Pengantar:
Murid sejati Kristus adalah seseorang yang dengan sepenuh hati mengikuti ajaran dan teladan-Nya tanpa kompromi. Menjadi murid Kristus bukanlah sekadar menjadi pengikut yang pasif, melainkan aktif melibatkan diri dalam proses pembentukan diri yang dituntun oleh firman Tuhan dan Roh Kudus. Dalam Lukas 9:57-62, Yesus menjelaskan tentang tuntutan-tuntutan yang diperlukan untuk menjadi murid-Nya. Di bagian ini, Yesus berinteraksi dengan tiga orang yang ingin mengikuti-Nya, dan melalui percakapan tersebut, kita dapat memahami tiga ciri penting dari seorang murid sejati.
Ayat Lukas 9:57-62:
57 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan, berkatalah seorang di tengah jalan kepada-Nya: "Aku akan mengikuti Engkau ke mana saja Engkau pergi."
58 Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."
59 Lalu Ia berkata kepada seorang lain: "Ikutlah Aku!" Tetapi orang itu berkata: "Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku."
60 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana."
61 Dan seorang lain lagi berkata: "Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku."
62 Tetapi Yesus berkata: "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah."
Melalui kisah ini, Yesus menjelaskan bahwa ada tiga ciri penting yang harus dimiliki oleh murid sejati-Nya: totalitas, prioritas yang benar, dan fokus yang tidak terganggu.
1. Totalitas dalam Mengikuti Kristus
Ayat pertama yang menjadi acuan dari ciri ini adalah Lukas 9:57-58. Seorang pria datang kepada Yesus dan dengan penuh semangat menyatakan bahwa dia akan mengikuti-Nya ke mana saja. Secara permukaan, pernyataan ini tampaknya sangat berani dan penuh dedikasi. Namun, Yesus menjawab dengan suatu pernyataan yang menantang: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." (Lukas 9:58).
Dalam pernyataan tersebut, Yesus ingin menegaskan bahwa mengikuti Dia berarti bersedia menjalani hidup yang penuh tantangan dan ketidakpastian. Totalitas dalam mengikuti Kristus bukan hanya soal antusiasme awal, tetapi kesediaan untuk menerima segala konsekuensi yang mungkin datang, termasuk kehilangan kenyamanan dan keamanan duniawi. Yesus mengingatkan pria tersebut bahwa menjadi murid-Nya bukan berarti mendapatkan status yang tinggi atau kenyamanan hidup, melainkan mungkin menghadapi kesulitan, pengorbanan, dan hidup dalam ketidakpastian.
Ciri pertama ini menunjukkan bahwa seorang murid sejati harus siap untuk menyerahkan segala hal kepada Kristus, bahkan kenyamanan dan kestabilan yang dianggap penting oleh dunia. Totalitas dalam mengikuti Kristus berarti mengakui bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah milik-Nya dan bersedia untuk menanggalkan apa pun demi melaksanakan kehendak-Nya.
Contoh Aplikasi:
Dalam kehidupan sehari-hari, ciri ini dapat terlihat pada kesediaan kita untuk menjalani hidup yang mungkin tidak populer atau tidak nyaman menurut standar dunia. Misalnya, seorang murid sejati mungkin harus meninggalkan pekerjaan yang tidak etis meskipun pekerjaan tersebut memberikan penghasilan yang besar. Atau mungkin seseorang harus rela pindah ke daerah yang terpencil untuk melayani Tuhan, meskipun hal tersebut tidak memberikan jaminan finansial yang baik.
Totalitas juga berbicara tentang pengorbanan. Yesus sendiri menjadi contoh sempurna dari totalitas ini. Dia rela meninggalkan kemuliaan surga dan datang ke dunia untuk menebus dosa manusia melalui pengorbanan di kayu salib. Sebagai murid-Nya, kita dipanggil untuk hidup dengan komitmen yang sama, siap untuk mengorbankan segalanya demi mengikuti-Nya.
