MENGAPA ORANG KRISTEN MEMPERCAYAI PENEBUSAN DOSA?

Pdt. Esra Alfred Soru, MPdK.
MENGAPA ORANG KRISTEN MEMPERCAYAI PENEBUSAN DOSA?
PERTANYAAN : Pak Esra, mohon penjelasannya, mengapa orang Kristen mempercayai konsep penebusan dosa? Mengapa Kristen tidak seperti agama lain yang mempunyai kepercayaan yang sederhana bahwa manusia yang berbuat dosa dan karenanya manusia yang harus menanggung akibat dosanya? Untuk apa diperlukan penebusan dosa yang berujung pada disalibkannya Yesus? 

ESRA SORU MENJAWAB :

Salah satu keunikan Kristen adalah adanya konsep penebusan dosa di mana manusia berdosa seharusnya dihukum oleh Allah tetapi Yesus Kristuslah yang mengorbankan diri-Nya untuk mati dan menggantikan manusia dan dengan demikian menebus dosa-dosa manusia. Coba bandingkan dengan kutipan berikut :

Subhadra Bhiksu: A Buddhist Catechism: Tidak seorangpun bisa ditebus oleh orang lain. Tidak ada Allah dan tidak ada orang suci yang bisa membentengi seorang manusia dari konsekuensi dari tindakan jahat. Setiap orang dari kita harus menjadi penebusnya sendiri. (‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal. 590).

Jelas bahwa agama Budha (dan juga semua agama) memang percaya bahwa manusia sendirilah yang harus menanggung semua akibat dosanya. Lalu mengapa kekristenan percaya pada konsep penebusan dosa?

Begini, para teolog Kristen percaya bahwa di hadapan fakta dosa manusia, terjadilah ketegangan antara 2 sifat Allah yakni kasih dan keadilan. Allah adalah Allah yang adil yang menuntut adanya penghukuman bagi setiap dosa sekecil apa pun.

Ayub 10:14 - kalau aku berbuat dosa, maka Engkau akan mengawasi aku, dan Engkau tidak akan membebaskan aku dari pada kesalahanku.

Nahum 1:3 - TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah debu kaki-Nya.

Tetapi Allah juga adalah Allah yang penuh kasih. Dia pengasih dan penyayang, sabar dan berlimpah kasih setia.

Mazmur 103:8-9 – (8) TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. (9) Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. (10) Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita

Ini penting untuk ditekankan karena ada banyak orang baik Kristen maupun non Kristen berpikir mengapa Allah tidak mengampuni dosa manusia begitu saja? Mengapa harus ada penghukuman lagi? Mengapa harus ada penebusan dosa segala? Perhatikan kutipan berikut ini :

Ajith Fernando – Jika Allah langsung mengumumkan pengampunan, maka pengampunan itu dijadikan murahan. Dosa kita terlalu serius untuk ditanggapi seperti itu. Kita terlalu signifikan sehingga kesalahan kita tidak bisa diperlakukan dengan begitu acuh tak acuh. (Supremasi Kristus, hal. 155).

Jadi kalau ada manusia berdosa, kasih Allah menuntut untuk mengampuninya tetapi keadilan Allah menuntut untuk menghukum-nya dan tidak membebaskannya.

Bilangan 14:18 - TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.

Perhatikan ayat ini baik-baik. Dalam ayat ini 2 sifat Allah ditampilkan bersama-sama. Kata-kata : “berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran” menunjukkan kasih Allah sedangkan kata-kata : “sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman” menunjukkan keadilan Allah.

