7 PERKATAAN YESUS KRISTUS TENTANG DIRI-NYA

7 PERKATAAN YESUS KRISTUS TENTANG DIRI-NYA

Perikop dalam Yohanes 6:30-34 memuat suatu perdebatan yang khas Yahudi, baik dalam cara pengungkapan, asumsi, maupun soal-soal yang dibicarakan. Yesus baru saja menunjukkan siapa diri-Nya itu, serta mengatakan, bahwa pekerjaan yang benar yang dikehendaki Allah adalah percaya serta beriman kepada-Nya. Orang Yahudi malah menuntut: “Baiklah, apa yang Engkau katakan itu adalah seperti perkataan seorang Mesias. Sekarang buktikanlah bahwa DiriMu itu Mesias!”

Pada waktu itu pikiran orang-orangYahudi tersebut masih berkisar pada soal Yesus memberi makan orang banyak di Betsaida Yulias, dan tentu saja mereka lalu ingat akan peristiwa roti manna di padang gurun pada zaman dahulu. Mereka tentu secara mudah menghubungkan dua peristiwa itu. Manna selalu mereka anggap sebagai roti Allah (Mazmur 78:24; Keluaran 16:15); dan ada kepercayaan yang kuat di kalangan para rabi bahwa kalau Mesias kelak datang, Ia juga akan memberikan manna lagi. 

Pemberian manna dianggap sebagai karya utama dari Musa; dan Mesias yang mereka harapkan haruslah lebih besar dari Musa. Ada ucapan-ucapan mereka yang mengatakan: “Penebus yang tertakhir itu pun sama dengan penebus yang pertama; penebus yang pertama telah memberikan manna yang dari sorga, maka demikian juga penebus yang terakhir akan melakukan hal yang sama.” “Engkau tidak akan menemukan manna pada zaman kini, tetapi manna itu akan engkau temukan pada zaman yang akan datang.” “Bagi siapakah manna itu disiapkan? Manna itu disiapkan bagi orang-orang yang benar pada zaman yang akan datang. Barangsiapa yang percaya patut memperoleh dan memakannya.”

Mereka percaya bahwa ada satu periuk berisi manna yang disimpan di dalam peti perjanjian yang ada di dalam Bait Allah yang pertama. Mereka juga percaya bahwa ketika Bait Allah itu dihancurkan oleh musuh, maka nabi Yeremia telah menyembunyikan periuk manna tersebut dan akan mengeluarkannya lagi ketika Mesias itu datang. Dengan kata-kata lain, orang-orang Yahudi itu menantang Yesus untuk menunjukkan roti yang dari Allah untuk memperkuat dan membuktikan pengakuan diri-Nya. Mereka dengan demikian tidak menganggap roti yang dipakai untuk memberi makan lima ribu orang sebagai roti yang dari Allah. Roti itu berasal dari dunia dan karena itu adalah roti duniawi. Sedangkan manna mereka anggap sebagai roti lain, dan merupakan roti yang benar.

Jawaban Yesus mengandung dua arti. Pertama, Yesus mengingatkan mereka bahwa yang memberi manna pada zaman dahulu itu bukanlah Musa, melainkan Allah. Kedua, Yesus mengatakan bahwa manna tersebut sebenarnya bukanlah roti Allah; tetapi manna itu hanya simbol roti Allah saja. Roti Allah yang benar adalah Ia yang telah turun dari sorga dan yang bukan saja mengenyangkan kelaparan jasmaniah, tetapi bahkan memberikan hidup. Yesus tetap mempertahankan pengakuan-Nya, bahwa kepuasan dan hidup yang benar itu hanya ada pada Diri-Nya saja.

Selanjutnya perikop dalam Yohanes 6:35-40 merupakan salah satu perikop yang besar di dalam kitab Injil Yohanes, bahkan di dalam seluruh Perjanjian Baru. Di dalam perikop itu ada dua jalur pikiran yang perlu kita coba telusuri.

Pertama, apakah yang Yesus maksudkan ketika Ia berkata: “Akulah roti hidup”? Perkataan ini tidak cukup kalau hanya kita anggap sebagai suatu perkataan yang indah dan puitis. Marilah kita coba mengupasnya tahap demi tahap.

(1) Roti adalah bahan makanan utama untukmempertahankan hidup. Tanpa roti maka hidup ini tidak bisa berlanjut;
(2) Tetapi apakah hidup itu? Tentu saja yang dimaksud adalah lebih jauh dan lebih dalam ketimbang hanya hidup yang jasmaniah ini. Apakah arti rohaniah yang baru dari hidup ini?;
(3) Hidup yang sebenarnya adalah hidup dalam hubungan yang baru dengan Allah. Hubungan baru yang demikianitu adalah hubungan kepercayaan, ketaatan dan kasih;
(4) Hubungan yang baru seperti itu hanya dimungkinkan oleh Yesus Kristuis. Lepas dari Yesus Kristus tak seorangpun yang bisa memasuki hubungan baru itu;
(5) Dengan kata-kata lain, tanpa Yesus mungkin kita ini memang ada, tetapi tidak hidup;
(6) Oleh karena itu, kalau Yesus adalah esensi hidup ini, maka Ia adalah roti hidup itu.

Kelaparan yangs esungguhnya dari manusia itu berakhir kalau kita mengenal Kristus dan memalui-Nya mengenal Allah. Pada waktu itu maka jiwa yangmengembara dan berlelah-lelah menemukan perhentian, dan hati yang lapar dikenyangkan.

Kedua, perikop ini mengungkapkan tahap-tahap kehidupan Kristiani:

(1) Mula-mula kita melihat Yesus, Kita melihat Yesus melalui pembacaan Perjanjian Baru, pengajaran gereja, dan kadang-kadang di dalam pengalaman hidup kita sehari-hari di mana kita seolah-olah melihat Dia muka dengan muka;

(2) Setelah melihat Dia, lalu kita datang kepada-ya. Hal ini berarti bahwa kita mengenal Yesus bukan sebagai pahlawan atau tokoh yang jauh, tokoh cerita dalam buku, melainkan sebagai tokoh yang bisa kita temui secara langsung.

(3) Lalu kita percaya kepada-Nya. Artinya kita menerrima Yesus sebagai kuasa Allah yang berkuasa atas manusia dan hidup. Jadi pertemuan kita dengan Yesus bukanlah pertemuan karena kita tertarik atau karena kita setaraf dengan Dia, melainkan merupakan penyerahan diri kita kepada-Nya.

(4) Semua yang terjadi tersebut di atas memberi kita hidup. Dengan kata-kata lain, semuanya itu menempatkan diri kita dalam suatu hubungan yang indah dan baru dengan Allah, di mana Allah menjadi teman akrab kita. Melalui hubungan yang baru itu maka kita menjadi tidak asing lagi dengan Dia yang sebelumnya tidak kita kenal dan bahkan kita takuti.

(5) Kemungkinan untuk masuk ke dalam hubungan baru seperti itu bebas secara umum, terbuka bagi semua orang. Tawaran untuk itu terbuka dan ditujukan kepada semua orang. Kita sendirilah yang harusmenentukan untuk menerima atau tidak menerima roti hidup itu.

(6) Namun jalan satu-satunya untuk masuk ke dalam hubungan baru itu hanyalah melalui Yesus. Tanpa Dia maka semuanya tak akan mungkin. Semua daya upaya manusia, kerinduan serta keinginan hati manusia, tidak akan dapat menemukan Allah.

(7) Di belakang semuanya itu adalah Allah sendiri. Barangsiapa yang telah Allah berikan kepada Yesus, ia akan dapat datang kepada Kristus. Allah tidak hanya menyediakan tujuan, tetapi juga menggerakkan hati manusia agar ada kemauan untuk datang kepada-Nya. Allah bekerja di dalam hati manusia untuk menyingkirkan segala pemberontakan serta kesombongan yang mungkin akan menghalangi manusia untuk menyerahkan dirinya secara penuh. Bahkan, kita tidak akan pernah mencari Dia kalau saja Dia tidak lebih dahulu telah menemukan kita.

(8) Namun masih ada sesuatu yang mengeraskan hati kita, sehingga kita bisa menolak tawaran Allah itu. Pada akhirnya yang menolak Allah adalah perlawanan hari manusia sendiri. Hidup manusia itu diperhadapkan dengan dua hal: menerima atau menolak.

Kalau kita menerima, maka ada dua hal yang terjadi. Pertama, kepuasan yang baru akan masuk ke dalam hidup kita. Rasa lapar dan haus yang kita derita akan lenyap. Hati kita menemukan apa yang dicarinya dan hidup kita tidak lagi hanya merupakan sesuatu yang ada, melainkan berubah menjadi sesuatu yang bergetar dan sekaligus damai. Kedua, kita tetap selamat meskipun kita ada di dalam dunia yang lain. Bahkan pada hari akhir kita semuanya binasa, kita tetap selamat sentosa. Seorang penafsir mengungkapkan hal itu sebagai berikut: ”Kristus membawa kita ke tempat perhentian, di mana dan untuk selanjutnya tidak ada lagi bahaya apapun.”

Yesus menawarkan hidup yang waktuwi maupun hidup yang kekal. Kemuliaan serta keagungan itu akan lepas dari kita kalau kita menipu diri kita sendiri lalu menolak tawaran Yesus itu.

KEGAGALAN ORANG YAHUDI

Dalam ayat 41-51 Yohanes menceritakan mengenai kegagalan orangYahudi untuk mempercayai Yesus. Perikop ini memberikan sebab-sebab mengapa orangYahudi menolak Yesus; dan dengan menolak-Nya itu mereka menolak hidup yang kekal.

(1) Orang-orang yahudi tersebut mengukur segala sesuatu menurut ukuran manusiawi dan menurut ukuran lahiriah. Di dalam menjawab pengakuan Yesus mereka dengan tegas mengatakan, bahwa Yesus hanyalah anak seorang tukang kayu yang dibesarkan di Nazaret. Hal ini mereka ketahui sepenuhnya. Mereka tidak bisa mengerti, bahwa seorang pedagang atau seorang anak miskin pun bisa menjadi utusan istimewa dari Allah.

