘Biblical and Theological Studies’:

“Throughout the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every event that comes to pass” (= Dalam sepanjang Perjanjian Lama, dibalik proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan pemerintahan Allah yang melaksanakan rencana yang sudah direncanakanNya lebih dulu - suatu rencana yang cukup luas untuk mencakup seluruh alam semesta, cukup kecil / seksama untuk memperhatikan detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang terjadi) - hal 276.

“an all-inclusive plan embracing all that is to come to pass; in accordance with which plan He now governs His universe, down to the least particular, so as to subserve His perfect and unchanging purpose” (= suatu rencana yang mencakup segala sesuatu yang akan terjadi; menurut rencana mana Ia sekarang memerintah alam semesta, sampai pada hal tertentu yang terkecil, supaya mendukung rencana / tujuanNya yang sempurna dan tak berubah) - hal 278.

“According to the Old Testament conception, God foreknows only because He has predetermined, and it is therefore also that He brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His own will, and His works of providence are merely the execution of His all-embracing plan” (= Menurut konsep Perjanjian Lama, Alah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia telah menentukan lebih dulu, dan karena itu juga Ia menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri, dan pekerjaanNya dalam providensia semata-mata merupakan pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup segala sesuatu) - hal 281.

“We are never permitted to imagine, to be sure, that God is the author of sin, either in the world at large or in any individual soul ... But neither is God’s relation to the sinful acts of His creatures ever represented as purely passive ... Nevertheless, it remains true that even the evil acts of the creature are so far carried back to God that they too are affirmed to be included in His all-embracing decree, and to be brought about, bounded and utilized in His providential government. It is He that hardens the heart of the sinner that persists in his sin (Ex. 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Deut 2:30, Jos 11:20, Isa 63:17); it is from Him that the evil spirits proceed that trouble sinners (1Sam. 16:14, Judg. 9:23, 1Kings 22, Job 1); it is of Him that the evil impulses that rise in sinners’ hearts take this or that specific form (2Sam. 24:1)” [= Tentu saja kita tidak pernah boleh membayangkan bahwa Allah adalah pencipta dosa, baik dalam dunia secara umum atau dalam setiap jiwa individu manapun ... Tetapi hubungan Allah dengan tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhlukNya tidak pernah digambarkan sebagai pasif secara murni ... Sekalipun demikian, adalah benar bahwa bahkan tindakan-tindakan jahat dari makhluk ciptaan dibawa kembali kepada Allah sedemikian rupa sehingga mereka juga disahkan untuk termasuk dalam ketetapanNya yang mencakup segala sesuatu, dan ditimbulkan / diadakan, dibatasi dan digunakan dalam pemerintahan providensiaNya. Adalah Ia yang mengeraskan hati orang berdosa yang berkeras dalam dosanya (Kel 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Ul 2:30, Yos 11:20, Yesaya 63:17); dari Dialah roh-roh jahat keluar / tampil dan mengganggu orang-orang berdosa (1Sam 16:14, Hak 9:23, 1Raja 22, Ayub 1); dari Dialah dorongan-dorongan jahat yang muncul dalam hati orang-orang berdosa mendapat bentuk specifik yang ini atau yang itu (2Sam 24:1)] - hal 284.

“this God is a Person who acts purposefully; there is nothing that is, and nothing that comes to pass, that He has not first decreed and then brought to pass by His creation or providence” (= Allah ini adalah seorang Pribadi yang bertindak dengan mempunyai rencana / tujuan; tidak ada sesuatu yang ada atau yang akan terjadi, yang tidak lebih dulu ditetapkanNya dan lalu dilaksanakanNya oleh penciptaan atau providensiaNya) - hal 284.

“But, in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event falls with exact precision into its proper place in the unfolding of His eternal plan; nothing, however small, however strange, occurs without His ordering, or without its peculiar fitness for its place in the working out of His purpose; and the end of all shall be the manifestation of His glory, and the accumulation of His praise” (= Tetapi, dalam hikmat yang tidak terbatas dari Tuhan dari seluruh bumi, setiap peristiwa / kejadian jatuh dengan ketepatan yang tepat pada tempatnya dalam pembukaan / penyingkapan dari rencana kekalNya; tidak ada sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun anehnya, yang terjadi tanpa pengaturan / perintahNya, atau tanpa kecocokannya yang khusus untuk tempatnya dalam pelaksanaan RencanaNya; dan akhir dari semua adalah akan diwujudkannya kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian bagiNya) - hal 285.

“the minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest (Matt. 10:29-30, Luke 12:7)” [= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Luk 12:7)] - hal 296.

Charles Hodge, ‘Systematic Theology’, vol I:

“By this is meant that from the indefinite number of systems, or series of possible events, present to the divine mind, God determined on the futurition or actual occurrence of the existing order of things, with all its changes, minute as well as great, from the beginning of time to all eternity. The reason, therefore, why any event occurs, or, that it passes from the category of the possible into that of the actual, is that God has so decreed” (= Dengan ini dimaksudkan bahwa dari sejumlah sistim yang tidak tertentu jumlahnya, atau dari seri-seri peristiwa yang mungkin terjadi, yang ada dalam pikiran ilahi, Allah menentukan kejadian sungguh-sungguh dari urut-urutan hal-hal yang ada, dengan semua perubahan-nya, kecil maupun besar, dari permulaan waktu sampai pada kekekalan. Karena itu, alasan mengapa suatu peristiwa terjadi, atau, bahwa itu berpindah dari kategori ‘mungkin’ menjadi ‘sungguh-sungguh’, adalah karena Allah menetapkannya demikian) - hal 537.

“Change of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of his original intention” (= Perubahan rencana timbul atau karena kekurangan hikmat atau karena kekurangan kuasa. Karena Allah itu tidak terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia tidak bisa ada keadaan darurat yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada kekurangan jalan / cara, dan tidak ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan dari maksud / rencana yang semula) - hal 538-539.

“The decrees of God are certainly efficacious, that is, they render certain the occurrence of what He decrees. Whatever God foreordains, must certainly come to pass. ... All events embraced in the purpose of God are equally certain, whether He has determined to bring them to pass by his own power, or simply to permit their occurrence through the agency of his creatures. ... Some things He purposes to do, others He decrees to permit to be done. He effects good, He permits evil. He is the author of the one, but not of the other” (= Ketetapan-ketetapan Allah pasti menghasilkan apa yang diinginkan, artinya, ketetapan-ketetapan itu membuat pasti kejadian yang Ia tetapkan. Apapun yang Allah tentukan lebih dulu, pasti akan terjadi. ... Semua peristiwa yang tercakup dalam rencana Allah sama pastinya, apakah Ia telah menetapkan untuk melaksanakan mereka dengan kuasaNya sendiri, atau sekedar mengijinkan terjadinya mereka melalui makhluk-makhluk ciptaanNya sebagai agen. ... Sebagian hal-hal Ia rencanakan untuk Ia lakukan, yang lain Ia tetapkan untuk mengijinkan untuk terjadi. Ia mengadakan / menjalankan kebaikan, Ia mengijinkan kejahatan. Ia adalah pencipta dari yang satu, tetapi bukan dari yang lain) - hal 540-541.

“... the unity of God’s plan. If that plan comprehends all events, all events stand in mutual relation and dependence. If one part fails, the whole may fail or be thrown into confusion” (= ... kesatuan rencana Allah. Jika rencana itu mencakup semua peristiwa, maka semua peristiwa saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Jika satu bagian gagal, seluruhnya bisa gagal atau kacau) - hal 541.

“The doctrine of the Bible is, that all events, whether necessary or contingent, good or sinful, are included in the purpose of God, and that their futurition or actual occurrence is rendered absolutely certain” (= Doktrin dari Alkitab adalah, bahwa semua peristiwa, apakah mutlak perlu atau bersifat tergantung / kebetulan, baik atau berdosa, tercakup dalam rencana Allah, dan bahwa sungguh-sungguh terjadinya mereka digambarkan pasti secara mutlak) - hal 542.

“The crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible that sin is foreordained” (= Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu diragukan lagi bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan doktrin / ajaran dari Alkitab) - hal 544.

“With regard to the sinful acts of men, the Scriptures teach, (1) That they are so under the control of God that they can occur only by His permission and in execution of His purposes. He so guides them in the exercise of their wickedness that the particular forms of its manifestation are determined by His will” [= Berhubungan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia, Kitab Suci mengajar, (1) Bahwa mereka ada di bawah kontrol Allah sedemikian rupa sehingga mereka bisa terjadi hanya oleh ijinNya dan dalam pelaksanaan rencana-rencanaNya. Ia begitu mengarahkan mereka dalam melakukan kejahatan mereka sehingga bentuk khusus / tertentu dari perwujudannya ditentukan oleh kehendakNya] - hal 589.

Charles Hodge, ‘Systematic Theology’, vol II:

“As God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive and magnificent conception” (= Sebagaimana Allah mengerjakan rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi mata seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang dan jauh itu mempunyai tempat dan orbit tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut suatu konsep yang luas dan besar / indah) - hal 313.

“And as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or upon anything out of Himself” (= Dan karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau menurut keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan dari makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri) - hal 320.

“If He foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his purposes; and it is against reason and Scripture to suppose that there is any contradiction or want of correspondence between what He intended and what actually occurs” (= Jika Ia menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa akan cocok / sama dengan rencanaNya; dan adalah bertentangan dengan akal dan Kitab Suci untuk menganggap bahwa ada kontradiksi atau ketidakcocokkan antara apa yang Ia maksudkan dan apa yang sungguh-sungguh terjadi) - hal 323.

“Whatever occurs, He for wise reasons permits to occur. He can prevent whatever He sees fit to prevent. If, therefore, sin occurs, it was God’s design that it should occur. If misery follows in the train of sin, such was God’s purpose. If some men only are saved, while others perish, such must have entered into the all comprehending purpose of God” (= Apapun yang terjadi, Ia mengijinkan hal itu terjadi karena alasan yang bijaksana. Ia bisa mencegah apapun yang Ia anggap layak untuk dicegah. Karena itu, jika dosa terjadi, adalah rencana Allah bahwa itu terjadi. Jika kesengsaraan menyusul dalam rentetan dosa, maka demikianlah rencana Allah. Jika sebagian orang saja yang diselamatkan, sementara yang lain binasa, maka semua itu pasti telah masuk ke dalam rencana Allah yang meliputi segala sesuatu) - hal 332.

“God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility” (= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka) - hal 332.

William G. T. Shedd, ‘Calvinism: Pure & Mixed’:

“When God executes his decree that Saul of Tarsus shall be ‘a vessel of mercy’, he works efficiently within him by his Holy Spirit ‘to will and to do’. When God executes his decree that Judas Iscariot shall be ‘a vessel of wrath fitted for destruction’, he does not work efficiently within him ‘to will and to do’, but permissively in the way of allowing him to have his own wicked will. He decides not to restrain him or to regenerate him, but to leave him to his own obstinate and rebellious inclination and purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth, as it was determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke 22:22; Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly different, but the perdition of Judas was as much foreordained and free from chance, as the conversion of Saul” [= Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Saulus dari Tarsus akan menjadi ‘bejana / benda belas kasihan’, Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh KudusNya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’. Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Yudas Iskariot akan menjadi ‘bejana kemurkaan yang cocok untuk kehancuran / benda kemurkaan yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan’, Ia tidak bekerja secara efisien dalam dirinya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’, tetapi dengan cara mengijinkan dia mempunyai kehendak jahatnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak mengekang dia atau melahirbarukan dia, tetapi membiarkan dia pada kecondongan dan rencananya sendiri yang keras kepala dan bersifat memberontak; dan karena itu ‘Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan’ (Luk 22:22; Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua kasus ini jelas berbeda, tetapi kebinasaan Yudas sudah ditentukan lebih dahulu dan bebas dari kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus] - hal 31.

“Whatever undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea, even the wicked for the day of evil’” (= Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi karena kebetulan, keilahian, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. Dualisme seperti ini dikecam Allah sebagai salah, dalam kata-kata Yesaya kepada Koresy, ‘Aku membuat damai dan menciptakan malapetaka / kejahatan’; dan dalam kata-kata dari Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri; ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka’) - hal 36.

Catatan: kata-kata Yesaya kepada Koresy itu diambil dari Yes 45:7 versi KJV. Demikian juga Amsal 16:4 diambil dan diterjemahkan dari KJV.

“Nothing comes to pass contrary to his decree. Nothing happens by chance. Even moral evil, which he abhors and forbids, occurs by ‘the determinate counsel and foreknowledge of God’; and yet occurs through the agency of the unforced and self-determining will of man as the efficient” (= Tidak ada yang terjadi bertentangan dengan ketetapanNya. Tidak ada yang terjadi karena kebetulan. Bahkan kejahatan moral, yang Ia benci dan larang, terjadi oleh ‘rencana yang ditentukan dan pengetahuan lebih dulu dari Allah’; tetapi terjadi melalui perantaraan dari kehendak manusia yang tidak dipaksa dan ditentukan sendiri sebagai sesuatu yang efisien) - hal 37.

William G. T. Shedd, ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I:

“God willeth not one thing now, and another anon; but once, and at once, and always, he willeth all things that he willeth; not again and again, nor now this, now that; nor willeth afterwards, what before he willed not, nor willeth not, what before he willed; because such a will is mutable; and no mutable thing is eternal” (= Allah tidak menghendaki sesuatu hal sekarang, dan sebentar lagi menghendaki yang lain; tetapi sekali, dan serentak, dan selalu, Ia menghendaki semua hal yang ia kehendaki; bukannya lagi dan lagi, atau sebentar ini sebentar itu; atau menghendaki setelahnya apa yang tadinya tidak Ia kehendaki, atau tidak menghendaki apa yang tadinya Ia kehendaki; karena kehendak seperti itu bisa berubah / tidak tetap; dan tidak ada hal yang bisa berubah / tidak tetap yang kekal) - hal 395.

Catatan: kata-kata di atas ini ia kutip dari kata-kata Augustine (dari buku ‘Confession’, XII. xv.).

“The Divine decree is formed in eternity, but executed in time. ... the Divine decree, in reference to God, are one single act only” (= Ketetapan ilahi dibentuk dalam kekekalan, tetapi dilaksanakan dalam waktu. ... ketetapan ilahi, dalam hubungannya dengan Allah, adalah satu tindakan saja) - hal 394.

“The Divine decree is the necessary condition of the Divine foreknowledge. If God does not first decide what shall come to pass, he cannot know what will come to pass. An event must be made certain, before it can be known as a certain event. ... So long as anything remains undecreed, it is contingent and fortuitous. It may or may not happen. In this state of things, there cannot be knowledge of any kind” (= Ketetapan ilahi adalah syarat yang perlu dari pengetahuan lebih dulu dari Allah. Jika Allah tidak lebih dulu menentukan apa yang akan terjadi, Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi. Suatu peristiwa / kejadian harus dipastikan, sebelum peristiwa itu bisa diketahui sebagai peristiwa yang tertentu. ... Selama sesuatu tidak ditetapkan, maka sesuatu itu bersifat tergantung / mungkin dan kebetulan. Itu bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada pengetahuan apapun tentang hal itu) - hal 396-397.

“The Divine decree is universal. It includes ‘whatsoever comes to pass,’ be it physical or moral, good or evil” (= Ketetapan ilahi adalah universal. Itu mencakup ‘apapun yang akan terjadi’, apakah itu bersifat fisik atau moral, baik atau jahat) - hal 400.

“The Divine decree is immutable. There is no defect in God, in knowledge, power, and veracity. His decree cannot therefore be changed because of ignorance, or of inability to carry out his decree, or of unfaithfulness to his purpose” (=Ketetapan ilahi itu tetap / tak berubah. Tidak ada cacat dalam Allah, dalam pengetahuan, kuasa, dan kebenaran / ketelitian. Karena itu, ketetapanNya tidak bisa diubah karena ketidaktahuan, atau ketidakmampuan untuk melaksanakan ketetapanNya, atau ketidaksetiaan pada rencanaNya) - hal 401.

“For the Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being whereby there is no succession in it. All events thus being present to him are of course all of them certain events” (= Untuk pikiran ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang, karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan kekhasan dalam pemikiran / pengertian dari makhluk kekal untuk mana tidak ada urut-urutan di dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya merupakan peristiwa yang pasti) - hal 402.

Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine of Predestination’:

“Since the universe had its origin in God and depends on Him for its continued existence it must be, in all its parts and at all times, subject to His control so that nothing can come to pass contrary to what He expressly decrees or permits. Thus the eternal purpose is represented as an act of sovereign predestination or foreordination, and unconditioned by any subsequent fact or change in time. Hence it is represented as being the basis of the divine foreknowledge of all future events, and not conditioned by that foreknowledge or by anything originated by the events themselves” (= Karena alam semesta mempunyai asal usulnya dalam Allah dan tergantung kepadaNya untuk keberadaan seterusnya, maka alam semesta itu harus, dalam semua bagian-bagiannya dan pada setiap saat, tunduk pada kontrolNya sedemikian rupa sehingga tidak ada apapun bisa terjadi bertentangan dengan apa yang Ia secara jelas tetapkan atau ijinkan. Jadi rencana kekal digambarkan sebagai suatu tindakan dari predestinasi atau penentuan lebih dulu yang berdaulat, dan tidak disyaratkan oleh fakta atau perubahan apapun yang terjadi berikutnya dalam waktu. Karena itu maka hal itu digambarkan sebagai dasar dari pengetahuan lebih dulu dari Allah tentang semua peristiwa yang akan datang, dan tidak disyaratkan oleh pengetahuan lebih dulu itu atau oleh apapun yang ditimbulkan oleh peristiwa itu sendiri) - hal 14.

“The Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific plan which embraces all events in all ages” (= Orang yang menganut Pelagianisme menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; orang Arminian berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang spesifik; tetapi orang Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang spesifik yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman) - hal 22-23.

“His choice of the plan, or His making certain that the creation should be on this order, we call His foreordination or His predestina­tion. Even the sinful acts of men are included in this plan. They are foreseen, permitted, and have their exact place. They are controlled and overruled for the divine glory” (= Pemilihan rencanaNya, atau penetapanNya supaya penciptaan terjadi sesuai urut-urutan ini, kami sebut penentuan lebih dulu atau predestinasi dari Allah. Bahkan tindakan-tindakan berdosa dari manusia tercakup dalam rencana ini. Mereka itu dilihat lebih dulu, diijinkan, dan mempunyai tempat mereka yang persis / tepat. Mereka dikontrol dan dikuasai untuk kemuliaan ilahi) - hal 24.

“Even the sinful acts of men are included in the plan and are overruled for good” (= Bahkan tindakan-tindakan berdosa manusia termasuk dalam rencana ini dan dikuasai untuk kebaikan) - hal 29.

“Although the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self? Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have left” (= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang ada) - hal 32.

“But while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with man’s free agency. All that we need to know is that God does govern His creatures and that His control over them is such that no violence is done to their natures. Perhaps the relationship between divine sovereignty and human freedom can best be summed up in these words: God so presents the outside inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for him to do” (= Tetapi sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa penguasaan providensia ini bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa diperdamaikan / diharmoniskan dengan kebebasan manusia. Semua yang perlu kita ketahui adalah bahwa Allah memang memerintah atas ciptaanNya dan bahwa penguasaan / kontrolNya atas mereka adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada pemaksaan terhadap mereka. Mungkin hubungan antara kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik dengan kata-kata ini: Allah memberikan dorongan / bujukan dari luar sedemikian rupa sehingga manusia bertindak sesuai dengan dirinya, tetapi melakukan secara tepat apa yang Allah telah rencanakan baginya untuk dilakukan) - hal 38.

“The Arminian objection against foreordination bears with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain” (= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu, mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu) - hal 42.

“Common sense tells us that no events can be foreknown unless by some means, either physical or mental, it has been predetermined. Our choice as to what determines the certainty of future events narrows down to two alternatives - the foreordination of the wise and merciful heavenly Father, or the working of blind, physical fate” (= Akal sehat memberitahu kita bahwa tidak ada peristiwa apapun yang bisa diketahui lebih dulu kecuali hal itu telah ditentukan lebih dulu dengan cara tertentu, baik secara fisik atau mental / pikiran. Pilihan kita berkenaan dengan apa yang menentukan kepastian dari peristiwa-peristiwa yang akan datang menyempit menjadi hanya dua pilihan / kemungkinan - penentuan lebih dulu dari Bapa surgawi yang bijaksana dan penuh belas kasihan, atau pekerjaan dari nasib / takdir fisik yang buta) - hal 42.

“Yet unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it stands defenseless before the logical consistency of Calvinism; for foreknowledge implies certainty and certainty implies foreordination” (= Kecuali Arminianisme menyangkal pengetahuan lebih dulu dari Allah, ia tidak mempunyai pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari Calvinisme; karena pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu) - hal 44.

“This fixity or certainty could have had its ground in nothing outside of the divine Mind, for in eternity nothing else existed” (= Ketertentuan atau kepastian ini tidak bisa mempunyai dasar pada apapun di luar Pikiran ilahi, karena dalam kekekalan tidak ada apapun yang lain yang ada) - hal 45.

Herman Hoeksema, ‘Reformed Dogmatics’:

“For this same reason the Bible always emphasizes the fact that God ordained all things and knew them from before the foundation of the world” (= Untuk alasan yang sama Alkitab selalu menekankan fakta bahwa Allah menentukan segala sesuatu dan mengetahui mereka sejak sebelum dunia dijadikan) - hal 157.

“Nor must we, in regard to the sinful deeds of men and devils, speak only of God’s permission in distinction from His determination. Holy Scripture speaks a far more positive language. We realize, of course, that the motive for speaking God’s permission rather than of His predetermined will in regard to sin and the evil deeds of men is that God may never be presented as the author of sin. But this purpose is not reached by speaking of God’s permission or His permissive will: for if the Almighty permits what He could just as well have prevented, it is from an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in this way we lose God and His sovereignty: for permis­sion presupposes the idea that there is a power without God that can produce and do something apart from Him, but which is simply permitted by God to act and operate. This is dualism, and it annihilates the complete and absolute sovereignty of God. And therefore we must main­tain that also sin and all the wicked deeds of men and angels have a place in the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by the Word of God. For it is certainly according to the deter­minate counsel of God that Christ is nailed to the cross, and that Pilate and Herod, with the Gentiles and Israel, are gathered together against the holy child Jesus. It is therefore much better to say that the Lord also in His counsel hates sin and determined that that which He hates should come to pass in order to reveal His hatred and to serve the cause of God’s covenant” (= Juga kita tidak boleh, berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia dan setan, berbicara hanya tentang ijin Allah dan membedakannya dengan penentuan / penetapanNya. Kitab Suci berbicara dengan suatu bahasa yang jauh lebih positif. Tentu saja kita menyadari bahwa motivasi untuk menggunakan istilah ‘ijin Allah’ dari pada ‘kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu’ berkenaan dengan dosa dan tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah supaya Allah tidak pernah dinyatakan sebagai pencipta dosa. Tetapi tujuan ini tidak tercapai dengan menggunakan ‘ijin Allah’ atau ‘kehendak yang mengijinkan dari Allah’: karena jika Yang Maha Kuasa mengijinkan apa yang bisa Ia cegah, dari sudut pandang etika itu adalah sama seperti jika Ia melakukan hal itu sendiri. Tetapi dengan cara ini kita kehilangan Allah dan kedaulatanNya: karena ijin mensyaratkan suatu gagasan bahwa ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa menghasilkan dan melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan oleh Allah untuk bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme, dan ini menghapuskan kedaulatan Allah yang lengkap dan mutlak. Dan karena itu kita harus mempertahankan bahwa juga dosa dan semua tindakan-tindakan jahat dari manusia dan malaikat mempunyai tempat dalam rencana Allah, dalam keputusan kehendakNya. Demikianlah diajarkan oleh Firman Allah. Karena adalah pasti bahwa sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan dari Allah bahwa Kristus dipakukan di kayu salib, dan bahwa Pilatus dan Herodes, dengan orang-orang non Yahudi dan Israel, berkumpul bersama-sama menentang anak Yesus yang kudus. Karena itu lebih baik berkata bahwa Tuhan juga dalam rencanaNya membenci dosa dan menentukan hal itu supaya apa yang Ia benci itu terjadi sehingga Ia bisa menyatakan kebencianNya atas hal itu dan untuk melayani penyebab dari perjanjian Allah) - hal 158.

Herman Bavinck, ‘The Doctrine of God’:

“All events are included in that counsel, even the sinful deeds of man” (= Semua kejadian / peristiwa termasuk / tercakup dalam rencana itu, bahkan juga tindakan-tindakan berdosa dari manusia) - hal 342.

“God’s decree is his eternal purpose whereby he has foreordained whatsoever comes to pass. Scripture everywhere affirms that whatsoever is and comes to pass is the realization of God’s thought and will, and has its origin and idea in God’s eternal counsel or decree, ...” (= Ketetapan Allah adalah rencana kekalNya dengan mana Ia telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi. Kitab Suci dimana-mana menegaskan bahwa apapun yang ada dan yang akan terjadi merupakan realisasi dari pemikiran dan kehendak Allah, dan mempunyai asal mula dan gagasannya dalam rencana atau ketetapan kekal) - hal 369.

“Furthermore, God’s thought, embodied in creation, cannot be conceived of as an uncertain idea, doubtful of realization; it is not a ‘bare knowledge’ that receives its contents from creation; it is not a plan, a project, or purpose whose execution can be frustrated” (= Selanjutnya, pikiran Allah, diwujudkan dalam ciptaan, tidak bisa dimengerti sebagai gagasan yang tidak pasti, realisasi yang meragukan; itu bukan ‘sekedar suatu pengetahuan lebih dulu’ yang menerima isinya dari ciptaan; itu bukanlah suatu rencana, suatu proyek, atau suatu tujuan yang pelaksanaannya bisa bisa digagalkan / dihalangi) - hal 370.

“God’s counsel is no more an act that pertains to the past than is the generation of the Son; it is eternal, divine act, eternally finished, yet continuing forevermore, apart from and raised above time. Scaliger correctly observed that God’s decree was not preceded by a long period of reflection and deliberation, so that for a long time God would have been without purpose and without a will; neither is it a plan once for all completed and finished and simply awaiting execution. But God’s decree is the eternally active will of God: it is the willing and purposing God himself; it is not something accidental to God, but being God’s will in action, it is one with his essence. It is impossi­ble to conceive of God as a being without a purpose and without an active and operative will. Nevertheless, all this does not conceal the fact that God’s decree is an ‘immanent work’ determined by nothing else than by God himself, and distinct in character from God’s works in time, Acts 15:18; Eph 1:4” (= Rencana Allah, sama seperti tindakan Bapa memperanakkan Anak, bukanlah suatu tindakan yang berhubungan dengan waktu lampau; tetapi itu adalah suatu tindakan ilahi yang kekal, sudah selesai dilakukan secara kekal, tetapi tetap berlangsung selama-lamanya, terpisah dari dan diangkat di atas waktu. Scaliger secara benar mengamati bahwa ketetapan Allah tidak didahului oleh suatu periode pemikiran dan pertimbangan yang lama, sehingga untuk suatu waktu yang lama Allah ada tanpa rencana dan tanpa kehendak; juga itu bukanlah suatu rencana yang sudah dilengkapi dan diselesaikan sekali untuk selamanya dan hanya menunggu pelaksanaan. Tetapi ketetapan Allah merupakan kehendak yang aktif secara kekal dari Allah: itu adalah Allah yang menghendaki dan merencanakan sendiri; itu bukan sesuatu yang tidak bersifat hakiki yang ditambahkan pada diri Allah, tetapi merupakan kehendak Allah yang beraksi, itu adalah satu dengan hakekatNya. Adalah mustahil untuk membayangkan Allah sebagai makhluk tanpa rencana dan tanpa suatu kehendak yang aktif dan operatif. Sekalipun demikian, semua ini tidak menyembunyikan fakta bahwa ketetapan Allah adalah suatu ‘pekerjaan yang tetap ada’ yang ditetapkan bukan oleh sesuatu yang lain apapun selain Allah sendiri, dan berbeda dalam sifatnya dengan pekerjaan Allah dalam waktu, Kis 15:18; Ef 1:4) - hal 370.

Catatan: saya tidak pernah membaca tentang adanya ahli theologia Reformed lain yang mempunyai pandangan seperti yang dikatakan Bavinck di awal kutipan ini.

Herman Bavinck, ‘Our Reasonable Faith’:

“The fact that things and events, including the sinful thoughts and deeds of men, have been eternally known and fixed in that counsel of God does not rob them of their own character but rather establishes and guarantees them all, each in its own kind and nature and in its own context and circumstances. Included in that counsel of God are sin and punishment, but also freedom and responsibility, sense of duty and conscience, and law and justice. In that counsel of God everything that happens is in the very same context it is in when it becomes manifest before our eyes. The conditions are defined in it quite as well as the consequences, the means quite as much as the ends, the ways as the results, the prayers as the answers to prayer, the faith as the justification, sanctification, and glorification” (= Fakta bahwa hal-hal dan peristiwa-peristiwa, termasuk pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan berdosa dari manusia, telah diketahui dan ditetapkan secara kekal dalam rencana Allah, tidak menghapuskan karakter mereka sendiri tetapi sebaliknya meneguhkannya dan menjamin semuanya, masing-masing dalam jenisnya dan sifatnya sendiri dan dalam kontex dan keadaannya sendiri. Termasuk dalam rencana Allah itu dosa dan penghukuman, tetapi juga kebebasan dan tanggung jawab, perasaan kewajiban dan hati nurani, dan hukum dan keadilan. Dalam rencana Allah itu segala sesuatu yang terjadi ada dalam kontex yang sama seperti pada waktu itu terwujud di depan mata kita. Dalam rencana Allah itu syarat ditetapkan sama seperti akibat / konsekwensi, caranya maupun tujuannya, jalannya maupun hasilnya, doanya maupun jawaban doanya, imannya maupun pembenaran, pengudusan dan pemuliaannya) - hal 163.

John Murray, ‘Collected Writings of John Murray’, vol II:

“It is true that all our choices and acts are foreordained, and only foreordained acts come to pass” (= Adalah benar bahwa semua pilihan dan tindakan kita ditentukan lebih dulu, dan hanya tindakan-tindakan yang ditentukan lebih dulu yang akan terjadi) - hal 64.

“The foreknowledge of God presupposes certainty of occurrence; his foreordination renders all occurrence certain; by his providence what is foreordained is unalterably put into effect” (= Pengetahuan lebih dulu dari Allah mensyaratkan adanya kepastian dari kejadian-kejadian / peristiwa-peristiwa; penentuan lebih dulu yang tersembunyi membuat semua kejadian / peristiwa itu pasti; oleh providensiaNya apa yang ditentukan lebih dulu itu dilaksanakan / diberlakukan secara tidak berubah) - hal 65-66.

“The question here is that of the divine causality in connection with sin. ... There is divine predetermination or foreordination in connection with sin. The fall was foreordained by God and its certainty was therefore guaranteed. ... The first sin, like all other sins, was committed within the realm of God’s all-sustaining, directing and governing power. Outside the sphere of his foreordination and providence the fall could not have occurred. The arch-crime of history - the crucifixion of our Lord - was perpetrated in accordance with the determinate counsel and foreknowledge of God (Acts 2:23). So, too, was the fall” [= Yang dipertanyakan di sini adalah tentang penyebab ilahi dalam hubungannya dengan dosa. ... Ada penetapan lebih dulu atau penentuan lebih dulu dalam hubungannya dengan dosa. Kejatuhan Adam ditentukan lebih dulu oleh Allah dan karena itu kepastiannya dijamin. ... Dosa pertama, seperti semua dosa yang lain, dilakukan dalam batas-batas kuasa Allah yang menopang segala sesuatu, mengarahkan dan memerintah. Di luar ruang lingkup penentuan lebih dulu dan providensiaNya kejatuhan itu tidak akan bisa terjadi. Kejahatan terbesar dalam sejarah - penyaliban Tuhan kita - dilakukan sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan dan pengetahuan lebih dulu dari Allah (Kis 2:23). Demikian juga dengan kejatuhan ke dalam dosa] - hal 72-73.

Gresham Machen, ‘The Christian View of Man’:

“How much is embraced in that eternal counsel of God? The true answer to that question is very simple. The true answer is ‘Everything’. Everything that happens is embraced in the eternal purpose of God; nothing at all happens outside of His eternal plan” (= Berapa banyak yang dicakup dalam rencana kekal Allah itu? Jawaban yang benar terhadap pertanyaan itu sangat sederhana. Jawaban yang benar adalah ‘segala sesuatu’. Segala sesuatu yang terjadi tercakup dalam rencana kekal Allah; tidak ada sedikitpun yang terjadi di luar rencana kekalNya) - hal 35.

Arthur Pink, ‘The Sovereignty of God’:

“To declare that the Creator’s original plan has been frustrated by sin, is to dethrone God. To suggest that God was taken by surprise in Eden and that He is now attempting to remedy an unforeseen calamity, is to degrade the Most High to the level of a finite, erring mortal” (= Menyatakan bahwa rencana orisinil dari sang Pencipta telah digagalkan oleh dosa, sama dengan menurunkan Allah dari tahta. Mengusulkan bahwa Allah dikejutkan di Eden dan bahwa Ia sekarang sedang mencoba mengobati bencana yang tadinya tidak terlihat, sama dengan merendahkan Yang Maha Tinggi sampai pada tingkat manusia yang terbatas dan bisa salah) - hal 21-22.

Arthur Pink, ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross”:

“It was no accident that the Lord of Glory was crucified between two thieves. There are no accidents in a world that is governed by God. Much less could there have been any accident on that Day of all days, or in connection with that Event of all events - a Day and an Event which lie at the very centre of the world’s history. No; God was presiding over that scene. From all eternity He had decreed when and where and how and with whom His Son should die. Nothing was left to chance or the caprice of man. All that God had decreed came to pass exactly as He had ordained, and nothing happened save as He had eternally purposed. Whatsoever man did was simply that which God’s hand and counsel ‘determined to be done’ (Acts 4:28). When Pilate gave orders that the Lord Jesus should be crucified between the two malefactors, all unknown to himself, he was but putting into execu­tion the eternal decree of God and fulfilling His prophetic word. Seven hundred years before this Roman officer gave command, God had declared through Isaiah that His Son should be ‘numbered with the transgressors’ (Isa 53:12). ...Not a single word of God can fall to the ground. ‘Forever, O LORD, Thy word is settled in heaven’ (Ps 119:89). Just as God had or­dained, and just as He had announced, so it came to pass” [= Bukanlah suatu kebetulan bahwa Tuhan Kemuliaan disalibkan di antara 2 pencuri. Tidak ada kebetulan dalam dunia yang diperintah oleh Allah. Lebih-lebih lagi tidak ada kebetulan pada Hari segala hari, atau dalam hubungannya dengan Peristiwa di antara segala peristiwa - suatu Hari dan Peristiwa yang terletak di pusat sejarah dunia. Tidak; Allah mengontrol adegan / peristiwa itu. Dari kekekalan Allah telah menentukan kapan dan dimana dan bagaimana dan dengan siapa AnakNya harus mati. Tidak ada yang terjadi karena kebetulan atau karena perubahan pikiran manusia. Semua yang telah Allah tentukan terjadi persis seperti yang Ia tentukan, dan tidak ada sesuatupun yang terjadi kecuali yang sudah Ia rencanakan secara kekal. Apapun yang manusia lakukan hanyalah apa yang kuasa / tangan dan rencana / kehendak Allah ‘tentukan untuk terjadi’ (Kis 4:28). Ketika Pilatus memberikan perintah supaya Tuhan Yesus disalibkan di antara 2 krimi­nil, tanpa ia sendiri sadari, ia sedang melaksanakan ketetapan kekal dari Allah dan menggenapi firman nubuatanNya. Tujuh ratus tahun sebelum pejabat Romawi ini memberikan perintah, Allah telah menyata­kan melalui nabi Yesaya bahwa AnakNya harus ‘diperhitungkan sebagai pemberontak / pelanggar’ (Yes 53:12). ... Tidak satupun dari firman Allah bisa jatuh ke tanah / gagal. ‘Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firmanMu ditetapkan di surga’ (Maz 119:89 - diterjemahkan dari KJV). Persis seperti yang Allah telah tentukan, dan persis seperti yang Ia beritakan, begitulah hal itu terjadi] - hal 24-25.

J. I. Packer, ‘Evangelism & The Sovereignty of God’:

“The prayer of a Christian is not an attempt to force God’s hand, but a humble acknowledgment of helplessness and dependence” (= Doa orang kristen bukanlah suatu usaha untuk memaksa tangan Allah, tetapi suatu pengakuan yang rendah hati tentang ketidakberdayaan dan ketergantungan) - hal 11.

“For it is not true that some Christians believe in divine sovereignty while others hold an opposite view. What is true is that all Christians believe in divine sovereignty, but some are not aware that they do, and mistakenly imagine and insist that they reject it” (= Karena tidak benar bahwa sebagian orang kristen percaya pada kedaulatan ilahi sedangkan yang lain memegang pandangan yang sebaliknya. Yang benar adalah bahwa semua orang kristen percaya pada kedaulatan ilahi, tetapi sebagian tidak menyadari hal itu, dan secara salah membayangkan dan berkeras bahwa mereka menolaknya) - hal 16.

“God’s sovereignty and man’s responsibility are taught us side by side in the same Bible; sometimes, indeed, in the same text. ... Man is a responsible moral agent, though he is also divinely controlled; man is divinely controlled, though he is also a responsible moral agent” (= Kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia diajarkan bersama-sama dalam Alkitab yang sama; kadang-kadang bahkan dalam text yang sama. ... Manusia adalah agen moral yang bertanggung jawab, sekalipun ia juga dikontrol oleh Allah; manusia dikontrol oleh Allah, sekalipun ia juga adalah agen moral yang bertanggung jawab) - hal 22-23.

“In the Bible, divine sovereignty and human responsibility are not enemies. They are not uneasy neighbours; they are not in an endless state of cold war with each other. They are friends, and they work together” (= Dalam Alkitab, kedaulatan ilahi dan tanggung jawab manusia bukanlah musuh. Mereka bukanlah tetangga yang tidak cocok; mereka tidak ada dalam keadaan perang dingin yang tidak ada akhirnya satu dengan yang lain. Mereka adalah teman, dan mereka bekerja sama) - hal 35-36.

Jerome Zanchius, ‘The Doctrine of Absolute Predestination’:

“We assert that God did from eternity decree to make man in His own image, and also decreed to suffer him to fall from that image in which he should be created, and thereby to forfeit the happiness with which he was invested, which decree and consequences of it were not limited to Adam only, but included and extended to all his natural posterity” (= Kami menegaskan bahwa Allah dari kekekalan menetapkan untuk membuat manusia menurut gambarNya, dan juga menetapkan untuk membiarkannya jatuh dari gambar itu di dalam mana ia diciptakan, dan dengan demikian kehilangan kebahagiaan dengan mana ia dilingkupi / diperlengkapi, dan ketetapan dan konsekwensi tentang hal itu tidak dibatasi pada Adam saja, tetapi mencakup dan mencapai semua keturunan alamiah / jasmaninya) - hal 87-88.

“That he fell in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either willing that Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God was unwilling that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ... Surely, If God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have prevented it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed it, He certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal and ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He decreed nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely eter­nal, though the execution of both be in time. The only way to evade the force of this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned whether man stood or fell’. But in what a shameful, unwor­thy light does this represent the Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an idle, careless spectator of one of the most important events that ever came to pass? Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow fall to the ground without our heavenly Father’? If, then, things the most trivial and worthless are subject to the appointment of His decree and the control of His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower creation?” (= Bahwa ia jatuh sebagai akibat dari ketetapan ilahi kami buktikan demikian: Allah itu atau menghendaki Adam jatuh, atau tidak menghendaki, atau acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah tidak menghendaki Adam melanggar, bagaimana mungkin ia melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan itu, Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan mencegahnya; tetapi Ia tidak mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika Ia menghendakinya, Ia pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah tidak lain adalah meterai dan pengesahan kehendakNya. Ia tidak melakukan apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak menetapkan apapun yang tidak Ia kehendaki, dan baik kehendak maupun ketetapan adalah kekal secara mutlak, sekalipun pelaksanaan keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya cara untuk menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini adalah dengan mengatakan bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli apakah manusia itu jatuh atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah memalukan dan tak berharganya terang seperti ini dalam menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas dan tak peduli terhadap salah satu peristiwa yang terpenting yang akan terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan tak berharga tunduk pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol dari providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari ciptaan yang lebih rendah ini?) - hal 88-89.

Catatan: Jerome Zanchius sebetulnya tidak bisa disebut sebagai seorang Calvinist / Reformed, karena ia hidup sejaman dengan Calvin, yaitu tahun 1516-1590, tetapi dalam persoalan ini jelas bahwa pandangannya adalah pandangan Calvinisme.

PROVIDENCE OF GOD (2)

D) Problem ‘Allah menyesal’.

Ada banyak ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa ‘Allah menyesal’, seperti:

Kejadian 6:5-6 - “(5) Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, (6) maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hatiNya.”.

Kel 32:7-14 - “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ (9) Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. (10) Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’ (11) Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? (12) Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ (14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkanNya atas umatNya.”.

1Sam 15:11a,35b - “(11a) ‘Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firmanKu.’ ... (35b) Dan TUHAN menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel.”.

Yes 38:1,5 - “(1) Pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit dan hampir mati. Lalu datanglah nabi Yesaya bin Amos dan berkata kepadanya: ‘Beginilah firman TUHAN: Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi.’ ... (5) ‘Pergilah dan katakanlah kepada Hizkia: Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu. Sesungguhnya Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi,”.

Catatan: dalam text ini memang tak ada kata-kata ‘Aku / Tuhan / Allah menyesal’, tetapi terlihat seakan-akan ada perubahan rencana Allah.

Yer 18:8,10 - “(8) Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka. ... (10) Tetapi apabila mereka melakukan apa yang jahat di depan mataKu dan tidak mendengarkan suaraKu, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak mendatangkan keberuntungan yang Kujanjikan itu kepada mereka.”.

Yunus 3:10 - “Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkanNya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya.”.

Amos 7:3,6 - “(3) Maka menyesallah TUHAN karena hal itu. ‘Itu tidak akan terjadi,’ firman TUHAN. ... (6) Maka menyesallah TUHANkarena hal itu. ‘Inipun tidak akan terjadi,’ firman Tuhan ALLAH.”.

Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah RencanaNya? Saya menjawab: Tidak!

Penjelasan:

1) Prinsip Hermeneutics yang sangat penting adalah: kita tidak boleh menafsirkan suatu bagian Kitab Suci sehingga bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci.

a) Karena itu, maka penafsiran ayat-ayat pada point D) ini tidak boleh bertentangan dengan ayat-ayat pada point B) dan C) di atas, yang menunjukkan bahwa Rencana Allah dan Providensia Allah tidak bisa gagal. Kalau kita menafsirkan bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam ayat-ayat di sini memang menunjukkan bahwa Allah mengubah rencanaNya, maka jelas bahwa ayat-ayat ini akan bertentangan dengan semua ayat-ayat itu.

b) Juga dalam Kitab Suci ada banyak ayat yang menyatakan bahwa ‘Allah tidak menyesal’. Contoh:

Bilangan 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”.

1Sam 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal.’”.

Mazmur 110:4 - “TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: ‘Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.’”.

Yeh 24:14 - “Aku, TUHAN, yang mengatakannya. Hal itu akan datang, dan Aku yang akan membuatnya. Aku tidak melalaikannya dan tidak merasa sayang, juga tidak menyesal. Aku akan menghakimi engkau menurut perbuatanmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH.’”.

Zakh 8:14 - “Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Kalau dahulu Aku telah bermaksud mendatangkan malapetaka kepada kamu, ketika nenek moyangmu membuat Aku murka, dan Aku tidak menyesal, firman TUHAN semesta alam,”.

Ibrani 7:21 - “tetapi Ia dengan sumpah, diucapkan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘Tuhan telah bersumpah dan Ia tidak akan menyesal: Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya’ - ”.

Kita harus mengharmoniskan kedua kelompok ayat ini, bukan menabrakkannya!

2) ‘Allah menyesal’ adalah bahasa Anthropopathy.

Kitab Suci sering menggunakan bahasa Anthropomorphism (bahasa yang menggam­barkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia) dan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah dengan perasaan-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci menggunakan bahasa Anthropomorphism, maka tidak boleh diartikan betul-betul demikian.

Misalnya pada waktu dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang panjang’ (Yesaya 59:1), atau pada waktu dikatakan ‘mata TUHAN ada di segala tempat’ (Amsal 15:3), ini tentu tidak berarti bahwa Allah betul-betul mempunyai tangan / mata. Ingat bahwa Allah adalah Roh (Yohanes 4:24).

Contoh lain adalah Kel 31:17b - “sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat.’”. NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi KJV, RSV, NASB menterjemahkan secara berbeda.

KJV: ‘for in six days the LORD made heaven and earth, and on the seventh day he rested, and was refreshed.’ [= karena dalam enam hari TUHAN membuat langit dan bumi, dan pada hari ketujuh Ia beristirahat, dan segar kembali.].

Jelas bahwa kita tidak bisa menafsirkan ayat ini seakan-akan Allahnya loyo setelah bekerja berat selama enam hari, dan lalu setelah beristirahat pada hari yang ketujuh, Ia lalu segar kembali / pulih kekuatanNya! Ayat ini hanya menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia yang bisa letih, dan bisa segar kembali.

Demikian juga pada waktu Kitab Suci menggunakan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah menggunakan perasaan-perasaan manusia), maka kita tidak boleh mengartikan bahwa Allahnya betul-betul seperti itu. Contohnya adalah ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’ ini.

Perlu juga saudara ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena ia tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang gadis dan ia menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri. Tetapi setelah menikah, barulah ia tahu akan adanya banyak hal jelek dalam diri istrinya, yang tadinya tidak ia ketahui. Ini menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri gadis itu.

Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga dari semula Ia telah tahu segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia bisa menyesal!

Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah. Calvin mengatakan bahwa ‘Allah menyesal’ hanya menunjukkan perubahan tindakan.

Calvin: “Now the mode of accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself, but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider that this expression has been taken from our human experience; because God, whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and angered. So we ought not to understand anything else under the word ‘repentance’ than change of action, ...” [= Cara penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.

3) Pada waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu ditinjau dari sudut pandang manusia.

Illustrasi: Ada seorang sutradara yang menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia juga sekaligus menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah pikiran / rencana. Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.

Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan / penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah.

4) Kel 32:7-14, secara khusus menunjukkan bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ atau ‘menyesallah TUHAN’ (ay 14) tidak bisa diartikan secara hurufiah, karena kalau diartikan secara hurufiah, maka bagian ini menunjukkan bahwa Allah menyesal setelah dinasehati oleh Musa!

Keluaran 32:7-14 - “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ (9) Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. (10) Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’ (11) Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? (12) Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ (14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkanNya atas umatNya.”.

Catatan: lebih-lebih kalau kita melihat dalam terjemahan KJV/RSV, dimana untuk kata ‘menyesal’ digunakan kata ‘repent’, yang sekalipun bisa diartikan ‘menyesal’ tetapi juga bisa diartikan ‘bertobat’, maka ini menjadi makin tidak masuk akal.

Dengan demikian jelaslah bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam Kitab Suci, tidak menunjukkan bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya!

III. PROVIDENCE BERHUBUNGAN DENGAN SEGALA SESUATU

A) Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu.

Dengan kata lain, Rencana Allah itu mencakup ‘segala sesuatu’ dalam arti kata yang semutlak-mutlaknya.

Dasar dari pandangan ini:

1) Dasar Kitab Suci:

a) Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup ‘semuanya’.

Mazmur 139:16 - “... dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.

Dan 5:23 - “Tuanku meninggikan diri terhadap Yang Berkuasa di sorga: perkakas dari BaitNya dibawa orang kepada tuanku, lalu tuanku serta para pembesar tuanku, para isteri dan para gundik tuanku telah minum anggur dari perkakas itu; tuanku telah memuji-muji dewa-dewa dari perak dan emas, dari tembaga, besi, kayu dan batu, yang tidak dapat melihat atau mendengar atau mengetahui, dan tidak tuanku muliakan Allah, yang menggenggam nafas tuanku dan menentukan SEGALA jalan tuanku.”.

b) Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup hal-hal yang remeh / kecil / tak berarti.

Mat 10:29-30 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya.”.

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa hal yang remeh / kecil / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit yang tidak berharga, atau rontoknya rambut kita, hanya bisa terjadi kalau itu sesuai dengan kehendak / Rencana Allah.

B. B. Warfield: “the minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest (Matt. 10:29-30, Luke 12:7).” [= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Lukas 12:7).] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 296.

Lukas 12:6-7 - “(6) Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, (7) bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.”.

Calvin: “But anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered (Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all events are governed by God’s secret plan.” [= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian / peristiwa diatur oleh rencana rahasia Allah.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.

Calvin: “It is childish, as I have already said, to restrict this to particular acts, since Christ says, without exception, that not even a tiny and insignificant sparrow falls to the ground without the Father’s will (Matthew 10:29). Surely if the flight of birds is governed by God’s definite plan, we must confess with the prophet that he so dwells on high as to humble himself to behold whatever happens in heaven and on earth (Psalm 113:5-6).” [= Adalah kekanak-kanakan, seperti telah saya katakan, untuk membatasi ini pada tindakan-tindakan khusus, karena Kristus berkata, tanpa perkecualian, bahwa bahkan seekor burung pipit yang kecil dan tidak penting tidak jatuh ke tanah tanpa kehendak Bapa (Mat 10:30). Pasti, jika penerbangan dari burung-burung diatur / diperintah oleh rencana yang pasti / tertentu dari Allah, kita harus mengaku bersama sang nabi bahwa Ia tinggal di atas sedemikian rupa supaya merendahkan diriNya sendiri untuk memperhatikan apapun yang terjadi di surga dan di bumi (Maz 113:5-6).] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.

Catatan: dari kontext kelihatannya yang Calvin maksud dengan ‘the prophet’ / ‘sang nabi’ adalah Daud.

Maz 113:5-6 - “(5) Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi, (6) yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?”.

Calvin: “... it is certain that not one drop of rain falls without God’s sure command.” [= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.

Yeremia 14:22 - “Adakah yang dapat menurunkan hujan di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya TUHAN Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya itu?”.

Ayub 28:25-26 - “(25) Ketika Ia menetapkan kekuatan angin, dan mengatur banyaknya air, (26) ketika Ia membuat ketetapan bagi hujan, dan jalan bagi kilat guruh,”.

Ayub 37:6,10-13 - “(6) karena kepada salju Ia berfirman: Jatuhlah ke bumi, dan kepada hujan lebat dan hujan deras: Jadilah deras! ... (10) Oleh nafas Allah terjadilah es, dan permukaan air yang luas membeku. (11) Awanpun dimuatiNya dengan air, dan awan memencarkan kilatNya, (12) lalu kilatNya menyambar-nyambar ke seluruh penjuru menurut pimpinanNya untuk melakukan di permukaan bumi segala yang diperintahkanNya. (13) Ia membuatnya mencapai tujuannya, baik untuk menjadi pentung bagi isi bumiNya maupun untuk menyatakan kasih setia.”.

Jadi, bukan hanya hujan dan turunnya salju tergantung Tuhan, tetapi juga apakah hujan itu deras atau tidak, tergantung kepada Tuhan!

Mazmur 68:10 - “Hujan yang melimpah Engkau siramkan, ya Allah; Engkau memulihkan tanah milikMu yang gersang,”.

Mazmur 147:8 - “Dia, yang menutupi langit dengan awan-awan, yang menyediakan hujan bagi bumi, yang membuat gunung-gunung menumbuhkan rumput.”.

Amos 4:7 - “‘Akupun telah menahan hujan dari padamu, ketika tiga bulan lagi sebelum panen; Aku menurunkan hujan ke atas kota yang satu dan tidak menurunkan hujan ke atas kota yang lain; ladang yang satu kehujanan, dan ladang, yang tidak kena hujan, menjadi kering;”.

Amos 9:5-6 - “(5) Tuhan ALLAH semesta alamlah yang menyentuh bumi, sehingga bergoyang, dan semua penduduknya berkabung, dan seluruhnya naik seperti sungai Nil, dan surut seperti sungai Mesir; (6) yang mendirikan anjungNya di langit dan mendasarkan kubahNya di atas bumi; yang memanggil air laut dan mencurahkannya ke atas permukaan bumi - TUHAN itulah namaNya.”.

Zakh 10:1 - “Mintalah hujan dari pada TUHAN pada akhir musim semi! Tuhanlah yang membuat awan-awan pembawa hujan deras, dan hujan lebat akan diberikanNya kepada mereka dan tumbuh-tumbuhan di padang kepada setiap orang.”.