2. Prioritas yang Benar: Mengutamakan Kerajaan Allah
Ciri kedua dari seorang murid sejati adalah memiliki prioritas yang benar, yaitu menempatkan Kerajaan Allah di atas segala-galanya. Dalam Lukas 9:59-60, Yesus berbicara kepada seseorang yang ingin mengikuti-Nya, tetapi orang tersebut ingin pergi terlebih dahulu untuk menguburkan ayahnya. Sekilas, permintaan orang ini tampaknya masuk akal, mengingat menguburkan anggota keluarga yang meninggal adalah tugas penting dan menunjukkan tanggung jawab.
Namun, tanggapan Yesus terhadap orang ini sangat mengejutkan: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana" (Lukas 9:60). Apa yang Yesus maksudkan di sini bukanlah bahwa kita tidak perlu menghormati orang tua atau menjalankan tanggung jawab keluarga, melainkan bahwa Kerajaan Allah harus menjadi prioritas tertinggi dalam hidup kita, melebihi segala tanggung jawab duniawi lainnya.
Yesus menekankan bahwa murid sejati harus mengutamakan pelayanan kepada Tuhan daripada kewajiban sosial dan tradisi. Yesus tidak bermaksud mengabaikan nilai-nilai keluarga, tetapi Dia ingin menunjukkan bahwa dalam segala sesuatu, Kerajaan Allah harus selalu menjadi prioritas pertama. Murid sejati harus siap untuk menanggalkan hal-hal duniawi, bahkan yang tampaknya penting, jika itu menghalangi panggilan untuk mengikuti Kristus dan memberitakan Injil.
Contoh Aplikasi:
Dalam kehidupan nyata, prioritas yang benar ini dapat terlihat ketika kita dihadapkan pada pilihan antara melayani Tuhan dan memenuhi tuntutan duniawi. Mungkin ada saat-saat ketika kita harus memilih antara mengikuti panggilan Tuhan untuk melayani di gereja atau menghabiskan waktu untuk kesenangan pribadi. Atau mungkin ada tantangan ketika kita harus memutuskan untuk memberitakan Injil meskipun hal itu dapat menimbulkan konflik atau ketidaksetujuan dari keluarga atau teman.
Dalam Matius 6:33, Yesus juga menegaskan prinsip ini dengan berkata, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Menempatkan Kerajaan Allah di posisi pertama dalam hidup kita berarti kita percaya bahwa segala hal lain akan diatur oleh Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya. Ketika prioritas kita benar, hidup kita akan dipimpin oleh panggilan yang lebih tinggi dan tujuan ilahi.
3. Fokus yang Tidak Terganggu: Mengikuti Kristus Tanpa Menoleh ke Belakang
Ciri ketiga yang disebutkan dalam Lukas 9:61-62 adalah fokus yang tidak terganggu dalam mengikuti Kristus. Di ayat ini, ada seorang lagi yang berkata kepada Yesus bahwa dia ingin mengikuti-Nya, tetapi terlebih dahulu ingin pamit kepada keluarganya. Sekali lagi, permintaan ini terlihat wajar dan bahkan dapat dianggap sebagai tindakan sopan.
Namun, Yesus memberikan tanggapan yang keras dengan berkata, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." (Lukas 9:62). Dalam konteks ini, Yesus menggunakan gambaran seorang petani yang sedang membajak ladang. Jika petani tersebut terus-menerus menoleh ke belakang, dia tidak akan bisa membajak dengan baik dan hasilnya akan berantakan. Demikian pula, seorang murid Kristus yang terus-menerus melihat ke masa lalu atau terikat pada hal-hal duniawi akan sulit untuk maju dan berfokus pada panggilan Tuhan.
Fokus yang tidak terganggu berarti meninggalkan segala keterikatan pada masa lalu atau hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian kita dari panggilan Kristus. Menoleh ke belakang, dalam konteks ini, dapat berarti keraguan, nostalgia berlebihan, atau keinginan untuk tetap berada dalam zona nyaman daripada melangkah maju bersama Tuhan. Murid sejati harus memiliki komitmen untuk maju dan tidak terpengaruh oleh godaan untuk kembali kepada kehidupan lama.
