MEMBANGUN PERNIKAHAN KRISTEN YANG HARMONIS

Augustine S. Oshodi dalam bukunya yang berjudul Unknown Marriage mendefinisikan pernikahan sebagai berikut: Marriage is a spiritual welder that joins two together and makes them one. Once two people are joined together, they really have very limited choice to separate according to the word of God: “So they are no longer two, but one.” (Pernikahan adalah ikatan spiritual yang menggabungkan dua orang dan membuatnya menjadi satu. Sekali dua orang bergabung bersama, mereka benar-benar memiliki pilihan yang sangat terbatas untuk berpisah sesuai dengan firman Allah: "Jadi mereka bukan lagi dua, tapi satu").
MEMBANGUN PERNIKAHAN KRISTEN YANG HARMONIS
Lebih jauh lagi, Billy Joe Daugherty dengan sederhana mendefinisikan pernikahan sebagai lembaga pertama yang diciptakan Allah sendiri, dan Allah bekerja di dalam pernikahan tersebut.

Wirjono Prodjokoro berpendapat bahwa pernikahan merupakan hidup bersama dari seorang laki-laki dan perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang terdapat di peraturan yang telah ditetapkan. Wirjono jelas mengungkapkan bahwa pernikahan itu ialah hidup bersama, tidak terpisah antara satu dengan yang lainnya.

K. Wantjik mendefinisikan pernikahan sebagai suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal ini perjanjian antara pria dan wanita dengan tujuan materiil, yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia. Wantjik menekankan bahwa ada perjanjian di dalam pernikahan, dan juga menekankan bahwa tujuan dari pernikahan ialah untuk mendapatkan kebahagiaan dalam keluarga.

Mary Esanbor menyatakan bahwa pernikahan merupakan kesatuan antara pria dan wanita. Lebih jauh lagi Marry menyatakan bahwa:

Marriage is a union between a man and a woman kneaded together by love. It is a covenant relationship that joins together the souls of a man and women. Marriage is a place for sharring, a place for giving, a place for appreciation, and a place to express faith in one another; it is a place for love, a selfless place, a beautiful places. (Pernikahan adalah persatuan antara pria dan wanita yang disatukan bersama oleh kasih. Ini adalah hubungan perjanjian yang bergabung bersama jiwa seorang pria dan wanita. Perkawinan adalah tempat untuk berbagi, tempat untuk memberi, tempat untuk penghargaan, dan tempat untuk mengungkapkan iman satu sama lain; itu adalah tempat untuk cinta, tempat tanpa pamrih, tempat yang indah.

Mary Esanbor memandang kesatuan dalam pernikahan yang dimaksud ialah dua pribadi menjadi satu yang diikat oleh komitmen pernikahan untuk hidup bersama di dalam kasih sepanjang masa. Mary Esanbor juga menekankan bahwa kesatuan ini merupakan kesatuan jiwa yang artinya tidak dapat dipisahkan.

Subakti menjelaskan bahwa ada tiga prinsip yang terkandung di dalam hal kesatuan pernikahan, yaitu totalitas, loyalitas dan komitmen seumur hidup.

1. Totalitas

Pernikahan melibatkan totalitas jiwa dan raga antara pasangan suami-istri dalam mengarungi kehidupan bersama. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata totalitas sebagai keutuhan; keseluruhan. Totalitas ditandai dengan kesediaan pasangan untuk menyatu secara jasmani dan rohani, mencintai pasangan seperti mencintai diri sendiri, dan menerima pasangan apa adanya tanpa mempersoalkan latar belakang atau mengungkit-ungkit sejarah masa lalu, entah menyangkut kekeliruan dan kekurangan atau menyangkut keberhasilan dan kebanggaan.

Hal ini berarti totalitas dalam pernikahan bermakna, kesedaan hati untuk melupakan dan mengubur semua memori masa lampau yang berpotensi menimbulkan perselisihan. Sebaliknya, menyongsong masa depan dengan pengharapan yang didorong oleh semangat bekerja sama dan optimisme yang berlandaskan rasionalitas. Oleh sebab itu Marion dan Werner menyatakan bahwa dalam hubungan kasih antara suami-istri, totalitas merupakan hal yang paling dibutuhkan.

2. Loyalitas

Loyalitas merupakan salah satu hal yang penting dalam pernikahan. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi pengertian mengenai loyalitas sebagai kepatuhan; kesetiaan. Freddy dan Barbara menyatakan bahwa loyalitas berarti meninggalkan semua perhatian yang lama sebagai yang utama, dan dialihkan serta dicurahkan kepada pasangannya. Tidak ada pihak ketiga, dan hanya ada satu suami dan satu istri.

Freddy dan Barbara melihat bahwa loyalitas merupakan salah satu elemen yang penting dalam sebuah pernikahan. Jika sebelumnya loyalitas sepenuhnya adalah untuk keluarga asali, maka setelah menikah kedua pasangan harus mengalihkan dan mencurahkan loyalitasnya untuk pasangannya. Beralihnya loyalitas pasangan dari keluarga asali kepada pasangannya memungkinkan mereka membangun keintiman dan semangat kebersamaan yang kokoh.

3. Komitmen

Pernikahan adalah komitmen yang mesti dipegang teguh oleh pasangan suami-istri. Hanny dan teman-temannya memberi pernyataan bahwa komitmen dalam pernikahan melebihi komitmen dalam perjanjian apa pun. Hanny dan teman-temannya melihat bahwa komitmen bukanlah suatu unsur yang bisa dipandang sebelah mata oleh pasangan suami-istri, melainkan unsur yang sangat penting dalam sebuah pernikahan.

Pernikahan menyangkut komitmen seumur hidup antara pasangan suami-istri untuk membentuk lembaga keluarga. Komitmen berarti keinginan yang kuat untuk tetap mempertahakan hubungan pernikahan dalam keadaan apapun. Komitmen seumur hidup artinya komitmen yang tidak bisa dibatalkan, apapun alasannya, karena pernikahan bukanlah kontrak hukum yang sewaktu-waktu bisa dibatalkan jika ada pihak yang menghendakinya.

Komitmen ini mendorong pasangan untuk terus-menerus menjaga kelanggengan rumah tangga, kesucian rumah tangga, saling menghargai pasangan, merawat cinta kasih, membina kerja sama, dan terus menerus membina komunikasi yang intim dan mesra agar pernikahan tetap hangat.

Pengertian pernikahan Kristen

Pernikahan Kristen adalah pernikahan yang sesuai dengan kehendak Allah seperti yang telah ditetapkan-Nya dari semula. Pernikahan Kristen bukan sekadar rangkaian seremonial ritual, melainkan yang terpenting justru kesadaran spiritualnya terhadap apa yang menjadi tujuan Kristen. Andreas J. Kostenberger dan David W. Jones mencatat bahwa:

According to Jesus, “what God has joined together, let man not separate” (Matt. 19:6, cf. Markus 10:9). This makes clear that Jesus did not view marriage as a mere social institution or convention. Rather, according to Jesus, marriage is a sacred bond between a man and a woman instituted by and entered into before God. (Menurut Yesus, “apa yang telah dipersatukan Allah, biarlah manusia tidak berpisah” (Matius 19: 6, lih. Markus 10: 9). Ini memperjelas bahwa Yesus tidak memandang perkawinan sebagai institusi atau konvensi sosial belaka. Sebaliknya, menurut Yesus, pernikahan adalah ikatan sakral antara seorang pria dan seorang wanita yang dilembagakan oleh dan masuk ke hadapan Tuhan.)

Andreas dan David melihat pernikahan Kristen bukan hanya sebuah lembaga biasa, melainkan lembaga yang sakral karena dikerjakan langsung oleh Allah, dan Allah memiliki tujuan di dalamnya (Kejadian 1 : 27-28).

Pernikahan Kristen adalah komitmen seumur hidup dari sepasang pria dan wanita untuk menjalani hidup bersama (Kejadian 2 : 24). Mary Esanbor memberikan penjelasan sederhana namun bermakna mengenai pernikahan Kristen yang semula telah Allah tetapkan, yaitu: Marriage according to God’s design is between a man and woman, not between a man and a man or a woman and a woman ... and
everything that He created was good. (Perkawinan menurut desain Allah adalah antara pria dan wanita, bukan antara pria dan pria atau wanita dan wanita ... dan segala sesuatu yang Ia ciptakan itu baik). Mary Esanbor dalam hal ini sangat menekankan bahwa pernikahan sudah Allah desainkan antara lawan jenis, bukan sesama jenis (Kejadian 1 : 27 dan Kejadian 2 : 18).

Lebih jauh lagi para ahli, dalam hal ini para teolog memberikan pengertian mengenai pernikahan Kristen sebagai berikut:

1. Menurut Bonaventura

Bonaventura merupakan teolog yang dikenal aktif berkhotbah dan juga merupakan seorang sastrawan. Bagi Bonaventura, pernikahan Kristen merupakan penggabungan oleh Allah antara laki-laki dan perempuan sebagai suami-istri yang menurut hukum dapat dinikahkan. Perkawinan mencakup hak dan kewajiban timbal balik untuk hidup bersama sebagai suami-istri dan tetap setia satu sama lain sampai akhir hidup.

Bonaventura memandang bahwa Allah yang menjadi inisiator sebuah pernikahan Kristen melalui lembaga yang ada di bumi. Pernikahan tidak lagi memikirkan diri sendiri, tetapi ada hak dan kewajiban yang timbal balik di dalamnya.

2. Menurut J. M. Scheeben

J. M. Scheeben merupakan salah satu teolog yang berasal dari Jerman yang memberikan pandangan unik mengenai pernikahan Kristen. Bagi Scheeben, pernikahan Kristen melambangkan dan mengarahkan serta membuahkan sesuatu yang adikodrati, yaitu hubungan cinta antara Kristus dan Gereja. Artinya tidak hanya melambangkan, melainkan juga menghadirkan hubungan antara cinta Kristus dan Gereja.

Scheeben melihat bahwa pernikahan Kristen bersifat dualistis. Pernikahan Kristen selain memiliki tugas untuk menghadirkan kasih Kristus di keluarganya, tugas lainnya ialah melalui keluarganya menghadirkan kasih Kristus bagi dunia, seperti yang juga dijelaskan oleh Paulus kepada jemaat di Efesus (Efesus 5 : 22-33).

3. Menurut John Calvin

John Calvin merupakan salah satu teolog yang sangat terkenal bahkan hingga sekarang ini nama dan karyanya masih eksis di kalangan Sekolah Tinggi Teologi. Calvin merupakan seorang pemimpin gerakan reformasi di gereja Swis dan merupakan generasi kedua dari jajaran pelopor dan pemimpin gerakan reformasih gereja abad ke-16. Calvin menyatakan bahwa pernikahan Kristen merupakan ketetapan ilahi setelah disahkan baik secara gerejawi oleh hamba

Tuhan yang akan menyatakan bahwa Allah yang telah menyatukan, dan secara pemerintah agar sah secara kenegaraan.

Calvin memulai pernikahan dari Allah, karena Dialah yang menciptakan pernikahan (Kejadian 1 : 27) dan yang sekarang ini menyatukan melalui gereja dan negara, sehingga sah di hadapan jemaat Allah dan negaara. Allah tidak menghilangkan unsur negara, melainkan bekerja sama.

4. Menurut Stephen Tong

Stephen Tong merupakan salah satu teolog besar yang dimiliki Indonesia sekarang ini. Pernah mengajar di Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) selama 25 tahun dan saat ini mengajar di Sekolah Tinggi Teolog Reformed Injili Indonesia (STTRII) Jakarta yang ia dirikan. Selain aktif mengadakan seminar di dalam maupun di luar negeri, ia telah menulis lebih dari 75 buku dan seorang doktor yang memiliki pengetahuan luas di bidang seni, musik, filsafat, sejarah dan arsitektur. Stephen Tong memberikan beberapa pemikiran mengenai pernikahan, salah satunya bahwa manusia diciptakan untuk saling menolong dan ditolong. Alkitab mencatat penolong itu bukanlah penolong yang sembarangan atau asal-asalan, melainkan penolong yang sepadan (Kejadian 2 : 18).

Allah memberikan penolong yang „sepadan‟, bukan berarti „kesamaan‟ atau „kesetaraan‟, tetapi lebih berarti saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing pasangan. Hal ini menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.

Dasar Pernikahan Kristen

Membangun sebuah pernikahan hampir sama halnya seperti membangun sebuah bangunan. Banyak orang membangun pernikahan tanpa persiapan yang cukup, terkadang terburu-buru dan tanpa perencanaan maupun perhitungan yang cukup.

Tidak memiliki antisipasi dalam menghadapi kemungkinan terburuk, bahkan tidak mengerti pernikahan macam apa yang sedang dibangun. Dalam sebuah bangunan, bagian yang paling penting adalah pondasinya, demikian pun dengan pernikahan. Dasar dari pernikahan akan menjadi penentu kokoh atau tidaknya pernikahan tersebut.

1. Pernikahan Kristen bersumber dari Allah

Setiap pasangan suami-istri harus memahami hal ini, bahwa pernikahan itu berasal dari Allah (Kej. 1-2). Oleh sebab itu Allah merupakan satu-satunya sumber dari pernikahan, Allah yang mendirikan dan menciptakan pernikahan dan keluarga di bumi. Lewat Adam, Allah mendirikan lembaga pernikahan dan keluarga di bumi hingga sekarang ini.

