3 MAKALAH MENJAWAB KEBERATAN KAUM ANTI NATAL
Pdt.Esra Alfred Soru, M.A.
MENJAWAB KEBERATAN KAUM “ANTI NATAL” (Part 1)
Alkitab Menentang Perayaan Ulang Tahun ?
Sebentar lagi kita akan merayakan Natal. Ya, Natal memang selalu menarik perhatian kita, membahagiakan kita dan yang paling penting adalah bahwa Natal mengingatkan kepada kita salah satu peristiwa yang paling agung dalam sejarah umat manusia. Allah menjelma menjadi manusia, Allah menyamar menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia.
Karenanya Natal perlu disambut dan dirayakan dan memang setiap tahun Natal disambut dan dirayakan oleh hampir seluruh umat Kristen di seluruh dunia dengan penuh sukacita. Namun demikian sepanjang sejarah ada juga orang-orang atau kelompok tertentu yang menolak merayakan Natal. Di antaranya adalah grup sesat Saksi Yehovah yang bukan saja beranggapan bahwa Natal itu kafir (The Watchtower, 15 Dec 1999, p.8) tetapi juga berasal dari setan. Natal adalah cara Iblis menyesatkan manusia (The Watchtower, December 15, 1983, p. 7).
Heran memang bahwa kelompok Saksi Yehovah melarang perayaan Natal dan berpandangan seperti di atas padahal dulunya mereka merayakan Natal juga (The Watchtower Reprints, December 15, 1903, p. 3290 band. Edisi December 1, 1904, p. 3468) bahkan mereka menawarkan publikasi mereka sebagai hadiah Natal (The Watchtower Reprints, November 15, 1907, p. 4094). Kalau memang Natal itu dari setan, permisi tanya, apakah anggota Saksi Yehovah yang dahulu merayakan Natal semuanya masuk neraka? Ah, memang grup sesat yang satu ini ada-ada saja.
Namun demikian, beberapa tahun terakhir ini mulai muncul banyak golongan, aliran, gereja, pendeta dan kelompok Kristen yang mulai meniru grup Saksi Yehuwa ini dengan menolak merayakan Natal bahkan alasan-alasan yang mereka kemukakan persis sama dengan alasan-alasan dari Saksi Yehovah.
Apa saja alasan mereka? Ada banyak, tapi saya hanya akan membahas beberapa di antaranya dalam rangkaian tulisan saya beberapa hari ini dan pada bagian pertama tulisan ini kita akan menyimak alasan pertama mereka yakni bahwa Alkitab menentang perayaan ulang tahun. Kita akan lihat nanti apakah alasan-alasan mereka itu masuk akal dan Alkitabiah? Kita juga akan lihat apakah semua kita yang merayakan Natal setiap tahunnya telah tersesat dan menjadi calon penghuni neraka?
Perayaan ulang tahun adalah tradisi kafir
Bagi kaum anti Natal, orang Kristen sebenarnya dilarang merayakan hari ulang tahun. Mengapa? Karena menurut mereka perayaan hari ulang tahun sebenarnya berasal dari kegiatan/tradisi kafir. Perhatikan apa yang dikatakan para Saksi Yehovah : “Tidak ada indikasi sama sekali dalam Alkitab bahwa para penyembah Yehovah yang beriman pernah terlibat dalam praktek kafir dengan merayakan hari ulang tahun (Aid to Bible Understanding, 1969 ed., p 237).
Mereka juga menulis : “Menurut The World Book Encyclopedia, 'orang Kristen mula-mula tidak merayakan kelahiran [Yesus] karena mereka percaya bahwa merayakan ulang tahun seseorang adalah tanda kekafiran" (The Watchtower, April 15, 1995, p. 30). Dalam website mereka (www.watchtower.org) dikatakan bahwa : “Orang Kristen masa awal tidak merayakan hari ulang tahun. Kebiasaan merayakan hari ulang tahun berasal dari agama-agama palsu zaman purba.
Orang Kristen sejati memberi hadiah dan bersukaria bersama pada waktu-waktu lain sepanjang tahun”. Lalu apa hubungannya ini dengan merayakan Natal? Karena Natal sama dengan ulang tahun/hari kelahiran Yesus. Merayakan Natal adalah merayakan ulang tahun/hari kelahiran Yesus. Karenanya merayakan Natal sama dengan melaksanakan praktek atau tradisi kafir. Di sini kita dapat melihat hubungan saling menyebabkan di mana karena perayaan ulang tahun dianggap kafir dan tidak perlu maka perayaan Natal juga demikian.
Sebaliknya kalau perayaan Natal saja (kelahiran Yesus Kristus) tidak dirayakan maka kelahiran yang lain tidak perlu dirayakan. Simak apa yang dikatakan para Saksi Yehovah : “Jika kelahiran yang paling penting saja tidak dirayakan (pen. kelahiran Yesus), maka semua kelahiran tidak perlu dirayakan (The Watchtower, May 15, 1995, p. 19). Inilah alasan mengapa orang Kristen tidak boleh merayakan ulang tahun termasuk di dalamnya Natal.
Alasan lain yang dikemukakan untuk menentang praktek perayaan ulang tahun termasuk di dalamnya adalah Natal selain bahwa perayaan ulang tahun itu berasal dari praktek kafir, adalah bahwa dalam Alkitab perayaan ulang tahun hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak percaya pada Allah seperti Firaun dan Herodes dan perayaan ulang tahun itu selalu berakhir dengan pembunuhan.
Misalnya pada Ulang tahun Firaun, justru kepala juru roti di gantung. Kejadian 40:20-22 : ‘Dan terjadilah pada hari ketiga, hari kelahiran Firaun, maka Firaun mengadakan perjamuan untuk semua pegawainya. Ia meninggikan kepala juru minuman dan kepala juru roti itu di tengah-tengah para pegawainya : kepala juru minuman itu dikembalikannya ke dalam jabatannya, sehingga ia menyampaikan pula piala ke tangan Firaun; tetapi kepala juru roti itu digantungnya, seperti yang ditakbirkan Yusuf kepada mereka.
Demikian juga dengan ulang tahun Herodes di mana Yohanes Pembaptis di penggal. Matius 14:6-11 : Tetapi pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak perempuan Herodias di tengah-tengah mereka dan menyukakan hati Herodes, sehingga Herodes bersumpah akan memberikan kepadanya apa saja yang dimintanya.
Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: "Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam." Lalu sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya diperintahkannya juga untuk memberikannya. Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara dan kepala Yohanes itupun dibawa orang di sebuah talam, lalu diberikan kepada gadis itu dan ia membawanya kepada ibunya. (Lihat juga Markus 6 :21-28).
Salah satu tulisan kaum anti Natal di internet dengan judul ‘The Regulative Principle of Worship and Christmas” (www.prcedm.netfirms.com) yang ditulis oleh Brian Schwertley berbunyi demikian “Dan, lebih jauh, kita menemukan kebenaran ini diakui: … di dalam firman Allah, hanya orang-orang berdosa saja, bukan orang-orang percaya, yang merayakan hari kelahiran mereka”.
Bandingkan ini dengan pendapat para Saksi Yehovah : “Kedua perayaan hari ulang tahun yang disebutkan dalam Alkitab diadakan oleh orang-orang yang tidak beribadat kepada Yehuwa. (Kejadian 40:20-22; Markus 6:21, 22, 24-27)” (www.watchtower.org). Schwertley melanjutkan : “perayaan ulang tahun yang dicatat dalam seluruh Alkitab hanyalah perayaan ulang tahun dari Firaun (Kej 40:20) dan raja Herodes (Mat 14:6; Mark 6:21).
Kedua pesta ulang tahun itu berakhir dengan pembunuhan, pesta ulang tahun Herodes berakhir dengan pembunuhan Yohanes Pembaptis. Hal ini senada juga dengan pendapat Pdt. Jusuf .B.S. dari gereja Bukit Zaitun Surabaya (pengasuh majalah “TULANG ELISA”). Dalam bukunya yang berjudul ‘Tradisi & Kebiasaan’, hal 24-25, ia mengatakan : “Dalam Perjanjian Lama hanya Firaun yang merayakan HUT (Kejadian 40:20), sedangkan dalam Perjanjian Baru hanya Herodes (Matius 14:6). Ayub dan Yeremia justru mengutuki hari kelahirannya (Ayub 3:3 Yeremia 20:14).
Demikianlah alasan dan argumentasi kaum anti Natal. Alkitab melarang perayaan ulang tahun. Karenanya merayakan Natal (ulang tahun Yesus) jelas sesat. Perayaan ulang tahun yang tercatat dalam Alkitab hanyalah perayaan orang-orang kafir dan berakhir dengan pembunuhan/kejahatan.
Tanggapan
Hal pertama yang perlu kita perhatikan adalah bahwa ayat-ayat yang dikemukakan oleh kaum anti Natal tersebut (Kejadian 40:20-22; Matius 14:6-11 dan Markus 6 :21-28) sama sekali tidak berisi larangan apapun terhadap perayaan ulang tahun maupun Natal. Bahkan di seluruh Alkitab tidak ditemukan satu ayat pun yang melarang perayaan ulang tahun.
Selain dari itu, pandangan kaum anti Natal (Saksi Yehovah, Pdt. Jusuf B.S, dkk) merupakan pandangan bodoh dan ekstrim. Keekstriman mereka ini terlihat dengan jelas pada waktu mereka secara implisit melarang seseorang merayakan hari ulang tahun (bukan hari ulang tahun Yesus saja, tetapi semua hari ulang tahun), dengan alasan bahwa dalam Alkitab hanya orang jahat yang merayakan hari ulang tahun.
Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya hermeneutika mereka begitu parah. Ya, sebuah metode penafsiran (hermeneutika) yang fatal. Dengan hermeneutika semacam ini maka seharusnya bukan hanya perayaan ulang tahun/Natal yang dilarang tetapi bisa diterapkan secara lebih luas pada berbagai hal dalam kehidupan kita. Misalnya orang Kristen dilarang untuk mencalak mata/alis, sebab dalam Alkitab hanya dilakukan oleh Izebel yang adalah orang jahat. (2 Raja-raja 9:30 bdk Yeh 23:40). Orang Kristen dilarang untuk menjadi bendahara gereja karena dalam Alkitab hanya dilakukan oleh Yudas Iskariot (Yohanes 12:6). Dalam Alkitab memang banyak orang menjadi ‘bendahara negara’ tetapi tidak ada bendahara ‘gereja’, kecuali Yudas Iskariot. (Maka kacaulah keuangan gereja).
Orang Kristen dilarang untuk disunat pada usia 13 tahun, karena dalam Alkitab hanya Ismael yang mengalami hal itu (Kejadian 17:25). Seorang laki-laki dilarang memasakkan makanan untuk ayahnya, karena dalam Alkitab hanya Esau yang melakukan hal itu (Kej 27). Orang Kristen tidak boleh mencucuk daging dengan garpu bergigi 3, karena dalam Alkitab hanya bujang dari Hofni dan Pinehas yang melakukannya (1 Sam 2:13).
Seorang raja / presiden tidak boleh berpidato di hadapan pendukung / rakyatnya, karena dalam Alkitab hanya Herodes yang melakukan hal itu (Kisah Para Rasul 12:20-23). (Pemilhan umum bisa kacau). Orang Kristen tidak boleh mandi di sungai karena dalam Alkitab hanya puteri Firaun yang melakukannya (Keluaran 2:5). Naaman bukan mandi, tetapi hanya membenamkan diri di sungai untuk mentahirkan kustanya sesuai dengan perintah Elisa. (maka celakalah yang tinggal di kampung). Begitukah?
Di sini nampak bahwa hermeneutika kaum anti Natal sangat lemah dan fatal. Bukankah dengan cara menafsir semacam itu maka ada lebih banyak hal yang tidak boleh dilakukan? Lalu mengapa mereka hanya melarang perayaan ulang tahun dan Natal? Mengapa mereka tidak melarang orang mandi di sungai? Mengapa mereka tidak melarang para pemimpin berpidato? Mengapa mereka tidak melarang pemilihan bendahara gereja? Kok hanya ulang tahun dan Natal yang dilarang? Sungguh sebuah inkonsistensi!
Satu hal yang perlu dipikirkan dengan serius adalah apakah orang Kristen sama sekali tidak boleh melakukan sesuatu hal hanya karena hal itu telah dilakukan oleh orang kafir? Camkanlah, bahwa orang kafir melakukan sesuatu, tidak berarti bahwa orang Kristen tidak boleh melakukan hal itu. Hanya kalau orang kafir melakukan sesuatu yang dilarang oleh Tuhan, barulah orang Kristen dilarang untuk meniru mereka.