Contoh Aplikasi:
Dalam kehidupan kita, fokus yang tidak terganggu dapat berarti memilih untuk tidak terikat pada kebiasaan-kebiasaan lama yang menghalangi pertumbuhan rohani. Misalnya, seseorang yang baru saja memutuskan untuk hidup menurut kehendak Tuhan mungkin tergoda untuk kembali ke gaya hidup yang lama yang tidak sesuai dengan ajaran Kristus. Atau, dalam konteks pelayanan, ada kalanya kita dihadapkan pada godaan untuk menunda pekerjaan Tuhan karena alasan kenyamanan atau rasa takut akan masa depan.
Yesus menuntut komitmen penuh dan fokus yang teguh dari para pengikut-Nya. Sebagai murid sejati, kita dipanggil untuk maju dengan iman dan mengarahkan pandangan kita kepada Yesus, Sang Pemimpin dan Penyempurna iman kita (Ibrani 12:2). Tidak ada tempat untuk keraguan atau setengah hati dalam mengikuti Kristus. Fokus yang tidak terganggu adalah tanda dari seorang murid yang sungguh-sungguh percaya bahwa apa pun yang ada di depan bersama Kristus jauh lebih berharga daripada apa yang tertinggal di masa lalu.
Penutup: Menjadi Murid Sejati Kristus
Melalui percakapan Yesus dengan tiga orang yang ingin mengikuti-Nya dalam Lukas 9:57-62, kita belajar bahwa menjadi murid sejati Kristus memerlukan totalitas, prioritas yang benar, dan fokus yang tidak terganggu. Murid sejati adalah mereka yang rela meninggalkan kenyamanan duniawi, mengutamakan Kerajaan Allah di atas segala-galanya, dan maju dengan komitmen penuh tanpa menoleh ke belakang.
Menjadi murid sejati bukanlah panggilan yang mudah, tetapi itu adalah panggilan yang penuh makna dan tujuan. Yesus tidak menjanjikan jalan yang mudah, tetapi Dia menjanjikan bahwa bersama-Nya kita akan menemukan hidup yang sejati. Dalam Matius 16:24, Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."
Ketiga ciri ini—totalitas, prioritas yang benar, dan fokus yang tidak terganggu—merupakan fondasi penting bagi kita yang ingin menjadi pengikut Kristus yang sejati. Dengan mempraktikkan ketiga ciri ini, kita dapat menjalani hidup yang penuh dengan kasih, pengorbanan, dan komitmen yang ditujukan untuk memuliakan Tuhan dan menyebarkan Injil-Nya kepada dunia.
Teruslah berdoa, membaca Firman Tuhan, dan biarkan Roh Kudus menuntun kita untuk semakin menyerupai Kristus dalam segala hal yang kita lakukan sebagai murid-Nya. "Berdoalah mohon Roh Kudus memberikan pengertian ketika kita melakukan studi Alkitab. AI hanya alat yang hasilya harus dibandingkan kembali dengan Alkitab."
-----------------------------------
Johannis P. Kamuri, M.Th.
Pendahuluan.
Ciri murid sejati Kristus .Bila kita memakai alat ukur dari Alkitab untuk mengukur kita adalah murid sejati atau tidak, apakah kita bisa disebut murid Kristus yang sejati atau tidak? Mikhail Gorbachev pernah mengatakan, “Di dalam hatiku tidak pernah menjadi seorang komunis.”
|
gadget, bisnis, otomotif |
Kita tahu bahwa Uni Soviet hancur di tangan dia. Bagaimana mungkin sebuah negara komunis dipimpin oleh seorang Presiden yang sama sekali tidak mempunyai komitmen terhadap komunisme? Jika kita sebagai orang Kristen tidak mempunyai komitmen sebagai gereja yang sejati, maka di zaman kita gereja akan hancur. Jika kita menyebut diri sebagai pengikut Kristus, maka mau tidak mau ada tuntutan tertentu yang harus digenapi oleh kita. Hari ini saya mau mengajak kita memikirkan beberapa ciri murid Kristus terkait teks yang kita baca.