T.E.Lawrence adalah teman akrab dari seorang penyair yang bernama Thomas Hardy. Ketika Lawrence masih bekerja sebagai pemelihara pesawat terbang Angkatan Udara Kerajaan Inggris, ia sering mengunjungi keluarga Thomas Hardy dengan berpakaian seragam kerja. Pada suatu kali, kunjungan Lawrence yang demikian itu bersamaan waktu dengan kunjungan seorang nyonya ningrat dari kota Dorchester. Sang ningrat sangat terkejut dan kecewa bahwa ia harus merendahkan diri untuk menghadiri pertemuan dengan seorang pekerja kasar biasa. Sang ningrat memberitahu nyonya Hardy, bahwa di dalam hidupnya ia tidak pernah harus duduk satu meja dan minum bersama seorang prajurit rendahan seperti itu. Namun sang ningrat mengatakan hal itu dalam bahasa Perancis yang tidak dimengerti oleh nyonya rumah, sehingga nyonya rumah hanya diam saja. Tiba-tiba tuan rumah mengucap dengan rendah hati dalam bahasa Perancis yang sempurna, katanya: “Maaf Nyonya, apakah saya bisa menolong menerjemahkan apa yang baru saja nyonya katakan, sebab isteri saya tidak mengerti bahasa Perancis?” Sang ningrat adalah contoh dari seseorang yang karena gengsi dan tidak menghargai orang lain telah melakukan kesalahan besar karena menilai orang lain dari penampakan lahiriahnya saja.

Hal seperti itulah yang juga dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap Yesus. Kita harus berhati-hati agar kita tidak menolak berita dari Alalh hanya karena kita merendahkan serta tidak memperhatikan si pembawa berita. Tidak ada orang yang akan menolak menerima uang banyak hanya karena uang itu dimasukkan ke dalam amplop yang bentuk dan warnanya kurang memadai. Allah mempunyai banyak pembawa berita. Dan berita Allah yang terbesar justru datang melalui seorang tukang kayu asal Galilea. Namun justru kenyataan yang seperti itu orang Yahudi malah menolak-Nya.

(2) Orang-orang Yahudi itu berdebat satu melawan yang lain. Mereka telah terpukau dan terkesima oleh pertimbangan dan pendapat pribadi mereka, sedemikian rupa, sehingga tidak ada ingatan sedikit pun untuk berhubungan dengan Allah. Mereka sangat bersemangat untuk menampilkan pendapat mereka tentang persoalan itu, tetapi mereka sama sekali tidak mau tahu apa pendapat Allah mengenai persoalan itu. 

Oleh karena itu barangkali baik kalau di dalam suatu perdebatan atau pembicaraan dalam suatu forum, di mana setiap orang berusaha mengajukan pendapat agar diterima oleh orang lain, kita kadang-kadang lebih baik diam dan menanyakan Allah apa yang Ia kehendaki untuk kita lakukan. Memang kita masih harus sering mengakui, bahwa pada akhirnya pendapat-pendapat kita tidak mempunyai arti yang banyak. Pendapat, pikiran dan kehendak Allah-lah yang sebenarnya mempunyai arti. Tetapi kita jarang sekali berusaha untuk mengetahui pendapat serta kehendak Allah itu.

(3) Orang-orang Yahudi itu mendengar, tetapi tidak belajar apa-apa. Memang mendengar itu ada bermacam-macam. Ada mendengar dengan cermat dan kritis; ada mendengar dengan rasa penolakan dan perlawanan; ada mendengar namun merasa diri lebih tinggi; ada mendengar dengan keacuh-takacuhan; dan ada juga mendengar hanya sekedar mendengar saja karena tidak mnendapat kesempatan untuk berbicara dan didengar orang lain. Mendengar yang memang berguna hanyalah mendengar yang disertai oleh kemauan untuk meresapi dan mempelajari apa yang didengar itu. Dan mendengar yang seperti itu adalah satu-satunya cara mendengar suara Allah.

(4) Orang-orang Yahudi tetap bertahan dan tidak mau ditarik oleh Allah, Hanya orang-orang yang menerima Yesus sajalah yang ditarik oleh Allah. Kata bahasa Yunani yang dipakai oleh Yohanes untuk ‘menarik’ adalah ‘helkuein’. Kata itu dipakai juga di dalamn terjemahan bahasa Yunani Perjanjian Lama di dalam kitab Yeremia 31:3, yang di dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata “melanjutkan”. 

Hal yang menarik dari kata Yunani ‘helkuein’ itu ialah, bahwa kata itu selalu mengandung arti menolak atau bertahan. Pengertian itu ada di dalam kata ‘menarik’ seperti yang dipakai dalam kalimat: menarik jala yang berat penuh ikan ke pantai (Yohanes 21:6, 11). Kata itu juga dipakai pada waktu Paulus dan Silas ditarik atau diseret ke depan pengadilan di kota Filipi (Kisah Para Rasul 16:19). Kata itu dipakai juga dalam menghunus pedang dari dalam sarungnya (Yohanes 18:10). Jadi di situ selalu ada pengertian menolak, bertahan atau seret. Allah menarik manusia kepada-Nya, tetapi penolakan dan pertahanan manusia bisa melawan tarikan Allah itu.

Yesus adalah roti hidup, artinya ialah bahwa Yesus adalah pokok kehidupan. Karena itu menolak tawaran serta perintah Yesus berarti kehilangan hidup dan menuju kematian. Para rabi sering mengatakan: “Generasi yang hidup di padang gurun zaman dahulu tidak mempunyai bagian apa-apa di dalam kehidupan kekal.” 

Di dalam cerita kuno yang terdapat di dalam kitab Bilangan diceritakan tentang orang-orang besar dan bahaya yang ada di tanah perjanjian seperti yang dilaporkan oleh para pengintai. Mereka dikutuk dan dihukum dengan pengembaraan di padang gurun untuk waktu yang lama sehingga mereka mati di sana. Karena mereka tidak mau menerima bimbingan Allah, maka pintu tanah perjanjian tertutup bagi mereka untuk selamanya. Para rabi percaya bahwa para nenek mpoyang yang mati di padang gurun itu bukan hanya tidak dapat masuk ke tanah perjanjian, tetapi juga kehilangan hidup yang bakal datang.


Menolak tawaran Yesus berarti menolak hidup yang sekarang dan yang akan datang. Sebaliknya, menerima tawaran Yesus itu berarti menerima hidup yang sebenarnya sekarang ini maupun kelak dalam dunia yang baru.

2.AKULAH TERANG DUNIA (YOHANES 8:12-20)

Tempat terjadinya soal-jawab ini dengan para penguasa Yahudi, adalah di dalam tempat Perbendaharaan Bait Allah, yang terletak di Serambi Wanita. Serambi Bait Allah yang pertama ialah halaman untuk orang-orang bukan Yahudi; halaman yang ke-dua ialah Halaman untuk kaum Wanita. Hal itu disebut demikian oleh karena orang-orang wanita tidak boleh melewati batasan itu, kecuali jika mereka benar-benar hendak mempersembahkan korban di atas mezbah yang terletak di dalam Halaman Imam-imam. Di sekeliling Halaman Wanita itu ada serambi; dan di serambi itu, ada tiga belas peti uang pada tembok dan di dalam peti-peti itu orang memasukkan persembahan mereka. Peti-peti inilah yang disebut Terompet, karena bentuknya sama seperti terompet, sempit di pucuk atas dan melebar ke dasar bawah.

Ketiga belas peti uang itu masing-masing dimasukkan persembahan-persembahan tertentu. Pada dua peti pertama harus dimasukkan setengah syikal yang diwajibkan bagi tiap orang Yahudi untuk membayarnya guna pemeliharaan Bait Allah. Pada peti yang ke-tiga dan ke-empat dimasukkan sejumlah uang senilai harga dua ekor merpati yang wajib bagi seorang wanita guna penyucian setelah melahirkan anak (Imamat 12:8). 

Pada peti ke-lima dimasukkan persembahan yang digunakan untuk biaya kayu bakar yang dibutuhkan agar api mezbah terus-menerus menyala. Pada peti ke-enam dimasukkan persembahan yang dibutuhkan untuk biaya kemenyan yang dipakai dalam kebaktian-kebaktian di dalam Bait Allah. Pada peti yang ke-tujuh dimasukkan persembahan guna memelihara bejana-bejana emas yang dipakai dalam kebaktian-kebaktian.Terkadang seorang atau satu keluarga menyisihkan jumlah uang tertentu yang dimaksudkan guna persembahan dosa atau persembahan pengucapan syukur. Pada enam terompet sisanya, orang memasukkan sisa uang berapa saja yang masih tersisa setelah persembahan tersebut dilakukan, atau suatu persembahan ekstra yang ingin diberikan.

Jelaslah bahwa empat Perbendaharaan itu merupakan tempat yang cukup ramai dikunjungi orang, dengan orang-orang yang beribadat yang berderet-deret datang dan pergi. Tidak ada tempat lain yang lebih baik untuk mengumpulkan sejumlah besar hadirin orang-orang yang beriman untuk diberi pelajaran, daripada tempat Perbendaharaan ini.

Di dalam bagian ini, Yesus memberi suatu pernyataan yang penting: “Akulah Terang Dunia.” Ada kemungkinan besar bahwa latar belakang suasana, di mana pernyataan itu diberikan, membuat pernyataan tersebut dua kali lebih hidup dan mengesankan. Perayaan yang dihubungkan oleh Yohanes dengan percakapan ini adalah hari raya Pondok Daun (Yohanes 7:2). Kita telah melihat (Yohanes 7:37) bagaimana upacara-upacara itu telah menimbulkan kejadian di mana Yesus menyatakan pemberian air yang hidup kepada manusia. Akan tetapi ada upacara lain yang dihubungkan dengan hari raya ini.

Pada malam hari pertama dilakukan upacara yang disebut Penerangan Bait. Upacara ini dilakukan di Halaman Wanita. Halaman ini dikelilingi oleh serambi yang lebar untuk dapat menampung para penonton. Pada tengah-tengah halaman itu telah ditempatkan empat kandil (yaitu tempat lilin yang bercabang-cabang) yang besar. Pada waktu hari menjadi petang, maka ke-empat kandil besar itu dipasang dan dikatakan orang, kandil-kandil itu memancarkan nyala terang yang begitu besar ke seluruh kota Yerusalem sehingga tiap halaman dalam rumah menjadi terang benderang. 

Dan sepanjang malam itu, sampai ayam jantan berkokok pada pagi hari berikutnya, orang-orang yang termulia dan yang paling bijak dan paling suci di Israel menari-nari di hadapan Tuhan, sambil menyanyikan mazmur sukacita dan puji-pujian dan orang banyak menontonnya. Yesus berkata: “Kamu telah melihat nyala api dari Penerangan Bait menembus kegelapan malam. Aku adalah Terang Dunia, karena orang yang mengikuti Aku mempunyai terang, tidak hanya untuk satu malam yang menggetarkan hati, melainkan untuk sepanjang perjalanan hidupnya. Terang dari Bait itu adalah cemerlang, akan tetapi pada akhirnya akan berkedip-kedip dan padam. Akulah Terang yang menyala untuk selamanya.”