Tetapi menyalahkan untuk meniru orang kafir pada saat ia melakukan hal-hal, yang dalam dirinya sendiri tidak bisa dikatakan sebagai dosa, seperti mandi, makan, belajar, dan juga merayakan hari ulang tahun / pernikahan dsb, merupakan suatu fanatisme picik dan ekstrim! Andika Gunawan menulis : “Hanya karena Firaun dan Herodes melakukan kejahatan di hari ulang tahun mereka, tidak berarti semua ulang tahun adalah salah. Banyak orang bersukacita pada hari kelahiran Yohanes Pembaptis.
Lukas 1:13 Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu” (Saksi-Saksi Yehuwa; Bab. VII, hal. 5).
Lalu bagaimana dengan argumentasi Pdt. Jusuf B.S tentang Ayub dan Yeremia yang justru mengutuki hari kelahirannya? Di sini nampak bahwa hermeneutika Pdt. Jusuf B.S. kacau balau. Ayub dan Yeremia mengutuki hari kelahirannya karena penderitaan yang mereka alami. Jadi, saking menderitanya, mereka berharap mereka tidak pernah dilahirkan, dan itu mereka nyatakan dengan mengutuki hari kelahiran mereka. Jadi kalau ayat-ayat seperti ini dipakai sebagai dasar untuk menentang perayaan hari ulang tahun dan Natal benar-benar adalah suatu pengutipan ayat yang ‘out of context’, (keluar dari konteks) dan lagi-lagi merupakan suatu metode penafsiran yang sangat kacau. Dengan demikian keberatan pertama dari kaum anti Natal ini sama sekali tidak Alkitabiah sekaligus tidak konsisten.
MENJAWAB KEBERATAN KAUM “ANTI NATAL” (Part 2)
Yesus Tidak Dilahirkan Pada 25 Desember ?
Kaum anti Natal juga menolak nerayakan Natal dengan alasan bahwa sesungguhnya Yesus tidak dilahirkan pada tanggal 25 Desember, tanggal kelahiran-Nya tidak diketahui. Lihatlah kutipan dari artikel ‘5 Alasan Mengapa Anak-Anak TUHAN Seharusnya Tidak Merayakan Natal’ berikut ini : Ensiklopedia manapun akan memberitahu saudara bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Ensiklopedia Katolik pun menyatakan fakta ini dengan jelas. Tanggal lahir Yesus TIDAK DIKETAHUI dengan pasti.
Hampir tidak ada orang yang benar-benar percaya bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember. Semua itu merupakan dugaan orang-orang pada abad ke-4 dan ke-5 dan hampir setiap orang tidak sependapat dengan yang lainnya. Lihatlah dalam "Smith's Dictionary of Christianity Antiquities", vol. 1, halaman 358. Tetapi orang-orang tetap merayakannya. Tidak ada orang yang mengetahui apa-apa mengenai hari kelahiran-Nya. (www.st-andreas.org).
Bandingkan ini dengan pendapat Herbert W. Armstrong dalam tulisannya “The Plain Truth About Christmas” : Di ensiklopedi mana pun atau juga di Kitab Suci Kristen sendiri akan mengatakan kepada kita bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Catholic Encyclopedia sendiri secara tegas dan terang-terangan mengakui fakta ini.
Tidak seorang pun yang mengetahui, kapan hari kelahiran Yesus yang sebenarnya. Jika kita meneliti dari bukti-bukti sejarah dan Kitab Suci Kristen sendiri, saya bisa mengambil kesimpulan bahwa Yesus lahir pada awal musim gugur yang diperkirakan jatuh pada bulan September atau sekitar 6 bulan setelah hari Paskah. www.geocities.com/pakguruonline/kebohongan_natal).
Bagi kaum anti Natal, karena Allah tidak memberitahu kita tanggal kelahiran Kristus, atau karena Allah menyembunyikan tanggal kelahiran Kristus, itu merupakan bukti bahwa Ia tidak menghendaki kita untuk merayakannya.
Perhatikan kata-kata Amstrong selanjutnya : Jika Tuhan menghendaki kita untuk mengingat-ingat dan merayakan hari kelahiran Yesus, niscaya dia tidak akan menyembunyikan hari kelahirannya (ibid) dan bandingkan dengan kalimat berikut : ‘Jika TUHAN menginginkan orang-orang Kristen merayakan kelahiran-Nya, Dia pasti memberitahu KAPAN IA LAHIR! Jika TUHAN merencanakan supaya kita memperhatikan dan merayakan hari lahir Yesus, Ia tidak akan MENYEMBUNYIKAN tanggal yang sebenarnya! (5 Alasan Mengapa Anak-Anak TUHAN Seharusnya Tidak Merayakan Natal ; www.st-andreas.org). Karenanya menurut kaum anti Natal, kita berdusta kalau kita merayakan hari kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember.
Brian Schwertley berikut ini : “Jika Allah memang menghendaki supaya orang-orang Kristen merayakan hari kelahiran-Nya, Dia tentu sudah memberitahu umat-Nya KAPAN KRISTUS DILAHIRKAN! Inilah suatu bukti bahwa jika ALLAH TELAH MERENCANAKAN agar supaya kita merayakan hari kelahiran Kristus, maka Ia tidak akan menyembunyikan tanggal kelahiran-Nya secara sempurna!”. (www.prcedm.netfirms.com).
Ia melanjutkan: “Tahun demi tahun, para orang tua menghukum anak-anaknya jika mereka berbohong. Kemudian, pada saat Natal, mereka sendiri bercerita kepada anak-anaknya tentang kebohongan Sinterklas ini. Apakah mengherankan jika banyak dari mereka, setelah mereka tumbuh dewasa, mulai mempercayai Allah hanya sebagai sebuah dongeng? Apakah KEKRISTENAN mengajarkan kebohongan dan dongeng-dongeng kepada anak-anak kecil? Jika engkau sudah tidak mengajarkan kebohongan Sinterklas kepada anak-anakmu, lalu ingatlah, bahwa adalah SAMA BOHONGNYA jika engkau mengatakan kepada anak-anakmu bahwa Yesus dilahirkan pada hari Natal!”. (ibid). Demikianlah pandangan kaum anti Natal.Kapan sesungguhnya Yesus dilahirkan?