Karena itulah dikatakan terjadilah ketegangan dalam diri Allah, terjadi tarik menarik antara 2 sifat Allah ini. Di satu sisi Ia harus mengampuni orang berdosa itu karena kasih-Nya tapi di sisi lain Ia harus menghukum orang berdosa itu karena keadilan-Nya. Jika ada orang berdosa di hadapan-Nya dan Ia lalu mengampuninya begitu saja, lalu di mana keadilan-Nya? Tapi kalau Ia lalu menghukumnya dengan segera, lalu di mana kasih-Nya? Bagaimana Ia harus tetap mengampuni orang berdosa itu sambil tetap menghukumnya? Bagaimana Ia harus menghukum dosa itu tapi sekaligus mengampuninya? Ketegangan semacam ini hanya mendapatkan solusinya dengan adanya ide tentang substitusi / penggantian dari orang berdosa itu. Jadi misalkan si A berdosa maka dibutuhkan orang lain yang berdiri di sana untuk menggantikan si A menerima hukuman atas dosa itu sehingga keadilan Allah terpuaskan. Dan kalau itu yang terjadi maka secara otomatis si A tidak lagi menerima hukuman atas dosanya. Ia bebas, ia diampuni dan dengan demikian kasih Allah nyata atas diri A.

Tapi bukankah dengan mengalihkan hukuman yang seharusnya diterima si A kepada orang lain maka Allah menjadi Allah yang tidak adil karena menghukum orang yang tidak bersalah? Jelas saja itu sebuah ketidakadilan kalau pihak yang dihukum itu benar-benar orang lain. Tapi bagaimana kalau pihak yang dihukum itu adalah yang menjatuhkan hukuman itu sendiri? Untuk menggambarkan ini, saya kutipkan sebuah cerita yang diangkat seorang teman di Facebook. Soal benar atau tidak, tidak jadi soal tapi kisah itu sendiri dapat menggambarkan apa yang saya maksudkan. Berikut ini kisahnya :
“Di ruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,.... namun manajer PT A*K (B grup ) tetap pada tuntutannya, agar menjadi contoh bagi warga lainnya. Hakim Marzuki menghela nafas, dia memutus di luar tuntutan jaksa PU, 'maafkan saya', katanya sambil memandang nenek itu, 'saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda 1 juta rupiah dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU'. Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang 1 juta rupiah ke topi toganya serta berkata kepada hadirin. "Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar 50 ribu rupiah, sebab menetap di kota ini, yang membiarkan seseorg kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya, saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa." Sampai palu diketuk dan hakim Marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itu pun pergi dengan mengantongi uang 3,5 juta rupiah, termasuk uang 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT AK* yang tersipu malu karena telah menuntutnya”.

Tentu saja tidak semua cerita ini sesuai dengan konsep yang saya jelaskan tetapi apa yang dilakukan hakim Marzuki jelas menyeimbangkan keadilan dan kasih. Karena rasa keadilan, ia harus tetap menjatuhkan hukuman kepada si nenek itu dengan denda 1 juta. Tapi karena rasa kasih ia sendiri membayar yang 1 juta itu. Ini akan menjadi tidak adil apabila hakim Marzuki meminta orang lain yang tidak bersalah dalam pencurian itu untuk membayar denda karena pencurian itu. (Kalau hakim Marzuki mendenda hadirin yang ada, itu dengan tuduhan yang berbeda, bukan dengan tuduhan mencuri melainkan membiarkan ada orang miskin di kota mereka tanpa ditolong). Tapi itu bukanlah ketidakadilan jika ia atas kehendaknya sendiri menanggung hukuman yang ia jatuhkan sendiri kepada si nenek yang bersalah.

Nah, demikian juga jika Allah menghukum pihak lain karena dosa manusia, maka Ia berlaku tidak adil. Tapi bukanlah ketidakadilan apabila Ia atas kerelaan-Nya sendiri bersedia menanggung hukuman yang Ia sendiri jatuhkan untuk orang berdosa. Ia yang menghukum dan Ia sendiri yang menerima / menanggung hukuman itu. Itu adalah tindakan kasih bukan ketidakadilan.

Ajith Fernando – Tetapi di sini Hakimnyalah yang dihukum. Guillebaud berkata : Pengganti yang mati di Kalvari menyatakan diri-Nya sebagai Hakim seluruh dunia (Matius 12:41-42; 25:31-46). (Supremasi Kristus, hal. 152).

Dengan menjatuhkan hukuman atas dosa manusia maka keadilan Allah terpuaskan. Dan dengan terbebasnya manusia dari hukuman-Nya maka kasih-Nya terpuaskan.