Dan dalam tafsirannya tentang kata-kata ‘jika Allah menghendakinya’ dalam Kis 18:21, Calvin berkata: “we do all confess that we be not able to stir one finger without his direction;” [= kita semua mengakui bahwa kita tidak bisa menggerakkan satu jaripun tanpa pimpinan / pengarahanNya;].

Calvin: “A certain man has abundant wine and grain. Since he cannot enjoy a single morsel of bread apart from God’s continuing favor, his wine and granaries will not hinder him from praying for his daily bread.” [= Seorang tertentu mempunyai anggur dan padi / gandum berlimpah-limpah. Karena ia tidak bisa menikmati sepotong kecil rotipun terpisah dari kemurahan / kebaikan hati yang terus menerus dari Allah, anggur dan lumbung-lumbungnya tidak menghalangi dia untuk berdoa untuk roti hariannya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XX, No 7.

Luk 22:60-61 - “(60) Tetapi Petrus berkata: ‘Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan.’ Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam. (61) Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.’”.

Mengomentari Lukas 22:60-61 ini, Spurgeon berkata: “God has all things in his hands, he has servants everywhere, and the cock shall crow, by the secret movement of his providence, just when God wills; and there is, perhaps, as much of divine ordination about the crowing of a cock as about the ascending of an emperor to his throne. Things are only little and great according to their bearings; and God reckoned not the crowing bird to be a small thing, since it was to bring a wanderer back to his Saviour, for, just as the cock crew, ‘The Lord turned, and looked upon Peter.’ That was a different look from the one which the girl had given him, but that look broke his heart.” [= Allah mempunyai / memegang segala sesuatu di tanganNya, Ia mempunyai pelayan di mana-mana, dan ayam akan berkokok, oleh gerakan / dorongan rahasia dari providensiaNya, persis pada saat Allah menghendakinya; dan di sana mungkin ada pengaturan / penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang berkokoknya seekor ayam seperti tentang naiknya seorang kaisar ke tahtanya. Hal-hal hanya kecil dan besar menurut hubungannya / sangkut pautnya / apa yang diakibatkannya; dan Allah tidak menganggap berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil, karena itu akan membawa orang yang menyimpang kembali kepada Juruselamatnya, karena, persis pada saat ayam itu berkokok, ‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini adalah pandangan yang berbeda dengan pandangan yang tadi telah diberikan seorang perempuan kepadanya (Luk 22:56), tetapi pandangan itu menghancurkan hatinya.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 20.

Kalau saudara merasa heran mengapa hal-hal yang kecil / remeh itu juga ditetapkan oleh Allah, seakan-akan Allah itu kekurangan kerjaan (bahasa Jawa: kengangguren), maka ingatlah bahwa:

1. Kedaulatan yang mutlak dari Allah tidak memungkinkan adanya hal yang bagaimanapun kecil dan remehnya ada di luar Rencana Allah dan Providence of God.

2. Semua hal-hal di dunia / alam semesta ini berhubungan satu dengan yang lain, sehingga hal kecil / remeh bisa menimbulkan hal yang besar!

2Raja 1:2 - “Pada suatu hari jatuhlah Ahazia dari kisi-kisi kamar atasnya yang ada di Samaria, lalu menjadi sakit. Kemudian dikirimnyalah utusan-utusan dengan pesan: ‘Pergilah, mintalah petunjuk kepada Baal-Zebub, allah di Ekron, apakah aku akan sembuh dari penyakit ini.’”.

Tentang kejatuhan Ahazia dari kisi-kisi kamar atas dalam 2Raja 1:2 ini, Pulpit Commentary memberikan komentar sebagai berikut: “The fainéant king came to his end in a manner: 1. Sufficiently simple. Idly lounging at the projecting lattice window of his palace in Samaria - perhaps leaning against it, and gazing from his elevating position on the fine prospect that spreads itself around - his support suddenly gave way, and he was precipitated to the ground, or courtyard, below. He is picked up, stunned, but not dead, and carried to his couch. It is, in common speech, an accident - some trivial neglect of a fastening - but it terminated this royal career. On such slight contingencies does human life, the change of rulers, and often the course of events in history, depend. We cannot sufficiently ponder that our existence hangs by the finest thread, and that any trivial cause may at any moment cut it short (Jas. 4:14). 2. Yet providential. God’s providence is to be recognized in the time and manner of this king’s removal. He had ‘provoked to anger the Lord God of Israel’ (1Kings 22:53), and God in this sudden way cut him off. This is the only rational view of the providence of God, since, as we have seen, it is from the most trivial events that the greatest results often spring. The whole can be controlled only by the power that concerns itself with the details. A remarkable illustration is afforded by the death of Ahaziah’s own father. Fearing Micaiah’s prophecy, Ahab had disguised himself on the field of battle, and was not known as the King of Israel. But he was not, therefore, to escape. A man in the opposing ranks ‘drew a bow at a venture,’ and the arrow, winged with a Divine mission, smote the king between the joints of his armour, and slew him (1Kings 22:34). The same minute providence which guided that arrow now presided over the circumstances of Ahaziah’s fall. There is in this doctrine, which is also Christ’s (Matt. 10:29,30), comfort for the good, and warning for the wicked. The good man acknowledges, ‘My times are in thy hand’ (Ps. 31:15), and the wicked man should pause when he reflects that he cannot take his out of that hand.” [= Raja yang malas sampai pada akhir hidupnya dengan cara: 1. Cukup sederhana. Duduk secara malas pada kisi-kisi jendela yang menonjol dari istananya di Samaria - mungkin bersandar padanya, dan memandang dari posisinya yang tinggi pada pemandangan yang indah di sekitarnya - sandarannya tiba-tiba patah, dan ia jatuh ke tanah atau halaman di bawah. Ia diangkat, pingsan, tetapi tidak mati, dan dibawa ke dipan / ranjangnya. Dalam pembicaraan umum itu disebut suatu kecelakaan / kebetulan - suatu kelalaian yang remeh dalam pemasangan (jendela / kisi-kisi) - tetapi itu mengakhiri karir kerajaannya. Pada hal-hal kebetulan / tak tentu yang remeh seperti ini tergantung hidup manusia, pergantian penguasa / raja, dan seringkali rangkaian dari peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Kita tidak bisa terlalu banyak dalam merenungkan bahwa keberadaan kita tergantung pada benang yang paling tipis, dan bahwa setiap saat sembarang penyebab yang remeh bisa memutuskannya (Yak 4:14). 2. Tetapi bersifat providensia. Providensia ilahi / pelaksanaan rencana Allah harus dikenali dalam waktu dan cara penyingkiran raja ini. Ia telah ‘menimbulkan kemarahan / sakit hati Tuhan, Allah Israel’ (1Raja 22:54), dan Allah dengan cara mendadak ini menyingkirkannya. Ini merupakan satu-satunya pandangan rasionil tentang providensia Allah, karena, seperti telah kita lihat, adalah dari peristiwa yang paling remehlah sering muncul akibat yang terbesar. Seluruhnya bisa dikontrol hanya oleh kuasa yang memperhatikan hal-hal yang kecil. Suatu ilustrasi yang hebat / luar biasa diberikan oleh kematian dari ayah Ahazia sendiri. Karena takut pada nubuat Mikha, Ahab menyamar dalam medan pertempuran, dan tidak dikenal sebagai raja Israel. Tetapi hal itu tidak menyebabkannya lolos. Seseorang dari barisan lawan ‘menarik busurnya secara untung-untungan / sembarangan’ dan anak panah itu, terbang dengan misi ilahi, mengenai sang raja di antara sambungan baju zirahnya, dan membunuhnya (1Raja 22:34). Providensia yang sama seksamanya, yang memimpin anak panah itu, sekarang memimpin / menguasai situasi dan kondisi dari kejatuhan Ahazia. Dalam doktrin / ajaran ini, yang juga merupakan ajaran Kristus (Mat 10:29-30), ada penghiburan untuk orang baik / saleh, dan peringatan untuk orang jahat. Orang baik mengakui: ‘Masa hidupku ada dalam tanganMu’ (Maz 31:16), dan orang jahat harus berhenti ketika ia merenungkan bahwa ia tidak bisa mengambil masa hidupnya dari tangan itu.] - hal 13-14.

Catatan: 1Raja 22:53 dalam Kitab Suci Inggris adalah 1Raja 22:54 dalam Kitab Suci Indonesia.

1Raja 22:34 - “Tetapi seseorang menarik panahnya dan menembak DENGAN SEMBARANGAN saja dan mengenai raja Israel DI ANTARA SAMBUNGAN BAJU ZIRAHNYA. Kemudian ia berkata kepada pengemudi keretanya: ‘Putar! Bawa aku keluar dari pertempuran, sebab aku sudah luka.’”.

Lalu, dalam tafsiran tentang 2Raja 5, dimana kata-kata yang sederhana dari seorang gadis Israel ternyata bisa membawa kesembuhan bagi Naaman dari penyakit kustanya, Pulpit Commentary mengatakan sebagai berikut: “The dependence of the great upon the small. The recovery of this warrior resulted from the word of this captive maid. Some persons admit the hand of God in what they call great events! But what are the great events? ‘Great’ and ‘small’ are but relative terms. And even what we call ‘small’ often sways and shapes the ‘great.’ One spark of fire may burn down all London.” [= Ketergantungan hal yang besar pada hal yang kecil. Kesembuhan dari pejuang ini dihasilkan / diakibatkan dari kata-kata dari pelayan tawanan ini. Sebagian orang mengakui tangan Allah dalam apa yang mereka sebut peristiwa besar! Tetapi apakah peristiwa besar itu? ‘Besar’ dan ‘kecil’ hanyalah istilah yang relatif. Dan bahkan apa yang kita sebut ‘kecil’ sering mempengaruhi dan membentuk yang ‘besar’. Sebuah letikan api bisa membakar seluruh kota London.] - hal 110.

R. C. Sproul: “For want of a nail the shoe was lost; for want of the shoe the horse was lost; for want of the horse the rider was lost; for want of the rider the battle was lost; for want of the battle the war was lost.” [= Karena kekurangan sebuah paku maka sebuah sepatu (kuda) hilang; karena kekurangan sebuah sepatu (kuda) maka seekor kuda hilang; karena kekurangan seekor kuda maka seorang penunggang kuda hilang; karena kekurangan seorang penunggang kuda maka sebuah pertempuran hilang (kalah); karena kekurangan sebuah pertempuran maka peperangan hilang (kalah).] - ‘Chosen By God’, hal 27.

Jadi, melalui illustrasi ini terlihat dengan jelas bahwa sebuah paku, yang merupakan hal yang remeh / kecil, ternyata bisa menimbulkan kekalahan dalam peperangan, yang jelas merupakan hal yang sangat besar! Karena itu jangan heran kalau hal-hal yang kecil / remeh juga ditetapkan / direncanakan oleh Allah.

Illustrasi lain: saya pernah menonton film rekonstruksi suatu pembunuhan sebagai berikut: seorang pembunuh melakukan pembunuhan berencana dengan rencana yang begitu matang sehingga hampir-hampir tidak terbongkar. Terbongkarnya pembunuhan itu hanya karena ‘suatu kesalahan remeh’, yaitu dimana setelah membunuh korbannya, si pembunuh menyisir rambut palsu / wignya di kamar tempat ia melakukan pembunuhan, dan lalu meninggalkannya di sana. Ternyata satu helai rambut palsunya rontok, dan tertinggal di kamar, dan gara-gara satu helai rambut itu, akhirnya pembunuhannya terungkap, dan ia tertangkap. Film itu diberi judul ‘Beaten by a Hair’ [= dikalahkan oleh sehelai rambut]. Saudara masih menganggap bahwa rontoknya sehelai rambut merupakan sesuatu yang remeh, dan karena itu tidak mungkin Allah menentukan hal seperti itu? Ingat bahwa yang remeh bisa menimbulkan akibat yang besar. Jadi, kalau yang remeh bisa terjadi di luar kehendak / pengaturan Allah, maka yang besar juga bisa.

PROVIDENCE OF GOD (3)

c) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya seperti ‘kebetulan’ juga hanya bisa terjadi karena itu merupakan Rencana Allah. Contoh:

1. Kel 21:13 - “Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari.”.

Kata-kata ‘melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu’ sebetulnya merupakan terjemahan yang terlalu keras. Bandingkan dengan KJV di bawah ini.

KJV: ‘but God deliver him into his hand;’ [= tetapi Allah menyerahkannya ke dalam tangannya].

Tentang ‘suatu tempat, kemana ia dapat lari’ menunjuk pada kota-kota perlindungan, yang dibahas dalam text di bawah ini.

Bil 35:10-11 - “(10) ‘Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila kamu menyeberangi sungai Yordan ke tanah Kanaan, (11) maka haruslah kamu memilih beberapa kota yang menjadi kota-kota perlindungan bagimu, supaya orang pembunuh yang telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana.”.

Yang dimaksud dengan ‘pembunuhan yang tidak disengaja’ itu dijelaskan / diberi contoh dalam:

a. Bil 35:22-25 - “(22) Tetapi jika ia sekonyong-konyong menumbuk orang itu dengan tidak ada perasaan permusuhan, atau dengan tidak sengaja melemparkan sesuatu benda kepadanya, (23) atau dengan kurang ingat menjatuhkan kepada orang itu sesuatu batu yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu mati, sedangkan dia tidak merasa bermusuh dengan orang itu dan juga tidak mengikhtiarkan celakanya, (24) maka haruslah rapat umat mengadili antara orang yang membunuh itu dan penuntut darah, menurut hukum-hukum ini, (25) dan haruslah rapat umat membebaskan pembunuh dari tangan penuntut darah, dan haruslah rapat umat mengembalikan dia ke kota perlindungan, ke tempat ia telah melarikan diri; di situlah ia harus tinggal sampai matinya imam besar yang telah diurapi dengan minyak yang kudus.”.

Catatan: kata-kata ‘dengan kurang ingat’ dalam ay 23 lebih tepat diterjemahkan ‘dengan tidak melihatnya’ seperti dalam KJV/RSV/NIV/NASB.

b. Ul 19:4-5, yaitu orang yang pada waktu mengayunkan kapak, lalu mata kapaknya terlepas dan mengenai orang lain sehingga mati.

Ul 19:4-5 - “(4) Inilah ketentuan mengenai pembunuh yang melarikan diri ke sana dan boleh tinggal hidup: apabila ia membunuh sesamanya manusia dengan tidak sengaja dan dengan tidak membenci dia sebelumnya, (5) misalnya apabila seseorang pergi ke hutan dengan temannya untuk membelah kayu, ketika tangannya mengayunkan kapak untuk menebang pohon kayu, mata kapak terlucut dari gagangnya, lalu mengenai temannya sehingga mati, maka ia boleh melarikan diri ke salah satu kota itu dan tinggal hidup.”.

Hal-hal seperti ini kelihatannya ‘kebetulan’, tetapi toh Kel 21:13 itu mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi karena ‘tangannya ditentukan Allah melakukan itu’. Jadi, jelas bahwa hal-hal yang kelihatannya kebetulan sekalipun, hanya bisa terjadi kalau itu sesuai kehendak / Rencana Allah.

Matthew Henry (tentang Kel 21:13): “when a man, in doing a lawful act, without intent of hurt to any, happens to kill another, or, as it is here described, God delivers him into his hand; for nothing comes to pass by chance; what seems to us purely casual is ordered by the divine Providence, for wise and holy ends secret to us. In this case God provided cities of refuge for the protection of those whose infelicity it was, but not their fault, to occasion the death of another, v. 13.” [= pada waktu seseorang, dalam melakukan suatu tindakan yang benar / sah, tanpa maksud untuk melukai siapapun, kebetulan membunuh orang lain, atau, seperti digambarkan di sini, Allah menyerahkannya ke dalam tangannya; karena tak ada apapun terjadi oleh kebetulan; apa yang kelihatan bagi kita sepenuhnya kebetulan / tak direncanakan, diatur oleh Providensia Ilahi, untuk tujuan-tujuan yang bijaksana dan kudus, yang dirahasiakan bagi kita. Dalam kasus ini Allah menyediakan kota-kota perlindungan untuk perlindungan dari mereka yang nasib buruknya, tetapi bukan kesalahan mereka, menyebabkan kematian orang lain, ay 13.].

Calvin (tentang Kel 21:13): “it must be remarked, that Moses declares that accidental homicide, as it is commonly called, does not happen by chance or accident, but according to the will of God, as if He himself led out the person, who is killed, to death. By whatever kind of death, therefore, men are taken away, it is certain that we live or die only at His pleasure; and surely, if not even a sparrow can fall to the ground except by His will, (Matthew 10:29,) it would be very absurd that men created in His image should be abandoned to the blind impulses of fortune. Wherefore it must be concluded, as Scripture elsewhere teaches, that the term of each man’s life is appointed, with which another passage corresponds, ‘Thou turnest man to destruction, and sayest, Return, ye children of men.’ (Psalm 90:3.) It is true, indeed, that whatever has no apparent cause or necessity seems to us to be fortuitous; and thus, whatever, according to nature, might happen otherwise we call accidents, (contingentia;) yet in the meantime it must be remembered, that what might else incline either way is governed by God’s secret counsel, so that nothing is done without His arrangement and decree.” [= harus diperhatikan, bahwa Musa menyatakan bahwa pembunuhan yang bersifat kebetulan, seperti yang biasanya disebut, tidak terjadi oleh kebetulan, tetapi sesuai / menurut kehendak Allah, seakan-akan Ia sendiri membimbing orang, yang dibunuh / terbunuh, pada kematian. Karena itu, oleh jenis kematian apapun, orang-orang diambil, adalah pasti bahwa kita hidup dan mati hanya pada perkenanNya; dan pastilah, jika bahkan seekor burung pipit tidak bisa jatuh ke tanah kecuali oleh kehendakNya (Mat 10:29), adalah sangat menggelikan bahwa manusia yang diciptakan menurut gambarNya harus ditinggalkan pada perubahan nasib yang buta. Karena itu haruslah disimpulkan, sebagaimana Kitab Suci di bagian lain mengajarkan, bahwa masa hidup dari setiap orang ditetapkan, dengan mana text yang lain sesuai, "Engkau membelokkan manusia kepada kehancuran / kebinasaan, dan berkata: ‘Kembalilah, hai anak-anak manusia!’" (Maz 90:3, KJV). Memang benar bahwa apapun yang tidak mempunyai penyebab yang jelas atau keharusan, bagi kita kelihatannya merupakan kebetulan; dan demikianlah, apapun, menurut alam, bisa terjadi sebagai apa yang kita sebut kebetulan, tetapi pada saat yang sama harus diingat, bahwa apa yang bisa menyimpangkan ke arah manapun, diperintah oleh rencana rahasia Allah, sehingga tak ada apapun yang terjadi tanpa pengaturan dan ketetapanNya.] - hal 37.

Maz 90:3 - “Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: ‘Kembalilah, hai anak-anak manusia!’”.

2. 1Sam 6:7-12 - “(7) Oleh sebab itu ambillah dan siapkanlah sebuah kereta baru dengan dua ekor lembu yang menyusui, yang belum pernah kena kuk, pasanglah kedua lembu itu pada kereta, tetapi bawalah anak-anaknya kembali ke rumah, supaya jangan mengikutinya lagi. (8) Kemudian ambillah tabut TUHAN, muatkanlah itu ke atas kereta dan letakkanlah benda-benda emas, yang harus kamu bayar kepadaNya sebagai tebusan salah, ke dalam suatu peti di sisinya. Dan biarkanlah tabut itu pergi. (9) Perhatikanlah: apabila tabut itu mengambil jalan ke daerahnya, ke Bet-Semes, maka Dialah itu yang telah mendatangkan malapetaka yang hebat ini kepada kita. Dan jika tidak, maka kita mengetahui, bahwa bukanlah tanganNya yang telah menimpa kita; kebetulan saja hal itu terjadi kepada kita.’ (10) Demikianlah diperbuat orang-orang itu. Mereka mengambil dua ekor lembu yang menyusui, dipasangnya pada kereta, tetapi anak-anaknya ditahan di rumah. (11) Mereka meletakkan tabut TUHAN ke atas kereta, juga peti berisi tikus-tikus emas dan gambar benjol-benjol mereka. (12) Lembu-lembu itu langsung mengikuti jalan yang ke Bet-Semes; melalui satu jalan raya, sambil menguak dengan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri, sedang raja-raja kota orang Filistin itu berjalan di belakangnya sampai ke daerah Bet-Semes.”.

Orang Filistin yang merampas tabut Tuhan dihajar oleh Tuhan dengan bermacam-macam bencana, dan mereka ingin tahu apakah wabah / bencana yang menimpa mereka (1Sam 5) berasal dari Tuhan atau hanya kebetulan saja. Dan untuk mengetahui hal itu mereka melakukan percobaan dengan menggunakan lembu-lembu yang menarik kereta yang membawa tabut itu. Hasil dari percobaan itu adalah jelas. Itu bukan kebetulan, tetapi Tuhanlah yang melakukan semua itu.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang 1Sam 6:9): “Their frequent lowings attested their ardent longing for their young, and at the same time the supernatural influence that controlled their movements in a contrary direction.” [= Lenguhan / kuakan mereka yang sering, menunjukkan kerinduan mereka yang berkobar-kobar untuk anak-anak mereka, dan pada saat yang sama pengaruh supranatural yang mengontrol gerakan-gerakan mereka ke arah yang berlawanan.].

Barnes’ Notes (tentang 1Sam 6:12): “Nature would obviously dispose the cows to go toward their calves; their going in an opposite direction was therefore plainly a divine impulse overruling their natural inclination.” [= Alam dengan jelas akan mengatur lembu-lembu itu untuk pergi menuju anak-anak mereka; karena itu kepergian mereka ke arah yang berlawanan secara jelas merupakan suatu dorongan ilahi yang mengalahkan kecondongan alamiah mereka.].

Matthew Henry (tentang 1Sam 6:9-dst): “God’s providence is conversant about the motions even of brute-creatures, and serves its own purposes by them.” [= Providensia Allah berhubungan dekat / mempunyai perhatian / minat tentang gerakan-gerakan bahkan dari makhluk-makhluk tak berakal, dan melayani / mempersiapkan tujuan-tujuan / rencana-rencanaNya sendiri oleh mereka.].

Pulpit Commentary: “It was contrary to their nature, as ordinarily exercised, to go from home. It was not contrary to the nature of things for them to do the will of their Maker. 1. It is a reality in every case of animal life that God’s will is done. All creatures are ‘his.’ He formed their powers and gave them tendencies. Therefore every creature, in following its ordinary course, is actually carrying out a Divine intent. ... 2. There are other instances of special control. Balaam’s ass was used to reprove the prophet. The lions were restrained from touching Daniel.” [= Merupakan sesuatu yang bertentangan dengan sifat alamiah mereka, sebagaimana biasanya dilakukan, untuk pergi dari rumah. Bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan sifat alamiah dari hal-hal bagi mereka untuk melakukan kehendak dari sang Pencipta mereka. 1. Merupakan suatu kenyataan dalam setiap kasus dari kehidupan binatang bahwa kehendak Allah terjadi. Semua makhluk adalah milikNya. Ia membentuk kekuatan mereka dan memberikan mereka kecondongan. Karena itu, setiap makhluk, dalam mengikuti jalannya yang biasa, sebetulnya sedang mengikuti / mentaati suatu maksud Ilahi. ... 2. Ada contoh-contoh lain tentang kontrol yang khusus. Keledai Bileam digunakan untuk mencela sang nabi. Singa-singa dikekang sehingga tidak menyentuh Daniel.] - hal 115.

3. 1Raja 22:34 - “Tetapi seseorang menarik panahnya dan menembak dengan sembarangan saja dan mengenai raja Israel di antara sambungan baju zirahnya. Kemudian ia berkata kepada pengemudi keretanya: ‘Putar! Bawa aku keluar dari pertempuran, sebab aku sudah luka.’”.

Kitab Suci Indonesia: ‘menembak dengan sembarangan’.

KJV/RSV: ‘drew a bow at a venture’ [= menarik busurnya secara untung-untungan].

NIV/NASB: ‘drew his bow at random’ [= menarik busurnya secara sembarangan].

Catatan: Kata bentuk jamaknya muncul dalam 2Sam 15:11 dan dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘tanpa curiga’.

2Sam 15:11 - “Beserta Absalom turut pergi dua ratus orang dari Yerusalem, orang-orang undangan yang turut pergi tanpa curigadan tanpa mengetahui apapun tentang perkara itu.”.

NIV: ‘quite innocently’ [= dengan tak bersalah].

NASB: ‘innocently’ [= dengan tak bersalah].

KJV/RSV: ‘in their simplicity’ [= dalam kesederhanaan mereka].

Pulpit Commentary (tentang 1Raja 22:34): “An unknown, unconscious archer. The arrow that pierced Ahab’s corselet was shot ‘in simplicity,’ without deliberate aim, with no thought of striking the king. It was an unseen Hand that guided that chance shaft to its destination. It was truly ‘the arrow of the Lord’s vengeance.’” [= Seorang pemanah yang tak dikenal, dan yang tak menyadari tindakannya. Panah yang menusuk pakaian perang Ahab ditembakkan ‘dalam kesederhanaan’, tanpa tujuan yang disengaja, dan tanpa pikiran untuk menyerang sang raja. Adalah ‘Tangan yang tak kelihatan’ yang memimpin ‘panah kebetulan’ itu pada tujuannya. Itu betul-betul merupakan ‘panah pembalasan Tuhan’.] - hal 545.

Pulpit Commentary (tentang 1Raja 22:34): “how useless are disguises when the providence of Omniscience is concerned! Ahab might hide himself from the Syrians, but he could not hide himself from God. Neither could he hide himself from angels and devils, who are instruments of Divine Providence, ever influencing men, and even natural laws, or forces of nature.” [= betapa tidak bergunanya penyamaran pada waktu providensia dari Yang Mahatahu yang dipersoalkan! Ahab bisa menyembunyikan dirinya dari orang Aram, tetapi ia tidak bisa menyembunyikan dirinya dari Allah. Ia juga tidak bisa menyembunyikan dirinya dari malaikat dan setan, yang merupakan alat-alat dari Providensia Ilahi, yang selalu mempengaruhi manusia, dan bahkan hukum-hukum alam, atau kuasa / kekuatan alam.] - hal 552.

Pulpit Commentary (tentang 1Raja 22:34): “The chance shot. The success of Ahab’s device only served to make the blow come more plainly from the hand of God. Benhadad’s purpose could be baffled, but not His. There is no escape from God.” [= Tembakan kebetulan. Sukses dari muslihat Ahab hanya berfungsi untuk membuat kelihatan dengan lebih jelas bahwa serangan itu datang dari tangan Allah. Tujuan / rencana Benhadad bisa digagalkan / dihalangi, tetapi tidak tujuan / rencanaNya. Tidak ada jalan untuk lolos dari Allah.] - hal 557.

Matthew Henry (tentang 1Raja 22:34): “The Syrian that shot him little thought of doing such a piece of service to God and his king; for he drew a bow at a venture, not aiming particularly at any man, yet God so directed the arrow that, 1. He hit the right person, the man that was marked for destruction, whom, if they had taken alive, as was designed, perhaps Ben-hadad would have spared. Those cannot escape with life whom God hath doomed to death. 2. He hit him in the right place, between the joints of the harness, the only place about him where this arrow of death could find entrance. No armour is of proof against the darts of divine vengeance. ... That which to us seems altogether casual is done by the determinate counsel and fore-knowledge of God.” [= Orang Aram yang memanahnya tak memikirkan tentang melakukan suatu potongan seperti itu untuk melayani Allah dan rajanya; karena ia menarik busurnya secara untung-untungan, tidak membidik secara khusus pada orang manapun, tetapi Allah begitu mengarahkan anak panah itu, sehingga, 1. Ia mengenai orang yang tepat, orang yang ditandai untuk kehancuran / kebinasaan, yang, seandainya mereka menangkapnya hidup-hidup, sebagaimana dirancangkan, mungkin akan dibiarkan hidup oleh Benhadad. Mereka tidak bisa lolos dengan nyawanya yang Allah telah tentukan pada kematian. 2. Ia mengenainya di tempat yang tepat, di antara sambungan baju zirahnya, satu-satunya tempat padanya dimana anak panah kematian ini bisa menemukan jalan masuk. Tak ada perlengkapan perang merupakan perlindungan terhadap anak-anak panah dari pembalasan ilahi. ... Apa yang bagi kita kelihatan sepenuhnya kebetulan dilakukan oleh rencana tertentu dan pra pengetahuan Allah.].

Jadi, ini lagi-lagi menunjukkan bahwa tidak ada ‘kebetulan’. Semua yang kelihatannya merupakan kebetulan, diatur oleh Allah.

4. Amsal 16:33 - “Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN.”.

Tidak ada yang kelihatan lebih bersifat kebetulan dari pada undi yang dibuang di pangkuan, tetapi toh ayat ini mengatakan bahwa setiap keputusannya berasal dari Tuhan.

Matthew Henry (tentang Amsal 16:33): “The divine Providence orders and directs those things which to us are perfectly casual and fortuitous. Nothing comes to pass by chance, nor is an event determined by a blind fortune, but every thing by the will and counsel of God.”[= Providensia ilahi mengatur dan mengarahkan hal-hal itu, yang bagi kita sepenuhnya adalah sembarangan dan kebetulan. Tidak ada yang terjadi karena kebetulan, juga tidak ada peristiwa yang ditentukan oleh nasib / takdir yang buta, tetapi segala sesuatu terjadi / ditentukan oleh kehendak dan rencana Allah.].

Barnes’ Notes (tentang Amsal 16:33): “Where everything seemed the merest chance, there the faithful Israelite teacher recognized the guidance of a higher will. Compare the case of Achan (Josh 7:18), and of Jonathan (1 Sam 14:37-42). The process here described would seem to have been employed ordinarily in trials where the judges could not decide on the facts before them (compare Prov 18:18).” [= Dimana segala sesuatu kelihatannya semata-mata kebetulan, di sana guru Israel yang setia mengenali bimbingan dari suatu kehendak yang lebih tinggi. Bandingkan kasus dari Akhan (Yos 7:18), dan dari Yonatan (1Sam 14:37-42). Proses yang digambarkan di sini kelihatannya telah digunakan secara umum dalam pengadilan-pengadilan dimana hakim-hakim tidak bisa memutuskan tentang fakta-fakta di hadapan mereka (bandingkan Amsal 18:18).].

Yos 7:16-18 - “(16) Keesokan harinya bangunlah Yosua pagi-pagi, lalu menyuruh orang Israel tampil ke muka suku demi suku, maka didapatilah suku Yehuda. (17) Ketika disuruhnya tampil ke muka kaum-kaum Yehuda, maka didapatinya kaum Zerah. Ketika disuruhnya tampil ke muka kaum Zerah, seorang demi seorang, maka didapatilah Zabdi. (18) Ketika disuruhnya keluarga orang itu tampil ke muka, seorang demi seorang, maka didapatilah Akhan bin Karmi bin Zabdi bin Zerah, dari suku Yehuda.”.

Catatan: sekalipun tak dinyatakan caranya tetapi besar kemungkinan mereka menggunakan pengundian.

1Sam 14:40-42 - “(40) Kemudian berkatalah ia kepada seluruh orang Israel: ‘Kamu berdiri di sebelah yang satu dan aku serta anakku Yonatan akan berdiri di sebelah yang lain.’ Lalu jawab rakyat kepada Saul: ‘Perbuatlah apa yang kaupandang baik.’ (41) Lalu berkatalah Saul: ‘Ya, TUHAN, Allah Israel, mengapa Engkau tidak menjawab hambaMu pada hari ini? Jika kesalahan itu ada padaku atau pada anakku Yonatan, ya TUHAN, Allah Israel, tunjukkanlah kiranya Urim; tetapi jika kesalahan itu ada pada umatMu Israel, tunjukkanlah Tumim.’ Lalu didapati Yonatan dan Saul, tetapi rakyat itu terluput. (42) Kata Saul: ‘Buanglah undi antara aku dan anakku Yonatan.’ Lalu didapati Yonatan.”.

Amsal 18:18 - “Undian mengakhiri pertengkaran, dan menyelesaikan persoalan antara orang-orang berkuasa.”.

Catatan: ini tidak berarti bahwa pada jaman sekarang kita boleh mencari kehendak Tuhan dengan cara ini. Pada jaman sekarang, dimana kita sudah mempunyai Kitab Suci yang lengkap, maka kita harus mencari kehendak Tuhan melalui Kitab Suci / Firman Tuhan.

5. Rut 2:3 - “Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh.”.

Ay 3 (KJV): ‘and HER HAP was to light on a part of the field belonging unto Boaz’ [= dan nasib baiknya / kemujurannya adalah hinggap pada suatu bagian dari ladang milik Boas].

Catatan: kata bahasa Inggris ‘hap’ bisa berarti ‘chance’ [= kebetulan], ‘fortune’ [= nasib baik], ‘luck’ [= nasib baik / kemujuran].

Kalau ditinjau dari sudut manusia, maka munculnya titik terang dalam kehidupan Rut itu, terjadi secara ‘kebetulan’! Boas bisa bertemu Rut, karena KEBETULAN ia berada di tanah milik Boas (ay 3), dan pada hari Rut mulai memungut jelai itu KEBETULANBoas juga datang ke sana (ay 4). Lalu Boas senang / tertarik kepada Rut, karena KEBETULAN Rut cantik / sexy, dan KEBETULAN Rut mempunyai sifat-sifat yang baik, dan KEBETULAN Rut cocok dengan selera Boas. Tetapi kalau ditinjau dari sudut Allah, maka tidak ada kebetulan!

Semua ayat Alkitab yang menggunakan kata ‘kebetulan’ adalah ayat-ayat yang menyoroti dari sudut pandang manusia. Dalam arti sebenarnya, tidak ada kebetulan! Dari sejak semula, Allah sudah menentukan / merencanakan semuanya dan Allah lalu mengatur segala sesuatu sehingga semua terjadi sesuai dengan Rencana Allah yang kekal! Boas pasti mempunyai wanita idaman, tetapi hati Boas ada di tangan Tuhan, dan Tuhan bisa mengalirkan kemana saja Tuhan kehendaki, sehingga keputusan Tuhanlah yang terjadi. Rut mungkin memikir-mikir ke ladang mana ia akan pergi, sehingga kelihatannya ia sampai ke ladang Boas hanya secara kebetulan (ay 3), tetapi sebetulnya Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.

Maz 37:23 - “TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadaNya;”.

Amsal 16:9 - “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”.

Amsal 19:21 - “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.”.

Amsal 21:1- “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkanNya ke mana Ia ingini.”.

Yer 10:23 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.”.

Matthew Henry (tentang Rut 2:3): “‎She knew not whose field it was, nor had she any reason for going to that more than any other, and therefore it is said to be ‘her hap;’ but Providence directed her steps to this field. Note, God wisely orders small events; and those that seem altogether contingent serve his own glory and the good of his people. Many a great affair is brought about by a little turn, which seemed fortuitous to us, but was directed by Providence with design.” [= Ia tidak tahu itu ladang siapa, juga ia tidak mempunyai alasan apapun untuk pergi ke ladang itu dari pada ke ladang yang lain, dan karena itu dikatakan bahwa itu adalah ‘nasib baiknya / kemujurannya’; tetapi Providensia mengarahkan langkah-langkahnya ke ladang ini. Perhatikan, Allah dengan bijaksana mengatur / menentukan peristiwa-peristiwa yang kecil; dan hal-hal yang kelihatannya sepenuhnya kebetulan melayani kemuliaanNya sendiri dan kebaikan dari umatNya. Banyak peristiwa-peristiwa yang besar dihasilkan / ditimbulkan oleh suatu perubahan yang kecil, yang kelihatannya kebetulan bagi kita, tetapi diarahkan oleh Providensia dengan rancangan / tujuan.].

The Bible Exposition Commentary (tentang Rut 2:3): “By the providence of God, Ruth gleaned in the portion of the field that belonged to Boaz. The record says Ruth ‘happened’ to come to this portion of the field, but it was no accident. Her steps were guided by the Lord.” [= Oleh providensia Allah, Rut memungut di bagian dari ladang milik Boas. Catatannya mengatakan Rut ‘kebetulan’ datang ke bagian ladang ini, tetapi itu bukan suatu kebetulan. Langkah-langkahnya dipimpin oleh Tuhan.].

Pulpit Commentary (tentang Rut 2:3): “Though it seemed of little consequence in which field Ruth gleaned, ‘her hap was to light on a part of the field belonging to Boaz,’ and from this fact sprang results of the greatest importance. ‘Her hap’ determined her marriage, her wealth, her happiness and that of her mother-in-law, her union with Israel, her motherhood, her position as an ancestress of David and of Christ. In such seemingly insignificant causes originate the most momentous issues. Thus oftentimes it comes to pass that family relationships are formed, a professional career is determined; nay, religious decision may be brought about, life-work for Christ may be appointed, eternal destiny is affected.” [= Sekalipun kelihatannya tidak terlalu berpengaruh di ladang mana Rut memungut jelai, ‘kebetulan ia berada di tanah milik Boas’, dan dari fakta ini muncul akibat-akibat yang terpenting. ‘Nasib baiknya / kemujurannya’ menentukan pernikahannya, kekayaannya, kebahagiaannya dan kebahagiaan mertua perempuannya, persatuannya dengan Israel, ke-ibu-annya, posisinya sebagai seorang nenek moyang dari Daud dan dari Kristus. Dalam penyebab-penyebab yang kelihatannya begitu tidak penting muncul persoalan-persoalan / hasil-hasil yang paling penting. Demikianlah seringkali terjadi bahwa hubungan keluarga dibentuk, karir profesional ditentukan; tidak, keputusan agamawi bisa dihasilkan / ditimbulkan, pekerjaan seumur hidup untuk Kristus bisa ditetapkan, tujuan kekal dipengaruhi.] - hal 34.

Charles Haddon Spurgeon memberikan renungan tentang Rut 2:3, dimana ia berkata sebagai berikut:

“Her hap was. Yes, it seemed nothing but an accidental happenstance, but how divinely was it planned! Ruth had gone forth with her mother’s blessing under the care of her mother’s God to humble but honorable toil, and the providence of God was guiding her every step. Little did she know that amid the sheaves she would find a husband, that he would make her the joint owner of all those broad acres, and that she, a poor foreigner, would become one of the progenitors of the great Messiah. ... Chance is banished from the faith of Christians, for they see the hand of God in everything. The trivial events of today or tomorrow may involve consequences of the highest importance.” [= ‘Kebetulan ia berada’. Ya, itu kelihatannya bukan lain dari pada suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tetapi hal itu direncanakan secara ilahi! Rut telah pergi dengan berkat dari ibunya di bawah perhatian dari Allah ibunya kepada pekerjaan yang rendah tetapi terhormat, dan providensia Allah membimbing setiap langkahnya. Sedikitpun ia tidak menyangka bahwa di antara berkas-berkas jelai itu ia akan menemukan seorang suami, bahwa ia akan membuatnya menjadi pemilik dari seluruh tanah yang luas itu, dan bahwa ia, seorang asing yang miskin, akan menjadi salah seorang nenek moyang dari Mesias yang agung. ... Kebetulan dibuang dari iman orang-orang Kristen, karena mereka melihat bahwa tangan Allah ada dalam segala sesuatu. Peristiwa-peristiwa remeh dari hari ini atau besok bisa melibatkan konsekwensi-konsekwensi yang paling penting.] - ‘Morning and Evening’, October 25, evening.

6. 2Raja 9:21 - “Sesudah itu berkatalah Yoram: ‘Pasanglah kereta!’, lalu orang memasang keretanya. Maka keluarlah Yoram, raja Israel, dan Ahazia, raja Yehuda, masing-masing naik keretanya; mereka keluar menemui Yehu, lalu menjumpai dia di kebun Nabot, orang Yizreel itu.”.

Pulpit Commentary: “Humanly speaking, this was accidental. ... Had the king started a little sooner, or had Jehu made less haste, the meeting would have taken place further from the town, and outside the ‘portion of Naboth.’ But Divine providence so ordered matters that vengeance for the sin of Ahab was exacted upon the very scene of his guilt, and a prophecy made, probably by Elisha, years previously, and treasured up in the memory of Jehu (ver. 26), was fulfilled to the letter.” [= Berbicara secara manusia, ini merupakan suatu kebetulan. ... Seandainya sang raja berangkat sedikit lebih awal, atau seandainya Yehu mengurangi sedikit saja ketergesa-gesaannya, maka pertemuan itu akan terjadi lebih jauh dari kota, dan di luar ‘kebun dari Nabot’. Tetapi Providensia Ilahi mengatur hal-hal sedemikian rupa sehingga pembalasan untuk dosa Ahab ditetapkan pada tempat yang persis sama dengan tempat dari kesalahannya, dan suatu nubuat dibuat, mungkin oleh Elisa, bertahun-tahun sebelumnya, dan disimpan dalam ingatan Yehu (ay 26), digenapi sampai hal yang terkecil / secara persis.] - hal 192.

Semua ini menunjukkan bahwa dalam membuat RencanaNya, Allah bukan hanya merencanakan / menetapkan garis besarnya saja, tetapi lengkap dengan semua detail-detailnya, sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya.

Loraine Boettner: “The Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific plan which embraces all events in all ages.” [= Orang yang menganut Pelagianisme menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; orang Arminian berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang spesifik; tetapi orang Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang spesifik yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 22-23.

B. B. Warfield:

· “Throughout the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every event that comes to pass.” [= Sepanjang Perjanjian Lama, dibalik proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan pemerintahan Allah yang melaksanakan rencana yang sudah direncanakanNya lebih dulu - suatu rencana yang cukup luas untuk mencakup seluruh alam semesta, cukup kecil / seksama untuk memperhatikan detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang terjadi.]- ‘Biblical and Theological Studies’, hal 276.

· “But, in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event falls with exact precision into its proper place in the unfolding of His eternal plan; nothing, however small, however strange, occurs without His ordering, or without its peculiar fitness for its place in the working out of His purpose; and the end of all shall be the manifestation of His glory, and the accumulation of His praise.” [= Tetapi, dalam hikmat yang tidak terbatas dari Tuhan seluruh bumi, setiap peristiwa / kejadian jatuh dengan ketepatan yang tepat pada tempatnya dalam pembukaan dari rencana kekalNya; tidak ada sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun anehnya, terjadi tanpa pengaturan / perintahNya, atau tanpa kecocokannya yang khusus untuk tempatnya dalam pelaksanaan RencanaNya; dan akhir dari semua adalah akan diwujudkannya kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian bagiNya.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 285.

Charles Hodge: “As God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive and magnificent conception.” [= Sebagaimana Allah mengerjakan rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi mata seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang dan jauh itu mempunyai tempat dan orbit tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut suatu konsep yang luas dan besar / indah.] - ‘Systematic Theology’, vol II hal 313.

Saya berpendapat bagian yang saya garis-bawahi tersebut merupakan hal yang perlu dicamkan. Analoginya dalam dunia theologia adalah: bagi orang yang tidak mengerti theologia, semua merupakan kekacauan, atau semua terjadi begitu saja, atau secara kebetulan. Tetapi bagi mata seorang ahli theologia, segala sesuatu ditetapkan dan diatur oleh Allah.

PROVIDENCE OF GOD (4)

2) Kemahatahuan Allah.

Bahwa Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, atau bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, juga bisa terlihat dari kemaha-tahuan Allah.

a) Kemahatahuan Allah menunjukkan bahwa Ia menentukan segala sesuatu.

Penjelasan:

1. Bayangkan suatu saat (minus tak terhingga) dimana alam semesta, malaikat, manusia, dsb belum diciptakan. Yang ada hanyalah Allah sendiri. Ini adalah sesuatu yang alkitabiah, karena Alkitab jelas mengajarkan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu (Kej 1 Yoh 1:1-3). Jadi, pasti ada suatu saat dimana belum ada apapun / siapapun kecuali Allah sendiri. Semua manusia yang waras harus menyetujui hal ini.

2. Pada saat itu, karena Allah itu maha tahu (1Sam 2:3), maka Ia sudah mengetahui segala sesuatu (dalam arti kata yang mutlak, tanpa perkecualian apapun) YANG AKAN TERJADI, termasuk semua dosa. Semua manusia yang waras harus menyetujui hal ini.

3. Segala sesuatu yang Allah ketahui akan terjadi itu, pasti terjadi persis seperti yang Ia ketahui. Semua manusia yang waras harus menyetujui hal ini.

4. Dengan kata lain, pada minus tak terhingga itu segala sesuatu itu sudah TERTENTU pada saat itu (perhatikan: saya belum menggunakan kata ‘ditentukan’, tetapi ‘tertentu’). Semua manusia yang waras harus menyetujui hal ini.

5. Kalau pada minus tak terhingga itu segala sesuatu yang akan terjadi sudah TERTENTU, pasti ada yang MENENTUKAN segala sesuatu itu (karena tidak mungkin hal-hal itu menentukan dirinya sendiri). Karena pada saat itu hanya ada Allah sendiri, maka jelas bahwa Ialah yang menen­tukan semua itu.

Siapapun yang tak menyetujui point ini harus memberikan jawaban alternatif terhadap pertanyaan ini: BAGAIMANA MUNGKIN PADA MINUS TAK TERHINGGA SEGALA SESUATU SUDAH TERTENTU?

JANGAN LARI DARI PERTANYAAN INI, JANGAN BERBELOK KEMANAPUN. JAWAB PERTANYAAN INI!

Kalau ia tidak bisa memberi jawaban alternatif, maka ia harus menerima jawaban saya: ‘Segala sesuatu sudah tertentu pada minus tak terhingga, KARENA ALLAH MENENTUKANNYA!’.

Loraine Boettner:

· “This fixity or certainty could have had its ground in nothing outside of the divine Mind, for in eternity nothing else existed.” [= Ketertentuan atau kepastian ini tidak bisa mempunyai dasar pada apapun di luar Pikiran ilahi, karena dalam kekekalan tidak ada apapun yang lain yang ada.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 45.

· “Yet unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it stands defenseless before the logical consistency of Calvinism; for foreknowledge implies certainty and certainty implies foreordination.” [= Kecuali Arminianisme menyangkal / menolak pengetahuan lebih dulu dari Allah, ia tidak mempunyai pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari Calvinisme; karena pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.

· “The Arminian objection against foreordination bears with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain.” [= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.

Kutipan terakhir dari Loraine Boettner ini menghancurkan pandangan Arminian tentang free will / kehendak bebas. Kalau mereka tetap mau mempercayai free will / kehendak bebas sebagaimana mereka mendefinisikannya, bahwa pada setiap detik orang bisa memilih untuk melakukan A atau B atau C dst, maka mereka harus menyangkal kemaha-tahuan dari Allah! Apa yang Allah tahu akan terjadi, itulah yang akan mereka lakukan.

b) Dalam persoalan ini perlu saudara ketahui bahwa penentuan itu terjadi bukan karena Allah sudah tahu.

Sekarang mari kita memperhatikan ayat ini.

Ro 8:29 - “Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”.

Roma 8:29 (NIV): ‘For those God foreknew, He also predestined ...’ [= Karena mereka yang Allah ketahui lebih dulu, juga Ia tentukan ...].

Ayat ini sering dipakai oleh orang Arminian sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Allah menentukan karena Dia sudah tahu bahwa hal itu akan terjadi. Jadi, Allah menentukan supaya si A menjadi orang beriman, karena Ia tahu bahwa orang itu akan menjadi orang beriman. Allah menentukan si B menjadi orang saleh, karena Ia tahu si B akan mentaati Dia, dsb.

Ada beberapa hal yang perlu disoroti dari penafsiran Arminian tentang Ro 8:29 ini:

1. ‘Menentukan karena sudah tahu’ tidak bisa disebut sebagai ‘menentukan’, karena kalau Allah sudah tahu bahwa suatu hal akan terjadi, maka hal itu pasti akan terjadi. Lalu apa gunanya ditentukan lagi?

2. Kalau kita menafsirkan Ro 8:29 sebagai ‘menentukan karena sudah tahu’, maka ini akan bertentangan dengan Ef 1:4,5,11.

Ef 1:4-5,11 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya, ... (11) Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya -”.

a. Ef 1:4 mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, pemilihan itulah yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, dalam pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada dulu, dan tujuannya adalah supaya kita menjadi kudus dan tidak bercacat.

Sedangkan kalau diambil penafsiran Arminian tadi, maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada dulu dalam pemikiran Allah, dan sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!

b. Ef 1:5b,11b menunjukkan bahwa kita dipilih sesuai dengan kerelaan kehendak Allah (dalam bahasa Jawa / pasaran mungkin bisa dikatakan ‘saksirnya Allah’). Jadi jelas bahwa pemilihan itu dilakukan oleh Allah bukan karena Ia melihat akan adanya sesuatu yang baik dalam diri kita!

3. Tentang istilah ‘foreknew’ [= ketahui lebih dulu], perlu diperhatikan baik-baik bahwa Ro 8:29 itu tidak mengatakan bahwa ‘Allah tahu lebih dulu tentang iman / perbuatan baik mereka’.

A. H. Strong: “The Arminian interpretation of ‘whom he foreknew’ (Rom 8:29) would require the phrase ‘as conformed to the image of His Son’ to be conjoined with it. Paul, however, makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen condition, of God’s foreordination” [= Penafsiran Arminian tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ (Ro 8:29) mengharuskan kata-kata ‘untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya’ dihubungkan dengannya. Tetapi Paulus membuat keserupaan dengan Kristus sebagaihasil, dan bukan sebagai syarat yang dilihat lebih dulu, dari penetapan Allah] - ‘Systematic Theology’, hal 781.

Saya sangat setuju dengan kata-kata A. H. Strong ini! Orang-orang Arminian membaca / menafsirkan Ro 8:29-30 ini seakan-akan ayat itu berbunyi sebagai berikut:

“Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu akan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.

Bandingkan dengan bunyi Ro 8:29-30 yang asli (diterjemahkan dari NIV): “(29) Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya.”.

Supaya lebih jelas, saya ambil masing-masing sebagian saja:

Arminian: “Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu akan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya,”.

NIV: “Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya,”.

Loraine Boettner: “Notice especially that Rom. 8:29 does not say that they were foreknown as doers of good works, but that they were foreknown as individuals to whom God would extend the grace of election.” [= Perhatikan khususnya bahwa Ro 8:29 tidak berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai individu-individukepada siapa Allah memberikan kasih karunia pemilihan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

John Murray (NICNT): “It should be observed that the text says ‘whom he foreknew’; ‘whom’ is the object of the verb and there is no qualifying addition.” [= Harus diperhatikan bahwa text itu mengatakan ‘yang Ia ketahui lebih dulu’; ‘yang’ adalah obyek dari kata kerja dan di sana tidak ada tambahan persyaratan.] - ‘Romans’, hal 316.

Charles Haddon Spurgeon: “it is further asserted that the Lord foreknew who would exercise repentance, who would believe in Jesus, and who would persevere in a consistent life to the end. This is readily granted, but a reader must wear very powerful magnifying spectacles before he will be able to discover that sense in the text. Upon looking carefully at my Bible again I do not perceive such statement. Where are those words which you have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to believe, and to persevere in grace’? I do not find them either in the English version or in the Greek original. If I could so read them the passage would certainly be very easy, and would very greatly alter my doctrinal views; but, as I do not find those words there, begging your pardon, I do not believe in them. However wise and advisable a human interpolation may be, it has no authority with us; we bow to holy Scripture, but not to glosses which theologians may choose to put upon it. No hint is given in the text of foreseen virtue any more than of foreseen sin, and, therefore, we are driven to find another meaning for the word.” [= Selanjutnya ditegaskan / dinyatakan bahwa Tuhan mengetahui lebih dulu siapa yang akan bertobat, siapa yang akan percaya kepada Yesus, dan siapa yang akan bertekun dalam hidup yang konsisten sampai akhir. Ini dengan mudah diterima, tetapi seorang pembaca harus memakai kaca mata pembesar yang sangat kuat sebelum ia bisa menemukan arti itu dalam text itu. Melihat dalam Alkitab saya dengan teliti sekali lagi, saya tidak mendapatkan arti seperti itu. Dimana kata-kata yang kamu tambahkan itu ‘Yang diketahuiNya lebih dulu akan bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih karunia’? Saya tidak menemukan kata-kata itu baik dalam versi Inggris atau dalam bahasa Yunani orisinilnya. Jika saya bisa membaca seperti itu, text itu pasti akan menjadi sangat mudah, dan akan sangat mengubah pandangan doktrinal saya; tetapi, karena saya tidak menemukan kata-kata itu di sana, maaf, saya tidak percaya padanya. Bagaimanapun bijaksana dan baiknya penyisipan / penambahan manusia, itu tidak mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk / menghormat pada Kitab Suci, tetapi tidak pada komentar / keterangan yang dipilih oleh ahli-ahli theologia untuk diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk yang diberikan dalam text itu tentang kebaikan atau dosa yang dilihat lebih dulu, dan karena itu, kami didorong untuk mencari / mendapatkan arti yang lain untuk kata itu.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 22.