Karena pernikahan Kristen bersumber dari Allah, maka hanya Allahlah yang menjadi satu-satunya sumber yang bisa memenuhi segala kebutuhan dari pernikahan tersebut, karena Ia yang menciptakannya.

Pernikahan yang bersumber dari Allah mengandung unsur tanggung jawab dari pernikahan itu juga di dalamnya, dengan demikian maka pernikahan itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Prinsip ini terjadi ketika Allah menciptakan pernikahan pertama, yaitu ada tanggung jawab yang diberikan bagi Adam dan Hawa (Kejadian 1:18). Ini berarti segala sesuatu yang dilakukan oleh suami-istri harus diberi pertanggungjawabannya kepada Allah yang menjadi sumber pernikahan.

2. Pernikahan Kristen dibangun atas dasar kasih Allah

Kasih Allah adalah satu-satunya fondasi yang kokoh untuk pernikahan, dan syaratnya ialah harus merasakan dan memiliki kasih Allah itu sendiri. Pernikahan yang didasari atas kasih Allah akan dimampukan untuk mengasihi seperti Allah mengasihi (1 Yohanes 4 : 7-8).

Ketidaksetiaan manusia tidak akan pernah bisa menghancurkan kesetiaan kasih Allah. Oleh sebab itu, kasih Allah harus senantiasa dikemukakan sebagai pola hubungan kasih yang setia, yang harus menjadi pengikat pasangan suami-istri (Efesus 4: 33). Kasih ini hanya akan dapat dimengerti jika adanya pengenalan akan Allah yang adalah kasih (1 Yohanes 4 : 8).

Kasih Allah adalah kasih yang rela berkorban, kasih yang tidak bersyarat dan kasih yang tidak berkesudahan. Oleh sebab itu harus dimengerti bahwa konsep perjanjian dalam konteks pernikahan Kristen harus didasari oleh landasan teologis kasih Allah kepada manusia yang sejatinya mengalami pasang surut dalam perjalanan sejarahnya. Dengan demikian pernikahan Kristen akan dimampukan untuk tetap saling mengasihi kendatipun harus mengalami pasang surut di dalam perjalanan pernikahan tersebut.

3. Pernikahan Kristen dibangun atas dasar firman Allah

Sejak semula pernikahan merupakan gagasan Allah, Allahlah yang mengerti mengenai pernikahan tersebut. Oleh sebab itu, petunjuk-petunjuk yang menjadi standar operasional sebuah pernikahan adalah petunjuk-petunjuk yang Allah berikan untuk dijalani. Maka Allah memberi firman-Nya untuk menuntun pernikahan menjadi pernikahan yang sesuai dengan kehendak-Nya (Mazmur 119 : 105 dan 2 Timotius 3 : 16).

Allah menyatakan diri-Nya melalui berbagai cara, termasuk alam semesta, dan bahkan berbicara langsung kepada manusia melalui para hamba-Nya dan bahkan Anak-Nya (Ibrani 1 : 1-2). Tetapi sekarang ini, kepada orang percaya Allah menyatakan diri-Nya dan setiap kehendak-Nya yang menjadi petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan termasuk pernikahan melalui Alkitab.

Alkitab yang adalah firman Allah merupakan pembeda dari dasar pernikahan orang percaya dengan orang yang tidak percaya. Orang duniawi yang belum lahir baru, tidak mungkin mengerti Alkitab karena Alkitab merupakan firman Allah yang harus dibaca dan dipelajari dengan kacamata rohani, yaitu iman. Orang-orang Kristen percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah yang benar dan tanpa salah. Alkitab berisi tentang sejarah keselamatan manusia yang dimulai dari kisah penciptaan dalam kitab Kejadian sampai visi mengenai akhir zaman dalam kitab Wahyu.

Oleh sebab itu, setiap pernikahan Kristen harus membangun pernikahannya di atas dasar firman Allah. Karena tidak mungkin pernikahan Kristen dapat memiliki kebahagiaan sesungguhnya dalam pernikahan jika tanpa mematuhi firman Allah. Dengan demikian, maka setiap pernikahan Kristen yang ingin mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan haruslah giat mengikuti ibadah di mana firman disampaikan dan membaca, merenungkan di dalam keluarga masing-masing serta melakukannya.

4. Pernikahan Kristen dibangun atas dasar berkat Allah

Andreas J. Kostenberger dan David W. Jones mencatat bahwa Marriage as a sacred bond between a man and a woman instituted by and publicly entered into before God. (Pernikahan adalah ikatan sakral antara seorang pria dan seorang wanita yang dilembagakan oleh dan secara terbuka masuk ke hadapan Tuhan).

Ini berarti bahwa pernikahan akan sah apabila telah disahkan oleh Gereja melalui hamba Tuhan yang dipercayakan oleh Tuhan sebagai representasi dari diri-Nya sendiri untuk memberkati pernikahan tersebut. Seperti yang dicatat dalam Kejadian 1 : 27-28a yang berbunyi: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranak-cuculah dan bertambah banyak ...”

Ini berarti sebelum sebuah pasangan sah sebagai suami-istri, sebelum pasangan melakukan hubungan seks sebagai suami-istri, maka wajib hukumnya untuk menerima pemberkatan nikah terlebih dahulu.

Allah sebagai Pencipta pernikahan, Dialah yang memberkati pernikahan, bukan gereja, dan bukan juga hamba Tuhan. Hamba Tuhan adalah representatif Allah, yang melalui penumpangan tangannya memohonkan berkat dari Allah kepada pasangan yang akan diberkati pernikahannya oleh Allah.

Tujuan Pernikahan Kristen

Tujuan adalah sesuatu yang sangat penting, tujuan adalah penggerak dan kehidupan. Seperti yang dituliskan oleh Rick Warren dalam bukunya yang berjudul The Purpose Driven Life, bahwa tujuan dari kehidupan jauh lebih penting dari apa pun.

The purpose of your life is far greater than your own personal fulfillment, your peace of miind, or even your happiness. It’s far greater than your family, your career, or your wildest dreams and ambitions. If you want to know why you were placed on this planet, you must begin with God. You were born by His purpose and for His purpose. (Tujuan hidup Anda jauh lebih besar daripada kepuasan pribadi Anda sendiri, kedamaian jiwa Anda, atau bahkan kebahagiaan Anda. Ini jauh lebih besar daripada keluarga Anda, karier Anda, atau impian dan ambisi Anda. Jika Anda ingin tahu mengapa Anda ditempatkan di planet ini, Anda harus mulai dengan Tuhan. Anda dilahirkan oleh tujuan-Nya dan untuk tujuan-Nya).

Rick Warren juga menambahkan bahwa You were made by God and for God – and until you understand that, life will never make sense. (Anda diciptakan oleh Allah dan untuk Allah - dan sampai Anda memahami hal itu, hidup tidak akan pernah berarti).

Tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah, bahkan tujuan segala sesuatu diciptakan ialah untuk memuliakan Allah. Karena pernikahan merupakan perjalanan hidup dua insan secara bersama seumur hidup, setiap pasangan nikah juga harus memahami apa yang menjadi tujuan pernikahan tersebut, agar pernikahan itu menjadi pernikahan yang berarti. Berikut ini adalah tujuan Allah bagi pernikahan.

1. Pernikahan Kristen sebagai cerminan relasi antara Kristus dan umat-Nya

Alkitab mencatat bahwa pernikahan mencerminkan hubungan antara Kristus dan jemaat-Nya (Efesus 5 : 32 – 33). Maurice Eminyan dalam bukunya Theology of the Family memberikan pernyataan bahwa pernikahan merupakan suatu realitas yang kelihatan dan simbol yang menandakan serta menghadirkan realitas lain, yaitu kasih Allah yang tak berkesudahan, yang diwujudkan bagi semua orang di dalam Yesus Kristus dan di hadirkan melalui pernikahan-pernikahan Kristen. Marurice menjelaskan bahwa pernikahan Kristen memiliki tugas menghadirkan kasih Kristus kepada gereja-Nya bagi dunia.

Oleh sebab itu Maurice selanjutnya memberikan pernyataan yang juga merupakan harapannya bahwa pasangan suami-istri dalam keluarga hendaknya mencerminkan kasih dan kesetiaan Kristus dengan gereja. Adrian Thatcher menyatakan hal senada berdasarkan pengamatannya terhadap Alkitab khususnya Efesus menulis dalam buku Celebrating Christian Marriage bahwa pernikahan merupakan refleksi dari hubungan Kristus dengan gereja-Nya. Oleh karena itu, inti dari Pewahyuan, yakni “Allah mengasihi umat-Nya” diwartakan juga melalui praktik hidup suami-istri, yaitu kata-kata yang hidup dan konkret pada saat pria dan wanita saling mengungkapkan cinta kasih mereka selaku suami-istri.

2. Memenuhi panggilan Allah

Pernikahan Kristen sangat berkaitan erat dengan panggilan seorang Kristen. Allah telah menentukan dan menetapkan bahwa seseorang Kristen dalam realitas hubungan sebagai pasangan nikah. Kelangsungan hubungan pernikahan yang telah Allah tetapkan itu harus diupayakan dengan sungguh-sungguh. Tugas dan panggilan seorang Kristen yang telah menikah adalah menunjukkan imannya di mana pun berada, terutama dalam rumah tanggga.

Karena pernikahan Kristen terdiri dari dua orang Kristen yang dipanggil untuk menunjukkan iman Kristen di mana pun berada, maka pernikahan Kristen juga dipanggil untuk memberikan kepada setiap orang kesaksian hidup dengan murah hati dan tanpa pamrih mengabdi pada perkara-perkara sosial Artinya pernikahan Kristen dipanggil untuk menjadi berkat bagi sesamanya.

3. Memuliakan Allah

Dari semula pernikahan Kristen Allah tempatkan di dunia untuk memuliakan Allah. Tony Evans, menyatakan demikian dalam bukunya Kongdom Marriage: Connecting God’s Purpose with Your bahwa: Pleasure Marriage exists to glorify God by expanding His rule and reach. (Pernikahan ada untuk memuliakan Tuhan dengan memperluas kekuasaan dan jangkauan-Nya).

Alasan dan tujuan pernikahan Kristen ialah untuk memuliakan Allah lewat pernikahan yang menaati setiap aturan yang telah diberikan-Nya. Menjadi satu, saling melengkapi, saling mengasihi, menyatu dan tidak terceraikan hingga kematian. Salah satu cara lagi bagi pernikahan Kristen untuk memuliakan Allah ialah menghasilkan keturunan-keturunan ilahi yang memuliakan Allah. Adrian Thatcher menyatakan bahwa:

Christian parents sould understand ... that their duty is not only to propagate and maintain the human race on earth; ... They are called to give children to the Church, to beget fellow-citizens of the Saints and members of the household of God (Eph. 2 : 19), in order that the worshippers of our God and savior may increase from day to day. (Orang tua Kristen dapat memahami ... bahwa tugas mereka tidak hanya untuk menyebarkan dan memelihara umat manusia di bumi; ... Mereka diminta untuk memberikan anak-anak kepada Gereja, untuk menjadi sesama warga para orang suci dan anggota keluarga Allah (Efesus 2: 19), agar para penyembah Allah dan juru selamat kita dapat meningkat dari hari ke hari).

Hal ini berarti bahwa pernikahan Kristen adalah pernikahan yang memuliakan Allah dengan cara menghasilkan keturunan-keturunan ilahi yang kelak akan menjadi penyembah-penyembah Allah.

Tanggung Jawab Pernikahan Kristen

Sebagai satu pasangan, suami-istri akan terlibat dalam sejumlah kegiatan-kegiatan dan tanggung jawab yang hampir tidak pernah habis. Sebagai pernikahan yang diciptakan oleh Allah, maka setiap pasangan suami-istri haruslah memulai tanggung jawabnya dengan menaati Allah, maka dengan demikian tanggung jawab yang lainnya akan mengikuti.

1. Ketaatan kepada Allah

Ketaatan kepada Allah adalah hal yang utama dan sangat penting untuk dilakukan manusia, terutama pasangan nikah. Sebuah pernikahan yang dibangun di atas dasar Matius 6 : 33 – “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” – akan menjadi pernikahan yang kokoh.

Ayat ini mengandung perintah, ayat ini pun memiliki janji yang luar biasa. Ketika sepasang suami-istri berkomitmen kepada Kristus, bertumbuh bersama di dalam Tuhan, saling mendukung satu sama lain dalam perjalanan rohani, membesarkan anak-anak dalam takut akan Tuhan, saling mengasihi satu sama lain karena mengasihi Tuhan, maka sukacita akan berlimpah di dalam keluarga.

Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan sepasang suami-istri kepada Allah memampukan mereka untuk melakukan tugasnya sebagai suami-istri, karena tugas sebagai suami-istri itu telah ditetapkan oleh Allah. Seperti yang dituliskan oleh rasul Paulus dalam Efesus 5 : 22-25.97 Karena tidak mungkin suami-istri dapat menunaikan tugasnya sebagai suami atau istri sesuai dengan kehendak Allah tanpa adanya ketaatan kepada Allah. Oleh sebab itu, penting sekali pasangan suami-istri menjadikan Allah sebagai pimpinan dalam keluarga.

