PANDANGAN ALKITAB TENTANG DOSA ASAL (ORIGINAL SIN)

Pdt. Samuel T. Gunawan,M.Th

“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23). “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa” (Roma 5:12)
PANDANGAN ALKITAB TENTANG DOSA ASAL (ORIGINAL SIN)
otomotif, bisnis
“Dosa asal (original sin) meliputi kesalahan asal (original guilt) dan pencemaran asal (original pollution). Kesalahan asal adalah status keberdosaan umat manusia karena pertaliannya dengan dosa Adam. Sedangkan Pencemaran asal adalah kondisi moral manusia yang tercemar akibat dosa asal dan yang mengasilkan dosa aktual. Pencemaran asal memiliki dua aspek yaitu kerusakan total (total depravity) dan ketidakmampuan total (total inability). 

PROLOG

Betapa mengerikan akibat dari dosa, tepat seperti yang dikatakan Wayne Grudem “Dosa merusak segala sesuatu. Kita tidak hidup dalam tujuan hidup yang telah ditetapkan sejak semula bagi kita, dan kita tidak hidup di dalam dunia yang telah dirancang sejak semula untuk ditinggali. Dosa merusak gambar Allah di dalam diri kita; kita tidak lagi merefleksikan kesempurnaan sebagaimana yang dirancang Allah saat menciptakan kita. Karena dosa, berbagai hal tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan semula”.[1]

Tetapi pada masa sekarang dosa telah diremehkan nilai dan dampaknya, dengan istilah-istilah seperti “khilaf”, “melanggar norma susila”, atau “berbuat kekeliruan”, dan lain sebagainya. Sikap meremehkan dosa ini disebabkan berbagai faktor, antara lain. Pertama, pengaruh rasionalisme[2] yang menyangkali eksistensi atau keberadaan Allah, sebagaimana yang tertuang dalam pemikiran ateisme, agnotisme dan evolusionisme. Saat menyangkali eksistensi Allah, rasionalisme secara langsung menyangkali keberadaan dosa. 

Pandangan rasionalisme dari ateistme, agnostisme dan evolusionisme, bertentangan dengan keyakinan manusia yang paling dalam bahwa ada Allah yang kepada-Nya manusia bertanggungjawab, dan ketiga pandangan tersebut merupakan usaha manusia untuk melarikan diri dari tanggung jawab kepada Allah.[3] Kedua, kesalahan dalam memahami natur (sifat) dosa. Hal ini terlihat jelas dari banyaknya teori-teori sesat yang meminimalkan bahkan menyangkali dosa. Teori-teori tersebut muncul dari filsafat sekuler maupun filsafat agama yang keliru. 

Semua kesalahan pengertian tentang dosa tersebut merupakan usaha manusia untuk membenarkan diri, menutupi yang jahat, dan melindungi kesalahan, yang pada akhirnya merupakan pelarian terhadap tanggung jawab kepada Allah. 

Teori-teori sesat mengenai dosa terlihat dalam ajaran-ajaran christian science, spritisme, rusellisme, teosofisme, mormonisme, dan lain-lain.[4] Ketiga, pengaruh dari dosa itu sendiri. Tindakan dan kecenderungan manusia untuk berbuat jahat adalah akibat dari dosa. Dosa telah merusak manusia secara total (total depravity). Ini berarti bahwa setiap aspek dari manusia telah tercemar. Dosa mencemari pikiran, hati nurani, kehendak, dan hati manusia (Roma 1:28; 2 Korintus 4:4; Efesus 4:18; 1 Timotius 4:2).

DEFINISI DAN PENGERTIAN DASAR MENGENAI DOSA

Pertama, dosa dapat didefinisikan sebagai “pelanggaran terhadap hukum atau standar yang ditetapkan Allah” (1 Yohanes 3:4). Istilah dosa secara etimologis, berasal dari kata Ibrani “chatta” yang muncul sebanyak 580 kali dalam Perjanjian Lama, yang artinya “gagal mencapai sasaran yang dituju” (Hakim-hakim 2:16). Perjanjian Baru menggunakan kata Yunani “hamartia” untuk dosa, yang berarti “tidak mencapai sasaran yang tepat”. Kata ini digunakan sebanyak 227 kali dan lebih menekankan pada seluruh kejahatan yang diakibatkan oleh intelek, dan etika manusia (Kisah Para Rasul 2:28). Dari kata “hamartia” ini kita mengenal istilah “hamartiologi” yang dalam teologi Kristen berarti “ajaran alkitabiah tentang dosa”.

Kedua, begitu serius dan luasnya dosa sehingga disebut dengan banyak istilah dalam Alkitab dan berdasarkan istilah-istilah alkitab tersebut dosa dapat didefinisikan sebagai “tidak mencapai sasaran, kebejatan, pemberontakan, kesalahan, kefasikan, kelaliman, kesesatan, kejahatan, penyimpangan, kebodohan, pelanggaran hukum, tidak melakukan yang benar, kesengajaan meninggalkan yang benar.”