Harus diakui bahwa sukar mengatakan bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember bahkan sukar menetapkan dengan pasti tanggal kelahiran Yesus. Dari kutipan-kutipan di atas terlihat bahwa Herbert W. Armstrong memperkirakan tanggal kelahiran Kristus jatuh pada bulan September atau sekitar 6 bulan setelah hari Paskah. (www.geocities.com/pakguruonline/kebohongan_natal) sedangkan grup Saksi Yehovah memberikan tanggal 1 Oktober (www.watchtower.org) sebagai tanggal kelahiran Yesus.
Baiklah saya kutip kembali tulisan saya dari harian Timor Express edisi Natal tahun lalu : “Tidak ada satu sumber pun yang mengacu pada tanggal tersebut. Kalau kita membaca Alkitab dengan seksama maka kita mempunyai satu acuan yang baik yakni dalam Lukas 2:8 : “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam”. Jadi waktu Yesus dilahirkan bertepatan dengan saatnya para gembala tinggal di padang untuk menjaga kawanan ternak. Dari fakta ini rasanya sulit untuk mengatakan bahwa kelahiran Kristus terjadi pada bulan Desember. Mengapa? Karena bulan Desember adalah musim dingin di Israel.
(Catatan : Israel terletak pada garis lintang yang sejajar dengan Jepang dan Korea Selatan). Herlianto dalam website Yayasan Bina Awam (www.yabina.org) berkata : “Kelihatannya bulan dan tanggal itu (25 Desember) tidak tepat, soalnya pada bulan Desember – Januari, di Palestina, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga tentunya kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana dingin yang mencekam sehingga Maria yang hamil mesti melakukannya”.
(Catatan : Israel terletak pada garis lintang yang sejajar dengan Jepang dan Korea Selatan). Herlianto dalam website Yayasan Bina Awam (www.yabina.org) berkata : “Kelihatannya bulan dan tanggal itu (25 Desember) tidak tepat, soalnya pada bulan Desember – Januari, di Palestina, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga tentunya kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana dingin yang mencekam sehingga Maria yang hamil mesti melakukannya”.
Dengan demikian Yesus tidak mungkin lahir pada bulan Desember. Klemens dari Alexandria juga pernah mengatakan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Pachon (20 Mei) namun ini juga bukan suatu kepastian. Lalu bulan apa? Kita memiliki data lain dari Alkitab yakni waktu ketika Zakharia masuk ke Bait Allah dan bertugas di sana.
Waktu itu berkisar bulan Siwan (Mei – Juni) dan dengan memperhitungkan lama kandungan Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran Yesus terjadi pada sekitar Hari Raya Pondok Daun yakni di bulan Tishri (September – Oktober). Bulan ini sepertinya lebih dapat diterima daripada bulan Desember meskipun ini bukanlah suatu kepastian. (Esra Alfred Soru: “Kapan Sesungguhnya Yesus Dilahirkan?”; Timex, 23 Desember 2004).
Jadi Yesus memang tidak mungkin dilahirkan pada tanggal 25 Desember. Tanggal kelahiran Yesus tetap tidak pasti. (Catatan : Lalu mengapa Natal sekarang menjadi 25 Desember? Baca kembali tulisan saya “Kapan Sesungguhnya Yesus Dilahirkan?”; Timex, 23 Desember 2004).Bukti Allah tidak menghendak iperayaan Natal?
Tanggal kelahrian Yesus memang tidak pasti. Sejauh ini kaum anti Natal benar. Namun hal yang perlu dipikirkan adalah benarkah kalau Allah tidak memberi tahu kita kapan Kristus dilahirkan merupakan suatu bukti bahwa Allah tidak menghendaki kita untuk merayakan/memperingatinya? Menurut saya: tidak! Kita memang tidak tahu kapan persisnya Yesus dilahirkan. Tidak ada orang yang tahu dengan pasti tanggal dan bulan kelahiran Kristus, dan mungkin bahkan tahun kelahiran-Nya.
Tetapi itu belum bisa dijadikan suatu bukti bahwa Ia tidak menghendaki kita merayakan/memperingati kelahiran Kristus tersebut. Memang kadang-kadang Allah mengatur sesuatu supaya tidak diketahui oleh manusia, dan Ia melakukan ini karena Ia tidak menghendaki manusia untuk berurusan dengan hal itu. Misalnya dalam persoalan kubur dari Musa. Ini sengaja disembunyikan, karena mungkin Allah tahu bahwa seandainya bangsa Israel tahu tempat itu, mereka mungkin akan melakukan penyembahan terhadapnya. Tetapi tidak selalu seperti itu.
Dalam PL Allah memperkenalkan nama-Nya kepada Musa (Keluaran 3:14-15), dan ini jelas menunjukkan bahwa pada saat itu Allah menghendaki orang-orang Israel untuk menggunakan nama itu asal tidak dengan sembarangan. Tetapi Allah mengatur sehingga jaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkan nama Allah tersebut. Akibatnya, jaman sekarang orang Kristen menyebut-Nya sebagai TUHAN, LORD, YEHOVAH, YAHWEH, dsb, yang merupakan sebutan-sebutan yang belum tentu benar.
Sebetulnya, tanpa dijelaskanpun, ‘fakta sudah berbicara sendiri’ bahwa Natal memang tidak terjadi pada tanggal 25 Desember. Fakta jaman sekarang di mana banyak orang sudah merayakan Natal pada awal Desember, dan ada orang-orang yang masih merayakan Natal pada bulan Januari dan bahkan Februari, sudah menunjukkan kepada siapapun yang tidak membutakan dirinya, bahwa Kristus tidak dilahirkan pada tanggal 25 Desember, dan bahwa kita tidak mengetahui tanggal kelahiran-Nya. Tetapi kalau itu dirasa kurang cukup, maka dalam merayakannya, kita bisa menjelaskan hal itu kepada jemaat dan khususnya anak-anak Sekolah Minggu, bahwa itu sebetulnya bukan tanggal kelahiran yang sebenarnya, dan dengan demikian kita bukan mendustai orang sebagaimana tuduhan Brian Schwertley.