2. Mengasihi pasangan

Bungaran seorang pakar keluarga menyatakan bahwa mengasihi pasangan berarti melakukan apa yang terbaik bagi pasangan. Mulai dari semua kata-kata yang diucapkan, tindakan yang diperbuat dan perilaku sehari-hari selalu ditunjukkan dan ditujukan bagi pasangan. Bahkan ketika terdapat perasaan bahwa pasangan tersebut tidak layak menerimanya. Dalam pernikahan, maka orang yang menjadi objek pertama tempat memberikan kasih itu adalah pasangan. Suami menjadi objek bagi istri untuk menyatakan kasihnya, begitu juga istri menjadi objek pertama bagi suami untuk menyatakan kasihnya (Efesus 5 : 33).

Francis dan Lisa memberi penjelasan mengenai cara mengasihi pasangan dalam pernikahan. Bagi mereka satu-satunya cara paling akurat dan ampuh untuk mengasihi pasangan ialah melihat Allah dalam diri sendiri. Francis dan Lisa melihat bahwa dasar serta alasan pasangan suami-istri bisa saling mengasihi adalah Allah sendiri.

3. Mendidik anak

Anak merupakan dambaan setiap keluarga dan menjadi salah satu sumber kebahagaiaan di dalam rumah tangga, kehadiran anak tentunya begitu ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan. Hal ini sudah menjadi pendapat umum bahwa berkeluarga harus dianugerahi anak. Bahwa keluarga dipanggil untuk menjadi tempat kelahiran dan pembinaan anak.

Namun bukan berarti yang tidak dianugerahi anak itu berdosa karena memang ada orang-orang yang tidak dianugerahi anak yang tentunya atas kedaulatan Tuhan. Stephen Tong berpendapat bahwa pernikahan dan keluarga yang bahagia tidaklah tergantung pada adanya anak, sebab anak bukanlah penentu dari keluarga yang bahagia. Dalam pernikahan, suami-istri dapat mengalami, membagi dan menikmati sukacita, cinta kasih dan persekutuan berdasarkan pemberian Tuhan masing-masing.

Bila keluarga dikaruniai kehadiran anak-anak, maka harus disadari bahwa anak-anak itu adalah pemberian Allah. Oleh sebab itu, setiap keluarga yang mendapat kepercayaan ini harus bisa mendidik anak-anak dengan baik dan sesuai dengan kehendak Allah. Mendidik anak dan juga biaya untuk pendidikan anak secara formal merupakan tanggung jawab bersama dari setiap pasangan nikah.

4. Memenuhi kebutuhan pernikahan

Pernikahan tidak hanya berhenti sampai di hari „H‟ dari pernikahan itu semata. Begitu pula dengan pemenuhan kebutuhan dalam pernikahan. Tidak hanya memenuhi kebutuhan untuk hari „H‟ saja, tetapi sampai kepada memenuhi kebutuhan-kebutuhan pernikahan itu ke depannya. Salah satu faktor pendorong untuk sebuah pernikahan adalah penggenapan akan kebutuhan-kebutuhan dari pernikahan itu sendiri.

Sudah menjadi hal yang lumrah jika setiap orang menginginkan kebutuhannya untuk dipenuhi. Sebagai manusia, keinginan untuk kebutuhannya terpenuhi itu tidak bisa dipungkiri lagi. Oleh sebab itu, penting sekali untuk setiap pasangan nikah memahami apa yang harus dipenuhi ketika telah menikah.

Kebutuhan spiritual

Keluarga merupakan tempat pertama bagi seorang manusia dalam mengenali dunianya, termasuk dalam hal spiritual. Bangsa Indonesia sendiri telah menetapkan tugas keluarga dalam hal memenuhi kebutuhan spiritual dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1994, mengenai fungsi keluarga. Memenuhi kebutuhan yang dimaksud adalah:

Pertama, membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga. 

Kedua, menerjemahkan ajaran/norma agama ke dalam tingkah laku hidup sehari-hari seluruh anggota keluarga. 

Ketiga, memberi contoh konkret dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari ajaran agama. 

Keempat, melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah dan masyarakat. 

Kelima, membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

Kebutuhan jasmani

Sebagai makhluk yang bertumbuh dan makhluk jasmani, manusia memiliki kebutuhan secara jasmani. Kebutuhan ini sering juga disebut dengan kebutuhan utama manusia sebagai makhluk hidup. Kebutuhan jasmani ini dirangkum menjadi tiga (3) bagian, yaitu sandang, pakan dan papan.

Sandang merupakan kebutuhan akan pakaian yang dikenakan untuk melindungi diri dari cuaca dan mempertahankan penampilan. Pakan merupakan makanan dan minuman untuk melestarikan, mempertahankan dan mengembangkan tubuh manusia sebagai makhluk hidup. Papan merupakan kebutuhan akan perumahan yang berfungsi sebagai tempat tinggal untuk berlindung dari panas dan dinginnya cuaca pengaruh alam, serta tempat berlindung dari bahaya, baik manusia ataupun makhluk lainnya.

Kebutuhan-kebutuhan inilah yang harus dipenuhi oleh keluarga sepanjang masih hidup di dunia. Agar kelangsungan hidup sebagai makhluk hidup tetap lestari dan tetap terjaga.

Kebutuhan psikologis

Kebutuhan Psikologis merupakan kebutuhan yang bersifat non-materi. Kebutuhan yang juga sebenarnya memegang peran kunci dalam keluarga namun jarang diperhatikan atau sering diabaikan. Kebutuhan psikologis adalah kebutuhan akan perasaan aman dan nyaman. Jadi di dalam pernikahan, suami-istri sangat butuh untuk merasa aman dan nyaman berada dan hidup di dalam pernikahan tersebut.

Pasangan suami-istri artinya saling memenuhi kebutuhan dari pasangan masing-masing. Suami bertugas untuk memberikan keakraban dan kemesraan bagi istri di tengah-tengah kesibukan. Karena jika kebutuhan itu tidak dipenuhi, istri bisa mengalami kejenuhan akibat kegiatan rumah tangga dan kegiatan di luar rumah yang bisa menimbulkan suasana yang gaduh dan kacau dalam rumah tangga. 

Begitu juga sebaliknya dengan istri yang memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan psikologis suami yang sudah lelah dari pekerjaan. Di sinilah dibutuhkan kepandaian bagi suami-istri untuk bisa mengatur waktu dengan baik, untuk menyediakan saat-saat bagi pasangan untuk memberikan keakraban dan kemesraan, agar hubungan yang harmonis tetap terjaga.

Kebutuhan biologis

Seks bukanlah sesuatu yang najis, melainkan sesuatu yang kudus bila dilakukan oleh sepasang suami-istri yang telah sah di hadapan Tuhan dan jemaatnya. Seks merupakan hadiah terindah dari Allah untuk disyukuri dan dinikmati oleh pasangan suami-istri yang telah diberkati oleh Allah.

Jarot Wijanarko menjelaskan bahwa seks merupakan rekreasi yang Allah berikan kepada pasangan suami-istri. Seks adalah ciptaan Allah, bukan setan dan bukan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa. Sehingga seks antara suami-istri adalah kudus. Gilarso menjelaskan bahwa prinsip dasar yang harus ditaati oleh setiap pasangan suami-istri ialah berupaya memenuhi tugas dan tanggung jawab untuk saling memenuhi kebutuhan seksual mereka selama seluruh hidup perkawinan mereka. Lebih jauh lagi, Gilarso menjelaskan secara detail mengenai pemenuhan kebutuhan biologis dalam keluarga sebagai berikut:

Tegasnya, suami bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan seksual istrinya. Dia harus secara teratur dan penuh rasa cinta membangkitkan gairah istrinya untuk mengalami pengalaman seks yang lengkap, yaitu orgasme. Demikian pula istri harus memenuhi kebutuhan seks suaminya. Dia mesti secara teratur dan penuh rasa cinta berusaha menghantarkan suaminya pada pengalaman seks yang lengkap, klimaks atau orgasme.

Dengan demikian, wajarlah jika suami atau istri membutuhkan seks sebagai kebutuhan biologisnya karena hal itu adalah normal. Oleh sebab itu setiap suami atau istri memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dari pasangan masing-masing (1 Korintus 7 : 3-4), bukan karena paksaan namun karena kasih, yaitu menikmati kasih karunia yang Allah anugerahkan bagi mereka sebagai pasangan suami-istri.

Kebutuhan sosial

Manusia merupakan makhluk sosial, dan keluarga merupakan lembaga sosial pertama bagi manusia untuk mulai bersosial (Kejadian 1 : 27). Peranan sosial keluarga ialah membangun komunikasi yang baik, menanamkan jiwa saling tolong menolong serta rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Sehingga saat di luar yaitu dalam lingkungan masyarakat yang lebih besar, anggota keluarga sudah terbiasa melibatkan diri dalam aneka macam kegiatan sosial.

Peran keluarga Kristiani di tengah masyarakat diharapkan bisa menjadi berkat bagi sesama. Paulus beberapa kali dalam surat-suratnya menulis amanatnya bagi keluarga Kristen agar dapat bergaul dengan masyarakat luar, serta berkata-kata dengan penuh kasih. Oleh sebab itu keluarga Kristen tidak dibenarkan untuk bersikap eksklusif (Kolose 4 : 5-6).

Kebutuhan ekonomi

Ekonomi merupakan bagian terpenting dalam keluarga. Ekonomi keluarga merupakan hal yang harus diperhatikan untuk kelangsungan keluarga di dunia yang sementara ini. Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri secara ekonomi, dan berlaku sebagai tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif, sehingga mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya keluarga. Dalam hal ini keluarga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan ekonominya secara mandiri serta mengembangkannya untuk kebutuhan di masa yang mendatang.

Pernikahan Kristen Yang Harmonis

Setiap pasangan suami-istri tanpa terkecuali pasti menginginkan pernikahan yang harmonis. Bungaran: “Setiap manusia ketika mereka mengikatkan diri dalam tali pernikahan menginginkan dapat membentuk sebuah keluarga yang harmonis.” Semua pernikahan tanpa terkecuali pernikahan Kristen, semua menginginkan keharmonisan dalam pernikahan.

Harmonis

Kata harmonis didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai sesuatu yang bersangkut paut dengan (mengenai) harmoni; seia sekata.

Joseph Jung mendefinisikan kata harmonis sebagai kehidupan yang menyatu dengan orang-orang yang ada di sekitar dan alam yang menopang kesejahteraan dengan cara menyingkirkan keinginan diri sendiri agar keselarasan hubungan itu bisa terpelihara. Keselarasan yang tercipta dari sesuatu yang berbeda, akan menghasilkan sebuah keharmonisan.

Makna kata harmonis yang peneliti maksudkan dalam penelitian ini ialah perihal keselarasan antara suami dan istri, yaitu seia sekata, dan satu tujuan, dengan tidak mementingkan keinginan sendiri. Sehingga terdapat keindahan di dalamnya

Pengertian pernikahan Kristen yang harmonis

Pernikahan yang harmonis bukan berarti pernikahan tersebut tanpa tantangan. Gary L. Thomas menulis bahwa:

Strong Christian marriages will still be struck by lightning – Sexual temptation, communication problem, frustrations, unrealized expectations – but if the marriages are heacily watered with an unwavering commitment to please God above everything else, the conditions won’t be ripe for a devastating fire to follow the lightning strike. (Pernikahan Kristen yang kuat masih akan disambar petir – godaan seksual, masalah komunikasi, frustrasi, harapan yang tidak direalisasi – tetapi jika perkawinan disiram penuh semangat dengan komitmen yang teguh untuk menyenangkan Tuhan di atas segalanya, maka tidak akan hangus dilahap api yang dahsyat untuk mengikuti sambaran petir).

Gary melihat bahwa akan ada banyak tantangan dan godaan dalam pernikahan Kristen, tetapi yang membuat bertahan ialah tekad bersama yang kokoh untuk menyenangkan Tuhan. Kesatuan hati untuk menyenangkan hati Tuhan inilah yang menjadikan pernikahan Kristen tetap harmonis

George Sukhdeo dalam bukunya yang berjudul Preparing For And Fostering Harmony In Marriage mencatat bahwa Harmony is the principal factor in marriage because it help us set the model that the next generation of our family is most likely to follow. (Harmoni adalah faktor utama dalam pernikahan karena itu membantu kita menetapkan model yang akan diikuti oleh generasi keluarga kita berikutnya). Sebagai seorang pendeta, George lebih melihat keharmonisan dengan fungsinya di kemudian hari. Keharmonisan dalam keluarga merupakan faktor penentu dari generasi-generasi berikutnya. Oleh sebab itu orang tua yang harmonis sangat dibutuhkan sebagai keteladanan bagi anak-anak sebagai generasi penerus.

Joko Budi Santoso dan teman-temannya menyusun sebuah buku Pendidikan Agama Kristen untuk SMA/SMK Kelas 3 yang berjudul Mewujudkan Hidup Beriman dalam Masyarakat dan Lingkungan Hidup mencatat bahwa indikator keluarga Kristen dapat dikatakan harmonis ialah adanya sikap mesra dan komunikasi yang baik antara anggota keluarga. Lebih jauh lagi Joko dan teman-temannya menuliskan mengenai cara untuk mendapatkan keluarga yang harmonis ialah sebagai berikut:

... dalam kebersamaan hidup, setiap keluarga perlu membina sikap peduli terhadap persoalan yang dihadapi keluarga, mampu bekerja sama dengan anggota keluarga lainnya, dari yang terbesar sampai yang terkecil, mau menjadi pendengar yang baik dan bertanggung jawab, meluangkan waktu untuk ngobrol, menciptakan humor meski menghadapi persoalan dan sebagainya.