Ketiga, dosa dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Klasifikasi dosa yang paling umum adalah berdasarkan jenis dosa: dosa warisan, dosa pertalian, dan dosa pribadi[5] (Catatan: Ada yang mengklasifikasikan menjadi dua yaitu dosa asal dan dosa aktual). Klasifikasi dosa berdasarkan fokus dosa: dosa kepada Allah, dosa kepada sesama, dan dosa kepada diri sendiri. 

Klasifikasi dosa yang paling tradisional berdasarkan sifat dosa: kesombongan, ketamakan, nafsu, iri hati, kerakusan, kemarahan, dan kemalasan (Amsal 6:16-19). Klasifikasi dosa berdasarkan akar dosa: Keinginan daging, keinginan mata, keangkuhan hidup (1 Yohanes 2:16). Berikut ini dua diagram umum klasifikasi dosa yang paling sering digunakan saat menjelaskan tentang dosa.

RINGKASAN PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG DOSA ASAL

Fakta 1. Pertanyaan tentang asal dosa adalah misteri yang tidak terpecahkan secara sempurna dalam kehidupan ini.

Karena ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh manusia yang terbatas. Bahkan Alkitab tidak menjelaskan mengenai dosa ini secara tuntas bagi kita, tetapi apa yang dinyatakan dalam Alkitab kita yakini sudah cukup bagi kita (Ulangan 29:29). 

French L. Arrington, seorang teolog Pentakostal, saat membahas tentang asal mula dosa menyatakan “... doktrin Kristen tentang dosa tidak bisa dimengerti terpisah dari kejatuhan Adam. Asal mula dosa terdalam itu misterius; tetapi setelah penciptaan Adam, dosa memasuki hatinya”.[6]Anthony A. Hoekema, seorang teolog Calvinik juga mengakui misteri ini saat membahas asal usul dosa, ia menyatakan “salah satu hal hal terpenting yang kita ingat tentang dosa, baik dalam hidup manusia maupun di dalam hidup para malaikat, adalah bahwa dosa tak bisa dijelaskan. 

Seperti Herman Bavinck katakan, asal mula kejahatan merupakan salah satu teka-teki kehidupan yang terhebat. Kita memang bisa berkata bahwa kemungkinan untuk berdosa telah ada di dalam diri orang tua pertama kita ketika mereka diciptakan”.[7] Selanjutnya Hoekema menyatakan “... Kemungkinan untuk berdosa telah ada di dalam diri Adam dan Hawa dari semula. 

Tetapi, bagaimana kemungkinan itu bisa menjadi aktualita merupakan misteri yang tak kan pernah bisa kita selami. Kita tak kan pernah tahu bagaimana keraguan pertama kali muncul di dalam benak Hawa. Kita tak kan pernah memahami bagaimana pribadi yang di ciptakan dalam kondisi moral yang berintegritas dan tidak berdosa, bisa mulai berbuat dosa.... dosa akan selalu merupakan teka-teki”.[8] Jadi, kita harus puas dengan apa yang dinyatakan dalam Alkitab, sekalipun jawaban yang diberikan tidak harus seperti yang kita inginkan. Berikut ini ringkasan fakta-fakta mengenai dosa yang diajarkan Alkitab.

Fakta 2. Dosa tidak diciptakan oleh Allah. 

Saat Tuhan menciptakan, semua yang diciptakannya itu baik dan sempurna (Kejadian 1:12,18,21,25,31). Tidak ada kejahatan, tidak ada rasa sakit, tidak ada penderitaan dan tidak ada kematian sampai setelah Adam dan Hawa berdosa (baca Kejadian pasal 1-3). Tuhan tidak menciptakan dosa, namun Dia mengizinkan dosa. Dosa tidak tercipta bersama dengan penciptaan melainkan muncul setelah penciptaan. Dosa tidak memiliki esensi yang independen, dosa tidak eksis dalam dirinya sendiri, dosa berada pada sesuatu yang lain. Dosa dapat dilihat sebagai cacat yang terjadi pada sesuatu yang baik. 

Dosa merupakan kerusakan atau devisiasi (penyimpangan) dari apa yang sebenarnya, atau kerusakan dari sesuatu yang baik. Dengan demikian dosa adalah pencacatan bentuk dari penciptaan. Berabad-abad sebelumnya Augustinus telah menyebut dosa sebagai “privatio boni”, yaitu suatu pencabutan atau hilangnya kebaikan.[9]Pengertian ini membawa kita pada kebenaran penting mengenai natur dosa, bahwa dosa tidak mengubah esensi manusia tetapi mengubah arah gerak manusia. Manusia meskipun telah jatuh masih tetap menyandang gambar Allah dalam pengertian struktural, tetapi berfungsi secara salah.