4. Disamping itu, penafsiran Arminian ini menafsirkan kata ‘foreknew’ [= mengetahui lebih dulu] sekedar sebagai suatu pengetahuan intelektual. Tetapi saya percaya bahwa penafsiran seperti itu adalah salah. Untuk itu mari kita melihat penjelasan di bawah ini:

a. Pembahasan kata ‘know’ [= tahu / kenal] dalam Kitab Suci.

(1)Dalam Perjanjian Lama.

Kata ‘know’ [= tahu] dalam bahasa Ibrani adalah YADA. Sekalipun YADA memang bisa diartikan sebagai ‘tahu secara intelektual’ tetapi seringkali kata YADA tidak bisa diartikan demikian. Saya akan memberikan beberapa contoh dimana kata YADA tidak bisa diartikan sekedar sebagai ‘tahu secara intelektual’:

(a)Kej 4:1 (KJV/Lit): ‘And Adam knew Eve his wife, and she conceived,’ [= Dan Adam tahu / kenal Hawa istrinya, dan ia mengandung,].

Di sini jelas bahwa YADA tidak mungkin diartikan ‘tahu secara intelektual’! Tidak mungkin Adam hanya mengetahui Hawa secara intelektual, dan hal itu menyebabkan Hawa lalu mengandung! Jelas bahwa YADA / ‘to know’ di sini tidak sekedar berarti ‘tahu’, tetapi ada kasih / hubungan intim di dalamnya.

Karena itu kalau Ro 8:29 mengatakan Allah tahu / kenal, lalu menentukan, maksudnya adalah Allah mengasihi, lalu menentukan. Jadi penekanannya adalah: penentuan itu didasarkan atas kasih. Bdk. Ef 1:5 - ‘Dalam kasih Allah telah memilih kita ...’.

Catatan: tafsiran ini saya ambil dari buku tafsiran kitab Roma oleh John Murray (NICNT).

(b)Dalam Kej 18:19, kata YADA ini diterjemahkan ‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia.

Kej 18:19 - “Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya.’”.

RSV, NIV, NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia! ASV/KJV/NKJV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi kalimatnya jadi aneh.

Kej 18:19 (KJV): ‘For I know him, that he will command his children and his household after him, and they shall keep the way of the LORD, to do justice and judgment; that the LORD may bring upon Abraham that which he hath spoken of him.’[= Karena Aku mengetahui / mengenalnya, bahwa ia akan memerintahkan anak-anaknya dan seisi rumahnya / keturunannya, dan mereka akan hidup menurut jalan TUHAN, melakukan keadilan dan penghakiman; supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dikatakanNya kepadanya.].

(c)Dalam Amos 3:2, kata YADA diterjemahkan ‘kenal’ oleh Kitab Suci Indonesia.

Amos 3:2 - “Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu.”.

KJV/ASV/RSV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi NIV/NASB menterjemahkan ‘choose’ [= memilih].

Tentang kata YADA dalam Amos 3:2 ini B. B. Warfield berkata: “what is thrown prominently forward is clearly the elective love which has singled Israel out for special care.” [= apa yang ditonjolkan ke depan secara menyolok jelas adalah kasih yang memilih yang telah memilih / mengkhususkan Israel untuk perhatian yang istimewa.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 288.

Loraine Boettner: “The word ‘know’ is sometimes used in a sense other than that of having merely an intellectual perception of the thing mentioned. It occasionally means that the persons so ‘known’ are the special and peculiar objects of God’s favor, as when it was said of the Jews, ‘You only have I known of all the families of the earth,’ Amos 3:2.” [= Kata ‘tahu’ kadang-kadang digunakan bukan dalam arti sekedar pengetahuan intelektual tentang hal yang disebutkan. Kadang-kadang kata ini berarti bahwa orang yang ‘diketahui’ merupakan obyek istimewa dan khusus dari kemurahan / kebaikan hati Allah, seperti pada waktu dikatakan tentang orang-orang Yahudi: ‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui dari segala kaum di muka bumi’, Amos 3:2.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

(d)Kel 2:25 - diterjemahkan ‘memperhatikan’.

Kel 2:25 - “Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka.”.

(e)Maz 1:6 - diterjemahkan ‘mengenal’.

Maz 1:6 - “sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.”.

(f)Maz 101:4 - diterjemahkan ‘tahu’.

Maz 101:4 - “Hati yang bengkok akan menjauh dari padaku, kejahatan aku tidak mau tahu.”.

(g)Nahum 1:7 - diterjemahkan ‘mengenal’.

Nahum 1:7 - “TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepadaNya”.

Dalam semua ayat-ayat di atas ini kata YADA tidak mungkin diartikan sebagai sekedar tahu secara intelektual.

(2)Dalam Perjanjian Baru.

Kata ‘know’ [= tahu] dalam bahasa Yunani adalah GINOSKO, dan digunakan dalam ayat-ayat di bawah ini:

(a)Mat 7:23 - “Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.

(b)Yoh 10:14,27 - “(14) Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku. ... (27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku,”.

(c)1Kor 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah.”.

(d)Gal 4:9 - “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya?”.

(e)2Tim 2:19a - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’”.

Dalam semua ayat-ayat ini kata GINOSKO itu tidak mungkin diartikan sekedar ‘mengetahui secara intelektual’.

b. Pembahasan kata ‘foreknow’ [= mengetahui lebih dulu] / ‘foreknowledge’ [= pengetahuan lebih dulu].

Ayat-ayat yang mengandung kata-kata foreknowledge, foreknew, dsb:

(1)Kis 2:23a - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya,”.

NASB: ‘this Man, delivered up by the predetermined plan and foreknowledge of God,’ [= Orang ini, diserahkan oleh rencana yang ditentukan lebih dulu dan pengetahuan lebih dulu dari Allah,].

Jelas bahwa ‘foreknowledge’ [= pengetahuan lebih dulu] di sini tidak sekedar berarti pengetahuan intelektual, karena Allah menyerahkan Anak Manusia untuk mewujudkan ‘foreknowledge’ itu. Karena itu tidak heran Kitab Suci Indonesia menterjemahkan seperti itu.

(2)Ro 11:2a - “Allah tidak menolak umatNya yang dipilihNya.”.

NASB: ‘God has not rejected His people whom He foreknew.’ [= Allah tidak menolak umatNya yang diketahuiNya lebih dulu.].

Ini lagi-lagi menunjukkan secara jelas bahwa ‘foreknew’ tidak bisa diartikan ‘mengetahui lebih dulu secara intelektual’.

Loraine Boettner menghubungkan Ro 8:29 dengan Ro 11:2a ini dengan berkata: “Those in Romans 8:29 are foreknown in the sense that they are fore-appointed to be the special objects of His favor. This is shown more plainly in Rom. 11:2-5, where we read, ‘God did not cast off His people whom He foreknew.’” [= Mereka dalam Ro 8:29 diketahui lebih dulu dalam arti bahwa mereka ditetapkan lebih dulu untuk menjadi obyek khusus kemurahan hatiNya. Ini ditunjukkan lebih jelas dalam Ro 11:2-5, dimana kita membaca: ‘Allah tidak menolak / membuang umatNya yang dipilihNya / diketahuiNya lebih dulu’.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

(3)1Pet 1:2a - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita,”.

NASB: ‘who are chosen according to the foreknowledge of God the Father,’ [= yang dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih duludari Allah Bapa,].

(4)1Pet 1:20 - “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir.”.

NASB: ‘For He was foreknown before the foundation of the world, but has appeared in these last times for the sake of you’ [= Karena Ia diketahui lebih dulu sebelum penciptaan dunia, tetapi menampakkan diri pada jaman akhir karena kamu].

Melihat ayat-ayat di atas ini, saya berpendapat bahwa bukan tanpa alasan Kitab Suci Indonesia tidak pernah mau menterjemahkan ‘tahu lebih dulu’ atau ‘pengetahuan lebih dulu’, tetapi menterjemahkan dengan kata ‘pilih’ atau ‘rencana’. Karena itu, sekalipun Ro 8:29 versi Kitab Suci Indonesia itu memang bukan terjemahan yang hurufiah, tetapi saya berpendapat bahwa dalam hal ini Kitab Suci Indonesia memberikan arti yang benar!

Barnes’ Note (tentang Kis 2:23): “‘Foreknowledge.’ This word denotes ‘the seeing beforehand of an event yet to take place.’ It implies: 1. Omniscience; and, 2. That the event is fixed and certain. To foresee a contingent event, that is, to foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an absurdity. Foreknowledge, therefore, implies that for some reason the event will certainly take place. What that reason is, the word itself does not determine. As, however, God is represented in the Scriptures as purposing or determining future events; as they could not be foreseen by him unless he had so determined, so the word sometimes is used in the sense of determining beforehand, or as synonymous with decreeing, Rom. 8:29; 11:2. In this place the word is used to denote that the delivering up of Jesus was something more than a bare or naked decree. It implies that God did it according to his foresight of what would be the best time, place, and manner of its being done. It was not the result merely of will; it was will directed by a wise foreknowledge of what would be best. And this is the case with all the decrees of God.” [= ‘Pengetahuan lebih dulu’. Kata ini menunjukkan ‘melihat suatu peristiwa sebelum peristiwa itu terjadi’. Ini secara implicit menunjukkan: 1. Kemahatahuan; dan, 2. Bahwa peristiwa itu tertentu dan pasti. Melihat lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih dulu bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan. Karena itu, pengetahuan lebih dulu, menunjukkan secara implicit untuk alasan tertentu peristiwa itu pasti akan terjadi. Tetapi karena Allah digambarkan dalam Kitab Suci sebagai merencanakan atau menentukan peristiwa-peristiwa yang akan datang; karena hal-hal itu tidak bisa dilihat lebih dulu olehNya kecuali Ia lebih dulu menentukannya demikian, maka kata itu kadang-kadang digunakan dalam arti ‘menentukan lebih dulu’, atau sinonim dengan ‘menetapkan’, Ro 8:29; 11:2. Di tempat ini kata itu digunakan untuk menunjukkan bahwa penyerahan Yesus merupakan sesuatu yang lebih dari pada sekedar suatu ketetapan semata-mata atau biasa. Ini secara implicit menunjukkan bahwa Allah melakukannya sesuai dengan penglihatan lebih duluNya tentang apa yang akan merupakan saat, tempat dan cara yang terbaik, tentang pelaksanaan hal itu. Itu bukan semata-mata akibat / hasil dari kehendak; itu merupakan kehendak yang diarahkan oleh suatu pengetahuan lebih dulu yang bijaksana tentang apa yang terbaik. Dan ini adalah kasus dari semua ketetapan-ketetapan Allah.].

PROVIDENCE OF GOD (5)

5. Agustinus dan pra-pengetahuan / foreknowledge.

John Calvin: “But Ambrose, Origen, and Jerome held that God distributed his grace among men according as he foresaw that each would use it well. Besides, Augustine was of this opinion for a time, but after he had gained a better knowledge of Scripture, he not only retracted it as patently false, but stoutly refuted it.” [= Tetapi Ambrose, Origen, dan Jerome menegaskan bahwa Allah membagikan kasih karuniaNya di antara manusia menurut apa yang Ia lihat lebih dulu bahwa masing-masing akan menggunakannya dengan baik. Juga, Agustinus tadinya mempunyai pandangan ini untuk suatu waktu, tetapi setelah ia mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dari Kitab Suci, ia bukan hanya menariknya kembali sebagai salah secara terbuka / jelas, tetapi menyangkalnya dengan kuat.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book III, Chapter 22, No 3.

Catatan: lihat Augustine, Retractations I. 23.2-4 (MPL 32. 62, f.); Exposition of Romans lv, lx (MPL 35. 2076, 2078).

Betul-betul salut bahwa orang sebesar Agustinus tidak malu untuk menarik kembali ajarannya yang salah, dan memperbaikinya!

c) Hubungan yang benar tentang kemahatahuan Allah dan penetapan Allah.

Penafsiran Arminian mengatakan bahwa Allah menetapkan karena Ia telah lebih dulu mengetahui bahwa hal itu akan terjadi, dan saya telah menunjukkan kesalahan pandangan ini. Sekarang saya ingin menunjukkan bahwa pandangan Reformed adalah sebaliknya, yaitu: Allah menetapkan, dan karena itu Ia mengetahui.

SESUATU YANG BELUM DITETAPKAN, TIDAK BISA DIKETAHUI, BAHKAN OLEH ALLAH!

Kata-kata yang saya beri warna biru dari komentar Barnes tentang Kis 2:23 di atas, sebetulnya sudah menunjukkan hal itu. Untuk jelasnya, saya ulang kata-kata Barnes itu di bawah ini.

Barnes’ Notes (tentang Kis 2:23): “To foresee a contingent event, that is, to foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an absurdity.” [= Melihat lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih dulu bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan.].

Atau bisa diganti dengan kalimat seperti ini:

Mengetahui lebih dulu dengan pasti, apa yang bisa terjadi dan bisa tidak terjadi, atau, mengetahui lebih dulu secara pasti apa yang tidak pasti, merupakan sesuatu yang menggelikan!

Saya memberi contoh tentang kejatuhan Adam. Kalau itu tidak / belum ditentukan, maka Adam bisa jatuh, atau, tidak jatuh. Ini tidak / belum pasti, BAHKAN DARI SUDUT PANDANG ALLAH. Sekarang pertanyaannya, bisakah Allah mengetahui lebih dulu, DENGAN PASTI, APA YANG TIDAK PASTI INI?

Kalau saudara mengatakan Allah tahu dengan pasti, maka itu berarti hal itu sudah tertentu, dan kalau tertentu, pasti ditentukan. Dan kalau ditentukan, pasti Allah yang menentukan. Maka ini akan bertentangan dengan premise / anggapan di atas tadi (yang mengatakan bahwa hal itu belum / tidak ditentukan).

Jadi, pertanyaan tadi harus dijawab: TIDAK, Allahpun tak bisa tahu Adam akan jatuh atau tidak, kalau hal itu belum ditentukan, dan masih merupakan sesuatu yang tidak pasti.

Sekarang saya akan menambahkan komentar-komentar para ahli theologia Reformed berkenaan dengan hal itu.

Louis Berkhof: “A distinction is made between the ‘necessary’ and ‘free’ knowledge of God. The former is the knowledge which God has of Himself and of all things possible, a knowledge resting on the consciousness of His omnipotence. It is called ‘necessary knowledge’, because it is not determined by an action of the divine will. ... ‘The free knowledge of God’ is the knowledge which He has of all things ACTUAL, that is, of things that existed in the past, that exists in the present, or that will exist in the future. It is founded on God’s infinite knowledge of His own all-comprehensive and unchangeable eternal purpose, and is called ‘free knowledge’, because it is determined by a concurrent act of the will.”[= Suatu pembedaan dibuat antara pengetahuan yang ‘perlu / harus’ dan ‘bebas’ dari Allah. Yang pertama adalah pengetahuan yang dimiliki Allah tentang DiriNya sendiri dan tentang segala sesuatu yang mungkin akan terjadi, suatu pengetahuan yang didasarkan pada kesadaran akan kemaha-kuasaanNya. Itu disebut ‘pengetahuan yang perlu / harus’, karena itu tidak ditentukan oleh suatu tindakan dari kehendak ilahi. ... ‘Pengetahuan yang bebas dari Allah’ adalah pengetahuan yang Ia miliki tentang segala sesuatu YANG SUNGGUH-SUNGGUH / NYATA, yaitu tentang hal-hal yang ada pada masa lalu, yang ada pada masa ini, dan yang akan ada pada masa yang akan datang. Ini didasarkan pada pengetahuan yang tak terbatas dari Allah tentang rencana kekalNya yang tak berubah dan mencakup segala sesuatu, dan disebut ‘pengetahuan bebas’, karena itu ditentukan oleh suatu tindakan yang sesuai dari kehendak.] - ‘Systematic Theology’, hal 66-67.

Contoh tentang pengetahuan yang pertama: Allah menyadari kemahakuasaanNya, sehingga Ia tahu bahwa Ia mampu menciptakan 10 alam semesta, membuat 10 Adam dan 10 Hawa, menciptakan manusia yang tidak bisa jatuh ke dalam dosa, dsb, kalau Ia mau.

Tetapi, sekarang ini yang kita bicarakan adalah pengetahuan yang kedua.

Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God, directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of man, can hardly be the object of divine foreknowledge.” [= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang mutlak, tidak mungkin bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi.] - ‘Systematic Theology’, hal 68.

Catatan: kata ‘hardly’ di sini tidak boleh diterjemahkan ‘hampir tidak’ seperti biasanya, tetapi harus diterjemahkan ‘improbable’ [= ‘tidak mungkin’] atau ‘not at all’ [= ‘sama sekali tidak’]. Arti seperti ini memang diberikan dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition).

Loraine Boettner: “Foreordination in general cannot rest on foreknowledge; for only that which is certain can be foreknown, and only that which is predetermined can be certain.” [= Secara umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih dulu yang bisa tertentu.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 99.

William G. T. Shedd: “The Divine decree is the necessary condition of the Divine foreknowledge. If God does not first decide what shall come to pass, he cannot know what will come to pass. An event must be made certain, before it can be known as a certain event. ... So long as anything remains undecreed, it is contingent and fortuitous. It may or may not happen. In this state of things, there cannot be knowledge of any kind.” [= Ketetapan Ilahi adalah syarat yang perlu dari pengetahuan lebih dulu dari Allah. Jika Allah tidak lebih dulu menentukan apa yang akan terjadi, Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi. Suatu peristiwa / kejadian harus dipastikan, sebelum peristiwa itu bisa diketahui sebagai peristiwa yang tertentu. ... Selama sesuatu tidak ditetapkan, maka sesuatu itu bersifat tidak pasti / memungkinkan (contingent) dan bersifat kebetulan (fortuitous). Itu bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada pengetahuan apapun tentang hal itu.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 396-397.

B. B. Warfield: “... God foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that He brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His own will,” [= ... Allah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia telah menentukan lebih dulu, dan karena itu Ia juga menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri,] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.

John Owen: “Out of this large and boundless territory of things possible, God by his decree freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things in their proper causes, and how and when they shall some to pass.” [= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi ini, Allah dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan membuat mereka yang tadinya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Setelah ketetapan ini, seperti yang pada umumnya mereka katakan, berikutnya, atau bersama-sama dengan ketetapan itu, seperti orang lain katakan dengan lebih tepat, terjadilah ‘pengetahuan lebih dulu’ dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu dalam penyebabnya yang tepat, dan bagaimana dan kapan mereka akan terjadi.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 23.

Louis Berkhof: “It is perfectly evident that Scripture teaches the divine foreknowledge of contingent events, 1Sam 23:10-13; 2Kings 13:19; Ps. 81:14,15; Isa. 42:9; 48:18; Jer. 2:2,3; 38:17-20; Ezek. 3:6; Matt. 11:21.” [= Adalah sangat jelas bahwa Kitab Suci mengajarkan pra-pengetahuan ilahi tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti / memungkinkan (contingent), 1Sam 23:10-13; 2Raja 13:19; Maz 81:15,16; Yesaya 42:9; 48:18; Yer 2:2,3; 38:17-20; Yeh 3:6; Matius 11:21.] - ‘Systematic Theology’, hal 67.

1Sam 23:10-13 - “(10) Berkatalah Daud: ‘TUHAN, Allah Israel, hambaMu ini telah mendengar kabar pasti, bahwa Saul berikhtiar untuk datang ke Kehila dan memusnahkan kota ini oleh karena aku. (11) Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah aku ke dalam tangannya? Akan datangkah Saul seperti yang telah didengar oleh hambaMu ini? TUHAN, Allah Israel, beritahukanlah kiranya kepada hambaMu ini.’ Jawab TUHAN: ‘Ia akan datang.’ (12) Kemudian bertanyalah Daud: ‘Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah aku dengan orang-orangku ke dalam tangan Saul?’ Firman TUHAN: ‘Akan mereka serahkan.’ (13) Lalu bersiaplah Daud dan orang-orangnya, kira-kira enam ratus orang banyaknya, mereka keluar dari Kehila dan pergi ke mana saja mereka dapat pergi. Apabila kepada Saul diberitahukan, bahwa Daud telah meluputkan diri dari Kehila, maka tidak jadilah ia maju berperang.”.

2Raja 13:19 - “Tetapi gusarlah abdi Allah itu kepadanya serta berkata: ‘Seharusnya engkau memukul lima atau enam kali! Dengan berbuat demikian engkau akan memukul Aram sampai habis lenyap. Tetapi sekarang, hanya tiga kali saja engkau akan memukul Aram.’”.

Mazmur 81:12-16 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri! (14) Sekiranya umatKu mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! (15) Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tanganKu. (16) Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepadaNya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya.”.

Yesaya 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya kepadamu.’”.

Yesaya 48:18 - “Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintahKu, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti.”.

Yeremia 2:2-3 - “(2) ‘Pergilah memberitahukan kepada penduduk Yerusalem dengan mengatakan: Beginilah firman TUHAN: Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya. (3) Ketika itu Israel kudus bagi TUHAN, sebagai buah bungaran dari hasil tanahNya. Semua orang yang memakannya menjadi bersalah, malapetaka menimpa mereka, demikianlah firman TUHAN.”.

Catatan: saya tak mengerti mengapa ayat ini digunakan di sini karena kelihatannya tidak ada hubungannya dengan hal yang sedang dibahas. Apakah ay 3b itu hanya pengandaian / ancaman, tetapi tak pernah betul-betul terjadi?

Yer 38:17-20 - “(17) Sesudah itu berkatalah Yeremia kepada Zedekia: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah semesta alam, Allah Israel: Jika engkau keluar menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka nyawamu akan terpelihara, dan kota ini tidak akan dihanguskan dengan api; engkau dengan keluargamu akan hidup. (18) Tetapi jika engkau tidak menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka kota ini akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim yang akan menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri tidak akan luput dari tangan mereka.’ (19) Kemudian berkatalah raja Zedekia kepada Yeremia: ‘Aku takut kepada orang-orang Yehuda yang menyeberang kepada orang Kasdim itu; nanti aku diserahkan ke dalam tangan mereka, sehingga mereka mempermainkan aku.’ (20) Yeremia menjawab: ‘Hal itu tidak akan terjadi! Dengarkanlah suara TUHAN dalam hal apa yang kukatakan kepadamu, maka keadaanmu akan baik dan nyawamu akan terpelihara.”.

Yeh 3:6 - “bukan kepada banyak bangsa-bangsa yang berbahasa asing dan yang berat lidah, yang engkau tidak mengerti bahasanya. Sekiranya aku mengutus engkau kepada bangsa yang demikian, mereka akan mendengarkan engkau.”.

Mat 11:21 - “‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung.”.

Kata-kata Louis Berkhof ini membingungkan bagi saya, karena bertentangan dengan kata-kata para ahli theologia Reformed yang lain, yang mengatakan bahwa Allahpun tidak mungkin bisa tahu tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti. Bahkan kata-kata Louis Berkhof di sini bertentangan dengan kata-kata Louis Berkhof sendiri selanjutnya, dimana ia berkata sebagai berikut:

Louis Berkhof: “His foreknowledge of future things and also of contingent events rests on His decree.” [= Pengetahuan lebih duluNya tentang hal-hal yang akan datang dan juga tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti / memungkinkan (contingent) bersandar pada ketetapan-ketetapanNya.] - ‘Systematic Theology’, hal 67,68.

Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God, directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of man, can hardly be the object of divine foreknowledge.” [= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang berubah-ubah, tidak mungkin bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi.] - ‘Systematic Theology’, hal 68.

Saya kira ada 3 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata Louis Berkhof yang membingungkan di atas.

a) Di sana ia menggunakan kata ‘contingent’ dengan arti yang berbeda. Kata ini memang sukar diterjemahkan. Dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition) arti yang diberikan untuk kata ini bermacam-macam:

1. “that may or may not happen” [= yang bisa terjadi atau bisa tidak terjadi].

2. “possible” [= memungkinkan].

3. “happening by chance; accidental; fortuitous” [= kebetulan / terjadi secara kebetulan].

4. “dependent (on or upon something uncertain)” [= tergantung (pada sesuatu yang tidak pasti)].

5. “conditional” [= bersyarat].
6. dsb.

Kalau dalam arti ke 2 maka saya kira Allah tahu. Tetapi kalau dalam arti no 1 atau no 4, saya tidak percaya Allah bisa tahu lebih dulu.

b) Louis Berkhof mungkin memaksudkan bahwa kalau dilihat sepintas lalu Kitab Suci secara jelas mengajar demikian. Tetapi kalau diteliti lebih jauh / mendalam, faktanya tidak demikian.

c) Louis Berkhof berbicara tentang 2 macam ‘contingency’.

1. Yang pertama adalah contingency DARI SUDUT PANDANG ALLAH. Ini menunjuk pada hal-hal yang akan datang, yang betul-betul sama sekali tidak ditentukan terjadi atau tidak terjadinya dengan cara apapun. Yang ini Allah tak mungkin bisa mempunyai foreknowledge (pra pengetahuan).

2. Yang kedua adalah contingency DARI SUDUT PANDANG MANUSIA. Apa yang contingent (tidak pasti) dari sudut pandang manusia tidak contingent (tidak pasti) dari sudut pandang Tuhan!

Misalnya sebelum undi dilemparkan, bagi manusia hasilnya bersifat contingent (tidak pasti), tetapi bagi Tuhan tidak. Bdk Amsal 16:33.

Ada orang yang sakit. Bagi manusia, merupakan sesuatu yang tidak pasti apakah orang itu akan sembuh total, atau memburuk, atau mati. Tetapi bagi Tuhan itu merupakan hal yang pasti. Ia punya pra-pengetahuan tentang hal itu.

Jadi, yang dikatakan oleh Louis Berkhof sebagai diketahui lebih dulu oleh Allah, jelas bukan hal-hal yang contingent dalam arti pertama tetapi dalam arti kedua!

Dari 3 kemungkinan di atas ini, saya yakin yang benar adalah kemungkinan yang terakhir.

3) Allah tidak terbatas oleh waktu, atau Allah ada di atas waktu.

Satu hal lagi yang menunjukkan bahwa Rencana / ketetapan Allah itu mencakup segala sesuatu, adalah bahwa Allah tidak terbatas oleh waktu, atau ada di atas waktu.

Calvin: “When we attribute foreknowledge to God, we mean that all things always were, and perpetually remain, under his eyes, so that to his knowledge there is nothing future or past, but all things are present. And they are present in such a way that he not only conceives them through ideas, as we have before us those things which our minds remember, but he truly looks upon them and discerns them as things placed before him. And this foreknowledge is extended throughout the universe to every creature.” [= Pada waktu kami menganggap Allah mempunyai pra-pengetahuan, kami memaksudkan bahwa segala sesuatu selalu ada (were), dan selalu tetap, di bawah mataNya, sehingga bagi pengetahuanNya di sana tidak ada ‘akan datang’ atau ‘lampau’, tetapi segala sesuatu adalah ‘present’. Dan mereka adalah present dengan cara sedemikian rupa sehingga Ia bukan hanya mengerti mereka melalui gagasan, seperti kita mempunyai di hadapan kita hal-hal itu yang diingat oleh pikiran kita, tetapi Ia betul-betul memandang mereka dan mengenali mereka sebagai hal-hal yang ditempatkan di hadapanNya. Dan pra-pengetahuan ini diperluas melalui alam semesta pada setiap makhluk ciptaan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no 5.

Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

2Petrus 3:8 - “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.”.

Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku (telah) ada.’”.

KJV: ‘Before Abraham was, I AM.’ [= Sebelum Abraham ada, AKU ADA.].

William G. T. Shedd: “For the Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being whereby there is no succession in it. All events thus being present to him are of course all of them certain events.” [= Untuk pikiran Ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang, karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan kekhasan dalam pemikiran / pengertian dari ‘makhluk’ kekal untuk mana tidak ada urut-urutan di dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya merupakan peristiwa yang pasti.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 402.

Catatan: kata ‘being’ dengan terpaksa saya terjemahkan ‘makhluk’. Sebetulnya tak cocok, tetapi saya tak tahu harus diterjemahkan bagaimana. Yang jelas ini menunjuk kepada Allah.

Loraine Boettner: “Much of the difficulty in regard to the doctrine of Predestination is due to the finite character of our mind, which can grasp only a few details at a time, and which understands only a part of the relations between these. We are creatures of time, and often fail to take into consideration the fact that God is not limited as we are. That which appears to us as ‘past,’ ‘present,’ and ‘future,’ is all ‘present’ to His mind. It is an eternal ‘now.’ He is ‘the high and lofty One that inhabits eternity.’ Is. 57:15. ‘A thousand years in thy sight are but as yesterday when it is past, And as a watch in the night,’ Ps. 90:4. Hence the events which we see coming to pass in time are only the events which He appointed and set before Him from eternity. Time is a property of the finite creation and is objective to God. He is above it and sees it, but is not conditioned by it. He is also independent of space, which is another property of the finite creation. Just as He sees at one glance a road leading from New York to San Francisco, while we see only a small portion of it as we pass over it, so He sees all events in history, past, present, and future at one glance. When we realize that the complete process of history is before Him as an eternal ‘now,’ and that He is the Creator of all finite existence, the doctrine of Predestination at least becomes an easier doctrine.” [= Banyak kesukaran berkenaan dengan doktrin Predestinasi disebabkan oleh sifat terbatas dari pikiran kita, yang hanya bisa menjangkau beberapa detail pada satu saat, dan yang mengerti hanya sebagian dari hubungan antara detail-detail itu. Kita adalah makhluk dari waktu, dan seringkali melupakan fakta bahwa Allah tidak terbatas seperti kita. Apa yang kelihatan bagi kita sebagai ‘lampau’, ‘sekarang’, dan ‘akan datang’, semuanya adalah ‘sekarang’ bagi pikiranNya. Itu adalah ‘sekarang’ yang kekal. Ia adalah ‘Yang tinggi dan mulia yang mendiami kekekalan’ Yes 57:15. ‘Seribu hari dalam pandanganMu adalah seperti kemarin, pada waktu itu berlalu, dan seperti suatu giliran jaga pada malam hari’ Maz 90:4. Karena itu peristiwa-peristiwa yang kita lihat terjadi dalam waktu hanyalah merupakan peristiwa-peristiwa yang telah Ia tetapkan dan tentukan di hadapanNya dari kekekalan. Waktu adalah milik / sifat dari ciptaan yang terbatas dan terpisah dari Allah. Ia ada diatasnya dan melihatnya, tetapi tidak dikuasai / diatur olehnya. Ia juga tidak tergantung pada tempat, yang merupakan milik / sifat yang lain dari ciptaan yang terbatas. Sama seperti Ia melihat dalam sekali pandang jalanan dari New York ke San Francisco, sementara kita melihat hanya sebagian kecil darinya pada waktu kita melewatinya, demikian pula Ia melihat semua peristiwa-peristiwa dalam sejarah, lampau, sekarang, dan yang akan datang dalam satu kali pandang. Pada waktu kita menyadari bahwa proses lengkap dari sejarah ada di depanNya sebagai ‘sekarang’ yang kekal, dan bahwa Ia adalah Pencipta dari semua keberadaan yang terbatas, doktrin Predestinasi sedikitnya menjadi doktrin yang lebih mudah.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44-45.

Catatan: Yes 57:15 dan Maz 90:4 di atas dikutip dan diterjemahkan dari KJV.

Yesaya 57:15 - “Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Mahakudus namaNya: ‘Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk.”.

KJV: ‘For thus saith the high and lofty One that inhabiteth eternity,’ [= Karena demikianlah kata Yang tinggi dan mulia yang mendiami kekekalan,].

Mazmur 90:4 - “Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.”.

PROVIDENCE OF GOD (6)

B) ‘Providence’ juga berhubungan dengan segala sesuatu.

‘Providence’ adalah pelaksanaan Rencana Allah, dan karena Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, maka ‘Providence’juga berhubungan dengan segala sesuatu.

Hal-hal alamiah yang kelihatannya terjadi dengan sendirinya (secara otomatis, diatur oleh hukum alam), ternyata juga diatur / diperintah / dikontrol oleh Allah setiap saat.

John Calvin: “we must know that God’s providence, as it is taught in Scripture, is opposed to fortune and fortuitous happenings. Now it has been commonly accepted in all ages, and almost all mortals hold the same opinion today, that all things come about through chance. What we ought to believe concerning providence is by this depraved opinion most certainly not only beclouded, but almost buried. Suppose a man falls among thieves, or wild beasts; is shipwrecked at sea by a sudden gale; is killed by a falling house or tree. Suppose another man wandering through the desert finds help in his straits; having been tossed by the waves, reaches harbor; miraculously escapes death by a finger’s breadth. Carnal reason ascribes all such happenings, whether prosperous or adverse, to fortune. But anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered (Matthew 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all events are governed by God’s secret plan. And concerning inanimate objects we ought to hold that, although each one has by nature been endowed with its own property, yet it does not exercise its own power except in so far as it is directed by God’s ever-present hand. These are, thus, nothing but instruments to which God continually imparts as much effectiveness as he wills, and according to his own purpose bends and turns them to either one action or another.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 2.

John Calvin: “For he is deemed omnipotent, not because he can indeed act, yet sometimes ceases and sits in idleness, or continues by a general impulse that order of nature which he previously appointed; but because, governing heaven and earth by his providence, he so regulates all things that nothing takes place without his deliberation.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 3.

John Calvin: “For example, the prophet forbids God’s children ‘to fear the stars and signs of heaven, as disbelievers commonly do’ (Jeremiah 10:2 p.). Surely he does not condemn every sort of fear. But when unbelievers transfer the government of the universe from God to the stars, they fancy that their bliss or their misery depends upon the decrees and indications of the stars, not upon God’s will; so it comes about that their fear is transferred from him, toward whom alone they ought to direct it, to stars and comets. Let him, therefore, who would beware of this infidelity ever remember that there is no erratic power, or action, or motion in creatures, but that they are governed by God’s secret plan in such a way that nothing happens except what is knowingly and willingly decreed by him.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 3.

John Calvin: “Yet this error, also, is not tolerable; for by this providence which they call universal, they teach that nothing hinders all creatures from being contingently moved, or man from turning himself hither and thither by the free choice of his will. And they so apportion things between God and man that God by His power inspires in man a movement by which he can act in accordance with the nature implanted in him, but He regulates His own actions by the plan of His will. Briefly, they mean that the universe, men’s affairs, and men themselves are governed by God’s might but not by His determination. I say nothing of the Epicureans (a pestilence that has always filled the world) who imagine that God is idle and indolent; and others just as foolish, who of old fancied that God so ruled above the middle region of the air that he left the lower regions to fortune. As if the dumb creatures themselves do not sufficiently cry out against such patent madness!” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 4.

Contoh:

1. Kelihatannya tumbuh-tumbuhan hidup karena sinar matahari, tetapi Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan pada hari ke 3 dan matahari pada hari ke 4, dan ini menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu mendapatkan kehidupan dari Allah, bukan dari matahari. Memang setelah matahari ada, Tuhan lalu berkenan menggunakan matahari untuk memberikan hal yang vital bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan, tetapi semuanya tetap di bawah kontrol dari Tuhan.

Calvin (tentang Kej 1:11): “it did not happen fortuitously, that herbs and trees were created before the sun and moon. We now see, indeed, that the earth is quickened by the sun to cause it to bring forth its fruits; nor was God ignorant of this law of nature, which he has since ordained: but in order that we might learn to refer all things to him he did not then make use of the sun or moon. He permits us to perceive the efficacy which he infuses into them, so far as he uses their instrumentality; but because we are wont to regard as part of their nature properties which they derive elsewhere, it was necessary that the vigor which they now seem to impart to the earth should be manifest before they were created. We acknowledge, it is true, in words, that the First Cause is self-sufficient, and that intermediate and secondary causes have only what they borrow from this First Cause; but, in reality, we picture God to ourselves as poor or imperfect, unless he is assisted by second causes.” [= ].

John Calvin: “No creature has a force more wondrous or glorious than that of the sun. For besides lighting the whole earth with its brightness, how great a thing is it that by its heat it nourishes and quickens all living things! That with its rays it breathes fruitfulness into the earth.! That it warms the seeds in the bosom of the earth, draws them forth with budding greenness, increases and strengthens them, nourishes them anew, until they rise up into stalks! That it feeds the plant with continual warmth, until it grows into flower, and from flower into fruit! That then, also, with baking heat it brings the fruit to maturity! That in like manner trees and vines warmed by the sun first put forth buds and leaves, then put forth a flower, and from the flower produce fruit! Yet the Lord, to claim the whole credit for all these things, willed that, before he created the sun, light should come to be and earth be filled with all manner of herbs and fruits (Genesis 1:3, 11, 14). Therefore a godly man will not make the sun either the principal or the necessary cause of these things which existed before the creation of the sun, but merely the instrument that God uses because he so wills; for with no more difficulty he might abandon it, and act through himself.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 2.

2. Matahari / putaran bumi (Yos 10:13 - matahari / putaran bumi dihentikan oleh Tuhan; 2Raja 20:11 / Yes 38:8 - matahari bahkan digerakkan ke arah sebaliknya / bumi diputar ke arah sebaliknya oleh Tuhan. Tetapi untuk Yes 38:8 ini ada yang menafsirkan bahwa hanya bayangannya saja yang mundur).

John Calvin: “Then when we read that at Joshua’s prayers the sun stood still in one degree for two days (Joshua 10:13), and that its shadow went back ten degrees for the sake of King Hezekiah (2 Kings 20:11 or Isaiah 38:8), God has witnessed by those few miracles that the sun does not daily rise and set by a blind instinct of nature but that he himself, to renew our remembrance of his fatherly favor toward us, governs its course. Nothing is more natural than for spring to follow winter; summer, spring; and fall, summer - each in turn. Yet in this series one sees such great and uneven diversity that it readily appears each year, month, and day is governed by a new, a special, providence of God.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 2.

Yos 10:12-14 - “(12) Lalu Yosua berbicara kepada TUHAN pada hari TUHAN menyerahkan orang Amori itu kepada orang Israel; ia berkata di hadapan orang Israel: ‘Matahari, berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!’ (13) Maka berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh. (14) Belum pernah ada hari seperti itu, baik dahulu maupun kemudian, bahwa TUHAN mendengarkan permohonan seorang manusia secara demikian, sebab yang berperang untuk orang Israel ialah TUHAN.”.

2Raja 20:9-11 - “(9) Yesaya menjawab: ‘Inilah yang akan menjadi tanda bagimu dari TUHAN, bahwa TUHAN akan melakukan apa yang telah dijanjikanNya: Akan majukah bayang-bayang itu sepuluh tapak atau akan mundur sepuluh tapak?’ (10) Hizkia berkata: ‘Itu perkara ringan bagi bayang-bayang itu untuk memanjang sepuluh tapak! Sebaliknya, biarlah bayang-bayang itu mundur ke belakang sepuluh tapak.’ (11) Lalu berserulah nabi Yesaya kepada TUHAN, maka dibuatNyalah bayang-bayang itu mundur ke belakang sepuluh tapak, yang sudah dijalani bayang-bayang itu pada penunjuk matahari buatan Ahas.”.

Yes 38:8 - “Sesungguhnya, bayang-bayang pada penunjuk matahari buatan Ahas akan Kubuat mundur ke belakang sepuluh tapak yang telah dijalaninya.’ Maka pada penunjuk matahari itu mataharipun mundurlah ke belakang sepuluh tapak dari jarak yang telah dijalaninya.”.

3. Angin juga diatur oleh Providence of God.

John Calvin: “7. GOD’S PROVIDENCE ALSO REGULATES ‘NATURAL’ OCCURRENCES. Also, I say that particular events are generally testimonies of the character of God’s singular providence. In the desert God stirred up the south wind, which brought to the people an abundance of birds. (Exodus 16:13; Numbers 11:31.) When he would have Jonah cast into the sea, God sent a wind by stirring up a whirlwind (Jonah 1:4). Those who do not think that God controls the government of the universe will say that this was outside the common course. Yet from it I infer that no wind ever arises or increases except by God’s express command. Otherwise it would not be true that he makes the winds his messengers and the flaming fire his ministers, that he makes the clouds his chariots and rides upon the wings of the wind (Psalm 104:3-4; cf. Psalm 103:3-4, Vg.), unless by his decision he drove both clouds and winds about, and showed in them the singular presence of his power. So, also, we are elsewhere taught that whenever the sea boils up with the blast of winds those forces witness to the singular presence of God. ‘He commands and raises the stormy wind which lifts on high the waves of the sea’ (Psalm 107:25; cf. Psalm 106:25, Vg.); ‘then he causes the storm to become calm, so that the waves cease for the sailors’ (Psalm 107:29); just as elsewhere he declares that he ‘has scourged the people with burning winds’ (Amos 4:9, cf. Vg.).” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 7.

Kel 16:13 - “Pada waktu petang datanglah berduyun-duyun burung puyuh yang menutupi perkemahan itu; dan pada waktu pagi terletaklah embun sekeliling perkemahan itu.”.

Bil 11:31 - “Lalu bertiuplah angin yang dari TUHAN asalnya; dibawanyalah burung-burung puyuh dari sebelah laut, dan dihamburkannya ke atas tempat perkemahan dan di sekelilingnya, kira-kira sehari perjalanan jauhnya ke segala penjuru, dan kira-kira dua hasta tingginya dari atas muka bumi.”.

Yun 1:4 - “Tetapi TUHAN menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur.”.

Maz 104:3-4 - “(3) yang mendirikan kamar-kamar lotengMu di air, yang menjadikan awan-awan sebagai kendaraanMu, yang bergerak di atas sayap angin, (4) yang membuat angin sebagai suruhan-suruhanMu, dan api yang menyala sebagai pelayan-pelayanMu,”.

Maz 107:25,29 - “(25) Ia berfirman, maka dibangkitkanNya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya. ... (29) dibuatNyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang.”.

Amos 4:9 - “‘Aku telah memukul kamu dengan hama dan penyakit gandum, telah melayukan taman-tamanmu dan kebun-kebun anggurmu, pohon-pohon ara dan pohon-pohon zaitunmu dimakan habis oleh belalang, namun kamu tidak berbalik kepadaKu,’ demikianlah firman TUHAN.”.

KJV: ‘blasting’ [= angin yang keras].

NASB: ‘scorching wind’ [= angin yang membakar / mengeringkan].

4. Orang mendapat anak. Ini bukan merupakan hal yang alamiah, tetapi ini adalah pekerjaan Tuhan.

Hana (Ibu Samuel) tidak bisa mempunyai anak, karena ‘TUHAN telah menutup kandungannya’ (1Sam 1:5), dan waktu akhirnya bisa mempunyai anak, itu karena ‘TUHAN ingat kepadanya’ (1Sam 1:19-20).

1Sam 1:5,19-20 - “(5) Meskipun ia mengasihi Hana, ia memberikan kepada Hana hanya satu bagian, sebab TUHAN telah menutup kandungannya. ... (19) Keesokan harinya bangunlah mereka itu pagi-pagi, lalu sujud menyembah di hadapan TUHAN; kemudian pulanglah mereka ke rumahnya di Rama. Ketika Elkana bersetubuh dengan Hana, isterinya, TUHAN ingat kepadanya. (20) Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: ‘Aku telah memintanya dari pada TUHAN.’”.

John Calvin: “So too, although the power to procreate is naturally implanted in men, yet God would have it accounted to his special favor that he leaves some in barrenness, but graces others with offspring (cf. Psalm 113:9); ‘for the fruit of the womb is his gift’ (Psalm 127:3 p.). For this reason, Jacob said to his wife, ‘Am I God that I can give you children?’ (Genesis 30:2 p.).” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 7.

Maz 113:9 - “Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!”.

Maz 127:3 - “Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah.”.

Kej 30:1-2 - “(1) Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub, cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub: ‘Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati.’ (2) Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel dan ia berkata: ‘Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau mengandung?’”.

5. Semua makhluk / binatang mendapat makan dari Tuhan.

Maz 104:27-28 - “(27) Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan.”.

Catatan: kalau mau lebih jelas, baca mulai ay 10 sampai dengan ay 30.

John Calvin: “To end this at once: there is nothing more ordinary in nature than for us to be nourished by bread. Yet the Spirit declares not only that the produce of the earth is God’s special gift but that ‘men do not live by bread alone’ (Deuteronomy 8:3; Matthew 4:4); because it is not plenty itself that nourishes men, but God’s secret blessing; just as conversely he threatens that he is going to ‘take away the stay of bread’ (Isaiah 3:1). And indeed, that earnest prayer for daily bread (Matthew 6:11) could be understood only in the sense that God furnishes us with food by his fatherly hand. For this reason, the prophet, to persuade believers that God in feeding them fulfills the office of the best of all fathers of families, states that he gives food to all flesh (Psalm 136:25; cf. Psalm 135:25, Vg.).” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 7.

Ul 8:3 - “Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN.”.

Mat 4:4 - “Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.’”.

Catatan: dua ayat di atas ini digunakan oleh Calvin untuk mengajar bahwa yang membuat kita hidup bukan roti / makanan tetapi berkat rahasia dari Allah.

Yes 3:1 - “Maka sesungguhnya Tuhan, TUHAN semesta alam, akan menjauhkan dari Yerusalem dan dari Yehuda setiap orang yang mereka andalkan, segala persediaan makanan dan minuman:”.

Mat 6:11 - “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”.

Maz 136:25a - “Dia yang memberikan roti kepada segala makhluk;”.

NIV: ‘and who gives food to every creatures’ [= yang memberi makanan kepada setiap makhluk ciptaan].

6. Kesehatan bukan dari makanan tetapi dari Allah.

Daniel 1:8-15 - “(8) Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya. (9) Maka Allah mengaruniakan kepada Daniel kasih dan sayang dari pemimpin pegawai istana itu; (10) tetapi berkatalah pemimpin pegawai istana itu kepada Daniel: ‘Aku takut, kalau-kalau tuanku raja, yang telah menetapkan makanan dan minumanmu, berpendapat bahwa kamu kelihatan kurang sehat dari pada orang-orang muda lain yang sebaya dengan kamu, sehingga karena kamu aku dianggap bersalah oleh raja.’ (11) Kemudian berkatalah Daniel kepada penjenang yang telah diangkat oleh pemimpin pegawai istana untuk mengawasi Daniel, Hananya, Misael dan Azarya: (12) ‘Adakanlah percobaan dengan hamba-hambamu ini selama sepuluh hari dan biarlah kami diberikan sayur untuk dimakan dan air untuk diminum; (13) sesudah itu bandingkanlah perawakan kami dengan perawakan orang-orang muda yang makan dari santapan raja, kemudian perlakukanlah hamba-hambamu ini sesuai dengan pendapatmu.’ (14) Didengarkannyalah permintaan mereka itu, lalu diadakanlah percobaan dengan mereka selama sepuluh hari. (15) Setelah lewat sepuluh hari, ternyata perawakan mereka lebih baik dan mereka kelihatan lebih gemuk dari pada semua orang muda yang telah makan dari santapan raja.”.

Daniel 1:8-15 ini menunjukkan bahwa sekalipun Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego makanannya kurang bergizi dibanding orang-orang yang lain tetapi Allah membuat mereka lebih sehat. Memang pada umumnya orang yang makanannya lebih bergizi akan lebih sehat dari pada orang yang kekurangan gizi, tetapi semua itu tetap ada di bawah pengaturan Allah, dan Allah bisa keluar dari hukum itu kapanpun Dia mau.

6. Kematian setiap orang juga diatur oleh providence of God.

John Calvin: “Let us imagine, for example, a merchant who, entering a wood with a company of faithful men, unwisely wanders away from his companions, and in his wandering comes upon a robber’s den, falls among thieves, and is slain. His death was not only foreseen by God’s eye, but also determined by his decree. For it is not said that he foresaw how long the life of each man would extend, but that he determined and fixed the bounds that men cannot pass (Job 14:5). Yet as far as the capacity of our mind is concerned, all things therein seem fortuitous. What will a Christian think at this point? Just this: whatever happened in a death of this sort he will regard as fortuitous by nature, as it is; yet he will not doubt that God’s providence exercised authority over fortune in directing its end.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 9.

Ayub 14:5 - “Jikalau hari-harinya sudah pasti, dan jumlah bulannya sudah tentu padaMu, dan batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya,”.

Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa ‘Providence’ berhubungan dengan segala sesuatu:

1) Kel 1:6-11 - “(6) Kemudian matilah Yusuf, serta semua saudara-saudaranya dan semua orang yang seangkatan dengan dia. (7) Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka. (8) Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. (9) Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: ‘Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. (10) Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan - jika terjadi peperangan - jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini.’ (11) Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses.”.

Baik Israel bisa berkembang biak dengan pesat, maupun perubahan sikap raja / orang Mesir terhadap mereka, semuanya terjadi karena pekerjaan Tuhan!

Maz 105:23-25 - “(23) Demikianlah Israel datang ke Mesir, dan Yakub tinggal sebagai orang asing di tanah Ham. (24) TUHAN membuat umatNya sangat subur, dan menjadikannya lebih kuat dari pada para lawannya; (25) diubahNya hati mereka untuk membenci umatNya, untuk memperdayakan hamba-hambaNya.”.

Calvin (tentang Maz 105:24): “The singular favor of God towards his Church is now commended by the additional circumstance, that within a short space of time, the chosen people increased beyond the common proportion. In this matter the wonderful blessing of God was strikingly displayed.” [= ].

Calvin (tentang Maz 105:25): “The Egyptians, though at first kind and courteous hosts to the Israelites, became afterwards cruel enemies; and this also the prophet ascribes to the counsel of God. They were undoubtedly driven to this by a perverse and malignant spirit, by pride and covetousness; but still such a thing did not happen without the providence of God, who in an incomprehensible manner so accomplishes his work in the reprobate, ...” [= Orang-orang Mesir, sekalipun mula-mula merupakan tuan rumah yang baik dan sopan kepada orang-orang Israel, belakangan menjadi musuh-musuh yang kejam; dan ini juga sang nabi anggap berasal dari rencana Allah. Tak diragukan bahwa mereka didorong pada hal ini oleh roh / kecondongan yang jahat dan bermaksud buruk, oleh kesombongan dan ketamakan; tetapi tetap hal seperti itu tidak terjadi tanpa Providensia Allah, yang dengan suatu cara yang tak bisa dimengerti mencapai pekerjaanNya dalam diri orang-orang jahat / yang ditentukan untuk binasa, ...].

2) Kel 3:19-20 - “(19) Tetapi Aku tahu, bahwa raja Mesir tidak akan membiarkan kamu pergi, kecuali dipaksa oleh tangan yang kuat. (20) Tetapi Aku akan mengacungkan tanganKu dan memukul Mesir dengan segala perbuatan yang ajaib, yang akan Kulakukan di tengah-tengahnya; sesudah itu ia akan membiarkan kamu pergi.”.

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Kel 11:1 - “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Aku akan mendatangkan satu tulah lagi atas Firaun dan atas Mesir, sesudah itu ia akan membiarkan kamu pergi dari sini; apabila ia membiarkan kamu pergi, ia akan benar-benar mengusir kamu dari sini.”.

Kel 12:30-33 - “(30) Lalu bangunlah Firaun pada malam itu, bersama semua pegawainya dan semua orang Mesir; dan kedengaranlah seruan yang hebat di Mesir, sebab tidak ada rumah yang tidak kematian. (31) Lalu pada malam itu dipanggilnyalah Musa dan Harun, katanya: ‘Bangunlah, keluarlah dari tengah-tengah bangsaku, baik kamu maupun orang Israel; pergilah, beribadahlah kepada TUHAN, seperti katamu itu. (32) Bawalah juga kambing dombamu dan lembu sapimu, seperti katamu itu, tetapi pergilah! Dan pohonkanlah juga berkat bagiku.’ (33) Orang Mesir juga mendesak dengan keras kepada bangsa itu, menyuruh bangsa itu pergi dengan segera dari negeri itu, sebab kata mereka: ‘Nanti kami mati semuanya.’”.

Calvin (tentang Kel 12:31-36): “It is not probable that God’s servants were recalled into the presence of Pharaoh; but the sense of this passage must be sought for in the prediction of Moses. Pharaoh, therefore, is said to have called them, when, by sending to them his chief courtiers, he compelled their departure. And this is sufficiently proved by the context, because it is immediately added, that the Israelites were by the Egyptians compelled to go out: in haste. Therefore, although Pharaoh never should have seen Moses from the time that he threatened him with death if he came to him again, there is nothing absurd in saying that he called for him when he sent his nobles to him with his command. The perturbation of an alarmed and anxious person is expressed to the life in these words, - ‘Rise up, get you forth, both ye and your children; go, serve the Lord; also take your flocks and your herds, as ye have said.’ For he takes no less precaution lest he should give any occasion for delay, than he had before been diligent in bargaining. Whilst, then, he hastily cuts off all objections, the change in the man betrays itself, for the same God who had before hardened his iron heart has now broken it. Hence, too, that cry - the signal of despair - ‘We be all dead men;’ hence, too, their readiness to give willingly of their substance, and to dress up in spoils those whom they had pillaged before.” [= karena Allah yang sama yang sebelumnya telah mengeraskan hati besinya sekarang menghancurkan / mematahkannya.].

Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.

3) Kel 3:21-22 - “(21) Dan Aku akan membuat orang Mesir bermurah hati terhadap bangsa ini, sehingga, apabila kamu pergi, kamu tidak pergi dengan tangan hampa, (22) tetapi tiap-tiap perempuan harus meminta dari tetangganya dan dari perempuan yang tinggal di rumahnya, barang-barang perak dan emas dan kain-kain, yang akan kamu kenakan kepada anak-anakmu lelaki dan perempuan; demikianlah kamu akan merampasi orang Mesir itu.’”.

Kel 11:2-3 - “(2) Baiklah katakan kepada bangsa itu, supaya setiap laki-laki meminta barang-barang emas dan perak kepada tetangganya dan setiap perempuan kepada tetangganya pula.’ (3) Lalu TUHAN membuat orang Mesir bermurah hati terhadap bangsa itu; lagipula Musa adalah seorang yang sangat terpandang di tanah Mesir, di mata pegawai-pegawai Firaun dan di mata rakyat.”.

Catatan: dalam NIV ay 3 ini diletakkan dalam tanda kurung, sehingga ini merupakan keterangan.

Kel 12:36 - “Dan TUHAN membuat orang Mesir bermurah hati terhadap bangsa itu, sehingga memenuhi permintaan mereka. Demikianlah mereka merampasi orang Mesir itu.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan yang membuat orang Mesir bermurah hati kepada orang Israel.

Calvin (tentang Kel 12:31-36): “Nor indeed does he without reason repeat that this favor proceeded from divine inspiration, since there would never have been such liberality in robbers as willingly to proffer whatever precious things their houses possessed, and to give them to the Israelites, now ready to depart, whom they knew to be justly hostile to them on account of so many injuries.” [= ].

4) 2Sam 17:14 - “Lalu berkatalah Absalom dan setiap orang Israel: ‘Nasihat Husai, orang Arki itu, lebih baik dari pada nasihat Ahitofel.’ Sebab TUHAN telah memutuskan, bahwa nasihat Ahitofel yang baik itu digagalkan, dengan maksud supaya TUHAN mendatangkan celaka kepada Absalom.”.

Tuhan yang bekerja sehingga nasehat Ahitofel ditolak dan ini menyebabkan kekalahan Absalom.

5) Ezra 1:1 - “Pada tahun pertama zaman Koresy, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresy, raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini:”.

Tuhan menggerakkan hati raja Koresy sehingga ia memerintahkan orang Yahudi pulang kembali ke Kanaan (untuk ini baca Ezra 1 itu sampai dengan ayat 4).

6) Ayub 12:7-25 - “(7) Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10) bahwa di dalam tanganNya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia? (11) Bukankah telinga menguji kata-kata, seperti langit-langit mencecap makanan? (12) Konon hikmat ada pada orang yang tua, dan pengertian pada orang yang lanjut umurnya. (13) Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian. (14) Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali; bila Ia menangkap seseorang, tidak ada yang dapat melepaskannya. (15) Bila Ia membendung air, keringlah semuanya; bila Ia melepaskannya mengalir, maka tanah dilandanya. (16) Pada Dialah kuasa dan kemenangan, Dialah yang menguasai baik orang yang tersesat maupun orang yang menyesatkan. (17) Dia yang menggiring menteri dengan telanjang, dan para hakim dibodohkanNya. (18) Dia membuka belenggu yang dikenakan oleh raja-raja dan mengikat pinggang mereka dengan tali pengikat. (19) Dia yang menggiring dan menggeledah para imam, dan menggulingkan yang kokoh. (20) Dia yang membungkamkan orang-orang yang dipercaya, menjadikan para tua-tua hilang akal. (21) Dia yang mendatangkan penghinaan kepada para pemuka, dan melepaskan ikat pinggang orang kuat. (22) Dia yang menyingkapkan rahasia kegelapan, dan mendatangkan kelam pekat pada terang. (23) Dia yang membuat bangsa-bangsa bertumbuh, lalu membinasakannya, dan memperbanyak bangsa-bangsa, lalu menghalau mereka. (24) Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara yang tidak ada jalannya. (25) Mereka meraba-raba dalam kegelapan yang tidak ada terangnya; dan Ia membuat mereka berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk.’”.

Text di atas ini menunjukkan sederetan hal-hal, yang terjadi karena Providensia Allah! Ini jelas merupakan wakil dari segala sesuatu!

7) Maz 75:7-8 - “(7) Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, (8) tetapi Allah adalah Hakim: direndahkanNya yang satu dan ditinggikanNya yang lain.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa peninggian maupun perendahan seseorang merupakan pekerjaan Allah.

Calvin (tentang Maz 75:7-8): “he teaches us that promotion or advancement proceeds not from the earth but from God alone. ... it is God alone who has the power to exalt and to abase. ... although many attain to exalted stations either by unlawful arts, or by the aid of worldly instrumentality, yet that does not happen by chance; such persons being advanced to their elevated position by the secret purpose of God, ... To teach us then, with all moderation and humility, to remain contented with our own condition, the Psalmist clearly defines in what the judgment of God, or the order which he observes in the government of the world, consists, telling us that it belongs to him alone to exalt or to abase those of mankind whom he pleases.” [= ].

John Calvin: “Thus, also, another prophet rebukes the impious who ascribe to men’s toil, or to fortune, the fact that some lie in squalor and others rise up to honors. ‘For not from the east, nor from the west, nor from the wilderness comes lifting up; because God is judge, he humbles one and lifts up another.’ (Psalm 75:6-7.) Because God cannot put off the office of judge, hence he reasons that it is by His secret plan that some distinguish themselves, while others remain contemptible.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 6.

8) Maz 115:3 - “Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendakiNya!”.

John Calvin: “governing heaven and earth by his providence, he so regulates all things that nothing takes place without his deliberation. For when, in The Psalms, it is said that ‘he does whatever he wills’ {Psalm 115:3; cf. Psalm 113(b): 3, Vg.}, a certain and deliberate will is meant.” [= memerintah langit / surga dan bumi oleh ProvidensiaNya, Ia begitu mengatur segala sesuatu sehingga tak ada apapun terjadi tanpa pertimbanganNya. Karena pada waktu, dalam Kitab Mazmur, dikatakan bahwa ‘Ia melakukan apapun yang Ia kehendaki’ {Maz 115:3; bdk. Maz 113(b):3, Vulgate.}, suatu kehendak yang pasti dan sengaja yang dimaksudkan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 16, no 3.

PROVIDENCE OF GOD (7)

9) Maz 135:6-7 - “(6) TUHAN melakukan apa yang dikehendakiNya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya; (7) Ia menaikkan kabut dari ujung bumi, Ia membuat kilat mengikuti hujan, Ia mengeluarkan angin dari dalam perbendaharaanNya.”

Ayat ini menunjukkan bahwa semua yang terjadi di langit, di bumi, di laut / samudera raya, baik kabut, kilat, angin, hujan, dsb merupakan pekerjaan Allah.

Bdk. Yer 14:22 - “Adakah yang dapat menurunkan hujan di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendirimemberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya TUHAN Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya itu?”.

Calvin (tentang Maz 135:6): “This is that immeasurable greatness of the divine being, of which he had just spoken. He not only founded heaven and earth at first, but governs all things according to his power. To own that God made the world, but maintain that he sits idle in heaven, and takes no concern in the management of it, is to cast an impious aspersion upon his power; and yet the idea, absurd as it is, obtains wide currency amongst men. ... Scripture teaches us that it is a real practical power, by which he governs the whole world as he does according to his will.” [= Ini adalah kebesaran Allah yang sangat besar / tak terukur itu, tentang mana ia baru berbicara. Ia bukan hanya pertama-tama menciptakan langit dan bumi, tetapi memerintah segala sesuatu sesuai / menurut kuasaNya. Mengakui bahwa Allah menciptakan dunia / alam semesta, tetapi mempertahankan bahwa Ia duduk bermalas-malasan di surga, dan tidak mempedulikan dalam pengaturannya, berarti melemparkan suatu fitnah / tuduhan palsu yang jahat pada kuasaNya; tetapi gagasan itu, bagaimanapun konyol / menggelikannya, mendapatkan penerimaan umum yang lebar di antara manusia. ... Kitab Suci mengajar kita bahwa itu merupakan suatu kuasa praktis yang nyata, dengan mana Ia memerintah seluruh dunia / alam semesta pada waktu Ia bertindak sesuai dengan kehendakNya.].

10)Amsal 16:1,9 - “(1) Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN. ... (9) Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya.”.

Amsal 16:1 (NIV): ‘To man belong the plans of the heart, but from the LORD comes the reply of the tongue.’ [= Milik manusialah rencana-rencana dari hati, tetapi dari TUHAN datang jawaban lidah.].

Amsal 16:9 (NIV): ‘In his heart a man plans his course, but the LORD determines his steps.’ [= Dalam hatinya seorang manusia merencanakan jalannya, tetapi TUHAN menentukan langkah-langkahnya.].

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa sekalipun manusia memikirkan / merencanakan mana jalan yang terbaik, tetapi baik kata-kata maupun arah langkahnya ditentukan oleh Tuhan.

Bdk. Amsal 20:24 - “Langkah orang ditentukan oleh TUHAN, tetapi bagaimanakah manusia dapat mengerti jalan hidupnya?”.

Bdk. Yer 10:23 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.”.

Biarlah orang-orang Arminian / non-Reformed yang mempercayai free will / kehendak bebas, menafsirkan apa arti dari ayat-ayat di atas ini!

Calvin (tentang Yer 10:23): “The Prophet, I doubt not, referred to the Jews, who had for a long time been accustomed to dismiss every fear, as though they were able by their own counsels to consult in the best way for the public good: for we know, that whenever any danger was apprehended from the Assyrians, they usually fled for aid to Egypt or to Chaldea. Thus, then, they provided for themselves, so that they thought that they took good care of their affairs, while they had recourse to this or that expedient; and then, when the prophets denounced on them the vengeance of God, they usually regarded only their then present state, as though God could not; in one instant vibrate his lightnings from the rising to the setting sun.” [= ].

Calvin (tentang Yer 10:23): “he treats not here of counsels, but that though men wisely guided their affairs, the Prophet denies that the issue is in their own hands or at their own will: and hence he expressly speaks of a man walking. He concedes that men walk, but yet he intimates that they cannot move a foot, except they receive strength from God. ... We may hence gather a general truth - that men greatly deceive themselves, when they think that fortune or the issue of events is in their own hands: for though they may consult most wisely, yet things will turn out unsuccessfully, unless God blesses their counsels.” [= di sini ia tidak membahas rencana, tetapi bahwa sekalipun manusia secara bijaksana mengarahkan urusan-urusan mereka, sang Nabi menyangkal bahwa hasilnya ada dalam tangan / kuasa mereka sendiri atau pada kehendak mereka sendiri: dan karena itu ia secara explicit berbicara tentang seseorang yang berjalan. Ia mengakui bahwa manusia berjalan, tetapi ia menyatakan secara tak langsung bahwa mereka tidak bisa menggerakan satu kaki, kecuali mereka menerima kekuatan dari Allah. ... Karena itu kami menyimpulkan suatu kebenaran umum - bahwa manusia sangat menipu diri mereka sendiri, pada waktu mereka berpikir bahwa sukses atau hasil dari peristiwa-peristiwa ada dalam tangan mereka sendiri; karena sekalipun mereka bisa mempertimbangkan dengan sangat bijaksana, tetapi hal-hal akan berakhir secara tidak sukses, kecuali Allah memberkati rencana mereka.].

Calvin (tentang Yer 10:23): “And this is what we ought carefully to notice, because we see how presumptuously men promise themselves this and that; and this presumption can hardly be arrested while men arrogate to themselves what belongs peculiarly to God alone. There are many warnings given in Scripture in order to check this rashness; but almost all proceed in their own course, and cannot, be induced to allow themselves to be ruled by God. James condemns this madness when he says, that men resolve what they would for a long time do: the merchant determines on a long voyage, not only for three or four months, but for many years; another undertakes war; another ventures to take this or that business in hand; in short, there is no end to such instances. The Holy Spirit has by this one passage checked the boldness of those who claim for themselves more than they ought: but the greater part, as I have already said, think that the event is in their own power.” [= Dan ini adalah apa yang kita harus perhatikan dengan teliti, karena kita melihat betapa dengan sombong manusia menjanjikan diri mereka sendiri ini dan itu; dan sikap sombong ini hampir tidak bisa dihentikan / ditahan pada waktu manusia secara sombong mengclaim untuk diri mereka sendiri apa yang secara khusus adalah milik Allah saja.].

Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.

Bdk. Yak 4:13-15 - “(13) Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14) sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus berkata: ‘JIKA TUHAN MENGHENDAKINYA, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’”.

Calvin (tentang Yer 10:23): “On this account Solomon says, that man deliberates, but that it is God who governs the tongue (Prov. 16:1). He had said in the former clause, that it is man who sets in order his ways; but he said this ironically, as it is what most believe; for when they undertake anything, they are not so solicitous about the event, but they always promise to themselves more than what they have a right to do. Men, he says, set in order or arrange their ways, but God governs the tongue; that is, they cannot speak a word unless the Lord lets loose the bridle of their tongues; and yet we know that many things are vainly said by men, for they are never accomplished. Since then the voice itself is not in the power of man, but depends on the will of God, what ought we to think of the issue?” [= Karena itu Salomo berkata, bahwa manusia memutuskan, tetapi bahwa adalah Allah yang memerintah lidah (Amsal 16:1). Ia telah mengatakan, dalam anak kalimat sebelumnya, bahwa adalah manusia yang mengatur jalannya; tetapi ia mengatakan ini secara ironis, sebagaimana kebanyakan dipercaya; karena pada waktu mereka mulai melakukan apapun, mereka tidak kuatir tentang peristiwa itu, tetapi mereka selalu berjanji kepada diri mereka sendiri, lebih dari pada apa yang mereka berhak melakukannya. Manusia, ia berkata, mengatur jalan mereka, tetapi Allah memerintah lidah; artinya, mereka tidak bisa mengucapkan satu katapun kecuali Tuhan melepaskan kekang dari lidah mereka; tetapi kita tahu bahwa banyak hal dikatakan dengan sia-sia oleh manusia, karena hal-hal itu tidak pernah tercapai. Maka karena suara itu sendiri tidak berada dalam kuasa manusia, tetapi tergantung kehendak Allah, apa yang seharusnya kita pikirkan tentang pokok ini?].

Calvin (tentang Yer 10:23): “We now then see the truth which may be learnt from this passage, - that men deceive themselves when they dare to undertake this or that business, and promise themselves a happy issue. But we must farther observe, that not only events are at the disposal of God, but counsels also; for God directs the hearts and minds of men as it seemeth him good. BUT ALL THINGS ARE NOT SAID IN EVERY PASSAGE. The Prophet does not here avowedly speak of what men can do, but grants this to them - that they consult, that they decide; yet he teaches us that the execution is not in their own power.” [= Maka sekarang kita melihat kebenaran yang bisa dipelajari dari text ini, - bahwa orang-orang menipu diri mereka sendiri pada waktu mereka berani memulai / mencoba bisnis ini atau itu, dan menjanjikan diri mereka sendiri suatu hasil yang menggembirakan. Tetapi kita harus mengamati lebih lanjut, bahwa bukan hanya peristiwa-peristiwa ada dalam kuasa Allah untuk membagi-bagikan, tetapi juga rencana-rencana; karena Allah mengarahkan hati dan pikiran dari manusia seperti yang kelihatan baik bagiNya. TETAPI TAK SEMUA HAL DIBICARAKAN / DIKATAKAN DALAM SETIAP TEXT. Di sini sang Nabi tidak secara positif berbicara tentang apa yang manusia bisa lakukan, tetapi mengakui / memberikan hal ini kepada mereka - bahwa mereka berkonsultasi / berunding, bahwa mereka memutuskan; tetapi ia mengajar kita bahwa pelaksanaannya bukanlah ada dalam kuasa mereka sendiri.].

Kata-kata Calvin di sini ini penting, karena berguna dalam menafsirkan secara benar banyak ayat.

Misalnya:

Ro 7:15-19 - “(15) Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. (16) Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. (17) Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. (18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.”.

Apakah dari text ini kita harus menyimpulkan bahwa Paulus, sebagai manusia, bisa menghendaki yang baik, tetapi hanya tidak bisa melakukannya? Tidak mungkin, karena manusia dari dirinya sendiri, bukan hanya tak bisa melakukan apa yang baik, tetapi bahkan menghendaki yang baikpun juga tak bisa. Baik kehendak yang baik, maupun pelaksanaannya, merupakan pekerjaan Tuhan dalam diri kita.

Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya.”.

Ini terjemahannya kurang jelas. Bandingkan dengan KJV di bawah ini.

KJV: “For it is God which worketh in you BOTH TO WILL AND TO DO of his good pleasure” [= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu BAIK UNTUK MENGHENDAKI MAUPUN UNTUK MELAKUKAN dari kesenanganNya yang baik].

Calvin (tentang Yer 10:23): “Some foolishly elicit from this passage, that something belongs to man, that he possesses some power of free-will. There seems indeed to be here something plausible at the first view. Jeremiah says, that his way is not in man’s power, and that it is not in the power of him who walks to direct his steps; he then, it is said, has left something to man - he walks; it hence follows that free-will is not reduced to nothing, but that a defect is proved, for man of himself has no sufficient power unless he is helped from above. These are only puerile trifles; for, as we have said, the Prophet does not shew here what are the powers of free-will, and what power man has to deliberate, but he takes this as granted; yet the children of this world, though they seem to themselves to be very acute in all things, and take their own counsels, and rely on their own resources, are yet deceived, because God can in one moment dissipate all their hopes, as the events of things are wholly in his power. It is therefore by way of concession that he says that man walks, according to what Paul says in Romans 9:16, though in that passage he ascends higher; yet in saying, that it is not of him who wills nor of him who runs, he seems to concede to men the power of willing and running. But there is to be understood here a species of irony; for we know that men can never be stripped of that vain and deceptive conceit which fills them, while they think that they can obtain righteousness by their own strength. They dare not, indeed, actually to boast that they are the authors of their own salvation, and that righteousness is within their own power, but they wish to be associates with God. Though they admit him as a partner, they yet wish to divide with him. This is the folly which Paul ridicules; and he says, that it is not of him who wills, or of him who runs, but of God only who shews mercy; that is, that man’s salvation is alone from the mercy of God, and that it is not from the toil and running of man. When the Pelagians sought by this cavil to evade the sentence of Paul, ‘It is not of him who wills and runs,’ deducing hence, that man has some liberty to will and to run, Augustine said wisely, ‘If it be so, then, on the other hand, we may infer, that it is not of God who shews mercy, but of him who wills and runs.’ How so? If men co-operate in half with God, and if there is a concurrence of human power with the grace and aid of the Holy Spirit, and if this sentence, ‘It is not of him who wills, or of him who runs,’ is true according to the sense given to it, so we may also say, that it is not only of God who shews mercy, but also of him who wills and runs. Why? Because the mercy of God is not sufficient if it is to be aided by man’s power. But this is extremely absurd, and there is no one who does not abhor the thought, that man’s salvation is not from God’s mercy, but from their willing and running. It then follows, that all human power, and all labours, are wholly excluded by these words of Paul.” [= ].

Dalam kutipan di atas ini Calvin memberi contoh yang lain, yaitu Ro 9:16.

Ro 9:16 - “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.”.

KJV: ‘So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that sheweth mercy.’ [= Maka itu bukan dari dia yang menghendaki, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan / kemurahan hati.].

Apakah dari text ini kita harus menarik ajaran bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk menghendaki dan mengusahakan? Tentu tidak. Penjelasannya seperti dalam penjelasan tentang ayat-ayat di atas.

Calvin (tentang Yer 10:23): “Now, the Prophet does not speak of eternal salvation, but only of the actions of the present life. As then the Israelites thought that they had sufficient protection in their own wisdom, in their own power, in their own numbers, and also in their confederacies with other nations, the Prophet says, that they were deceived, for they arrogated to themselves the ruling power, which belongs to God alone; for what men commonly call fortune is nothing else but God’s providence. Since then God by his hidden counsel governs the affairs of men, it follows that all events, prosperous or adverse, are at his will. Whatever, then, men may consult, determine, and attempt, they yet can execute nothing, for God gives such an issue as he pleases. We now see what the Prophet speaks of, and also see that he touches not on the powers of free-will; for he does not refer here to man’s will, but only shews that after men have arranged their affairs in the best manner, all their counsels, strivings, and toils come to nothing, and that God disappoints their confidence, because they dare rashly to promise to themselves more than what is right.” [= sang Nabi berkata, bahwa mereka ditipu, karena mereka mengclaim dengan sombong bagi diri mereka sendiri kuasa memerintah, yang hanyalah milik dari Allah saja; karena apa yang manusia biasanya sebut sebagai ‘nasib baik’ bukan lain dari Providensia Allah. Maka karena Allah oleh rencanaNya yang tersembunyi memerintah urusan-urusan manusia, konsekwensinya adalah bahwa semua peristiwa-peristiwa, yang sukses / menyenangkan atau yang merugikan / tak menyenangkan, ada / tergantung pada kehendakNya. Jadi, apapun yang manusia pertimbangkan, tentukan, dan usahakan, mereka tidak bisa melakukan apapun, karena Allah memberikan hasil sedemikian rupa seperti yang Ia berkenan.].

Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.

John Calvin: “6. GOD’S PROVIDENCE ESPECIALLY RELATES TO MEN. But because we know that the universe was established especially for the sake of mankind, we ought to look for this purpose in his governance also. The prophet Jeremiah exclaims, ‘I know, O Lord, that the way of man is not his own, nor is it given to man to direct his own steps’ (Jeremiah 10:23, cf. Vg.). Moreover, Solomon says, ‘Man’s steps are from the Lord (Proverbs 20:24 p.) and how may man dispose his way?’ (Proverbs 16:9 p., cf. Vg.). Let them now say that man is moved by God according to the inclination of his nature, but that he himself turns that motion whither he pleases. Nay, if that were truly said, the free choice of his ways would be in man’s control. Perhaps they will deny this because he can do nothing without God’s power. Yet they cannot really get by with that, since it is clear that the prophet and Solomon ascribe to God not only might but also choice and determination. Elsewhere Solomon elegantly rebukes this rashness of men, who set up for themselves a goal without regard to God, as if they were not led by his hand. ‘The disposition of the heart is man’s, but the preparation of the tongue is the Lord’s.’ (Proverbs 16:1, 9, conflated.) It is an absurd folly that miserable men take it upon themselves to act without God, when they cannot even speak except as he wills!” [= Merupakan suatu kebodohan yang konyol / menggelikan bahwa orang-orang yang menjijikkan / memalukan menganggap diri mereka sendiri melakukan tanpa Allah, pada waktu mereka bahkan tidak bisa berbicara kecuali sebagaimana Ia menghendakinya!] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 6.

Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.

Dari semua kutipan dari Calvin dalam point ini kita bisa melihat betapa kerasnya pandangan Calvin dalam hal ini, karena ia mengatakan bahwa manusia tak bisa melakukan hal-hal terkecil sekalipun, seperti melangkah, atau bahkan berbicara, kalau bukan karena Providensia Allah!

11)Amsal 16:33 - “Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN.”.

Jatuhnya undian kelihatannya terjadi secara kebetulan, tetapi ayat ini mengatakan bahwa itu juga datang dari Tuhan / diatur oleh Tuhan.

John Calvin: “But the Lord does not allow this, claiming for himself the determining of them. He teaches that it is not by their own power that pebbles are cast into the lap and drawn out, but the one thing that could have been attributed to chance he testifies to come from himself (Proverbs 16:33).” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 6.

John Calvin: “What then? you will ask. Does nothing happen by chance, nothing by contingency? I reply: Basil the Great has truly said that ‘fortune’ and ‘chance’ are pagan terms, with whose significance the minds of the godly ought not to be occupied. For if every success is God’s blessing, and calamity and adversity his curse, no place now remains in human affairs for fortune or chance. And that saying of Augustine also ought to impress us: "It grieves me that in my books ‘Against the Academics’ I have so often mentioned Fortune; although I did not mean some goddess or other to be understood by this name, but only a fortuitous outcome of things in outward good or evil. From FORTUNA also come those words which we should have no scruple about using: FORTE, FORSAN, FORSITAN, FORTASSE, FORTUITO (haply, perchance, mayhap, perhaps, fortuitously); which nevertheless must be wholly referred to divine providence. And I did not pass over this in silence but said it, for perhaps what is commonly called ‘fortune’ is also ruled by a secret order, and we call a ‘chance occurrence’ only that of which the reason and cause are secret. Indeed, I said this: but I regret having thus mentioned ‘fortune’ here, since I see that men have a very bad custom, that where one ought to say ‘God willed this,’ they say, ‘fortune willed this.’" In fine, Augustine commonly teaches that if anything is left to fortune, the world is aimlessly whirled about. And although in another place he lays down that all things are carried on partly by man’s free choice, partly by God’s providence, yet a little after this he sufficiently demonstrates that men are under, and ruled by, providence; taking as his principle that nothing is more absurd than that anything should happen without God’s ordaining it, because it would then happen without any cause. For this reason he excludes, also, the contingency that depends upon men’s will; soon thereafter he does so more clearly, denying that we ought to seek the cause of God’s will.” [= tetapi sedikit setelahnya, ia (Agustinus) secara cukup menunjukkan bahwa orang-orang ada di bawah, dan diperintah oleh, providensia; mengambil sebagai prinsipnya bahwa tak ada apapun yang lebih menggelikan dari pada bahwa ada apapun yang terjadi tanpa Allah menentukannya, karena itu berarti itu terjadi tanpa penyebab apapun.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 8.

Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.

12)Amsal 19:21 - “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa manusia bisa merencanakan, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.

13)Amsal 21:1 - “Hati raja seperti batang air dalam tangan TUHAN, dialirkannya ke mana Ia ingini.”.

Hati raja diarahkan oleh Tuhan sesuai kehendakNya. Sebetulnya tentu saja bukan hati raja saja yang diarahkan oleh Tuhan, tetapi juga hati / pikiran semua manusia. Karena itu, kalau tadi dalam Amsal 16:1,9 dan Amsal 19:21 dikatakan bahwa manusia bisa memikirkan / menimbang jalannya, maka semua itu tetap ada dalam penentuan dan kontrol dari Allah!

John Calvin: “Solomon’s statement that the heart of a king is turned about hither and thither at God’s pleasure (Proverbs 21:1) certainly extends to all the human race, and carries as much weight as if he had said: ‘Whatever we conceive of in our minds is directed to his own end by God’s secret inspiration.’” [= pernyataan Salomo bahwa hati dari seorang raja dibelokkan kesana kemari sesuai kesenangan Allah (Amsal 21:1) pasti meluas / mencakup pada semua umat manusia, dan membawa / mempunyai kekuatan yang sama seakan-akan ia telah berkata: ‘Apapun yang kita mengerti dalam pikiran kita diarahkan pada tujuannya sendiri oleh bimbingan rahasia Allah’.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 18, No 2.

John Calvin: “And surely unless he worked inwardly in men’s minds, it would not rightly have been said that he removes speech from the truthful, and prudence from the old men (Ezekiel 7:26); that he takes away the heart of the princes of the earth so they may wander in trackless wastes (Job 12:24; cf. Psalm 107:40; 106:40, Vg.). To this pertains what one often reads: that men are fearful according as dread of him takes possession of their minds (Leviticus 26:36). So David went forth from Saul’s camp without anyone’s knowing it, because the sleep of God had overtaken them all. (1 Samuel 26:12.) But one can desire nothing clearer than where he so often declares that he blinds men’s minds (Isaiah 29:14), smites them with dizziness (cf. Deuteronomy 28:28; Zechariah 12:4), makes them drunk with the spirit of drowsiness (Isaiah 29:10), casts madness upon them (Romans 1:28), hardens their hearts (Exodus 14:17 and passim).” [= Dan pastilah, kecuali Ia bekerja di dalam pikiran manusia, akan dikatakan secara tidak benar bahwa Ia menghilangkan ucapan dari orang yang mengatakan kebenaran, dan hikmat dari orang-orang tua (Yeh 7:26); bahwa Ia mengambil / menyingkirkan hati dari pangeran-pangeran bumi sehingga mereka bisa mengembara di daerah liar yang tak ada jalannya (Ayub 12:24; bdk. Maz 107:40; 106:40, Vg.). Pada hal ini berhubungan / sesuai apa yang orang sering baca: bahwa manusia takut sesuai dengan rasa takut dari Dia menguasai pikiran mereka (Im 26:36). Demikianlah Daud keluar dari perkemahan Saul tanpa seorangpun mengetahuinya, karena tidur dari Allah telah secara tiba-tiba menimpa mereka semua. (1Sam 26:12). Tetapi seseorang tidak bisa menginginkan apapun yang lebih jelas dari dimana Ia begitu sering menyatakan bahwa Ia membutakan pikiran manusia (Yes 29:14), memukul mereka dengan kepusingan / kebingungan (bdk. Ul 28:28; Zakh 12:4), membuat mereka mabuk dengan roh mengantuk (Yes 29:10), menjatuhkan kegilaan atas mereka (Ro 1:28), mengeraskan hati mereka (Kel 14:17 dan banyak ayat lain dalam kitab itu).] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 18, No 2.

Yeh 7:26 - “Bencana demi bencana akan datang, kabar demi kabar akan tersiar. Mereka akan menginginkan suatu penglihatan dari nabi, pengajaran hilang lenyap dari imam, dan nasihat dari tua-tua.”.

Ayub 12:24 - “Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara yang tidak ada jalannya.”.

Mazmur 107:40 - “DitumpahkanNya kehinaan ke atas orang-orang terkemuka, dan dibuatNya mereka mengembara di padang tandus yang tiada jalan;”.

Im 26:36 - “Dan mengenai mereka yang masih tinggal hidup dari antaramu, Aku akan mendatangkan kecemasan ke dalam hati mereka di dalam negeri-negeri musuh mereka, sehingga bunyi daun yang ditiupkan anginpun akan mengejar mereka, dan mereka akan lari seperti orang lari menjauhi pedang, dan mereka akan rebah, sungguhpun tidak ada orang yang mengejar.”.

1Samuel 26:12 - “Kemudian Daud mengambil tombak dan kendi itu dari sebelah kepala Saul, lalu mereka pergi. Tidak ada yang melihatnya, tidak ada yang mengetahuinya, tidak ada yang terbangun, sebab sekaliannya tidur, karena TUHAN membuat mereka tidur nyenyak.”.

Yes 29:14 - “maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi.’”.

Ulangan 28:28 - “TUHAN akan menghajar engkau dengan kegilaan, kebutaan dan kehilangan akal,”.

Zakh 12:4 - “Pada waktu itu, demikianlah firman TUHAN, Aku akan membuat segala kuda menjadi bingung, penunggangnya menjadi gila. Atas kaum Yehuda, Aku akan membuka mataKu, tetapi segala kuda bangsa akan Kubuat menjadi buta.”.

Yes 29:10 - “Sebab TUHAN telah membuat kamu tidur nyenyak; matamu - yakni para nabi - telah dipejamkanNya dan mukamu - yaitu para pelihat - telah ditudungiNya.”.

Ro 1:28 - “Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:”.

Kel 14:17 - “Tetapi sungguh Aku akan mengeraskan hati orang Mesir, sehingga mereka menyusul orang Israel, dan terhadap Firaun dan seluruh pasukannya, keretanya dan orangnya yang berkuda, Aku akan menyatakan kemuliaanKu.”.

14)Amsal 21:31 - “Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan dalam perang bukan tergantung persiapan / kekuatan pasukan, tetapi tergantung Tuhan.

Text yang menunjukkan hal ini secara paling menyolok adalah text di bawah ini.

Kel 17:8-13 - “(8) Lalu datanglah orang Amalek dan berperang melawan orang Israel di Rafidim. (9) Musa berkata kepada Yosua: ‘Pilihlah orang-orang bagi kita, lalu keluarlah berperang melawan orang Amalek, besok aku akan berdiri di puncak bukit itu dengan memegang tongkat Allah di tanganku.’ (10) Lalu Yosua melakukan seperti yang dikatakan Musa kepadanya dan berperang melawan orang Amalek; tetapi Musa, Harun dan Hur telah naik ke puncak bukit. (11) Dan terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya, lebih kuatlah Israel, tetapi apabila ia menurunkan tangannya, lebih kuatlah Amalek. (12) Maka penatlah tangan Musa, sebab itu mereka mengambil sebuah batu, diletakkanlah di bawahnya, supaya ia duduk di atasnya; Harun dan Hur menopang kedua belah tangannya, seorang di sisi yang satu, seorang di sisi yang lain, sehingga tangannya tidak bergerak sampai matahari terbenam. (13) Demikianlah Yosua mengalahkan Amalek dan rakyatnya dengan mata pedang.”.

15)Amsal 22:2 - “Orang kaya dan orang miskin bertemu; yang membuat mereka semua ialah TUHAN.”.

NIV: ‘Rich and poor have this in common: The LORD is the Maker of them all.’ [= Orang kaya dan miskin mempunyai persamaan dalam hal ini: Tuhan adalah Pembuat mereka semua.].

Ini sesuai dengan Maz 75:7-8 di atas, dan menunjukkan bahwa orang bisa jadi kaya / miskin karena pekerjaan Tuhan.

John Calvin: “In the same vein is that saying of Solomon, ‘The poor man and the usurer meet together; God illumines the eyes of both’ (Proverbs 29:13; cf. ch. 22:2). He points out that, even though the rich are mingled with the poor in the world, while to each his condition is divinely assigned, God, who lights all men, is not at all blind. And so he urges the poor to patience; because those who are not content with their own lot try to shake off the burden laid upon them by God.” [= ] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 6.

Amsal 29:13 - “Si miskin dan si penindas bertemu, dan TUHAN membuat mata kedua orang itu bersinar.”.

KJV: ‘the LORD lighteneth both their eyes.’ [= TUHAN mencerahi / membuat terang mata mereka berdua.].

16)Pkh 7:14 - “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa hari mujur maupun hari malang juga dijadikan oleh Allah. Jadi, siapapun mengalami kemujuran atau kesialan, itu bukan kebetulan, tetapi merupakan pekerjaan Tuhan.

17)Yes 45:6b-7 - “(6b) Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.”.

KJV: ‘I form the light, and create darkness: I make PEACE, and create EVIL: I the LORD do all these things.’ [= Aku membentuk terang, dan menciptakan kegelapan: Aku membuat DAMAI, dan menciptakan BENCANA: Aku TUHAN melakukan semua hal-hal ini.].

RSV: ‘I form light and create darkness, I make WEAL and create WOE, I am the LORD, who do all these things.’ [= Aku membentuk terang dan menciptakan kegelapan, Aku membuat KEMAKMURAN dan menciptakan KESIALAN, Aku adalah TUHAN, yang melakukan semua hal-hal ini.]

NIV: ‘I form the light and create darkness, I bring PROSPERITY and create DISASTER; I, the LORD, do all these things.’ [= Aku membentuk terang dan menciptakan kegelapan, Aku membawa KEMAKMURAN dan menciptakan BENCANA / MALAPETAKA; Aku, TUHAN, melakukan semua hal-hal ini.].

NASB: ‘The One forming light and creating darkness, Causing WELL-BEING and creating CALAMITY; I am the LORD who does all these.’ [= Yang membentuk terang dan menciptakan kegelapan, Menyebabkan KESEJAHTERAAN dan menciptakan BENCANA; Aku adalah TUHAN yang melakukan semua ini.].

Calvin (tentang Yes 45:7): “‘Making peace, and creating evil.’ By the words ‘light’ and ‘darkness’ he describes metaphorically not only peace and war; but adverse and prosperous events of any kind; and he extends the word ‘peace,’ according to the custom of Hebrew writers, to all success and prosperity. This is made abundantly clear by the contrast; for he contrasts ‘peace’ not only with war, but with adverse events of every sort. Fanatics torture this word ‘evil,’ as if God were the author of evil, that is, of sin; but it is very obvious how ridiculously they abuse this passage of the Prophet. This is sufficiently explained by the contrast, the parts of which must agree with each other; for he contrasts ‘peace’ with ‘evil,’ that is, with afflictions, wars, and other adverse occurrences. If he contrasted ‘righteousness’ with ‘evil,’ there would be some plausibility in their reasonings, but this is a manifest contrast of things that are opposite to each other. Consequently, we ought not to reject the ordinary distinction, that God is the author of the ‘evil’ of punishment, but not of the ‘evil’ of guilt. But the Sophists are wrong in their exposition; for, while they acknowledge that famine, barrenness, war, pestilence, and other scourges, come from God, they deny that God is the author of calamities, when they befall us through the agency of men. This is false and altogether contrary to the present doctrine; for the Lord raises up wicked men to chastise us by their hand, as is evident from various passages of Scripture. (1 Kings 11:14, 23.) The Lord does not indeed inspire them with malice, but he uses it for the purpose of chastising us, and exercises the office of a judge, in the same manner as he made use of the malice of Pharaoh and others, in order to punish his people. (Exodus 1:11 and 2:23.) We ought therefore to hold this doctrine, that God alone is the author of all events; that is, that adverse and prosperous events are sent by him, even though he makes use of the agency of men, that none may attribute it to fortune, or to any other cause.” [= ‘Membuat damai, dan menciptakan bencana’. Dengan kata ‘terang’ dan ‘kegelapan’ ia menggambarkan secara kiasan bukan hanya damai dan perang; tetapi peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan dan yang menyenangkan dari jenis apapun; dan ia memperluas kata ‘damai’, sesuai dengan kebiasaan dari penulis-penulis Ibrani, pada semua kesuksesan dan kemakmuran. ... Karena itu, kita harus memegang / mempercayai doktrin ini, bahwa Allah saja adalah pencipta dari semua peristiwa; artinya, bahwa peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan dan yang menyenangkan dikirim oleh Dia, sekalipun Ia menggunakan manusia sebagai alat, sehingga / supaya tak seorangpun bisa menganggapnya berasal dari nasib baik, atau dari penyebab lain apapun.].

Catatan: saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.

1Raja 11:14,23 - “(14) Kemudian TUHAN membangkitkan seorang lawan Salomo, yakni Hadad, orang Edom; ia dari keturunan raja Edom. ... (23) Allah membangkitkan pula seorang lawan Salomo, yakni Rezon bin Elyada, yang telah melarikan diri dari tuannya, yakni Hadadezer, raja Zoba.”.

Kel 1:11 - “Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses.”.

Kel 2:23 - “Lama sesudah itu matilah raja Mesir. Tetapi orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada Allah.”.

18)Rat 3:37-38 - “(37) Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? (38) Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?”.

Ayat ini menunjukkan bahwa dari mulut Tuhan keluar apa yang buruk dan yang baik. Dengan kata lain, apa yang buruk ataupun yang baik bisa terjadi hanya karena Tuhan memerintahkan / mengatur supaya hal itu terjadi.

Banyak orang menggunakan Yer 29:11 untuk mengatakan bahwa Allah tidak merencanakan hal-hal yang buruk.

Yer 29:11 - “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu MENGENAI KAMU, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”.

Ada beberapa hal yang perlu dipikirkan sebelum menafsirkan ayat ini dengan cara seperti di atas:

a) Tafsiran itu menabrak Rat 3:38 diatas.

b) Tafsiran itu menabrak kata-kata Yeremia sendiri dalam bagian lain dari kitab Yeremia.

Yeremia 21:10 - “Sebab Aku telah menentang kota ini untuk mendatangkan kecelakaan dan bukan untuk mendatangkan keberuntungannya, demikianlah firman TUHAN. Kota ini akan diserahkan ke dalam tangan raja Babel yang akan membakarnya habis dengan api.’”.

c) Dalam Yer 29:11 itu ada kata-kata ‘mengenai kamu’.

‘Kamu’ itu harus diartikan sebagai orang pilihan / orang percaya.

Jadi untuk orang pilihan / orang percaya saja berlaku ayat ini (sama seperti Ro 8:28 juga berlaku hanya untuk orang pilihan / orang percaya), sedangkan untuk orang non pilihan / orang yang tidak percaya berlaku Yer 21:10.

Baca kontext dari kedua ayat dari Yeremia itu, maka semua akan menjadi jelas!

Dengan tafsiran ini semuanya menjadi harmonis!

19)Amos 3:6 - “Adakah sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya?”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang mengerjakan semua malapetaka.

20)Yak 4:13-16 - keberhasilan dalam usaha kita tergantung pada kehendak Tuhan.

Yak 4:13-16 - “(13) Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14) sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’ (16) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.”.

PROVIDENCE OF GOD (8)

C) Semua ini berhubungan dengan kedaulatan yang mutlak dari Allah.

Bahwa Rencana Allah dan Providence of God berhubungan dengan segala sesuatu menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang berdau­lat secara mutlak!

Kata ‘berdaulat’ dalam bahasa Inggris adalah ‘sovereign’, yang berasal dari bahasa Latin SUPERANUS (super = above, over / di atas). Dan dalam Kamus Webster diberikan definisi sebagai berikut tentang kata ‘sovereign’:

a) Above or superior to all others; chief; greatest; supreme [= Di atas atau lebih tinggi dari semua yang lain; pemimpin / kepala; terbesar; tertinggi].

b) supreme in power, rank, or authority [= tertinggi dalam kuasa, tingkat, atau otoritas].

c) of or holding the position of a ruler; royal; reigning [= mempunyai atau memegang posisi sebagai pemerintah; raja; bertahta].

d) independent of all others [= tidak tergantung pada semua yang lain].

Karena itu kalau kita percaya bahwa Allah itu berdaulat, maka kita juga harus percaya bahwa Ia menetapkan SEGALA SESUATU, dan bahwa Ia melaksanakan ketetapanNya itu tanpa tergantung pada siapapun dan apapun di luar diriNya! Jelas adalah omong kosong kalau seseorang berbicara tentang kedaulatan Allah / mengakui kedaulatan Allah, tetapi tidak mempercayai bahwa Rencana Allah dan Providence of God itu mencakup SEGALA SESUATU dalam arti kata yang mutlak!

Louis Berkhof: “Reformed Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to His predetermined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God ‘worketh all things after the counsel of His will,’ Eph 1:11.” [= Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan dari sejak kekekalan apapun yang akan terjadi, dan mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, menurut rencanaNya yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’, Ef 1:11.] - ‘Systematic Theology’, hal 100.

Ef 1:11 - “Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya -”.

Charles Hodge: “And as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or upon anything out of Himself.” [= Dan karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau menurut keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan dari makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 320.

William G. T. Shedd: “Whatever undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea, even the wicked for the day of evil’.” [= Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi karena kebetulan, keilahian, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. Dualisme seperti ini dikecam Allah sebagai salah, dalam kata-kata Yesaya kepada Koresy, ‘Aku membuat damai dan menciptakan malapetaka’; dan dalam kata-kata dari Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri; ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka’.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 36.

Catatan: William G. T. Shedd mengutip Yes 45:7 dan Amsal 16:4 dari KJV.

Yes 45:7 - “yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini.”.

KJV: ‘I form the light, and create darkness: I make peace, and create evil: I the LORD do all these things.’ [= Aku membentuk terang, dan menciptakan kegelapan: Aku membuat damai, dan menciptakan bencana: Aku, TUHAN, melakukan semua hal-hal ini.].

Amsal 16:4 - “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari malapetaka.”.

KJV: ‘The LORD hath made all things for himself: yea, even the wicked for the day of evil.’ [= TUHAN telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri: ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka.].

R. C. Sproul: “That God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power than God himself. If there is any part of creation outside of God’s sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine sovereignty then we must embrace atheism.” [= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah menentukan segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus mempercayai atheisme.] - ‘Chosen By God’, hal 26-27.

Bagian terakhir kata-kata R. C. Sproul ini memang patut diperhatikan / dicamkan. Allah haruslah berdaulat, dan Allah yang tidak berdaulat, bukanlah Allah.

John Murray: “to say that God is sovereign is but to affirm that God is one and that God is God.” [= mengatakan bahwa Allah itu berdaulat adalah sama dengan menegaskan bahwa Allah itu satu / esa dan bahwa Allah adalah Allah.] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 4, hal 191.

Calvin (tentang Maz 10:4): “Whoever, therefore, refuse to admit that the world is subject to the providence of God, or do not believe that his hand is stretched forth from on high to govern it, do as much as in them lies to put an end to the existence of God.” [= Karena itu, siapapun menolak untuk mengakui bahwa dunia / alam semesta tunduk kepada Providensia Allah, atau tidak percaya bahwa tanganNya diulurkan dari tempat tinggi untuk memerintahnya, melakukan sebanyak yang tergantung kepada mereka untuk mengakhiri keberadaan dari Allah.].

Karena itulah maka menolak penetapan dan pengaturan ilahi atas segala sesuatu, adalah sama dengan menjadi atheis!

D) Rencana Allah dan pelaksanaannya (Providence of God) tidak terlepas dari sifat-sifat Allah, seperti kasih, bijaksana, dan suci.

Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self? Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have left.” [= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif apa yang mereka sisakan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 32.

IV. PROVIDENCE DAN DOSA

Sebelum saudara membaca pelajaran ke IV ini, saya ingin memberikan peringatan, yaitu: jangan membaca pelajaran IV ini tanpa melanjutkan dengan membaca pelajaran ke V, yaitu tentang ‘Providence dan kebebasan / tanggung jawab manusia’, karena hanya mengerti dan menerima pelajaran IV tanpa mengerti dan menerima pelajaran V, akan menjadikan saudara tersesat ke dalam pandangan Hyper-Calvinisme!

A) Rencana Allah dan dosa.

Bahwa dalam Rencana Allah juga tercakup dosa bisa terlihat dari:

1) Dalam pelajaran III, point A di atas sudah ditunjukkan bahwa Rencana Allah berhubungan dengan SEGALA SESUATU (dalam arti kata yang mutlak), dan itu jelas berarti terma­suk dosa.

2) Rencana Allah tentang penebusan dosa oleh Kristus (1Petrus 1:19-20) menunjukkan adanya Rencana / penentuan terjadinya dosa, karena bahwa penebusan dosa sudah ditentukan, itu jelas menunjukkan bahwa:

a) Dosa manusia yang akan ditebus oleh Kristus itupun harus juga sudah ditentukan! Karena kalau tidak, dan tahu-tahu dosa yang akan ditebus itu tidak terjadi, lalu apa yang akan ditebus oleh Kristus?

b) Pembunuhan / penyaliban yang dilakukan terhadap Kristus, yang jelas merupakan suatu dosa yang sangat hebat, jelas juga sudah ada dalam Rencana Allah.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.

KJV: “Him, being delivered by the determinate counsel and foreknowledge of God, ye have taken, and by wicked hands have crucified and slain:” [= Ia, yang diserahkan oleh rencana yang tetap / tertentu dan pra-pengetahuan Allah, telah kamu ambil, dan telah salibkan dan bunuh oleh tangan-tangan jahat:].

Calvin (tentang Kis 2:23): “Peter declareth that he suffered nothing by chance, or because he wanted power to deliver himself, but because it was so determined (and appointed) by God. For this knowledge alone, that the death of Christ was ordained by the eternal counsel of God, did cut off all occasion of foolish and wicked cogitation’s, and did prevent all offenses which might otherwise be conceived.” [= Petrus menyatakan bahwa Ia tak menderita apapun oleh kebetulan, atau karena Ia kekurangan kuasa untuk membebaskan diriNya sendiri, tetapi karena itu ditentukan begitu (dan ditetapkan) oleh Allah. Karena pengetahuan ini saja, bahwa kematian Kristus ditentukan oleh rencana kekal Allah, menghentikan semua penyebab dari pemikiran bodoh dan jahat, dan menghalangi semua batu sandungan yang, jika ini tak ada, bisa dimengerti.].

Calvin (tentang Kis 2:23): “For we must know this, that God doth decree nothing in vain or rashly; whereupon it followeth that there was just cause for which he would have Christ to suffer. The same knowledge of God’s providence is a step to consider the end and fruit of Christ’s death. For this meeteth us by and by in the counsel of God, that the just was delivered for our sins, and that his blood was the price of our death.” [= Karena kita harus mengetahui hal ini, bahwa Allah tidak menentukan apapun dengan sia-sia atau dengan gegabah / sembrono; dan karena itu di sana ada alasan yang benar untuk mana Ia mau Kristus menderita. Pengetahuan yang sama tentang Providensia Allah adalah suatu langkah untuk mempertimbangkan tujuan dan buah dari kematian Kristus. Karena ini segera datang kepada kita dalam rencana Allah, bahwa Orang Benar diserahkan untuk dosa-dosa kita, dan bahwa darahNya adalah harga dari kematian kita.].

Calvin (tentang Kis 2:23): “Peter doth teach that God did not only foresee that which befell Christ, but it was decreed by him. ... Therefore, it belongeth to God not only to know before things to come, but of his own will to determine what he will have done.” [= Petrus mengajar bahwa Allah bukan hanya melihat lebih dulu apa terjadi pada Kristus, tetapi itu ditetapkan olehNya. ... Karena itu, Allah bukan hanya tahu sebelumnya tentang hal-hal yang akan datang, tetapi dari kehendakNya sendiri menentukan apa yang akan Ia lakukan.].

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

Kis 4:28 (KJV): ‘For to do whatsoever thy hand and thy counsel determined before to be done.’ [= Untuk melakukan apapun yang tanganMu dan RencanaMu tentukan sebelumnya untuk terjadi / dilakukan.].

Calvin (tentang Kis 4:28): “Those men which do acknowledge the foreknowledge of God alone, and yet confess not that all things are done as it pleaseth him, are easily convict by these words, That God hath appointed before that thing to be done which was done. Yea, Luke being not contented with the word ‘counsel,’ addeth also ‘hand,’ improperly, yet to the end he might the more plainly declare that the events of things are not only governed by the counsel of God, but that they are also ordered by his power and hand.” [= Orang-orang itu yang mengakui hanya pra pengetahuan Allah saja, tetapi tidak mengakui bahwa segala sesuatu dilakukan / terjadi karena itu menyenangkan Dia, dengan mudah dinyatakan bersalah oleh kata-kata ini, Bahwa Allah sebelumnya telah menetapkan hal yang terjadi itu untuk terjadi. Ya, karena Lukas tidak puas dengan kata ‘rencana’, ia menambahkan juga ‘tangan’, secara tidak tepat, tetapi dengan tujuan supaya ia bisa dengan lebih jelas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa dari hal-hal tidak hanya diperintah oleh rencana Allah, tetapi bahwa mereka juga diatur oleh kuasa dan tanganNya.].

Catatan: Calvin mengatakan ‘improperly’ [= secara tidak benar] mungkin karena tangan / kuasa Allah bukan menetapkan tetapi melaksanakan ketetapan itu.

Charles Hodge: “The crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible that sin is foreordained.” [= Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu diragukan lagi bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan doktrin / ajaran dari Alkitab.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 544.

Charles Hodge: “it is utterly irrational to contend that God cannot foreordain sin, if He foreordained (as no Christian doubts) the crucifixion of Christ.” [= adalah sama sekali tidak rasionil untuk berpendapat bahwa Allah tidak bisa menentukan dosa, jika Ia menentukan (seperti yang tidak ada orang kristen yang meragukan) penyaliban Kristus.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 547.

3) Dosa / kejatuhan Adam mempunyai 3 kemungkinan:

a) Adam ditentukan untuk tidak jatuh.

Kemungkinan ini harus dibuang, karena kalau Adam direncanakan untuk tidak jatuh, maka ia pasti tidak jatuh (ingat bahwa Rencana Allah tidak bisa gagal - lihat pelajaran II, point B,C di atas).

Kalau Adam ditentukan tidak jatuh, dan dalam faktanya ia jatuh, maka itu berarti rencana Allah gagal, dan itu bertentangan frontal dengan Ayub 42:2.

Ayub 42:2 - “‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.”.

b) Allah tidak merencanakan apa-apa tentang hal itu.

Ini juga tidak mungkin karena kalau Allah mempunyai Rencana / kehendak tentang hal-hal yang remeh / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit ke bumi atau rontoknya rambut kita (bdk. Mat 10:29-30), bagaimana mungkin tentang hal yang begitu besar dan penting, yang menyangkut kejatuhan dari ciptaanNya yang tertinggi, Ia tidak mempunyai Rencana?

c) Allah memang merencanakan / menetapkan kejatuhan Adam ke dalam dosa.