Joko dan teman-temannya melihat bahwa keharmonisan dapat terlaksana jika mampu melakukan hal-hal praktis tersebut dalam keluarga. Tentunya hal-hal praktis yang dimaksud adalah praksis dari kebenaran firman Tuhan. Mengutip pernyataan Pendeta George yang mengatakan bahwa: For a harmonious marriage, you must do all you can according to biblical standards. (Untuk pernikahan yang harmonis, Anda harus melakukan semua yang Anda bisa sesuai dengan standar alkitabiah). Artinya untuk mendapatkan keharmonisan dalam keluarga, maka segala sesuatunya harus dilakukan sesuai dengan standar Alkitab.

Lebih jauh lagi George menjelaskan bahwa untuk mendapatkan pernikahan yang harmonis, maka pasangan suami-istri harus melakukan tanggung jawabnya sebagai suami atau istri sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Alkitab (1 Korintus 7 : 3), yaitu sebagai kepala keluarga yang melayani semua kebutuhan keluarga dan istri sebagai penolong yang menolong suami dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga. George melihat bahwa sangat penting suami-istri memaham posisi dan tanggung jawab mereka masing-masing dalam keluarga, sehingga masing-masing dapat melaksanakan tugasnya secara proporsional.

Konseling bagi pernikahan Kristen yang harmonis

Konseling merupakan salah satu cara yang efektif untuk mendapatkan pernikahan Kristen yang harmonis. Kegiatan konseling pernikahan ini merupakan salah satu kegiatan dari bidang pelayanan pastoral dalam gereja, dengan harapan dapat mengurangi frustrasi dan memungkinkan terjadinya keharmonisan dalam pernikahan Kristen.

Konseling Pernikahan

Dalam kamus bahasa Inggris, konseling (counseling) dikaitkan dengan kata counsel yang diartikan sebagai berikut: nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel) dengan demikian counseling akan diartikan sebagai pemberian nasihat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran. Maka dengan demikian, konseling pernikahan kegiatan yang dilakukan oleh sepasang nikah bersama dengan pemberi konseling (konselor).

Desefentison membagi konseling pernikahan dibagi menjadi dua, yaitu konseling pra-nikah dan konseling pasca-nikah dengan tujuannya masing-masing. Tujuan konseling pra-nikah adalah sebagai berikut:

Pertama, memberikan pemahaman yang benar tentang konsep dasar pernikahan Kristen; 

Kedua, memperlengkapi calon pasangan suami-istri dalam memulai membangung rumah tanggah mereka dengan cara yang benar, melalui penguasaai keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup bersama dalam pernikahan; 

Ketiga, menolong calon suami-istri untuk semakin mengenal dirinya dan pasangannya dari sudut pandang yang lengkap (diri sendiri, pasangan dan pembimbing) sehingga dapat melakukan perubahan serta penyesuaian diri yang benar sebelum menikah; 

Keempat, membangun hubungan antara pembimbing pernikahan dengan calon suami-istri, agar terdapat rasa aman untuk membuka diri melalui kuesioner maupun secara lisan sepanjang proses konseling pra-nikah maupun konseling pasca-nikah, serta membangun kepercayaan untuk jangka panjang.

Desefentison menjelaskan mengenai konseling pranikah lebih kepada mempersiapkan calon suami-istri yang akan menikah. Sedangkan tujuan dari konseling pasca-nikah adalah sebagai berikut:

Pertama, mengevaluasi kembali sejauh mana pasangan suami-istri telah menerapkan kebenaran-kebenaran yang diajarkan dalam konseling pra-nikah; 

Kedua, menolong pasangan suami-istri baru tersebut untuk mempertajam kembali hal yang mungkin belum/kurang dibicarakan sepanjang konseling pra-nikah; 

Ketiga, mendampingi mereka dalam memecahkan beberapa masalah yang baru muncul dan perlu dibicarakan dengan kehadiran seorang pembimbing; 

Keempat, memberikan semangat dan dorongan untuk terus mempertahankan dan membangun pernikahan mereka melalui tindakan nyata sebagaimana yang telah diajarkan dalam konseling pranikah.

Dari tujuan konseling pasca-nikah ini terlihat bahwa pasangan suami-istri yang baru menikah masih perlu dibimbing dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang sedang dijalani.

Pentingnya konseling pernikahan

Konseling pernikahan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menciptakan keharmonisan dalam pernikahan. Hal ini dikarenakan konseling pernikahan merupakan wahana yang membimbing dua orang yang berbeda untuk saling berkomunikasi, belajar menyelesaikan masalah, dan mengelola konflik. Bimbingan yang dilakukan selama konseling pernikahan inilah yang akan membantu pasangan suami-istri dalam menjalani pernikahan.

Pentingnya konseling pernikahan adalah hal yang selalu dikumandangkan Julianto Simanjuntak sepanjang pelayanannya. Julianto mulai terbeban menjadi seorang konselor karena memiliki latar belakang yang buruk dari keluarga asal, Julianto dibesarkan oleh seorang ibu penderita depresi dan ayah seorang pecandu alkohol. Setelah melalui proses yang panjang, maka Julianto memiliki kemantapan dalam pandangannya bahwa konseling adalah alat bantu yang tepat dalam menangani permasalahan dalam pernikahan, dan konseling adalah sarana yang Tuhan pakai untuk menolong banyak orang.

Lembaga Integrated Family Erichment (LIFE) merupakan lembaga yang berfokus pada memperkaya, memberdaya dan memperindah kehidupan keluarga demi memuliakan nama Tuhan. Lembaga ini dilatarbelakangi oleh hasil penelitian yang menunjukkan banyaknya kasus perceraian yang terjadi pada pernikahan Kristen. LIFE melihat beberapa fakta bahwa lembaga pernikahan Kristen yang seharusnya begitu sakral, akhir-akhir ini dipandang rendah, hal ini dikarenakan bahwa banyaknya pasangan Kristen yang kurang dipersiapkan untuk memasuki dunia pernikahan. Oleh sebab itu LIFE hadir dengan pemahaman bahwa pernikahan Kristen membutuhkan konseling pernikahan.

Berdasarkan pengalaman dari Julianto dan penelitian yang menjadi latar belakang terbentuknya organisasi LIFE, sangat jelas bahwa pernikahan Kristen sangat memerlukan konseling pernikahan. Terlihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara pernikahan Kristen yang tidak dipersiapkan dengan pernikahan Kristen yang dipersiapkan melalui konseling pernikahan. Pernikahan Kristen yang tidak menjalani konseling pernikahan sangat rentan mengalami kekacauan dalam rumah tangga bahkan hingga sampai kepada tahap perceraian karena ketidakharmonisan.

Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa perceraian juga masih terjadi di kalangan Kekristenan, yaitu karena pernikahan Kristen tidak diperlengkapi dan didampingi dalam menjalani rumah tangga. Berdasarkan teori yang dibangun dari pengalaman dan penelitian oleh Julianto dan LIFE, maka artinya pasangan Kristen yang menjalani konseling pernikahan akan lebih siap menghadapi badai pernikahan dan tentunya mampu menekan angka perceraian pernikahan Kristen.

Konseling pernikahan akan membantu untuk melihat pernikahan dan rumah tangga secara realistis, mendorong untuk mempertanyakan ulang apa yang sebetulnya disebut dengan pernikahan dan membantu untuk menemukan persamaan yang mungkin menjadi sebab untuk hidup bersama.

Pentingnya materi konseling pernikahan yang tepat

Konseling pernikahan adalah hal yang sangat penting, namun jika tujuan dari konseling pernikahan tersebut tidak tercapai, maka sia-sia saja. Oleh sebab itu yang perlu untuk diperhatikan juga ialah materi yang disampaikan dalam konseling pernikahan. Materi haruslah membawa pasangan suami-istri kepada pengertian yang benar mengenai makna dari pernikahan.

Bimantoro yang mendedikasikan hidupnya menjadi seorang Konselor Kristen memiliki pengalaman yang menarik, yaitu banyaknya orang-orang Kristen yang telah melalui konseling tetapi kenyataannya masih juga terdapat orang-orang yang ingin bercerai. 

Oleh sebab itu Bimantoro menekankan satu hal terpenting yang harus diperhatikan pada saat melakukan konseling ialah pentingnya mempertanyakan tujuan dari pasangan yang akan menikah pada saat melakukan konseling pranikah dan mempertanyakan kembali tujuan tersebut setelah menjalani pernikahan. 

Hal ini dikarenakan bahwa ada yang menikah karena tuntutan ekonomi, tuntutan masyarakat, atau mungkin karena sudah melakukan hubungan seksual, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dengan mempertanyakan tujuan ini, maka tentu akan menjadi pertanyaan diagnosa untuk mengetahui penyakit dari pernikahan ini. Jika ditemukan tujuan yang salah, maka harus segera diluruskan dan disadarkan.

Penyebab ketidakharmonisan dalam pernikahan Kristen

Memiliki keluarga yang harmonis merupakan keinginan bagi semua orang. Namun, keinginan tersebut tidaklah serta-merta terwujud. Tidak ada jaminan bahwa pasangan yang memiliki pendidikan tinggi akan hidup lebih bahagia daripada pasangan yang berpendidikan rendah.

Joko dan teman-temannya mencatat mengenai beberapa hal yang menjadi penghambat dalam keluarga mendapatkan keharmonisan, yaitu:

Hambatan-hambatan yang muncul untuk mengupayakan dan menciptakan keharmonisan dalam keluarga, antara lain: sikap pasrah, mudah puas dengan apa yang dicapai, sikap „gali lubang tutup lubang‟, boros dan enggan menabung, tidak terbuka dalam perencanaan dan pelaksanaannya, sehingga menimbulkan sikap curiga dan tidak saling mempercayai dalam keluarga.

Joko dan teman-temannya melihat bahwa hambatan ini adalah hambatan yang sering terjadi di dalam keluarga mendapatkan keharmonisan. Sikap pasrah dengan keadaan, merasa puas, tidak terbuka dan menutupi dosa dengan dosa, hal-hal seperti inilah yang menjadi perusak keharmonisan dalam keluarga.

Selain dari apa yang telah ditulis oleh Joko dan teman-temanya, dalam hal ini, peneliti akan memaparkan beberapa hal lainnya yang menjadi penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga sebagai berikut:

1. Ketidakpercayaan terhadap pasangan

Ketidakpercayaan merupakan salah satu masalah yang sulit dalam pernikahan. Ketidakpercayaan biasanya timbul dari tidak adanya integritas, yaitu terjadi ketidaksesuaian antara kata dan tindakan. Suami atau istri yang tidak berintegritas tentu menanamkan bibit-bibit ketidakpercayaan, apalagi jika dilakukan secara berulang-ulang. Oleh sebab itu, sangat penting rupanya bagi suami-istri untuk belajar jujur antara yang satu dengan yang lainnya.

2.Komunikasi

Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam pernikahan, tanpa adanya komunikasi maka yang akan selalu terjadi ialah kesalahpahaman antara yang satu dengan yang lainnya. Robert Louis Stevenson membuat pernyataan bahwa pernikahan adalah sebuah percakapan yang panjang, yang diselingi perdebatan. Dewanto memberikan pernyataan yang serupa, yaitu Komunikasi yang kurang baik, bisa menjadi pemicu munculnya kesalahpahaman.

Kesalahpahaman merupakan penyebab konflik yang memerlukan penyelesaian. Kesalahpahaman adalah bagian yang alami dari pernikahan, oleh sebab itu dalam membangun pilar keluarga, perlu untuk mempelajari cara mengatasi kesalahpahaman.

3. Keuangan

Masalah keuangan memang salah satu sumber masalah dalam pernikahan. Seorang suami yang terlalu boros karena merasa memiliki penghasilan, atau seorang istri yang tidak menghormati suami karena merasa memiliki gaji yang lebih besar dari suami merupakan masalah dalam pernikahan. Masalah ini tidak bisa dianggap remeh karena menyangkut komunikasi (berapa penghasilan dan bagaimana pengelolaannya, kesepakatan bersama), keterbukaan, penghargaan, kepercayaan dan kejujuran pasangan suami-istri.

Dengan kata lain, masalah keuangan keluarga menjadi salah satu faktor penentu keharmonisan dalam keluarga. Karena jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan membahayakan pernikahan dan merusak kesejahteraan anggota keluarga tersebut.

4. Anak-anak

Anak merupakan sumber kebahagiaan di dalam rumah tangga, kehadiran anak begitu ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan. Anak-anak yang hadir di tengah-tengah keluarga merupakan titipan Tuhan. Kehadiran anak dapat menjadi lem perekat rumah tangga sehingga semakin kokoh dan kuat. Akan tetapi, bagaimanapun juga anak berpotensi menjadi sumber kekecewaan yang dapat menimbulkan frustasi berat.

Tidak sedikit rumah tangga mengalami goncangan hebat karena anak-anak yang malas, mengabaikan didikan orang tua, melawan orang tua, tidak bertanggung jawab, memberontak, terkena narkoba, berhenti sekolah atau terlibat tindak kriminal lainnya yang memalukan seluruh keluarga.