Fakta 3. Dosa itu adalah sesuatu yang nyata dan Universal. 

Pertama, dosa itu nyata. Walaupun dosa itu tidak diciptakan, tidak berarti bahwa dosa itu adalah sesuatu yang abstrak, atau hanya khayalan (ilusi) belaka. Dosa itu nyata, Adam dan Hawa membuat dosa menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden. Kejadian Pasal 1-3 harus dianggap sebagai peristiwa historis yang benar-benar terjadi. Kejatuhan merupakan peristiwa historis yang di dalamnya Adam dan Hawa memberontak terhadap Tuhan dengan memakan buah dari pohon terlarang. 

Dosa pertama ini mengakibatkan semua keturunan Adam dan hawa lahir dengan natur yang rusak dan berada di bawah penghukuman. Sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22), dan akibat natur dosa itulah kita sekarang ini terus menggunakan kehendak bebas itu untuk membuat kejahatan itu menjadi aktual (Markus 7:20-23). 

Penekanan ini penting sebab banyak teolog modern telah menganggap Kejadian 1-3 sebagai mitologi atau parabel yang hanya mengandung nilai moral tetapi kisahnya tidak benar-benar terjadi.[10] Implikasi dari pandangan teolog modern ini jelas sangat berpengaruh terhadap pandangan mengenai kejatuhan dan dosa. Jika kejatuhan tersebut bukan peristiwa historis, maka doktrin dosa asal atau kerusakan total (total depravity) tidak dapat dipertahankan lagi, karena tidak ada relasi apa pun antara Adam dan semua manusia.

Kedua, dosa itu bersifat universal. Sebagai akibat kejatuhan dosa telah menjadi universal. Tidak ada seorang pun manusia yang pernah hidup di bumi ini bebas dari dosa. Universalitas dosa ini didukung oleh fakta-fakta: 

Pertama, munculnya kejahatan natural, yaitu kejahatan yang tidak melibatkan kehendak dan tindakan manusia tetapi merupakan aspek alam yang bekerja melawan manusia. Dan ini terjadi di berbagai penjuru bumi. Contoh dari kejahatan natural ini adalah badai, tsunami, gempa bumi, banjir, gunung meletus, dan lain-lain (Kejadian 3:17; 8:21). 

Kedua, pengakuan adanya sesuatu yang salah dengan natur moral manusia. Kecenderungan akan kejahatan ditemukan di dalam semua umat manusia, yang mengakibatkan terjadinya kejahatan moral, yaitu kejahatan yang dilakukan manusia. Contoh dari kejahatan moral ini adalah perang, kriminalitas, diskriminasi, perbudakan, pembantaian, dan lain-lain (Yakobus 4:1-4). 

Ketiga, kesaksian hati nurani manusia menunjukkan adanya dosa. Pada saat seseorang melakukan sesuatu yang salah, seketika hati nuraninya terluka, pikiran-pikirannya menuduh atau membenarkannya (Roma 2:14-15). Hukum hati nurani memberikan banyak bukti tentang keuniversalan dosa. 

Keempat, Alkitab menyatakan keuniversalan dosa, bahwa seluruh umat manusia adalah orang-orang berdosa dalam pandangan Allah (1 Raja-raja 8:46; Pengkhotbah 7:20; Mazmur 14:1-3; 53:1-3; Roma 3:10-12; 5:23).

Fakta 4 . Dosa asal diwariskan kepada semua umat manusia. 

Dosa asal disebut juga dosa warisan. Dosa warisan dapat didefinisikan sebagai “keberadaan berdosa dari semua orang yang yang dibawa sejak lahir.”[11] Dosa warisan adalah dosa yang diturunkan dari generasi ke generasi di mulai dari Adam dan seterusnya yang dibawa sejak lahir. Jadi dosa warisan ditularkan lewat proses kelahiran (Kejadian :4:1; Mazmur 52:7). 

Konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Semua orang mewaris keadaan berdosa mereka dari orang tua mereka, dosa orang tua berasal dari orang tua mereka juga, demikian seterusnya hingga kembali kepada Adam dan Hawa sebagai orang tua pertama yang membawa dosa bagi semua umat manusia keturunannya. Dosa warisan juga disebut sebagai “dosa asal”, karena dosa yang berasal dari Adamlah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan moral dalam sifat manusia yang ditularkan di satu generasi ke generasi yang lain atau turunan berikutnya. 