Selanjutnya Yesus berkata: “Barangsiapa mengikut Aku,ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” Terang kehidupan berarti dua hal. Dalam bahasa Yunani dapat berarti “terang yang terpancar dari sumber kehidupan”, atau “terang yang memberi kehidupan”. Dalam bagian ini dapat berarti kedua-duanya. Yesus adalah terang Allah yang memberi kehidupan kepada manusia. Sama seperti bunga tidak mungkin bisa bersemi jika tidak pernah melihat sinar matahari, demikian juga hidup kita tidak bisa bersemi dengan keagungan dan keindahan yang seharusnya dipunyai, kecuali jika hidup ini disinari oleh terang kehadiran Yesus.

Dalam bagian ini Yesus berkata tentang hal mengikuti Dia sendiri. Kita seringkali berkata tentang mengikuti Yesus; kita juga seringkali mendesak orang lain untuk melakukan hal itu. Apakah yang dimaksudkan? Dalam bahasa Yunani, kata kerja “mengikuti” ialah ‘akolouthein’; dan arti-artinya menyoroti apa yang dimaksudkan dengan mengikuti Yesus. Akolouthein mempuinyai lima arti yang berbeda, akan tetapi berhubungan erat satu dengan yang lain.

(1) Kata itu seringkali digunakan untuk seorang serdadu yang mengikuti kaptennya. Serrdadu itu ikut ke mana saja kaptennya memimpin dia: pada mars rute panjang,ke medan pertempuran, dalam kampanye-kampanye (perang) di negeri-negeri asing. Orang Kristen merupakan serdadu dan Kristus adalah komandannya.

(2) Seringkali kata itu dipakai untuk seorang budak yang menyertai tuannya, ke mana saja tuan itu pergi, budak itu selalu siap melayaninya, untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Dia benar-benar secara harfiah selalu siap sedia mendampingi dan melayani tuannya. Orang Kristen adalah seorang budak yang kesukaannya ialah melayani Kristus.

(3) Seringkali dipakai juga untuk menerima baik pandangan yang bijaksana dari seorang penasehat. Jika seorang merasa ragu-ragu, maka dia pergi kepada seorang ahli, dan jika ia bijaksana ia menerima baik penilaian/pertimbangan ahli itu. Orang Kristen adalah orang yang memakai nasehat Kristus sebagai pedoman hidup dan kelakuan.

(4) Seringkali berarti juga menuruti undang-undang kota atau negara. Kalau seorang menjadi anggota yang berguna dari suatu masyarakat atau persekutuan, dia harus setuju untuk mematuhi hukum-hukumnya. Orang Kristen yang menjadi warganegara kerajaan sorga menerima baik undang-undang dari kerajaan dan dari Kristus sebagai hukum yang memerintah hidupnya.

(5) Seringkali berarti juga mengikuti garis argumentasi dari si guru atau mengikuti intisari dari pembicaraan orang. Orang Kristen adalah orang yang telah mengerti arti dari pengajaran Kristus. Dia tidak mendengar tanpa pikir atau perhatian. Dia menampung pesan itu di dalam akal-budinya dan mengerti, menerima kata-kata itu di dalam ingatannya dan mengingat-ingatnya, dan menyimpannya di dalam hati dan menurut.

Menjadi pengikut Kristus berarti memberi seluruh dirinya, badan, jiwa dan nyawa dalam penurutan kepada Tuannya, dan untuk memasuki penurutan itu berarti berjalan di dalam terang. Jika kita berjalan sendiri, kita pasti tersandung dan meraba-raba, karena begitu banyak masalah-masalah kehidupan ada di luar jangkauan pemecahan. Jika kita berjalan sendiri, kita pasti mengambil jalan yang keliru, karena kita tidak mempunyai peta kehidupan yang bisa diandalkan. Kita memerlukan hikmat sorgawi untuk perjalanan kita di dunia ini.

Orang yang mempunyai petunjuk yang aman dan peta yang tepat adalah orang yang pasti akan sampai dengan selamat pada akhir perjalanan. Yesus Kristus adalah Petunjuk itu, dan Dia sajalah yang mempunyai peta kehidupan. Mengikuti Dia berarti berjalan dengan selamat sepanjang hidup dan sesudah itu masuk ke dalam kemuliaan.

TERANG YANG TIDAK DIKENAL MANUSIA

Pada waktu Yesus mengatakan diri sebagai Terang Dunia, para ahli Taurat dan orang-orang Farisi memberi reaksi permusuhan. Pernyatan itu kedengaran lebih mengherankan bagi mereka daripada bagi kita. Bagi mereka kedengarannya sebagai tuntutan – dan sesungguhnya memang demikian – menjadi Mesias, dan bahkan lebih dari itu, melakukan pekerjaan yang hanya Tuhan saja dapat melakukan. 

Perkataan terang khususnya dalam pemikiran dan bahasa orangYahudi dihubungkan dengan Tuhan. “Tuhan adalah terang” (Mazmur 27:1), “Tuhan akan menjadi penerang abadi bagimu” (Yesaya 60:19). “Dan di bawah terang-Nya aku berjalan dalam gelap.” (Ayub 29:3). “Sekalipun aku duduk dalam gelap, Tuhan akan menjadi terangku.” (Mikha 7:8). Para rabi menyatakan bahwa nama dari Mesias ialah Terang. Jika Yesus menyatakan diri sebagai Terang Dunia, Dia menuntut sesuatu yang paling tinggi.

Argumentasi yang diberikan di dalam bagian ini adalah sulit dan rumit, akan tetapi hal itu meliputi tiga unsur :

(1) Orang-orang Yahudi menuntut bahwa suatu pernyataan yang telah dibuat Yesus tidak dapat dipandang tepat oleh karena tidak didukung oleh bukti-bukti yang cukup. Hal itu, seperti yang dilihat oleh mereka, hanya didukung oleh kata-kata-Nya sendiri saja, dan menurut hukum orang Yahudi suatu pernyataan harus didasarkan atas bukti dari dua orang saksi, sebelum hal itu dapat dipandang benar.

“Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apa pun atau dosa apa pun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan.” (Ulangan 19:15). “Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati.” (Ulangan 17:6). “....tetapi kalau hanya satu orang saksi saja tidak cukup untuk memberi keterangan terhadap seseorang dalam perkara hukuman mati.” (Bilangan 35:30). Jawaban Yesus ada dua ganda.

Pertama, Dia menjawab bahwa jawaban Dia sendiri adalah cukup. Dia menyadari benar kuasa-Nya sendiri, sehingga tidak perlu ada saksi lain. Ini bukanlah kebanggaan yang timbul dari kepercayaan atas diri sendiri. Ini hanya suatu contoh yang biasa dari hal semacam itu yang terjadi tiap hari. Seorang ahli bedah yang besar yakin atas ketetapannya sendiri; dia tidak membutuhkan seorang lain pun untuk mendukung dia; saksinya ialah keterampilannya sendiri. 

Seorang ahli hukum atau hakim yang besar yakin benar atas interpretasinya sendiri dan pengetrapan hukum itu. Bukanlah oleh karena dia bangga atas pengetahuannya, tetapi hanya oleh karena dia tahu bahwa dia tahu. Yesus begitu menyadari hubungan-Nya yang dekat dengan Allah sehingga Dia tidak membutuhkan suatu kuasa lain untuk mendukung tuntutan-Nya kecuali hubungan-Nya dengan Allah.

Kedua, Yesus berkata dalam kenyataan sesungguhnya bahwa Dia telah mempunyai saksi kedua, dan saksi kedua itu adalah Allah. Bagaimanakah Allah memberi kesaksian atas kuasa (otoritas) yang tertinggi dari Yesus?

(a) Kesaksian Allah ada dalam kata-kata Yesus. Tidak ada seorang pun dapat berkata-kata dengan hikmat itu kecuali Allah memberikannya pengetahuan.

(b) Kesaksian Allah adalah perbuatan-perbuatan Yesus. Tidak ada seorang pun dapat berbuat perkara-perkara yang demikian itu, kecuali Allah bertindak melalui Dia.

(c) Kesaksian Allah ada di dalam akibat tindakan Yesus pada manusia. Dia mengerjakan perubahan-perubahan dalam diri manusia yang jelas tidak mungkin dapat dikerjakan oleh kuasa manusia. Kenyataan bahwa Yesus dapat mengubah orang yang jahat menjadi baik adalah bukti dari kuasa-Nya yang bukan hanya kuasa menusia, melainkan dari Allah.

(d) Kesaksian Allah nampak dalam reaksi orang terhadap Yesus. Di mana saja dan kapan saja Yesus telah dinyatakan sepenuhnya; di mana saja dan kapan saja, Salib telah diberitakan segala kebesaran dan kemuliaannya, maka langsung timbul respons (tanggapan) yang meluap dalam hati orang. Respons itu adalah Roh Kudus Allah yang bekerja dan memberi kesaksian dalam hati orang-orang. Tuhan yang ada di dalam hati kita memungkinkan kita untuk melihat Allah di dalam Yesus.

Yesus menguraikan dengan cara ini untuk menanggapi argumen dari para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang mengatakan bahwa kata-kata-Nya tidak bisa diterima oleh karena tidak ada saksi-saksi yang cukup. Kata-kata-Nya sebenarnya didukung oleh dua saksi, yakni kesaksian dari kesadarannya sendiri mengenai kuasa-Nya dan kesaksian dari Allah.

(2) Kedua, Yesus membicarakan tentang hak-Nya untuk menghakimi. Kedatangan-Nya ke dalam dunia ini bukanlah pertama-tama untuk menghakimi, melainkan untuk mengasihi. Pada waktu yang bersamaan reaksi orang terhadap Yesus merupakan suatu penghakiman jika ia tidak melihat ada keindahan di dalam Yesus, maka ia menghukum diri sendiri. Di sini Yesus menarik garis kontras antara dua macam penghakiman.

a). Ada penghakiman yang didasarkan atas pengetahuan manusia dan standar manusia dan yang tidak pernah melihat apa yang berada di bawah permukaan. Itulah penghakiman dari para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, dan pada analisa yang terakhir, itulah juga penghakiman yang dilakukan oleh setiap manusia, karena pada hakekatnya manusia tidak pernah dapat melihat apa yang berada di bawah permukaan sesuatu hal.

b). Ada suatu penghakiman yang didasarkan atas pengetahuan mengenai segala fakta, bahkan fakta-fakta yang tersembunyi, dan pengetahuan semacam itu hanya ada pada Tuhan Yesus yang menyatakan bahwa setiap penghakiman yang Dia ucapkan bukanlah dari manusia, melainkan dari Allah – oleh karena Dia adalah satu dengan Allah. Di dalam hal itu segera terletak penghiburan dan peringatan bagi kita. Hanya Yesus saja mengetahui segala fakta. Itulah yang membuat Dia lebih murah hati daripada siapa pun juga, serta membuat Dia juga mampu untuk melihat dosa-dosa yang ada di dalamn diri kita dan yang tersembunyi bagi mata orang. Penghakiman Yesus adalah sempurna, karena dibuat dengan pengetahuan yang hanya ada pada Tuhan.