Kita mungkin sering mendengar tentang orang kuno yang tidak mengetahui tanggal kelahirannya sendiri, dan karena itu keluarganya menciptakan tanggal kelahiran baginya, dan merayakannya setiap tahun pada tanggal tersebut. Apakah ini merupakan dusta? Mengapa keluarga tersebut tetap merayakan hari ulang tahun dari orang itu padahal mereka tidak mengetahui tanggal sebenarnya? Saya kira, karena kecintaan mereka terhadap orang itu, sehingga mereka ingin menunjukkan kasih yang khusus terhadap orang itu sedikitnya satu kali setahun. Hal ini tidak terlalu berbeda dengan Natal! Yang penting bukan saat kelahiran Kristus, tetapi fakta bahwa Ia sudah lahir untuk kita. Kita ingin membalas kasih-Nya sedikitnya sekali setahun, dengan merayakan hari kelahiran-Nya, pada hari yang kita sendiri tentukan.
Kebohongan kaum anti Natal
Menarik untuk menyimak kata-kata Brian Schwertley yang dikutip di atas. Ia menuduh perayaan Natal sebagai sebuah dusta atau kebohongan padahal kata-katanya sendiri mengandung dusta/fitnahan.
(1) Ia mengatakan bahwa Natal merupakan suatu kebohongan yang sama dengan Sinterklaas. Pertanyaannya adalah apakah semua orang Kristen/gereja menggabungkan Natal dengan Sinterklaas? Belum tentu! Ada banyak orang yang merayakan Natal tanpa embel-embel Sinterklaas. Menganggap bahwa semua yang merayakan Natal pasti setuju dengan Sinterklass jelas merupakan fitnahan dan kebohongan. Memang saat ini ada orang yang merayakan/menyambut Natal dengan embel-embel Sinterklass (terutama took-toko, supermarket-supermarket dan stasiun-stasiun TV) tetapi itu jelas keliru.
Saya juga tidak setuju hal itu! Mengapa? Karena meskipun Sinterklass (Santa Klaus) dianggap sebagai lambang semangat memberi hadiah khususnya untuk anak-anak, namun karena sifat pencampurannya dengan cerita-cerita magis kafir, misalnya kehadiran Santa Klaus yang penuh mujizat & naik kereta ditarik rusa terbang, dan peri bertongkat sihir dalam perayaan ‘Magic Christmas’, jelas tidak sesuai dengan semangat Natal.
Perhatikan kata-kata Herlianto berikut ini : Mengenang maraknya perayaan Natal ... yang lebih menonjolkan figur Santa Klaus daripada figur Tuhan Yesus, sudah tiba saatnya umat Kristen sadar dan menempatkan dirinya lebih berpusat Injil dan berhati Tuhan Yesus, dan tidak makin jauh terpengaruh komersialisasi yang sudah begitu jauh sudah dimanfaatkan oleh toko-toko mainan, makanan & minuman, dan bisnis hiburan itu. (Santa Claus; www.yabina.org). Dari sini terlihat bahwa ada banyak orang yang merayakan Natal tetapi tidak setuju dengan tradisi Sinterklass. Karenanya menyamakan Natal dengan Sinterklass atau memakai kekeliruan/kesalahan tradisi Sinterklass dalam Natal untuk mengatakan bahwa Natal adalah kebohongan adalah sebuah kebohongan yang lain.
(2) Ia mengatakan ‘Apakah mengherankan jika banyak dari mereka, setelah mereka tumbuh dewasa, mulai mempercayai Allah hanya sebagai sebuah dongeng?’. Ini juga jelas adalah tuduhan tak berdasar. Tuduhan itu jelas merupakan suatu exaggeration (tindakan melebih-lebihkan), dan sama sekali bukan merupakan suatu fakta/kebenaran.
Siapa, yang karena dari kecil merayakan Natal, akhirnya tumbuh sebagai orang yang mempercayai bahwa Allah itu hanya sekedar dongeng? Dan kalau ada orang-orang seperti itu bagaimana mereka bisa membuktikan bahwa orang-orang itu mempercayai Allah sebagai dongeng karena mereka pada waktu kecilnya diajar merayakan Natal? Orang-orang yang anti Natal ini menuduh kita yang merayakan Natal telah berdusta, sementara mereka sendiri melakukan dusta seperti ini. Mungkin mereka sebaiknya memperhatikan kata-kata Yesus dalam Matius 7:1-5.
MENJAWAB KEBERATAN KAUM “ANTI NATAL” (Part 3)
Merayakan Natal = Kafir?
Keberatan lainnya dari kaum anti Natal adalah bahwa Natal dikatakan berasal dari kekafiran. Herbert W. Armstrong dalam ‘The Plain Truth About Christmas’ (www.geocities.com/pakguruonline/kebohongan_natal.html) dengan merujuk pada beberapa Encyclopedia sampai pada sebuah kesimpulan bahwa : "Natal bukanlah upacara-upacara awal gereja. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bible (Alkitab) juga tidak pernah menganjurkannya.
Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala." Ia melanjutkan : "Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut.." ("Perjamuan Suci" yang termaktub dalam Kitab Perjanjian Baru, hanyalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus.)".
Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus mulai diresmikan pada abad keempat Masehi. Pada abad kelima, Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari "Kelahiran Dewa Matahari." Sebab tidak seorang pun yang mengetahui hari kelahiran Yesus."(ibid).
Simak juga tulisan Brian Schwertleyberikut ini : “Catatan-catatan sejarah di dalam Ensiklopedia, yang bisa kita dapatkan di perpustakaan-perpustakaan, dan yang dapat dipercaya, memberikan fakta-fakta ini: bahwa Natal berasal dari bangsa kafir. Jika ditelusuri, Natal merupakan kepanjangan dari penyembah-penyembah matahari di antara bangsa-bangsa kafir. Banyak hari kelahiran dari para pemimpin kafir dirayakan oleh bangsa Babilonia. Semua perayaan penyembahan berhala ini berasal dari bangsa kafir. Kata Christmas (Natal) berarti Misa Kristus.
Kata ini kemudian disingkat menjadi Christ-Mass; dan akhirnya menjadi Christmas. Kita kenal misa ini sebagai Misa Roma Katolik. Tetapi dari mana mereka mendapatkannya? Oleh karena kita mengenalnya lewat Gereja Roma Katolik, dan tidak ada wewenang selain Gereja Roma Katolik, marilah kita selidiki Ensiklopedia Katolik, yang diterbitkan oleh denominasi ini. Di bawah judul Christmas (Natal) engkau akan menemukan kata-kata ini: Natal tidak terdapat pada perayaan-perayaan Gereja jaman dahulu … Bukti awal dari perayaan ini adalah dari Mesir. Adat kebiasaan dari para penyembah berhala yang berlangsung sekitar bulan Januari ini kemudian dijadikan Natal. ...