Anthony A. Hoekema menyatakan “kita memakai ungkapan dosa asal dengan dua alasan: (1) karena dosa berawal pada waktu umat manusia berawal, dan (2) karena dosa yang kita sebut asal merupakan sumber dari dosa-dosa aktual kita”.[12] Dosa asal meliputi kesalahan asal dan pencemaran asal. Yang dimaksud dengan kesalahan asal adalah bahwa kita layak menerima penghukuman karena pertalian kita dengan Adam yang melanggar hukum Allah. Kesalahan (guilt) adalah konsep yudisial atau legal yang berkaitan dengan hukum, khususnya hukum Allah. 

Kesalahan berkaitan dengan status bersalah dan layak dihukum karena melanggar hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan pencemaran asal adalah pencemaran natur kita akibat dosa asal dan yang yang menghasilkan dosa aktual. Pencemaran (pollution) merupakan konsep moral, pencemaran lebih berkaitan dengan kondisi moral kita dan bukan status kita di hadapan hukum. Pencemaran asal memiliki dua aspek yaitu kerusakan total (total depravity) dan ketidakmampuan total (total inability). Untuk lebih memahami konsep dosa warisan atau dosa asal ini, perhatikan diagram berikut ini!

Kerusakan total adalah (1) kerusakan akibat dosa asal menjangkau setiap aspek natur dan kemampuan manusia: termasuk rasio, hati nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15), dan (2) secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12). 

Perlu ditegaskan, konsep tentang kerusakan total bukanlah berarti bahwa (1) setiap manusia setiap orang telah menunjukkan kerusakannya secara keseluruhan dalam perbuatan, (2) orang berdosa tidak lagi memiliki hati nurani dan dorongan alamiah untuk berhubungan dengan Allah, (3) bahwa orang berdosa akan selalu menuruti setiap bentuk dosa, dan (4) orang berdosa tidak lagi mampu melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan Allah maupun manusia. [13]

Sedangkan yang dimaksud dengan ketidakmampuan total adalah (1) Orang yang belum lahir baru tidak mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang sungguh-sungguh diperkenan Allah, yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah, (2) tanpa karya khusus dari Roh Kudus, orang yang belum lahir baru tidak mampu mengubah arah hidupnya yang mendasar, dari dosa mengasihi diri sendiri menjadi kasih kepada Allah. 

Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan total bukanlah berarti orang yang belum lahir baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa yang baik dalam pengertian apa pun. Ini berarti, orang yang belum lahir baru masih mampu melakukan bentuk-bentuk kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi perbuatan baik ini tidak digerakkan oleh kasih kepada Allah dan tidak pula dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada kehendak Allah.[14]

Fakta 5. Dosa asal dipertalikan kepada setiap orang. 

Pertalian disebut juga penghitungan atau imputasi. Di sini dimaksudkan dengan pertalian adalah pertautan, pelimpahan atau pengaitan sesuatu terhadap seseorang. Dasar Alkitab untuk pertalian dosa adalah Roma 5:12 yang mengajarkan bahwa dosa bahwa dosa masuk ke dalam dunia melalui satu orang yaitu, Adam. Ada tiga pertalian dasar yang disebutkan dalam Alkitab, yaitu (1) Pertalian dosa Adam kepada segala bangsa (Roma 5:12-21); (2) Pertalian dosa manusia kepada Kristus (2 Korintus 5:19; 1 Petrus 2:24); dan (3) Pertalian kebenaran Kristus kepada orang-orang percaya (2 Korintus 5:21). 

Yang kita maksud dengan pertalian dosa adalah bahwa “dosa Adam dipertalikan kepada setiap anggota umat manusia karena masing-masing sesungguhnya telah berdosa di dalam Adam ketiga Adam berdosa”.[15]Dosa pertalian ditularkan secara langsung dari Adam kepada setiap orang dalam setiap generasi. Konsep ini dapat dijelaskan secara demikian: Karena saya berada di dalam Adam, maka dosa Adam dipertalikan kepada saya secara langsung tanpa melalui orang tua saya atau pun orang tua mereka. Pertalian ini terjadi secara langsung tidak melalui perantara. Dosa Pertalian berbeda dengan dosa warisan yang ditularkan melalui orang tua (perantara) dan seterusnya hingga kembali kepada Adam.

Fakta 6. Akibat-akibat dari dosa asal. 

Setelah Adam dan Hawa membuat dosa menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden, sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22), dan akibat natur dosa itulah kita sekarang ini terus menggunakan kehendak bebas itu untuk membuat kejahatan itu menjadi aktual (Markus 7:20-23). 

Bahkan kejahatan natural seperti gempa bumi, badai, banjir dan hal-hal lainnya yang serupa, berakar dari penyalahgunaan kehendak bebas manusia. Saat ini kita hidup dalam dunia yang telah jatuh dan karena itu, rentan terhadap bencana alam yang tidak akan terjadi jika manusia tidak memberontak melawan Allah pada mulanya (Roma 8:20-22). Betapa mengerikan akibat dari dosa, tepat seperti yang dikatakan Wayne Grudem di atas “dosa merusak segala sesuatu.

