EKSPOSISI 1 KORINTUS (EKKLESIOLOGI ATAU GEREJA)

Fajar Gumelar.
EKSPOSISI 1 KORINTUS (EKKLESIOLOGI ATAU GEREJA)
PENDAHULUAN.

Gereja hadir, hidup dan berkembang di tengah-tengah kemajemukan. Gereja yang dimaksud tentu saja bukan gedungnya, tetapi orang-orang yang bertuhankan Kristus. Mohr menuliskan bahwa kata gereja diterjemahkan dari kata Yunani ekklesia, yang berarti orang yang dipanggil keluar. Kata ekklesia ini tidak pernah berarti bangunan atau aliran tetapi menunjuk kepada orang-orang. Lagi Dainton mengemukakan bahwa gereja dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Portugis, yang asal katanya diambil dari kata Yunani kuriake yang aslinya berarti milik Tuhan.

Dalam hidup di tengah-tengah masyarakat majemuk gereja harus menjadi terang dan memberi teladan. Namun sayang sekali bahwa dewasa ini gereja justru tidak ubahnya seperti lembaga-lembaga duniawi yang mengabaikan kasih. Ada gereja yang sinarnya redup dan terjebak dalam persoalan-persoalan yang tidak penting. 

Maka dari itu adalah penting bagi gereja masa kini untuk kembali mengerti dan menginsafi panggilan pelayanannya, yaitu untuk menghadirkan Allah yang transeden dalam dunia yang profan. Menjawab kebutuhan ini, penulis menguraikan kepada pembaca suatu studi teologi tentang ekklesiologi (ilmu tentang gereja) dari surat 1 Korintus, dimana surat ini merupakan salah satu kitab Perjanjian Baru yang banyak menguraikan ihwal hidup bergereja. 

Kata ekklesiologi terdiri dari dua kata Yunani, ekklesia (kumpulan manusia atau gereja), dan logos (ilmu atau paham), yang berarti ilmu tentang pemahaman teologis terhadap gereja Kristen Istilah ini dapat juga didefinisikan sebagai studi atau ilmu yang mempelajari tentang gereja berdasarkan Alkitab. Ekklesiologi berdasarkan surat 1 Korintus berarti mengulas hal-hal berkaitan dengan studi tentang gereja dalam surat 1 Korintus. 

Arti Jemaat 

Adapun arti jemaat yang ditemukan dalam sepanjang surat 1 Korintus yaitu orang-orang yang dipanggil dan dikuduskan dalam Kristus, ladang dan bangunan Allah, Bait Allah, dan anggota tubuh Kristus. 

Orang-orang yang dipanggil dan dikuduskan dalam Kristus (1 Korintus 1:2) 

Penggunaan kata jemaat dalam surat I Korintus berbeda dengan penggunaan kata jemaat dalam konteks budaya dan kepercayaan lain. Kata ekklesia tou Theou dalam ayat ini memberi arti bahwa jemaat adalah milik Allah, kepunyaan Allah. Pernyataan ini ditegaskan dengan kalimat selanjutnya: yaitu mereka yang dikuduskan… dipanggil menjadi orang kudus. Kata dikuduskan dan dipanggil menjadi orang kudus dalam bahasa asli ditulis dalam bentuk datif/objek. Allah adalah subjek (yang menguduskan), sementara jemaat adalah objek (yang dikuduskan). 

Kata kudus (hagios) berarti dipisahkan bagi Allah (menjadi milik Allah). Tanpa Allah manusia berdosa tidak dapat menjadi kudus dan menerima keselamatan. Kekudusan itu hanya dapat diterima dalam Yesus Kristus; jemaat Tuhan dipersembahkan dan dikhususkan bagi Dia melalui baptisan dan berada di bawah kewajiban yang sangat ketat untuk menjadi kudus; jemaat membuat suatu pengakuan untuk benar-benar hidup dalam kesucian. 