Konteks dari ayat yang kita baca adalah Yesus ada dalam perjalanan menuju Yerusalem. Ketika melewati Samaria, Yesus ditolak. Ketika Yesus tiba di Yerusalem, Ia akan ditangkap dan disalibkan. Dalam konteks ini tepatlah perkataan Yesus bahwa di dalam dunia ini serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Ketika Yesus datang ke dunia, sulit sekali bagi Dia untuk memperoleh penerimaan.
Yesus Kristus menginginkan ada persekutuan dengan umat pilihan-Nya sehingga Dia sering berkata, “Aku akan pergi untuk menyediakan tempat bagimu supaya di mana Aku berada, di situpun kau berada.” Maka dalam konteks ini datang orang pertama yang berkata akan selalu mengikut Yesus ke manapun Yesus pergi.
Harusnya Yesus bersikap positif terhadap proposal ini, tetapi Yesus memberikan jawaban yang sangat negatif. Masalah dalam proposal tersebut bukan terletak pada perkataannya, tetapi pada apa yang tidak dikatakan olehnya. Ada agenda tersembunyi ketika dia mengatakan hal itu. Pada saat itu Yesus sudah mulai terkenal, bahkan orang-orang sudah mulai mengidentifikasi Yesus sebagai Mesias, yang akan meruntuhkan kerajaan Romawi.
Mereka merasa kalau dekat dengan Yesus maka akan memperoleh keuntungan tertentu. Apa yang manusia sembunyikan, tidak tersembunyi oleh Allah. Yesus seolah-olah mengatakan, “Kalau kamu mau ikut Aku kemanapun Aku pergi, hitung baik-baik harga yang harus kamu bayar. Lihat, Aku baru saja ditolak di Samaria. Nanti di Yerusalem Aku akan disalibkan.”
1.Ciri pertama orang yang disebut sebagai murid Kristus adalah orang yang rela untuk membayar harga
ketika mengikut Kristus. Yesus menginginkan kita menjadi pengikut-Nya tetapi di saat yang sama juga adalah Allah yang jujur. Dia tidak memaksa kita. Tidak ada yang akan berkurang pada Kristus kalau kita menolak Kristus. Ketika kita menerima Kristus sebagai Juru selamat, juga tidak ada yang bertambah pada Kristus. Keputusan kita yang bebas ini selalu mempunyai konsekuensi. Yesus mengatakan bahwa ada harga yang harus dibayar ketika kita mengikut Dia.
Harga itu adalah salib. Apakah itu artinya ketika kita dipilih untuk menjadi pengikut Kristus berarti kita dipilih untuk menderita dan tidak ada sukacita sama sekali? Setiap kali kita bicara mengenai orang Kristen, kita bicara mengenai harga yang dibayar. Namun salib itulah yang memurnikan sukacita kita. Dia bukan Allah yang ingin menyingkirkan sukacita kita. Di Alkitab begitu banyak panggilan untuk sukacita. Yesus ingin kita menikmati sukacita yang sejati.
2.Ciri yang kedua, murid Kristus adalah orang yang dipanggil untuk berani membayar harga, menanggung salib, di sini dan sekarang.
Kristus menolak orang yang menunda untuk mengambil keputusan yang penting ini.
Bandingkan cerita orang kaya di Lukas 18 dan 19. Seorang muda kaya di pasal 18 bertanya kepada Yesus apa yang harus dilakukan untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah supaya mengalami semua sukacita yang disediakan Allah. Yesus menjawab, “Mengasihi Allah dan sesama.” Orang muda itu yakin sudah melakukannya sejak kecil. Namun Yesus menyuruh menjual semua hartanya dan bagikan kepada orang miskin, lalu ikut Yesus. Orang muda itu pulang dengan bersedih sebab hartanya sangat banyak. Orang ini terikat cinta kepada apa yang dimilikinya. Berbeda dengan Zakheus. Zakheus memeras orang sebangsanya demi kenikmatan hidup.