Inilah satu-satunya kemungkinan yang tertinggal, dan inilah satu-satunya kemungkinan yang benar, dan ini menunjukkan bahwa dosa sudah ada dalam Rencana Allah.

Jerome Zanchius: “That he fell in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either willing that Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God was unwilling that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ... Surely, If God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have prevented it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed it, He certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal and ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He decreed nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely eter­nal, though the execution of both be in time. The only way to evade the force of this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned whether man stood or fell’. But in what a shameful, unwor­thy light does this represent the Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an idle, careless spectator of one of the most important events that ever came to pass? Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow fall to the ground without our heavenly Father’? If, then, things the most trivial and worthless are subject to the appointment of His decree and the control of His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower creation?” [= Bahwa ia (Adam) jatuh sebagai akibat dari ketetapan ilahi kami buktikan demikian: Allah itu ataumenghendaki Adam jatuh, atau tidak menghendaki, atau acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah tidak menghendaki Adam melanggar, bagaimana mungkin ia melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan itu, Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan mencegahnya; tetapi Ia tidak mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika Ia menghendakinya, Ia pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah tidak lain adalah meterai dan pengesahan kehendakNya. Ia tidak melakukan apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak menetapkan apapun yang tidak Ia kehendaki, dan baik kehendak maupun ketetapan adalah kekal secara mutlak, sekalipun pelaksanaan keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya cara untuk menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini adalah dengan mengatakan bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli apakah manusia itu jatuh atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah memalukan dan tak berharganya terang seperti ini dalam menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas dan tak peduli terhadap salah satu peristiwa yang terpenting yang akan terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan tak berharga tunduk pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol dari providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari ciptaan yang lebih rendah ini?] - ‘The Doctrine of Absolute Predestination’, hal 88-89.

4) Mengingat bahwa boleh dikatakan semua tindakan manusia bersifat dosa / mengandung dosa, maka kalau dosa tidak tercakup dalam Rencana Allah, hanya sangat sedikit hal-hal yang tercakup dalam Rencana Allah.

Edwin H. Palmer: “It is even Biblical to say that God has foreordained sin. If sin was outside the plan of God, then not a single important affair of life would be ruled by God. For what action of man is perfectly good? All of history would then be outside of God’s foreordination: the fall of Adam, the crucifixion of Christ, the conquest of the Roman Empire, the battle of Hastings, the Reformation, the French Revolution, Waterloo, the American Revolution, the Civil War, two World Wars, presidential assassinations, racial violence, and the rise and fall of nations.” [= Bahkan adalah sesuatu yang Alkitabiah untuk mengatakan bahwa Allah telah menentukan dosa lebih dulu. Jika dosa ada di luar rencana Allah, maka tidak ada satupun peristiwa kehidupan yang penting yang diperintah / dikuasai / diatur oleh Allah. Karena tindakan apa dari manusia yang baik secara sempurna? Seluruh sejarah juga akan ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah: kejatuhan Adam, penyaliban Kristus, penaklukan kekaisaran Romawi, pertempuran Hastings, Reformasi, Revolusi Perancis, Waterloo, Revolusi Amerika, Perang saudara Amerika, kedua perang dunia, pembunuhan presiden, kejahatan / kekejaman rasial, dan bangkitnya dan jatuhnya bangsa-bangsa.]- ‘The Five Points of Calvinism’, hal 82.

Edwin H. Palmer: “If sin were outside of God’s decree, then very little would be included in this decree. All the great empires would have been outside of God’s eternal, determinative decrees, for they were built on greed, hate, and selfishness, not for the glory of the Triune God. Certainly the following rulers, who influenced world history and countless numbers of lives, did not carry out the expansion of their empires for the glory of God: Pharaoh, Nebuchadnezzar, Cyrus, Alexander the Great, Ghenghis Khan, Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. If sin were beyond the foreordination of God, then not only were these vast empires and their events outside God’s plan, but also all the little daily events of every non Christians are outside of God’s power. For whatever is not done to the glory of the Christian God and out of faith in Jesus Christ is sin. ... The acts of the Christian are not perfect - even after he is born again and Christ is living in him. Sin still clings to him; he is not perfect until he is in heaven. For example, he does not love God with all of his heart, mind, and soul, nor does he truly love his neighbor as himself. Even his most admirable deeds are colored by sin. ... if sin is outside the decree of God, then the vast percentage of human actions - both the trivial and the significant - are removed from God’s plan. God’s power is reduced to the forces of nature, such as spinning of the galaxies and the laws of gravity and entropy. Most of history is outside His control.” [= Seandainya dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sangat sedikit yang termasuk dalam ketetapan ini. Semua kekaisaran yang besar akan ada di luar ketetapan Allah yang kekal dan bersifat menentukan, karena mereka dibangun pada keserakahan, kebencian, dan keegoisan, bukan untuk kemuliaan Allah Tritunggal. Pasti pemerintah-pemerintah di bawah ini, yang mempengaruhi sejarah dunia dan tak terhitung banyaknya jiwa, tidak melakukan perluasan kekaisaran mereka untuk kemuliaan Allah: Firaun, Nebukadnezar, Koresy, Alexander yang Agung, Jengggis Khan, (Yulius) Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. Seandainya dosa ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah, maka bukan saja kekaisaran-kekaisaran yang luas ini dan semua peristiwa yang berhubungan dengan mereka ada di luar rencana Allah, tetapi juga semua peristiwa sehari-hari yang remeh dari setiap orang non Kristen ada di luar kuasa Allah. Karena apapun yang tidak dilakukan bagi kemuliaan Allah Kristen dan di luar iman dalam Yesus Kristus adalah dosa. ... Tindakan-tindakan dari orang Kristenpun tidak sempurna - bahkan setelah ia dilahirkan kembali dan Kristus hidup dalam dia. Dosa tetap melekat padanya; ia tidak sempurna sampai ia ada di surga. Misalnya, ia tidak mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwanya, juga ia tidak sungguh-sungguh mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Bahkan tindakan-tindakannya yang paling mengagumkan / terpuji diwarnai oleh dosa. ... jika dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sebagian besar dari tindakan-tindakan manusia - baik yang remeh maupun yang penting - dikeluarkan dari rencana Allah. Kuasa Allah direndahkan sampai pada kekuatan-kekuatan alam, seperti menggerakkan galaxy dan hukum-hukum gravitasi dan entropi. Bagian terbesar dari sejarah ada di luar kontrolNya.] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 97,98.

Catatan: entropy / entropi = ukuran / takaran dari perubahan dalam alam semesta yang bergerak dari keteraturan menjadi kekacauan.

PROVIDENCE OF GOD (9)

5) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan adanya dosa dalam Rencana Allah:

a) Kel 3:19 - “Tetapi Aku tahu bahwa raja Mesir tidak akan membiarkan kamu pergi, kecuali dipaksa oleh tangan yang kuat.”.

Catatan: ayat ini kelihatan sepintas hanya menunjukkan bahwa Allah tahu dosa yang akan terjadi. Jadi bukannya Allah menentukan bahwa dosa itu akan terjadi. Demikian juga dengan banyak ayat di bawah ini. Tetapi nanti saya akan menunjukkan bahwa Allah tahu / Allah memberikan nubuat melalui nabi-nabi dsb, karena Ia sudah menentukan hal itu.

b) Ul 31:16-21 - “(16) TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu dan bangsa ini akan bangkit dan berzinah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri, ke mana mereka akan masuk; mereka akan meninggalkan Aku dan mengingkari perjanjianKu yang Kuikat dengan mereka. (17) Pada waktu itu murkaKu akan bernyala-nyala terhadap mereka, Aku akan meninggalkan mereka dan menyembunyikan wajahKu terhadap mereka, sehingga mereka termakan habis dan banyak kali ditimpa malapetaka serta kesusahan. Maka pada waktu itu mereka akan berkata: Bukankah malapetaka itu menimpa kita, oleh sebab Allah kita tidak ada di tengah-tengah kita? (18) Tetapi Aku akan menyembunyikan wajahKu sama sekali pada waktu itu, karena segala kejahatan yang telah dilakukan mereka: yakni mereka telah berpaling kepada allah lain. (19) Oleh sebab itu tuliskanlah nyanyian ini dan ajarkanlah kepada orang Israel, letakkanlah di dalam mulut mereka, supaya nyanyian ini menjadi saksi bagiKu terhadap orang Israel. (20) Sebab Aku akan membawa mereka ke tanah yang Kujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka, yakni tanah yang berlimpah-limpah susu dan madunya; mereka akan makan dan kenyang dan menjadi gemuk, tetapi mereka akan berpaling kepada allah lain dan beribadah kepadanya. Aku ini akan dinista mereka dan perjanjianKu akan diingkari mereka. (21) Maka apabila banyak kali mereka ditimpa malapetaka serta kesusahan, maka nyanyian ini akan menjadi kesaksian terhadap mereka, sebab nyanyian ini akan tetap melekat pada bibir keturunan mereka. Sebab Aku tahu niat yang dikandung mereka pada hari ini, sebelum Aku membawa mereka ke negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada mereka.’”.

c) 2Sam 12:11-12 - “(11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.’” (Bdk. 2Sam 16:22).

Ini menunjukkan bahwa dosa terkutuk Absalom, dimana ia meniduri istri-istri Daud / ayahnya, adalah sesuatu yang sudah ditentukan sebelumnya.

d) 2Raja 8:11-13 - “(11) Elisa menatap dengan lama ke depan, lalu menangislah abdi Allah itu. (12) Hazael berkata: ‘Mengapa tuanku menangis?’ Jawab Elisa: ‘Sebab aku tahu bagaimana malapetaka yang akan kaulakukan kepada orang Israel: kotanya yang berkubu akan kaucampakkan ke dalam api, terunanya akan kaubunuh dengan pedang, bayinya akan kauremukkan dan perempuannya yang mengandung akan kaubelah.’ (13) Sesudah itu berkatalah Hazael: ‘Tetapi apakah hambamu ini, yang tidak lain dari anjing saja, sehingga ia dapat melakukan hal sehebat itu?’ Jawab Elisa: ‘TUHAN telah memperlihatkan kepadaku, bahwa engkau akan menjadi raja atas Aram.’”.

Ini menunjukkan bahwa kekejaman Hazael sudah ditentukan sebelumnya.

e) Yes 6:8-10 - “(8) Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ‘Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?’. Maka sahutku: ‘Ini aku, utuslah aku!’. (9) Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.’” (Bdk. Mat 13:13-15 / Mark 4:12 / Luk 8:10 Yoh 12:40 Kis 28:26-27).

Ini menunjukkan bahwa Allah sudah menentukan bahwa Yehuda akan menolak Firman Tuhan yang akan disampaikan oleh Yesaya, dan Allah juga sudah menentukan bahwa orang-orang Yahudi akan menolak Kristus.

f) Daniel 11:36 - “Raja itu akan berbuat sekehendak hati; ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah. Juga terhadap Allah yang mengatasi segala allah ia akan mengucapkan kata-kata yang tak senonoh sama sekali, dan ia akan beruntung sampai akhir murka itu; sebab apa yang telah ditetapkan akan terjadi.”.

Ini menunjukkan bahwa dosa dari raja ini, dimana ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah, dan akan mengucapkan kata-kata tak senonoh terhadap Allah, sudah ditetapkan, dan karena itu pasti akan terjadi.

g) Hab 1:12 - “Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa.”.

Biarpun penindasan yang dilakukan oleh orang Kasdim terhadap orang Israel / Yehuda merupakan hukuman Tuhan bagi mereka, tetapi itu tetap merupakan suatu dosa. Tetapi ayat ini mengatakan bahwa hal itu ditetapkan / ditentukan oleh Tuhan!

h) Mat 18:7 - “Celakalah dunia dengan segala penyesatan­nya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya!”.

Ini menunjukkan bahwa penyesatan harus ada. Ini jelas adalah dosa, tetapi ini telah ditetapkan oleh Allah.

i) Mat 24:5,10-12,24 - “(5) Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaKu dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang. ... (10) dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. (11) Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang. (12) Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. ... (24) Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.”.

Ini menunjukkan bahwa nabi-nabi palsu dan Mesias-mesias palsu pasti akan ada, dan juga pasti banyak orang akan mengikut mereka.

j) Mat 26:31,33-35 - “(31) Maka berkatalah Yesus kepada mereka: ‘Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. ... (33) Petrus menjawabNya: ‘Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.’ (34) Yesus berkata kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ (35) Kata Petrus kepadaNya: ‘Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.’ Semua murid yang lainpun berkata demikian juga.”.

Larinya murid-murid meninggalkan Yesus, dan penyangkalan Petrus sebanyak 3 x sudah ditentukan sebelumnya. Bagaimanapun kerasnya keinginan Petrus dan murid-murid yang lain untuk menolak terjadi­nya hal itu, akhirnya hal itu tetap terjadi.

k) Lukas 17:25 - “Tetapi Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh angkatan ini.”.

Perhatikan kata ‘harus’ di sini. Penolakan dan penyiksaan terhadap Yesus itu harus terjadi.

l) Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Ayat ini menunjukkan bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh Yudas terhadap Yesus, yang jelas adalah suatu dosa, telah ditetapkan oleh Allah.

m)Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.

Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita.”.

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa pembunuhan terhadap Kristus (ini adalah dosa yang paling terkutuk) sudah ditentu­kan sejak semula. Perhatikan khususnya kata-kata ‘menurut maksud dan rencanaNya’ dalam Kis 2:23, dan juga kata ‘tentukan’ dalam Kis 4:28. Jelas ini bukan sekedar menunjuk pada foreknowledge [= pengetahuan lebih dulu] dari Allah, tetapi menunjuk pada foreordination [= penetapan lebih dulu] dari Allah.

n) 1Tim 4:1 - “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan”.

Ini menunjukkan bahwa orang-orang akan murtad dan mengikuti ajaran-ajaran sesat sudah ditentukan sebelumnya.

o) 2Tim 3:1-5a - “(1) Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. (2) Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, (3) tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, (4) suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (5a) Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.”.

Ini menunjukkan bahwa kebrengsekan orang-orang pada akhir jaman sudah ditetapkan dan pasti akan terjadi.

p) 2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”.

Ini menunjukkan bahwa kebrengsekan dari orang-orang kristen KTP ini, yang tidak mau mendengar kebenaran, tetapi mencari ajaran yang menyenangkan telinganya, sudah ditentukan pasti akan terjadi.

q) Wah 6:11 - “Dan kepada mereka masing-masing diberikan sehelai jubah putih, dan kepada mereka dikatakan, bahwa mereka harus beristirahat sedikit waktu lagi hingga genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka.”.

Istilah ‘genap’ menunjukkan bahwa jumlah orang yang dibunuh sudah ditentukan.

Kalau saudara membaca ayat-ayat di atas ini, mungkin saudara mengatakan bahwa ayat-ayat di atas itu hanya menunjukkan bahwa Allah mengetahui lebih dulu akan adanya dosa atau Allah menubuatkan adanya dosa, tetapi Allah tidak menentukan adanya dosa. Untuk menjawab ini perhatikan beberapa hal di bawah ini:

1. Sekalipun bisa diartikan bahwa sebagian dari ayat-ayat di atas memang cuma menunjukkan bahwa Allah hanya mengetahui lebih dulu atau menubuatkan dosa, tetapi sebagian yang lain yaitu Daniel 11:36 Luk 22:22 Kis 2:23 Kis 4:27-28 secara explicit / jelas menunjukkan bahwa Allah menetapkan dosa, karena ayat-ayat itu menggunakan istilah-istilah:

a. ‘ditetapkan’ (Daniel 11:36).

b. ‘ditetapkan’ (Luk 22:22).

c. ‘menurut maksud dan rencanaNya’ (Kis 2:23).

d. ‘segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’ (Kis 4:28).

2. Kalau Tuhan menubuatkan tentang akan terjadinya suatu hal tertentu, itu disebabkan karena Ia sudah lebih dulu menentukan terjadinya hal itu.

Ini terlihat dari:

a. Perbandingan Matius 26:24 dengan Lukas 22:22.

Mat 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’”.

Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Kedua ayat ini paralel dan sama-sama berbicara tentang pengkhianatan Yudas, tetapi kalau Mat 26:24 mengatakan bahwa hal itu ‘sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Luk 22:22 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘seperti yang telah ditetapkan’, yang menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditetapkan oleh Allah dalam kekekalan.

Calvin (tentang Mat 26:24): “‘The Son of man indeed goeth.’ Here Christ meets an offense, which might otherwise have greatly shaken pious minds. For what could be more unreasonable than that the Son of God should be infamously betrayed by a disciple, and abandoned to the rage of enemies, in order to be dragged to an ignominious death? But Christ declares that all this takes place only by the will of God; and he proves this decree by the testimony of Scripture, because God formerly revealed, by the mouth of his Prophet, what he had determined. We now perceive what is intended by the words of Christ. It was, that the disciples, knowing that what was done was regulated by the providence of God, might not imagine that his life or death was determined by chance. But the usefulness of this doctrine extends much farther; for never are we fully confirmed in the result of the death of Christ, till we are convinced that he was not accidentally dragged by men to the cross, but that the sacrifice had been appointed by an eternal decree of God for expiating the sins of the world. For whence do we obtain reconciliation, but because Christ has appeased the Father by his obedience? Wherefore let us always place before our minds the providence of God, which Judas himself, and all wicked men - though it is contrary to their wish, and though they have another end in view - are compelled to obey. Let us always hold this to be a fixed principle, that Christ suffered, because it pleased God to have such an expiation. And yet Christ does not affirm that Judas was freed from blame, on the ground that he did nothing but what God had appointed. For though God, by his righteous judgment, appointed for the price of our redemption the death of his Son, yet nevertheless, Judas, in betraying Christ, brought upon himself righteous condemnation, because he was full of treachery and avarice. In short, God’s determination that the world should be redeemed, does not at all interfere with Judas being a wicked traitor. Hence we perceive, that though men can do nothing but what God has appointed, still this does not free them from condemnation, when they are led by a wicked desire to sin. For though God directs them, by an unseen bridle, to an end which is unknown to them, nothing is farther from their intention than to obey his decrees. Those two principles, no doubt, appear to human reason to be inconsistent with each other, that God regulates the affairs of men by his Providence in such a manner, that nothing is done but by his will and command, and yet he damns the reprobate, by whom he has carried into execution what he intended. But we see how Christ, in this passage, reconciles both, by pronouncing a curse on Judas, though what he contrived against God had been appointed by God; not that Judas’s act of betraying ought strictly to be called the work of God, but because God turned the treachery of Judas so as to accomplish His own purpose. I am aware of the manner in which some commentators endeavor to avoid this rock. They acknowledge that what had been written was accomplished through the agency of Judas, because God testified by predictions what He fore-knew. By way of softening the doctrine, which appears to them to be somewhat harsh, they substitute the ‘foreknowledge of God’ in place of ‘the decree,’ as if God merely beheld from a distance future events, and did not arrange them according to his pleasure. But very differently does the Spirit settle this question; for not only does he assign as the reason why Christ was delivered up, that ‘it was so written,’ but also that it was so ‘determined.’ For where Matthew and Mark quote Scripture, Luke leads us direct to the heavenly decree, saying, ‘according to what was determined;’ as also in the Acts of the Apostles, he shows that Christ ‘was delivered’ not only ‘by the foreknowledge,’ but likewise ‘by the fixed purpose of God,’ (Acts 2:25) and a little afterwards, that ‘Herod and Pilate,’ with other wicked men, ‘did those things which had been fore-ordained by the hand and purpose of God,’ (Acts 4:27, 28.) Hence it is evident that it is but an ignorant subterfuge which is employed by those who betake themselves to bare foreknowledge.” [= ‘Anak Manusia memang akan pergi’. Di sini Kristus menghadapi suatu batu sandungan, yang bisa sangat menggoncangkan pikiran dari orang-orang saleh. Karena apa yang bisa lebih tidak masuk akal dari pada bahwa Anak Allah harus dikhianati secara buruk oleh seorang murid, dan ditinggalkan pada kemarahan dari musuh-musuh, supaya diseret pada kematian yang memalukan? Tetapi Kristus menyatakan bahwa semua ini terjadi hanya karena kehendak Allah; dan Ia membuktikan hal ini dengan kesaksian Kitab Suci, karena Allah telah menyatakan, oleh mulut dari nabiNya, apa yang sebelumnya telah Ia tentukan. Sekarang kita mengerti apa yang dimaksudkan oleh kata-kata Kristus. Itu adalah, supaya para murid, karena mengetahui bahwa apa yang terjadi diatur oleh providensia Allah, tidak membayangkan bahwa hidup dan kematianNya ditentukan oleh kebetulan. Tetapi manfaat dari doktrin ini menjangkau lebih jauh lagi; karena kita tidak akan pernah diteguhkan sepenuhnya dalam hasil dari kematian Kristus, sampai kita diyakinkan bahwa Ia bukannya secara kebetulan diseret oleh manusia pada salib, tetapi bahwa korban itu telah ditetapkan oleh suatu ketetapan kekal dari Allah untuk pendamaian / penebusan dosa-dosa dunia. Karena dari mana kita mendapatkan pendamaian, kecuali karena Kristus telah menenangkan kemurkaan Bapa oleh ketaatanNya? Karena itu hendaklah kita selalu menempatkan di depan pikiran kita providensia Allah, yang terpaksa ditaati oleh Yudas sendiri dan semua orang-orang jahat, sekalipun itu bertentangan dengan keinginan mereka dan sekalipun mereka mempunyai tujuan yang lain. Hendaklah kita selalu memegang / mempercayai ini sebagai suatu prinsip yang tetap, bahwa Kristus menderita, karena itu menyenangkan / memperkenan Allah untuk mempunyai pendamaian / penebusan seperti itu. Tetapi Kristus tidak menegaskan bahwa Yudas bebas dari kesalahan, karena ia hanya melakukan apa yang telah Allah tetapkan. Karena sekalipun Allah, oleh penghakimanNya yang benar, menetapkan sebagai harga penebusan kita kematian dari AnakNya, tetapi sekalipun demikian, Yudas, dalam mengkhianati Kristus, membawa kepada dirinya sendiri penghukuman yang benar, karena ia penuh dengan pengkhianatan dan ketamakan. Singkatnya, penentuan Allah bahwa dunia harus ditebus, sama sekali tidak mencampuri keberadaan Yudas sebagai seorang pengkhianat yang jahat. Karena itu kita memahami bahwa sekalipun manusia tidak bisa melakukan apapun kecuali apa yang telah Allah tetapkan, hal ini tetap tidak membebaskan manusia dari penghukuman, pada waktu mereka dibimbing pada dosa oleh suatu keinginan yang jahat. Karena sekalipun Allah mengarahkan mereka, oleh suatu kekang yang tak terlihat, pada suatu tujuan yang tidak mereka ketahui, mereka sama sekali tidak bermaksud untuk mentaati ketetapan-ketetapanNya. Tidak diragukan bahwa dua prinsip itu terlihat bagi akal manusia sebagai tidak konsisten satu dengan yang lain, bahwa Allah mengatur urusan-urusan / perkara-perkara manusia oleh ProvidensiaNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang terjadi kecuali oleh kehendak dan perintahNya, tetapi Ia menyalahkan / menghukum orang-orang jahat, oleh siapa Ia melaksanakan apa yang Ia maksudkan. Tetapi kita melihat bagaimana Kristus, dalam text ini, memperdamaikan keduanya, dengan mengumumkan suatu kutukan pada Yudas, sekalipun apa yang ia buat / rencanakan terhadap Allah telah ditetapkan oleh Allah; bukan bahwa tindakan pengkhianatan Yudas secara ketat harus disebut sebagai pekerjaan Allah, tetapi karena Allah membelokkan pengkhianatan Yudas supaya mencapai tujuan / rencanaNya sendiri. Saya menyadari tentang cara dengan mana sebagian penafsir berusaha untuk menghindari batu karang ini. Mereka mengakui bahwa apa yang telah ditulis dicapai melalui ke-agen-an (cara / alat) Yudas, karena Allah menyaksikan oleh ramalan / nubuat, apa yang telah Ia ketahui sebelumnya. Dengan cara melunakkan doktrin ini, yang terlihat bagi mereka agak keras / tajam, mereka menggantikan ‘pengetahuan lebih dulu dari Allah’ di tempat dari ‘ketetapan’, seakan-akan Allah hanya melihat dari jauh kejadian-kejadian yang akan datang, dan tidak mengatur mereka sesuai kesenanganNya. Tetapi Roh membereskan / menjawab pertanyaan ini dengan cara yang sangat berbeda; karena Ia memberikan sebagai alasan mengapa Kristus diserahkan, bukan hanya bahwa ‘ada tertulis’, tetapi juga bahwa itu ‘ditentukan’. Karena dimana Matius dan Markus mengutip Kitab Suci, Lukas membimbing kita langsung pada ketetapan surgawi, dengan mengatakan ‘seperti yang telah ditetapkan’; seperti juga dalam Kisah Para Rasul, ia menunjukkan bahwa Kristus ‘diserahkan’ bukan hanya ‘oleh pengetahuan lebih dulu’, tetapi juga ‘oleh rencana yang tetap dari Allah’ (Kis 2:25) dan setelah itu, bahwa ‘Herodes dan Pilatus’, dengan orang-orang jahat yang lain ‘melaksanakan hal-hal yang telah ditentukan lebih dulu oleh tangan / kuasa dan rencana Allah’ (Kis 4:27-28.) Karena itu adalah jelas bahwa itu hanya merupakan dalih / alasan yang bodoh yang digunakan oleh mereka yang menyerahkan diri mereka pada semata-mata pengetahuan lebih dulu.] - hal 199-201.

Catatan: Kis 2:25 seharusnya adalah Kis 2:23.

b. Perbandingan Kis 2:23 Kis 3:18 dan Kis 4:27-28.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.

Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita.”.

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

Semua ayat di atas ini berbicara tentang penderitaan / penyaliban yang dialami oleh Kristus. Tetapi kalau Kis 3:18 mengatakan bahwa hal itu terjadi untuk ‘menggenapi apa yang telah difirmankannya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Kis 2:23 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menurut maksud dan rencanaNya’ dan Kis 4:28 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’, yang jelas menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditentukan oleh Allah dalam kekekalan.

c. Yes 44:26a - “Akulah yang menguatkan perkataan hamba-hambaKu dan melaksanakan keputusan-keputusan yang diberitakan utusan-utusanKu;”.

Perhatikan bahwa apa yang diberitakan (dinubuatkan) oleh utusan-utusan Tuhan itu adalah keputusan dari Tuhan.

d. Yesaya 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.”.

Perhatikan bahwa dalam Yes 46:10a dikatakan bahwa Tuhan ‘memberitahukan’, tetapi dalam Yes 46:10b-11a dikatakan bahwa itu adalah ‘keputusanKu’, ‘kehendakKu’, dan ‘putusanKu’. Selanjutnya Yes 46:11b terdiri dari 2 kalimat paralel yang sebetulnya memaksudkan hal yang sama, tetapi kalimat pertama menggunakan istilah ‘mengatakannya’, yang hanya menunjukkan nubuat Allah, sedangkan kalimat kedua menggunakan istilah ‘merencanakannya’, yang jelas menunjuk pada rencana / ketetapan Allah.

e. Yeremia 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu.’”.

Ayat ini baru mengatakan ‘Aku telah mengatakannya’ dan lalu langsung menyambungnya dengan ‘Aku telah merancangnya’. Ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan mengatakan sesuatu kepada nabi-nabi (yang lalu dinubuatkan oleh para nabi itu), karena Tuhan telah merancang / merencanakannya.

f. Amos 3:7 - “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hambaNya, para nabi.”.

Ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Tuhan kepada pada nabi (dan lalu dinubuatkan oleh nabi-nabi itu) adalah keputusanNya [NIV: ‘his plan’ {= rencanaNya}].

g. Rat 2:17a - “TUHAN telah menjalankan yang dirancangkanNya, Ia melaksanakan yang difirmankanNya,”.

Bagian akhir dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan melaksanakan yang difirmankanNya / dinubuatkanNya; tetapi bagian awal dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menjalankan yang dirancangkanNya. Jelas bahwa apa yang dinubuatkan adalah apa yang dahulu telah dirancangkanNya.

h. Rat 3:37 - “Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?”.

NIV: ‘Who can speak and have it happen if the Lord has not decreed it’ [= Siapa yang bisa berbicara dan membuatnya terjadi jika Tuhan tidak menetapkannya?].

Ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada nabi atau siapapun juga yang bisa menubuatkan apapun kecuali Tuhan lebih dulu menetapkan hal itu.

i. Yes 28:22b - “sebab kudengar tentang kebinasaan yang sudah pasti yang datang dari Tuhan ALLAH semesta alam atas seluruh negeri itu.”.

NIV: ‘The Lord, the LORD Almighty, has told me of the destruction decreed against the whole land’ [= Tuhan, TUHAN yang mahakuasa, telah memberitahu aku tentang kehancuran yang telah ditetapkan terhadap seluruh negeri itu].

Ini jelas menunjukkan bahwa kehancuran yang oleh Tuhan diberitahukan kepada Yesaya, dan lalu dinubuatkan oleh Yesaya, merupakan ketetapan Allah (decree of God).

Jadi, kalau dalam Kitab Suci dinubuatkan sesuatu, itu tidak sekedar berarti bahwa Allah hanya tahu lebih dulu bahwa hal itu akan terjadi (foreknowledge) dan lalu memberitahukan hal itu kepada manusia, tetapi itu berarti bahwa Allah sudah menetapkan lebih dulu akan hal itu (foreordination) dan lalu memberitahukan ketentuan / rencanaNya itu kepada manusia!

Dengan demikian jelas bahwa ayat-ayat diatas yang seakan-akan hanya memberitahukan akan adanya dosa-dosa tertentu, sebetulnya menunjukkan bahwa dosa-dosa tertentu itu sudah ditetapkan dan karenanya harus terjadi!

6) Penentuan dosa sejalan dengan doktrin-doktrin Reformed yang lain, seperti:

a) Election / pemilihan (Roma 9:6-24 Efesus 1:4,5,11 1Tesalonika 5:9 2Tesalonika 2:13 2Timotius 1:9), karena manusia dipilih untuk diselamatkan DARI DOSA.

Kalau penyelamatan manusia dari dosa itu ditentukan, bagaimana mungkin dosanya tidak ditentukan?

Orang yang percaya election, tetapi menolak reprobation, tetap tak bisa menghindar dari doktrin penentuan dosa ini!

b) Reprobation / penentuan binasa (Amsal 16:4 Yoh 17:12 Ro 9:13,17-18,21-22 1Pet 2:8 Yudas 4), yang jelas mensyaratkan penetapan dosa dalam kehidupan orang-orang yang ditentukan untuk binasa itu.

Orang-orang itu ditentukan untuk binasa DALAM DOSA. Bagaimana mungkin dosanya tidak ditentukan?

Editor dari Calvin’s Commentary tentang surat Roma / John Owen (tentang Ro 9:11): “Election and reprobation most clearly presuppose man as fallen and lost; it is hence indeed, that the words derive their meaning.” [= Pemilihan dan penentuan binasa secara paling jelas MENSYARATKAN manusia sebagai jatuh dan terhilang; memang dari sana kata-kata itu mendapatkan arti mereka.] - hal 350 (footnote).

c) Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme, yang sama-sama percaya adanya penetapan dosa.

Urut-urutan dalam Infralapsarianisme:

1. Penciptaan.

2. Kejatuhan ke dalam dosa.

3. Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.

4. Penebusan oleh Yesus Kristus.

Urut-urutan dalam Supralapsarianisme:

1. Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.

2. Penciptaan.

3. Kejatuhan ke dalam dosa.

4. Penebusan oleh Yesus Kristus.

Jadi, apakah seseorang memilih Infralapsarianisme atau Supralapsarianisme, ia tidak terhindar dari doktrin penentuan dosa!

Catatan:

a. Baik urut-urutan dalam Supralapsarianisme maupun dalam Infralapsarianisme adalah urut-urutan DALAM PEMIKIRAN ALLAH,bukan DALAM TERJADINYA / PELAKSANAAN RENCANA ITU!

b. Urut-urutan dalam pemikiran Allah dalam Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme bukanlah urut-urutan chronologis / waktu, tetapi hanya urut-urutan berdasarkan logika.

Pada waktu Allah membuat rencana, karena Ia maha kuasa, maha tahu dsb, maka Ia membuat seluruh rencana sekaligus dalam seketika. Ia bukan manusia, yang karena keterbatasan pemikirannya harus membuat rencananya secara bertahap. Karena itusebetulnya dalam pemikiran Allah itu tidak ada urut-urutan, baik seperti pada Infralapsarianisme maupun pada Supralapsarianisme. Urut-urutan yang ada hanyalah SECARA LOGIKA, bukan secara khronologis.

Jika saudara adalah orang yang mengaku sebagai orang Reformed, tetapi saudara tidak percaya bahwa Allah menetapkan dosa, maka renungkanlah hal-hal di atas ini! Ketidakpercayaan saudara akan penetapan dosa bertentangan dengan kepercayaan saudara terhadap doktrin-doktrin Reformed yang lain yang saya sebutkan di atas! Dan kalau doktrin-doktrin tersebut juga tidak saudara percayai, maka saudara jelas sama sekali bukan orang Reformed! Jadi, jangan berdusta dengan mengatakan bahwa saudara adalah orang Reformed!

PROVIDENCE OF GOD (10)

B) Terjadinya dosa.

1) Dalam hal ini Allah bekerja secara pasif.

Dalam terjadinya hal-hal yang baik, Allah bekerja secara aktif. Dengan kasih karuniaNya, Allah mengekang / menahan manusia sehingga tidak berbuat dosa, bahkan bisa berbuat baik.

Tetapi dalam terjadinya dosa, Allah bekerja secara pasif. Ia mengangkat kasih karuniaNya itu yang memang Ia tidak punya kewajiban untuk berikan kepada siapapun), dan dosapun terjadi. Perhatikan:

a) Istilah ‘Allah menyerahkan’ dalam Ro 1:24,26,28.

Ro 1:24-28 - “(24) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. (25) Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. (26) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (28) Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:”.

Calvin (tentang Ro 1:24): “It is indeed certain, that he not only permits men to fall into sin, by allowing them to do so, and by conniving at them; but that he also, by his equitable judgment, so arranges things, that they are led and carried into such madness by their own lusts, as well as by the devil. He therefore adopts the word, ‘give up,’ according to the constant usage of Scripture; which word they forcibly wrest, who think that we are led into sin only by the permission of God: for as Satan is the minister of God’s wrath, and as it were the executioner, so he is armed against us, not through the connivance, but by the command of his judge. ... we must make this exception, that the cause of sin is not from God, the roots of which ever abide in the sinner himself;” [= Memang pasti, bahwa Ia bukan hanya mengijinkan manusia jatuh ke dalam dosa, dengan mengijinkan mereka melakukan demikian, dan dengan mengijinkan secara diam-diam / pura-pura tidak tahu akan mereka; tetapi bahwa Ia juga, oleh penghakimanNya yang adil, mengatur hal-hal sedemikian rupa, sehingga mereka dibimbing dan dibawa ke dalam kegilaan seperti itu oleh nafsu mereka sendiri, maupun oleh setan. Karena itu ia menggunakan kata ‘menyerahkan’, menurut penggunaan yang tetap dalam Kitab Suci; kata mana mereka puntir dengan paksa, yang mengira bahwa kita dibimbing ke dalam dosa hanya oleh ijin Allah: karena Iblis adalah pelayan dari murka Allah, dan juga algojonya, sehingga ia dipersenjatai menentang kita, bukan melalui ijin / pura-pura tidak tahu, tetapi oleh perintah dari Hakimnya. ... kita harus membuat perkecualian ini, bahwa penyebab dosa bukan dari Allah, akar-akar mana selalu ada / tinggal dalam diri orang berdosa itu sendiri;].

Catatan: saya tak setuju dengan kata-kata yang warna hijau; karena Allah memang adalah penyebab pertama dari segala sesuatu. Saya tak tahu dalam arti apa Calvin mengatakan kata-kata itu.

Bdk. Maz 81:12-13 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!”.

Ini menunjukkan bahwa Allah mencabut kasih karuniaNya yang tadinya menahan manusia untuk berbuat dosa, sehingga dosapun terjadi.

b) Kis 14:16 - “Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing,”.

c) Yes 64:7 - “Tidak ada yang memanggil namaMu atau yang bangkit untuk berpegang kepadaMu; sebab Engkau menyembunyikan wajahMu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami.”.

Jadi, penyembunyian wajah Allah itu boleh dikatakan diidentikkan atau menyebabkan kita dikuasai oleh dosa. Tetapi ayat ini diterjemahkan dalam 2 versi. RSV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia, tetapi KJV/NIV berbeda.

RSV: ‘for thou hast hid thy face from us, and hast delivered us into the hand of our iniquities’ [= sebab Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami, dan telah menyerahkan kami ke dalam tangan dari kejahatan-kejahatan kami].

NASB: ‘For Thou hast hidden Thy face from us, And hast delivered us into the power of our iniquities’ [= Sebab Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami, Dan telah menyerahkan kami ke dalam kuasa dari kejahatan-kejahatan kami].

KJV: ‘for thou hast hid thy face from us, and hast consumed us, because of our iniquities’ [= karena Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami, dan telah menghabiskan kami, karena kejahatan-kejahatan kami].

NIV: ‘for you have hidden your face from us and made us waste away because of our sins’ [= karena Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami dan membuat kami merana karena dosa-dosa kami].

Catatan: Kitab Suci sering menyatakan seolah-olah Allah bekerja secara aktif dalam terjadinya dosa. Untuk ini lihat komentar Calvin di bawah ini, dan juga no 2a di bawah.

Calvin: “For after his light is removed, nothing but darkness and blindness remains. When his Spirit is taken away, our hearts harden into stones. When his guidance ceases, they are wrenched into crookedness. Thus it is properly said that he blinds, hardens, and bends those whom he has deprived of the power of seeing, obeying, and rightly following.” [= Karena setelah terangNya disingkirkan, tidak ada apapun kecuali kegelapan dan kebutaan yang tertinggal. Pada waktu RohNya diambil, hati kita mengeras menjadi batu. Pada waktu bimbinganNya berhenti, mereka dipelintir sehingga menjadi bengkok. Jadi bisa dikatakan secara benar bahwa Ia membutakan, mengeraskan hati, dan membengkokkan mereka dari siapa Ia mencabut / menghilangkan kuasa untuk melihat, mentaati dan mengikut dengan benar.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 3.

2) Allah sebagai ‘first cause’ [= penyebab pertama] menggunakan ‘second causes’ [= penyebab-penyebab kedua] sehingga dosa terjadi sesuai dengan rencanaNya.

a) Allah sebagai first cause [= penyebab pertama].

Allah merupakan ‘first cause’ dari segala sesuatu (termasuk dosa) karena Ialah yang menetapkan / merencanakan segala sesuatu dan mengatur pelaksanaan seluruh rencanaNya itu. Karena Allah adalah ‘first cause’ dari segala sesuatu inilah maka Allah sering digambarkan seakan-akan Ia adalah pelaku langsung / aktif dari sesuatu yang dalam faktanya tidak Ia lakukan secara langsung / aktif. Misalnya:

1. Allah ‘menyuruh’ Yusuf ke Mesir (Kej 45:5,7,8 bdk. Maz 105:17).

Kej 45:5,7-8 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu. ... (7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.”.

Bdk. Maz 105:17 - “diutusNyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual menjadi budak.”.

2. Allah mengeraskan hati Firaun (Kel 4:21b 7:3 9:12 10:1,20,27 11:10).

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

3. Ayub mengatakan bahwa Tuhanlah yang mengambil harta dan anak-anaknya (Ayub 1:21).

Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”.

4. Daud mengatakan bahwa Tuhanlah yang menyuruh Simei mengutukinya (2Sam 16:10-11).

2Sam 16:10-11 - “(10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian.”.

5. Tuhan menghasut Daud untuk mengadakan sensus (2Sam 24:1).

2Sam 24:1 - “Bangkitlah pula murka TUHAN terhadap orang Israel; Ia menghasut Daud melawan mereka, firmanNya: ‘Pergilah, hitunglah orang Israel dan orang Yehuda.’”.

Bdk. 1Taw 21:1 - “Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel.”.

Dua ayat ini tidak akan bisa diharmoniskan, kecuali kita menerima doktrin yang sedang kita pelajari ini.

Ini bukan merupakan sesuatu yang aneh, karena kalau saya membangun sebuah rumah, sekalipun saya membangun rumah itu menggunakan orang lain (pemborong, kuli dsb) dan tidak membangunnya sendiri, saya tetap bisa berkata bahwa sayalah yang membangun rumah.

b) Allah menggunakan ‘second causes’ [= penyebab-penyebab kedua].

Dalam terjadinya dosa, Allah tidak bertindak langsung / aktif, tetapi menggunakan ‘second causes’ [= penyebab-penyebab kedua]. Yang bisa dijadikan sebagai ‘second causes’, adalah:

1. Setan.

Tentang Firaun yang dikeraskan hatinya oleh Allah, Calvin berkata: “Did he harden it by not softening it? This is indeed true, but he did something more. He turned Pharaoh over to Satan to be confirmed in the obstinacy of his breast.” [= Apakah Ia mengeraskannyadengan tidak melunakkannya? Ini memang benar, tetapi Ia melakukan sesuatu yang lebih dari itu. Ia menyerahkan Firaun kepada Setan untuk diteguhkan dalam kekerasan hatinya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 4.

Contoh:

a. Ayub 1:15,17 - “(15) datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’ ... (17) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: ‘Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.’”.

Di sini Allah menggunakan setan untuk menggoda orang-orang Syeba dan Kasdim sehingga mereka berbuat dosa dengan merampok harta Ayub.

b. 1Sam 16:14 18:10 19:9 - ‘roh jahat dari pada Tuhan’. Ini pasti menunjuk kepada setan.

1Sam 16:14 - “Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN.”.

1Sam 18:10 - “Keesokan harinya roh jahat yang dari pada Allah itu berkuasa atas Saul, sehingga ia kerasukan di tengah-tengah rumah, sedang Daud main kecapi seperti sehari-hari. Adapun Saul ada tombak di tangannya.”.

Catatan: untuk kata ‘kerasukan’, KJV/NIV menterjemahkan ‘bernubuat’, tetapi RSV/NASB menterjemahkan ‘mengoceh’.

1Sam 19:9 - “Tetapi roh jahat yang dari pada TUHAN hinggap pada Saul, ketika ia duduk di rumahnya, dengan tombaknya di tangannya; dan Daud sedang main kecapi.”.

Calvin: “One passage will however be enough to show that Satan intervenes to stir up the reprobate whenever the Lord by his providence destines them to one end or another. For in Samuel it is often said that ‘an evil spirit of the Lord’ and ‘an evil spirit from the Lord’ has either ‘seized’ or ‘departed from’ Saul (1Sam. 16:14; 18:10; 19:9). It is unlawful to refer this to the Holy Spirit. Therefore, the impure spirit is called ‘spirit of God’ because it responds to his will and power, and acts rather as God’s instrument than by itself as the author.”[= Satu text akan cukup untuk menunjukkan bahwa Setan campur tangan untuk menghasut orang yang ditentukan untuk binasa kapanpun Tuhan, oleh providensiaNya, menentukan mereka ke suatu titik tertentu. Karena dalam kitab Samuel sering dikatakan bahwa ‘roh jahat dari pada Tuhan’ dan ‘roh jahat dari Tuhan’ telah ‘mencekam / menguasai’ atau ‘meninggalkan’ Saul (1Sam 16:14; 18:10; 19:9). Ini tidak boleh diartikan untuk menunjuk kepada Roh Kudus. Karena itu, roh yang kotor / najis itu disebut ‘roh dari Allah’ karena roh itu menanggapi kehendak dan kuasaNya, dan bertindak lebih sebagai alat Allah dari pada dari dirinya sendiri sebagai pencipta.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 5.

Catatan: dalam kata-kata ‘meninggalkan Saul’, saya yakin Calvin bukan memaksudkan 1Sam 16:14a, karena itu memang menunjuk kepada Roh Kudus. Ia pasti memaksudkan 1Sam 16:23.

1Sam 16:23 - “Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari padanya.”.

c. 1Raja 22:19-23 - Di sini Allah menggunakan setan / roh jahat untuk menggoda nabi-nabi palsu sehingga nabi-nabi palsu itu mengeluarkan suatu dusta.

1Raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa? (22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu.’”.

Calvin: “God wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be God’s judgment, the figment of bare permission vanishes: because it would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and not also to decree it and to command its execution by his ministers.” [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi-nabi itu (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

d. 2Sam 24:1 - “Bangkitlah pula murka TUHAN terhadap orang Israel; Ia menghasut Daud melawan mereka, firmanNya: ‘Pergilah, hitunglah orang Israel dan orang Yehuda.’”.

1Taw 21:1 - “Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel.”

Kedua ayat di atas ini paralel, dan sama-sama berbicara tentang dosa Daud yang dalam kesombongannya melakukan sensus, tetapi 2Sam 24:1 mengatakan bahwa Tuhan yang menghasut Daud untuk melakukan hal itu, sedangkan 1Taw 21:1 mengatakan bahwa Iblislah yang membujuk Daud melakukan hal itu. Apakah kedua ayat ini bertentangan? Bagi orang yang menolak doktrin Reformed ini maka kedua ayat ini pasti bertentangan dan tidak bisa diharmoniskan. Tetapi bagi orang Reformed yang sejati, kedua ayat ini tidak menimbulkan problem. 2Sam 24:1 mengatakan bahwa Allahlah yang menghasut Daud, untuk menunjukkan bahwa Allah adalah ‘first cause’ [= penyebab pertama] dari peristiwa itu; sedangkan 1Taw 21:1 mengatakan bahwa Iblislah yang membujuk Daud, karena Allah memakainya sebagai ‘second cause’ [= penyebab kedua] untuk menjatuhkan Daud ke dalam dosa sesuai dengan rencanaNya.

2. Manusia.

Contoh:

a. 1Raja 22:19-23 - di sini Tuhan menggunakan nabi-nabi palsu untuk mendustai Ahab sehingga ia melakukan sesuatu yang salah yaitu berperang, dan akhirnya mati dalam peperangan itu.

b. Mat 24:4-5 - Tuhan menggunakan penyesat / nabi palsu untuk menyesatkan banyak orang.

Mat 24:4-5 - “(4) Jawab Yesus kepada mereka: ‘Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! (5) Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaKu dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.”.

Sikap yang benar terhadap terhadap second cause.

John Calvin: “Meanwhile, nevertheless, a godly man will not overlook the secondary causes. And indeed, he will not, just because he thinks those from whom he has received benefit are ministers of the divine goodness, pass them over, as if they had deserved no thanks for their human kindness; but from the bottom of his heart will feel himself beholden to them, willingly confess his obligation, and earnestly try as best he can to render thanks and as occasion presents itself. In short, for benefits received he will reverence and praise the Lord as their principal author, but will honor men as his ministers; and will know what is in fact true: it is by God’s will that he is beholden to those through whose hand God willed to be beneficent. If this godly man suffers any loss because of negligence or imprudence, he will conclude that it came about by the Lord’s will, but also impute it to himself. Suppose a disease should carry off anyone whom he treated negligently, although it was his duty to take care of him. Even though he knows that this person had come to an impassable boundary, he will not on this account deem his misdeed less serious; rather, because he did not faithfully discharge his duty toward him, he will take it that through the fault of his negligence the latter had perished. Where fraud or premeditated malice enters into the committing of either murder or theft, he will even less excuse such a crime on the pretext of divine providence; but in this same evil deed he will clearly contemplate God’s righteousness and man’s wickedness, as each clearly shows itself.” - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 17, No 9.

Catatan: saya tidak menterjemahkan bagian ini tetapi menceritakannya dengan kata-kata saya sendiri di bawah ini.

Baik dalam hal yang baik maupun buruk / jahat, Allah menggunakan second causes / penyebab-penyebab kedua.

Pada waktu ada penyebab kedua yang membawa kebaikan bagi kita, misalnya menolong kita dari problem yang kita alami, kita tak boleh mengabaikan second cause itu dengan berpikir bahwa toh first cause-nya adalah Tuhan sendiri. Kita memang harus berterima kasih kepada Tuhan sebagai First Cause, tetapi kita tetap juga harus berterima kasih kepada orang yang Tuhan gunakan sebagai second cause itu.

Sebaliknya pada waktu Tuhan menggunakan second cause untuk melakukan hal-hal yang buruk / jahat terhadap kita, itu tak berarti orang yang menjadi second cause itu tidak bersalah. Dan kalau Tuhan menyebabkan bencana karena kelalaian kita sendiri, maka kita sendiri tetap juga bersalah.

Kedua point di atas (Allah bekerja secara pasif & adanya penggunaan ‘second causes’) menyebabkan Allah bukanlah pencipta dosa (God is not the author of sin).

Dalam tafsirannya tentang Kej 50:20 Calvin mengatakan sebagai berikut: “This truly must be generally agreed, that nothing is done without his will; because he both governs the counsels of men, and sways their wills and turns their efforts at his pleasure, and regulates all events: but if men undertake anything right and just, he so actuates and moves them inwardly by his Spirit, that whatever is good in them, may justly be said to be received from him: but if Satan and ungodly men rage, he acts by their hands in such an inexpressible manner, that the wickedness of the deed belong to them, and the blame of it is imputed to them. For they are not induced to sin, as the faithful are to act aright, by the impulse of the Spirit, but they are the authors of their own evil, and follow Satan as their leader.” [= Ini harus disetujui secara umum, bahwa tidak ada apapun dilakukan tanpa kehendakNya; karena Ia memerintah rencana manusia, dan mengubah kehendak mereka dan membelokkan usaha mereka sesuai dengan kesenanganNya, dan mengatur semua peristiwa / kejadian: tetapi jika manusia melakukan apapun yang baik dan benar, Ia menjalankan dan menggerakkan mereka dari dalam oleh RohNya, sehingga apapun yang baik dalam mereka, bisa dengan benar dikatakan diterima dari Dia: tetapi jika Setan dan orang-orang jahat marah, Ia bertindak oleh tangan mereka dalam suatu cara yang tak terkatakan, sehingga kejahatan dari tindakan itu hanya menjadi milik mereka, dan kesalahan dari tindakan itu diperhitungkan kepada mereka. Karena mereka TIDAK dibujuk kepada dosa, SEPERTI orang yang setia pada waktu melakukan hal yang benar, oleh dorongan Roh, tetapi MEREKA ADALAH PENCIPTA DARI KEJAHATAN MEREKA SENDIRI, dan mengikuti Setan sebagai pemimpin / pembimbing mereka.] - hal 488.

PROVIDENCE OF GOD (11)

3) Istilah ‘Allah mengijinkan’.

a) Kesia-siaan penggunaan istilah ini untuk ‘melindungi’ kesucian Allah.

Banyak orang senang menggunakan istilah ini untuk melindungi kesucian Allah. Mereka berpikir bahwa kalau Allah menentukan dosa maka Allah sendiri berdosa / tidak suci. Tetapi kalau Allah hanya mengijinkan terjadinya dosa, maka Allah tidak bersalah dan tetap suci. Tetapi ini salah karena kalau ‘penentuan Allah tentang terja­dinya dosa’ dianggap sebagai dosa, maka ‘pemberian ijin dari Allah sehingga dosa terjadi’ juga harus dianggap sebagai dosa, yaitu dosa pasif. Sama halnya kalau saya membunuh orang, maka itu adalah dosa (dosa aktif). Tetapi kalau saya membiarkan / mengijinkan seseorang bunuh diri atau dibunuh, padahal saya bisa mencegahnya, maka saya juga berdosa (dosa pasif)!

Bdk. Yak 4:17 - “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”.