Ladang dan bangunan Allah (1 Korintus 3:9) 

Frasa ladang dan bangunan Allah dalam pasal 3:9 bukan hanya dikaitkan pada suatu lahan atau bahan-bahan bangunan, tetapi pada keseluruhan proses pertanian dan proyek total bangunan itu. Ungkapan ini menunjukkan maksud besar Allah, yaitu suatu tanaman dan suatu panen. Jemaat atau gereja tidak diam dalam stagnasi, lalu kemudian busuk dan mati. Jemaat atau gereja harus bertumbuh dalam firman Tuhan. Ladang Allah juga tidak akan pernah diambil oleh para pekerja atau penyewa betapapun setia dan tulusnya mereka sebagai pengikut- pengikut-Nya. 

Jemaat Allah adalah bangunan, yang tidak dibangun di atas dasar ilmu pengetahuan atau filsafat manusia, atau hal-hal duniawi yang lain, tetapi di atas dasar pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat satu-satunya. Berkenaan dengan konsep jemaat sebagai bangunan Allah, Guthrie menyatakan bahwa “keseluruhan orang-orang percaya pada suatu daerah dipandang sebagai tempat kediaman Allah, tetapi hal ini juga berarti bahwa setiap orang Kristen adalah rumah Allah. Sebagaimana Allah telah tinggal di tempat yang maha kudus, dengan demikian Roh Kudus tinggal di dalam ekklesia.” 

Bait Allah (1 Korintus 3:16-17) 

Frasa Bait Allah dalam ayat ini diterjemahkan dari frasa Yunani naos Theou. “Naos adalah kata khusus yang digunakan untuk merujuk pada tempat kudus yang ada dalam sebuah bait suci atau kuil. Naos sendiri berasal dari kata naio yang berarti to dwell.” Di dalam naos berdiam dewa atau patung yang disembah (bnd. Kisah Para Rasul 17:4). Walaupun kata ini merujuk pada kuil-kuil para dewa, namun Septuaginta menggunakan kata ini untuk menunjuk pada Bait Allah. 

Jemaat sebagai Bait Allah tidak dimaksudkan untuk menunjuk pada gedung-gedung atau ruangan-ruangan yang digunakan untuk bersekutu. Justru pribadi jemaat itulah Bait Allah yang sesungguhnya. Roh Allah berdiam dalam diri orang-orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. 

Anggota tubuh Kristus (1 Korintus 12:27) 

Analogi tubuh turut digunakan Paulus untuk mendefinisikan jemaat. Ide atau gagasan utama yang hendak ditekankan melalui analogi ini adalah kesatuan dalam kepelbagaian (unity in diversity). Gagasan ini menunjukkan betapa eratnya ikatan yang mempersatukan semua orang percaya. Namun yang harus dimengerti adalah bahwa tubuh yang Paulus maksudkan bukan sekadar menunjuk pada suatu kumpulan orang, seperti dalam pemakaian kata badan untuk Badan Pekerja Harian, melainkan menyebut tubuh tertentu yaitu tubuh Kristus. 

Jemaat sebagai tubuh Kristus tidak disamakan dengan organisasi-organisasi nasional atau swasta. Hidup Yesus dahulu di dunia dalam darah dan daging diteruskan dalam bentuk manusia- manusia yang menjadi anggota-Nya (anggota tubuh-Nya). Ini bukan berarti bahwa eksistensi Yesus tidak ada lagi karena digantikan oleh kumpulan orang-orang. Apa yang dimaksudkan adalah bahwa jemaat atau gereja menyatakan kehadiran Allah yang transenden dalam dunia yang profan (seperti yang sudah disebutkan dalam pendahuluan). Jemaat Kristus menghadirkan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini. 

Paulus menegaskan bahwa tubuh tidak terdiri dari satu macam organ saja, tetapi terdiri atas berbagai macam organ: tangan, kaki, mata, telinga, dan sebagainya. Setiap organ ini memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Namun demikian, semuanya saling membutuhkan. Jika salah satu anggota tidak ada atau tidak berfungsi, tentu tubuh akan mengalami kesulitan bahkan mungkin kematian. 