Namun setelah perjumpaan dengan Kristus, Zakheus bertobat dan berjanji akan mengganti empat kali lipat orang yang diperasnya dahulu. Zakheus adalah kepala pemungut pajak yang hidup dengan cara yang curang dan orang-orang di bawah dia juga menikmati hidup dengan cara yang curang. Kalau dia kembali menjadi kepala pemungut pajak, dia akan mengawasi dan menghalangi orang-orang di bawahnya supaya tidak berlaku curang lagi dan mendapatkan pendapatan dari hal-hal yang jahat. Karena itulah hidupnya sejak hari itu terancam.
Tetapi kita mendapati orang ini sungguh bersukacita meskipun apa yang harus dia tanggung bisa disebut sebagai salib. Ini mengajarkan bahwa benar kita diciptakan dengan tubuh dan jiwa dan kita bertahan hidup melalui proses konsumsi, tetapi kita hanya bisa menikmati hidup jika kita berelasi dengan Allah. Ada seorang jemaat yang bersaksi mengenai ayahnya.
Waktu ayahnya sakit dan hampir meninggal, ayahnya bertanya satu hal, “Setelah saya menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat saya, banyak hal yang saya minta kepada Tuhan dikabulkan. Tetapi ada satu hal yang tidak bisa saya jelaskan, mengapa Tuhan memberikan segala sesuatu tetapi tidak memberi waktu untuk menikmati semua yang ada di tangan saya?” Memiliki segala sesuatu berbeda dengan menikmati segala sesuatu. Kita bisa punya semuanya, tapi belum tentu kita bisa menikmati semuanya.
Firman ini berkata kita bisa menikmati hidup ini bukan dengan keterikatan kita pada berkat-berkat yang Tuhan berikan, tetapi keterikatan kita kepada Allah sebagai sumber dari segala berkat yang kita punya. Ketika seseorang datang kepada Yesus Kristus berkata ingin mengikut Yesus kemanapun Ia pergi, namun agenda hatinya adalah untuk mendapatkan sukacita dengan mengharapkan apa yang bisa diberikan Yesus, Yesus akan menolaknya karena semua yang ingin mengikut Dia harus mengikut Dia karena pribadi-Nya, dan harus mau memikul salib, yang adalah sumber sukacita yang sejati. Inilah ciri yang pertama: seorang murid Kristus mau membayar harga yang harus dibayar, yaitu memikul salib. Kemudian datang orang yang kedua.
Waktu Tuhan Yesus menjawab dengan negatif, semua diam. Namun Yesus tiba-tiba melihat satu orang dan berkata, “Ikutlah Aku!” Orang itu menjawab, “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.“ Melayani orang tua kita adalah hal yang baik, tetapi lagi-lagi Tuhan Yesus mempunyai jawaban yang negatif, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.” Persoalannya adalah tidak mungkin ayah orang ini sudah meninggal hari itu, karena siapapun yang bersentuhan dengan mayat menjadi najis, dan kalau dia mengurus penguburan ayahnya tidak mungkin dia bisa berada di tengah-tengah orang banyak karena orang-orang akan mengusir dia.
|
gadget, bisnis, otomotif |
Yang sebenarnya dia bicarakan adalah tradisi Yahudi bahwa menghormati ayah dan ibu lebih tinggi daripada sunat. Salah satu ciri penghormatan orang Yahudi terhadap ayahnya yang meninggal adalah mengurus penguburannya, dan setelah menunggu 1 tahun lebih, mereka harus membuka kuburnya, mengambil tulang-tulangnya, dan menyimpannya dalam suatu box yang disebut osuraium. Setelah itu box itu dikuburkan kembali di dalam kuburan keluarga dan baru selesailah tanggung jawab anak tersebut.
Ada yang berspekulasi kalau ayahnya sudah sekarat, tetapi tetap saja belum tentu ayahnya segera meninggal. Artinya orang ini menunda panggilan Tuhan sampai waktu yang tidak terbatas. Waktu selalu ada bagi kita, tetapi momentum tidak selalu ada bagi kita. Kalau momentum itu lewat, kita kehilangan suatu kesempatan yang begitu berharga. Ketika kita mendengarkan kebenaran Firman Allah, kita tidak boleh menunda keputusan, dan kita harus mengambil keputusan di sini dan sekarang.