Herman Hoeksema: “Nor must we, in regard to the sinful deeds of men and devils, speak only of God’s permission in distinction from His determination. Holy Scripture speaks a far more positive language. We realize, of course, that the motive for speaking God’s permission rather than of His predetermined will in regard to sin and the evil deeds of men is that God may never be presented as the author of sin. But this purpose is not reached by speaking of God’s permission or His permissive will: for if the Almighty permits what He could just as well have prevented, it is from an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in this way we lose God and His sovereignty: for permis­sion presupposes the idea that there is a power without God that can produce and do something apart from Him, but which is simply permitted by God to act and operate. This is dualism, and it annihilates the complete and absolute sovereignty of God. And therefore we must main­tain that also sin and all the wicked deeds of men and angels have a place in the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by the Word of God.” [= Juga kita tidak boleh, berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia dan setan, berbicara hanya tentang ijin Allah dan membedakannya dengan penentuan / penetapanNya. Kitab Suci berbicara dengan suatu bahasa yang jauh lebih positif. Tentu saja kita menyadari bahwa motivasi untuk menggunakan istilah ‘ijin Allah’ dari pada ‘kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu’ berkenaan dengan dosa dan tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah supaya Allah tidak pernah dinyatakan sebagai pencipta dosa. Tetapi tujuan ini tidak tercapai dengan menggunakan ‘ijin Allah’ atau ‘kehendak yang mengijinkan dari Allah’: karena jika Yang Maha Kuasa mengijinkan apa yang bisa Ia cegah, dari sudut pandang etika itu adalah sama seperti jika Ia melakukan hal itu sendiri. Tetapi dengan cara ini kita kehilangan Allah dan kedaulatanNya: karena ijin mensyaratkan suatu gagasan bahwa ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa menghasilkan dan melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan oleh Allah untuk bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme, dan ini menghapuskan kedaulatan Allah yang lengkap dan mutlak. Dan karena itu kita harus mempertahankan bahwa juga dosa dan semua tindakan-tindakan jahat dari manusia dan malaikat mempunyai tempat dalam rencana Allah, dalam keputusan kehendakNya. Demikianlah itu diajarkan oleh Firman Allah.] - ‘Reformed Dogmatics’, hal 158.

b) Istilah ‘Allah mengijinkan’ boleh digunakan, tetapi artinya harus benar. Ini tidak berarti bahwa sebetulnya Allah merencanakan seseorang berbuat baik / tidak berbuat dosa, tetapi karena orangnya memaksa berbuat dosa, maka Allah mengijinkan. Kalau diartikan seperti ini, maka itu berarti bahwa Rencana Allah sudah gagal, dan ini bertentangan dengan pelajaran II, point B dan C di atas. ‘Allah mengijinkan’ berarti bahwa Allah bekerja secara pasif dan Ia menggunakan second causes, tetapi dosa yang diijinkan itu pasti terjadi, persis sesuai dengan Rencana Allah! Jadi digunakannya istilah ‘Allah mengijinkan’ hanyalah karena dalam pelaksanaannya Allah bekerja secara pasif dan Allah menggunakan second causes.

Louis Berkhof: “It is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive. By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will. This means that God does not positively work in man ‘both to will and to do’, when man goes con­trary to His revealed will. It should be carefully noted, however, that this permissive decree does not imply a passive permission of something which is not under the control of the divine will. It is a decree which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God determines (a) not to hinder the sinful self-determination of the finite will; and (b) to regulate and control the result of this sinful self-determination.” [= Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan untuk menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung dan bertindak dalam kehendak terbatas itu (kehendak manusia itu). Ini berarti bahwa Allah tidak secara positif bekerja dalam manusia ‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’ (Fil 2:13), pada waktu manusia berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan tidak berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang membuat tindakan berdosa yang akan datang itu pasti secara mutlak, tetapi dalam mana Allah menentukan (a) untuk tidak menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan sendiri oleh kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) untuk mengatur dan mengontrol akibat / hasil dari keputusan berdosa ini.] - ‘Systematic Theology’, hal 105.

William G. T. Shedd: “When God executes his decree that Saul of Tarsus shall be ‘a vessel of mercy’, he works efficiently within him by his Holy Spirit ‘to will and to do’. When God executes his decree that Judas Iscariot shall be ‘a vessel of wrath fitted for destruction’, he does not work efficiently within him ‘to will and to do’, but permissively in the way of allowing him to have his own wicked will. He decides not to restrain him or to regenerate him, but to leave him to his own obstinate and rebellious inclination and purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth, as it was determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke 22:22; Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly different, but the perdition of Judas was as much foreordained and free from chance, as the conversion of Saul.” [= Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Saulus dari Tarsus akan menjadi ‘bejana / benda belas kasihan’ (Ro 9:23), Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh KudusNya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’ (Fil 2:13). Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Yudas Iskariot akan menjadi ‘bejana kemurkaan yang cocok untuk kehancuran / benda kemurkaan yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan’ (Ro 9:22), Ia tidak bekerja secara efisien dalam dirinya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’, tetapi dengan cara mengijinkan dia mempunyai kehendak jahatnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak mengekang dia atau melahirbarukan dia, tetapi membiarkan dia pada kecondongan dan rencananya sendiri yang keras kepala dan bersifat memberontak; dan karena itu ‘Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan’ (Luk 22:22; Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua kasus ini jelas berbeda, tetapi kebinasaan Yudas ditentukan lebih dulu dan bebas dari kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 31.

Lukas 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.

John Calvin: “How the term ‘permission,’ so frequently mentioned by him (Augustine), ought to be understood will best appear from one passage, where he proves that God’s will is the highest and first cause of all things because nothing happens except from his command or permission. Surely he does not conjure up a God who reposes idly in a watchtower, willing the while to permit something or other, when an actual will not his own, so to speak, intervenes, which otherwise could not be deemed a cause.” [= Bagaimana istilah ‘ijin’ yang begitu sering disebut oleh dia (Agustinus), harus dimengerti akan terlihat secara paling baik dari satu bagian, dimana ia membuktikan bahwa kehendak Allah adalah penyebab tertinggi dan pertama dari segala sesuatu karena tak ada apapun yang terjadi kecuali dari perintah atau ijinNya. Pasti ia tidak membayangkan suatu Allah yang berbaring / beristirahat secara malas di suatu menara penjagaan, dan selama waktu itu mau untuk mengijinkan sesuatu atau hal yang lain, pada waktu suatu kehendak yang sungguh-sungguh yang bukan milikNya, bisa dikatakan demikian, campur tangan / ikut campur, yang kalau tidak, tidak bisa dianggap sebagai suatu penyebab.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter 16, No 8.

c) Komentar-komentar Calvin yang menyerang istilah ‘Allah mengijinkan’.

John Calvin: “1. NO MERE ‘PERMISSION’! From other passages, where God is said to bend or draw Satan himself and all the wicked to his will, there emerges a more difficult question. For carnal sense can hardly comprehend how in acting through them he does not contract some defilement from their transgression, and even in a common undertaking can be free of all blame, and indeed can justly condemn his ministers. Hence the distinction was devised between doing and permitting because to many this difficulty seemed inexplicable, that Satan and all the impious are so under God’s hand and power that he directs their malice to whatever end seems good to him, and uses their wicked deeds to carry out his judgments. And perhaps the moderation of those whom the appearance of absurdity alarms would be excusable, except that they wrongly try to clear God’s justice of every sinister mark by upholding a falsehood. It seems absurd to them for man, who will soon be punished for his blindness, to be blinded by God’s will and command. Therefore they escape by the shift that this is done only with God’s permission, not also by his will; but he, openly declaring that he is the doer, repudiates that evasion. However, that men can accomplish nothing except by God’s secret command, that they cannot by deliberating accomplish anything except what he has already decreed with himself and determines by his secret direction, is proved by innumerable and clear testimonies. What we have cited before from the psalm, that God does whatever he wills [Psalm 115:3], certainly pertains to all the actions of men. If, as is here said, God is the true Arbiter of wars and of peace, and this without any exception, who, then, will dare say that men are borne headlong by blind motion unbeknown to God or with his acquiescence?” [= 1. BUKAN SEMATA-MATA ‘IJIN’! Dari text-text lain, dimana Allah dikatakan membengkokkan atau menarik Iblis sendiri dan semua orang-orang jahat pada kehendakNya, di sana muncul suatu pertanyaan yang lebih sukar. Karena pikiran daging tidak bisa memahami bagaimana dalam bertindak melalui mereka Ia tidak mendapatkan suatu pengotoran / polusi / pencemaran dari pelanggaran mereka, dan bahkan dalam suatu usaha bersama / gabungan bisa bebas dari semua tanggung jawab / kesalahan, dan bisa dengan adil / benar mengecam pelayan-pelayanNya. Karena itu dirancang pembedaan antara melakukan dan mengijinkan karena bagi banyak orang kesukaran ini kelihatannya tidak bisa dijelaskan, bahwa Iblis dan semua orang-orang jahat begitu berada di bawah tangan dan kuasa Allah sehingga Ia mengarahkan kejahatan mereka pada tujuan apapun yang kelihatan baik bagiNya, dan menggunakan tindakan-tindakan jahat mereka untuk melaksanakan penghakiman-penghakimanNya. Dan mungkin sikap menentang pandangan yang radikal dari mereka yang merasa takut karena melihat munculnya kekonyolan bisa dimaafkan, kecuali bahwa mereka secara salah mencoba untuk membereskan keadilan Allah dari setiap obyek yang mengancam dengan memegang / menegaskan suatu kepalsuan / kesalahan. Kelihatannya menggelikan / konyol bagi mereka untuk manusia, yang akan segera dihukum untuk kebutaannya, dibutakan oleh kehendak dan perintah Allah. Karena itu mereka menghindar dengan pergeseran / perubahan bahwa ini dilakukan hanya dengan ijin Allah, bukan juga oleh kehendakNya; TETAPI IA, YANG DENGAN SECARA TERBUKA / TERANG-TERANGAN MENYATAKAN BAHWA IA ADALAH SI PELAKU, MENOLAK PENGHINDARAN INI. Tetapi, bahwa manusia tidak bisa mencapai apapun kecuali oleh perintah rahasia dari Allah, bahwa mereka tidak bisa dengan sengaja mencapai apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan dengan diriNya sendiri dan tentukan oleh pengarahan rahasiaNya, dibuktikan oleh kesaksian-kesaksian yang tak terhitung dan jelas. Apa yang telah kami kutip sebelumnya dari Mazmur, bahwa Allah melakukan apapun yang dikehendakiNya (Maz 115:3), pasti berhubungan dengan semua tindakan dari manusia. Jika, seperti dikatakan di sini, Allah adalah Hakim dari peperangan dan dari perdamaian, dan ini tanpa perkecualian apapun, lalu siapa, berani mengatakan bahwa manusia dibawa dengan tergesa-gesa oleh gerakan buta tanpa diketahui oleh Allah atau dengan persetujuannya?] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No 1.

John Calvin: “But particular examples will shed more light. From the first chapter of Job we know that Satan, no less than the angels who willingly obey, presents himself before God [Job 1:6; 2:1] to receive his commands. He does so, indeed, in a different way and with a different end; but he still cannot undertake anything unless God so wills. However, even though a bare permission to afflict the holy man seems then to be added, yet we gather that God was the author of that trial of which Satan and his wicked thieves were the ministers, because this statement is true: ‘The Lord gave, the Lord has taken away; as it has pleased God, so is it done’ [Job 1:21, Vg. (p.)]. Satan desperately tries to drive the holy man insane; the Sabaeans cruelly and impiously pillage and make off with another’s possessions. Job recognizes that he was divinely stripped of all his property, and made a poor man, because it so pleased God. Therefore, whatever men or Satan himself may instigate, God nevertheless holds the key, so that he turns their efforts to carry out his judgments.” [= Tetapi contoh-contoh khusus akan memberi terang lebih banyak. Dari Ayub pasal satu kita tahu bahwa Iblis, tak kurang dari malaikat-malaikat yang mau taat, menghadirkan dirinya sendiri di hadapan Allah (Ayub 1:6; 2:1) untuk menerima perintah-perintahNya. Ia melakukan demikian, memang dengan suatu cara yang berbeda dan dengan suatu tujuan yang berbeda; tetapi ia tetap tidak bisa mengusahakan / mulai melakukan apapun kecuali Allah menghendaki demikian. Tetapi, sekalipun kelihatannya lalu ditambahkan suatu ijin semata-mata untuk menyebabkan orang kudus itu menderita, kita menyimpulkan bahwa Allah adalah pencipta dari ujian / pencobaan tentang mana Iblis dan pencuri-pencuri jahatnya adalah pelayan-pelayanNya, karena pernyataan ini adalah benar: ‘Tuhan memberi, Tuhan mengambil; karena itu telah menyenangkan Allah, demikianlah itu dilakukan / terjadi’ (Ayub 1:21, Vulgate). Iblis berusaha dengan sangat hebat untuk membuat orang kudus ini gila; Orang-orang Syeba secara kejam dan jahat merampok dan membawa pergi milik orang lain. Ayub mengetahui bahwa ia ditelanjangi dari semua miliknya secara ilahi (oleh Allah), dan dibuat menjadi orang miskin, karena itu memperkenan Allah. Karena itu, apapun yang manusia atau Iblis sendiri bisa mulai, bagaimanapun Allah yang memegang kuncinya, sehingga Ia membelokkan usaha-usaha mereka untuk melaksanakan penghakiman-penghakimanNya.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No 1.

John Calvin: “2. GOD, SATAN, AND MAN ACTIVE IN THE SAME EVENT. Far different is the manner of God’s action in such matters. To make this clearer to us, we may take as an example the calamity inflicted by the Chaldeans upon the holy man Job, when they killed his shepherds and in enmity ravaged his flock [Job 1:17]. Now their wicked act is perfectly obvious; nor does Satan do nothing in that work, for the history states that the whole thing stems from him [Job 1:12]. But Job himself recognizes the Lord’s work in it, saying that He has taken away what had been seized through the Chaldeans [Job 1:21]. How may we attribute this same work to God, to Satan, and to man as author, without either excusing Satan as associated with God, or making God the author of evil? Easily, if we consider first the end, and then the manner, of acting. The Lord’s purpose is to exercise the patience of His servant by calamity; Satan endeavors to drive him to desperation; the Chaldeans strive to acquire gain from another’s property contrary to law and right. So great is the diversity of purpose that already strongly marks the deed. There is no less difference in the manner. The Lord permits Satan to afflict His servant; He hands the Chaldeans over to be impelled by Satan, having chosen them as His ministers for his task. Satan with his poison darts arouses the wicked minds of the Chaldeans to execute that evil deed. They dash madly into injustice, and they render all their members guilty and befoul them by the crime. Satan is properly said, therefore, to act in the reprobate over whom he exercises his reign, that is, the reign of wickedness. God is also said to act in His own manner, in that Satan himself, since he is the instrument of God’s wrath, bends himself hither and thither at His beck and command to execute His just judgments. ... Therefore we see no inconsistency in assigning the same deed to God, Satan, and man; but the distinction in purpose and manner causes God’s righteousness to shine forth blameless there, while the wickedness of Satan and of man betrays itself by its own disgrace.” [= 2. Allah, Iblis, dan manusia aktif dalam peristiwa / kejadian yang sama. Cara dari tindakan Allah jauh berbeda dalam persoalan-persoalan seperti itu. Untuk membuat ini lebih jelas bagi kita, kita bisa mengambil sebagai suatu contoh bencana yang disebabkan oleh orang-orang Kasdim terhadap orang kudus Ayub, pada waktu mereka membunuh gembala-gembalanya dan dalam permusuhan / kebencian merampok kawanan untanya (Ayub 1:17). Tindakan jahat mereka sudah sangat jelas; dan Iblis bukannya tidak berbuat apa-apa dalam pekerjaan itu, karena sejarahnya menyatakan bahwa seluruh hal itu berasal usul dari dia (Ayub 1:12). Tetapi Ayub sendiri mengenali pekerjaan Tuhan di dalamnya, dengan mengatakan bahwa Ia telah mengambil apa yang telah dirampas melalui orang-orang Kasdim (Ayub 1:21). Bagaimana kita bisa menganggap pekerjaan yang sama ini berasal dari Allah, Iblis, dan manusia sebagai pencipta, tanpa memaafkan / memberi dalih bagi Iblis sebagai bersekutu dengan Allah, atau membuat Allah sebagai pencipta kejahatan? Mudah saja, jika kita pertama-tama mempertimbangkan akhir / tujuan, dan lalu cara, dari tindakan. Tujuan Tuhan adalah untuk melatih kesabaran dari pelayanNya dengan bencana; Iblis berusaha mendorongnya pada keputus-asaan; orang-orang Kasdim berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari milik orang lain bertentangan dengan hukum dan hak. Begitu besar perbedaan tujuan yang secara kuat sudah menandai tindakan. Ada perbedaan yang tidak kurang dalam caranya. Tuhan mengijinkan Iblis untuk menyiksa pelayanNya; Ia menyerahkan orang-orang Kasdim untuk didorong oleh Iblis, setelah memilih mereka sebagai pelayan-pelayanNya untuk tugasnya. Iblis dengan anak panah beracunnya membangkitkan pikiran jahat dari orang-orang Kasdim untuk melaksanakan tindakan jahat itu. Mereka lari cepat-cepat ke dalam ketidak-adilan, dan mereka membuat semua anggota-anggota mereka bersalah dan mengotori diri mereka dengan kejahatan itu. Karena itu, Iblis secara benar dikatakan, bertindak dalam diri orang-orang yang ditentukan untuk binasa, atas diri siapa ia melaksanakan pemerintahannya, yaitu, pemerintahan kejahatan. Allah juga dikatakan bertindak dengan caraNya sendiri, dalam diri Iblis itu sendiri, karena ia adalah alat dari murka Allah, dengan membengkokkan dia kesana kemari dalam ketundukan kepadaNya untuk melaksanakan penghakiman-penghakimanNya yang adil. ... Karena itu, kita tidak melihat ketidak-konsistenan dalam menganggap tindakan yang sama berasal dari Allah, Iblis dan manusia; tetapi perbedaan dalam tujuan dan cara, menyebabkan kebenaran Allah menyinarkan ketidak-bersalahan di sana, sedangkan kejahatan Iblis dan manusia menunjukkan dirinya sendiri oleh kehinaannya sendiri.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 2.

John Calvin: “God wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be God’s judgment, the figment of bare permission vanishes: because it would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and not also to decree it and to command its execution by his ministers.” [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi-nabi itu (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.

John Calvin: “The Jews intended to destroy Christ; Pilate and his soldiers complied with their mad desire; yet in solemn prayer the disciples confess that all the impious ones had done nothing except what ‘the hand and plan’ of God had decreed [Acts 4:28, cf. Vg.]. So Peter had already preached that ‘by the definite plan and foreknowledge of God, Christ had been given over’ to be killed [Acts 2:23, cf. Vg.]. It is as if he were to say that God, to whom from the beginning nothing was hidden, wittingly and willingly determined what the Jews carried out. As he elsewhere states: ‘God, who has foretold through all his prophets that Christ is going to suffer, has thus fulfilled it’ [Acts 3:18, cf. Vg.].” [=Orang-orang Yahudi bermaksud untuk menghancurkan Kristus; Pilatus dan tentara-tentaranya mentaati / bertindak sesuai dengan keinginan gila mereka; tetapi dalam doa yang khidmat para murid mengakui bahwa semua orang-orang jahat itu tidak melakukan apapun kecuali yang ‘tangan dan rencana’ dari Allah telah tetapkan (Kis 4:28, bdk. Vulgate). Demikian juga Petrus telah berkhotbah bahwa ‘oleh rencana tertentu dan pra-pengetahuan Allah, Kristus telah diserahkan’ untuk dibunuh (Kis 2:23, bdk. Vulgate). Itu adalah seakan-akan ia mengatakan bahwa Allah, bagi siapa dari semula tak ada yang tersembunyi, secara sengaja dan sukarela menentukan apa yang orang-orang Yahudi laksanakan. Seperti yang ia nyatakan di tempat lain: ‘Allah, yang telah memberitahu lebih dulu melalui semua nabi-nabiNya bahwa Kristus akan menderita, dengan cara ini telah menggenapinya’ (Kis 3:18, bdk. Vulgate).] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No 1.

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.

Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita.”.

John Calvin: “Absalom, polluting his father’s bed by an incestuous union, commits a detestable crime [2 Samuel 16:22]; yet God declares this work to be his own; for the words are: ‘You did it secretly; but I will do this thing openly, and in broad daylight’ [2 Samuel 12:12 p.]. Jeremiah declared that every cruelty the Chaldeans exercised against Judah was God’s work [Jeremiah 1:15; 7:14; 50:25, and passim]. For this reason Nebuchadnezzar is called God’s servant [Jeremiah 25:9; cf. ch. 27:6]. ... The Assyrian he calls the rod of his anger [Isaiah 10:5 p.], ... The destruction of the Holy City and the ruin of the Temple he calls his own work [Isaiah 28:21]. David, not murmuring against God, but recognizing him as the just judge, yet confesses that the curses of Shimei proceeded from His command [2 Samuel 16:10]. ‘The Lord,’ he says, ‘commanded him to curse.’ [2 Samuel 16:11.] We very often find in the Sacred History that whatever happens proceeds from the Lord, as for instance the defection of the ten tribes [1 Kings 11:31], the death of Eli’s sons [1 Samuel 2:34], and very many examples of this sort.” [=Absalom, mengotori ranjang ayahnya oleh suatu persatuan yang bersifat incest, melakukan suatu kejahatan yang menjijikkan (2Sam 16:22); tetapi Allah menyatakan pekerjaan ini sebagai pekerjaanNya; karena kata-katanya adalah: ‘Engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan / terbuka, dan di terang siang hari’ (2Sam 12:12). Yeremia menyatakan bahwa setiap kekejaman orang Kasdim yang dilakukan terhadap orang-orang Yehuda adalah pekerjaan Allah (Yer 1:15; 7:14; 50:25). Karena itu Nebukadnezar disebut pelayan / hamba Allah (Yer 25:9; bdk. 27:6). ... Orang-orang Asyur Ia sebut tongkat amarahNya (Yes 10:5), ... Penghancuran dari Kota Kudus dan puing-puing dari Bait Suci Ia sebut pekerjaanNya sendiri (Yes 28:21). Daud, bukannya bersungut-sungut terhadap Allah, tetapi mengenali Dia sebagai Hakim yang adil, dan mengakui bahwa kutuk-kutuk dari Simei keluar dari perintahNya (2Sam 16:10). ‘Tuhan’, katanya, ‘memerintah dia untuk mengutuk’. (2Sam 16:11). Kita sangat sering menjumpai dalam Sejarah Kudus bahwa apapun yang terjadi keluar / muncul dari Tuhan, seperti sebagai contohnya pemberontakan dari 10 suku (1Raja 11:31), kematian anak-anak Eli (1Sam 2:34), dan sangat banyak contoh dari jenis ini.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No 1.

2Sam 12:11-12 - “(11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.’”.

Yer 1:15 - “Sebab sesungguhnya, Aku memanggil segala kaum kerajaan sebelah utara, demikianlah firman TUHAN, dan mereka akan datang dan mendirikan takhtanya masing-masing di mulut pintu-pintu gerbang Yerusalem, dekat segala tembok di sekelilingnya dan dekat segala kota Yehuda.”.

Yer 7:14 - “karena itulah kepada rumah, yang atasnya namaKu diserukan dan yang kamu andalkan itu, dan kepada tempat, yang telah Kuberikan kepadamu dan kepada nenek moyangmu itu, akan Kulakukan seperti yang telah Kulakukan kepada Silo;”.

Yer 50:25 - “TUHAN telah membuka tempat perlengkapanNya dan mengeluarkan senjata-senjata geramNya, sebab ada pekerjaan bagi Tuhan ALLAH semesta alam di negeri orang-orang Kasdim:”.

Yer 25:9 - “sesungguhnya, Aku akan mengerahkan semua kaum dari utara - demikianlah firman TUHAN - menyuruh memanggil Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu; Aku akan mendatangkan mereka melawan negeri ini, melawan penduduknya dan melawan bangsa-bangsa sekeliling ini, yang akan Kutumpas dan Kubuat menjadi kengerian, menjadi sasaran suitan dan menjadi ketandusan untuk selama-lamanya.”.

Yer 27:6 - “Dan sekarang, Aku menyerahkan segala negeri ini ke dalam tangan hambaKu, yakni Nebukadnezar, raja Babel; juga binatang di padang telah Kuserahkan supaya tunduk kepadanya.”.

Yes 10:5-7,12 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan AKU AKAN MEMERINTAHKANNYA melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa. ... (12) Tetapi apabila Tuhan telah menyelesaikan segala pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya yang angkuh sombong.”.

Yes 28:21 - “Sebab TUHAN akan bangkit seperti di gunung Perasim, Ia akan mengamuk seperti di lembah dekat Gibeon, untuk melakukan perbuatanNya - ganjil perbuatanNya itu; dan untuk mengerjakan pekerjaanNya - ajaib pekerjaanNya itu!”.

2Sam 16:5-12 - “(5) Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-menerus mengutuk. (6) Daud dan semua pegawai raja Daud dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di kiri kanannya. (7) Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: ‘Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! (8) TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah.’ (9) Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja: ‘Mengapa anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menyeberang dan memenggal kepalanya.’ (10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian. (12) Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini.’”.

1Raja 11:30-31 - “(30) Ahia memegang kain baru yang di badannya, lalu dikoyakkannya menjadi dua belas koyakan; (31) dan ia berkata kepada Yerobeam: ‘Ambillah bagimu sepuluh koyakan, sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari tangan Salomo dan akan memberikan kepadamu sepuluh suku.”.

Bdk. 1Raja 12:15 - “Jadi raja tidak mendengarkan permintaan rakyat, SEBAB hal itu merupakan perubahan yang disebabkan TUHAN, SUPAYA TUHAN menepati firman yang diucapkanNya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada Yerobeam bin Nebat.”.

1Sam 2:34 - “Inilah yang akan menjadi tanda bagimu, yakni apa yang akan terjadi kepada kedua anakmu itu, Hofni dan Pinehas: pada hari yang sama keduanya akan mati.”.

Bdk. 1Sam 2:25 - “Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?’ Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, SEBABTUHAN hendak mematikan mereka.”.

John Calvin: “Those who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than evident that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence, substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance events, and his judgments thus depended upon human will.” [= Mereka yang mengetahui ayat-ayat Kitab Suci secara cukup, melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No 1.

John Calvin: “It is said that he hardened Pharaoh’s heart (Exodus 9:12), also that he made it heavy (ch. 10:1) and stiffened it (chs. 10:20,27; 11:10; 14:8). By this foolish cavil certain ones get around these expressions, for while it is said elsewhere that Pharaoh himself made heavy his own heart (Exodus 8:15, 32; 9:34), God’s will is posited as the cause of hardening. As if these two statements did not perfectly agree, although in divers ways, that man, while he is acted upon by God, yet at the same time himself acts! Moreover, I throw their objection back upon them: for if ‘to harden’ denotes bare permission, the very prompting to obstinacy will not properly exist in Pharaoh. Indeed, how weak and foolish would it be to interpret this as if Pharaoh only suffered himself to be hardened! Besides, Scripture cuts off any occasion for such cavils. ‘I will restrain,’ says God, ‘his heart.’ (Exodus 4:21.) Thus, also, concerning the dwellers in the Land of Canaan, Moses said they had come forth to battle because God stiffened their hearts (Joshua 11:20; Cf. Deuteronomy 2:30). The same thing is repeated by another prophet, ‘He turns their hearts to hate his people’ (Psalm 105:25). Likewise in Isaiah, He declares that he will send the Assyrians against the deceitful nation and will command them ‘to take spoil and seize plunder’ (Isaiah 10:6) - not because he would teach impious and obstinate men to obey him willingly, but because he will bend them to execute his judgments, as if they bore his commandments graven upon their hearts; from this it appears that they had been impelled by God’s sure determination. I confess, indeed, that it is often by means of Satan’s intervention that God acts in the wicked, but in such a way that Satan performs his part by God’s impulsion and advances as far as he is allowed. An evil spirit troubles Saul; but it is said to have come from God (1 Samuel 16:14), that we may know that Saul’s madness proceeds from God’s just vengeance. Also, it is said that the same Satan ‘blinds the minds of unbelievers’ (2 Corinthians 4:4); but whence does this come, unless the working of error flows from God himself (2 Thessalonians 2:11), to make those believe lies who refuse to obey the truth? According to the former reason it is said, ‘If any prophet should speak in lies, I, God, have deceived him’ (Ezekiel 14:9). According to the second reason, he himself is indeed said to ‘give men up to an evil mind’ (Romans 1:28, cf. Vg.) and cast them into base desires (Romans 1:29); because he is the chief author of his own just vengeance, while Satan is but the minister of it. ... To sum up, since God’s will is said to be the cause of all things, I have made his providence the determinative principle for all human plans and works, not only in order to display its force in the elect, who are ruled by the Holy Spirit, but also to compel the reprobate to obedience.” [= Dikatakan bahwa Ia mengeraskan hati Firaun (Kel 9:12), juga bahwa Ia membuatnya berat (10:1) dan membuatnya kaku (10:20,27; 11:10; 14:8). Oleh perdebatan tentang hal-hal kecil yang bodoh ini orang-orang tertentu menghindari ungkapan-ungkapan ini, karena sementara dikatakan di tempat lain bahwa Firaun sendiri membuat berat hatinya sendiri (Kel 8:15,32; 9:34), kehendak Allah dianggap / diberikan sebagai penyebab pengerasan itu. Seakan-akan kedua pernyataan ini tidak setuju secara sempurna, sekalipun dalam cara-cara yang bermacam-macam, bahwa manusia, dipengaruhi / dikendalikan oleh Allah, tetapi pada saat yang sama ia sendiri bertindak! Selanjutnya, saya melemparkan keberatan mereka kembali kepada mereka: karena JIKA ‘MENGERASKAN’ MENUNJUKKAN IJIN SEMATA-MATA, DORONGAN (DARI ALLAH) PADA SIKAP KERAS KEPALA INI TIDAK SECARA BENAR BERADA DALAM FIRAUN. Memang, betapa lemah dan bodoh untuk mengartikan ini seakan-akan Firaun hanya membiarkan dirinya sendiri dikeraskan! Disamping, Kitab Suci memotong kesempatan apapun untuk perdebatan-perdebatan remeh seperti itu. ‘Aku akan mengekang’, kata Allah, ‘hatinya’. (Kel 4:21). Secara sama, juga, berkenaan dengan orang-orang yang tinggal di tanah Kanaan, Musa berkata mereka telah keluar untuk bertempur karena Allah membuat kaku / mengeraskan hati mereka (Yos 11:20; bdk. Ul 2:30). Hal yang sama diulangi oleh nabi yang lain, ‘Ia mengubahkan hati mereka untuk membenci umatNya’ (Maz 105:25). Secara sama dalam Yesaya, Ia menyatakan bahwa Ia akan mengirim orang-orang Asyur terhadap bangsa penipu ini dan akan memerintah mereka ‘untuk mengambil rampasan dan merampas jarahan’ (Yes 10:6) - bukan karena Ia akan mengajar orang-orang jahat dan keras kepala untuk mentaati Dia dengan sukarela, tetapi karena Ia akan membengkokkan mereka untuk melaksanakan penghakimanNya, seakan-akan mereka membawa perintah-perintahNya diukirkan pada hati mereka; dari hal ini terlihat bahwa mereka telah didorong oleh penentuan yang pasti dari Allah. Saya memang mengakui bahwa sering melalui campur tangan Iblislah Allah bertindak dalam diri orang-orang jahat, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga Iblis melaksanakan bagiannya oleh dorongan Allah dan maju sejauh ia diijinkan. Suatu roh jahat mengganggu Saul; tetapi dikatakan bahwa itu telah datang dari Allah (1Sam 16:14), sehingga kita bisa tahu bahwa kegilaan Saul keluar / berasal usul dari pembalasan yang adil dari Allah. Juga, dikatakan bahwa Iblis yang sama ‘membutakan pikiran dari orang-orang yang tidak percaya’ (2Kor 4:4); tetapi dari mana ini datang, kecuali pekerjaan dari kesalahan mengalir dari Allah sendiri (2Tes 2:11), untuk membuat mereka, yang menolak untuk mentaati kebenaran, mempercayai dusta-dusta? Menurut alasan yang terdahulu dikatakan, ‘Jika nabi manapun berbicara dalam dusta, Aku, Allah, telah menipu dia’ (Yeh 14:9). Menurut alasan yang kedua, memang Ia sendiri dikatakan ‘menyerahkan manusia pada pikiran yang jahat’ (Ro 1:28, bdk. Vulgate) dan melemparkan mereka ke dalam keinginan-keinginan yang rendah / menjijikkan (Ro 1:29); karena Ia adalah Pencipta kepala / tertinggi dari pembalasanNya yang adil, sedangkan Iblis hanyalah pelayan darinya. ... Untuk menyimpulkan, karena kehendak Allah dikatakan sebagai penyebab dari segala sesuatu, saya telah membuat ProvidensiaNya sebagai prinsip penentu untuk semua rencana dan pekerjaan manusia, bukan hanya untuk menunjukkan kekuatannya dalam diri orang-orang pilihan, yang diperintah oleh Roh Kudus, tetapi juga untuk memaksa orang-orang yang ditentukan untuk binasa pada ketaatan.] - ‘Institutes of The Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, No 2.

Kel 9:12 - “Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hati Firaun, sehingga ia tidak mendengarkan mereka - seperti yang telah difirmankan TUHAN kepada Musa.”.

Kel 10:1,20,27 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah menghadap Firaun, sebab Aku telah membuat hatinya dan hati para pegawainya berkeras, supaya Aku mengadakan tanda-tanda mujizat yang Kubuat ini di antara mereka, ... (20) Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hati Firaun, sehingga tidak mau membiarkan orang Israel pergi. ... (27) Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hati Firaun, sehingga dia tidak mau membiarkan mereka pergi.”.

Catatan: kata ‘mengeraskan’ dalam 10:1 menggunakan kata Ibrani yang berbeda dengan dalam ay 20,27. Yang digunakan dalam 10:1 adalah kata Ibrani KAVAD, yang arti sebenarnya adalah seperti yang Calvin katakan, yaitu ‘membuat berat’. Tetapi istilah ketiga yang Calvin gunakan, yaitu ‘membuatnya kaku’ saya tak tahu ia dapatkan dari mana, karena kata Ibraninya sama dengan yang diterjemahkan ‘mengeraskan’ dalam Kel 9:12.

Kel 11:10 - “Musa dan Harun telah melakukan segala mujizat ini di depan Firaun. Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hati Firaun, sehingga tidak membiarkan orang Israel pergi dari negerinya.”.

Kel 14:8 - “Demikianlah TUHAN mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar orang Israel. Tetapi orang Israel berjalan terus dipimpin oleh tangan yang dinaikkan.”.

Kel 8:15,32 - “(15) Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa telah terasa kelegaan, ia tetap berkeras (Ibrani: KAVAD) hati, dan tidak mau mendengarkan mereka keduanya - seperti yang telah difirmankan TUHAN. ... (32) Tetapi sekali inipun Firaun tetap berkeras (Ibrani: KAVAD) hati; ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Kel 9:34-35 - “(34) Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa hujan, hujan es dan guruh telah berhenti, maka teruslah ia berbuat dosa; ia tetap berkeras (Ibrani: KAVAD) hati, baik ia maupun para pegawainya. (35) Berkeraslah (Ibrani: KHAZAQ) hati Firaun, sehingga ia tidak membiarkan orang Israel pergi - seperti yang telah difirmankan TUHAN dengan perantaraan Musa.”.

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan (Ibrani: KHAZAQ) hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Yos 11:20 - “Karena TUHAN yang menyebabkan hati orang-orang itu menjadi keras (Ibrani: KHAZAQ), sehingga mereka berperang melawan orang Israel, SUPAYA mereka ditumpas, dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.”.

Ul 2:30 - “Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau memberi kita berjalan melalui daerahnya, sebab TUHAN, Allahmu, membuat dia keras kepala dan tegar hati (Ibrani: QASHAH), dengan maksud menyerahkan dia ke dalam tanganmu, seperti yang terjadi sekarang ini.”.

Maz 105:25 - “diubahNya hati mereka untuk membenci umatNya, untuk memperdayakan hamba-hambaNya.”.

1Sam 16:14 - “Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN.”.

2Korintus 4:4 - “yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.”.

Catatan: Istilah ‘ilah zaman ini’ [KJV/RSV/NASB: ‘the god of this world’ {= allah dari dunia ini}] oleh Calvin secara benar diartikan sebagai ‘setan / Iblis’.

2Tes 2:11 - “Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta,”.

Yeh 14:7,9 - “(7) Karena setiap orang, baik dari kaum Israel maupun dari orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah Israel, yang menyimpang dari padaKu dan menjunjung berhala-berhalanya dalam hatinya dan menempatkan di hadapannya batu sandungan, yang menjatuhkannya ke dalam kesalahan, lalu datang menemui nabi untuk meminta petunjuk dari padaKu baginya - Aku, TUHAN sendiri akan menjawab dia. ... (9) Jikalau nabi itu membiarkan dirinya tergoda dengan mengatakan suatu ucapan - Aku, TUHAN yang menggoda nabi itu - maka Aku akan mengacungkan tanganKu melawan dia dan memunahkannya dari tengah-tengah umatKu Israel.”.

Ro 1:28-29 - “(28) Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: (29) penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.”.

Jadi, bagi orang-orang yang menganggap bahwa terjadinya dosa hanya semata-mata merupakan ijin dari Allah, silahkan menjawab argumentasi Calvin, yang mengatakan bahwa kalau itu hanya semata-mata ijin, maka itu tak bisa disebut sebagai tindakan dari Allah, padahal Alkitab menyatakan seperti itu!

4) Istilah ‘Allah memerintah / menyuruh / berfirman’.

Yes 10:6 - “Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan.”.

Calvin (tentang Yes 10:6): “‘I will command him to take the spoil and to take the prey.’ He says that he has given a loose rein to the fierceness of enemies, that they may indulge without control in every kind of violence and injustice. Now, this must not be understood as if the Assyrians had a ‘command’ from God by which they could excuse themselves. There are two ways in which God ‘commands;’ by his secret decree, of which men are not conscious; and by his law, in which he demands from us voluntary obedience. This must be carefully observed, that we may reply to fanatics, who argue in an irreligious manner about the decree of God, when they wish to excuse their own wickedness and that of others. It is of importance, I say, to make a judicious distinction between these two ways of ‘commanding.’ When the Lord reveals his will in the law, I must not ascend to his secret decree, which he intended should not be known to me, but must yield implicit obedience.” [= ‘Aku akan memerintahkan dia untuk mengambil rampasan dan untuk mengambil jarahan’. Ia berkata bahwa Ia telah memberikan suatu kekang yang longgar pada kebengisan dari musuh-musuh, supaya mereka bisa memuaskan nafsu mereka tanpa kendali dalam setiap jenis kekerasan / kekejaman dan ketidak-adilan. Ini tidak boleh dimengerti seakan-akan orang-orang Asyur mendapatkan suatu ‘perintah’ dari Allah dengan mana mereka bisa memaafkan diri mereka sendiri. Ada dua cara dalam mana Allah ‘memerintah’; oleh / dengan ketetapan rahasiaNya, tentang mana manusia tidak menyadarinya; dan oleh / dengan hukumNya, dalam mana Ia menuntut dari kita ketaatan secara sukarela. Ini harus diperhatikan dengan teliti, supaya kita bisa menjawab orang-orang fanatik, yang berargumentasi dengan suatu cara yang jahat / tidak religius tentang ketetapan Allah, pada waktu mereka ingin memaafkan / mencari dalih bagi kejahatan mereka sendiri dan kejahatan orang-orang lain. Merupakan sesuatu yang penting, saya katakan, untuk membuat suatu perbedaan yang bijaksana antara kedua cara ‘memerintah’ ini. Pada waktu Tuhan menyatakan kehendakNya dalam hukum (Taurat), saya tidak boleh naik pada ketetapan rahasiaNya, yang Ia maksudkan untuk tidak saya ketahui, tetapi harus memberikan ketaatan tanpa mempertanyakan.].

Catatan: kata-kata Calvin tentang adanya 2 macam perintah Allah ini sangat penting untuk dicamkan. Jangan mengacau-balaukan kedua macam perintah ini! Bahwa ini memang sesuai dengan Alkitab, akan saya tunjukkan dengan ayat-ayat di bawah ini.

a) Untuk ‘memerintahkan’ oleh / dengan hukumNya:

Ulangan 5:15 - “Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, MEMERINTAHKAN engkau merayakan hari Sabat.”.

Ini betul-betul perintah, yang harus kita taati. Dan tentu saja ayat-ayat yang seperti ini ada banyak sekali dalam Alkitab.

b) Untuk ‘memerintah’ oleh / dengan ketetapan rahasiaNya:

1. 1Raja 17:4,9 - “(4) Engkau dapat minum dari sungai itu, dan burung-burung gagak telah KUPERINTAHKAN untuk memberi makan engkau di sana.’ ... (9) ‘Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telahMEMERINTAHKAN seorang janda untuk memberi engkau makan.’”.

Ini bisa diartikan Allah MENGATUR burung gagak / janda di Sarfat untuk memberi makan Elia.

2. 2Sam 16:10-11 - “(10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebabapabila TUHAN BERFIRMAN kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah BERFIRMAN kepadanya demikian.”.

Jelas bahwa ini tidak berarti Tuhan betul-betul berfirman / menyuruh Simei untuk mengutuki Daud. Tetapi ini menunjukkan bahwa Allah MENGATUR terjadinya hal itu.

Orang yang ‘mentaati’ perintah Tuhan dalam arti kedua ini, BISA dihukum Tuhan.

Yes 10:5-12 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnyaterhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa. (8) Sebab ia berkata: ‘Bukankah panglima-panglimaku itu raja-raja semua? (9) Bukankah Kalno sama halnya seperti Karkemis, atau bukankah Hamat seperti Arpad, atau Samaria seperti Damsyik? (10) Seperti tanganku telah menyergap kerajaan-kerajaan para berhala, padahal patung-patung mereka melebihi yang di Yerusalem dan yang di Samaria, (11) masakan tidak akan kulakukan kepada Yerusalem dan patung-patung berhalanya, seperti yang telah kulakukan kepada Samaria dan berhala-berhalanya? (12) Tetapi apabila Tuhan telah menyelesaikan segala pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya yang angkuh sombong.”

PROVIDENCE OF GOD (12)

C) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan hubungan Providence dan dosa.

Ada sangat banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan hubungan Providence dan dosa, seperti:

1) Kej 45:5-8 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu. (6) Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau menuai. (7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.”.

Khususnya perhatikan kata-kata ‘Allah menyuruh aku mendahului kamu’ (ay 5,7) dan ‘bukan kamu yang menyuruh aku ke sini tetapi Allah’ (ay 8).

Bdk. Maz 105:17 - “diutusNyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual sebagai budak.”.

Semua ini menunjukkan bahwa penjualan Yusuf ke Mesir, yang jelas adalah suatu dosa, merupakan pekerjaan Allah, yang melakukan semua itu untuk melaksanakan rencana tertentu (memelihara Israel dalam 7 tahun kelaparan).

Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin berkata:

“This is a remarkable passage, in which we are taught that the right course of events is never so disturbed by the depravity and wickedness of men, but that God can direct them to a good end. Good men are ashamed to confess, that what men undertake cannot be accomplished except by the will of God; fearing lest unbridled tongues should cry out immediately, either that God is the author of sin, or that wicked men are not to be accused of crime, seeing they fulfil the counsel of God. But although this sacrilegious fury cannot be effectually rebutted, it may suffice that we hold it in detestation. Meanwhile, it is right to maintain, what is declared by the clear testimonies of Scripture, that whatever men may contrive, yet, amidst all their tumult, God from heaven overrules their counsels and attempts; and, in short, does, by their hands, what he himself decreed.”[= Ini adalah text yang patut diperhatikan, dalam mana kita diajar bahwa jalan yang benar dari peristiwa-peristiwa tidak pernah diganggu oleh kebejatan dan kejahatan manusia, tetapi bahwa Allah bisa mengarahkan mereka pada suatu tujuan yang baik. Orang-orang saleh malu mengakui, bahwa apa yang manusia usahakan tidak bisa tercapai kecuali oleh kehendak Allah; karena mereka takut bahwa lidah-lidah yang tidak dikekang akan segera berteriak, bahwa Allah adalah pencipta dosa, atau bahwa orang jahat tak boleh dituduh karena kejahatannya, mengingat mereka menggenapi rencana Allah. Tetapi sekalipun kemarahan yang tidak senonoh ini tidak bisa dibantah secara efektif, cukuplah kalau kita menganggapnya sebagai sesuatu yang menjijikkan. Sementara itu, adalah benar untuk mempertahankan, apa yang dinyatakan oleh kesaksian yang jelas dari Kitab Suci, bahwa apapun yang manusia usahakan / rencanakan, di tengah-tengah segala keributan mereka, Allah dari surga menguasai rencana dan usaha mereka, dan, singkatnya, melakukan dengan tangan mereka apa yang Ia sendiri tetapkan.].

Calvin melanjutkan dengan berkata: “Good men, who fear to expose the justice of God to the calumnies of the impious, resort to this distinction, that God WILLS some things, but PERMITS others to be done. As if, truly, any degree of liberty of action, were he to cease from governing, would be left to men. If he had only PERMITTED Joseph to be carried into Egypt, he had not ORDAINED him to be the minister of deliverance to his father Jacob and his sons; which he is now expressly declared to have done. Away, then, with that vain figment, that, by the PERMISSION of God only, and not by his COUNSEL or WILL, those evils are committed which he afterwards turns to a good account.” [= Orang-orang saleh, yang takut membuka keadilan Allah terhadap fitnahan dari orang-orang jahat, memutuskan untuk mengadakan pembedaan ini, yaitu bahwa Allah MENGHENDAKI beberapa hal, tetapi MENGIJINKAN hal-hal yang lain untuk dilakukan. Seakan-akan Ia berhenti dari tindakan memerintah, dan memberikan kebebasan bertindak tertentu kepada manusia. Jika Ia hanyaMENGIJINKAN Yusuf untuk dibawa ke Mesir, Ia tidak MENENTUKANNYA untuk menjadi pembebas bagi ayahnya Yakub dan anak-anaknya; yang dinyatakan secara jelas telah dilakukanNya. Maka singkirkanlah isapan jempol / khayalan yang sia-sia yang mengatakan bahwa hanya karena IJIN ALLAH, dan bukan karena RENCANA atau KEHENDAKNYA, hal-hal yang jahat itu dilakukan, yang setelah itu Ia balikkan menjadi sesuatu yang baik.].

2) Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”.

Ini secara explicit menunjukkan bahwa sekalipun saudara-saudara Yusuf mereka-rekakan / memaksudkan yang jahat terhadap Yusuf, tetapi Allah telah mereka-rekakannya / memaksudkannya untuk kebaikan! Jadi, jelas bahwa Allah bekerja menggunakan dosa dari saudara-saudara Yusuf demi kebaikan Yusuf / Israel.

Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin berkata:

“The selling of Joseph was a crime detestable for its cruelty and perfidy; yet he was not sold except by the decree of heaven. For neither did God merely remain at rest, and by conniving for a time, let loose the reins of human malice, in order that afterwards he might make use of this occasion; but, at his own will, he appointed the order of acting which he intended to be fixed and certain. Thus we may say with truth and propriety, that Joseph was sold by the wicked consent of his brethren, and by the secret providence of God.” [= Penjualan terhadap Yusuf adalah suatu kejahatan yang menjijikkan karena kekejaman dan pengkhianatannya; tetapi ia tidak dijual kecuali oleh ketetapan dari surga. Karena Allah bukannya semata-mata berdiam diri, dan sambil menutup mata / pura-pura tidak melihat untuk sementara waktu, melepaskan kendali terhadap keinginan jahat manusia, supaya setelah itu Ia bisa menggunakan kejadian ini; tetapi, dalam kehendakNya sendiri, Ia menetapkan urut-urutan tindakan yang Ia maksudkan untuk menjadi tetap dan tertentu. Jadi kita bisa berkata dengan benar dan tepat, bahwa Yusuf dijual oleh persetujuan jahat dari saudara-saudaranya, dan oleh providensia rahasia dari Allah.].

3) Kel 1:8-10 - “(8) Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. (9) Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: ‘Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. (10) Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan - jika terjadi peperangan - jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini.’”.

Bdk. Mazmur 105:25 - “diubahNya hati mereka (orang Mesir) untuk membenci umatNya, untuk memperdayakan hamba-hambaNya.”.

KJV/RSV/NASB: ‘He turned their heart to hate his people,’ [= Ia membelokkan / mengubah hati mereka untuk membenci umat / bangsaNya,].

Jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang mengubah hati orang Mesir untuk membenci Israel, supaya dengan demikian rencanaNya bisa terlaksana.

Calvin (tentang Maz 105:25): “The Egyptians, though at first kind and courteous hosts to the Israelites, became afterwards cruel enemies; and this also the prophet ascribes to the counsel of God. They were undoubtedly driven to this by a perverse and malignant spirit, by pride and covetousness; but still such a thing did not happen without the providence of God, who in an incomprehensible manner so accomplishes his work in the reprobate, as that he brings forth light even out of darkness. The form of expression seems to some a little too harsh, and therefore they translate the verb passively, ‘their (i.e., the Egyptians’) hearts were turned.’ But this is poor, and does not suit the context; for we see that it is the express object of the inspired writer to put the whole government of the Church under God, so that nothing may happen but according to his will. If the delicate ears of some are offended at such doctrine, let it be observed, that the Holy Spirit unequivocally affirms in other places as well as here, that the minds of men are driven hither and thither by a secret impulse, (Prov. 21:1,) so that they can neither will nor do anything except as God pleases. What madness is it to embrace nothing but what commends itself to human reason? What authority will God’s word have, if it is not admitted any farther than we are inclined to receive it? Those then who reject this doctrine, because it is not very grateful to the human understanding, are inflated with a perverse arrogance. Others malignantly misrepresent it, not through ignorance or by mistake, but only that they may excite commotion in the Church, or to bring us into odium among the ignorant. Some over-timid persons could wish, for the sake of peace, that this doctrine were buried. They are surely ill qualified for composing differences. ... The Holy Spirit, we see, affirms that the Egyptians were so wicked, that God turned their hearts to hate his people. ... It is, however, to be observed, that the root of the malice was in the Egyptians themselves, so that the fault cannot be transferred to God. I say, they were spontaneously and innately wicked, and not forced by the instigation of another. In regard to God, it ought to suffice us to know, that such was his will, although the reason may be unknown to us.” [= Orang-orang Mesir, sekalipun mula-mula adalah tuan rumah yang baik dan sopan / menghormat kepada bangsa Israel, belakangan menjadi musuh-musuh yang kejam; dan ini sang nabi juga menganggap berasal dari rencana Allah. Mereka secara tak diragukan didorong pada hal ini oleh suatu roh / kecenderungan yang jahat dan membahayakan, oleh kesombongan dan ketamakan; tetapi tetap hal seperti itu tidak terjadi tanpa Providensia Allah, yang dengan suatu cara yang tak bisa dimengerti begitu mencapai pekerjaanNya dalam diri orang-orang yang ditentukan untuk binasa, sehingga Ia mengeluarkan terang bahkan dari kegelapan. Bentuk dari ungkapannya kelihatannya bagi sebagian orang terlalu keras, dan karena itu mereka menterjemahkan kata kerja itu secara pasif, ‘hati mereka (orang Mesir) dibelokkan / diubahkan’. Tetapi ini buruk, dan tak cocok dengan kontextnya; karena kita melihat bahwa merupakan tujuan yang nyata dari penulis yang diilhami untuk meletakkan seluruh pemerintahan Gereja di bawah Allah, sehingga tak ada apapun bisa terjadi kecuali sesuai kehendakNya. Jika telinga yang lembut dari sebagian orang tersinggung oleh doktrin seperti ini, hendaklah diperhatikan, bahwa Roh Kudus secara jelas meneguhkan di tempat-tempat lain maupun di sini, bahwa pikiran manusia didorong kesana kemari oleh suatu dorongan rahasia, (Amsal 21:1), sehingga mereka tidak bisa menghendaki atau melakukan apapun kecuali seperti yang Allah senangi. Kegilaan apa itu untuk tidak memeluk / mempercayai apapun kecuali yang cocok dengan akal manusia? Otoritas apa yang akan dimiliki firman Allah, jika itu tidak diijinkan lebih jauh dari pada yang kita cenderung untuk menerimanya? Karena itu, mereka yang menolak doktrin ini, karena doktrin ini tidak diterima oleh pengertian manusia, menggelembung dengan suatu keangkuhan yang jahat. Orang-orang lain secara membahayakan / jahat menggambarkan ini secara salah (memfitnah), bukan karena ketidak-tahuan atau karena kesalahan, tetapi hanya supaya mereka bisa memprovokasi keributan dalam Gereja, atau untuk membawa kita ke dalam ketidak-senangan dari orang-orang bodoh / tak berpengetahuan. Sebagian orang-orang yang kelewat takut berharap, demi perdamaian, supaya / bahwa doktrin ini dikuburkan. Mereka pasti tidak memenuhi syarat untuk memperdamaikan / menyesuaikan perbedaan-perbedaan. ... Roh Kudus, kita lihat, meneguhkan bahwa orang-orang Mesir begitu jahat, sehingga Allah membelokkan hati mereka untuk membenci umat / bangsaNya. ... Tetapi, harus diperhatikan, bahwa akar dari maksud jahat ini ada dalam diri orang-orang Mesir itu sendiri, sehingga kesalahannya tidak bisa ditransfer kepada Allah. Saya berkata, mereka adalah jahat secara alamiah, dan tidak dipaksa oleh hasutan dari orang lain. Berkenaan dengan Allah, cukup bagi kita untuk tahu, bahwa itu adalah kehendakNya, sekalipun alasannya tidak kita ketahui.] - hal 192,193,194.