Demikian pula halnya dengan jemaat sebagai tubuh Kristus. Masing-masing jemaat memiliki tugas dan fungsi yang berbeda, sesuai dengan karunia rohani yang diterima. Tidak ada yang lebih baik dari yang lain. Semua sama baik dan sama pentingnya. Tidak ada alasan bagi jemaat untuk menganggap diri lebih penting dari yang lain. 

Semua saling bekerja sama dan saling melengkapi dalam kasih. Namun jemaat tidak disatukan hanya karena kerja sama anggota-anggotanya, seperti suatu organisasi, tetapi menjadi satu sebagai milik dan anggota dari Tuhan yang satu, yaitu Yesus Kristus. 

Baker mengutip Tippett yang mengembangkan konsep jemaat sebagai tubuh Kristus dengan bantuan antropologi. 

Menurut antropologi tubuh manusia mempunyai empat fungsi atau sifat utama. 
Pertama, tubuh itu dapat membuat suatu respon terhadap perangsang dari luar (irritability); demikian juga jemaat harus sanggup membuat respons, baik kepada suara Allah maupun kepada seruan sesama manusia. 

Kedua, tubuh itu dapat bergerak dan pindah tempat (motility); demikianlah jemaat bersifat misioner dan harus bergerak ke tempat dimana manusia membutuhkan berita Injil (bnd. Matius 28:18-20; Kisah Para Rasul 13:2-3). 

Ketiga, tubuh itu sanggup mengatur diri sendiri dan mempunyai suatu keseimbangan fisik antara anggota-anggotanya dan dalam hubungan dengan lingkungannya (homeostatis). Seharusnya jemaat sebagai tubuh Kristus juga bersifat demikian, sebagaimana ditunjukkan Paulus dalam pasal ini. 

Keempat, tubuh itu berkembang biak (multiplication), sebagaimana pada mulanya Allah menyuruh manusia untuk beranakcucu dan bertambah banyak (Kejadian 1:8). Yesus membandingkan Kerajaan Allah dengan benih yang tumbuh (Matius 13:31-32), dan tujuan akhir jemaat sebagai tubuh Kristus ialah kumpulan surgawi yang akan mencakup “orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa” (Wahyu 7:9). 

Kehidupan Jemaat Korintus: Nasihat-nasihat Paulus 

Kekayaan dan kemakmuran kota Korintus tidak dapat menjamin kehidupan jemaat Korintus lepas dari persoalan dan permasalahan. Justru nyata dari surat Paulus bahwa jemaat Korintus memiliki banyak permasalahan. Berikut akan diulas secara singkat beberapa masalah yang berkaitan dengan hal hidup berjemaat atau bergereja (ekklesiologi) yang dihadapi jemaat Korintus, serta respon/nasihat yang diberikan Paulus sebagai pembelajaran bagi kehidupan jemaat masa kini. 

Masalah pertama yang dikemukakan Paulus adalah masalah perpecahan dalam jemaat, yaitu munculnya golongan-golongan (pasal 1-3). Hal ini diketahui oleh Paulus atas laporan dari keluarga KloĆ«. Adapun golongan-golongan yang terbentuk, yakni golongan Paulus, Apolos, Kefas dan Kristus (1 Korintus 1:12). Setiap kelompok menganggap diri lebih penting dari pada yang lainnya, sehingga muncul iri hati dan perselisihan dalam jemaat (1 Korintus 3:3). 

Meresponi kejadian ini, Paulus – melalui suratnya – menasihatkan dengan tegas supaya jemaat menghapuskan penggolongan-penggolongan tersebut, dan hidup seia sekata supaya jemaat erat bersatu dan sehati sepikir (1 Korintus 1:10). Paulus menegaskan kepada jemaat bahwa sebenarnya iri hati dan perselisihan dalam jemaat merupakan indikasi yang menunjukkan ketidakdewasaan dan keduniawian (1 Korintus 3:1-3). 