Ajith Fernando - Dia memberlakukan hukum kasih. Dia meng-izinkan hukum itu menyelamatkan kita. Tetapi Dia melakukannya tanpa melanggar hukum keadilan atau membatalkan tuntutan-Nya. Apa yang Dia lakukan dalam kasih adalah untuk memuaskan tuntutan tersebut. Tuntutan keadilan tidaklah diabaikan atau dibatalkan. Tuntutan tersebut dipenuhi. Satu-satunya jalan Allah bisa melakukan hal tersebut adalah melalui hukuman yang ditanggung Anak-Nya yang tanpa dosa bagi kita. (Supremasi Kristus, hal. 137).

Ya, begitulah konsepnya. Tetapi di balik konsep semacam itu harus ada seorang pengganti bukan? Pengganti yang menerima semua hukuman yang dijatuhkan Allah atas dosa manusia. Pengganti itulah yang menyebabkan manusia selamat dari hukuman Allah dan karenanya penggantinya disebut sebagai juruselamat. Dan supaya Allah tidak bertindak tidak adil maka pengganti-Nya adalah diri-Nya sendiri seperti yang sudah saya ilustrasikan di atas. Tapi bagaimana Allah di surga dapat menerima hukuman yang Ia jatuhkan sendiri sedangkan hukumannya hanya cocok diterima manusia yakni mati sesuai Kejadian 2:17 dan Roma 3:23? (Allah tidak bisa mati). Caranya adalah Allah berinkarnasi / menjelma menjadi manusia. Dan itulah yang sudah Ia lakukan dengan datang ke dalam dunia ini, menjadi manusia Yesus Kristus. Yesus Kristus inilah yang nantinya menerima / menanggung semua hukuman atas dosa manusia di atas kayu salib. Dialah pengganti kita.

Yesaya 53:4-6 - (4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.

Ya, hukuman kita ditanggung oleh Yesus Kristus yang adalah Allah sendiri. Dosa kita dibayar oleh Dia yang telah menuntut pembayaran itu. Karena itu dengan tepat Yesus disebut sebagai Juruselamat dan penebus dosa manusia.

Inilah konsep penebusan dosa. Konsep ini begitu agung dan dalam karena ini keluar dari hikmat Allah yang sangat tinggi / besar. Itulah sebabnya William H. Doan menulis lagu tentang ini dalam

NKB 03 :

Terpujilah Allah, hikmat-Nya besar, Begitu kasih-Nya ‘tuk dunia cemar, Sehingga dib’rilah Putra-Nya Kudus Mengangkat manusia serta menebus.

Refrein:

Pujilah, pujilah! Buatlah dunia bergemar, Bergemar mendengar suara-Nya. Dapatkanlah Allah demi Putra-Nya, B’ri puji pada-Nya sebab hikmat-Nya.

Luar biasa hikmat Allah! Agama lain tidak punya konsep demikian. Mereka tidak mau menerima adanya seorang juruselamat / penebus dosa yang disediakan oleh Allah dan itu berarti mereka sendirilah yang harus menerima hukuman Allah itu dengan terlempar ke neraka.

Ada seorang Islam yang menulis di Facebook dan menuduh Kristen dan konsep penebusan dosanya sebagai sikap tidak bertanggung jawab. Mengapa manusia yang berdosa tapi hukumannya ditanggung oleh orang lain? Itu suatu sikap yang tidak bertanggung jawab katanya. Dia berkata : “Saya yang berdosa, sayalah yang harus bertanggung jawab. Jadi kalau saya harus masuk neraka, saya akan terima itu dengan lapang dada tanpa mengeluh dan protes karena saya memang harus bertanggung jawab atas dosa-dosa saya. Itu sikap yang dewasa yang lebih terhormat daripada merengek-rengek minta ditebus dosanya oleh Yesus”.