Amsal 21:1 - “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkanNya ke mana Ia ingini.”.

4) Kel 4:21 7:3,22 8:15,19,32 9:12 9:15-16 (bdk. Ro 9:15-18) 9:34-35 10:1-2,20,27 11:10 14:4,8,17. Berulang kali dikatakan bahwa Allah mengeraskan hati Firaun! Dan itulah yang menyebabkan hati Firaun menjadi keras. Bahkan setelah Firaun terpaksa membiarkan Israel meninggalkan Mesir, Tuhan lalu bekerja mengeraskan hati Firaun lagi, sehingga ia memerintahkan tentaranya untuk mengejar Israel. Tujuan Allah ialah supaya baik Israel maupun Mesir bisa melihat kuasaNya (Kel 10:1-2 14:4,17-18,30-31).

5) Ul 2:30 - “Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau memberi kita berjalan melalui daerahnya, sebab TUHAN, Allahmu, membuat dia keras kepala dan tegar hati, dengan maksud menyerahkan dia ke dalam tanganmu, seperti yang terjadi sekarang ini.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allahlah yang mengeraskan hati Sihon supaya bisa menyerahkannya ke tangan Israel.

Calvin (tentang Ul 2:24-dst): “the cause is there specified why (Sihon) had been so arrogant and contemptuous in his rejection of the embassy, viz, because God had ‘hardened his spirit, and made his heart obstinate.’ From whence again it appears how poor is the sophistry of those who imagine that God idly regards from heaven what men are about to do.” [= penyebabnya di sini dinyatakan secara explicit mengapa (Sihon) telah menjadi begitu arogan dan menghina dalam penolakannya terhadap utusan itu, yaitu, karena Allah telah ‘mengeraskan rohnya, dan membuat hatinya tegar tengkuk’. Dari mana lagi-lagi kelihatan betapa buruk metode argumentasi dari mereka yang membayangkan / mengkhayalkan bahwa Allah secara malas melihat dari surga apa yang manusia akan lakukan.] - hal 171.

6) Yos 11:20 - “Karena TUHAN yang menyebabkan hati orang-orang itu menjadi keras, sehingga mereka berperang melawan orang Israel, supaya mereka ditumpas, dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah mengeraskan hati orang Kanaan supaya mereka tidak dikasihani tetapi ditumpas.

Calvin (tentang Yos 11:20): “the Israelites, though they were forbidden to shew them any mercy, were met in a hostile manner, in order that the war might be just. And it was wonderfully arranged by the secret providence of God, that, being doomed to destruction, they should voluntarily offer themselves to it, and by provoking the Israelites be the cause of their own ruin. The Lord, therefore, besides ordering that pardon should be denied them, also incited them to blind fury, that no room might be left for mercy. ... God hardens them for this very end, that they may shut themselves out from mercy. Hence that hardness is called his work, because it secures the accomplishment of his design. Should any attempt be made to darken so clear a matter by those who imagine that God only looks down from heaven to see what men will be pleased to do, and who cannot bear to think that the hearts of men are curbed by his secret agency, what else do they display than their own presumption? They only allow God a permissive power, and in this way make his counsel dependent on the pleasure of men. But what saith the Spirit? That the hardening is from God, who thus precipitates those whom he means to destroy.” [= bangsa Israel, sekalipun mereka dilarang untuk menunjukkan belas kasihan apapun kepada mereka, dihadapi dengan suatu cara / sikap yang bermusuhan, supaya perang itu bisa benar. Dan itu diatur secara ajaib oleh providensia rahasia dari Allah, sehingga, karena ditentukan pada kehancuran, mereka secara sukarela menawarkan diri mereka sendiri kepadanya, dan dengan memprovokasi bangsa Israel mereka menjadi penyebab dari kehancuran mereka sendiri. Karena itu, Tuhan, disamping memerintahkan bahwa pengampunan tak boleh diberikan kepada mereka, juga menggerakkan mereka pada kemarahan yang buta, sehingga tak ada tempat yang tersisa untuk belas kasihan. ... Allah mengeraskan mereka untuk tujuan ini, supaya mereka bisa menutup diri mereka sendiri dari belas kasihan. Maka / jadi kekerasan itu disebut pekerjaanNya, karena itu memastikan pencapaian dari rancanganNya. Kalau ada usaha apapun yang dibuat untuk menggelapkan / mengaburkan suatu persoalan yang begitu jelas oleh mereka yang mengkhayalkan bahwa Allah melihat ke bawah dari surga untuk melihat apa yang manusia senang untuk lakukan, dan yang tak bisa tahan untuk berpikir bahwa hati manusia dikekang oleh pekerjaan / pemerintahan rahasiaNya, apa yang mereka tunjukkan / pamerkan selain anggapan mereka sendiri? Mereka hanya mengijinkan / memberikan Allah suatu kuasa yang mengijinkan, dan dengan cara ini membuat rencanaNya tergantung pada kesenangan manusia. Tetapi apa yang dikatakan Roh? Bahwa pengerasan itu adalah dari Allah, yang dengan demikian menjatuhkan mereka yang Ia maksudkan untuk hancurkan.] - hal 174-175.

7) Hak 9:22-24 - “(22) Setelah tiga tahun lamanya Abimelekh memerintah atas orang Israel, (23) maka Allah membangkitkan semangat jahat di antara Abimelekh dan warga kota Sikhem, sehingga warga kota Sikhem itu menjadi tidak setia kepada Abimelekh, (24) supaya kekerasan terhadap ketujuh puluh anak Yerubaal dibalaskan dan darah mereka ditimpakan kepada Abimelekh, saudara mereka yang telah membunuh mereka dan kepada warga kota Sikhem yang membantu dia membunuh saudara-saudaranya itu.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah membangkitkan semangat jahat dalam diri orang-orang tertentu, supaya memberontak terhadap Abimelekh (anak Yerubaal / Gideon), supaya Ia bisa menghukum baik Abimelekh maupun orang-orang Sikhem karena pembunuhan yang mereka lakukan terhadap anak-anak Yerubaal / Gideon yang lain dalam Hak 9:1-5.

8) Hak 14:1-4 - “(1) Simson pergi ke Timna dan di situ ia melihat seorang gadis Filistin. (2) Ia pulang dan memberitahukan kepada ayahnya dan ibunya: ‘Di Timna aku melihat seorang gadis Filistin. Tolong, ambillah dia menjadi isteriku.’ (3) Tetapi ayahnya dan ibunya berkata kepadanya: ‘Tidak adakah di antara anak-anak perempuan sanak saudaramu atau di antara seluruh bangsa kita seorang perempuan, sehingga engkau pergi mengambil isteri dari orang Filistin, orang-orang yang tidak bersunat itu?’ Tetapi jawab Simson kepada ayahnya: ‘Ambillah dia bagiku, sebab dia kusukai.’ (4) Tetapi ayahnya dan ibunya tidak tahu bahwa hal itu dari pada TUHAN asalnya: sebab memang Simson harus mencari gara-gara terhadap orang Filistin. Karena pada masa itu orang Filistin menguasai orang Israel.”.

Simson mau kawin dengan orang Filistin / kafir (Hak 14:1-2), dan ayahnya menasehatinya untuk tidak melakukan hal itu, karena itu jelas adalah dosa (Hak 14:3). Dan dalam ay 4 dikatakan bahwa hal itu datang dari Tuhan, karena Tuhan menghendaki Simson mencari gara-gara terhadap orang Filistin!

9) 1Sam 2:25b - “Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?’ Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan bekerja sehingga anak-anak Eli tidak menuruti nasehat ayahnya, karena Tuhan hendak membunuh mereka.

10)2Sam 12:11-12 - “(11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.’” (bdk. 2Sam 16:20-23).

Ayat ini menunjukkan bahwa peristiwa hubungan sex antara Absalom dan gundik-gundik Daud, yang bisa dikatakan merupakan perkosaan dan incest (perzinahan dalam keluarga) merupakan pekerjaan Tuhan!

Calvin: “is it appropriate for God to strip a man of his wives, and give them over not to a mere fornicator, but to someone who commits incest? ... We know that God hates iniquity (Heb. 1:9). Why, therefore, did he attribute this to himself? ... we see how God presides in admirable fashion in that he always remains just and beyond reproach, however much he uses the wicked as his instruments. It was Absalom who was the rod that God used to punish David. And in what way? By the incest that we have already mentioned. But how could God not be soiled? After all, it does seem that he involved himself with Absalom to be his partner in crime. Well, I have already said that God has an admirable way when he executes his judgment, a way which surpasses all human intelligence, so that it only remains for us to humble ourselves before him and to confess that everything that he does is just. If his judgments are a profound abyss, let us not fail to submit to them, in order to put a stop to the babble of these fanatics who would like to tell God what to do. For when someone tells them that nothing happens here below unless God ordains it, and that he disposes the whole thing according to his good will, then what will they say? They will reply that God commits sin and is the Author of it. Indeed, that seems to be so, but the Scripture does not explain it in that way. ... That is what these fanatics conclude out of their own presumption when they decide that God is the Author of sin if he controls everything by his providence. When Job confessed that it was God who had snatched away his assets, he immediately understood fully that human thieves were like the hands of God, like rods which he was guiding by his providence (Job 1:21). He certainly knew that the devil was the instrument by which God was executing his sentence, in order to prove his patience. So he did not fail to say: ‘God has done it’. And how were his assets stolen, his houses ruined, and all his possessions taken as prey? God did it by the hands of thieves. Will this make us say that God is contaminated? Indeed not, for he does it by his counsel, which is quite other than human. This is why Psalm 39 says: ‘I have made myself silent, and have not opened my mouth, for you have done it’ (v. 9). The Psalmist wanted to despise himself, unable to bear his afflictions, in utter anguish and great distress. But since he knew that it was God who was pursuing him, he quieted himself and kept silent, confessing that this was reason enough for him to submit himself to all that God would give him. What was it that David endured? Persecution, violence, and cruelty at the hands of his enemies; he suffered it all. It is true that he asked vengeance for it, but yet he attributed it to God. When he thus spoke, it was not to make God an accomplice in his murders, but to show that when we are afflicted by men, God is in charge of it, secretly ordaining everything that they do, so that he should be considered just in all his deeds, and men should be condemned. Now that is how God presided by the hand of Absalom when he violated his father’s wives. God planned it, yet without Absalom knowing that God was doing it. In fact, what would happen if the wicked - and even the devil, who is their father - could do something by themselves without the express permission of God? What would our condition be like? ... would he not soon have swallowed us up? If, therefore, the devil were not held in control, and all the wicked were not governed by the counsel and the secret and incomprehensible power of God, where would we be? Thus, let us realise that whenever the wicked are in control over us, and trouble us, although they do it unjustly, God is still in charge of it, ... though the wicked are pursuing their disordered lusts, yet God is guiding them nevertheless. ... Let us learn, therefore, to discern the fact that however much men fail to understand the meaning of their iniquities, and however much we must always detest the evil that they commit against the Law, God does not fail to exercise his justice in such a way that the evil is turned into good. That is to say, as far as he is concerned, he knows how to use evil beyond our thoughts, so that he converts it into good - that is, to a good end - in such a way that he will not only always remain just, but we shall have occasion, all the time of our life, to glorify him everywhere, in every way.” [= apakah tepat bagi Allah untuk mengambil istri-istri seseorang, dan memberikan mereka kepada seseorang yang bukan semata-mata seorang pencabul, tetapi kepada seseorang yang melakukan incest? ... Kita tahu bahwa Allah membenci kejahatan (Ibr 1:9). Karena itu, mengapa Ia menganggap ini berasal dari diriNya sendiri? ... kita melihat bagaimana Allah mengontrol dalam cara yang sangat bagus / mengagumkan sehingga Ia selalu tetap benar dan di luar / di atas celaan, betapapun banyaknya Ia menggunakan orang-orang jahat sebagai alat-alatNya. Absalomlah yang merupakan tongkat yang Allah gunakan untuk menghukum Daud. Dan dengan cara apa? Dengan incest yang telah kami sebutkan. Tetapi bagaimana Allah bisa tidak menjadi kotor / dinajiskan? Bagaimanapun, itu memang terlihat bahwa Ia melibatkan diriNya sendiri dengan Absalom untuk menjadi partner dalam kejahatan. Saya sudah mengatakan bahwa Allah mempunyai suatu cara yang sangat bagus / mengagumkan pada waktu Ia melaksanakan penghakimanNya, suatu cara yang melampaui semua kecerdasan manusia, sehingga kita hanya bisa merendahkan diri kita sendiri di hadapanNya dan mengakui bahwa segala sesuatu yang Ia lakukan adalah benar. Jika penghakiman-penghakimanNya merupakan suatu kedalaman yang sangat dalam, hendaklah kita tidak gagal untuk tunduk kepada penghakiman-penghakiman itu, untuk menghentikan ocehan dari orang-orang fanatik yang mau memberitahu / memerintah Allah apa yang harus dilakukan. Karena pada waktu seseorang memberitahu mereka bahwa tak ada apapun yang terjadi di bawah sini kecuali Allah menentukannya, dan bahwa Ia mengatur seluruhnya sesuai dengan perkenanNya yang baik, lalu apa yang akan mereka katakan? Mereka akan menjawab bahwa Allah melakukan dosa dan adalah Pencipta dosa. Memang, itu kelihatan demikian, tetapi Kitab Suci tidak menjelaskannya dengan cara seperti itu. ... Itu adalah apa yang orang-orang fanatik ini simpulkan dari anggapan mereka sendiri pada waktu mereka memutuskan bahwa Allah adalah Pencipta dosa jika Ia mengontrol segala sesuatu oleh ProvidensiaNya. Pada waktu Ayub mengakui bahwa adalah Allah yang mengambil miliknya, ia segera / langsung mengerti sepenuhnya bahwa pencuri-pencuri manusia adalah seperti tangan Allah, seperti tongkat yang sedang Ia bimbing dengan ProvidensiaNya (Ayub 1:21). Ia pasti tahu bahwa Iblis adalah alat dengan mana Allah sedang melaksanakan ketetapanNya, untuk membuktikan kesabarannya. Maka ia tidak gagal untuk mengatakan: ‘Allah telah melakukannya’. Dan bagaimana miliknya dicuri, rumahnya dihancurkan, dan semua miliknya diambil sebagai jarahan? Allah melakukannya oleh tangan dari pencuri-pencuri. Akankah hal ini membuat kita berkata bahwa Allah tercemar / dikotori? Tidak, karena Ia melakukan itu dengan rencanaNya, yang sangat berbeda dengan rencana manusia. Ini sebabnya Maz 39 berkata: ‘Aku telah membuat diriku sendiri diam, dan tidak membuka mulutku, karena Engkau telah melakukannya’ (ay 10). Pemazmur ingin merendahkan / menghinakan dirinya sendiri karena tak mampu menahan penderitaan-penderitaannya, dalam siksaan yang hebat dan penderitaan yang besar. Tetapi karena ia tahu bahwa adalah Allah yang sedang mengejarnya, ia menenangkan dirinya sendiri dan tetap diam, dengan mengakui bahwa ini adalah alasan yang cukup baginya untuk menundukkan dirinya sendiri pada semua yang Allah akan berikan kepadanya. Apa yang Daud tahan? Penganiayaan, kekerasan, dan kekejaman dari tangan dari musuh-musuhnya; ia menderita itu semua. Adalah benar bahwa ia meminta pembalasan untuk hal itu, tetapi ia tetap menganggapnya berasal dari Allah. Pada waktu ia berbicara seperti itu, itu tidak membuat Allah seorang penolong / partner dalam pembunuhan-pembunuhannya, tetapi untuk menunjukkan bahwa pada waktu kita dibuat menderita oleh manusia, Allah mengontrolnya, secara rahasia menentukan segala sesuatu yang mereka lakukan, sehingga Ia harus dianggap benar dalam semua tindakan-tindakanNya, dan manusia harus dikecam / dihukum. Itulah cara bagaimana Allah mengontrol dengan tangan Absalom pada waktu ia memperkosa istri-istri ayahnya. Allah merencanakannya, tetapi tanpa sepengetahuan Absalom bahwa Allah sedang melakukannya. Sebetulnya, apa yang akan terjadi seandainya orang-orang jahat - dan bahkan Iblis, yang adalah bapa mereka - bisa melakukan sesuatu oleh diri mereka sendiri tanpa ijin yang spesifik dari Allah? Bagaimana jadinya keadaan kita? ... tidakkah ia akan segera menelan kita sampai habis? Karena itu, seandainya Iblis tidak dikontrol, dan semua orang-orang jahat tidak diperintah oleh rencana dan kuasa yang rahasia dan tak bisa dimengerti dari Allah, dimana kita akan berada? Jadi, hendaklah kita menyadari bahwa kapanpun orang-orang jahat bisa menguasai kita dan mengganggu kita, sekalipun mereka melakukan itu secara tidak benar / tidak adil, Allah tetap mengendalikannya, ... sekalipun orang-orang jahat sedang mengejar nafsu-nafsu mereka yang kacau / tak terkendali, tetapi bagaimanapun Allah sedang membimbing mereka. ... Karena itu, hendaklah kita belajar untuk membedakan fakta bahwa betapapun manusia gagal untuk mengerti arti dari kejahatan-kejahatan mereka, dan betapapun kita harus selalu membenci kejahatan yang mereka lakukan terhadap Hukum (Taurat), Allah tidak gagal untuk melaksanakan keadilanNya sedemikian rupa sehingga kejahatan / bencana dibalikkan menjadi kebaikan. Artinya, sejauh berkenaan dengan Dia, Dia tahu bagaimana menggunakan kejahatan / bencana di luar pikiran-pikiran kita, sehingga Ia mengubahkannya menjadi kebaikan - yaitu, pada suatu tujuan baik - dengan suatu cara sehingga Ia bukan hanya selalu tetap adil / benar, tetapi kita akan mendapat kesempatan, pada seluruh waktu dari kehidupan kita, untuk memuliakan Dia dimanapun, dalam segala cara.] - ‘Sermons on 2Samuel’, hal 545-548 (khotbah ini berjudul ‘God is not the Author of sin’).

Mazmur 39:10 - “Aku kelu, tidak kubuka mulutku, sebab Engkau sendirilah yang bertindak.”.

PROVIDENCE OF GOD (13)

Saya agak menyimpang sedikit, untuk menunjukkan suatu peristiwa dimana hal yang sangat buruk akhirnya menghasilkan hal yang sangat bagus bagi seorang anak Allah, yaitu Yakub.

Kej 42:36 - “Dan Yakub, ayah mereka, berkata kepadanya: ‘Kamu membuat aku kehilangan anak-anakku: Yusuf tidak ada lagi, dan Simeon tidak ada lagi, sekarang Benyaminpun hendak kamu bawa juga. Aku inilah yang menanggung segala-galanya itu!’”.

Catatan: Kata-kata yang saya garis-bawahi itu salah terjemahan.

NIV: ‘Everything is against me’ [= Segala sesuatu menentang aku].

KJV/NASB/ASV/NKJV: ‘all these things are against me’ [= semua hal ini menentang aku].

The Bible Exposition Commentary: “‘All these things are against me!’ was a valid statement from a human point of view, but from God’s perspective, everything that was happening was working for Jacob’s good and not for his harm (Rom 8:28).” [= ‘Semua hal ini MENENTANGaku!’ merupakan suatu pernyataan yang sah dari sudut pandang manusia, tetapi dari sudut pandang Allah, segala sesuatu yang sedang terjadi sedang mengerjakan UNTUK kebaikan Yakub dan bukan untuk kerugiannya (Ro 8:28).]

Adam Clarke: “All these things are against me, said poor desponding Jacob; whereas, instead of being AGAINST him, all these things were FOR him,” [= Semua hal-hal ini menentang aku, kata Yakub yang putus asa; padahal semua hal-hal itu bukannya MENENTANG dia, tetapi UNTUK dia,].

Matthew Henry: “Jacob gives up Joseph for gone, and Simeon and Benjamin as being in danger; and he concludes, ‘All these things are against me.’ It proved otherwise, that all these were for him, were working together for his good and the good of his family: yet here he thinks them all against him. Note, Through our ignorance and mistake, and the weakness of our faith, we often apprehend that to be against us which is really for us. We are afflicted in body, estate, name, and relations; and we think all these things are against us, whereas these are really working for us the weight of glory.” [= Yakub menganggap Yusuf mati, dan Simeon dan Benyamin sebagai ada dalam bahaya; dan ia menyimpulkan, ‘Semua hal-hal ini menentang aku’. Tetapi terbukti sebaliknya, bahwa semua ini adalah untuk dia, bekerja bersama-sama untuk kebaikannya dan kebaikan keluarganya: tetapi ia berpikir semua itu menentang dia. Perhatikan, Melalui ketidak-tahuan dan kesalahan kita, dan kelemahan dari iman kita, kita sering melihat itu sebagai menentang kita apa yang sebetulnya adalah untuk kita. Kita menderita dalam tubuh, milik / kekayaan, nama, dan hubungan; dan kita berpikir bahwa semua hal-hal ini menentang kita, sedangkan ini sebetulnya sedang mengerjakan untuk kita kemuliaan yang besar.].

Catatan: dalam bahasa Inggris, lawan kata dari kata depan ‘for’ [= untuk] adalah kata depan ‘against’ [= terhadap / menentang].

Kalau saudara adalah seorang anak Allah yang sungguh-sungguh, maka Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah bekerja MENENTANG saudara. Sebaliknya Ia selalu bekerja UNTUK saudara!

Bdk. Ro 8:28 (KJV): “... all things work together FOR good to them that love God,” [= ... segala sesuatu bekerja bersama-sama UNTUK kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah,].

Pulpit Commentary: “So God’s providences are often misinterpreted by his saints.” [= Demikianlah providensia Allah sering disalah-mengerti / disalah-tafsirkan oleh orang-orang kudusNya.] - hal 480.

Pulpit Commentary: “How often the believer says, ‘All these things are against me.’ when he is already close upon that very stream of events which will carry him out of his distress into the midst of plenty, peace, and joy of a healed heart in its recovered blessedness.” [= Betapa sering orang percaya berkata: ‘Semua hal ini menentang aku’ pada saat ia sudah dekat dengan aliran peristiwa-peristiwa yang akan membawanya keluar dari kesukaran / penderitaan ke tengah-tengah kelimpahan, damai dan sukacita dari hati yang disembuhkan dalam keadaan diberkati yang dipulihkan.] - hal 481.

Memang, Yakub sebetulnya sudah dekat sekali dengan kebahagiaan yang luar biasa dimana ia bertemu kembali dengan Yusuf, dan semua yang ia alami ini mengarahkan ia kepada pertemuan yang berbahagia itu, tetapi saat ini ia justru menjadi putus asa.

Bagi kita, karena kita mengetahui Kej 43-dst, maka kita bisa melihat betapa bodohnya Yakub. Tetapi bagi Yakubnya sendiri pada saat itu, segalanya terlihat gelap gulita, sehingga ia menjadi putus asa.

Penerapan: kalau saudara adalah anak Allah, dan pada saat ini segalanya kelihatan gelap gulita bagi saudara, jangan putus asa seperti Yakub. Percayalah bahwa Allah mengarahkan semua itu pada kebaikan saudara, dan mungkin sekali, sama seperti Yakub, saudara sudah dekat sekali dengan saat yang akan sangat membahagiakan saudara!

11)2Sam 16:10-11 - “(10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian.”.

Daud / ayat ini mengatakan bahwa Tuhan ‘menyuruh’ Simei mengutuki Daud. Tetapi kata ‘menyuruh’ di sini tentu tidak bisa diartikan seakan-akan Tuhan betul-betul berfirman kepada Simei supaya mengutuki Daud. Kata ‘menyuruh’ di sini harus diartikan bekerja / mengatur sehingga Simei mengutuk Daud. Ini sudah dibahas di depan, dan tak perlu diulang di sini.

12)1Raja 11:14,23 - “(14) Kemudian TUHAN membangkitkan seorang lawan Salomo, yakni Hadad, orang Edom; ia dari keturunan raja Edom. ... (23) Allah membangkitkan pula seorang lawan Salomo, yakni Rezon bin Elyada, yang telah melarikan diri dari tuannya, yakni Hadadezer, raja Zoba.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhanlah membangkitkan lawan-lawan untuk memberontak terhadap Salomo, padahal pemberontakan adalah suatu dosa (bdk. Ro 13:1-7). Dalam 1Sam 8:10-17 yang membicarakan hak-hak raja, jelas bahwa harus ada ketundukan dari rakyat terhadap raja, dan ini pasti bertentangan dengan suatu pemberontakan.

13)1Raja 12:15,24 - “(15) Jadi raja tidak mendengarkan permintaan rakyat, sebab hal itu merupakan perubahan YANG DISEBABKAN TUHAN, supaya TUHAN menepati firman yang diucapkanNya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada Yerobeam bin Nebat. ... (24) Beginilah firman TUHAN: Janganlah kamu maju dan janganlah kamu berperang melawan saudara-saudaramu, orang Israel. Pulanglah masing-masing ke rumahnya, sebab AKULAH YANG MENYEBABKAN HAL INI TERJADI.’ Maka mereka mendengarkan firman TUHAN dan pergilah mereka pulang sesuai dengan firman TUHAN itu.” (bdk. 2Taw 10:15 11:4).

Bagian ini menunjukkan bahwa Tuhan bekerja sehingga Rehabeam menolak nasehat yang baik dari tua-tua, karena Tuhan mau memecah Israel.

14)1Raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa? (22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu.’”(bdk. 2Taw 18:19-22).

Ini merupakan bagian Kitab Suci yang sangat aneh! Tuhan ‘kongkalikong’ / melakukan kolusi dengan setan? Tidak, karena ini lagi-lagi menunjukkan Tuhan sebagai first cause dan setan sebagai second cause pada peristiwa penyesatan oleh nabi-nabi palsu terhadap Ahab.

15)1Taw 10:4,14 - “(4) Lalu berkatalah Saul kepada pembawa senjatanya: ‘Hunuslah pedangmu dan tikamlah aku, supaya jangan datang orang-orang yang tidak bersunat ini memperlakukan aku sebagai permainan.’ Tetapi pembawa senjatanya tidak mau, karena ia sangat segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan menjatuhkan dirinya ke atasnya. ... (14) dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai.”.

Sekalipun dalam ay 4 dikatakan bahwa Saul mati bunuh diri (bdk. 1Sam 31:4), tetapi dalam ay 14 dikatakan ‘Tuhan membunuh dia’.

Kalau ini hanya sekedar merupakan ijin Tuhan, dan bukannya penentuan dan pengaturanNya, tidak mungkin digunakan kata-kata ‘Tuhan membunuh dia’!

16)2Taw 21:16-17 - “(16) Lalu TUHAN MENGGERAKKAN HATI orang Filistin dan orang Arab yang tinggal berdekatan dengan orang Etiopia untuk melawan Yoram. (17) Maka mereka maju melawan Yehuda, memasukinya dan mengangkut segala harta milik yang terdapat di dalam istana raja sebagai jarahan, juga anak-anak dan isteri-isterinya, sehingga tidak ada seorang anak yang tinggal padanya kecuali Yoahas, anaknya yang bungsu.”.

Ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menggerakkan hati orang Filistin dan Arab untuk melawan Yoram. Dan dalam perang itu mereka merampok, menculik, dan sebagainya.

17)2Taw 25:15-16 - “(15) Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Amazia; Ia menyuruh seorang nabi kepadanya yang berkata: ‘Mengapa engkau mencari allah sesuatu bangsa yang tidak dapat melepaskan bangsanya sendiri dari tanganmu?’ (16) Waktu nabi sedang berbicara, berkatalah Amazia kepadanya: Apakah kami telah mengangkat engkau menjadi penasihat raja? Diamlah! Apakah engkau mau dibunuh?’ Lalu diamlah nabi itu setelah berkata: ‘Sekarang aku tahu, bahwa Allah telah menentukan akan membinasakan engkau, karena engkau telah berbuat hal ini, dan tidak mendengarkan nasihatku!’”.

2Taw 25:20 - “Tetapi Amazia tidak mau mendengarkan; sebab hal itu telah ditetapkan Allah yang hendak menyerahkan mereka ke dalam tangan Yoas, karena mereka telah mencari allah orang Edom.”.

Penolakan Amazia terhadap nasehat nabi (ay 15-16) membuat nabi itu yakin / tahu bahwa Allah telah menentukan supaya Amazia tidak mendengarkan nasehatnya, karena Allah hendak membinasakannya (ay 16b). Jelas bahwa penolakan Amazia terhadap nasehat nabi, yang jelas merupakan suatu dosa, termasuk dalam pelaksanaan Rencana Allah.

Dan penolakan Ahazia terhadap kata-kata Yoas, raja Israel (ay 18), juga terjadi karena ketetapan Allah, karena Allah hendak menyerahkannya ke tangan Yoas.

18)2Taw 36:17 - “TUHAN MENGGERAKKAN raja orang Kasdim melawan mereka. Raja itu membunuh teruna mereka dengan pedang dalam rumah kudus mereka, dan tidak menyayangkan teruna atau gadis, orang tua atau orang ubanan - semua diserahkan TUHAN ke dalam tangannya.”.

Ini menunjukkan bahwa kekejaman orang Kasdim terhadap Yehuda, yang jelas merupakan suatu dosa, adalah pekerjaan Tuhan.

19)Ayub 1:21 - “katanya: ‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN YANG MENGAMBIL, terpujilah nama TUHAN!’”.

Ayub 42:11b - “Mereka menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang TELAH DITIMPAKAN TUHAN kepadanya, ...”.

Kedua ayat di atas ini mengatakan bahwa semua malapetaka yang dialami Ayub, termasuk perampokan terhadap ternaknya, yang jelas merupakan dosa, adalah pekerjaan Tuhan.

20)Amsal 16:4 - “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari malapetaka.”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan membuat orang fasik untuk hari malapetaka!

21)Yes 10:5-7,12,22-23 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi CAMBUK MURKAKU dan yang menjadi TONGKAT AMARAHKU! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan AKU AKAN MEMERINTAHKANNYA melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa. ... (12) Tetapi apabila TUHAN telah menyelesaikan SEGALA PEKERJAANNYA di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya yang angkuh sombong. ... (22) Sebab sekalipun bangsamu, hai Israel, seperti pasir di laut banyaknya, namun hanya sisanya akan kembali. TUHAN telah memastikan datangnya kebinasaan dan dari situ timbul keadilan yang meluap-luap. (23) Sungguh, kebinasaan yang sudah pasti akan DILAKSANAKAN di atas seluruh bumi OLEH TUHAN, TUHAN semesta alam.”.

Text Kitab Suci ini menunjukkan bahwa penindasan oleh Asyur terhadap Israel merupakan pekerjaan Tuhan yang menggunakan Asyur sebagai ‘cambuk murka / tongkat amarah’ (ay 5). Tetapi karena penindasan itu sendiri adalah dosa, dan Asyur melakukannya dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan Tuhan (ay 7), maka akhirnya Asyur sendiri dihukum oleh Tuhan (ay 12).

22)Yes 63:17a - “Ya TUHAN, mengapa Engkau biarkan kami sesat dari jalanMu, dan mengapa ENGKAU TEGARKAN HATI KAMI, sehingga tidak takut kepadaMu?”.

Kitab Suci Indonesia: ‘mengapa Engkau biarkan kami sesat dari jalanMu’.

KJV: ‘why hast thou made us to err from thy ways,’ [= mengapa Engkau membuat kami untuk tersesat dari jalanMu].

RSV/NIV/NASB mirip dengan KJV.

Ayat ini mengatakan bahwa kesesatan dan ketegaran hati merupakan pekerjaan Tuhan!

Calvin (tentang Yes 63:17): “the Prophet employs a mode of expression which is of frequent occurrence; for in the Scriptures it is frequently said that God drives men into error (2Thess 2:11;) ‘gives them up to a reprobate mind,’ (Rom. 1:28;) and ‘hardens them.’ (Rom. 9:18.) When believers speak in this manner, they do not intend to make God the author of error or of sin, as if they were innocent, or to free themselves from blame; ... God himself is said to harden and to blind when he gives up men to be blinded by Satan, who is the minister and executioner of his wrath. Without this we would be exposed to the rage of Satan; but, since he can do nothing without the command of God, to whose dominion he is subject, there will be no impropriety in saying that God is the author of blinding and hardening, as Scripture also affirmed in many passages. (Rom. 9:18.) And yet it cannot be said or declared that God is the author of sin, because he punishes the ingratitude of men by blinding them in this manner.” [= sang Nabi menggunakan suatu cara pengungkapan yang sering terjadi; karena dalam Kitab Suci sering dikatakan bahwa Allah mendorong manusia ke dalam kesalahan / kesesatan (2Tes 2:11); ‘menyerahkan mereka pada suatu pikiran yang jahat’, (Ro 1:28); dan ‘mengeraskan mereka’. (Ro 9:18). Pada waktu orang-orang percaya berbicara dengan cara ini, mereka tidak bermaksud untuk membuat Allah pencipta dari kesalahan atau dari dosa, seakan-akan mereka sendiri tidak bersalah, atau untuk membebaskan diri mereka sendiri dari kesalahan; ... Allah sendiri dikatakan mengeraskan dan membutakan pada waktu Ia menyerahkan manusia untuk dibutakan oleh Iblis, yang adalah pelayan dan pelaksana dari murkaNya. Tanpa ini kita akan terbuka terhadap kemarahan Iblis; tetapi karena ia tidak bisa berbuat apapun tanpa perintah dari Allah, pada penguasaan siapa ia tunduk, di sana tidak ada ketidak-benaran / ketidak-tepatan dalam mengatakan bahwa Allah adalah pencipta dari pembutaan dan pengerasan, seperti Kitab Suci juga menegaskannya dalam banyak text. (Ro 9:18). Tetapi tidak bisa dikatakan atau dinyatakan bahwa Allah adalah pencipta dosa, karena Ia menghukum rasa tidak tahu terima kasih manusia dengan membutakan mereka dengan cara ini.] - hal 356.
PROVIDENCE OF GOD (14)

23)Kanibalisme yang berasal dari Tuhan!

Ul 28:53-57 - “(53) Dan engkau akan memakan buah kandunganmu, yakni daging anak-anakmu lelaki dan anak-anakmu perempuan yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, - dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu. (54) Dan orang laki-laki yang paling lemah dan paling manja di antaramu akan kesal terhadap saudaranya atau terhadap isterinya sendiri atau terhadap anak-anaknya yang masih tinggal padanya, (55) sehingga kepada salah seorang dari mereka itu ia tidak mau memberikan sedikitpun dari daging anak-anaknya yang dimakannya, karena tidak ada lagi sesuatu yang ditinggalkan baginya, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu di segala tempatmu. (56) Perempuan yang lemah dan manja di antaramu, yang tidak pernah mencoba menjejakkan telapak kakinya ke tanah karena sifatnya yang manja dan lemah itu, akan kesal terhadap suaminya sendiri atau terhadap anaknya laki-laki atau anaknya perempuan, (57) karena uri yang keluar dari kandungannya ataupun karena anak-anak yang dilahirkannya; sebab karena kekurangan segala-galanya ia akan memakannya dengan sembunyi-sembunyi, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhmu kepadamu di dalam tempatmu.”.

Kata ‘memakannya’ dalam ay 57 diterjemahkan ‘eat them’ [= memakan mereka] dalam KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV, dimana kata ‘them’ [= mereka] jelas menunjuk kepada anak-anaknya sendiri. Bdk. Im 26:29.

Text ini merupakan salah satu ancaman kutukan / hukuman yang akan Allah berikan kepada Israel, kalau mereka tidak taat kepadaNya, menyembah berhala dan sebagainya (Ul 28:15 bdk ay 1-14 yang menunjukkan berkat yang akan Tuhan berikan kalau mereka taat).

Ul 28:15 - “‘Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapanNya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai engkau:”.

Bdk. Im 26:14-dst.

Im 26:29 - “dan kamu akan memakan daging anak-anakmu lelaki dan anak-anakmu perempuan.”.

Calvin (tentang Im 26:29): “‘And ye shall eat the flesh of your sons.’ This scourge is still more severe and terrible (than the others;) yet we know that the Israelites were smitten with it more than once. This savage act would be incredible; but we gather from it how terrible it is to fall into the hands of God, when men, by adding crime to crime, cease not to provoke His wrath.” [= ‘Dan kamu akan memakan daging anak-anakmu’. Cambuk ini tetap lebih hebat dan mengerikan (dari pada yang lain) tetapi kita tahu bahwa bangsa Israel dipukul dengan ini lebih dari satu kali. Tindakan buas / biadab ini luar biasa / sukar dipercaya; tetapi kita mendapatkan darinya betapa mengerikan untuk jatuh ke dalam tangan Allah, pada waktu manusia, dengan menambahkan kejahatan pada kejahatan, tidak berhenti untuk memprovokasi murkaNya.].

Catatan: Calvin lalu mengutip Rat 2:20 dan Rat 4:10. Ini akan saya bahas nanti.

Calvin (tentang Ul 28:53-57): “‘And thou shalt eat the fruit of thine own body.’ This is one of those portents which was mentioned a little while ago; for it is an act of ferocity detestable and more than tragical, that fathers and mothers should eat their own offspring, so great love of which is naturally implanted in every heart, that parents often forget themselves in their anxiety for their children; and many have not hesitated to die to insure their safety. Nay, when the brute animals so carefully cherish their young, what can be more disgusting or abominable than that men should cease to care for their own blood? But this is the most monstrous of all atrocities, when fathers and mothers devour the offspring which they have procreated, and yet this threat by no means failed of its fulfillment, as we have elsewhere seen. We ought then to be the more alarmed when we see that God thus terribly punished the sins of those whom He had deigned to choose for His own. ... The monstrous brutality of the act is heightened, when He says that men, in other respects tender and accustomed to delicacies, should be so savage through hunger that they shall refuse to give a share of this horrible food to their wives and surviving children; as also Jeremiah expressly says, the pitiful women shall be so maddened by hunger as to cook their own children. (Lamentations 4:10.) What follows as to the after-birth is still more horrible, for thus they call the membrane by which the foetus is covered in the womb, with all its excrements. That they should dress for food a filthy skin, the very look of which is disgusting, plainly demonstrates the awfulness of God’s vengeance.” [= ‘Dan kamu akan memakan buah dari tubuhmu sendiri’. Ini adalah satu satu dari peristiwa-peristiwa yang sangat jarang itu yang disebutkan sedikit waktu yang lalu; karena itu merupakan suatu tindakan kebuasan yang menjijikkan dan lebih dari tragis, bahwa bapa-bapa dan ibu-ibu memakan anak-anak mereka sendiri, terhadap siapa kasih yang begitu besar secara alamiah ditanamkan pada setiap hati, sehingga orang tua sering melupakan diri mereka sendiri dalam kekuatiran mereka untuk anak-anak mereka; dan banyak yang tidak ragu-ragu untuk mati untuk memastikan keamanan anak-anak mereka. Tidak, pada waktu binatang-binatang yang tak berakal menunjukkan kelembutan dengan hati-hati anak-anak mereka, apa yang bisa lebih memuakkan atau menjijikkan dari pada bahwa manusia berhenti untuk memperhatikan darah mereka sendiri? Tetapi ini adalah yang paling kejam dari semua kejahatan, pada waktu bapa-bapa dan ibu-ibu memakan dengan rakus anak-anak yang telah mereka hasilkan / turunkan, tetapi ancaman ini pasti tidak gagal dari penggenapannya, seperti telah kita lihat di tempat lain. Maka kita harus lebih takut pada waktu kita melihat bahwa Allah menghukum secara mengerikan seperti itu dosa-dosa dari mereka yang telah Ia anggap cocok untuk pilih sebagai milikNya. ... Kebrutalan yang kejam dari tindakan ini diperkuat, pada waktu Ia berkata bahwa orang-orang, yang dalam hal-hal lain bersifat lembut dan terbiasa pada hal-hal yang enak, menjadi begitu buas melalui rasa lapar sehingga mereka menolak untuk memberikan satu bagian dari makanan yang mengerikan ini kepada istri-istri mereka dan anak-anak yang selamat / tidak mati (ay 55); seperti juga Yeremia mengatakan secara explicit, perempuan-perempuan yang penuh belas kasihan akan begitu digilakan oleh rasa lapar sehingga memasak anak-anak mereka sendiri. (Rat 4:10). Apa yang berikutnya berkenaan dengan uri / placenta (ay 57) tetap lebih mengerikan lagi, karena demikianlah mereka menyebut lapisan tipis dengan mana janin dibungkus dalam kandungan, dengan semua kotoran yang dikeluarkan dari tubuh. Bahwa mereka memasak untuk makanan suatu kulit yang kotor, yang penampilannya menjijikkan, secara jelas menunjukkan mengerikannya pembalasan Allah.].

Karena itu merupakan hukuman Tuhan, jelas Tuhan yang mengerjakan hal itu! Ancaman hukuman terjadinya kanibalisme ini betul-betul dilakukan oleh Tuhan, dan seperti Calvin katakan, itu terjadi lebih dari satu kali!

a) Yes 9:18-20 - “(18) Oleh karena murka TUHAN semesta alam, terbakarlah tanah itu, dan bangsa itu menjadi makanan api; seorangpun tidak mengasihani saudaranya. (19) Mereka mencakup ke sebelah kanan, tetapi masih lapar, mereka memakan ke sebelah kiri, tetapi tidak kenyang, setiap orang memakan daging temannya: (20) Manasye memakan Efraim, dan Efraim memakan Manasye, dan bersama-sama mereka melawan Yehuda. Sekalipun semuanya ini terjadi, murkaNya belum surut, dan tanganNya masih teracung.”.

Catatan:

1. Kitab Suci Indonesia: ‘seorangpun tidak mengasihani saudaranya’.

KJV: ‘no man shall spare his brother.’ [= tak seorang pun akan menyayangkan / menahan dari melukai / membunuh saudaranya].

RSV/NIV/NASB sama dengan KJV.

2. Kitab Suci Indonesia: ‘setiap orang memakan daging temannya’.

KJV: ‘they shall eat every man the flesh of his own arm:’ [= mereka akan memakan setiap orang daging dari lengannya sendiri:].

RSV: ‘each devours his neighbor’s flesh,’ [= masing-masing memakan daging sesamanya,].

NIV: ‘Each will feed on the flesh of his own offspring:’ [= Masing-masing akan memakan daging dari anak-anaknya sendiri:].

NASB: ‘Each of them eats the flesh of his own arm.’ [= Masing-masing dari mereka memakan daging dari lengannya sendiri.].

Calvin (tentang Yes 9:19): “‘No man shall spare his brother.’ In this last clause and in the following verse, the Prophet describes the methods and means, as they are called, by which the Lord will execute his vengeance, when his wrath has been thus kindled. When no enemies shall be seen whom we have cause to dread, he will arm ourselves for our destruction. As if he had said, ‘The Lord will find no difficulty in executing the vengeance which he threatens; for though there be none to give us any annoyance from without, he will ruin us by intestine broils and civil wars.’ ... when the Lord hath blinded us, what remains but that we mutually destroy each other?” [= ‘Tak seorangpun akan menyayangkan / menahan dari melukai / membunuh saudaranya’. Dalam anak kalimat yang terakhir dan dalam ayat berikutnya, sang Nabi menggambarkan metode dan cara, sebagaimana mereka disebutkan, dengan mana Tuhan akan melaksanakan pembalasanNya, pada waktu murkaNya telah dinyalakan seperti itu. Pada waktu tak ada musuh-musuh yang terlihat dari siapa kita mempunyai penyebab untuk takut, Ia akan mempersenjatai kita sendiri untuk kehancuran kita. Seakan-akan ia berkata, ‘Tuhan tidak akan menemukan kesukaran dalam melaksanakan pembalasan yang Ia ancamkan; karena sekalipun di sana tidak ada siapapun yang memberi kita gangguan dari luar, Ia akan menghancurkan kita dengan pertengkaran di dalam dan perang saudara’. ... pada waktu Tuhan telah membutakan kita, apa yang tersisa kecuali bahwa kita saling menghancurkan satu sama lain?].

Calvin (tentang Yes 9:20): “‘Every one shall snatch on the right hand.’ ... This mode of expression denotes either insatiable covetousness or insatiable cruelty; for the eagerness to snatch excites to savage cruelty. That they will be insatiable he expresses more emphatically, by saying that, in consequence of being impelled by blind fierceness and inconceivable rage, they will suck their brother’s blood as freely as they would devour the flesh which was their own property. ... Let us therefore remember that it is a dreadful proof of heavenly punishment, when brothers are hurried on, with irreconcilable eagerness, to inflict mutual wounds.” [= ‘Setiap orang akan mencengkeram / merampas pada tangan / sisi kanan’. ... Cara pengungkapan ini menunjukkan atau ketamakan yang tak bisa terpuaskan atau kekejaman yang tak bisa terpuaskan; karena kesungguhan / ketidaksabaran untuk merampas membangkitkan kekejaman yang brutal. Bahwa mereka akan tidak bisa terpuaskan ia nyatakan sekarang lebih ditekankan, dengan mengatakan bahwa, sebagai akibat karena didorong oleh kebuasan yang buta dan kemarahan yang tak terbayangkan, mereka akan menghisap darah saudara mereka dengan sama bebasnya seperti mereka memakan daging yang adalah milik mereka sendiri. ... Karena itu hendaklah kita ingat bahwa itu merupakan bukti yang menakutkan dari hukuman surgawi, pada waktu saudara-saudara tergesa-gesa, dengan kesungguhan yang tak bisa diperdamaikan, untuk saling melukai.].

Calvin (tentang Yes 9:21): “‘Manasseh, Ephraim.’ These tribes were closely related to each other; for besides their being descended from the same ancestor, Abraham, a close relationship arose out of their being descended from one patriarch, his grandson, Joseph. (Genesis 41:50-52.) But though they were closely allied, still God threatens that he will cause them to destroy themselves by mutual conflict, as if they were devouring the flesh of their own arm, and, consequently, that there will be no need of foreign enemies. He likewise adds that, after having wearied themselves out by mutual wounds, both will unite against Judah, in order to destroy it.” [= ‘Manasye, Efraim.’ Suku-suku ini berhubungan dekat satu sama lain; karena disamping mereka diturunkan dari nenek moyang yang sama, Abraham, suatu hubungan yang dekat muncul karena mereka diturunkan dari satu bapa, cucunya, Yusuf. (Kej 41:50-52). Tetapi sekalipun mereka berhubungan dekat, tetap Allah mengancam bahwa Ia akan menyebabkan mereka untuk menghancurkan diri mereka sendiri oleh saling konflik, seakan-akan mereka memakan daging dari lengan mereka sendiri, dan karena itu mereka tidak membutuhkan musuh-musuh asing. Ia lalu menambahkan bahwa setelah melelahkan mereka sendiri dengan saling melukai, keduanya akan bersatu menentang Yehuda, untuk menghancurkannya.].

Dari komentar Calvin ini, dan juga dari beberapa penafsir yang lain (Barnes, Keil & Delitzsch), kelihatannya kata-kata ‘memakan daging dari lengannya sendiri’ ini bukan berarti hurufiah tetapi kiasan, yang menunjukkan perang saudara. Tetapi E. J. Young tetap menganggap ini sebagai kanibalisme, yang ditujukan kepada saudara sendiri.

E. J. Young (tentang Yesaya 9:20): “Ravenous men even devour their own flesh. They look to the right and bite what they can find, but they are not satisfied. Brethren should defend each other; this civil war is so severe that they seek to devour one another. One turns to the right and one to the left, but there is no satisfaction. Members of one’s own tribe or even family were designated the arm, for they were its stay and support. To such lengths did this cannibalism go that men thus turned upon one another.” [= orang-orang yang sangat lapar bahkan memakan dengan rakus daging mereka sendiri. Mereka melihat ke kanan dan menggigit apa yang bisa mereka temukan, tetapi mereka tidak puas. Saudara seharusnya membela satu sama lain; perang saudara ini adalah begitu hebat sehingga mereka berusaha untuk saling memakan dengan rakus satu sama lain. Satu orang berpaling ke kanan dan satu ke kiri, tetapi di sana tidak ada kepuasan. Anggota-anggota dari suku seseorang sendiri, atau bahkan keluarga, disebut ‘lengan’ karena anggota-anggota itu adalah penopangnya. Sampai sejauh itu kanibalisme ini berjalan sehingga orang-orang saling menyerang satu sama lain seperti itu.].

b) Yer 19:9 - “AKU AKAN MEMBUAT mereka memakan daging anak-anaknya laki-laki dan daging anak-anaknya perempuan, dan setiap orang memakan daging temannya, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhnya kepada mereka dan oleh orang-orang yang ingin mencabut nyawa mereka.”.

Tuhan membuat orang Yehuda mati oleh pedang lawan (Yer 19:7), dan membiarkan mayat mereka dimakan burung dan binatang (Yer 19:8), dan lalu dalam Yer 19:9 ini dikatakan sesuatu yang mengerikan dimana TUHAN MEMBUAT mereka memakan daging anaknya dan daging temannya sendiri! Perbuatan kanibal ini merupakan pekerjaan Tuhan!

Calvin (tentang Yer 19:9): “The Prophet then describes an unusual vengeance of God, which could not be classed among the calamities which usually happen to mankind. We know that this was also done in the last siege of that city; for Josephus shews at large that mothers in a brutal manner slew their children, and that they so lay in wait for one another that they snatched at anything to eat. This was also an evidence of God’s dreadful vengeance. But it was no wonder that God visited in such an awful manner the sins of those who had in such various ways, and for so long a time, provoked him; for if we compare the Jews with other nations, we shall find that their impiety, and ingratitude, and perverseness, exceeded the crimes of all nations. Then justly did God inflict such a punishment, which even at this day cannot be referred to without horror. The whole indeed is to be ascribed to his judgment; for it was he who fed the fathers with the flesh of their children; for as they had sacrificed their sons and their daughters to demons, as before stated, so it was necessary that the vengeance of God should be openly pointed out as by the finger.” [= Lalu sang Nabi menggambarkan suatu pembalasan yang luar biasa dari Allah, yang tidak bisa digolongkan di antara bencana-bencana yang biasanya terjadi terhadap umat manusia. Kita tahu bahwa ini juga terjadi dalam pengepungan terakhir dari kota itu; karena Josephus menunjukkan secara bebas / umum bahwa ibu-ibu dengan suatu cara yang brutal membantai anak-anak mereka, dan bahwa mereka menunggu satu terhadap yang lain supaya mereka bisa merampas apapun untuk dimakan. Ini juga merupakan suatu bukti pembalasan yang menakutkan dari Allah. Tetapi tidak mengherankan bahwa Allah menghukum dengan suatu cara yang begitu buruk / mengerikan dosa-dosa dari mereka yang telah memprovokasiNya dengan bermacam-macam cara dan untuk waktu yang begitu lama; karena jika kita membandingkan orang-orang Yahudi dengan bangsa-bangsa lain, kita akan mendapati bahwa kejahatan, rasa tidak tahu terima kasih, dan kebejatan mereka melampaui kejahatan dari semua bangsa-bangsa lain. Maka secara adil Allah memberikan hukuman seperti itu, yang bahkan pada saat ini tidak bisa dibicarakan tanpa kengerian. Seluruhnya memang dianggap berasal dari penghakimanNya; karena adalah Dia yang memberi makan bapa-bapa dengan daging anak-anak mereka; karena pada waktu mereka telah mengorbankan anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan mereka kepada setan, seperti dinyatakan sebelumnya, maka adalah perlu bahwa pembalasan Allah harus menunjuk secara terang-terangan seolah-olah seperti menunjuk dengan jari.].

Menurut Keil & Delitzsch ayat di atas ini (Yeremia 19:9) hanya merupakan nubuat (dan itu jelas memang benar), dan baru terjadi dalam Rat 4:10, yang akan saya bahas di bawah ini.

c) Ratapan 2:20 dan Rat 4:10.

Rat 2:20a - “Lihatlah, TUHAN, dan tiliklah, KEPADA SIAPAKAH ENGKAU TELAH BERBUAT INI? Apakah perempuan harus makan anak kandungnya, anak-anak yang masih dibuai?”.