Paulus mengingatkan bahwa setiap pekerja hanya melakukan tugas yang dikaruniakan kepadanya; ada yang menanam, ada yang menyiram dan ada yang menuai. Tapi tidak ada yang lebih baik dari yang lain. Sehingga dalam kehidupan bergereja/berjemaat tidak boleh ada yang memegahkan diri terhadap yang lain. 

Dalam 1 Korintus 5:1-13 Paulus juga menuliskan komentarnya mengenai hal percabulan dalam jemaat. Bahkan Paulus menambahkan bahwa amoralitas yang semacam itu tidak terdapat di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Paulus mengkritik sikap jemaat Korintus yang memegahkan diri padahal mereka mengalami kemerosotan moral. Mereka tidak berdukacita atas perilaku-perilaku amoral yang dilakukan oleh beberapa jemaat (ay.2). Pembiaran ini tidak hanya akan berdampak pada pelaku tetapi juga kepada jemaat secara umum. Jemaat akan terbiasa dengan dosa sehingga akhirnya tidak takut lagi berbuat dosa (bnd. ay. 6). 

Paulus menasihatkan supaya orang yang berbuat demikian harus diserahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis. Maksud perkataan Paulus ini tentu tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. Maksud Paulus adalah supaya orang-orang yang berbuat demikian dikenakan disiplin berupa pengucilan dari kumpulan orang percaya, supaya dia menyesal dan berbalik dari dosanya. Kalau disiplin tidak dilakukan, orang tersebut akan tetap merasa sebagai bagian dari umat Tuhan dan tidak ada dorongan untuk bertobat. Jemaat harus paham bahwa tubuh orang percaya bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan (1 Korintus 6:13-15). 

Atas berbagai masalah-masalah internal dalam jemaat, Paulus juga mengkritik jemaat Korintus yang membawa perkara-perkara jemaat kepada orang-orang yang tidak beriman untuk mencari keadilan kepada mereka – orang-orang yang tidak benar. Paulus mengajukan pertanyaan-pertanyaan retoris guna membawa jemaat pada penginsafan. Bahwa setiap permasalahan dalam jemaat harus diselesaikan dalam lingkup persekutuan. 

Dalam pasal 8 dapat dilihat argumentasi Paulus mengenai hal makan. Argumentasi ini diberikan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan jemaat kepada Paulus (bnd. 7:1). Tampak dari pasal ini bahwa ada masalah dalam jemaat Korintus seputar hal makan, yaitu makan makanan yang dipersembahkan pada berhala. Ada banyak perspektif mengenai hal makan daging yang dipersembahkan kepada berhala. Namun yang menjadi inti penekanan Paulus kepada jemaat adalah bahwa kebebasan jemaat merupakan kebebasan yang bertanggung jawab. Prinsipnya adalah jangan sampai tindakan anggota jemaat menjadi batu sandungan bagi anggota yang lain. 

Dalam hal pelaksanaan perjamuan ternyata juga ada masalah. Orang-orang berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan, tetapi yang lain lapar dan yang lain mabuk. Paulus menempatkan Perjamuan Kudus dalam konteks suatu persekutuan di meja makan, dimana kedua peristiwa ini tidak dipisahkan satu dari yang lain, tetapi ini justru disalah gunakan oleh jemaat Korintus dengan melupakan esensi utama Perjamuan Kudus sebagai persekutuan dalam tubuh Kristus. 

Merendahkan orang lain – membiarkan sesama kelaparan – adalah cara yang salah dalam memperingati Sang Juruselamat, dan bukan merupakan ciri dari jemaat Kristus yang sejati. Untuk itu Paulus mengingatkan supaya masing-masing jemaat menguji diri sendiri, supaya hubungan dengan Allah dan sesama dipulihkan sebelum ambil bagian dalam Perjamuan Kudus. 