BACA JUGA: SEJARAH PERAYAAN NATAL 25 DESEMBER
ENSIKLOPEDIA AMERICANA, edisi 1969, berkata: Natal, nama ini berasal dari bahasa Inggris kuno Chrites Maesse dan ejaan sekarang ini nampaknya mulai digunakan pada sekitar abad ke 16. Semua gereja Kristen kecuali gereja Armenia merayakan hari kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember. Tanggal ini tidak dikenal di negeri Barat sampai kira-kira pertengahan abad ke 4 dan di Timur sampai kira-kira seabad kemudian”. (http://www.prcedm.netfirms.com/).
Masih dari sumber yang sama : “Tradisi ini mungkin berasal dari perayaan Saturnalia, di mana para budak menjadi sejajar dengan tuannya. Membakar kayu Natal dimasukkan menjadi adat orang Inggris yang asalnya dari adat orang Skandinavia tatkala mereka menghormati titik balik matahari pada musim dingin”.
Schwertley melanjutkan : “Asal mula Natal. Alasan mengapa menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Natal adalah tidak jelas, tetapi seperti yang dipercayai tanggal ini dipilih untuk menyesuaikan dengan perayaan penyembahan berhala yang berlangsung pada musim dingin waktu terjadi titik balik matahari, yaitu ketika siang hari mulai panjang, untuk merayakan lahirnya kembali sang matahari. Suku-suku bangsa Eropa Utara merayakan Natal mereka pada musim dingin waktu titik balik matahari untuk merayakan kelahiran kembali sang matahari (dewa) sebagai yang memberikan terang dan kehangatan.
Saturnalia Romawi (perayaan yang dipersembahkan kepada Saturnus, dewa pertanian) juga berlangsung pada waktu tersebut, dan beberapa adat Natal diperkirakan berakar pada perayaan penyembahan berhala ini. Perayaan ini diadakan oleh beberapa orang terpelajar bahwa kelahiran Kristus sebagai Terang Dunia dianalogikan dengan kelahiran kembali sang matahari agar supaya kekristenan menjadi lebih berarti bagi para petobat baru yang dulunya menyembah matahari”.
Asal-usul yang tidak jelas
Pertama-tama yang ingin saya katakan adalah bahwa Schwertley tidaklah konsisten dalam kata-katanya. Dalam kutipan pertama dia mengatakan bahwa hal itu (bahwa Natal berasal dari kekafiran) ‘dapat dipercaya’. Tetapi dalam kutipan kedua ia mengatakan ‘mungkin’, dan dalam kutipan ketiga ia mengatakan ‘Alasan mengapa menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Natal adalah tidak jelas’ dan pada bagian akhir ia menggunakan kata ‘diperkirakan’. Dengan demikian jelas bahwa asal usul dari kekafiran bukanlah merupakan sesuatu yang pasti. Itu baru perkiraan saja.
Perhatikan penjelasan Encyclopedia Britannica 2000 tentang sejarah Natal, kata ‘Christmas’, dan asal usul tanggal 25 Desember dan perayaannya : “Alasan mengapa Natal sampai dirayakan pada tanggal 25 Desember tetap tidak pasti, tetapi paling mungkin alasannya adalah bahwa orang-orang Kristen mula-mula ingin tanggal itu bertepatan dengan hari raya kafir Romawi yang menandai ‘hari lahir dari matahari yang tak terkalahkan’ ...; hari raya ini merayakan titik balik matahari pada musim dingin, di mana siang hari kembali memanjang dan matahari mulai naik lebih tinggi di langit.
Jadi, kebiasaan yang bersifat tradisionil yang berhubungan dengan Natal telah berkembang dari beberapa sumber sebagai suatu akibat dari bertepatannya perayaan kelahiran Kristus dengan perayaan kafir yang berhubungan dengan pertanian dan matahari pada pertengahan musim dingin. ... Tanggal 25 Desember juga dianggap sebagai hari kelahiran dari dewa misterius bangsa Iran, yang bernama Mithra, sang Surya Kebenaran”. Selanjutnya : “Tidak ada tradisi tertentu yang pasti tentang tanggal kelahiran Kristus.
Para penghitung waktu Kristen dari abad ketiga percaya bahwa penciptaan dunia / alam semesta terjadi pada musim semi di saat siang dan malam sama lamanya, yang pada saat itu dianggap sebagai tanggal 25 Maret; karena itu penciptaan baru dalam inkarnasi (yaitu ‘pembuahan’ / mulai adanya janin Kristus) dan kematian Kristus harus terjadi pada hari yang sama, dengan kelahiranNya 9 bulan berikutnya pada titik balik matahari pada musim dingin, 25 Desember. ... Banyak orang memberikan teori bahwa hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari ‘surya kebenaran’ (Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di Afrika Utara, sebagai suatu saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari Surya yang tak terkalahkan pada titik balik matahari. ... Keadaan yang tepat tentang permulaan / asal usul hari Natal tetap kabur”.
(Perhatikan kata-kat yang dicetak tebal). Alfred Edersheim memberikan informasi lain tentang tanggal 25 Desember : tanggal dari hari raya Penthabisan Bait Allah - bulan Kislew tanggal 25 - kelihatannya telah diadopsi oleh Gereja kuno sebagai tanggal kelahiran dari Tuhan kita yang terpuji - Natal - Penthabisan dari Bait Allah yang sejati, yang adalah tubuh dari Yesus (bdk. Yohanes 2:19-22) – (The Temple, hal 334).
Dengan demikian dari semua data, sekurang-kurangnya ada 4 pendapat di sekitar asal usul tanggal 25 Desember ini yakni : (1) hari raya Romawi yang memperingati titik balik matahari (2) hari lahir dari dewa bangsa Iran (3) ditentukan oleh para penghitung waktu Kristen (sekalipun dengan cara yang sangat tidak masuk akal). (4) hari raya pentahbisan Bait Allah. Dari sini nampak bahwa ada 2 pendapat yang menyatakan bahwa Natal (mungkin) berasal dari tradisi kafir (pandangan 1 & 2) dan ada 2 pendapat yang tidak menunjuk pada asal usul kafir (pandangan 3 & 4).