Akibat-akibat sepenuhnya dari kejatuhan tidak hanya terwujud seketika di dalam Adam dan Hawa tetapi juga di dalam keturunan-keturunan mereka, yakni semua umat manusia. Akibat jangka panjang dari kejatuhan dapat diringkas menjadi dua yaitu: dosa menurun pada semua manusia dan maut menurun pada semua manusia. 

(1) Dosa manusia meliputi dosa pertalian, dosa warisan dan dosa pribadi. Hal ini telah dijelaskan dengan penjelasan sebelumnya. 

(2) Maut menurun pada semua manusia (Kejadian 2:17) Sebagaimana dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang, demikian juga akibat dosa itu yaitu maut menurun pada semua orang (Roma 5:12-21; 6:23; Kejadian 2:17). 

Sebagaimana dosa bersifat universal maka maut juga bersifat universal. Manusia pada mulanya diciptakan dengan kapasitas bagi kekekalan dan tidak perlu mati. Secara khusus akibat dari dosa maka manusia mengalami tiga bentuk hukum kematian, yaitu Kematian rohani yang ditandai dengan terputusnya hubungan dengan Allah (Yohanes 5:24; Roma 5:12-21; 8:6; Efesus 2:1; 1 Timotius 5:6); Kematian jasmani yang ditandai oleh kematian fisik tubuh yang fana (Kejadian 2:17; Bilangan 16:29; 27:3; Mazmur 90:7-11; Pengkhotbah 12:7); Kematian kekal di mana manusia akan dibuang ke tempat yang gelap dan penuh dengan siksaan yang akhirnya membawa mereka jauh dari hadirat Allah (Matius10:28; 25:41; 2 Tesalonika 1:9; Ibrani 10:31; Wahyu 14:11; 20:11-15).

Fakta 7. Hanya anugerah Allah dalam Kristus yang dapat membebaskan manusia dari dosa. Sifat Allah yang kudus menyebab Ia murka terhadap manusia yang melanggar hukum-hukum-Nya dan mengharuskan-Nya menghukum manusia berdosa tersebut. Sementara itu, sifat Allah yang kasih menuntut-Nya mengasihi manusia berdosa, dengan memberikan kemurahan, kebaikan dan belas kasihan kepada manusia. 

Di sini kekudusan dan kasih Allah dikonfrontasikan. Allah tidak dapat mengorban salah satu dari kedua sifat tersebut, yaitu kekudusan dan kasih. Lalu bagaimana cara Allah menegakkan hukum dan keadilan-Nya atas dosa manusia? Pengganti, yang akan menjalankan hukuman itu. Kolose 2:13,14 mengatakan “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu ..., telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib”

Hanya kematian Kristus saja yang dapat meredakan kemarahan Allah dan memenuhi tuntutan keadilan-Nya. Kristus secara sukarela menanggung hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada manusia. Dengan demikian kekudusan, hukum, dan keadilan Allah telah ditegakkan, dan secara simultan kasih-Nya kepada manusia dinyatakan. Pribadi yang terlibat dalam korban keselamatan itu ialah Allah yang menjelma [16] menjadi manusia. Hanya pribadi ini yang dapat menyebabkan keselamatan manusia. Dengan demikian maka inkarnasi diperlukan di sini (Matius 1:21), yaitu Allah yang menjelma di dalam daging (Yohanes 1:14). 

Cara inkarnasi yaitu dengan dilahirkannya Sang Juru selamat melalui rahim seorang perawan (Yesaya 7:14). [17]Kelahiran melalui perawan ini perlu untuk menyatakan keadaan tanpa dosa dalam diri juru selamat (Matius 1:16). Alkitab menegaskan bahwa Juru selamat adalah keturunan perempuan dan bukannya keturunan laki-laki dan perempuan (Kejadian 3:15; Yesaya 7:14). 

Hasil dari kelahiran perawan itu adalah Allah yang menjelma menjadi daging. Allah adalah tetap Allah. Seluruh sifat manusia dibangun oleh Roh Kudus dalam rahim Maria (Lukas 1:35). Bayi yang lahir itu benar-benar Allah dan seorang manusia yang sempurna, yang di satukan dalam “Satu Pribadi” selama-lamanya. Yesus Kristus tidak memiliki dua pribadi tetapi hanya satu. Kesatuan ini disebut dengan kesatuan hipostatis.[18]

Mengapa Allah harus menjadi manusia? Alkitab menyatakan bahwa hukum bagi dosa adalah maut, dan satu-satunya jalan mengatasi dosa adalah dengan korban darah dan kematian. Berhubung Allah tidak dapat mati, maka harus terjadi inkarnasi agar ada tabiat atau sifat manusia yang bisa mengalami kematian dan dengan demikian membayar hukum dosa. Hanya Allah-Manusia yang memenuhi syarat untuk menjadi juru selamat sejati. Juru selamat itu harus manusia agar dapat mati bagi dosa-dosa manusia, juru selamat itu juga harus Allah, supaya dalam kematian-Nya Ia dapat hidup dan membayar harga dosa (Roma 1:1-4). 