Sehubungan dengan masalah egosentrisitas (pementingan/pemuliaan diri sendiri) Paulus menasihatkan bahwa setiap pribadi jemaat adalah bagian dalam persekutuan tubuh Kristus. Semuanya penting dan memiliki fungsi masing-masing sesuai dengan karunia rohani yang diberikan. Untuk itu tidak boleh ada yang memegahkan diri. Semua karunia tersebut adalah baik dan digunakan untuk memuliakan Kristus. 

Terakhir, Paulus menegaskan kepada jemaaat Korintus bahwa hal ekklesiologi tidak lepas dari hal eskatologi. Gereja tidak boleh kehilangan keyakinan bahwa sebagaimana Kristus telah mati dan bangkit, demikian pula gereja akan dibangkitkan pada hari Tuhan kelak. 

Pengharapan bagi Jemaat Korintus 

Pada pasal 13 Paulus berbicara mengenai kasih. Ini berkaitan erat dengan penjelasan Paulus dalam pasal sebelumnya yakni hal karunia rohani. Paulus menekankan bahwa kasih adalah hal yang paling utama (1 Korintus 13:13). Paulus tidak sedang berbicara mengenai kasih filia. 

Paulus berbicara soal kasih agape, yakni kasih yang tanpa syarat. Dalam Injil Yohanes 3:16 penulis – yakni Yohanes murid Yesus – mendeskripsikan kasih Allah dengan kata egapesen – dari kata agapao (verb). Allah mengasihi/agapao (verb) manusia dengan kasih agape (noun). Kasih agape adalah kasih yang sempurna dari Allah pada manusia, dan kasih agape ini hanya ada dalam diri orang percaya. 

Penulis melihat kasih (agape) ini sebagai sentral nasihat Paulus kepada jemaat di Korintus. Sikap saling menghargai, seia sekata, sabar, bertanggung jawab, memelihara kesucian diri, dan lain sebagainya hanya dapat dilakukan jika jemaat Korintus mengasihi (agape) Allah dan sesamanya. Kasih menjadi sentral kehidupan orang-orang percaya. 

Tanpa kasih (agape) gereja tidak ubahnya seperti lembaga-lembaga sekuler yang mementingkan diri sendiri dan tidak menjadi terang bagi masyarakat di sekitarnya, termasuk juga bagi orang-orang didalamnya. Kasih (agape) menjadi motor penggerak dalam kehidupan bergereja. Kasih mendorong jemaat untuk hidup melayani dan berbagi. Kasih mendorong jemaat untuk bermisi. Kasih mendorong jemaat untuk menjaga kekudusan. Kasih mendorng jemaat untuk saling menghargai dan saling menerima. Kasih membangun jemaat. Inilah harapan bagi gereja – bukan hanya di Korintus tetapi juga gereja masa kini yaitu supaya jemaat memiliki kasih (agape). 

PENERAPAN DALAM KONTEKS HIDUP BERJEMAAT MASA KINI 

Konteks kehidupan bergereja masa kini pun tidak luput dari berbagai macam pergumulan dan persoalan, sebagaimana yang dialami jemaat Korintus dahulu. Namun dengan melihat kepada pengalaman jemaat dan nasihat Paulus kepada jemaat yang tercatat dalam surat I Korintus jemaat masa kini dapat menerapkan beberapa prinsip atau hal-hal yang penting dalam hidup bergereja. 

Pertama, sebagai orang-orang yang dipanggil dan dikuduskan dalam Kristus, jemaat masa kini harus mengingat bahwa mereka adalah milih Kristus, milik Allah (ekklesia tou Theou) sehingga jemaat harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah serta meninggalkan hal-hal yang tidak kudus. Hal-hal yang tidak kudus dalam kehidupan jemaat (secara komunal) harus dibereskan atau disingkirkan. 

Disiplin jemaat sangat diperlukan bukan untuk menghakimi, tetapi supaya pribadi yang berbuat cemar dibawa kembali pada Kristus, dan supaya anggota jemaat yang lain tidak ikut jatuh dalam kecemaran yang sama. Jemaat adalah Bait Allah, tempat Roh Allah berdiam, sehingga jemaat (secara personal) juga harus terus- menerus memelihara kekudusan, yaitu hidup menurut perintah dan kehendak Allah dengan cara menjadikan Kristus sebagai teladan. 

