MAKNA AKULAH DIA (YOHANES 8:24)

MAKNA AKULAH DIA (YOHANES 8:24)
Gadget, health, education, otomotif
Yohanes 8:24 - “(24) Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’

TDB: ‘akulah dia’

NWT: ‘I am (he)’ [= Aku adalah (Dia)].

KJV: ‘I am he’ (= Aku adalah Dia).

Terjemahan hurufiah seharusnya hanyalah: ‘I am’ (= Aku (ada) adalah / EGO EIMI).

Catatan: Pernyataan Yesus "Akulah Dia" juga terdapat di: Yohanes 8:28, Yohanes 13:19, Yohanes 18:5-6,8.

William Hendriksen: “This death in sins will be the result of not believing that I am he; literally, that I am (e]gw ei]mi), ... Basic to the expression are passages such as Ex. 3:14; Deut. 32:39; Is. 43:10. The meaning is: that I am all that I claim to be; the One sent by the Father, the One who is from above, the Son of Man, the only-begotten Son of God, equal with God, the One who has life in himself, the very essence of the scriptures, the bread of life, the light of the world, etc.” [= Kematian dalam dosa ini merupakan akibat dari ketidak-percayaan bahwa ‘Akulah Dia’; secara hurufiah, bahwa ‘Aku adalah(EGO EIMI), ... Yang mendasari ungkapan itu adalah text-text seperti Keluaran 3:14; Ulangan 32:39; Yesaya 43:10). Artinya adalah: bahwa Aku adalah semua yang Aku claim tentang diriKu; seseorang yang diutus oleh Bapa, seseorang dari atas, Anak Manusia, satu-satunya Anak Allah yang diperanakkan, setara dengan Allah, seseorang yang mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, inti / hakekat dari kitab suci, roti hidup, terang dunia, dsb.] - hal 46.

A. T. Robertson: “Jesus can mean either ‘that I am from above’ (verse 23), ‘that I am the one sent from the Father or the Messiah’ (7:18,28), ‘that I am the Light of the World’ (8:12), ‘that I am the Deliverer from the bondage of sin’ (8:28, 31f., 36), ‘that I am’ without supplying a predicate in the absolute sense as the Jews (Deut. 32:39) used the language of Jehovah (cf. Isa. 43:10 where the very words occur HINA PISTEUSETE - HOTI EGO EIMI). The phrase EGO EIMI occurs three times here (8:24,28,58) and also in 13:19. Jesus seems to claim absolute divine being as in 8:58” [= Yesus bisa memaksudkan salah satu dari hal-hal ini, ‘bahwa Aku adalah dari atas’ (ayat 23), ‘bahwa Aku adalah Orang yang diutus oleh Bapa atau Mesias’ (7:18,28), ‘bahwa Aku adalah Terang Dunia’ (8:12), ‘bahwa Aku adalah Pembebas dari perbudakan / belenggu dosa’ (Yohanes 8:28, 31-dst, 36), ‘bahwa Aku ada / adalah’ tanpa menyuplai predikat dalam arti yang mutlak seperti orang-orang Yahudi (Ul 32:39) menggunakan bahasa Yehovah (bdk. Yesaya 43:10 dimana kata-kata yang persis sama muncul (HINA PISTEUSETE - HOTI EGO EIMI). Ungkapan EGO EIMI muncul 3 x di sini (Yohanes 8:24,28,58) dan juga dalam 13:19. Yesus kelihatannya mengclaim sebagai makhluk ilahi yang mutlak seperti dalam Yohanes 8:58] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 5, hal 146..


William Hendriksen: “They must continue to believe that ‘I am (he),’ that is, that Jesus is whatever he claimed to be” (= Mereka harus terus percaya bahwa Yesus adalah apapun seperti yang Ia claim tentang diriNya sendiri) - hal 240.

Calvin (hal 66) dan A. T. Robertson (hal 242) menganggap bahwa kata-kata ‘Akulah Dia’ di sini menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, tetapi tentang pandangan A. T. Robertson bandingkan dengan komentarnya tentang Yohanes 8:24 di atas.

Walter Martin menganggap bahwa kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) di sini juga berhubungan dengan kata-kata ‘Aku adalah yang Aku adalah’ dan ‘Aku adalah’ dalam Keluaran 3:14.

Walter Martin: “The meaning of the phrase in the sense of full Deity is especially clear at John 13:19 where Jesus says that He has told them things before they come to pass, that when they do come to pass the disciples may believe that EGO EIMI (I am). Jehovah is the only One who knows the future as a present fact. Jesus is telling them beforehand that when it does come to pass in the future, they may know that ‘I am’ (EGO EIMI), i.e., that He is Jehovah!” [= Arti dari ungkapan itu dalam arti KeAllahan yang penuh khususnya sangat jelas dalam Yohanes 13:19 dimana Yesus berkata bahwa Ia telah memberitahu mereka hal-hal sebelum hal-hal itu terjadi, supaya pada waktu hal-hal itu terjadi, murid-murid bisa percaya bahwa EGO EIMI (Aku adalah). Yehovah adalah satu-satunya yang mengetahui masa depan sebagai suatu fakta masa kini. Yesus memberitahu mereka sebelumnya bahwa pada waktu itu terjadi, mereka bisa mengetahui bahwa ‘Aku adalah’ (EGO EIMI), yaitu bahwa Ia adalah Yehovah!] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal 88-89.