(3) Akhirnya, Yesus mengatakan secara terus terang bahwa para ahli Taurat dan orang-orang Farisi tidak mempunyai pengetahuan yang sejati tentang Allah. Kenyataan bahwa mereka tidak mau mengakui Dia, siapa dan apa Dia, membuktikan hal itu. Yang menjadi tragedi (kejadian yang menyedihkan) ialah bahwa seluruh sejarah Israel telah diatur sedemikian rupa sehingga orang-orang Yahudi seharusnya dapat mengenali Anak Allah pada waktu Dia datang; akan tetapi mereka sudah begitu terlibat dalam ide-ide mereka sendiri, begitu sungguh-sungguh pada jalan mereka, begitu yakin mengenai pengertian-pengertian mereka sendiri tentang agama, sehingga mereka menjadi buta terhadap Allah.

3.AKULAH GEMBALA YANG BAIK (YOHANES 10:1-15)

Tidak ada gambaran yang lebih disukai mengenai Yesus daripada gambaran Gembala yang Baik. Gambaran gembala telah terjalin dalam bahasa dan gambar pemikiran Alkitab. Memang tidak bisa lain. Bagian terbesar dari tanah Yudea adalah dataran tinggi yang sentral, melintang dari Betel sampai Hebron dan meliputi kira-kira 35 mil, dan bervariasi sepanjang 14 sampai 17 mil. Tanahnya sebagian besar adalah kasar dan berbatu, dan karenanya tidak bisa dihindarkan bahwa tokoh yang paling terkenal di dataran tinggi di Yudea itu adalah si gembala.

Hidup gembala itu amat berat. Tidak ada kawanan domba yang sedang makan rumput, yang tanpa gembala. Dia tidak pernah cuti. Oleh karena rumput hanya sedikit, maka domba-domba itu memencar, dan karena tidak ada tembok pelindung yang mengelilinginya, domba-domba itu harus senantiasa diawasi. Pada kedua ujung dataran tinggi yang sempit itu tanahnya menurun dengan tajam masuk ke dalam padang pasir yang bertebing terjal serta berbatu. Domba-domba itu selalu dapat tersesat dan hilang. Tugas gembala tidak hanya terus-menerus tetapi juga berbahaya, karena selain itu, dia harus melindungi kawanan dombanya terhadap binatang-binatang buas, khususnya terhadap anjing-anjing hutan, dan juga selalu ada pencuri-pencuri dan perampok-perampok siap untuk mencuri domba-domba itu.

Sir George Adam Smith, yang pernah menjelajahi tanah Palestina, menulis: “Di beberapa padang gurun yang tinggi, di mana pada tengah malam serigala-serigala berkeliaran dan menggonggong, jika engkau berjumpa dengan dia (yaitu gembala) tanpa tidur, mengamat-amati tempat tyang jauh, di serang udara dingin, bersandar pada tongkatnya, mengamati domba-dombanya yang tersebar, setiap mereka ada dalam hatinya, engkau dapat mengerti gembala dari Yudea tampil di depan dalam sejarah umat itu; mengapa Kristus mengambil dia sebagai tipe dari pengorbanan diri sendiri.” Kesiap-siagaan yang terus-menerus, keberanian yang tidak kenal takut, kasih dan sabar terhadap kawanan dombanya, itulah yang menjadi ciri-ciri yang penting dari seorang gembala.

Hubungan antara domba dan gembala berbeda sekali di Palestina. Di Inggris domba itu dipelihara untuk nantinya disembelih, tetapi di Palestina kebanyakan untuk bulu wolnya. Maka terjadilah bahwa di Palestina domba-domba itu hidup bersama gembalanya selama bertahun-tahun, dan seringkali mereka mempunyai nama masing-masing, sehingga dapat dipanggil oleh gembala itu. Biasanya nama itu bersifat deskriptif umpamanya si Kaki-Coklat, si Telinga-Hitam.

Di Palestina gembala itu berjalan di muka dan domba-domba mnengikutinya dari belakang. Gembala pergi dahulu untuk melihat apakah jalan itu cukup aman dan seringkali domba-domba itu perlu dibujuk untuk mengikuti. Seorang pelancong menceritakan bagaimana gembala memimpin kawanan dombanya mendatangi anak sungai untuk menyeberanginya. Domba-domba itu enggan untuk menyeberang. Gembala itu akhirnya memecahkan persoalan dengan menopang seekor anak domba untuk diseberangkan. Pada waktu induknya melihat bahwa anaknya berada di seberang sungai, maka ia menyeberang juga dan semua kawanan itu mengikuti induk itu menyeberang.

Adalah benar sekali bahwa domba itu mengetahui dan mendengar suara gembalanya; dan bahwa mereka tidak pernah akan menjawab suara orang lain. H.V.Morton, dalam bukunya InThe Step of the Master, memberi suatu gambaran yang indah sekali mengenai cara gembala itu berkata-kata dengan domba-dombanya. “Terkadang dia berkata kepada mereka dengan suara yang bernada nyanyian yang keras dengan menggunakan bahasa yang aneh seperti belum pernah aku dengar selama hidupku. 

Pertama kali aku mendengar bahasa domba itu, aku berada di atas bukit-bukit di sebelah belakang Yerikho. Satu kawanan kambing turun masuk ke lembah untuk kemudian naik lagi ke bukit yang di depannya. Waktu gembala menengok ke belakang dan melihat kembing-kambingnya tertinggal di belakang sedang makan daun-daunan semak. Dengan suara bernada tinggi dia memanggil kambing-kambingnya, dengan suatu bahasa yang dahulu mungkin digunakan oleh Pan (tokoh mitologis Yunani) di bukit-bukit Yunani. Suara itu tidak wajar sama sekali, karena sama sekali tidak mirip dengan suara manusia. Lebih mirip dengan suara hewan yang disusun dengan cara tertentu. Kambing itu membalas mengembil, begitu mereka mendengar suara si gembala itu, dan dua tiga kambing menengok ke jurusan si gembala itu. Akan tetapi mereka tidak menuruti dia. Kawanan kambing itu kemudian menyerukan suatu kata, dengan mengeluarkan suara rengekan seperti tertawa. Langsung seekor domba dengan sebuiah bel dilehernya berhenti makan, dan, sambil meninggalkan kawanan itu ia turun ke bawah, melintasi lembah untuk selanjutnya menaiki bukit di hadapannya. Si gembala beserta dengan kambing itu lalu berjalan dan menghilang di belakang sebuah batu karang. Segera timbul suasana panik di tengah kawanan itu. Mereka melupakan makan. Mereka melihat ke atas mencari gembala mereka. Dia tidak kelihatan. Mereka baru sadar bahwa pemimpin mereka, yaitu domba yang dikalungi bel di bagian lehernya, tidak ada lagi di tengah-tengah mereka. Dari jauh kedengaranlah suara tertawa yang aneh yang memanggil dari gembala. Mendengar suara itu kawanan kambing itu lalu berjejal-jejal turun ke bawah dan kemudian menaiki lereng bukit itu mengikuti gembala mereka.”

W.M.Thomson dalam bukunya The Land and the Book juga menceritakan hal yang sama. “Gembala itu sebentar-sebentar memanggil dengan suara yang tajam untuk memperingatkan mereka mengenai kehadirannya. Mereka mengenal suaranya dan mengikuti dia; tetapi seorang yang tidak dikenal memanggil, mereka segera berhenti, mengangkat kepala mereka dalam keadaan siap-siaga, dan jika suara itu diulangi maka mereka membalikkan diri dan melarikan diri, karena mereka tidak mengenal suara orang lain itu. Pengalaman semacam ini aku alami beberapa kali.”

Persis seperti itulah gambaran yang diberikan oleh Yohanes. Tiap detail kehidupan gembala menerangi gambaran Gembala yang Baik, di mana domba-domba-Nya mendengar suara-Nya dan yang menunjukkan pemeliharaan-Nya yang terus-menerus kepada kawanan domba-domba-Nya.

GEMBALA YANG BENAR DAN YANG PALSU

Dalam ayat 11-15, melukiskan perbedaan kontras antara gembala yang baik dan yang buruk, yang setia dan yang tidak setia. Gembala itu secara mutlak bertanggungjawab atas domba-dombanya. Jika terjadi sesuatu pada seekor domba, dia harus dapat menunjukkan bukti bahwa itu bukan salahnya. Nabi Amos bicara tentang gembala yang menyelamatkan dua potong kaki atau sebagian dari daun telinga dari mulut singa (Amos 3:12). Hukum Taurat menetapkan: “Jika binatang itu benar-benar diterkam oleh binatang buas, maka ia harus membawanya sebagai bukti.” (Keluaran 22:13). Maksudnya ialah bahwa gembala itu harus membawa pulang bukti bahwa dombanya telah mati dan tidak mampu melindunginya. Daud menceritakan kepada Saul, bagaimana waktu dia menjaga domba-domba ayahnya, dia harus berkelahi melawan singa dan beruang (1Samuel 17:34-36). Nabi Yesaya menyebutkan segerombolan gembala-gembala yang dipanggil keluar untuk menghadapi singa (Yesaya 31:4). Gembala memandang wajar sekali untuk mempertaruhkan jiwanya dalam membela kawanan domba-dombanya. Terkadang gembala itu harus berbuat lebih daripada mengambil resiko tersebut; terkadang dia harus mengorbankan diri, mungkin jika pencuri dan perampok datang untuk merampok kawanan dombanya. Gembala yang sejati tidak pernah ragu-ragu untuk mengambil resiko dsan bahkan untuk mengorbankan jiwanya bagi domba-dombanya.

Akan tetapi, pada pihak lain, ada gembala yang tidak setia. Bedanya ialah begini. Gembala yang sejati telah dilahirkan untuk menjalankan tugasnya. Dia dikirim keluar dengan domba-dombanya. Begitu mereka dipandang sudah cukup umurnya untuk melakukan tugas itu; domba-domba itu menjadi sahabat-sahabatnya dan kawan pergaulannya; dan telah menjadi tabiatnya untuk memikirkan tentang mereka sebelum memikirkan diri sendiri. Akan tetapi gembala yang palsu melakukan pekerjaan itu bukan sebagai panggilan, melainkan sebagai mata pencaharian. Dia melakukan pekerjaan itu hanya dan melulu untuk mendapat bayaran. Dia mungkin hanya seorang yang pergi ke bukit-bukit karena suasana kota sudah menjadi terlalu panas baginya. Dia tidak menyadari bobot dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan itu, dia hanya seorang bayaran.

Hal yang Yesus maksudkan ialah bahwa seorang yang bekerja hanya untuk mendapatkan upah, dia hanya memikirkan soal uang. Orang yang kerja karena kasih, dia terutama memikirkan keadaan orang-orang yang dia coba untuk layani. Yesus adalah gembala yang baik, yang mengasihi domba-domba-Nya sedemikian rupa sehingga untuk keselamatan mereka Dia rela untuk mempertaruhkan bahkan pada suatu hari mengorbankan hidup-Nya.