Melalui kematian-Nya dikayu salib Kristus melenyapkan perseteruan antara manusia dengan Allah (Efesus 2:16); Kristus menjadi terkutuk karena kita di atas kayu salib (Galatia 3:13); Kristus telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib supaya kita hidup untuk kebenaran (1 Petrus 2:24); Kristus melakukan Pendamaian diadakan oleh darah salib Kristus (Kolose 1:21); Kristus dipaku di kayu salib untuk membayar hutang dosa dengan harga yang lunas (Kolose 2:14). Puncak dari penderitaan Kristus adalah kematian-Nya di kayu salib. Dikayu terjadi pendamaian, penggantian, penebusan dan pengampunan. Kristus telah mati di kayu salib satu kali dan korban-Nya sempurna di hadapan Allah. Karya Kristus disalib ini memberi jalan keluar bagi manusia dari dosa asal maupun dosa aktual.
Secara khusus jalan keluar bagi dosa asal adalah (1) hidup baru di dalam Kristus bagi mereka yang percaya (Roma 8:1; Galatia 5:24), (2) Karunia Roh Kudus yang memberi kuasa kepada orang percaya sehingga dapat hidup bebas kekuasaan hidup lama. Kebenaran Kristus diperhitungkan kepada setiap orang percaya. Paulus dalam Roma Pasal 5 menyatakan bahwa dosa masuk ke dalam dunia karena satu orang yaitu Adam. Kemudian Paulus menjelaskan bahwa sebagaimana dosa Adam dipertalikan kepada semua orang, maka anugerah dan pembenaran diperhitungkan kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus (Roma 5:12-21).

EPILOG

Apabila kita memikirkan dosa-dosa orang yang tidak percaya tampaknya tidak begitu sukar untuk bisa memahami kedahsyatan dosa itu. Karena kita tahu hukumannya adalah keter pisahan kekal dari Allah sebagaimana yang disebutkan Alkitab “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua." (Wahyu 21:8). 

Kematian kedua inilah yang disebut neraka. “Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu. Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya. Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api. Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu” (Wahyu 20:12-15). [19]

Namun apabila kita memikirkan tentang dosa orang-orang percaya, kita sering kali memandang secara ringan dan kurang serius. Tetapi janganlah keliru tentang perkara ini. Semua dosa mendukakan Allah. Kristus harus mati bagi dosa-dosa kita, baik yang kita lakukan sebelum atau sesudah kita diselamatkan. Kematiannya adalah hukuman bagi semua dosa. Meskipun dosa tidak mempengaruhi status atau posisi, tetapi dosa mempengaruhi persekutuan kita dengan-Nya, sebab Allah sering mengakibatkan disiplin Allah dalam hidup kita, karena kasih-Nya pada kita (Ibrani 12:6). 

Disiplin yang penuh kasih ini adalah untuk kebaikan kita supaya kita (Ibrani 12:10. Orang Kristen sejati, meskipun masih bisa berbuat dosa, tetapi bukan karena disengaja, terlebih lagi dalam jangka panjang yang panjang. Karena itu, jika seorang Kristen berbuat dosa, segera memohon pengampunan-Nya dan bertobat. (1 Yohanes 1:9). Jika seseorang Kristen terus menerus berbuat, tidak mau mengakui dan bertobat, ia mungkin tidak sungguh-sungguh percaya kepada Yesus atau belum pernah diselamatkan, karena Alkitab mengatakan “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah” (1 Yohanes 3:9).