Metode penegakan disiplin terhadap anak-anak kerap kali menjadi sumber konflik antara suami-istri. kebanyakan suami menginginkan penegakan disiplin secara tegas dan keras. Sementara kaum istri menginginkan penegakan disiplin lebih lembut dan manusiawi. Memang kaum perempuan biasanya lebih sabar, tenang dan teliti ketimbang laki-laki yang cenderung tergesa-gesa, keras dan kaku. Perbedaan ini adalah sumber konflik di tengah-tengah keluarga.

Hal lain adalah tentang jumlah anak, artinya berapa jumlah anak yang diinginkan. Sering kali kedua pasangan memiliki perbedaan tajam tentang jumlah anak yang diinginkan di tengah-tengah keluarga. Oleh sebab itu, alangkah lebih baiknya pembicaraan mengenai penentuan jumlah anak dibicarakan baik-baik oleh pasangan suami-istri sebelum memulai pernikahan. Karena itu dalam pernikahan Kristen ada yang disebut pranikah, yaitu pembimbingan, agar kedua calon mempelai menyadari sepenuhnya keputusan yang mereka buat, hak, kewajiban dan semua konsekuensinya. Sehingga dengan demikian, pasangan suami-istri dapat membicarakan apa yang perlu dibicarakan sebelum memulai pernikahan termasuk jumlah anak.

5. Pekerjaan

Masalah pekerjaan sepertinya masalah yang sepele, namun pada kenyataannya masalah ini merupakan salah satu penyebab dari ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Al Jansen dalam bukunya mencatat kesaksian nyata mengenai salah satu pelayan Tuhan yang luar biasa dipakai Tuhan. Mulai dari sejak mudanya telah mendapat undangan dari wilayah-wilayah di sekitar, hingga saat ia telah menikah ia telah menjadi pelayan Tuhan yang sering diundang ke luar negeri.

Namun kenyataannya pelayanan yang dilakukannya ini menjadi masalah besar dalam pernikahannya. Istri yang sering ditinggal ternyata harus meninggalkan dia karena kebutuhannya sebagai istri tidak dipenuhi sebagai dampak sering ditinggal oleh suami.

6. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang sama akan memudahkan pasangan suami-istri berbagi banyak hal, sebab itu untuk dapat terjadi komunikasi yang baik maka setidaknya harus ada kesamaan antara individu-individu yang bersangkutan seperti tingkat pendidikan salah satunya.

Tingkat pendidikan antara suami-istri secara langsung atau tidak langsung akan menentukan baik dan buruknya pola komunikasi antar dua pribadi yang terlibat dalam suatu ikatan pernikahan. Adanya jarak pendidikan yang tinggi biasanya menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam membangun komunikasi yang baik.

7. Penyimpangan seksual

Masalah seksual merupakan salah satu penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Ketidakcocokan dalam masalah hubungan seksual dengan pasangan biasanya disebabkan karena adanya keengganan atau sering menolak melakukan senggama, dan tidak memberi kepuasan.

Persoalan hidup yang semakin kompleks menjadikan rumah tangga diwarnai dengan persoalan perilaku yang menyimpang dari ukuran normal. Sebagai contoh sekarang ini sudah tidak asing lagi ibu rumah tangga yang mengalami perkawinan normal pun akhirnya jatuh ke dalam pelukan sesama jenis. Penyebab dari penyimpangan seksual ini ialah kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi, kebutuhan akan adanya variasi dalam bercinta, karena coba-coba dan pengaruh dari seks bebas dengan pandangannya yang khas, yaitu “yang penting tidak merugikan orang lain.”

8. Adanya pihak ketiga

Adanya keterlibatan/campur tangan dan tekanan sosial dari pihak kerabat pasangan merupakan hal yang menimbulkan keadaan perasaan yang tidak nyaman, sehingga ketidakharmonisan dalam rumah tangga tidak dapat dihindari. Orang ketiga yang merupakan pihak kerabat pasangan yang dimaksud di sini secara khusus ialah mertua. Masalah dengan mertua merupakan masalah yang tidak asing lagi di kalangan pernikahan.

Permasalahan mertua merupakan masalah universal yang terjadi di Amerika, Eropa, Afrika maupun Indonesia. Permasalahan atau konflik dengan mertua dapat mengakibatkan hubungan tidak harmonis antara suami-istri. Suami maupun istri sering dibingungkan dengan ketidak-jelasan sikapnya antara memihak kepada mertua atau pasangan hidupnya. Mertua seharusnya saudara atau teman, namun dapat juga menjadi musuh.

Permasalahan dengan mertua merupakan masalah beragam. Mulai dari terlalu ikut campur, cerewet hingga masalah ekonomi dan masalah-masalah lainnya. Permulaan utama dari permasalahan ini ialah pasangan suami-istri tersebut harus tetap tinggal bersama keluarga sang istri atau suami. Sehingga akibatnya sang suami maupun sang istri tidak bisa berkembang sebagai kepala maupun ibu rumah tangga yang baik.

Pembahasan Hasil Kajian Yang Relevan

Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Dalam hal ini, peneliti mengambil penelitian terdahulu sebagai hasil kajian yang relevan:

Paruhuman Tampubolon

Dalam penelitiannya Tampubolon menjelaskan keharmonisan dalam keluarga Kristen secara umum dan kaitannya dengan hasil belajar mahasiswa Kristen. Sama halnya dengan penelitian Tampubolon, peneliti juga mengkaji mengenai keharmonisan dalam keluarga Kristen, atau pernikahan yang harmonis.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Tampubolon dengan peneliti ialah, peneliti mengkaji dari sudut pandang teologis mengenai pernikahan yang harmonis (antara suami-istri) dan dengan tujuan bagi kelangsungan pernikahan Kristen itu sendiri yang dilatarbelakangi maraknya terjadi ketidakharmonisan dalam pernikahan Kristen yang terbukti dengan banyaknya perceraian Kristen yang terjadi. Sedangkan Tampubolon melihat keharmonisan dalam keluarga Kristen secara umum khususnya antara orang tua dan anak serta kaitannya terhadap hasil belajar mahasiswa Kristen

Gabriela Gasing Allo Linggi

Gabriela memberikan penjelasan bahwa keharmonisan keluarga ialah apabila seluruh anggota merasa bahagia, puas terhadap keadaan dan keberadaan dirinya meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial serta ditandai dengan berkurangnya ketegangan dan kekecewaan.

Garbiela melihat keharmonisan ini dari dalam kepribadian seseorang, dengan metode penelitian kuantitatif dan menggunakan teknik Purose Sampling terhadap 42 partisipan, dan mengaitkannya keharmonisan seseorang dalam keluarga dengan perilaku seseorang yang keras dalam berpacaran.

Kesamaannya dengan peneliti ialah sama-sama mengemukakan mengenai keharmonisan dalam keluarga atau pernikahan Kristen khususnya. Perbedaannya ialah di dalam cara mengkaji mengenai keluarga atau pernikahan Kristen itu sendiri. Karena penulis mengkaji secara teologis, sedangkan Gabriela menggunakan penelitian kuantitatif, serta tujuan dari penelitian atau kegunaan dari mengetahui pernikahan keluarga atau pernikahan Kristen yang harmonis itu sendiri.

Bungaran Antonius Simanjuntak

Bungaran dalam bukunya yang berjudul Harmonious Family: Upaya Membangun Keluarga Harmonis menekankan usaha-usaha yang dilakukan dalam membangun atau mempertahankan kemesraan dan keharmonisan dalam keluarga. Bungaran menjelaskan langkah-langkahnya sebagai berikut:

Pertama, memiliki iman dan kepercayaan kepada Tuhan, sehingga dengan demikian pasti memiliki hati untuk rela menyesuaikan diri demi tujuan dari pernikahan; Kedua, mengasihi pasangan dalam perkataan, perbuatan dan perilaku; Ketiga, kejujuran yang mengalahkan dusta sehingga kepercayaan tetap terjaga; Keempat, kesetiaan dalam segala hal bahkan ketika pasangan melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan; Kelima, murah hati dan pengampun, karena akan tiba saatnya cepat atau lamat pasangan akan melakukan kesalahan. Oleh sebab itu sangat penting bagi suami-istri untuk memperlengkapi diri dengan kemurahan hati dan pengampunan.

Dalam hal ini Bungaran dan peneliti sama-sama mengemukakan bahwa pentingnya keharmonisan dalam pernikahan. Perbedaannya ialah Bungaran memulai penelitiannya dari usaha manusia dalam mendapatkan pernikahan yang harmonis, sedangkan peneliti memulai dari apa yang Alkitab katakan secara teologis.
------
Agung Gunawan

Agung dalam karya ilmiahnya menjelaskan bahwa pasangan hamba Tuhan tidak secara otomatis menjamin bahwa keluarga tersebut pasti harmonis, namun Agung menjelaskan bahwa pasangan hamba Tuhan bisa mendapatkan keharmonisan itu jika mampu menghayati hakikat pernikahan Kristen yang telah dipolakan oleh Allah menurut Alkitab secara khusus dalam Kejadian 2 : 22-25.

Selain itu pasangan hamba Tuhan harus mau mempraktikkan kasih agape dalam kehidupan keluarga mereka.

Latar belakang dari penelitian Agung sama halnya dengan latar belakang penelitian peneliti, namun terdapat perbedaan bahwa Agung lebih memfokuskan penelitiannya terhadap hamba Tuhan dan keluarganya, sedangkan peneliti melihat keseluruhan dari keluarga atau pernikahan Kristen, tidak hanya hamba Tuhan. Selain itu, Agung menjelaskan cara mendapatkan pernikahan yang harmonis secara khusus dari sisi Kejadian 2 : 2-25, sedangkan peneliti dalam hal ini melakukan telaah Alkitab secara teologis mengenai pernikahan yang harmonis. Jadi, dengan demikian, tidak ada kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan Agung, sehingga keorisinilan penelitian ini terjamin.

Kesimpulan

Pernikahan adalah lembaga pertama dan paling kecil dalam masyarakat. Namun demikian, meskipun demikian, pernikahan memiliki dampak yang luas di masyarakat. Pernikahan sebagai sebuah lembaga, tentu tidak bisa tercipta begitu saja, melainkan harus hitam di atas putih sebagai bukti sakralnya suatu lembaga pernikahan. Oleh sebab itu pernikahan hanya dapat terjadi setelah disahkan oleh agama dan negara berdasarkan syarat dan proses-proses yang telah ditetapkan.

Meskipun pernikahan hanya terdiri dari dua pribadi, yaitu laki-laki dan perempuan, namun pernikahan memiliki berbagai permasalahan di dalamnya. Seperti masalah ekonomi, pendidikan, sosial, komunikasi dan lain sebagainya. Pernikahan juga memiliki berbagai kebutuhan di dalamnya, seperti papan, sandang dan pangan. Ketiga hal ini adalah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pasangan suami-istri.

Hal ini berarti pernikahan memiliki berbagai macam hal yang kompleks di dalamnya. Oleh sebab itu, tidak sedikit pernikahan yang awalnya diidam-idamkan malah harus gugur di tengah jalan, karena berbagai alasan seperti tidak terpenuhinya kebutuhan dalam pernikahan.

Sehingga, banyak hal yang diperlukan dalam pernikahan, dan pada umumnya ialah hal-hal seperti komitmen, kesetiaan dan lain sebagainya. Oleh sebab itu pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan permainan atau dijadikan ajang coba-coba. Dengan demikian pernikahan hanya bisa dilakukan oleh mereka yang telah siap dan matang dalam hal berpikir.

Hal inilah yang menjadi alasan negara Indonesia mengatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1947 tentang Perkawinan mengenai usia pernikahan. Namun ironisnya, kendatipun demikian, kengerian perceraian masih saja menghantui pernikahan-pernikahan yang ada sekarang ini.

Memang pernikahan sudah mendapat perhatian khusus baik oleh negara, maupun oleh gereja sendiri. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya permasalahan dalam pernikahan yang berujung pada perceraian yang tidak hanya terjadi di kalangan umum, tetapi juga di kalangan pernikahan Kristen.

Oleh sebab itu, pada bagian-bagian berikut selanjutnya peneliti akan memaparkan mengenai pernikahan Kristen serta hal-hal yang menyebabkan pernikahan Kristen yang seharusnya berbeda, tetapi pada kenyataannya masih terdapat pernikahan Kristen yang sama saja dengan pernikahan pada umumnya, yakni sama-sama dilanda virus perceraian.

Pernikahan Kristen

Pernikahan Kristen pada umumnya adalah pernikahan yang disahkan oleh gereja dan negara antara pria dan wanita yang sama-sama yang menganut agama Kristen. Gereja harus menjadi pengesah pertama dari pernikahan Kristen, karena seperti Allah yang memberkati pernikahan pada mulanya sebagai tanda sahnya sebuah pernikahan, begitu juga dengan pernikahan Kristen sekarang ini, gereja memiliki tugas untuk memberkati sebagai tanda sahnya sebuah pernikahan Kristen.

Itulah mengapa dalam praktikanya, negara hanya akan mengesahkan sebuah pernikahan Kristen apabila sudah menjalankan tata cara atau aturan dari dari gereja tertentu, bahwa pernikahan tersebut telah disahkan di hadapan Tuhan dan jemaatnya. Pernikahan Kristen yang telah diresmikan oleh gereja artinya merupakan pernikahan yang telah mendapat berkat dari Allah. Namun hal yang perlu diingat ialah bahwa sah dan diberkatinya sebuah pernikahan bukanlah oleh gereja atau hamba Tuhan, melainkan Allah sendiri, karena gereja dan hamba Tuhan hanyalah alat yang dipakai oleh Allah.