A. T. Robertson“‘I am’ (EGO EIMI). Undoubtedly here Jesus claims eternal existence with the absolute phrase used of God. [= ‘Aku ada / adalah’ (EGO EIMI). Tidak diragukan bahwa di sini Yesus mengclaim keberadaan yang kekal dengan suatu ungkapan mutlak yang digunakan terhadap Allah.].

Tasker (Tyndale): “The Greek EGO EIMI rendered ‘I am he’ might well suggest divinity to those familiar with the Greek Bible, for it is the rendering in the LXX for the sacred name of God (see Ex. 3:14)” [= Kata Yunani EGO EIMI yang diterjemahkan ‘Akulah Dia’ memang mungkin secara tidak langsung menunjukkan keilahian bagi mereka yang akrab dengan Alkitab Yunani, karena itu merupakan terjemahan dalam LXX / Septuaginta untuk nama yang kudus dari Allah (lihat Keluaran 3:14)] - hal 196.

Beasley-Murray (hal 54) mengatakan bahwa Keluaran 3:14 - ‘I am who I am’ (= Aku adalah yang Aku adalah), dalam Septuaginta diterjemahkan ‘I am he who is’ (= Aku adalah Dia yang ada sekarang), dan dalam Jerusalem Targum diperpanjang menjadi ‘I am he who is and who will be’ (= Aku adalah Dia yang ada sekarang dan yang akan ada), dan bahkan dalam salah satu komentarnya diperpanjang lagi menjadi ‘I am he who is, and who was, and I am who will be’ (= Aku adalah Dia yang ada sekarang, dan yang ada dulu, dan Aku adalah yang akan ada).
Hubungan ayat-ayat yang menggunakan EGO EIMI / Aku ada (adalah) / Akulah Dia) ini dengan Keluaran 3:14-15.

Apa hubungannya kata-kata yang menggunakan ‘I am’ (= Aku adalah) dalam Injil Yohanes ini dengan keilahian Kristus? Kata-kata ‘I am’ ini oleh banyak penafsir dihubungkan dengan kata-kata Allah / YAHWEH kepada Musa dalam Kel 3:14-15 - “(14) Firman Allah kepada Musa: ‘AKU ADALAH AKU.’ Lagi firmanNya: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.’ (Keluaran 3:15) Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.

Ada beberapa hal yang perlu disoroti dari text ini:

1. Keluaran 3:14-15 menjelaskan tentang nama Allah.

Kata-kata Allah dalam Kel 3:14-15 diucapkan sebagai jawaban terhadap pertanyaan Musa tentang nama Allah dalam Keluaran 3:13 - “Lalu Musa berkata kepada Allah: ‘Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang namaNya? - apakah yang harus kujawab kepada mereka?’”.

2. ‘I am’ atau ‘I will be’?

Terjemahan dari Kitab Suci Indonesia - ‘Aku adalah Aku’ - sebetulnya tidak tepat.

Dalam bahasa Ibrani kata-kata yang digunakan adalah: EHYEH ASYER EHYEH.

· Kata EHYEH merupakan suatu kata kerja dalam bentuk yang akan datang (future tense), dan sebetulnya berarti ‘I will be’ (= Aku akan jadi / menjadi).

· Kata ASYER berarti ‘who’ / ‘whom’ / ‘which’ / ‘that’ (= yang).

· Jadi EHYEH ASYER EHYEH berarti ‘I will be that I will be’ (= Aku akan jadi yang Aku akan jadi).

· Tetapi kebanyakan Kitab Suci bahasa Inggris menterjemahkan bukan dengan menggunakan bentuk yang akan datang tetapi menggunakan bentuk present:

KJV/ASV/RSV/NIV/NASB: ‘I am who / that I am’ (= Aku adalah yang Aku adalah).

Footnote RSV/NIV: ‘I will be what I will be’ (= Aku akan jadi yang Aku akan jadi).

Calvin: “The verb in the Hebrew is in the future tense, ‘I will be what I will be;’ but it is of the same force as the present, except that it designates the perpetual duration of time” (= Kata kerjanya dalam bahasa Ibrani ada dalam bentuk yang akan datang, ‘Aku akan jadi yang Aku akan jadi’; tetapi itu mempunyai kekuatan yang sama seperti bentuk presentnya, kecuali bahwa itu menunjukkan jangka waktu yang terus menerus / kekal) - hal 73.
Apa arti dari nama ‘YAHWEH’ atau ‘I am who I am’ / ‘I will be that I will be’?