Kita dapat perhatikan dua hal sebelum kita meninggalkan bagian ini.

(1). Yesus melukiskan diri-Nya sebagai gembala yang Baik. Di dalam bahasa Yunani ada dua kata yang berarti “baik”. Ada kata Yunani ‘agathos’ yang hanya menunjukkan kepada kualitas akhlak (moral) sesuatu; ada kata ‘kalos’ yang berarti bahwa di dalam kebaikan itu ada sejumlah yang menarik yang membuatnya menjadi indah. Jika dilukiskan sebagai gembala yang ‘baik’, kata yang dipakai ialah ‘kalos’. Di dalam Dia ada segi yang melebihi ketepat-gunaan (efisiensi), dan yang melebihi kesetiaan,yang membuat Dia sungguh indah menarik.

Terkadang di desa atau kota kecil orang mengatakan tentang dokter yang baik. Mereka tidak hanya memikirkan tentang ketepat-gunaan dokter dan keterampilannya sebagai dokter; mereka berpikir tentang simpati, keramah-tamahan dan keluwesan yang dia miliki dan yang menjadikan dia sahabat semua orang. Di dalam gambaran Yesus sebagai gembala yang Baik tidak hanya ada keindahan yang menarik, melainkan juga kuat kuasa.

(2). Hal yang kedua ialah sebagai berikut ini. Di dalam perumpamaan, kawanan domba itu ialah gereja Kristus, dan gereja itu menderita dua macam bahaya. Ia selalu bisa diserang dari luar, oleh serigala-serigala, perampok-perampok dan pencuri-pencuri. Ia juga selalu dapat diserang dari dalam dan seringkali harus menderita karena kepemimpinannya yang buruk; karena malapetaka para gembala yang melihat panggilan mereka sebagai karier, dan bukan sebagai pelayanan. Bahaya yang kedua adalah yang jauh lebih buruk; sebab jika gembala itu baik dan setia, hal itu berarti pertahanan yang kokoh terhadap serangan-serangan darl luar. Akan tetapi jika ia adalah seorang bayaran yang tanpa iman, musuh-musuh dari luar itu dapat menerobos masuk dan membinasakan kawanan itu. Dasar gereja yang pertama-tama adalah kepemimpinan yang didasarkan atas contoh yang diberikan oleh Yesus Kristus.

4.AKULAH PINTU (YOHANES 10:7-10)

Orang-orang Yahudi tidak mengerti makna cerita tentang Gembala yang Baik. Maka Yesus secara terus terang dan terbuka memberi penerapan kepada diri sendiri.

Dia mulai dengan mengatakan: “Akulah pintu.” Di dalam perumpamaan ini Yesus menyebutkan dua macam kandang domba. Di desa-desa dan kota-kota ada kandang-kandang domba bersama, di sanalah semua kawanan domba-domba sekampung dikumpulkan dan ditampung waktu mereka pulang di malam hari. Kandang itu dilindungi oleh sebuahpintu yang kuat dan kuncinya hanya dipegang oleh penjaga pintu. Kandang semacam itulah yang dimaksudkan oleh Yesus pada ayat-ayat 2 dan 3.

Akan tetapi jika domba-domba itu pergi ke luar ke bukit-bukit pada musim panas dan tidak pulang ke kampung sama sekali, mereka dikumpulkan dalam kawanan-kawanan di bukit itu. Kandang-kandang di atas bukit-bukit itu terbuka dan dikelilingi tembok. Pada tembok itu ada satu lubang dan melalui lubang itu domba-domba itu masuk dan keluar; dan tidak ada pintu macam apa pun juga. Apa yang terjadi ialah bahwa pada waktu malam si gembala sendiri membaringkan diri di dalam lubang itu sehingga tidak ada domba yang bisa masuk atau keluar melewati tubuhnya. Dalam arti yang harfiah, gembala itu menjadi pintu.

Itulah yang dimaksud oleh Yesus waktu Dia mengatakan: “Akulah pintu.” Melalui Dia, dan hanya melalui Dia saja, manusia bisa masuk kepada Allah. “Melalui Dia,” kata rasul Paulus, “kita boleh masuk kepada Allah.” (Efesus 28). Penulis surat Ibrani berkata, “Dia adalah jalan yang baru dan yang hidup.” (Ibrani 10:20). Yesus membuka bagi kita jalan kepada Allah. Sebelum kedatangan Yesus, orang hanya dapat berpikir tentang Allah, sebaik-baiknya, sebagai orang yang tidak dikenal, dan sejelek-jeleknya, sebagai seorang musuh. Tetapi Yesus datang untuk menunjukkan kepada manusia, Tuhan yang sebenarnya, dan untuk membuka jalan baginya. Dia adalah pintu dan hanya melalui pintu itu saja manusia dimungkinkan untuk masuk kepada Allah.

Untuk menerangkan apa artinya masuk kepada Allah, Yesus menggunakan suatu ungkapan Yahudi yang terkenal. Dia berkata bahwa melalui Dia kita bisa masuk dan keluar. Masuk dan keluar dengan aman adalah cara orang Yahudi untuk melukiskan hidup yang aman dan sentosa. Jikalau seorang bisa masuk dan keluar tanpa rasa takut, itu berarti bahwa ada perdamaian di dalam negeri, bahwa kuasa hukum dan tata tertib diberi tempat yang tertringgi, dan orang dapat menikmati keamanan yang sempurna.

Pemimpin bangsa adalah seorang yang dapat membawa mereka masuk dan memimpin mereka ke luar (Bilangan 27:17). Mengenai orang yang taat kepada Tuhan dikatakan bahwa ia diberkati waktu ia masuk dan diberkati waktu ia ke luar (Ulangan 28:6). Seorang anak merupakan seorang yang belum bisa masuk dan keluar sendiri (1 Raja-raja 3:7). Juru-mazmur yakin bahwa Tuhan akan menjaga dia pergi ke luar dan datang masuk ke dalam (Mazmur 121:8). Sekali orang menemukan Yesus, bagaimanakan Tuhan itu, rasa selamat dan aman yang baru memasuki hidupnya. Jika kita mengetahui bahwa hidup kira ada di dalam tangan Allah yang demikian itu, maka lenyaplah segala rasa kuatir dan takut.

Yesus mengatakan bahwa mereka yang datang sebelum Ia datang, adalah pencuri danb perampok. Yang dimaksudkan tentu bukan daftar panjang nabi-nabi dan para pahlawan yang telah datang silih berganti, melainkan yang dimaksudkan ialah para petualang yang tiap kali timbul di Palestina dan yang memberi janji bahwa jika rakyat mengikuti mereka maka mereka akan memberi abad keemasan. Semua yang menjanjikan demikian itu adalah para pemberontak. Mereka percaya bahwa orang harus menyeberangi darah untuk bisa memasuki abad keemasan. Tepat mengenai waktu itu, Flavius Yosefus, ahli sejarah Yahudi, mengatakan adanya (pada waktu itu) sepuluh ribu kerusuhan di Yudea dan kekacauan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang menggemari peperangan. Dia bicara tentang orang-orang seperti golongan Zeloti yang tidak menghiraukan keselamatan hidup sendiri dan tidak merasa sayang untuk membantai kekasih-kekasih mereka sendiri, asal mereka bisa mencapai kemenangan yang diharapkan.

Yesus berkata: “Ada orang-orang yang mengaku diri sebagai pemimpin-pemimpin yang diutus oleh Tuhan kepadamu. Mereka percaya kepada perang, pembunuhan. Jalan mereka menjadi makin jauh dari Tuhan. Jalan-Ku adalah jalan yang menuju ke perdamaian, kasih dan kehidupan; dan jika engkau mengambil jalan itu, maka jalan itu membawa engkau terus makin dekat kepada Allah.” Masih ada orang-orang, dari dahulu sampai sekarang juga, yang percaya bahwa zaman keemasan itu harus datang dengan disertai kekerasan, peperangan antar kelas, kepahitan, penghancuran. Adalah pesan Yesus bahwa jalan satu-satunya yang menuju kepoada Tuhan di sorga dan ke zaman keemasan di dunia adalah jalan Kasih.

Yesus merngatakan bahwa Dia datang agar manusia mendapat kehidupan, bahkan kehidupan yang berkelimpahan. Ungkapan Yunani yang dipakai untuk “mendapatnya lebih berkelimpahan”, mempunyai arti untuk mendapatkan “sesuatu yang amat berkelimpahan.” Untuk menjadi pengikut Kristus, untuk mengetahui siapakah Dia itu dan apa artinya, berarti mempunyai hidup yang berkelimpahan secara super. Seorang serdadu Romawi datang kepada Julius Caesar dengan permohonan supaya ia diperkenankan bunuh diri. Ia adalah makhluk yang celaka, putus asa dan tidak mempunyai kekuatan sama sekali. Caesar memandang dia, “Hai manusia,” katanya, “Pernahkah kau hidup?”

Jikalau kita coba untuk hidup sendirian, kehidupan adalah sesuatu yang membosankan dan melesukan. Jika berjalan bersama Yesus, datanglah kekuatan yang baru dan hidup yang berkelimpahan. Hanya jika kita hidup dengan Kristus, hidup itu menjadi sungguh berharga dan kita mulai hidup dalam arti yang sebenarnya.

5.AKULAH KEBANGKITAN DAN HIDUP (YOHANES 11:20-27)

Kisah tentang kebangkitan Lazarus yang tertulis dalam Injil Yohanes pasal 11:1-44 merupakan salah satu kisah yang paling indah dan spektakuler yang tercatat di dalam Alkitab. Perikop yang akan kita pelajari adalah perkataan yang sangat penting yang diucapkan oleh Yesus ketika Ia berbicara dan menghibur Marta.

Apa yang dikatakan oleh Marta kepada Yesus, menunjukkan karakter dan wataknya, persis seperti yang pernah diceritakan oleh Lukas tentang Marta dan Maria (Lukas 10:38-42), di mana Marta adalah seorang yang mencintai gerakan (action), dan Maria sebagai seorang yang wataknya lebih suka duduk diam. Demikian juga di sini. Segera setelah diberitakan bahwa Yesus sudah mendekati rumah mereka, maka Marta bangkit untuk menjumpai Yesus, karena dia tidak bisa duduk diam, tetapi Maria tetap berada di belakang.

Pada waktu Marta berjumpa dengan Yesus dia mengatakan isi hatinya. Inilah kata-kata yang paling menusiawi di dalam Alkitab, karena Marta berkata-kata setengahnya dengan tegoran yang ia tidak bisa menahannya, setengahnya dengan iman yang tidak dapat digoyahkan oleh siapa pun juga. “Jika Engkau telah berada di sini,” katanya, “saudaraku tidak akan mati.”