Semua ini jelas menunjukkan bahwa asal usul tanggal 25 Desember sebagai hari Natal masih simpang siur dan tidak ada kepastiannya. Tetapi orang-orang anti Natal itu dengan berani/cerobohnya menuduh tanpa fakta yang pasti bahwa Natal berasal dari kekafiran. Saya kira mereka perlu belajar lebih banyak lagi.
Seandainya dari kafir
Sekarang, SEANDAINYA tanggal 25 Desember itu memang diadopsi dari hari raya kafir, kita masih harus memperhitungkan apa motivasi orang-orang Kristen pada saat itu untuk melakukan hal tersebut. Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa ada teori yang mengatakan bahwa orang-orang Kristen mengadopsi tanggal itu supaya perayaan Natal menyaingi perayaan kafir tersebut.
Untuk jelasnya saya mengutip ulang bagian itu : “Banyak orang memberikan teori bahwa hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari ‘surya kebenaran’ (Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di Afrika Utara, sebagai suatu saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari Surya yang tak terkalahkan pada titik balik matahari”. Baiklah saya juga kutipkan kembali dari tulisan saya tahun lalu : “Harus diingat bahwa perayaan Natal yang bertepatan dengan perayaan kafir itu bukan berarti bahwa umat Kristen waktu itu menyembah dewa-dewa kafir. Sebaliknya justru mereka ingin menjauhkan diri dari kekafiran.
Perhatikan kata-kata Herlianto : “Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena diakhir musim salju matahari mulai menampakkan sinarnya pada hari itu. Menghadapi perayaan kafir itu, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara itu, namun dengan adanya kristenisasi masal di masa Konstantin, banyak orang Kristen Roma masih merayakannya sekalipun sudah mengikuti agama Kristen.
Kenyataan ini mendorong pimpinan gereja di Roma mengganti hari perayaan ‘kelahiran matahari’ itu menjadi perayaan ‘kelahiran Matahari Kebenaran’ dengan maksud mengalihkan umat Kristen dari ibadat kafir pada tanggal itu dan kemudian menggantinya menjadi perayaan ‘Natal.’ Pada tahun 336, perayaan Natal mulai dirayakan tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 6 Januari. Ketentuan ini diresmikan kaisar Konstantin yang saat itu dijadikan lambang raja Kristen. Perayaan Natal kemudian dirayakan di Anthiokia (375), Konstantinopel (380), dan Alexandria (430), kemudian menyebar ke tempat-tempat lain”. (http://www.yabina.org/).
Herlianto melanjutkan : “Dari kenyataan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa Natal bukanlah perayaan dewa matahari, namun usaha pimpinan gereja untuk mengalihkan umat Roma dari dewa matahari kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara menggeser tanggal 6 Januari menjadi 25 Desember, dengan maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti upacara kekafiran Romawi. Masa kini umat Kristen tidak ada yang mengkaitkan hari Natal dengan hari dewa matahari, dan tanggal 25 Desember pun tidak lagi mengikat, sebab setidaknya umat Kristen secara umum merayakan hari Natal pada salah satu hari di bulan Desember sampai Januari demi keseragaman.
Karenanya Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘from church year Christmas’ menulis : “...hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari ‘surya kebenaran’ (Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di Afrika Utara, sebagai suatu saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari surya yang tak terkalahkan pada titik balik matahari. ...” Demikianlah asal usul perayaan Natal pada tanggal 25 Desember. (Esra Alfred Soru; Kapan Sesungguhnya Yesus Dilahirkan?; Timex, 23 Desember 2004).
Jadi seandainya tanggal 25 Desember itu diadopsi dari asal-usul kafir, itu tidak berarti bahwa orang Kristen saat itu menyembah berhal kekafiran. Justru sebaliknya mereka membuat sebuah saingan bagi berhala kekafiran saat itu dengan memberikan makna baru bagi perayaan/tanggal tersebut. Hal yang mirip dengan itu adalah baik Nebukadnezar dan Artahsasta disebut dengan istilah ‘raja di atas segala raja’ (Daniel 2:37 Ezra 7:12). Tetapi gelar dari raja kafir itu lalu diberikan kepada Yesus / Allah (1 Timotius 6:15 Wahyu 17:14 Wahyu 19:16).
Mengapa bisa demikian? The International Standard Bible Encyclopedia, vol II menyatakan : Gelar ‘Raja segala raja’ lebih menunjukkan otoritas mutlak dari pada keilahian sendiri, digunakan terhadap Allah dan Kristus dalam PB (selalu dengan ‘Tuhan segala Tuhan’: 1 Timotius 6:15; Wahyu 17:14; 19:16). Penggunaannya merupakan suatu tanggapan baik oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen terhadap praktek pendewaan penguasa-penguasa politik duniawi (hal 508).
Jadi rupanya pada jaman itu banyak raja duniawi disebut dengan istilah ‘raja di atas segala raja’. Orang-orang Kristen merasakan itu sebagai tidak tepat, dan mereka menganggap hanya Yesus / Allah yang pantas memakai gelar itu, dan mereka lalu memberikan gelar itu kepada Allah / Yesus, dan bahkan setiap kali gelar itu mereka berikan kepada Allah / Yesus, maka mereka menambahi dengan kata-kata ‘Tuhan atas segala Tuhan’.
Jadi mereka menampilkan Yesus / Allah sebagai saingan terhadap raja-raja kafir yang didewakan oleh rakyat kafir mereka. Apakah ini juga mau kita anggap berasal dari kafir? Kalau mau dikatakan berasal dari kafir, memang jelas berasal dari kafir. Tetapi apakah kita mau menyalahkan motivasi mereka, yang sebetulnya bisa dikatakan sebagai ‘mulia’? Demikian juga, andaikata Natal memang diambil dari kafir, tetapi motivasinya adalah untuk menyaingi hari-hari raya kafir, itu adalah sesuatu yang ‘mulia’, dan bertujuan untuk memuliakan Tuhan.
Hal lain yang dapat saya tambahkan adalah bahwa dalam Kristen maupun dalam kehidupan kita sehari-hari ada banyak hal yang berasal dari kekafiran, tetapi tetap dipertahankan, setelah dibuang kekafirannya. Misalnya kata ‘Behold’ / ‘Lihatlah’ (dalam terjemahan Indonesia “sesungguhnya”) dalam Yesaya 7:14 diambil dari kekafiran dan diterapkan pada kelahiran Kristus.