DAFTAR REFERENSI

Daftar berikut ini adalah buku terpilih oleh penulis dengan pertimbangan bahwa buku-buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kecuali buku Wayne Grudem, Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Berdasarkan pertimbangan di atas tidaklah sulit untuk mendapatkan buku-buku tersebut di toko buku Kristen atau penerbit buku. Selanjutnya, di dalam buku-buku tersebut terdapat referensi lanjutan sesuai dengan rujukan para penulis buku tersebut. Tanda astrik (*) dianjurkan untuk bacaan awal, selanjutnya tanda astrik (** dan ***) dianjurkan sebagai bacaan lebih lanjut.
Arrington, French L., 2004. Christian Doctrine A Pentacostal Perspective, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Departemen Media BPS GBI : Jakarta.**
Baan, G.J., 2008. TULIP: Lima Pokok Calvinik. Penerbit Momentum : Jakarta. ***
Berkhof, Louis., 2011. Systematic Theology. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. **
Boice, James M., 2011. Fondations Of The Christian Faith: A Comprehensive And Readable Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. ***
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang.*
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung. *
Daun, Paulus., 1994. Bidat-Bidat Kristen dari Masa ke Masa. Yayasan Daun Family : Manado**
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang. **
________., 2000. Approaching God, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam. *
Erickson J. Millard., 2003. Christian theology. Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.**
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House : Grand Rapids, Michigan.**
_____________., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta. *
Hall, David W & Peter A. Lillback., 2009. Theological Guide to Calvin’s Institutes: Essays and Ananlysis. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. ***
Hoekema, Anthony A., 2010. Created in God’s Image. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.*
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.*
Milne, Bruce., 1993. Knowing The Truth : A Handbook of Christian Belief. Terjemahan (1993). Penerbit BPK : Jakarta.*
Palmer, Edwin H., 2011. The Five Points of Calvinism. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. ***
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.**
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1,Terjemahan, Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta.*
Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.*
Tabb, Mark, ed., 2011. Theology. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.*
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. *
Urban, Linwood., 2006. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta.***
Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. **
______________., 2011. The Shorter Catechism 1. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. *
[1] Wayne, Grudem., Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta. Hal, 83.
[2] Dalam sejarah Kekristenan, Rasionalisme yang dimulai awal abad ke 18 muncul sebagai reaksi terhadap gerakan pietisme. Rasionalisme ini telah membuka jalan bagi era modern untuk lahirnya Liberalisme yang menentang otoritas dan kredeibilitas Alkitab. Pandangan liberalisme secara umum diringkaskan sebagai berikut: 1) Hal-hal yang tidak dapat diterima oleh rasio harus ditolak; 2) Inspirasi Alkitabdidefinisikan ulang, yaitu merupakan tulisan hasil pengalaman religius manusia; 3). Supranatural diartikan sebagai alam pikiran abstrak manusia; 4) Sesuai dengan pikiran evolusi, maka Alkitab adalah tulisan primitif kalau dibandingkan dengan pikiran teologis modern; 5) Menjunjung tinggi nilai etika, tapi menolak tafsiran teologinya; dan 6) Alkitab harus ditafsirkan secara historis, sebagai konsep teologis dari penulis Alkitab sendiri.
[3] Ateisme mengajarkan bahwa tidak ada Allah dan menyatakan dengan terbuka penolakan terhadap keberadaan Allah (ateisme teoritis);Tidak ada seorangpun yang dapat membuktikan keberadaan Allah (ateisme kritis). Akal pikiran sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan bukannya Allah (ateisme rasionalis), Percaya bahwa Allah ada tetapi hidup seperti tidak ada Allah (ateisme praktis). Agnostisme secara umum mengajarkan bahwa “seseorang tidak bisa mengetahui apakah Allah ada atau tidak”. Pandangan ini menyatakan bahwa Allah tak bisa diamati sebagai suatu fakta, oleh karena itu Dia tidak berwujud, karena segala sesuatu yang diluar fakta-fakta yang bisa diamati adalah sesuatu yang tidak benar (agnostisme positif). Menganggap bahwa tidak ada wahyu khusus mengenai Allah dan bahwa akal manusia tidak cukup untuk menemukan Allah jika Dia berwujud (agnostis pragmatis). Berpendapat bahwa setiap individu bisa bertindak sesuai dengan kehendak bebasnya dan melakukan apa saja yang dikehendakinya dalam alam yang tidak bertujuan ini (agnostisme eksistensial). Evolusianiosme berkeyakinan bahwa dosa bukanlah dosa, melainkan insting hewani yang ada dalam diri manusia. Manusia dianggap muncul sebagai proses dari mutasi dan seleksi alam, dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks; dari hewan berevolusi menjadi manusia. Evalusionisme memberi pengaruh yang kuat pada liberalisme dan modernisme.