3.Ciri yang ketiga, murid Kristus mengambil keputusan yang personal.
Lalu orang yang ketiga datang dan berkata “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Lalu Yesus berkata, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.” Mari kita bandingkan jawaban ini dengan di PL. Hal yang sama pernah terjadi ketika Elia datang mengajak Elisa pergi, Elisa mengatakan ingin berpamitan dengan orangtuanya, dan Elia mengizinkan.
Tapi di sini Tuhan Yesus tidak mengizinkan. Ini bukan berarti Yesus melarang kita untuk memberi perhatian kepada orang-orang yang kita kasihi. Buktinya perumpamaan tentang orang samaria yang baik mengajarkan bahwa relasi dengan orang lain tidak boleh rusak. Tetapi yang terjadi di sini adalah suatu situasi yang berbeda. Perbedaan pertama ada di orang yang dipanggil. Elisa waktu ingin berpamitan dengan orang-tuanya tidak bertanya kepada orang-tuanya apakah ia diizinkan untuk mengikut Elia.
Dia hanya akan memberitahukan keputusannya kepada orang-tuanya. Sementara orang yang ketiga digerakkan untuk mengikut Yesus, namun dia ingin bertanya kepada keluarganya apakah mereka setuju dengan keputusan itu. Kita tidak bisa menyerahkan keputusan untuk menjadi murid Kristus kepada orang lain. Kita tidak bisa bersembunyi di balik orang lain.
Panggilan untuk menyerahkan hidup kita secara total adalah panggilan yang sangat personal. Mengapa Yesus berkata bahwa dia datang untuk membawa pemisahan? Memisahkan suami dari istri, orang-tua dari anak, menantu dari mertua. Bukan berarti Yesus ingin kita menceraikan orang-orang dekat kita, karena justru kita diperintahkan untuk mengasihi mereka. Tetapi dalam konteks tertentu orang-orang terdekat adalah yang menjadi penghalang bagi kita untuk merespons panggilan Tuhan.
Perbedaan yang kedua antara kisah Elia dan orang yang ketiga adalah pada pribadi yang memanggil. Elia memanggil Elisa, Yesus Kristus memanggil orang yang ketiga. Yesus Kristus jauh lebih mulia daripada Elia. Misi yang dikerjakan oleh Yesus Kristus jauh lebih penting dan mendesak dari misi Elia.
Jika orang yang ketiga ini sungguh mengenal Yesus dan mengerti pekerjaan-Nya, maka keputusan personal ini akan segera ia ambil karena ia mengenal siapa Yesus Kristus yang mulia. Kalau kita ingin menyerahkan totalitas hidup kita dengan segala konsekuensinya, di sini dan sekarang, secara personal, ini hanya mungkin terjadi jika kita sudah berjumpa dengan Kristus yang mulia.
Penutup
Apakah kita adalah orang Kristen yang sejati? Dimulai dari alat ukur yang pertama, kita harus berjumpa dengan Kristus yang mulia. Kita bukan orang Kristen jika kita tidak pernah berjumpa dan mengenal Kristus yang mulia, seorang pribadi yang lebih besar dari Elia dan semua orang besar lainnya. Perjumpaan inilah yang membuat kita berani untuk mengambil keputusan-keputusan personal yang paling penting.
Setelah kita mengambil keputusan personal ini, kita akan mengerti sangat pentingnya Kristus dan misi-Nya, kita tidak akan menunda untuk mengambil keputusan di sini dan sekarang, dan bersedia untuk membayar harga yang harus ditanggung. N.T. Wright berkata bahwa jika kita mengaku telah berjumpa Kristus namun tidak pernah melayani-Nya dan menyerahkan totalitas hidup kita secara personal, mungkin kita berjumpa dengan Kristus yang lain. Apakah kita sudah berjumpa dengan Kristus yang sejati?.
3 CIRI MURID SEJATI KRISTUS (LUKAS 9:57-62)