Herman Bavinck berkata bahwa ungkapan ini menunjuk kepada:“the God who is unchangeable in his grace, the Ever-faithful covenant God” (= Allah yang tidak berubah dalam kasih karuniaNya, Allah perjanjian yang selalu setia) - ‘The Doctrine of God’, hal 102.

Louis Berkhof tentang nama ‘Yahweh’: “The meaning is explained in Ex. 3:14, which is rendered ‘I am that I am,’ or ‘I shall be what I shall be.’ Thus interpreted, the name points to the unchangeableness of God. Yet it is not so much the unchangeableness of His essential Being that is in view, as the unchangeableness of His relation to His people” (= Artinya dijelaskan dalam Keluaran 3:14, yang diterjemahkan ‘Aku adalah Aku’, atau ‘Aku akan jadi apa yang Aku akan jadi’. Ditafsirkan demikian, nama itu menunjuk pada ketidak-berubahan dari Allah. Tetapi bukan ketidak-berubahan dari hakekatNya yang disoroti, tetapi ketidak-berubahan dari hubunganNya dengan umatNya) - ‘Systematic Theology’, hal 49.

Herman Hoeksema: “As to the meaning of this name, ... we regard it as being expressive, first of all, of God’s aseitas. ... This aseitas Dei, also called His independentia, is that virtue of God according to which He is of and in and through Himself, is not caused by or dependent on any being outside of Himself, and is, therefore, the absolute, pure Being, Who is also perfectly Self-sufficient, and has no need of any being outside of Himself. In this virtue He is wholly different from the creature” (= Berkenaan dengan arti dari nama ini, ... kami menganggapnya sebagai sesuatu yang pertama-tama menyatakan sifat aseitas dari Allah. ... Sifat aseitas dari Allah, juga disebut ketidak-tergantunganNya, adalah sifat Allah menurut mana Ia ada dari dan dalam dan melalui diriNya sendiri, dan tidak disebabkan oleh atau tergantung pada makhluk apapun di luar diriNya sendiri, dan karena itu Ia adalah Makhluk yang mutlak dan murni, yang juga mencukupi diri sendiri secara sempurna, dan tidak membutuhkan makhluk apapun di luar diriNya sendiri. Dalam sifat ini, Ia sepenuhnya berbeda dari makhluk ciptaan) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 68,69.

Jadi nama YAHWEH / ‘I am who I am’ / ‘I will be that I will be’ ini:

· menunjukkan ketidak-berubahan Allah dalam hubunganNya dengan umatNya.

· menunjukkan bahwa Allah ada dari diriNya sendiri, dan Ia tidak tergantung kepada siapapun / apapun di luar diriNya. Dengan demikian, ini juga menunjukkan kekekalan dari Allah.
C. H. Spurgeon: “When in His humiliation he did but say to the soldiers, ‘I am He,’ they fell backward; what will be the terror of His enemies when He shall more fully reveal Himself as the ‘I am?’” (= Jika dalam perendahanNya Ia hanya berkata kepada tentara-tentara itu ‘Akulah Dia’ dan mereka rebah ke belakang; bagaimana ketakutan dari musuh-musuhNya pada waktu Ia akan menyatakan diriNya sendiri secara lebih penuh sebagai ‘Aku adalah’?) - ‘Morning and Evening’, October 15, morning.


George Hutcheson: “The word of Christ, how contemptible soever it seem to be, is full of majesty, and accompanied with divine power, and terror to his enemies, when he pleaseth to let it out; ... And if his lamb’s voice was so terrible, how dreadful will he be when he roars as a lion? and if that sweet word, ‘I am he,’ which comforted the disciples, John 6:20, be their terror, how terrible will it be when he speaks to them as they deserve?” (= Perkataan Kristus, betapapun remehnya kelihatannya, adalah penuh dengan keagungan, dan disertai dengan kuasa ilahi, dan rasa takut pada musuh-musuhNya, pada waktu Ia berkenan mengeluarkannya; ... Dan jika suara anak dombaNya begitu mengerikan, bagaimana menakutkannya suaraNya nanti pada waktu Ia meraung sebagai seekor singa? dan jika kata-kata yang manis, ‘Akulah Dia’, yang menghibur murid-muridNya, Yohanes 6:20, menakutkan bagi mereka, bagaimana mengerikan kata-kataNya pada waktu Ia berbicara sesuai dengan yang layak mereka dapatkan?) - hal 375. 

Kesimpulan

Adanya hubungan yang erat antara nama YAHWEH dengan ‘I am’ (= Aku (ada) adalah / Akulah Dia), maka kita bisa menyimpulkan bahwa kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) dari Yesus ini secara implicit menunjukkan diri-Nya sebagai YAHWEH / Allah sendiri (bdk. Yeremia 23:5-6 dimana Yesus secara explicit disebut sebagai TUHAN / YAHWEH!). 

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America

Next Post Previous Post