Melalui kata-kata itu kita dapat membaca pikirannya. Marta agaknya ingin berkata: “Pada waktu Engkau menerima berita kami, mengapa Engkau tidak segera datang ke sini? Dan sekarang Kau sudah terlambat.” Akan tetapi segera setelah kata-kata itu diucapkan, menyusullah kata-kata iman, iman yang menegaskan kenyataan dan pengalaman. “Walaupun demikian,” katanya dengan nada putus asa, “walaupun demikian aku toh tahu bahwa Tuhan akan memberikan kepada-Mu apa saja yang Kau minta.” Yesus berkata: “Saudaramu akan bangkit kembali.” Jawab Marta: “Aku tahu bahwa dia akan bangkit kembali pada kebangkitan umum pada akhir zaman.”

Nah, itulah suatu ucapan yang penting. Salah satu perkara yang aneh di dalam Alkitab ialah adanya kenyataan bahwa para orang suci di dalam Perjanjian Lama praktis tidak percaya adanya kehidupan yang sungguh sesudah mati. Pada zaman yang lebih kuno, orang-orang Ibrani percaya bahwa jiwa tiap orang, baik atau jahat, masuk ke Sheol. Sheol ini kurang tepat jika diterjemahkan dengan “Neraka”, karena bukan merupakan tempat penyiksaan melainkan merupakan negeri keteduhan. Semuanya masuk ke sana dan mengalami kehidupan yang samar-samar, seperti bayangan, tanpa kekuatan atau kesukaan, semacam kehidupan roh halus. Inilah kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar Perjanjian Lama. Setelah kematian datanglah negeri kesunyian dan tidak ingat, di mana bayang-bayang orang dipisahkan dari manusia dan dari Tuhan.

Namun, akhirnya di dalam Perjanjian Lama pula kita menjumpai juga adanya harapan kekekalan, seperti yang tertuang di dalam kitab Ayub. Dalam menghadapi semua malapetaka yang menimpa dia, dia berseru:

“Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu.” (Ayub 19:25-27)

Di sini, dalam kitab Ayub kita mempunyai benih sejati dari kepercayaan orang Yahudi mengenai kehidupan yang kekal. Sejarah orang Yahudi adalah sejarah musibah-musibah, penawanan, perbudakan dan kekalahan. Namun orang-orang Yahudi mempunyai keyakinan yang kokoh kuat dan tak tergoyahkan bahwa mereka adalah umat Tuhan sendiri. Dunia ini tidak pernah dan tidak akan menunjukkan hal itu; maka karena itu tidak bisa dihindarkan bahwa mereka memanggil dunia yang baru untuk menyusun kembali segala kjekurangan dari dunia yang lama. Mereka melihat bahwa jika rencana Tuhan akan dilaksanakan sepenuhnya; jika keadilan-Nya akan benar-benar dipenuhi; jika kasih-Nya akhirnya akan dipuaskan, perlulah ada dunia yang lain dan kehidupan yang lain. Seorang bijak pernah berkata, “Teka teki kehidupan akan kurang membingungkan jika kita sampai pada pemikiran bahwa ia belum merupakan babak terakhir dari drama manusia.” Justru perasan itulah yang mendorong orang-orang Yahudi untuk mempunyai keyakinan tentang hidup yang akan datrang.

Adalah benar bahwa pada zaman Yesus orang Saduki masih menolak kepercayaan tentang kehidupan sesudah mati. Akan tetapi orang-orang Farisi dan kebanyakan orang-orang Yahudi percaya. Mereka mengatakan bahwa pada saat kematian, dua dunia itu, yaitu dunia yang dikuasai oleh waktu dan yang kekal akan bertemu. Mereka mengatakan bahwa mereka yang mati melihat Tuhan dan mereka menolak untuk menyebut mereka orang mati, melainkan orang hidup. Pada waktu Marta menjawab Yesus dengan jawabannya itu, dia hanya menyaksikan kepada apa yang paling tinggi dapat dicapai dalam iman bangsa itu.

KEBANGKITAN DAN HIDUP

Ketika Marta menyatakan kepercayaannya sesuai dengan iman orang Yahudi yang ortodoks tentang hidup sesudah mati, sekonyong-konyong Yesus merngatakan sesuatu yang memberi kehidupan dan makna yang baru kepada kepercayaan itu. “Akulah Kebangkitan dan Hidup.” kata-Nya, “dan barangsiapa yang percaya kepada-Ku tidak akan mati selama-lamanya.” Apakah sebenarnya yang Dia maksudkan? Pemikiran seumur hidup mungkin tidak bisa menyatakan arti yang sepenuhnya dari ucapan itu, tetapi kita harus mencoba untuk menangkapnya sebanyak mungkin.

Satu hal adalah jelas – Yesus tidak berpikir dalam arti kehidupan secara jasmaniah. Oleh karena secara jasmaniah tidaklah benar bahwa orang yang percaya tidak akan mati. Orang Kristen mengalami kematian jasmaniah sama seperti orang lain. Kita harus mencari arti yang melebihi arti yang jasmaniah.

(1) Yesus memikirkan tentang kematian akibat dosa. Dia berkata: “Jika seorang mati di dalam dosa, bahkan jika melalui dosa-dosanya dia harus kehilangan segala sesuatu yang berharga bagi kehidupan, Aku dapat menghidupkan ia kembali.”

Sebagai kenyataan historis hal itu memang benar sekali. A.M. Chrigwen mengutip contoh dari Tokichi Ishi. Ishi mempunyai catatan pidana (kriminal) yang hampir tidak ada bandingannya. Ia telah membunuh pria, wanita, kanak-kanak, dengan cara yang amat ngeri. Siapa saja yang merintangi jalannya pasti dibunuh tanpa belas kasihan. Sekarang di dalam penjara ia dikunjungi oleh dua wanita Kanada yang mencoba untuk berbicara dengan dia melalui terali besi, tetapi ia hanya melirik kepada mereka seperti binatang buas di dalam kandang. Akhirnya mereka menghentikan usaha mereka; tetapi mereka memberikan kepadanya sebuah Kitab Suci, dengan harapan cara itu akan berhasil. Dan ia mulai membacanya, dan sekali ia membaca ia tidak mau berhenti. Dia terus membaca sampai pada cerita tentang Penyaliban. Dia membaca kata-kata: “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan kata-kata ini menghancurkan dia.

“Aku berhenti,” katanya, “Aku ditikam sampai menembus ke hati, seperti ditikam dengan paku sepanjang lima inci. Apakah aku menyebutnya kasih Kristus? Apakah aku menyebutnya belas kasih-Nya? Aku tidak tahu akan menyebut apa. Aku hanya tahu bahwa aku percaya dan kekerasan hatiku diubah.” Kemudian waktu orang terhukum itu di bawa ke tempat penggantungan, dia tidak lagi nampak sebagai penjahat yang keras dan tidak lagi seperti biasanya, melainkan nampak sebagai orang yang tersenyum dan bercahaya. Pembunuh itu telah dilahirkan kembali. Kristus telah membawa Tokichi kepada kehidupan.

Tidak perlu menjadi dramatis seperti itu. Seseorang bisa begitu memikirkan kebutuhan diri sendiri saja sehingga dia mati terhadap kebutuhan orang lain. Seseorang bisa begitu tanpa perasaan sehingga dia mati terhadap perasaan-perasaan orang lain. Seseorang bisa begitu terlibat dalam ketidak-jujuran dan ketidak-setiaan yang keji dalam hidup, sehingga ia sudah mati terhadap kehormatan. Seseorang bisa menjadi begitu putus asa sehingga ia dipenuhi oleh kelambanan yang berarti kematian rohaniah. Yesus Kristus dapat membangkitkan orang-orang itu. Kesaksian dari sejarah ialah bahwa Dia telah membangkitkan berjuta-juta orang semascam itu, dan sentuhan-Nya tidak kehilangan kuat-kuasa-Nya seperti zaman kuno itu.

(2) Yesus juga berpikir tentang kehidupan yang akan datang. Dia memberi jaminan dalam hidup manusia bahwa kematian bukanlah akhir dari segala sesuatu. Kata-kata terakhir dari seorang hamba Tuhan yang bijak adalah : “Janganlah menangis, aku tidak akan mati. Jika aku meninggalkan negeri orang yang akan mati, aku percaya akan melihat berkat-berkat Tuhan di negeri orang yang hidup.”

Kita menyebut dunia ini “negeri orang hidup” akan tetapi sebenarnya lebih tepat jika dikatakan “negeri orang yang akan mati.” Melalui Yesus Kristus, kita tahu bahwa kita sedang dalam perjalanan, bukan menuju senja, melainkan menuju fajar. Kita tahu, seperti yang dikatakan oleh seorang bijak, bahwa kematian itulah pintu gerbang di kaki langit. Dalam arti yang sebenarnya kita bukan pada jalan yang menuju kematian, melainkan yang menuju ke kehidupan.

Bagaimanakah hal ini terjadi? Hal itu terjadi jika kita percaya kepada Yesus Kristus. Apakah artinya itu? Percaya kepada Yesus Kristus berarti menerima segala sesuatu yang Yesus katakan sebagai kebenaran yang mutlak, dan mempertaruhkan hidup kita di atasnya dengan kepercayaan yang sempurna. Jika kita berbuat begitu, kita masuk ke dalam dua hubungan yang baru.

a) Kita masuk dalam hubungan baru dengan kehidupan. Jika kita percaya bahwa Allah adalah seperti yang Yesus katakan kepada kita, maka kita akan yakin sepenuhnya akan kasih-Nya. Kita menjadi benar-benar yakin bahwa Dia terutama adalah Allah yang menyelamatkan. Hilanglah rasa takut terhadap kematian, karena kematian membawa kita kepada Dia yang mencintai jiwa-jiwa orang.

b) Kita memasuki hubungan baru dengan kehidupan. Jika kita menerima jalan Yesus; jika kita menerima perintah-perintah-Nya sebagai hukum-hukum kita dan jika kita menyadari bahwa Dia ada di sini untuk menolong kita untuk hidup seperti yang Dia perintahkan, maka hidup ini menjadi sesuatu yang barfu. Hidup itu diliputi oleh keindahan yang baru, kemenarikan yang baru, dan kekuatan yang baru. Dan jika kita menerima jalan Krsitus menjadi jalan kita, kehidupan menjadi begitu indah, sehingga kita tidak bisa memahami akhirnya sebagai sesuatu yang tidak lengkap.