Menurut saya orang ini bukannya orang yang mau bertanggung jawab tapi orang yang bodoh yang sombong. Dia berbicara demikian karena tidak menyadari betapa mengerikannya neraka / hukuman Allah yang dilandasi dengan murka-Nya. Bayangkan, Yesus sendiri begitu ketakutan di Getsemani karena melihat akan datangnya tsunami murka Allah yang menimpa diri-Nya beberapa jam lagi. Jika Yesus saja gentar karena murka itu, mustahil ada orang bisa menerima murka itu dengan lapang dada. Apalagi hukuman di neraka itu bersifat maksimal dalam kualitas dan kuantitasnya. Maksudnya adalah rasa sakitnya sangat hebat dan sangat lama (tidak ada akhir / kekal). Jikalau saudara harus memilih, mana yang saudara pilih antara sakitnya sedikit tetapi berlangsung lama atau sakitnya hebat / sangat tapi berlangsung cepat? Saudara bisa memilih salah satunya tetapi saya merasa tidak ada orang gila yang mau sakitnya sangat / hebat tetapi berlangsung lama bukan? Tapi justru begitulah neraka. Di neraka orang mengalami penderitaan yang luar biasa hebatnya (ada orang yang bilang bahwa rasa sakit yang paling kecil di neraka masih lebih sakit daripada rasa sakit yang paling besar di dunia) dan itu berlangsung sangat lama, bukan 10 atau 20 tahun, bukan seribu atau dua ribu tahun, bukan satu juta atau dua juta tahun tapi selama-lamanya, tanpa akhir.

Kalau ada khotbah yang pernah menggemparkan dan menimbulkan rasa ngeri yang hebat terhadap neraka, itu adalah khotbahnya Jonathan Edwards yang berjudul “Sinners in the Hands of an Angry God” (Orang berdosa di tangan Allah yang Maha murka). Dikatakan bahwa setelah Edward menyelesaikan khotbahnya, ia tidak mendapati seorang jemaat pun yang masih ada di tempat duduknya. Mereka semua telah jatuh tersungkur ke lantai, menangis ketakutan terhadap neraka, bahkan ada yang sampai memegang erat-erat tiang-tiang gereja karena merasa akan segera terlempar ke neraka. Memangnya apa yang dikatakan Edwards dalam khotbahnya? Simak kata-katanya :

Jonathan Edwards : Ini adalah murka yang kekal. Adalah sesuatu yang menakutkan / mengerikan untuk menderita kehebatan dan murka Allah yang Mahakuasa ini untuk satu saat saja; tetapi kamu harus menderitanya sampai kekal. Kamu akan benar-benar putus asa untuk bisa mendapatkan pembebasan, akhir, pengurangan / peringanan hukuman, istirahat. Kamu pasti akan tahu bahwa kamu akan menjalani zaman-zaman yang panjang, berjuta-juta zaman, dalam pergumulan dan pertentangan dengan pembalasan hebat tanpa belas kasihan ini; dan bila kamu telah menjalaninya, bila begitu banyak zaman telah kamu lalui dengan cara ini, maka kamu akan tahu bahwa semua itu hanyalah satu titik dibandingkan dengan waktu yang tersisa. Dengan demikian hukumanmu itu betul-betul tidak terbatas. (‘Sinners in the Hands of an Angry God’)


Maksud Edward adalah, jutaan tahun yang sudah kita lewati di neraka sekalipun, ternyata itu hanyalah semacam satu titik kecil. Masih ada satu garis panjang tanpa ujung yang harus dijalani si pendosa di neraka. Lalu berapa lama lagi harus menderita di neraka? Selama-lamanya! Tidakkah ini mengerikan? Jadi bagi saya adalah kebodohan jika orang berpikir akan menerima hukuman neraka dengan lapang dada. Ia pasti akan meraung-raung minta belas kasihan dari Yesus tapi tak akan ada belas kasihan baginya.

Saya bersyukur bahwa saya adalah orang berdosa, dan sayalah yang seharusnya menanggung hukuman dosa saya dengan terbuang ke neraka selama-lamanya, tapi saya mempunyai seorang penebus dosa yang telah menanggung seluruh hukuman itu bagi saya. Sekarang hanya dengan beriman kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat, saya pasti akan diselamatkan. Ya, PASTI, bukan SEMOGA, bukan MUDAH-MUDAHAN, bukan MUNGKIN, bukan KEMUNGKINAN BESAR. Lalu BAGAIMANA DENGAN SAUDARA?. MENGAPA ORANG KRISTEN MEMPERCAYAI PENEBUSAN DOSA?.
Next Post Previous Post