Calvin (tentang Rat 2:20): “This, as I have said, was a horrible thing: for we see that mothers often forget their own life in their concern for the safety of their infants. That a child, then, should be devoured by its mother, was a most abominable thing; and yet we know that it was done. It hence appears, that; the Israelites, when blinded by God, had fallen into this barbarity: for it happened in the siege of Samaria, as sacred history declares; and the Prophet now mentions the same thing as having taken place in his time, and he repeats the same in the fourth chapter. And Josephus also says, that when the city was besieged by Titus, the state of things was such, that mothers agreed to eat their own children, and that they cast lots who should first slay their child, and that they stole a leg or an arm from one another.” [= Ini, seperti telah saya katakan, merupakan suatu hal yang mengerikan: karena kita melihat bahwa ibu-ibu sering melupakan nyawa / hidupnya sendiri dalam perhatiannya untuk keamanan dari bayi-bayi mereka. Jadi, bahwa seorang anak, dimakan oleh ibunya, merupakan suatu hal yang paling menjijikkan; tetapi kita tahu bahwa itu terjadi. Maka terlihat bahwa bangsa Israel, PADA WAKTU DIBUTAKAN OLEH ALLAH, telah jatuh ke dalam kebiadaban ini: karena itu terjadi dalam pengepungan terhadap Samaria, seperti dinyatakan oleh sejarah kudus; dan sang Nabi sekarang menyebutkan hal yang sama seperti yang terjadi pada jamannya, dan ia mengulang hal yang sama dalam pasal yang keempat. Dan Josephus juga berkata, bahwa pada waktu kota itu dikepung oleh Titus, keadaan dari hal-hal adalah sedemikian rupa, sehingga ibu-ibu setuju untuk memakan anak-anak mereka sendiri, dan bahwa mereka membuang undi siapa yang harus pertama-tama membunuh anak mereka, dan bahwa mereka saling mencuri sebuah kaki atau sebuah lengan satu dari yang lain.].

Rat 4:10-11 - “(10) Dengan tangan sendiri wanita yang lemah lembut memasak kanak-kanak mereka, untuk makanan mereka tatkala runtuh puteri bangsaku. (11) TUHAN melepaskan segenap amarahNya, mencurahkan murkaNya yang menyala-nyala, dan menyalakan api di Sion, yang memakan dasar-dasarnya.”.

Catatan: kata ‘lemah lembut’ dalam ay 10 itu salah. Itu diterjemahkan ‘pitiful’ [= dipenuhi dengan belas kasihan] oleh KJV/ASV, dan ‘compassionate’ [= merasa kasihan] oleh RSV/NIV/NASB/NKJV. Calvin menterjemahkan ‘merciful’ [= penuh belas kasihan].

Calvin (tentang Ratapan 4:10): “Here Jeremiah refers to that disgraceful and abominable deed mentioned yesterday; for it was not only a barbarity, but a beastly savageness, when mothers boiled their own children. That it was done is evident from other writers; but the Prophet is to us a sufficient witness, who had seen it with his own eyes. He then says that the mothers were merciful, that no one might think that they were divested of every natural feeling; but he meant thus to set forth the blindness which proceeds from God’s dreadful vengeance. He does not, then, praise the mothers for their clemency, as though they felt as they ought to have done for their offspring; but he intimates that though they would have been otherwise humane, they were yet seized with unusual madness, so that they boiled their own children, even their own bowels. We now, then, perceive the meaning of the word ‘merciful,’ as applied to the mothers by the Prophet. It is not then to be deemed as a praise to them, as though they had a maternal love for their children; but his object was to set forth that monstrous act, which would not have sufficiently touched their minds, had he not testified that the mothers of whom he speaks were not so brutal as not to have gladly given food to their children; but that they were supernaturally blinded by furious madness.” [= Di sini Yeremia menceritakan / menghubungkan dengan tindakan memalukan dan menjijikkan yang disebutkan kemarin; karena itu bukan saja suatu kebiadaban, tetapi kekejaman / kebrutalan yang seperti binatang, pada waktu ibu-ibu merebus anak-anak mereka sendiri. Bahwa itu dilakukan adalah jelas dari penulis-penulis yang lain; tetapi sang Nabi bagi kami adalah saksi yang cukup, yang telah melihatnya dengan matanya sendiri. Ia lalu mengatakan bahwa ibu-ibu itu merasa kasihan, supaya tak seorangpun berpikir bahwa setiap perasaan alamiah mereka telah dihilangkan; TETAPI IA MEMAKSUDKAN DENGAN CARA ITU UNTUK MENYATAKAN KEBUTAAN YANG KELUAR DARI PEMBALASAN YANG MENAKUTKAN DARI ALLAH. Jadi, ia bukannya memuji ibu-ibu itu untuk belas kasihan mereka, seakan-akan mereka merasa seperti yang seharusnya untuk anak-anak mereka; tetapi ia menyatakan secara tidak langsung bahwa sekalipun mereka dalam keadaan yang lain masih bersifat manusiawi, tetapi mereka dicengkeram dengan kegilaan yang luar biasa, sehingga mereka merebus anak-anak mereka sendiri, bahkan bagian terdalam dari diri mereka sendiri. Maka kita sekarang mengerti arti dari kata ‘merciful’ {= penuh belas kasihan}, pada waktu diterapkan kepada ibu-ibu itu oleh sang Nabi. Itu bukan dianggap sebagai suatu pujian bagi mereka, seakan-akan mereka mempunyai suatu kasih ibu untuk anak-anak mereka; tetapi tujuannya adalah untuk menyatakan suatu tindakan sangat kejam, yang tidak cukup untuk menyentuh pikiran mereka, seandainya ia tidak memberi kesaksian bahwa ibu-ibu tentang siapa ia berbicara tidak sebegitu brutal sehingga tidak dengan senang hati memberi makanan kepada anak-anak mereka; tetapi bahwa mereka dibutakan secara supranatural oleh kegilaan yang buas / liar.].

Kebutaan dan kegilaan ini bukan hal yang terlalu mengherankan, karena ancaman pembutaan dan penjadian gila itu memang sudah diancamkan dalam Ul 28.

Ul 28:28,34 - “(28) TUHAN akan menghajar engkau dengan kegilaan, kebutaan dan kehilangan akal, ... (34) Engkau akan menjadi gilakarena apa yang dilihat matamu.”.

d) Yeh 5:8-10 - “(8) sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Lihat, Aku, ya Aku sendiri akan menjadi lawanmu dan Aku akan menjatuhkan hukuman kepadamu di hadapan bangsa-bangsa. (9) Oleh karena segala perbuatanmu yang keji akan Kuperbuat terhadapmu yang belum pernah Kuperbuat dan yang tidak pernah lagi akan Kuperbuat. (10) Sebab itu di tengah-tengahmu ayah-ayah akan memakan anak-anaknya dan anak-anak memakan ayahnya dan Aku akan menjatuhkan hukuman kepadamu, sedang semua yang masih tinggal lagi dari padamu akan Kuhamburkan ke semua penjuru angin.”.

Calvin (tentang Yeh 5:9): “Interpreters take this metaphorically, but this view cannot be admitted, because in their opinion no history has recorded its fulfillment; hence they fly to allegory and metaphor. But first of all, we know what Josephus says, that mothers were so ravenous that they slew their children and fed upon them, although here a previous siege is referred to, in which God signifies that he would cause fathers to devour their children: I confess it; but even if we receive what they wish, it was not done then; hence Jeremiah is mistaken when he says, that miserable women cooked their children for food. (Lamentations 4:10.) Surely this is a sufficient witness; for to say that we never find that this actually happened is to reject the testimony of Jeremiah.” [= Penafsir-penafsir mengartikan ini secara kiasan, tetapi pandangan ini tidak bisa diterima, karena dalam pandangan mereka tak ada sejarah yang telah mencatat penggenapannya; jadi mereka lari pada alegory dan kiasan. Tetapi pertama-tama, kita tahu apa yang Josephus katakan, bahwa ibu-ibu begitu buas / lapar sehingga mereka membantai anak-anak mereka dan memakan mereka, sekalipun di sini suatu pengepungan yang lebih dulu / sebelumnya yang ditunjuk, dalam mana Allah memaksudkan bahwa Ia akan menyebabkan bapa-bapa memakan dengan rakus anak-anak mereka: Saya mengakuinya; tetapi bahkan jika kita menerima keinginan mereka, maka itu tidak terjadi pada saat itu; maka Yeremia salah pada waktu ia berkata, bahwa perempuan-perempuan yang menyedihkan / sangat buruk memasak anak-anak mereka sebagai makanan. (Rat 4:10). Pasti ini adalah seorang saksi yang cukup; karena mengatakan bahwa kita tidak pernah menemukan bahwa ini sungguh-sungguh terjadi berarti menolak kesaksian Yeremia.] - hal 203.

Catatan: Calvin menambahkan lagi sebagai argumentasi nubuat Musa dalam Ul 28:54-55, yang sudah kita baca di atas.

Calvin (tentang Yeh 5:9-10): “I know not why Jerome invented this difference, which is altogether futile. For he says, that when a thing is honourable and becoming it should be ascribed to God, but when the thing itself is base, God averts the infamy from himself. For when this wonder is treated of here, God does not say I will cause the people to eat their sons, but he says, fathers shall eat their sons, and sons their fathers. But there is nothing solid in this comment, because the cruelty which the Chaldeans exercised towards the Jews certainly was not either honourable or becoming, and yet God ascribes to himself whatever the Chaldeans did. Again, what was baser than the incest of Absalom, in debauching his father’s wives? and even that was not sufficient, but he wished the whole people, at the sound of a trumpet, to be witnesses of his crime; and yet what does God say? ‘I will do his before the sun,’ says he. (2Sam. 12:12, and 16:21,22.) We see, then, that this man was not familiar with the Scriptures, and yet that he offered his comments too hastily.” [= Saya tidak tahu mengapa Jeromemenciptakan perbedaan ini, yang sepenuhnya kosong / tidak berguna. Karena ia berkata bahwa pada waktu suatu hal terhormat dan menyenangkan / menarik, itu harus dianggap berasal dari Allah, tetapi pada waktu hal itu sendiri adalah rendah / menjijikkan, Allah membelokkan / mencegah / menghindarkan kejahatan itu dari diriNya sendiri. Karena pada waktu hal yang luar biasa ini ditangani di sini, Allah tidak mengatakan Aku akan menyebabkan orang-orang / bangsa itu memakan anak-anak mereka, tetapi Ia berkata, ayah-ayah akan memakan anak-anak mereka, dan anak-anak akan memakan ayah-ayah mereka. Tetapi disana tidak ada yang kuat / sehat dalam komentar ini, karena kekejaman yang orang-orang Kasdim lakukan terhadap orang-orang Yahudi pasti tidaklah terhormat atau menyenangkan / menarik, TETAPI ALLAH MENGANGGAP BERASAL DARI DIRINYA SENDIRI APAPUN YANG ORANG-ORANG KASDIM LAKUKAN. Lebih lagi, apa yang lebih rendah / menjijikkan dari pada incest dari Absalom, dalam memperkosa istri-istri ayahnya? dan bahkan itu tidak cukup, tetapi ia ingin seluruh bangsa, pada saat sangkakala berbunyi, menjadi saksi-saksi dari kejahatannya; tetapi apa yang Allah katakan? ‘Aku akan melakukan ini di depan matahari / secara terang-terangan’, kataNya. (2 Samuel 12:12, dan 16:21,22). Maka kita melihat bahwa orang ini (Jerome) tidak akrab dengan Kitab Suci, tetapi bahwa ia mengajukan komentar ini dengan terlalu tergesa-gesa.] - hal 204.

Catatan:

Saya heran mengapa Calvin tidak menggunakan Yeremia 19:9, yang sudah kita bahas di atas, dan saya ingin tahu bagaimana Jerome mengomentari ayat itu, karena ayat itu secara explicit mengatakan “AKU AKAN MEMBUAT mereka memakan daging anak-anaknya laki-laki dan daging anak-anaknya perempuan, ...”.

Bahkan sebetulnya dari Yeh 5:8-9 itu sendiri hal itu sudah dinyatakan, bahwa Allahlah yang melakukan hal itu!!

Kanibalisme seperti ini juga Tuhan lakukan terhadap bangsa yang menindas Israel.

Yes 49:26 - “AKU AKAN MEMAKSA orang-orang yang menindas engkau memakan dagingnya sendiri, dan mereka akan mabuk minum darahnya sendiri, seperti orang mabuk minum anggur baru, supaya seluruh umat manusia mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, adalah Juruselamatmu dan Penebusmu, Yang Mahakuat, Allah Yakub.’”.

Calvin (tentang Yesaya 49:26): “And indeed it is God who drives them headlong, and rouses them to rage, so that they turn against the Church, fight with each other, as the Midianites did, and bring destruction on themselves (Judges 7:22.) The meaning amounts to this, that there will be no need of outward aid or of any preparations, when God shall determine to overturn and destroy the reprobate; because, having been struck by him with giddiness, they shall wear themselves out in mutual conflict by the insatiable rage with which they shall attack each other.” [= Dan memang, adalah Allah yang mendorong mereka dengan sembrono, dan membangkitkan mereka pada kemarahan, sehingga mereka berbalik terhadap Gereja, berkelahi satu sama lain, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Midian, dan membawa kehancuran pada diri mereka sendiri (Hakim 7:22). Artinya sama dengan ini, bahwa disana tidak akan dibutuhkan bantuan dari luar atau persiapan apapun, pada waktu Allah menentukan untuk membalikkan dan menghancurkan orang-orang jahat / yang ditentukan untuk binasa; karena setelah dipukul olehNya dengan kebingungan, mereka akan menghabiskan diri mereka sendiri dalam saling konflik oleh kemarahan yang tidak terpuaskan dengan mana mereka akan saling menyerang di antara mereka sendiri.] - hal 45.

Lagi-lagi, mungkin sekali ayat ini tak berarti secara hurufiah, dan Keil & Delitzsch menganggapnya tidak hurufiah, sama seperti dalam Zakh 11:9 dan Yesaya 9:19-20.

Zakh 11:9 - “Lalu aku berkata: ‘Aku tidak mau lagi menggembalakan kamu; yang hendak mati, biarlah mati; yang hendak lenyap, biarlah lenyap, dan yang masih tinggal itu, biarlah masing-masing memakan daging temannya!’”.

Tetapi E. J. Young tetap beranggapan bahwa Yes 49:26 itu berbicara tentang kanibalisme.

E. J. Young (tentang Yesaya 49:26): “God will cause Zion’s oppressors to eat their own flesh. In 9:20 we read of men in rage eating human flesh, and possibly that is the meaning here. If so, the enemy is reduced to such straits that individuals in desperation and rage and bereft of their senses eat their own flesh. On the other hand, the word flesh may denote near kin (cf. 58:7); and if this is the sense, then the enemy oppressor is pictured as having fallen into cannibalism.” [= Allah akan menyebabkan penindas-penindas Sion untuk memakan daging mereka sendiri. Dalam Yes 9:20 kita membaca tentang orang-orang yang dalam kemarahan yang hebat memakan daging manusia, dan mungkin itulah artinya di sini. Jika demikian, musuh direndahkan pada posisi yang sangat sukar sehingga individu-individu dalam keputus-asaan dan kemarahan yang hebat dan ketidak-adaan pengertian / akal, memakan daging mereka sendiri. Di sisi lain, kata ‘daging’ bisa berarti ‘keluarga dekat’ (bdk. Yes 58:7); dan jika ini adalah artinya, maka musuh yang menindas itu digambarkan sebagai telah jatuh dalam kanibalisme.].

Yesaya 58:7 - “supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!”.

KJV: ‘thine own flesh’ [= dagingmu sendiri].

Kesimpulan: sekalipun ada beberapa dari banyak ayat yang saya berikan dalam point ini yang memang mungkin bukan berarti secara hurufiah, sehingga itu bukan kanibalisme, tetapi ayat-ayat yang lain (Yer 19:9 Rat 2:20 Rat 4:10 Yeh 5:10), memang pasti menunjuk pada kanibalisme, dan itu dikatakan merupakan pekerjaan Tuhan!

PROVIDENCE OF GOD (15)

24)Yeremia 25:8-12 - “(8) Sebab itu beginilah firman TUHAN semesta alam: Oleh karena kamu tidak mendengarkan perkataan-perkataanKu, (9) sesungguhnya, Aku akan mengerahkan semua kaum dari utara - demikianlah firman TUHAN - menyuruh memanggil Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu; Aku akan mendatangkan mereka melawan penduduknya dan melawan bangsa-bangsa sekeliling ini, yang akan Kutumpas dan Kubuat menjadi kengerian, menjadi sasaran suitan dan menjadi ketandusan untuk selama-lamanya. (10) Aku akan melenyapkan dari antara mereka suara kegirangan dan suara sukacita, suara pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, bunyi batu kilangan dan cahaya pelita. (11) Maka seluruh negeri ini akan menjadi reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi hamba kepada raja Babel tujuh puluh tahun lamanya. (12) Kemudian sesudah genap ketujuh puluh tahun itu, demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan melakukan pembalasan kepada raja Babel dan kepada bangsa itu oleh karena kesalahan mereka, juga kepada negeri orang-orang Kasdim, dengan membuatnya menjadi tempat-tempat yang tandus untuk selama-lamanya.”.

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan bekerja sehingga Babilonia menghancurkan Yehuda, tetapi sama seperti Asyur, akhirnya Babilonia juga dihukum Tuhan.

Calvin (tentang Yeremia 25:8-9): “So God now by these words intimates that the Chaldeans were under his power, so that they were ready, as soon as he gave them a signal; ... The Scripture is full of expressions of this kind, which shew that all mortals are prepared to obey God whenever he intends to employ their services; not that it is their purpose to serve God, but that he by a secret influence so rules them and their tongues, their minds and hearts, their hands and their feet, that they are constrained, willing or unwilling, to do his will and pleasure. And in the same sense he calls Nebuchadnezzar his servant, for that cruel tyrant never meant to offer his service to God; but God employed him as his instrument, as though he had been hired by him. ... And it ought to be noticed, for we hence learn the fact, that many are God’s servants who are yet wholly unworthy of so honorable a title; but they are not so called with respect to themselves. Nebuchadnezzar thought that he was making war with the God of Israel when he invaded Judea; and only ambition, and avarice, and cruelty impelled him to undertake so many wars. When, therefore, we think of him, of his designs and his projects, we cannot say that he was God’s servant; but this is to be referred to God only, who governs by his hidden and incomprehensible power both the devil and the ungodly, so that they execute, though unwittingly, whatever he determines. There is a great difference between these and God’s servants, who, when anything is commanded them, seek to render that obedience which they ought - all such are faithful servants. They are, then, justly called God’s servants, for there is a mutual concord between God and them: God commands, and they obey. But it is a mutilated and a half service when the ungodly are led beyond the purpose of their own minds, and God uses them as instruments when they think of and design another thing. ... There was also another reason, even that the Jews might know that whatever they were to suffer would be inflicted by God’s hand, and that they might not otherwise think of Nebuchadnezzar than as God’s scourge, in order that they might thus be led to confess their sins and be really humbled.” [= Maka sekarang Allah dengan kata-kata ini menunjukkan bahwa orang-orang Kasdim berada di bawah kuasaNya, sehingga mereka siap, begitu Ia memberi suatu tanda kepada mereka; ... Kitab Suci penuh dengan ungkapan-ungkapan dari jenis ini, yang menunjukkan bahwa semua yang bisa mati / tidak kekal siap untuk mentaati Allah kapanpun Ia bermaksud untuk menggunakan pelayanan-pelayanan mereka; bukan bahwa adalah tujuan mereka untuk melayani Allah, tetapi bahwa Ia oleh suatu pengaruh rahasia begitu memerintah mereka dan lidah mereka, pikiran dan hati mereka, tangan mereka dan kaki mereka, sehingga mereka dipaksa, mau atau tidak mau, untuk melakukan kehendak dan kesenanganNya. Dan dalam arti yang sama Ia menyebut Nebukadnezar pelayanNya, karena tiran yang kejam itu tidak pernah bermaksud untuk menawarkan pelayanannya kepada Allah; tetapi Allah menggunakan dia sebagai alatNya, seakan-akan ia telah disewa olehNya. ... Dan harus diperhatikan, karena dari sini kita mempelajari fakta ini, bahwa banyak orang adalah pelayan-pelayan Allah tetapi yang sama sekali tak layak untuk gelar yang begitu terhormat; tetapi mereka tidak disebut demikian berkenaan dengan diri mereka sendiri. Nebukadnezar mengira / berpikir bahwa ia sedang berperang melawan Allah dari Israel pada waktu ia menginvasi Yehuda; dan hanya ambisi, dan ketamakan, dan kekejaman, yang mendorong dia untuk memulai dengan sengaja begitu banyak peperangan. Karena itu, pada waktu kita berpikir tentang dia, tentang rancangannya dan usahanya, kita tidak bisa berkata bahwa ia adalah pelayan Allah; tetapi ini harus diarahkan kepada Allah saja, yang memerintah / menguasai dengan kuasaNya yang tersembunyi dan tak bisa dimengerti, baik setan maupun orang-orang jahat, sehingga mereka melaksanakan, sekalipun tanpa menyadarinya, APAPUN YANG IA TENTUKAN. Ada suatu perbedaan besar antara ini, dan pelayan-pelayan Allah, yang pada waktu apapun diperintahkan kepada mereka, berusaha untuk memberikan ketaatan yang seharusnya - semua orang seperti itu adalah pelayan-pelayan yang setia. Maka mereka secara benar disebut pelayan-pelayan Allah, karena ada suatu persetujuan yang berhubungan antara Allah dengan mereka: Allah memerintahkan, dan mereka mentaati. Tetapi itu merupakan suatu pelayanan yang terpotong dan setengah-setengah pada waktu orang-orang jahat dibimbing melampaui tujuan dari pikiran mereka sendiri, dan Allah menggunakan mereka sebagai alat-alat pada waktu mereka memikirkan tentang dan merancang hal yang lain. ... Juga ada alasan yang lain, yaitu supaya orang-orang Yahudi bisa tahu bahwa apapun yang akan mereka derita diberikan oleh tangan Allah, supaya mereka tidak berpikir lain tentang Nebukadnezar selain dari pada sebagai cambuk Allah, supaya dengan demikian mereka bisa dibimbing untuk mengakui dosa-dosa mereka dan betul-betul merendahkan diri.].

Calvin (tentang Yeremia 25:12): “God says also, that at the end of seventy years he would ‘visit the iniquity of the king of Babylon,’ and of his whole people. We hence learn that Nebuchadnezzar was not called God’s servant because he deserved anything for his service, but because God led him while he was himself unconscious, or not thinking of any such thing, to do a service which neither he nor his subjects understood to be for God. Though, then, the Lord employs the ungodly in executing his judgments, yet their guilt is not on this account lessened; they are still exposed to God’s judgment. And these two things well agree together, - that the devil and all the ungodly serve God, though not of their own accord, but whenever he draws them by his hidden power, and that they are still justly punished, even when they have served God; for though they perform his work, yet not because they are commanded to do so. They are therefore justly liable to punishment, according to what the Prophet teaches us here.” [= Allah juga berkata, bahwa pada akhir dari 70 tahun Ia akan ‘menghukum kejahatan dari raja Babel’, dan seluruh bangsanya. Karena itu kami mendapatkan bahwa Nebukadnezar tidak disebut pelayan / hamba Allah karena ia layak dalam hal apapun untuk pelayananNya, tetapi karena Allah membimbing dia pada saat ia sendiri tidak menyadarinya, atau tidak berpikir tentang hal apapun seperti itu, untuk melakukan suatu pelayanan yang baik ia ataupun para bawahannya tidak mengertinya sebagai sesuatu untuk Allah. Karena itu, sekalipun Tuhan menggunakan orang-orang jahat dalam pelaksanaan penghakimanNya, tetapi kesalahan mereka bukannya berkurang karena hal ini; mereka tetap terbuka bagi penghakiman Allah. Dan dua hal ini sesuai dengan baik, - bahwa setan dan semua orang jahat melayani Allah, sekalipun bukan dari persetujuan mereka, tetapi kapanpun Ia menarik mereka oleh kuasaNya yang tersembunyi, dan bahwa mereka tetap secara adil / benar dihukum, bahkan pada waktu mereka telah melayani Allah; karena sekalipun mereka melakukan pekerjaanNya, tetapi bukan karena mereka diperintahkan untuk melakukan demikian. Karena itu mereka secara adil / benar terbuka terhadap penghukuman, sesuai dengan apa yang sang Nabi ajarkan kepada kita di sini.].

25)Yeremia 43:1-13 - “(1) Ketika Yeremia selesai mengatakan kepada seluruh rakyat segala firman TUHAN, Allah mereka, yang disuruh TUHAN, Allah mereka, disampaikannya kepada mereka, yaitu segala firman yang tersebut di atas, (2) maka berkatalah Azarya bin Hosaya dan Yohanan bin Kareah serta semua orang congkak itu kepada Yeremia: ‘Engkau berkata bohong! TUHAN, Allah kita, tidak mengutus engkau untuk berkata: Janganlah pergi ke Mesir untuk tinggal sebagai orang asing di sana, (3) tetapi Barukh bin Neria menghasut engkau terhadap kami dengan maksud untuk menyerahkan kami ke dalam tangan orang-orang Kasdim, supaya mereka membunuh kami dan mengangkut kami ke dalam pembuangan ke Babel.’ (4) Demikianlah Yohanan bin Kareah dan semua perwira tentara serta seluruh rakyat tidak mau mendengarkan suara TUHAN untuk tinggal di tanah Yehuda. (5) Lalu Yohanan bin Kareah dan semua perwira tentara itu mengumpulkan seluruh sisa Yehuda, yakni semua orang yang telah kembali dari antara segala bangsa, ke mana mereka telah berserak-serak, untuk menetap di tanah Yehuda, (6) laki-laki, perempuan, anak-anak, puteri-puteri raja dan setiap orang yang telah dibiarkan Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal, pada Gedalya bin Ahikam bin Safan; juga nabi Yeremia dan Barukh bin Neria. (7) Lalu mereka pergi ke tanah Mesir, sebab mereka tidak mau mendengarkan suara TUHAN. Maka sampailah mereka di Tahpanhes. (8) Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Yeremia di Tahpanhes, bunyinya: (9) ‘Ambillah di tanganmu batu-batu besar dan sembunyikanlah itu di tanah liat dekat pintu masuk istana Firaun di Tahpanhes di hadapan mata orang-orang Yehuda itu, (10) lalu katakanlah kepada mereka: Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku mengutus orang untuk menjemput Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu, supaya ia mendirikan takhtanya di atas batu-batu yang telah Kusuruh sembunyikan ini, dan membentangkan permadani kebesarannya di atasnya. (11) Dan apabila ia datang, ia akan memukul tanah Mesir: Yang ke maut, ke mautlah! Yang ke tawanan, ke tawananlah! Yang ke pedang, ke pedanglah! (12) Ia akan menyalakan api di kuil-kuil para allah Mesir dan akan membakar atau mengangkutnya sebagai tawanan. Dan ia akan membersihkan tanah Mesir dari kutu-kutu seperti seorang gembala membersihkan pakaiannya dari kutu-kutu, kemudian ia akan pergi dari sana tanpa gangguan. (13) Ia akan memecahkan tugu-tugu berhala Bet-Syemes yang ada di Mesir dan akan menghanguskan kuil para allah Mesir itu dengan api.’”.

Catatan: dalam Yer 42:1-6 orang-orang Yehuda meminta Yeremia meminta petunjuk dari Tuhan apa yang harus mereka lakukan, dan mereka berjanji akan mentaati perintah Tuhan, apapun itu adanya. Yeremia memberitahu petunjuk Tuhan bahwa mereka harus tetap di Yehuda, maka Tuhan akan melindungi mereka dari Babilonia (ay 10-12). Tetapi kalau mereka tetap pergi ke Mesir, mereka akan dihancurkan (ay 13-18). Lalu dalam Yer 43:1-dst terlihat bahwa mereka tidak mempercayai firman Tuhan yang diberikan melalui nabi Yeremia, dan mereka tetap pergi ke Mesir, dan mereka membawa Yeremia beserta mereka ke Mesir.

Dan selanjutnya dalam Yer 43 ditunjukkan bahwa Tuhan berfirman kalau Babilonia akan menghancurkan Mesir, dan itu tak bisa dihentikan, karena itu merupakan pekerjaan Tuhan.

Calvin (tentang Yeremia 43:8-10): “This passage shews that the Prophet was by force drawn away with others, so that he became an exile in Egypt contrary to his own wishes; for he did not go there of his own accord, inasmuch as we have seen how strictly he forbade them all to go down to Egypt. He was, however, compelled to go there, as though he had been bound with chains. He did not then go there designedly, nor did he through despair follow those miserable men; for he would have preferred to die a hundred times through famine and want in the land of Judah rather than to have sought in this way the lengthening of his life. It then appears that he was driven there as it were by enemies. But asNOTHING HAPPENS EXCEPT THROUGH GOD’S PURPOSE, so from this prophecy it appears that GOD ORDERED THE GOING DOWN OF HIS SERVANT, and that he was not so subjected to the will of the wicked, but that HE WAS ALWAYS GUIDED BY THE HIDDEN INFLUENCE OF GOD; FOR IT WAS GOD’S WILL TO HAVE HIS HERALD EVEN IN THE MIDST OF EGYPT, that he might declare to the Jews what was to be.” [= Text ini menunjukkan bahwa sang Nabi diseret dengan paksa bersama orang-orang lain, sehingga ia menjadi seorang buangan di Mesir bertentangan dengan keinginannya sendiri; karena ia tidak pergi ke sana oleh persetujuannya sendiri, melihat bahwa, seperti telah kita lihat, betapa secara ketat ia melarang mereka semua untuk pergi ke Mesir. Tetapi ia dipaksa untuk pergi ke sana, seakan-akan ia telah dibelenggu dengan rantai. Jadi ia tidak pergi ke sana dengan perencanaan, ataupun melalui keputus-asaan ia mengikuti orang-orang yang menderita itu; karena ia lebih memilih untuk mati seratus kali melalui kelaparan dan kekurangan di tanah Yehuda dari pada mencari dengan cara ini perpanjangan kehidupannya. Maka terlihat bahwa ia seakan-akan didorong ke sana oleh musuh-musuh. Tetapi karena TAK ADA APAPUN YANG TERJADI KECUALI MELALUI RENCANA ALLAH, maka dari nubuat ini terlihat bahwa ALLAH MEMERINTAHKAN KEPERGIAN PELAYANNYA, dan bahwa ia tidaklah begitu ditundukkan pada kemauan dari orang-orang jahat, TETAPI BAHWA IA SELALU DIBIMBING OLEH PENGARUH RAHASIA DARI ALLAH; KARENA MERUPAKAN KEHENDAK ALLAH UNTUK MEMPUNYAI UTUSAN / PEMBERITANYA BAHKAN DI TENGAH-TENGAH MESIR, sehingga ia bisa menyatakan kepada orang-orang Yahudi apa yang akan terjadi.].

Calvin (tentang Yeremia 43:10): “God says that he would send to bring Nebuchadnezzar, the king of Babylon. This mission must not be understood otherwise than that of the secret providence of God; for he had no attendants by whom he might send for Nebuchadnezzar, but he called him, as it were, by his nod only. Moreover, this mode of speaking is borrowed, taken from men, who, when they wish anything to be done, intimate what their object is; and then, when they give orders, they issue their commands. This is what earthly kings do, because they can by a nod only accomplish whatever comes to their minds. But God, who needs no external aids, is said to send when he executes his own purpose, and that by his incomprehensible power. And further, God intimates that when Nebuchadnezzar came, it would by no means be by chance, but to take vengeance on the perverse Jews, who hoped for a safe retirement in Egypt, when yet God promised them a quiet habitation in the land of Judah, had they remained there. Then God declares that he would be the leader of that march when Nebuchadnezzar came into Egypt, as though he had said that the war would be carried on under his banner. Nebuchadnezzar did not from design render obedience to God; for ambition and pride led him to Egypt when he came, and for this reason, because the Egyptians had so often provoked him, so that without dishonor to himself he could no longer defer vengeance. It was, then, for this reason he came, if we look to his object. But God declares that he overruled the king as well as all the Babylonians, so that he would arm them when he pleased, and bring them into Egypt, and by their means carry on war with the Egyptians. For the same reason he calls him his servant; ... he is called God’s servant, because he executed what God himself had decreed: ... in this place, as in many other places, the Scripture calls those God’s servants whom he employs to effect his purpose, even when they themselves have no such design.” [= Allah mengatakan bahwa Ia akan mengutus orang untuk menjemput Nebukadnezar, raja Babel. Missi ini tak boleh dimengerti selain dari pada tentang Providensia rahasia Allah; karena Ia tidak mempunyai pelayan-pelayan oleh siapa Ia bisa mengutus Nebukadnezar, tetapi Ia memanggil dia, seakan-akan hanya dengan anggukanNya saja. Selanjutnya / lebih lagi, cara berbicara seperti ini dipinjam, diambil, dari manusia, yang pada waktu mereka menginginkan apapun untuk dilakukan, mengisyaratkan apa tujuan mereka; dan lalu, pada waktu mereka memberikan perintah, mereka mengeluarkan perintah-perintah mereka. Ini adalah apa yang raja-raja duniawi lakukan, karena mereka bisa dengan suatu anggukan saja mencapai apapun yang datang pada pikiran mereka. Tetapi Allah, yang tidak membutuhkan bantuan dari luar, dikatakan mengutus pada waktu Ia melaksanakan rencanaNya sendiri, dan itu oleh kuasaNya yang tak bisa dimengerti. Dan selanjutnya, Allah menunjukkan secara tak langsung bahwa apabila Nebukadnezar datang, itu sama sekali bukanlah oleh kebetulan, tetapi untuk membawa pembalasan pada orang-orang Yahudi yang jahat / bejat, yang mengharapkan suatu penyingkiran / pelarian yang aman di Mesir, pada waktu Allah menjanjikan mereka suatu tempat tinggal yang tenang di tanah Yehuda, seandainya mereka tetap tinggal di sana. Maka Allah menyatakan bahwa Ia akan menjadi pemimpin dari barisan itu pada waktu Nebukadnezar datang ke Mesir, seakan-akan Ia berkata bahwa perang itu akan dilaksanakan di bawah panjiNya. Nebukadnezar memberikan ketaatan kepada Allah bukan dari rancangannya; karena ambisi dan kesombongan membimbing dia ke Mesir pada waktu ia datang, dan untuk alasan ini, karena orang-orang Mesir telah begitu sering memprovokasi dia, sehingga ia tidak bisa menunda lagi pembalasan tanpa mempermalukan dirinya sendiri. Jadi, adalah untuk alasan ini ia datang, jika kita melihat pada tujuannya. Tetapi Allah menyatakan bahwa Ia memerintah atas raja maupun semua orang-orang Babel, sehingga Ia mempersenjatai mereka pada waktu Ia berkenan, dan membawa mereka ke Mesir, dan dengan menggunakan mereka melaksanakan perang dengan orang-orang Mesir. Dengan alasan yang sama Ia menyebut dia pelayanNya; ... IA DISEBUT PELAYAN / HAMBA ALLAH, KARENA IA MELAKSANAKAN APA YANG ALLAH SENDIRI TELAH TETAPKAN. ... di tempat ini, seperti di banyak tempat-tempat lain, Kitab Suci menyebut mereka pelayan-pelayan / hamba-hamba Allah ORANG-ORANG YANG IA GUNAKAN UNTUK MENCAPAI RENCANANYA, bahkan pada saat mereka sendiri tidak mempunyai rancangan seperti itu.].

26)Yer 47:6-7 - “(6) Ah, pedang TUHAN, berapa lama lagi baru engkau berhenti? Masuklah kembali ke dalam sarungmu, jadilah tenang dan beristirahatlah! (7) Tetapi bagaimana ia dapat berhenti? Bukankah TUHAN memerintahkannya? Ke Askelon dan ke tepi pantai laut, ke sanalah Ia menyuruhnya!’”.

Siapapun yang disebut ‘pedang TUHAN’, akan melakukan pembantaian, dan itu tidak bisa dihentikan, karena itu ‘diperintahkan’ oleh Tuhan!!

Calvin (tentang Yeremia 47:6-7): “There is, in the meantime, no doubt but that he intimates that the slaughter of which he speaks would be, as it were, by God’s sword, or by a sword hired by him. Thus he shews that the Chaldeans would do the work of God in destroying the land of the Philistines. ‘How long,’ he says, ‘ere thou restest! Hide thyself in thy sheath, rest and be still.’ Here the Prophet assumes the character of another, as though he wished to soothe with blandishments the sword of God, and mitigate its fury. ‘O sword,’ he says, ‘spare them, leave off to rage against the Philistines.’ The Prophet, it is certain, had no such feeling; but, as we have said elsewhere, it was a common thing with the Prophets to assume different characters while endeavoring more fully to confirm their doctrine. It is the same, then, as though he represented here the Philistines; and the Prophets speak also often in the person of those on whom they denounce the vengeance of God. It is here as though he had said, "The Philistines will humbly ask pardon of God’s sword, but it will be without advantage or profit; for when they seek to mitigate the wrath of God, the answer will be, ‘How can it rest?’" Here the Prophet, as it were, reproves himself, ‘I act foolishly in wishing to repress the sword of God; for how canst thou rest?’ It could not be; and why? ‘because God hath commanded it against Ashkelon.’ He now changes the person, but without any injury to the sense. ‘God,’ then, ‘hath commanded it,’ therefore the whole world would intercede in vain; in vain also will the Philistines deprecate it; for it will not be in their power to mitigate God’s wrath, when it shall burn against them and against Ashkelon.” [= Sementara itu, tak diragukan bahwa ia mengisyaratkan bahwa pembantaian tentang mana ia berbicara akan datang, seakan-akan oleh pedang Allah, atau oleh suatu pedang yang disewa oleh Dia. Jadi ia menunjukkan bahwa orang-orang Kasdim akan melakukan pekerjaan Allah dalam menghancurkan tanah Filistin. ‘Berapa lama lagi’, katanya, ‘sebelum engkau beristirahat / berhenti! Masuklah kembali ke dalam sarungmu, beristirahatlah dan tenanglah’. Di sini sang Nabi mengambil karakter orang lain, seakan-akan ia ingin untuk menenangkan / mengurangi dengan bujukan, pedang Allah, dan mengurangi kemurkaannya. ‘Ah pedang’, ia berkata, ‘jangan bunuh mereka, berhentilah untuk marah terhadap orang-orang Filistin’. Adalah pasti bahwa sang Nabi tidak mempunyai perasaan seperti itu; tetapi, seperti telah kami katakan di tempat lain, merupakan hal yang umum bagi Nabi-nabi untuk mengambil karakter yang berbeda sementara berusaha secara lebih penuh untuk menegaskan ajaran mereka. Jadi, adalah sama seakan-akan ia di sini mewakili orang-orang Filistin; dan Nabi-nabi juga sering berbicara dalam diri dari mereka kepada siapa ia mengumumkan pembalasan Allah. Di sini seakan-akan ia telah berkata, "Orang-orang Filistin akan dengan merendahkan diri meminta ampun tentang pedang Allah, tetapi itu tidak akan ada manfaatnya; karena pada waktu mereka berusaha untuk meredakan murka Allah, jawabannya adalah, ‘Bagaimana itu bisa berhenti / beristirahat?’" Di sini sang Nabi seakan-akan mencela / marah kepada dirinya sendiri, ‘Aku bertindak secara bodoh dalam menginginkan untuk menghentikan pedang Allah; karena bagaimana engkau bisa berhenti?’ Itu tak bisa terjadi; dan mengapa? ‘karena Allah telah memerintahkannya terhadap Askelon’. Sekarang ia mengubah dirinya, tetapi tanpa melukai artinya. ‘Allah’, lalu, ‘telah memerintahkannya’, karena itu seluruh dunia akan menjadi juru syafaat dengan sia-sia; dengan sia-sia juga orang-orang Filistin berdoa untuk meringankannya; karena bukan dalam kuasa mereka untuk mengurangi murka Allah, pada waktu itu akan membakar terhadap mereka dan terhadap Askelon.].

Bdk. 1Yohanes 5:14 - “Dan inilah keberanian percaya kita kepadaNya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepadaNya menurut kehendakNya.”.

27)Yeremia 50:1-9 - “(1) Firman yang disampaikan TUHAN dengan perantaraan nabi Yeremia mengenai Babel, mengenai negeri orang-orang Kasdim: (2) ‘Beritahukanlah di antara bangsa-bangsa dan kabarkanlah, naikkanlah panji-panji dan kabarkanlah, janganlah sembunyikan, katakanlah: Babel telah direbut, dewa Bel menjadi malu, Merodakh telah terkejut! Berhala-berhalanya menjadi malu, dewa-dewanya yang keji telah terkejut! (3) Maka suatu bangsa maju menyerangnya dari utara, membuat negerinya menjadi tempat tandus; tidak ada lagi yang diam di dalamnya, baik manusia maupun binatang, semuanya lari lenyap. (4) Pada waktu itu dan pada masa itu, demikianlah firman TUHAN, orang Israel akan datang, bersama-sama dengan orang Yehuda; mereka akan berjalan sambil menangis dan mencari TUHAN, Allah mereka; (5) mereka menanyakan jalan ke Sion, ke sanalah mereka terarah: Marilah kita menggabungkan diri kepada TUHAN, bergabung dalam suatu perjanjian kekal yang tidak dapat dilupakan! (6) UmatKu tadinya seperti domba-domba yang hilang; mereka dibiarkan sesat oleh gembala-gembalanya, dibiarkan mengembara di gunung-gunung, mereka berjalan dari gunung ke bukit sehingga lupa akan tempat pembaringannya. (7) Siapapun yang menjumpai mereka, memakan habis mereka, dan lawan-lawan mereka berkata: Kami tidak bersalah! Karena mereka telah berdosa kepada TUHAN, tempat kebenaran, TUHAN, pengharapan nenek moyang mereka! (8) Larilah dari tengah-tengah Babel, dari negeri orang-orang Kasdim! Keluarlah! Jadilah seperti kambing-kambing jantan yang mengepalai kawanannya! (9) Sebab sesungguhnya, AKU MENGGERAKKAN DAN MEMBANGKITKAN terhadap Babel sekumpulan bangsa-bangsa yang besar dari utara; mereka akan mengatur barisan untuk melawannya, dari sanalah kota itu akan direbut. Panah-panah mereka adalah seperti pahlawan yang mujur (pejuang yang ahli), yang tidak pernah kembali dengan tangan hampa.”.

Catatan: untuk ay 2, Alkitab Indonesia menggunakan bentuk lampau / perfect, sama seperti NASB. Sedangkan KJV/RSV/ASV/NKJV menggunakan bentuk present, dan NIV menggunakan bentuk future / yang akan datang.

Secara hurufiah seharusnya memang bentuk lampau / perfect. Tetapi bagaimanapun ini merupakan suatu nubuat / ramalan.

Merupakan sesuatu yang umum dalam Alkitab bahwa suatu nubuat / ramalan dinyatakan dalam bentuk lampau / perfect, seakan-akan itu sudah terjadi, padahal sebetulnya akan terjadi. Ini untuk menekankan kepastian akan terjadinya hal tersebut.

Ay 3,9 menunjukkan bahwa Tuhan menggerakkan bangsa-bangsa besar dari Utara untuk menghancurkan Babel.

Calvin (tentang Yeremia 50:2): “He predicts the ruin of Babylon, not in simple words, for nothing seemed then more unreasonable than to announce the things which God at length proved by the effect. As Babylon was then the metropolis of the East, no one could have thought that it would ever be possessed by a foreign power. No one could have thought of the Persians, for they were far off. As to the Medes, who were nearer, they were, as we know, sunk in their own luxuries, and were deemed but half men. As then there was so much effeminacy in the Medes, and as the Persians were so far off and inclosed in their own mountains, Babylon peaceably enjoyed the empire of the whole eastern world. This, then, is the reason why the Prophet expresses at large what he might have set forth in a very few words.” [= Ia meramalkan kehancuran Babilonia, bukan dalam kata-kata yang sederhana, karena pada saat itu tak ada apapun yang terlihat lebih tidak masuk akal dari pada untuk mengumumkan hal-hal yang Allah pada akhirnya buktikan dari hasilnya. Karena Babilonia pada saat itu merupakan kota utama dari Timur, tak seorangpun bisa telah berpikir bahwa kota itu akan pernah dimiliki oleh suatu kuasa asing. Tak seorangpun bisa telah berpikir tentang orang-orang Persia, karena mereka itu sangat jauh. Berkenaan dengan orang-orang Madia, yang lebih dekat, mereka, seperti yang kami tahu, tenggelam dalam kemewahan mereka sendiri, dan dianggap hanya sebagai setengah laki-laki. Karena pada saaat itu ada begitu banyak keperempuan-perempuanan di Madia, dan karena orang-orang Persia begitu jauh di gunung-gunung mereka, Babilonia menikmati dengan damai kekaisaran dari seluruh dunia Timur. Jadi, ini adalah alasan mengapa sang Nabi menyatakan secara penuh apa yang ia bisa telah nyatakan dalam sedikit kata-kata.].

Catatan: Medes (Inggris) = Madia (Indonesia); Media (Inggris) = Media (Indonesia)

Calvin (tentang Yeremia 50:3): “After having then spoken of the power of Babylon and its idols, he now points out the way in which it was to be destroyed - a nation would come from the north, that is, with reference to Chaldea. And he means the Medes and Persians, as interpreters commonly think; and this is probable, because he afterwards adds that the Jews would then return. As then Jeremiah connects these two things together, the destruction of Babylon and the restoration of God’s Church, it is probable that he refers here to the Medes and Persians.” [= Jadi setelah berbicara tentang kuasa dari Babilonia dan berhala-berhalanya, sekarang ia menunjukkan cara dengan mana itu akan dihancurkan - suatu bangsa akan datang dari Utara, yaitu, berkenaan dengan Kasdim. Dan ia memaksudkan orang-orang Medes dan Persia, seperti penafsir-penafsir pada umumnya pikirkan; dan ini memungkinkan, karena ia belakangan menambahkan bahwa pada saat itu orang-orang Yahudi akan kembali. Jadi, pada waktu Yeremia menghubungkan kedua hal ini bersama-sama, kehancuran Babilonia dan pemulihan Gereja Allah, adalah mungkin bahwa ia di sini menunjuk kepada orang-orang Medes dan Persia.].

Calvin (tentang Yeremia 50:4): “The Prophet now explains more clearly the purpose of God, that in punishing so severely the Chaldeans, his object was to provide for the safety of his Church. For had Jeremiah spoken only of vengeance, the Jews might have still raised an objection and said, ‘It will not profit us at all, that God should be a severe judge towards our enemies, if we are to remain under their tyranny.’ Then the Prophet shews that the destruction of Babylon would be connected with the deliverance of the chosen people; and thus he points out, as it were by the finger, the reason why Babylon was to be destroyed, even for the sake of the chosen people, so that the miserable exiles may take courage, and not doubt but that God would at length be propitious, as Jeremiah had testified to them, having, as we have seen, prefixed the term of seventy years.”[= Sekarang sang Nabi menjelaskan dengan lebih jelas rencana Allah, bahwa dalam menghukum dengan begitu keras orang-orang Kasdim, tujuanNya adalah untuk menyediakan keamanan dari GerejaNya. Karena seandainya Yeremia hanya berbicara tentang pembalasan, orang-orang Yahudi bisa tetap mengajukan suatu keberatan dan berkata, ‘Tak akan ada manfaatnya sama sekali bagi kami, bahwa Allah menjadi seorang Hakim yang sangat keras terhadap musuh-musuh kami, jika kami tetap berada di bawah tirani mereka’. Jadi, sang Nabi menunjukkan bahwa penghancuran Babilonia akan berhubungan dengan pembebasan dari bangsa / umat pilihan; dan demikianlah ia menunjukkan, seakan-akan dengan jari, alasan mengapa Babilonia akan dihancurkan, yaitu demi kepentingan dari bangsa / umat pilihan, sehingga orang-orang buangan yang keadaannya buruk bisa mengumpulkan kekuatan / semangat, dan tak diragukan bahwa Allah akhirnya akan bermurah hati, seperti Yeremia telah bersaksi kepada mereka, setelah, seperti yang kami telah lihat, memberikan lebih dulu waktu 70 tahun yang telah ditetapkan.].

Calvin (tentang Yeremia 50:4): “‘In those days,’ he says, ‘and at that time’ - he adds the appointed time, that the Jews might not doubt but that the Chaldeans would be subdued, because God had appointed them to destruction.” [= ‘Pada hari-hari itu’, katanya, ‘dan pada waktu itu’ - ia menambahkan waktu yang ditetapkan, sehingga orang-orang Yahudi tidak ragu-ragu bahwa orang-orang Kasdim akan ditundukkan, karena Allah telah menetapkan mereka pada kehancuran.].

Calvin (tentang Yer 50:9): “Here, again, God declares that enemies would come and overthrow the monarchy of Babylon; but what has been before referred to is here more clearly expressed. For he says, first, that he would be the leader of that war - that the Persians and Medes would fight under his authority.” [= Di sini lagi-lagi Allah menyatakan bahwa musuh-musuh akan datang dan menjatuhkan pemerintahan / kerajaan Babilonia; tetapi apa yang sebelumnya telah ditunjukkan di sini dinyatakan dengan lebih jelas lagi. Karena ia mengatakan, pertama, bahwa Ia akan menjadi pemimpin dari peperangan itu - bahwa orang-orang Persia dan Madia akan berperang di bawah otoritasNya.].

28)Rat 2:6b - “Di Sion TUHAN menjadikan orang lupa akan perayaan dan sabat,”.

Merayakan hari raya dan hari Sabat adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan, sehingga melupakan / melalaikan hal itu jelas merupakan suatu dosa. Tetapi ayat ini mengatakan bahwa Tuhanlah yang membuat hal itu!

Calvin menafsirkan secara aneh, seakan-akan Allah yang melupakan hari raya dan Sabat itu. Tafsirannya saya berikan di bawah, dan saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.

Calvin (tentang Ratapan 2:6): “He afterwards says, that God had ‘forgotten the assembly,’ the sacrifice, or the tabernacle; for it is the same word again, but it seems not to be taken in the same sense. Then I think that מועד, MUOD, is to be taken here for the assembly. As he had previously said, that the place where the holy assemblies met had been overthrown or destroyed, so now he says, that God had no care for all those assemblies, as though they had been buried in perpetual oblivion; for he mentions also the Sabbath, which corresponds with the subject. God, then, had forgotten all the assemblies as well as the Sabbath. There is, again, as to this last word, a part stated for the whole, for this word was no doubt intended to include all the festivals. The meaning of the passage then is, that the impiety of the people had been so great, that God, having, as it were, forgotten his covenant, had inflicted such a dreadful punishment, that religion, for a time, was in a manner trodden under foot.” [= ... Maka, Allah telah melupakan semua pertemuan-pertemuan maupun Sabat. ... kata ini tak diragukan dimaksudkan untuk mencakup semua perayaan hari-hari raya.].

Calvin (tentang Ratapan 2:6): “The meaning of the passage then is, that the impiety of the people had been so great, that God, having, as it were, forgotten his covenant, had inflicted such a dreadful punishment, that religion, for a time, was in a manner trodden under foot.” [= Jadi, arti dari text itu adalah, bahwa kejahatan dari bangsa itu adalah begitu besar, sehingga Allah, seakan-akan telah melupakan perjanjianNya, telah memberikan suatu hukuman yang menakutkan, sehingga agama, untuk suatu waktu, dengan cara tertentu dinjak-injak.].

Matthew Henry: “4. The solemn feasts and the sabbaths had been carefully remembered, and the people constantly put in mind of them; but now the Lord has caused those to be forgotten, not only in the country, among those that lived at a distance, but even in Zion itself; for there were none left to remember them, nor were there the places left where they used to be observed. Now that Zion was in ruins no difference was made between sabbath time and other times; every day was a day of mourning, so that all the solemn feasts were forgotten. Note, It is just with God to deprive those of the benefit and comfort of sabbaths and solemn feasts who have not duly valued them, nor conscientiously observed them, but have profaned them, which was one of the sins that the Jews were often charged with.” [= 4. Hari-hari raya yang khidmat dan sabat-sabat telah diingat dengan teliti, dan bangsa itu terus menerus mengingat mereka; tetapi sekarang Tuhan telah menyebabkan hal-hal itu untuk dilupakan, bukan hanya di negara, di antara mereka yang hidup di tempat yang jauh, tetapi bahkan di Sion sendiri; karena tak ada siapapun yang tertinggal untuk mengingat hal-hal itu, juga di sana tak ada tempat yang tertinggal dimana hal-hal itu biasanya diperingati. Sekarang bahwa Sion telah menjadi puing-puing tak ada perbedaan yang dibuat antara waktu sabat dan waktu-waktu yang lain; setiap hari adalah hari perkabungan, sehingga semua hari-hari raya yang khidmat dilupakan. Perhatikan, Merupakan sesuatu yang adil dengan Allah untuk mencabut manfaat dan penghiburan dari sabat-sabat dan hari-hari raya yang khidmat dari mereka yang tidak menilai / menghargai mereka dengan cara yang tepat, atau tidak memperingati hal-hal itu dengan rajin / sesuai peraturan, tetapi telah tidak menghormati hal-hal itu, yang merupakan salah satu dari dosa-dosa yang sering dituduhkan kepada orang-orang Yahudi.].


Bersambung

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post