Pernikahan Kristen merupakan sebuah lembaga pertama di dalam dunia yang Allah ciptakan. Allah memiliki tujuan dalam pernikahan Kristen, agar dapat menjadi duta-Nya di dunia untuk menyatakan diri-Nya kepada dunia. Oleh sebab itu, pernikahan Kristen diharapkan mampu untuk mengetahui serta mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam iman Kristiani melalui hubungan suami-istri dalam pernikahan.

Nilai-nilai iman Kristiani yang dimaksud ialah mau hidup senantiasa dalam cinta kasih, pengorbanan, berbuat baik, semangat melayani, kerelaan mengampuni, menolong sesama dan lain sebagainya yang menjadi ajaran Alkitab. Dengan terjadinya pengejawantahan nilai-nilai iman Kristiani ini, maka pernikahan Kristen tersebut telah mencapai tujuan yang Allah tetapkan.

Memenuhi tujuan Allah dalam pernikahan merupakan tanggung jawab dari pernikahan Kristen kepada Allah. Hal ini dikarenakan pernikahan Kristen bersumber dari Allah, sehingga dengan demikian pertanggungjawaban pernikahan Kristen ialah kepada Allah. Maka oleh sebab itu, pernikahan Kristen yang senantiasa sadar bahwa pernikahan bersumber dari Allah, seharusnya memerhatikan pernikahan mereka dan seyogianya tidak akan melakukan hal-hal yang tidak berkenan di dalam pernikahannya di hadapan Allah.

Dalam pengaplikasian pernikahan Kristen yang bertanggung jawab di hadapan Allah, tidak dapat dipungkiri juga terdapat hal-hal yang membuat pasangan nikah mengalami pasang surut di dalam perjalanan pernikahan tersebut. Sehingga tidak sedikit pernikahan Kristen yang gagal dalam memenuhi tujuan Allah tersebut. Gagalnya pernikahan Kristen dalam memenuhi tujuan Allah terjadi karena pernikahan Kristen tersebut tidak menjadi pernikahan Kristen yang harmonis.

Pernikahan Kristen Yang Harmonis

Pernikahan antara pria dengan wanita merupakan langkah perdana untuk menciptakan pernikahan yang harmonis, karena pernikahan antara pria dengan pria dan antara wanita dengan wanita tidak akan pernah dapat dikatakan pernikahan yang harmonis.

Harmoni dalam pernikahan hanya akan bisa terjadi ketika yang berbeda disatupadukan dalam keselarasan. Seperti halnya Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti “meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua” meskipun memiliki berbagai macam jenis suku, budaya dan bahasa namun ketika bersatu di dalam satu aturan dan satu komando dengan satu tujuan maka perbedaan tersebut justru akan menciptakan keindahan yang harmonis.

Contoh lainnya ialah konser musik, keharmonisan hanya bisa terjadi ketika alat-alat musik yang berbeda di satukan dengan perpaduan yang pas, maka akan menghasilkan suatu keharmonisan. Oleh sebab itu, diperlukan partitur yang jelas serta latihan yang cukup sehingga dapat memahami dan memainkan musik sesuai dengan partitur yang telah ditentukan.

Selain itu, dalam konser musik dibutuhkan satu komando yang memimpin, dan biasa disebut dengan konduktor atau dirigen. Ketika para pemain musik dengan alat musik masing-masing yang berbeda memainkan bagiannya sesuai dengan partitur yang telah dipahami, serta mengikuti aba-aba dari sang konduktor, maka dengan demikian menghasilkan keindahan suara musik yang harmoni.

Artinya, keharmonisan sebuah konser musik tidak akan tercipta apabila tidak ada partitur yang mengatur, tidak adanya konduktor yang memimpin, dan pemain musik yang memainkan musik dengan kemauan dan ego sendiri. Begitu juga dengan pernikahan Kristen, kerhamonisan dalam pernikahan Kristen hanya akan tercipta jika mau menempatkan dan menaati Allah sebagai Kepala dalam pernikahan, mau mempelajari-memahami-melakukan firman Allah sebagai petunjuk yang harus diikuti dan dilakukan, serta tidak lagi hidup dalam keinginan dan keegoisan diri sendiri.

Pernikahan Kristen haruslah memulai pandangannya bahwa pernikahan itu berasal dari Allah, oleh Allah, dan untuk Allah. Artinya menyadari serta menghayati bahwa pernikahan itu diciptakan oleh Allah, Allah sebagai pemilik dari pernikahan. Sehingga dengan adanya pemahaman dan kesadaran akan hal ini, maka mengerti pula bahwa Allah memiliki tujuan dalam pernikahan. Allah tidak mungkin menciptakan sesuatu tanpa adanya tujuan, begitu pula dengan pernikahan, Allah tidak mungkin menciptakan pernikahan tanpa adanya tujuan.

Allah memiliki tujuan dalam pernikahan, maka tujuan inilah yang harus diketahui dan dipahami dengan baik dan benar oleh setiap pasangan yang akan menikah. Tujuan inilah yang menjadi penggerak pernikahan Kristen, tanpa tujuan yang jelas, maka pernikahan Kristen tidak memiliki arti yang sempurna, tetapi dengan adanya tujuan ini, maka pernikahan Kristen menjadi lebih berarti.

Tujuan pernikahan Kristen hanya satu, yaitu memuliakan Allah. Pernikahan Kristen yang memuliakan Allah ialah pernikahan yang memenuhi panggilan Allah untuk menyatakan kasih-Nya kepada dunia. Kasih harus diwujudkan dalam pernikahan Kristen melalui saling mengasihi satu dengan yang lainnya, termasuk dalam memenuhi berbagai tanggung jawab lainnya yang ada dalam pernikahan. Sehingga dengan demikian, dapat menjadi cerminan kasih Kristus bagi dunia.

Pernikahan Kristen yang memiliki kasih, akan menjadi pernikahan Kristen yang memuliakan Allah, karena akan bisa menjadi contoh dan berkat bagi sesama. Ketika laki-laki dan perempuan yang dipersatukan dalam nikah memiliki dan melakukan tujuan ini bersama secara proporsional, maka pernikahan tersebut akan menjadi pernikahan yang harmonis.

Solusi Terhadap Penyebab Ketidakharmonisan Pernikahan Kristen

1. Ketidakpercayaan terhadap pasangan

Salah satu cara efektif untuk mengelola masalah ketidakpercayaan ini dalam keluarga adalah dengan memiliki kuasa pengampunan. Pengampunan adalah awal untuk pasangan suami-istri dapat memberi kembali kepercayaan pasangan yang telah mengecewakan dan bersalah, walaupun mereka secara potensial dapat mengulanginya lagi.

Mencari dan memberikan pengampunan adalah cara memulihkan kualitas hubungan dan keintiman suami-istri dalam pernikahan. Keintiman hubungan suami-istri seharusnya dibangun di atas kepercayaan dan keterbukaan. Sebaliknya, pertengkaran mengakibatkan kecewa dan sakit hati yang akan mengikis kepercayaan dan keterbukaan.

2. Komunikasi

Kesediaan untuk memulai sebuah pola komunikasi yang lebih baik akan menyelamatkan pernikahan dari konflik yang berat. Penelitian menunjukkan bahwa yang jauh lebih penting bagi ketahanan sebuah pernikahan adalah seberapa baik pasangan suami-istri tersebut mampu mengatasi berbagai kesalahpahaman dengan cara-cara berikut.

Pertama, kenalilah topik-topik yang berpotensi menimbulkan pertengkaran dalam pernikahan. Menjalin kehidupan bersama tidak cukup untuk baik untuk mengatasi masalah tanpa mengenali apa yang dapat menjadi penyebab kemarahan pasangan; 

Kedua, jangan lari dari pertengkaran. Memendam amarah tanpa mengungkapkan yang sebenarnya merupakan bahaya yang besar karena akan memberi kemungkinan yang besar bagi timbulnya kembali perasaan tersebut dikemudian hari; 

Ketiga, jelaskan masalah dengan tuntas. Banyak pasangan suami-istri bertengkar hanya karena masalah-masalah kecil dan biasa, tetapi menjadi besar dan memanas karena tidak ada kejelasan. Oleh sebab itu penting sekali untuk memberi penjelasan dan mau menerima penjelasan atau mau mendengar dengan baik hingga tuntas; 

Keempat, saling mengungkapkan perasaan adalah cara yang baik untuk membina hubungan dengan pasangan, sehingga masalah-masalah kecil yang ada tidak menimbulkan konflik. Konflik dan saling membela diri dapat segera diredakan bila kedua pihak saling menjelaskan penyebab permasalahannya; 

Kelima berhentilah saling menyakiti atau menghina. Salah satu kenyataan menyedihkan ialah pasangan suami-istri sering memperlakukan pasangannya lebih buruk daripada perlakukannya terhadap orang lain. Tanpa sadar kata-kata verbal atau pun tindakan sederhana sering menjadi penyebab saling menyakiti atau menghina pasangan. Padahal seharusnya yang dilakukan ialah saling memberi ucapan-ucapan yang hangat, menghargai jerih payah pasangan lewat kata-kata, dan saat-saat makan malam dengan ucapan-ucapan yang menarik dan menyenangkan.

Pola komunikasi yang baik akan sangat membantu dalam menghindari kesalahpahaman yang ada. Hal sesuai dengan apa yang dikatakan Alkitab dalam Amsal 15 : 1 bahwa “jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”

Menghindari kesalahpahaman akan menjadikan pernikahan tetap harmonis secara khusus dalam hal perkataan. Sehingga dengan demikian terdapat kententraman di dalam pernikahan.

3. Keuangan

Sebagai pasangan yang sudah memutuskan untuk menikah dan berdiri sebagai keluarga yang mandiri harus juga siap untuk memenuhi kebutuhan keluarganya secara mandiri. Segala tanggung jawab dalam hal menghidupi keluarga itu terletak pada pasangan tersebut, bukan pada orang lain, termasuk orang tua.

Menyadari bahwa berkat berasal dari Allah merupakan langkah utama yang harus dilakukan. Sehingga dengan demikian akan sangat berhati-hati dalam mengelola keuangan. Selain itu, seorang istri yang memiliki gaji lebih besar dari suami tetap akan menghormati suami karena kesadaran akan Sang pemberi berkat tersebut.

4. Anak-anak

Menyadari bahwa anak-anak adalah titipan Tuhan adalah langkah terbaik dalam menjaga keharmonisan dalam mendidik anak-anak. Sehingga dengan demikian, keluarga yang mendapat kepercayaan ini harus bisa mendidik anak-anak dengan baik dan sesuai dengan kehendak Allah.

Mendidik anak bukanlah memikirkan tentang bagaimana melakukan kehendak sendiri, melainkan memikirkan apa yang terbaik untuk mereka. Mendidik anak bukan hanya teori, bukan hanya suatu kepintaran atau kefasihan lidah, tetapi mendidik anak adalah melibatkan diri ke dalam kehidupan anak sehing/ga menyadari arti pendidikan.

Oleh sebab itu, dalam mendidik anak ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh orang tua: Pertama menetapkan sasaran pendidikan dengan menetapkan tujuan-tujuan yang mulia bagi anak-anak dan menggali potensi mereka semaksimal mungkin. Kedua, memiliki kesehatian dan saling bekerja sama. Ketiga, menyatakan kasih dan keadilan secara proporsional.

5. Pekerjaan

Menempatkan pernikahan pada posisi yang utama harus menjadi pemikiran utama setiap pasangan suami-istri, karena Allah sendiri menempatkan pernikahan pada tempat utama dalam blue print-Nya. Sehingga dengan demikian, pernikahan menjadi prioritas utama yang harus diperhatikan.

Memprioritaskan pernikahan sebagai yang utama akan sangat membantu setiap pasangan suami-istri dalam membagi waktu secara proporsional, sehingga kesibukan pekerjaan atau bahkan pelayanan tidak akan mengganggu harmonisnya sebuah pernikahan.

6. Pendidikan

Relatif lebih ideal jika menetapkan bahwa perlu adanya kesamaan tingkat pendidikan atau setidaknya cukup berimbang dan tidak berbeda terlalu jauh bagi dua orang yang terikat dalam sebuah pernikahan. Sehingga rasa tinggi hati karena merasa pendidikan lebih tinggi dibandingkan pasangan dapat diminimalisir.

Perlu untuk diperhitungkan juga bahwa biasanya tidak akan menjadi masalah jika strata pendidikan suami lebih tinggi, tetapi akan timbul persoalan apabila strata pendidikan istri lebih tinggi daripada strata pendidikan suami. Apalagi jika seandainya prestasi akademis istri lebih unggul dibandingkan suami, lebih-lebih jika istri menyindir persoalan yang menyangkut diri suami. Oleh sebab itu, secara khusus untuk para istri yang memiliki strata pendidikan yang lebih tinggi dari suami, tetap perlu mengingat, menyadari dan menghayati peran suami sebagai kepala dalam rumah tangga. Sehingga tidak terjadi kekacauan dalam rumah tangga.