[4] Penjelasan tentang ajaran-ajaran sesat tersebut dapat dibaca dalam buku: Daun, Paulus., 1994. Bidat-Bidat Kristen dari Masa ke Masa. Yayasan Daun Family : Manado.
[5] Klasifikasi dosa yang umum ini akan dijelaskan lebih lanjut, tetapi perlu kiranya sedikit penjelasan. Dosa warisan adalah dosa yang diturunkan dari generasi ke generasi di mulai dari Adam dan seterusnya yang dibawa sejak lahir. Jadi dosa warisan ditularkan lewat proses kelahiran. Dosa pertalian adalah dosa Adam yang dipertalikan atau diperhitungkan kepada setiap orang, sehingga ketika seorang manusia lahir ke dunia ini ia telah berdosa secara yuridis dihadapan Allah karena ia dipertalikan dengan Adam. Dosa pribadiadalah yaitu dosa-dosa yang berasal dari tindakan, tindakan atau pikiran manusia perorangan.
[6] Arrington, French L., Christian Doctrine A Pentacostal Perspective, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Departemen Media BPS GBI : Jakarta, hal, 203.
[7] Hoekema, Anthony A., Created in God’s Image. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta., hal, 167-168.
[8] Ibid, hal 168-169.
[9] Ibid, hal 216.
[10] Teolog-teolog yang menolak historisasi dari Kejadian Pasal 1-3 antara lain sebagai berikut ini. Teolog liberalisme: Friedrich Schleiemacher (1763-1834 M), Albert Ritschi (1822-1889 M); Adolph Von Harnack (1851-1930 M). Teolog neo ortodoksi : Karl Barth (1886-1968 M), Emil Brunner (1889-1966 M), Reinhold Nierbuhr (1892-1971 M), John A.T. Robinson; Teolog radikalisme: Rudolf Bultmann (1884-1976 M).
[11] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal, 296.
[12] Hoekema, Anthony A., Created in God’s Image. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta., hal, 183.
[13] Penjelasan lebih lanjut tentang kerusakan total ini dapat dilihat dalam: Palmer, Edwin H., The Five Points of Calvinism. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 1-21; Baan, G.J., TULIP: Lima Pokok Calvinik. Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 1-27; Ridderbos, Herman., Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 112-124; Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Andi Offset : Yoyakarta, hal. 296-297-300; Hoekema, Anthony A., Created in God’s Image. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal, 183-197.
[14] Pengetahuan akan dosa asal ini akan membawa kita pada pengertian: (1) Menjelaskan kepada kita sumber masalah-masalah yang ada dalam dunia, seperti: Kejahatan, dll; (2) Mengajarkan kepada kita bahwa diri kita benar-benar rusak dan tercemar, serta berada dalam situasi yang mengerikan jika Allah tidak menolong kita; (3) Mengajar setiap orang bahwa jika ia memiliki keinginan untuk memohon Allah menolongnya, ini karena Allah sendiri sedang berkarya di dalam dirinya untuk menghendaki dan melakukan sesuatu menurut kerelaanNya (Filipi 2:12-13).
[15] Ryrie, Charles C., Basic Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal, 304.
[16] Sebenarnya kata yang lebih tepat dari kata “menjelma” adalah “inkarnasi, karena inkarnasi berarti Allah menjadi manusia. Tetapi secara umum kata menjelma dapat diterima untuk menterjemahkan kata inkarnasi.
[17] Dalam Yesaya 7:14, disepakati sebagai nubuat mengenai kelahiran Juruselamat melalui seorang perawan. kata “anak dara” diterjemahkan dari kata Ibrani “almah” yang berarti dewasa secara seksual, gadis yang siap dikawinkan, yang menunjuk kepada seorang yang memiliki sifat-sifat keperawanan. Dengan demikian secara semantik penggunaan kata almah ini telah menepis berbagai asumsi atau persepsi yang meragukan keperawanan ibu Sang Juruselamat.
[18] Perlu untuk menegaskan bahwa Kristus tidak memiliki dua kepribadian seperti yang diajarkan oleh Nestorianisme. Kepribadian Kristus telah didefinisikan dalam Konsili Chalcedon pada tahun 451, yang dalam pengakuannya menyatakan bahwa : “Kedua sifat (manusia dan Allah) tersebut dipersatukan tanpa campuran, tanpa perubahan, tanpa perpecahan dan tanpa perpisahan” (Ibid, hal 339).
[19] Kematian pertama adalah kematian jasmaniah yaitu perpisahan antara tubuh jasmani dan roh/jiwa. Atau keadaan tubuh yang tidak memiliki jiwa atau roh (Yakobus 2:26), hal ini karena tubuh manusia dalam natur yang telah berdosa bersifat sementara atau fana. Sedangkan kematian kedua adalah penghukuman kekal di neraka atau keterpisahan selama dari Allah. Satu kata Yunani dalam Perjanjian Baru yaitu Gehenna diterjemahkan sebagai neraka sebanyak dua belas kali. Inilah neraka akhir. (Matius 5:22,29,30; 10:28; 18:9; 23:15,33; Markus 9:43,45,47; Lukas 12:5; Yakobus 3:6). Kata ini juga diterjemahkan sebagai lautan api sebanyak lima kali (Wahyu 19:20; 20:10,14,15; 21:8).PANDANGAN ALKITAB TENTANG DOSA ASAL (ORIGINAL SIN).AMIN_. https://teologiareformed.blogspot.com/
Next Post Previous Post