Jika kita percaya kepada Yesus, jika kita menerima apa yang Dia katakan tentang Allah dan tentang kehidupan dan segala sesuatu dipancangkan atasnya, sebenarnya kita telah dibangkitkan, karena kita dilepaskan dari rasa takut yang menjadi ciri kehidupan tanpa Tuhan. Kita dilepaskan dari frustasi yang menjadi ciri dari kehidupan yang ditunggangi oleh dosa. Kita dilepaskan dari kesia-siaan hidup tanpa Kristus. Kehidupan dibangkitkan dari kematian dosa, dan menjadi begitu kaya sehingga tidak bisa mati, melainkan mendapatkan di dalam kematian, jembatan yang menuju kepada kehidupan yang lebih tinggi.

6.AKULAH JALAN, KEBENARAN DAN HIDUP (YOHANES 14:4-6)

Satu kalimat yang dilontarkan oleh Yesus merupakan kalimat yang mengusik dan sangat dibenci oleh orang-orang yang membenci Kekristenan. Akan tetapi fakta yang sesungguhnya memanglah demikian. Sebelum Yesus mengatakan hal itu, Ia menceritakan kepada para murid-Nya ke mana Dia hendak pergi, tetapi bagaimana pun juga mereka tidak pernah dapat mengerti. Yesus tahu, waktu-Nya hampir tiba, tetapi sayangnya para murid tetap saja tidak bisa memahaminya.

“Hanya sedikit waktu saja Aku ada dengan kamu,” kata-Nya, “dan kemudian Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku.” (Yohanes 7:33. Dia telah mengatakan kepada mereka bahwa ia akan pergi kepada Bapa yang telah mengutus-Nya, dan dengan siapa Dia adalah satu, tetapi mereka belum mengerti juga apa yang sedang terjadi. Bahkan mereka lebih tidak mengerti melalui jalan apa Yesus akan pergi, karena jalan itu adalah jalan Salib.

Pada saat itu para murid menjadi amat bingung. Ada seorang di antara mereka yang tidak pernah mau mengatakan bahwa ia sudah mengerti sedangkan sebenarnya ia belum mengerti, dan itulah Tomas. Ia sangat jujur dan bersungguh-sungguh, Ia tidak merasa puas dengan pernyataan-pernyataan yang saleh dan samar. Tomas ingin mengetahui yang persis. Maka ia menyatakan keragu-raguannya dan ketidak-mengertiannya. Dan hal yang mengherankan ialah bahwa itulah sebuah pertanyaan dari seorang yang ragu-ragu, yang mencetuskan salah satu pernyataan yang terbesar yang pernah diucapkan oleh Yesus. Tidak ada seorang pun perlu malu dengan keragu-raguannya. Adalah suatu kebenaran yang mengherankan dan diberkati Tuhan, bahwa orang yang mencari pada akhirnya akan mendapat.

Yesus mengutarakan kepada Tomas: “Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup.” Itulah ucapan yang besar bagi kita, tetapi lebih besar lagi bagi orang Yahudi yang mendengarnya untuk pertama kalinya. Di dalamnya Yesus menyebutkan tiga dari konsepsi yang besar dari agama Yahudi, dan membuat tuntutan yang hebat sekali bahwa di dalam Dia ketiga-tiganya itu mendapatkan realisasinya.

(1) Orang-orang Yahudi telah banyak membicarakan soal jalan, yang harus dijalani oleh manusia dan jalan-jalan Tuhan. Tuhan berkata kepada Musa: “Janganlah engkau menyimpang ke kanan atau ke kiri. Segenap jalan, yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, haruslah kamu jalani.” (Ulangan 5:32-33). Musa berkata kepada umat itu: “Sebab aku tahu, bahwa sesudah aku mati, kamu akan berlaku sangat busuk dan akan menyimpang dari jalan yang telah kuperintahkan kepadamu.” (Ulangan 31:29). Nabi Yesaya telah mengatakan: “Dan telingamu akan mendengar perkataan ini dari belakangmu: “Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya.” (Yesaya 30:21). Di dalam dunia yang baru, akan ada jalan raya yang disebut Jalan Kudus, dan pada jalan itu tidak ada seorang pun yang tersesat (Yesaya 35:8). Juru-mazmur berdoa: “Tunjukkanlah jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan.” (Mazmur 27:11). Orang Yahudi mengetahui banyak tentang jalan Tuhan, yang di atasnya manusia harus berjalan. Dan Yesus berkata: “Akulah Jalan.”

Apakah yang Dia maksudkan? Seandainya kita berada dalam kota yang asing dan menanyakan jurusan. Seandainya orang asing yang ditanyai itu menjawab: “Ambillah jalan yang pertama ke kanan, dan jalan yang ke-dua ke kiri. Lintasilah taman, kemudian lewati sebuah gedung gereja, ambillah jalan ke-tiga ke kanan, dan jalan yang Saudara cari ialah yang ke-empat di sebelah kiri.” Kemungkinan besar kita sudah tersesat sebelum separoh jalan. Tetapi seandainya orang yang ditanyai itu berkata: “Marilah, saya akan menunjukkan jalan itu.” Dalam hal yang demikian itu, orang itu sendiri yang menjadi jalan, dan kita tidak mungkin lagi tersesat. Itulah yang Yesus lakukan bagi kita. Dia tidak hanya memberi nasehat dan pengarahan. Dia menuntun kita dan memimpin kita secara pribadi setiap hari. Dia tidak mengatakan kepada kita tentang jalan itu; tetapi Dia adalah jalan itu.

(2) Yesus mengatakan “Akulah Kebenaran.” Juru-mazmur berkata: “Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya TUHAN, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu.” (Mazmur 86:11). “Sebab mataku tertuju pada kasih setia-Mu dan aku hidup dalam kebenaran-Mu.” (Mazmur 26:3). “Aku telah memilih jalan kebenaran.” (Mazmur 119:30).

Banyak orang telah menceritakan tentang kebenaran, tetapi tidak ada orang yang pernah mengatakan seperti Yesus itu. Ada satu yang penting mengenai kebenaran moral. Moral seseorang sebenarnya tidak mempengaruhi ajaran orang itu di bidang ilmu geometri atau astronomi atau bahasa Latin. Akan tetapi kalau seorang ingin mengajarkan kebenaran moral, bagaimana watak orang itu akan amat penting. Seorang yang suka berzinah tapi mengajarkan hal pentingnya kesucian; seorang yang suka mencuri barang orang lain, tapi mengajarkan soal nilai kedermawanan; seorang yang bernafsu untuk menguasai tapi mengajarkan tentang keindahan kerendahan hati; seorang pemarah tapi mengajarkan tentang keindahan penguasaan diri; seorang yang mendendam tapi mengajarkan tentang keindahan kasih; bagaimana pun juga semua yang diajarkan tidak akan berhasil.

Kebenaran-kebenaran moral tidak bisa disampaikan hanya dengan kata-kata, tapi harus dengan contoh. Justru itulah yang tidak dapat dilakukan oleh guru manusia yang terbesar sekalipun. Tidak ada guru pernah menghayati dan mendarah-dagingi kebenaran sepenuhnya apa yang ia ajarkan – kecuali Yesus. Banyak orang dapat mengatakan: “Aku telah mengajarkan kebenaran kepadamu.” Hanya Yesus yang dapat berkata: “Akulah Kebenaran.” Hal yang hebat sekali mengenai Yesus ialah bahwa tidak hanya pernyataan mengenai kesempurnaan moral mencapai puncaknya dalam Dia, tapi juga kenyataan (fakta) mengenai kesempurnaan moral mendapatkan realisasinya dalam Dia.

(3) Yesus mengatakan: “Akulah Hidup.” Penulis Amsal mengatakan: “Perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan.” (Amsal 6:13). “Siapa mengindahkan pendidikan, menuju jalan kehidupan.” (Amsal 10:17). “Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan.” (Mazmur 16:11. Pada akhirnya apa yang selalu dicari oleh manusia ialah kehidupan. Yang dicarinya bukanlah pengetahuan untuk hanya mengetahui melainkan apa yang membuat kehidupan itu berharga untuk dihidupi.

Seorang novelis membuat seorang tokoh yang jatuh cinta berkata: “Aku tidak pernah mengetahui apakah kehidupan itu sampai aku melihatnya di dalam matamu.” Kasih membawa kehidupan. Itulah yang dilakukan oleh Yesus. Kehidupan bersama dengan Yesus adalah kehidupan yang sesungguhnya.

Dan ada satu cara untuk menyatakan hal ini semuanya. “Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku,” kata Yesus. Hanya di dalam Dia kita dapat melihat bagaimanakah Allah adanya. Dan hanya Dia saja dapat membawa manusia kepada Tuhan tanpa takut dan malu.

Alkitab berkata kita hidup hanya satu kali saja di dunia ini, setelah selesai kita akan menghadap kepada Tuhan dan hidup kita akan diadili dan kita akan menerima nanti satu hidup yang lebih indah dan lebih mulia daripada hidup kita sekarang ini. Itulah konsep linear. Maka nanti di hari kebangkitan kita bagaimana memahami dan mengertinya, mari kita melihat hal ini. Di awal pasal 14, Yesus berkata, “Jangan gelisah hatimu, percayalah kepadaKu. Aku pergi ke tempat dimana sekarang engkau belum bisa pergi, tetapi satu kali kelak engkau akan ke sana dan Aku menyediakan satu tempat yang besar di situ untukmu. Kalau seandainya itu tidak ada, Aku akan kasih tahu engkau, karena Aku berasal dari sana…”

Di sinilah perbedaan Yesus Kristus dengan seluruh manusia yang agung di atas muka bumi ini. Manusia yang agung di atas muka bumi ini dengan segala etika dan moral yang paling tinggi yang ada di dalam dirinya, sekuat-kuatnya dia hanya bisa berkata, “Aku hanya bisa mengajarkan dan menunjukkan jalan kebenaran itu kepadamu dan aku akan menjadi satu contoh untuk engkau bisa mempraktekkan itu.” Hanya sampai di situ. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang pernah dan yang berani dan yang akan bisa berkata seperti Tuhan Yesus di sini, “Aku bukan menunjukkan dan mengajarkan jalan kepadamu. Akulah Jalan itu. Aku bukan mengajarkan kepadamu akan kebenaran. Akulah Kebenaran itu. Aku bukan mengajarkan jalan supaya nanti kamu hidup. Akulah Hidup itu.”

Dengan kata lain, Jalan itu berada di dalam diri Yesus Kristus; Kebenaran itu bersatu dengan Yesus Kristus; dan Hidup itu hanya ada di dalam diri Yesus Kristus. Sehingga siapa yang bersatu dengan Dia, siapa yang menjadi milik Dia, siapa yang percaya kepadaNya dengan sendirinya mereka memiliki Jalan, Kebenaran dan Hidup itu.