7. Penyimpangan seksual

Setiap pasangan suami-istri haruslah menghormati seks dalam pernikahannya. Sehingga dengan demikian, dapat memenuhi tugas dan tanggung jawab masing-masing sebagai suami maupun istri dalam memenuhi kebutuhan seksual mereka selama seluruh hidup perkawinan mereka. Lebih jauh lagi, Gilarso menjelaskan secara detail mengenai pemenuhan kebutuhan biologis dalam keluarga sebagai berikut:

Tegasnya, suami bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan seksual istrinya. Dia harus secara teratur dan penuh rasa cinta membangkitkan gairah istrinya untuk mengalami pengalaman seks yang lengkap, yaitu orgasme. Demikian pula istri harus memenuhi kebutuhan seks suaminya. Dia mesti secara teratur dan penuh rasa cinta berusaha menghantarkan suaminya pada pengalaman seks yang lengkap, klimaks atau orgasme.

Oleh sebab itu setiap suami atau istri memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dari pasangan masing-masing (1 Korintus 7 : 3-4), bukan karena paksaan namun karena kasih, yaitu menikmati kasih karunia yang Allah anugerahkan bagi mereka sebagai pasangan suami-istri.

8. Adanya pihak ketiga

Oleh sebab itu, penting bagi calon suami-istri yang akan menikah untuk mengerti sejak awal konsep pernikahan yang terdapat dalam Kejadian 2 : 24:

“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Meninggalkan orang tua bukan berarti tidak menghargai atau menghormati orang tua, namun merupakan kewajiban sebagai keluarga yang baru.

Solusi ini akan menjadikan pasangan suami-istri menjadi lebih dewasa. Pasangan suami-istri yang tinggal di rumah sendiri, tentu akan mengalami kemandirian dalam mengambil keputusan, dan akan terhindar dari ketidakharmonisan yang diciptakan karena campur tangan yang berlebihan dari orang tua.

Hasil Analisis Komparatif

Pernikahan Kristen pada umumnya, memiliki beberapa persamaan mendasar dengan pernikahan Kirsten yang harmonis. Persamaan itu ialah sama-sama diberkati oleh Allah melalui perantaraan gereja, dan disahkan juga oleh negara, sama-sama diberkati oleh penumpangan tangan hamba Tuhan sebagai representatif Allah, dan sama-sama diteguhkan atas firman Allah serta disahkan dalam nama Bapa, Anak Allah dan Roh Kudus. Namun demikian, terdapat perbedaan antara pernikahan Kristen dengan pernikahan Kristen yang harmonis, yaitu pemahaman dan pemaknaan terhadap firman Allah.

Pernikahan Kristen perlu dibangun di atas dasar firman Allah, pemahaman akan firman Allah merupakan pembeda dari dasar pernikahan Kristen yang harmonis dengan pernikahan Kristen pada pada umumnya. Membangun pernikahan atas dasar firman Allah tidak hanya pada saat kegiatan pemberkatan dan peneguhan nikah semata, melainkan sepanjang jalan pernikahan tersebut, haruslah dibangun atas dasar firman Allah.

Pernikahan Kristen yang kurang dalam pemahaman terhadap firman Allah akan mengakibatkan dangkalnya pengenalan akan Allah, tidak memahami dengan benar makna pernikahan serta tidak mengerti tugas dan fungsi masing-masing dalam pernikahan.

Pengenalan Akan Allah

Semakin mengenal Allah melalui firman Allah, maka semakin mengerti dan mengalami kasih, karena Allah adalah kasih. Sehingga dengan demikian semakin mampu untuk menjalani pernikahan dengan landasan kasih. Pengenalan akan Allah sangat menentukan pernikahan Kristen tersebut memiliki kasih atau tidak.

Ketika pernikahan Kristen memiliki pengenalan akan Allah tentu akan membuat masing-masing pasangan suami-istri memiliki kasih kepada Allah yang di dalamnya terdapat rasa takut serta taat kepada Allah. Ketika pasangan suami-istri hidup mengasihi Allah, maka kasih akan Allah itulah yang memampukan masing-masing suami-istri untuk saling mengasihi dengan kasih Allah yang tanpa syarat dan tak berkesudahan.

Namun banyak pernikahan Kristen dewasa ini pada kenyataannya tidak memiliki kedewasaan rohani dalam pengenalan akan Allah. Penyebabnya ialah banyak pernikahan Kristen tidak aktif mengikuti ibadah secara universal bersama dengan jemaat Tuhan lainnya, serta ibadah secara lokal di dalam pernikahan itu sendiri. Sehingga dengan demikian kurangnya waktu dalam mempelajari kebenaran firman Allah yang mengakibatkan kurangnya pemahaman akan firman Allah serta dangkalnya pengenalan akan Allah. Akibat dangkalnya pengenalan akan Allah, maka yang terjadi ialah tidak adanya kasih di dalam pernikahan Kristen.

Pernikahan Kristen yang tidak memiliki kasih yang sesungguhnya, maka tidak akan bisa bertahan, apalagi menjadi pernikahan Kristen yang harmonis. Oleh sebab itu, sangat penting sekali pernikahan Kristen memiliki pengenalan akan Allah, agar dapat mengerti kasih yang sesungguhnya, karena kasih yang sesungguhnya hanya ada di dalam Allah, karena Allah adalah kasih. Bukti kasih Allah terlihat jelas di dalam pengorbanan Yesus Kristus. 

Dalam Efesus 5 : 22 – 33, pengorbanan Yesus bagi keselamatan jemaat menjadi landasan utama dalam membangun pernikahan. Pernikahan membutuhkan pengorbanan untuk menyelamatkan pernikahan Kristen. Pengorbanan itulah bukti kasih Yesus, dan pasangan suami-istri yang mengerti pengorbanan ini, akan sangat mengerti kasih yang sesungguhnya, yaitu rela berkorban. 

Ketika masing-masing pasangan suami-istri mengerti kasih yang sesungguhnya, yaitu kasih Allah yang rela berkorban, maka di dalam pernikahan Kristen tersebut terdapat kerelaan untuk berkorban, kesetiaan, serta senantiasa memberi pengampunan. Ketika pengejawantahan kasih ini terjadi dalam pernikahan, maka pernikahan Kristen tersebut menjadi pernikahan Kristen yang harmonis.

Makna Pernikahan Kristen

Dewasa ini banyak terdapat pernikahan Kristen yang hancur dan jatuh ke dalam perceraian. Penyebabnya ialah banyaknya pernikahan Kristen yang tidak memahami makna dari pernikahan Kristen itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya pasangan yang dinikahkan secara Kristen melaksanakan pernikahan karena tuntutan ekonomi, tuntutan masyarakat, atau mungkin karena sudah melakukan hubungan seksual, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya, namun tanpa adanya pemahaman yang jelas mengenai makna dari pernikahan Kristen itu sendiri.

Banyak pernikahan Kristen karena hanya menginginkan pernikahan yang diakui dan disahkan di hadapan gereja dan negara, akhirnya bisa menjadi gagal fokus. Melakukan pemberkatan nikah di gereja namun hanya untuk kegiatan upacara semata, tetapi tidak mengerti apa makna dari sebuah pernikahan Kristen, karena yang penting ialah sudah mendapat status sah dari gereja dan negara.

Pernikahan Kristen yang kurang memahami firman Allah akan menjadi pernikahan yang tanpa arah dan tujuan. Seperti halnya musik yang membutuhkan partitur agar tetap terarah, sebab jika tidak adanya partitur, maka tidak akan diketahui musik apa yang akan dimainkan. Terlebih lagi pernikahan membutuhkan firman Allah, karena firman Allah merupakan pedoman yang benar agar pernikahan Kristen dapat mengerti dan memahami dengan benar makna dari pernikahan Kristen itu sendiri.

Pernikahan Kristen harus benar-benar memaknai pernikahan Kristen itu sendiri. Mengerti bahwa pernikahan Kristen berasal dari Allah. Memaknai bahwa pernikahan Kristen berasal dari Allah artinya mengerti bahwa Allah memiliki tujuan di dalamnya, dan pernikahan Kristen tersebut harus dipertanggung-jawabkan kepada Allah sebagai pemilik dari pernikahan tersebut.

Memaknai pernikahan Kristen dengan menyadari tujuan Allah serta sadar terdapat tanggung jawab di dalamnya dalamnya ialah memiliki pengertian bahwa pernikahan Kristen ada untuk memuliakan nama-Nya sebagai duta Allah untuk memberitakan kasih-Nya kepada dunia. Pernikahan Kristen yang dapat memaknai bahwa pernikahan Kristen ada untuk memuliakan Allah, maka terdapat rasa takut akan Allah di dalamnya, rasa untuk mengasihi Allah dan rasa untuk menaati Allah senantiasa. Dengan demikian, maka sangat tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Allah.

Posisi Suami-istri Dalam Pernikahan

Banyak terjadi disfungsi di dalam pernikahan Kristen sekarang ini, hal ini dikarenakan masing-masing tidak menyadari posisi masing-masing sebagai suami-istri. Sebagai contoh, suami merasa diri sebagai pemimpin, membuatnya bertindak sesuka hati, istri tidak terima di pimpin suami, membuatnya bertindak untuk menguasai suami. Pernikahan Kristen seperti ini bukanlah pernikahan Kristen yang harmonis. Ibaratkan kaki yang menjalankan tugas tangan, dan tangan yang menjalankan tugas kaki. Keadaan seperti ini bukanlah keadaan yang harmonis melainkan keadaan yang tak sedap dipandang, aneh dan kacau.

Oleh sebab itu, pernikahan Kristen sangat perlu untuk memiliki pemahaman yang benar akan Firman Allah, yang memberikan petunjuk yang jelas posisi masing-masing dalam pernikahan. Untuk itu pernikahan Kristen harus terlebih dahulu memahami posisi Allah dalam pernikahan. Allah harus ditempatkan sebagai Kepala dalam pernikahan yang menjadi komando serta menjadi fokus dalam pernikahan.

Menempatkan Allah sebagai Kepala artinya mau menaati serta mengikuti Allah sebagai pemimpin dalam pernikahan. Seperti alat musik yang dimainkan sesuai fungsinya masing-masing sesuai dengan perintah dari konduktor untuk menghasilkan suara yang indah, demikianlah pernikahan akan menjadi harmonis ketika suami-istri menjalani tugas dan fungsinya masing-masing secara proporsional, sesuai dengan apa yang telah Allah desain dari sejak semula demi tujuan yang telah Allah tetapkan.

Interpretasi

Pernikahan Kristen adalah lembaga yang disahkan oleh Allah melalui gereja dan negara. Lembaga ini merupakan jenis hubungan yang paling intim di antara semua jenis hubungan antar manusia. Pernikahan Kristen diharapkan mampu menjadi wakil Allah, yaitu untuk mengerjakan rencana besar Allah. 

Dari sejak awal pernikahan Kristen diciptakan oleh Allah, pernikahan Kristen telah dijadikan oleh Allah sebagai mitra-Nya di dunia. Allah sampai sekarang tetap konsisten ingin memakai pernikahan Kristen untuk menjadi rekan sekerja-Nya dalam menyatakan kasih-Nya bagi dunia. Bahkan Allah mau memakai pernikahan Kristen untuk pekerjaan yang mulia, yaitu menjadi representatif hubungan antara Kristus dan gereja.

Allah begitu menaruh perhatian lebih kepada pernikahan, dan pernikahan mendapat tempat yang khusus di hati Allah. Allah mau memakai pernikahan Kristen untuk menjadi contoh dan teladan bagi pernikahan-pernikahan lainnya di dunia demi kemuliaan nama-Nya. Namun hal ini tidak serta-merta terjadi, karena fakta berbicara bahwa banyak pernikahan Kristen bukannya mempermuliakan nama Allah, tetapi malah mempermalukan nama Allah.

Hal ini dibuktikan dengan maraknya perceraian yang terjadi di kalangan pernikahan Kristen. Pernikahan Kristen yang seharusnya menjadi contoh dan teladan, serta harus tampil beda, tetapi malah menjadi sama dengan pernikahan lainnya. Pernikahan Kristen yang demikian dikarenakan tidak terjadinya keharmonisan di dalam pernikahan Kristen tersebut.

Ketidakharmonisan ini pada dasarnya terjadi karena kurangnya pemahaman yang benar dan mendalam terhadap firman Tuhan, karena pernikahan Kristen yang harmonis terdapat kasih, tujuan serta keserasian di dalamnya. Pernikahan Kristen tidak akan pernah memiliki ketiga hal ini, jika tidak memahami firman Tuhan dengan baik dan benar, karena ke semuanya ini hanya terdapat di dalam firman Tuhan.

Kasih adalah hal mendasar yang dibutuhkan dalam pernikahan Kristen untuk menjadi pernikahan Kristen yang harmonis. Kasih yang sesungguhnya ini hanya akan didapati setiap pribadi dari suami-istri ketika mengenal pribadi Allah dengan benar. Pengenalan akan Allah yang adalah kasih, akan menyadarkan pasangan suami-istri mengenai betapa besar dan tak terbatasnya kasih Allah bagi pribadinya, akan menyadari bahwa harus senantiasa hidup di dalam kasih tersebut.

Kasih inilah yang memampukan setiap pasangan untuk saling mengampuni yang menciptakan rasa saling percaya, rela berkorban, mendidik anak dalam kasih, dan melakukan tugas dan kewajiban dalam memenuhi kebutuhan pasangan yang menghindari dari bahayanya penyimpangan seksual. Pernikahan Kristen yang hidup di dalam kasih Allah, dengan mengejawantahkan kasih itu dalam hubungan pernikahannya, akan menjadi pernikahan Kristen yang harmonis.