E. J. Young menulis : “‘Lihatlah!’ ... Kata itu juga muncul dalam teks-teks dari Ugarit. ... Di Ugarit kata itu telah digunakan untuk mengumumkan kelahiran allah-allah/dewa-dewa, makhluk-makhluk yang tidak mempunyai keberadaan yang merupakan sebagian dari jaringan takhyul yang meliputi dunia kafir kuno. Tetapi di bibir Yesaya, formula ini diangkat dari konteks kafir kunonya dan digunakan untuk mengajukan pengumuman tentang kelahiran dari satu-satunya ‘Makhluk’ yang sungguh-sungguh adalah Allah dan Raja”.- (The Book of Isaiah, vol I, hal 284-285).
Kalau Yesaya boleh menggunakan kata yang berasal dari orang kafir dalam urusan berhala mereka, dan menggunakannya untuk menubuatkan kelahiran Kristus, mengapa orang Kristen jaman sekarang menolak Natal dengan alasan itu berasal dari orang kafir / penyembah berhala? Demikian juga dengan Yunani THEOS (Allah) mungkin juga berhubungan dengan kekafiran, seperti yang dikatakan oleh Bavinck : Dahulu dipercaya bahwa kata Yunani THEOS diturunkan dari TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI.
Pada saat ini beberapa ahli bahasa menghubungkannya dengan Zeus, Dios, Jupiter, Deus, Diana, Juno, Dio, Dieu. Ditafsirkan demikian, maka kata itu menjadi identik dengan kata Sansekerta ‘deva’, ‘langit / surga yang berkilau / bersinar’, dan berasal dari kata ‘div’ yang berarti ‘berkilau / bersinar’. Tetapi para ahli bahasa yang lain menyangkal semua hubungan asal usul kata antara kata Yunani THEOS dan kata Latin DEUS dan menghubungkan kata THEOS itu dengan akar kata THES dalam THESSASTHAI, yang berarti ‘menginginkan’, ‘meminta / memohon’ (The Doctrine of God, hal 98-99).
Orang Kristen berbakti pada hari yang dalam bahasa Inggris disebut ‘Sunday’, yang berasal dari nama dewa. Apakah kita tidak boleh berbakti pada hari itu, karena hari itu menggunakan nama dewa, atau apakah kita sebagai orang-orang Kristen harus mengubah nama hari itu? Semua nama hari dalam bahasa Inggris dan juga nama-nama bulan seperti Januari, dan sebagainya, juga berasal dari nama-nama dewa atau dari nama-nama kaisar Romawi yang didewakan. Apakah kita sebagai orang-orang Kristen tidak boleh memakai nama-nama bulan itu? Bukankah seluruh Kanaan dulunya adalah negeri kafir yang dipenuhi dengan penyembahan berhala.
BACA JUGA: PRO DAN KONTRA PERAYAAN NATAL
Tetapi Tuhan mengambilnya dan memberikannya kepada bangsa pilihan-Nya, dan Kanaan lalu menjadi Holy Land, dan Bait Allah dibangun di sana? Bukankah bahasa Yunani juga merupakan bahasa bangsa kafir, tetapi lalu diambil dan digunakan sebagai bahasa asli dari Kitab Suci. Semua ini seharusnya membawa kita pada sebuah kesimpulan bahwa karena dunia ini dulunya seluruhnya kafir, adalah mustahil bagi kita untuk menghindari hal-hal yang berasal dari kekafiran. Jadi selama kekafiran itu bisa disaring / dibersihkan, tidak jadi soal dengan hal-hal yang asal usulnya kafir itu. Dengan demikian SEANDAINYA berlatar belakang kafirpun tidak ada salahnya kita merayakan Natal. Pada kenyataannya asal usul Natal tidaklah jelas dalam arti BELUM TENTU berasal dari kafir. Dengan demikian tuduhan kaum anti Natal sama sekali tidak berdasar.
BACA JUGA: PRO DAN KONTRA PERAYAAN NATAL
Tetapi Tuhan mengambilnya dan memberikannya kepada bangsa pilihan-Nya, dan Kanaan lalu menjadi Holy Land, dan Bait Allah dibangun di sana? Bukankah bahasa Yunani juga merupakan bahasa bangsa kafir, tetapi lalu diambil dan digunakan sebagai bahasa asli dari Kitab Suci. Semua ini seharusnya membawa kita pada sebuah kesimpulan bahwa karena dunia ini dulunya seluruhnya kafir, adalah mustahil bagi kita untuk menghindari hal-hal yang berasal dari kekafiran. Jadi selama kekafiran itu bisa disaring / dibersihkan, tidak jadi soal dengan hal-hal yang asal usulnya kafir itu. Dengan demikian SEANDAINYA berlatar belakang kafirpun tidak ada salahnya kita merayakan Natal. Pada kenyataannya asal usul Natal tidaklah jelas dalam arti BELUM TENTU berasal dari kafir. Dengan demikian tuduhan kaum anti Natal sama sekali tidak berdasar.
Penutup / kesimpulan
Dari semua pembahasan ini jelas bahwa keberatan kaum anti Natal sama sekali tidak mempunyai dasar yang cukup kuat dan karenanya usul mereka agar perayaan Natal dihapuskan dari kekristenan juga tidak dapat diterima. Saya menganggap bahwa perayaan Natal itu sangat berguna karena Natal mengingatkan kita akan kasih Allah, mengingatkan kita akan karya Allah yang penting dalam sejarah umat manusia. Jadi perayaan Natal tetap penting dan perlu. Tetapi supaya perayaan Natal itu tidak menjadi batu sandungan bagi orang-orang tertentu, mari kita memurnikan perayaan Natal tersebut.
Selalulah berhati-hati supaya tidak memasukkan unsur-unsur yang salah ke dalam perayaan Natal. Juga selalulah membuatnya berguna dan membangun, baik dengan memberitakan Injil, mengadakan acara untuk mengakrabkan, dan juga mengambil waktu secara pribadi untuk merenungkan kasih Tuhan pada Natal, supaya anda sendiri bertumbuh dalam kasih kepada Tuhan melalui perayaan Natal tersebut. Selamat Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Soli Deo Gloria!!!!.3 MAKALAH MENJAWAB KEBERATAN KAUM ANTI NATAL.