7.AKULAH POKOK ANGGUR YANG BENAR (YOHANES 15:1-6)

Yesus, seperti seringkali terjadi, menggunakan di dalam bagian ini gambaran-gambaran dan ide-ide yang merupakan bagian dari warisan bangsa Yahudi. Di dalam Perjanjian Lama, tiap kali Israel digambarkan sebagai pokok anggur dan kebun anggur Allah. “Kebun anggur Tuhan adalah rumah Israel.” (Yesaya 5:1-7).

Yesus menyebut diri-Nya pokok anggur yang benar. Arti yang tepat dari kata aslinya ‘alethinos’ adalah benar, sungguh-sungguh, asli. Adalah kenyataan yang aneh di dalam Perjanjian Lama, simbol pokok anggur tidak pernah digunakan, kecuali dalam pengertian degenerasi. Dalam gambaran nabi Yesaya kebun anggur itu telah menjadi liar. Nabi Yeremia mengeluh bahwa bangsa itu telah berubah menjadi “pokok anggur yang telah menjadi rusak dan liar.”

Seolah-olah Yesus hendak mengatakan: “Kamu pikir bahwa kamu adalah keturunan Israel maka kamu menganggap diri sebagai ranting dari pokok anggur yang benar dari Allah. Mengenai bangsa itu telah menjadi pokok anggur yang rusak seperti yang dilihat oleh semua nabi-nabi. Aku inilah pokok anggur yang benar. Kenyataan bahwa dirimu adalah orang-orangYahudi tidak akan menyelamatkan engkau. Satu-satunya yang dapat menyelamatkan kamu ialah mempunyai hubungan persekutuan yang erat dengan Aku, karena Aku-lah pokok anggur Allah yang benar, dan kamu haruslah merupakan ranting-ranting yang dihubungkan dengan Aku.”

Yesus menekankan bukan darah Yahudi, tetapi iman kepada-Nya itulah jalan yang menuju kepada keselamatan dari Allah. Tidak ada persyaratan lahiriah dapat membenarkan manusia di hadapan Allah; hanya persahabatan dengan Yesus Kristus dapat melakukannya.

Ketika Yesus memberikan gambaran pokok anggur ini, Dia tahu benar apa yang Dia sedang katakan. Sampai sekarang ini pokok anggur tumbuh di mana-mana di Palestina. Itu merupakan suatu tanaman yang minta banyak perhatian jika diharapkan untuk menghasilkan buah-buah yang terbaik. Biasanya tumbuh di atas tanah yang berbentuk keras. Tanahnya harus benar-benar bersih. Biasanya dirambatkan di atas jari-jari; terkadang dibiarkan merambat di atas tanah dengan disangga oleh batang-batang kecil yang bercabang; terkadang juga tumbuh di sekitar pintu rumah; tetapi di mana saja ia tumbuh, persiapan yang cermat mengenai tanah itu tidaklah hal pokok. Ia tumbuh dengan subur, karenanya membutuhkan pemangkasan. Begitu subur sehingga seteknya harus ditanam pada jarak dua belas kaki satu dari yang lain, sebab ia akan merambat dengan cepatnya di atas tanah. Pohon anggur yang muda tidak boleh berbuah selama tiga tahun pertama, dan tiap tahun ia harus dipangkas secara drastis untuk menyimpan kekuatannya. Bila sudah dewasa, ia dipangkas pada bulan Desember atau Januari. Ia mempunyai dua macam ranting, yaitu ranting yang berbuah dan ranting yang tidak berbuah. Ranting yang tidak berbuah dipotong, supaya mereka tidak menghabiskan kekuatan tumbuhan itu. Pohon anggur itu tidak bisa menghasilkan banyak kalau tidak ada pemotongan yang drastis - dan Yesus mengetahui hal itu.

Kemudian, kayu dari pokok anggur itu mempunyai ciri yang aneh, yaitu tidak bisa digunakan untuk apa-apa. Ia terlalu empuk. Pada waktu-waktu tertentu, menurut ketentuan hukum Taurat, orang diwajibkan memberikan kayu bakar untuk mezbah di Bait Suci. Akan tetapi kayu pohon anggur tidak bisa diserahkan. Satu-satunya yang bisa diperbuat dengan ranting-ranting yang telah dipotong itu, ialah membakarnya dalam api unggun. Hal ini ditekankan dalam gambaran yang diberikan oleh Yesus.


Dia mengatakan bahwa para pengikut-Nya adalah seperti demikian. Beberapa pengikut merupakan ranting-ranting yang berbuah lebat; yang lain tidak ada gunanya karena tidak berbuah. Siapakah yang dimaksudkan Yesus, apabila Dia mengatakan tentang ranting-ranting yang tidak berbuah? Ada dua jawaban.

Pertama, Dia memaksudkan orang Yahudi. Mereka adalah ranting-ranting dari pokok anggur Allah. Bukankah itu gambaran yang diberikan oleh para nabi? Akan tetapi mereka menolak untuk mendengar kepadanya; mereka menolak untuk menerima Dia; karena itu mereka adalah ranting-ranting yang sudah layu dan tidak ada gunanya lagi.

Kedua, Dia berpikir tentang sesuatu yang lebih umum sifatnya. Dia memaksudkan orang-orang Kristen yang kekristenannya adalah pengakuan saja tanpa perbuatan; kata-kata tanpa perbuatan. Dia memaksudkan orang-orang Kristen yang adalah ranting-ranting yang tidak berguna. Semuanya daun tanpa buah. Dan Dia memaksudkan orang-orang Kristen yang telah murtad, yang mula-mula mendengar berita itu dan menerimanya, tetapi kemudian meninggalkannya, menjadi pengkhianat terhadap Tuannya, yang ia pernah berjanji untuk melayani-Nya.

Maka ada tiga cara kita menjadi ranting-ranting yang tidak berguna. Kita bisa menolak sama sekali suara panggilan Kristus. Kita bisa mendengar kepada-Nya dan kemudian melayani Dia dengan bibir dan kata-kata tanpa perbuatan. Kita bisa menerima Dia sebagai Tuan, dan kemudian, waktu menghadapi kesulitan mengenai jalannya atau karena keinginan untuk bertindak semau kita sendiri, meninggalkan Dia. Satu hal harus kita ingat. Prinsip pertama dalam Perjanjian Baru ialah bahwa kalau kita tidak berguna berarti malapetaka. Ranting yang tidak berbuah menuju kepada kebinasaan.

Selanjutnya, pembahasan perikop kita di atas, membicarakan mengenai “tinggal di dalam Kristus.” Apakah yang dimaksudkan dengan ini? Memang benar bahwa seakan ada suatu pengertian “mistik”

di sini, di mana orang Kristen ada dalam Kristus dan Kristus dalam orang Kristen. Akan tetapi ada banyak orang – mungkin mereka merupakan mayoritas besar – yang tidak pernah mempunyai pengalaman “mistik” semacam itu. Kalau kita termasuk kepada orang-orang yang seperti itu, kita tidak usah menyalahkan diri sendiri. Ada cara yang jauh lebih sederhana untuk memandang hal itu dan untuk mengalaminya, suatu cara yang terbuka bagi semua orang.

Marilah kita mengambil analogi secara manusiawi. Semua analogi tidak pernah sempurna, tetapi kita harus bekerja dengan ide-ide yang kita miliki. Umpamanya seseorang itu lemah. Ia telah jatuh ke dalam godaan, ia telah berbuat perkara-perkara yang kotor; ia sedang dalam proses kemerosotan (degenerasi) pikiran, hati dan mental. Sekarang andaikata ia mempunyai seorang kawan yang berkepribadian kuat, dan indah dan mengasihi, dan menyelamatkan dia dari situasi kemerosotan itu. Hanya ada satu jalan di mana ia dapat mempertahankan pembaharuannya dan berjalan tetap pada jalan yang benar. Dia harus memelihara kontak dengan kawannya itu. Jika dia kehilangan kontak dengan kawan itu, maka akan ada kesempatan untuk mengalahkan kelemahannya itu. Godaan-godaan yang lama akan muncul kembali, dan dia akan jatuh. Keselamatannya terletak pada kontak yang terus-menerus dengan kekuatan kawannya itu.

Seringkali seorang anak yang sudah buruk kelakuannya ditempatkan dalam suatu keluarga yang baik. Selama ia terus hidup dalam rumah yang baik itu, ia selamat. Akan tetapi bila ia meninggalkan rumah itu dan menempuh jalannya sendiri, ia akan jatuh. Kita harus memelihara kontak dengan sesuatu yang baik agar kita dapat mengalahkan sesuatu yang jahat. Robertson dari Brighton adalah salah seorang pengkhotbah yang besar. Ada seorang pedagang yang mempunyai toko kecil; di kamar belakang ia mempunyai foto Robertson, karena dia adalah pahlawannya dan pembuka pikiran baginya. Tiap kali ia tergoda untuk melakukan suatu yang licik, dia lari ke kamar belakang dan memandang foto tersebut dan godaan itu dapat diatasinya. Kontak dengan hal yang indah membuat dia disukai orang.


“Tinggal di dalam Kristus” kira-kira demikian juga. Rahasia kehidupan Yesus ialah kontak-Nya dengan Allah Bapa. Tiap kali Dia menarik diri pergi ke tempat yang sunyi untuk bertemu dengan Dia. Kita harus memelihara kontak dengan Yesus. Kita tidak bisa melakukan hal itu kalau kita tidak dengan sengaja mengambil langkah itu. Ambil saja satu contoh – berdoa pada waktu pagi. Biarpun itu hanya pendek saja, tetapi dapat memberikan daya tahan untuk seluruh hari itu; sebab selama kita berada dalam kehadiran Kristus, kita tidak akan menjamah hal-hal yang jahat. Bagi sebagian orang di antara kita, tinggal di dalam Kristus, merupakan pengalaman “mistis” yang tidak bisa digambarkan dalam kata-kata. Bagi kebanyakan kita hal itu berarti memelihara kontak terus-menerus dengan Dia. Itu berarti mengatur kehidupan, mengatur doa, mengatur saat teduh, sehingga tidak pernah ada satu hari di mana kita memberi kesempatan kepada diri sendiri untuk melupakan Dia.

Akhirnya harus kita perhatikan bahwa di sini ada dua perkara yang menjadi ketentuan bagi murid yang baik.

Pertama, ia memperkaya hidupnya sendiri. Kontaknya itu membuat dia sebuah ranting yang berbuah.

Kedua, dia membawa kemuliaan bagi Allah. Bila orang melihat hidupnya maka orang akan ingat akan Allah yang telah menjadikannya demikian itu. Allah dipermuliakan bila kita berbuah banyak dan memnbuktikan diri kita sebagai murid-murid Kristus. Pada umumnya kemuliaan hidup orang Kristen ialah bahwa melalui kehidupan dan kelakuan kita, kita bisa menyatakan kemuliaan Allah.

7 PERKATAAN YESUS KRISTUS TENTANG DIRI-NYA. https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post