Tujuan adalah penggerak dari pernikahan Kristen, ke arah mana pernikahan Kristen tersebut bergerak, tujuanlah yang mengarahkannya. Tujuan ini hanya dapat dimengerti ketika pernikahan Kristen dapat memahami makna dari pernikahan Kristen tersebut. Memahami siapa yang menciptakan, bagaimana diciptakan, serta mengapa diciptakan.

Tujuan dari pernikahan Kristen adalah tujuan dari Allah sebagai Pencipta pernikahan tersebut. Pencipta pernikahan adalah Alah sendiri, pernikahan diciptakan dari laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh Allah, untuk tujuan yang telah Allah tetapkan. Tujuan dari pernikahan adalah untuk memuliakan Allah sebagai cara untuk mempertanggungjawabkan pernikahan tersebut kepada Allah. Memahami tujuan Allah yang besar bagi pernikahan akan memberikan kesadaran bagi setiap pasangan suami-istri untuk menempatkan pernikahan sebagai prioritas utama.

Keserasian sangat diperlukan oleh pernikahan Kristen untuk menjadi pernikahan Kristen yang harmonis. Keserasian ini akan membuat pernikahan Kristen menjadi indah dilihat dan elok untuk dipandang. Allah sangat menginginkan keserasian dalam pernikahan Kristen. Oleh sebab itu, sangat penting bagi pasangan suami-istri untuk menyadari posisinya masing-masing dalam pernikahan, serta menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.

Kesadaran ini harus dimulai dari kemauan untuk menempatkan Allah sebagai Kepala dalam pernikahan. Dengan menempatkan Allah sebagai Kepala dalam pernikahan, itu artinya mau menaati apa yang Allah perintahkan sesuai dengan kebenaran firman Allah, sehingga pernikahan tidak berjalan sesuai dengan ego masing-masing. Perintah Allah sangatlah jelas bahwa suami yang menjadi kepala, sehingga istri tidaklah diperbolehkan untuk menguasai suami, meskipun memiliki status pendidikan yang lebih tinggi ataupun gaji yang lebih besar.

Banyaknya kegagalan dalam pernikahan Kristen dewasa ini ialah karena kurangnya pemahaman akan firman Allah. Sehingga dangkalnya pengenalan yang dalam akan Allah yang mengakibatkan tidak ada kasih di dalam pernikahan, tidak mengerti makna pernikahan yang membuat pernikahan menjadi tanpa arah dan tujuan yang jelas, tidak adanya pemahaman akan tugas dan fungsi masing-masing yang mengakibatkan kekacauan di dalam pernikahan.

Pernikahan Kristen yang memahami firman Allah, harus menghayati serta melakukan firman Allah agar dapat menjadi pernikahan Kristen yang harmonis. Seperti musik tidak akan menghasilkan bunyi yang indah jika hanya mengetahui dan memahami partitur tanpa memainkan alat musiknya. Begitu juga dengan pernikahan, selain penting untuk memahami firman Allah, pernikahan Kristen harus mau melakukan firman Allah agar bisa menghasilkan pernikahan Kristen yang harmonis.

Karena pada kenyataannya bahwa banyak pernikahan Kristen yang menjadi pelayan-pelayan Tuhan, dan notabene mengetahui kebenaran firman Tuhan, tetapi tidak harmonis bahkan hancur berantakan karena tidak mau menaati firman Allah. Pernikahan Kristen seperti ini bukanlah pernikahan Kristen yang harmonis, tetapi pernikahan yang kacau dan mempermalukan umat Kristen serta mempermalukan Allah sendiri.

Oleh sebab itu, penting sekali bagi pernikahan Kristen untuk memiliki pemahaman yang benar akan firman Allah, serta kemauan untuk tunduk dan taat terhadap firman Allah tersebut. Ketaatan akan firman Allah di dalam pernikahan akan menjadikan pernikahan tersebut menjadi pernikahan Kristen yang harmonis, yaitu pernikahan yang indah, berkenan di hadapan Allah dan sesama, serta menjadi pernikahan yang memuliakan nama Allah.

Kesimpulan

Pernikahan kristen yang harmonis adalah pernikahan Kristen yang memiliki pengenalan yang benar akan Allah, memaknai makna pernikahan Kristen dengan tepat dan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai posisi masing-masing secara proporsional. Pernikahan Kristen yang harmonis, akan tercapai apabila terdapat pemahaman yang benar akan firman Allah, serta kemauan untuk tunduk dan taat terhadap otoritas kebenaran firman Allah.

Pengenalan akan Allah memberikan kesadaran akan kasih Allah bagi diri sendiri. Ketika pasangan suami-istri menyadari besarnya kasih Allah di dalam kehidupan pribadi masing-masing, maka kasih itulah yang memampukan masing-masing suami-istri untuk mengasihi Allah, dan saling mengasihi dengan kasih Allah.

Memaknai pernikahan Kristen yang benar memberikan pemahaman bahwa pernikahan Kristen itu berasal dari Allah, maka pernikahan Kristen itu adalah milik Allah. Allah memiliki tujuan dalam pernikahan Kristen, yaitu untuk memuliakan Allah dengan mewartakan kasih Allah bagi dunia. Selain menyadari ada tujuan Allah di dalam pernikahan, menyadari juga bahwa pernikahan itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah, sehingga dengan demikian yang dilakukan ialah menyenangkan pasangan, bukan menyakiti pasangan dalam setiap perkataan dan perbuatan di dalam setiap tempat, waktu, kondisi dan keadaan.

Pernikahan Kristen akan menjadi sangat indah ketika masing-masing pasangan suami-istri mampu menyadari posisi masing-masing dalam pernikahan serta menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing secara proporsional. Pernikahan Kristen yang demikian adalah pernikahan Kristen yang harmonis.

Ketika setiap pernikahan Kristen memahami ketiga hal ini, maka kelangsungan pernikahan Kristen akan berlangsung sangat indah, kuat dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan persoalan, serta menjadi pernikahan Kristen yang harmonis, sesuai kehendak Allah serta berkenan di hadapan Allah dan sesama.

Implikasi

Pernikahan Kristen yang harmonis merupakan kerinduan Allah bagi setiap pernikahan Kristen. Oleh sebab itu, pada bagian ini peneliti akan memaparkan implikasi teologis dari pemahaman mengenai pernikahan Kristen yang harmonis. Implikasi ini tercipta setelah menyadari makna dan pentingnya pernikahan Kristen yang harmonis.

Eksistesi pernikahan Kristen di dunia tidak bisa berdiri sendiri, pernikahan Kristen memiliki keterikatan dengan Allah. Hal ini dikarenakan pernikahan

Kristen itu sendiri diciptakan oleh Allah dan Allah memiliki tujuan di dalamnya. Pernikahan Kristen merupakan reprensentatif Allah untuk menyatakan kasih-Nya. Keintiman pernikahan Kristen adalah gambaran dari hubungan intim antara Kristus dan gereja. Oleh sebab itu pernikahan Kristen haruslah bergerak sesuai dengan petunjuk dan arahan Allah.

Pernikahan Kristen adalah lembaga Allah, gereja pun adalah lembaga Allah. Oleh sebab itu, gereja sebagai lembaga Allah diberi tugas untuk menaungi pernikahan Kristen yang Allah percayakan, harus memberikan perhatian khusus terhadap pernikahan Kristen. Karena pada dasarnya, kelangsungan dari pernikahan Kristen merupakan tanggung jawab dari gereja juga.

Pemahaman akan firman Tuhan mengenai pernikahan Kristen yang harmonis benar-benar haruslah dimengerti dan di-hidupi oleh setiap pasangan Kristen, sebab jika tidak demikian, pernikahan Kristen akan sama saja halnya dengan pernikahan pada umumnya. Oleh sebab itu, gereja perlu berpikir dan bekerja keras untuk hal ini. Memaparkan kebenaran firman Tuhan harus dimulai sedini mungkin di dalam gereja bagi pernikahan Kristen. Cara paling efektif yang bisa dilakukan yaitu dengan mengadakan konseling pernikahan, baik konseling pranikah, maupun konseling pasca-nikah

Keseriusan ini harus direalisasikan melalui membentuk bidang pastoral yang secara khusus menangani konseling pernikahan. Selain itu, gereja juga sangat perlu keseriusan dalam menyusun materi yang jelas, serta pengaturan waktu yang ideal. Hal ini dimaksudkan agar konseling yang dilaksanakan benar-benar membuat pasangan Kristen mengerti dan memaknai pernikahan Kristen yang harmonis.

Konseling pernikahan haruslah dibagi menjadi dua, yaitu konseling pra-nikah dan konseling pasca-nikah. Konseling pranikah bertujuan untuk mempersiapkan pasangan yang akan menikah dengan materi yang bertujuan membuka pemahaman yang lebih luas dan dalam mengenai pernikahan Kristen yang harmonis. Sedangkan konseling pasca-nikah bertujuan untuk mendampingi dan mendewasakan pernikahan Kristen dalam menjalani bahtera pernikahan Kristen yang harmonis.

Selain dengan pengadaan konseling pernikahan, gereja juga perlu memasukkan materi-materi mengenai pernikahan di dalam setiap penyampaian firman Tuhan dalam ibadah-ibadah atau mengadakan seminar-seminar bagi pasangan suami-istri untuk semakin memperdalam pemahaman akan firman Tuhan. Sehingga dengan demikian dapat memberikan pemahaman yang jelas mengenai pernikahan Kristen yang harmonis.

Selain menjadi tugas gereja dalam mendewasakan pernikahan melalui cara-cara di atas, umat Kristiani haruslah bertanggung jawab atas pernikahannya masing-masing. Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab kepada Tuhan sebagai pemilik pernikahan itu sendiri, dan tanggung jawab kepada gereja yang adalah representatif Allah untuk mengesahkan pernikahan, serta kepada keluarga dan masyarakat luas sebagai bagian dari negara yang melihat dan turut ambil bagian dalam menikmati pernikahan tersebut.

Oleh sebab itu, merupakan tanggung jawab setiap suami-istri untuk mendewasakan pernikahannya. Langkah sederhana yang bisa dilakukan yaitu dengan mengadakan ibadah atau kebaktian di rumah setiap harinya agar terdapat kedewasaan rohani dalam keluarga. Bila dibandingkan dengan tinggkat perceraian yang tinggi saat ini, statistik-statistik menunjukkan kenyataan bahwa anggota-anggota keluarga yang mengadakan kebaktian keluarga, akan lebih dipersatukan dalam kasih dan memiliki pengertian yang dalam serta luas terhadap firman Tuhan.


Menurut sebuah penelitian tentang perkawinan-perkawinan Kristen yang dibuat oleh Dr. Pitirim Sorokin dari Universitas Harvard, “Dalam keluarga-keluarga yang setiap hari mengadakan pelajaran Alkitab dan berdoa, hanya ada 1 perceraian dari setiap 1.015 pasangan.” Hal ini semakin mendukung apa yang menjadi pemahaman peneliti bahwa kedewasaan rohani sebuah pernikahan dalam mengerti dan memaknai makna firman Allah sangat menentukan keharmonisan dari pernikahan tersebut.

Suatu kebaktian keluarga bukanlah suatu pengalaman misterius, melainkan suatu pengalaman yang sangat sederhana dan praktis, di mana seluruh anggota keluarga membaca Alkitab untuk semakin dewasa dalam pemahaman terhadap Firman Tuhan, dan berdoa bersama untuk kekuatan keluarga. Hal ini harus dilakukan secara intensif, sehingga pernikahan Kristen pertumbuhan secara intens dalam pemahaman akan firman Allah dan menjadi pernikahan Kristen yang harmonis.

PENUTUP

Pertama, pernikahan Kristen yang harmonis berbeda dengan pernikahan Kristen pada umumnya. Pernikahan Kristen yang pada umumnya belum tentu harmonis, bahkan sangat rentan mengalami perceraian. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, baik dari pihak pribadi yang menikah dengan alasan menikah yang tidak benar dan tidak mendewasakan pernikahan, maupun dari pihak gereja yang kurang dalam memberi perhatian terhadap pernikahan Kristen.

Kedua, pernikahan Kristen yang harmonis terdapat pengenalan akan Allah di dalamnya, memaknai makna pernikahan Kristen yang sebenarnya, serta kesadaran akan posisi masing-masing, akan menjadikan kelangsungan pernikahan Kristen hidup dalam kasih, tujuan yang jelas dan keserasian dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai pasangan suami-istri.

Saran

Pertama, peranan gereja sangat penting dalam membentuk pernikahan Kristen menjadi pernikahan Kristen yang harmonis. Oleh sebab itu gereja harus membentuk bidang pelayanan khusus di dalam pelayanan pastoral yang ada di gereja, yang berfokus pada pernikahan Kristen. Tujuannya agar dapat membuat materi yang digunakan dalam konseling pernikahan, baik konseling pra-nikah maupun konseling pasca-nikah. Selain dalam pembuatan materi, sangat diperlukan orang-orang yang dikhususkan untuk memberikan konseling pada saat jemaat yang dalam pernikahannya tidak mampu menghadapi sendiri dan membutuhkan konseling.

Kedua, orang-orang yang dikhususkan bagi pelayanan konseling pernikahan, perlu untuk diikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan konseling, agar pelayanan menjadi lebih maksimal.

Ketiga, gereja perlu mengadakan penyampaian khotbah atau seminar-seminar dengan topik-topik seputar pernikahan Kristen secara kontinu. Agar kelangsungan pernikahan Kristen semakin harmonis dari hari ke hari. 

Next Post Previous Post