Kedua, jemaat masa kini pun juga adalah ladang dan bangunan Allah. Jemaat tidak didirikan atas kekuatan manusia tetapi atas hikmat Allah. Jemaat hanya milik Kristus saja, bukan milik gembala sidang atau pribadi tertentu. Kristuslah yang membuat jemaat itu tumbuh dan Kristuslah yang menjadi dasar jemaat, sehingga dengan demikian hanya Kristus saja yang patut dimuliakan oleh jemaat. 

Ketiga, jemaat masa kini adalah anggota tubuh Kristus. Semua pribadi dalam jemaat memiliki tugas dan fungsi masing-masing dan semuanya penting. Untuk itu tidak ada anggota yang merasa diri lebih berharga dari pada yang lainnya, atau merasa diri kurang sehingga tidak menjalankan fungsi secara optimal. Semua adalah bagian dari tubuh Kristus dan harus berfungsi menjalankan tugas panggilan sesuai dengan karunia roh yang diterima. 


Jemaat sebagai tubuh Kristus juga menegaskan kesatuan dan keteraturan. Jika ada bagian tubuh yang sakit, maka itu harus dirawat. Ini adalah hal yang penting untuk diperhatikan oleh jemaat masa kini, bahwa persoalan-persoalan dalam jemaat harus diselesaikan secara kekeluargaan. Juga bahwa masing-masing anggota bertanggung jawab satu terhadap yang lain untuk tidak menjadi batu sandungan. Jemaat sebagai tubuh Kristus juga harus menjalankan fungsi irritability (kepekaan), motility (misioner), homeostatis, dan multiplication (bermultiplikasi). 

KESIMPULAN 

Jemaat adalah orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang Kristus, dikuduskan, dilayakkan dan dimateraikan sebagai komunitas umat Allah dengan darah Yesus Kristus. Jemaat adalah ladang dan bangunan Allah, Bait Allah, dan anggota tubuh Kristus. Semua keistimewaan ini bukan karena kelayakan manusia, tetapi karena anugerah Allah saja. Menyadari hal ini maka sepatutnyalah jemaat masa kini untuk memandang kepada Allah dan melaksanakan tugas panggilan yang Allah berikan, yaitu untuk menyatakan Dia yang transenden dalam dunia yang profan. 

Jemaat harus menjadi terang dan teladan bagi masyarakat dunia yang majemuk. Bukan untuk kemuliaan diri sendiri, tetapi supaya Kristus dimuliakan. Jemaat sebagai Bait Allah dan sebagai orang-orang yang dikuduskan dalam Kristus akan benar-benar menampakkan sikap hidup kudus – bukan dalam kemunafikan tetapi dalam ketulusan oleh pimpinan Roh Kudus. Gereja sebagai ladang dan bangunan Allah berarti jemaat adalah milik-Nya, dipelihara dan dibangun diatas Dia. 

Untuk itu hanya Dia saja yang dimuliakan dalam jemaat. Setiap anggota jemaat memiliki tugas dan fungsi tersendiri dalam persekutuan tubuh Kristus. Tidak ada yang lebih baik dari yang lain. Semua sama pentingnya dan semua saling membutuhkan. Untuk itu tidak boleh ada yang memegahkan diri terhadap yang lain. Jemaat Kristus yang sejati digerakkan oleh kasih dalam melakukan tugas panggilan pelayanannya di dunia. 

Inilah ekklesiologi yang tertuang dalam surat I Korintus. Jemaat masa kini harus memahami hal-hal tersebut di atas dan melakukannya, guna tercipta persekutuan yang sehat dan berkenan kepada Tuhan. Setiap pribadi dibangun didalamnya sehingga jemaat menjadi kesaksian yang baik bagi dunia. Nama Tuhan dimuliakan. EKSPOSISI 1 KORINTUS (EKKLESIOLOGI ATAU GEREJA)
Next Post Previous Post