LUKAS 15:11-32 (PERTOBATAN DAN REKONSILIASI)

Sebuah Tafsir Reflektif: Lukas 15:11-32

LUKAS 15:11-32 (PERTOBATAN DAN REKONSILIASI)
Pendahuluan

Perumpamaan Anak yang Hilang dinyatakan oleh Mary Ann sebagai bentuk mengekspresikan kehidupan manusia secara penuh dan bulat. Di dalam perumpamaan kita dapat melihat bagaimana seseorang jatuh dalam dosa, dan kemudian bertobat. Di dalam perumpamaan ini ada pertikaian sepasang saudara, dan kemudaian diakhiri dengan rekonsiliasi. 

Selayaknya perumpamaan yang memberikan makna tersirat dan sering bisa diartikan ganda. Penulis juga akan memberikan banyak kemungkinan dalam tafsirannya. Salah satu metode pennulis adalah mencoba mengadaptasi gaya refleksi Henry Nouwen yang menggunakan lukisan Karya Rembrant The Prodigal Son dalam membantu berimajinasi untuk menafsir perikop ini.

Dan anak itu pun pulang, sang anak telah kembali ke rumah dalam keadaan menyedihkan dari perjalanan di mana ia menghabiskan warisannya dan jatuh ke dalam kemiskinan dan keputusasaan. Dia berlutut di depan ayahnya dalam pertobatan, pengampunan dan berharap tempat baru dalam keluarga, setelah menyadari bahwa bahkan hamba-hamba ayahnya memiliki kehidupan yang lebih baik daripada dirinya. Ayahnya menerima dia dengan gerakan lembut. 

Tangannya tampaknya menggambarkan ibu dan ayah sekaligus;. Kiri tampak lebih besar dan lebih maskulin, ditetapkan pada bahu si anak bungsu, sedangkan sebelah kanan adalah lebih lembut dan lebih reseptif dalam gerakan. Berdiri di sebelah kanan adalah kakak anak yang hilang itu, yang menyilangkan tangannya dalam penghakiman, dalam perumpamaan ini ia keberatan atas kasih sayang ayah untuk anak berdosa.

Kabur, seorang anak bungsu datang kepada ayahnya meminta harta warisan yang menjadi bagiannya. Bukankah itu adalah menyumpahi ayahnya untuk mati, tetapi ayahnya dengan kasih yang besar memberikan bagiannya. Berfoya berfoya ia dengan warisannya, pertama dia seperti mendapat sesuatu ketenaran dan kebahagiaan dalam pesta pora. Kemudian habislah hartanya, dan dari situ ia mulai menyadari kehilangan atas dirinya. 
LUKAS 15:11-32 (PERTOBATAN DAN REKONSILIASI)

Semua temanya pergi membawa segala kehormatan dan nama besarnya. Rembrandt memberikan gambaran yang menarik dalam lukisannya seorang anak yang kurus dengan kepala botak, rambut yang dipotong habis seperti seorang narapidana yang namnya digantikan dengan nomor tahanan. Atau seperti mahasiswa tahun pertama yang sedang mengalami perpeloncoan. Ditindas ditekan sehingga salah satu kepribadiaannya seperti dirampas darinya. 

Mengenakan pakaian usang, sudah tidak ada lagi nama baik, Kebangaan, dan kebahagiaan hanya tinggal kain usang yang menutupi badan. Dan terakhir alas kaki, sepasang sandal yang kanan sudah tampak jebol tanda telah dipakai dalam perjalanan yang sangat jauh dan sulit, menggambarkan penderitaan yang amat sangat. 

Tetapi ada satu yang tersisa sebilah pedang, sebilah pedang yang melambangkan kehormatan. Biarpun ia datang sebagai pengemis ia tetaplah anak bapa, dalam kehinaannya si bungsu tetap meyakini ia anak bapa. 

Kepulangan si bungsu merupakan langkah besar. Ia dalam hatinya meyakini bahwa kehidupannya akan lebih baik bersama ayahnya, tetapi jelas ia tidak yakin apakah bapa masih mempunyai kasih pada dirinya. Keputusan itu ia ambil dalam sebuah kehilanga yang terdalam di saat ia menjadi peternak babi dan makan makanan babi untuk bertahan hidup sebuah kondisi yang paling hina dan tentu saja terhilang.

Iri Hati. Badannya tegak dengan tongkat dipegang sambil tangan terlipat. Posisinya yang seperti tampak berjarak dengan sang Ayah. Pastinya memberikan kesan ketidak setujuan dalam dirinya. Si sulung hanya berdiri sambil mengambil jarak tidak memeluk ataupun berusaha semakin mendekat, hanya tatapan tajam kepada bungsu dan ayahnya. 

Dugaan kalau dia marah saya rasa cukup valid. Tetapi kenapa ia marah, bukankah ia harusnya menjadi teladan yang baik dengan berbhagia atas kepulangan adiknya. Anak sulung menjadi teladan selalu berusaha membahagiakan bapa. Merasakan dirinya lah yang banyak bekerja, berkorban, dan setia kepada Bapa. 

Tetapi tidak pernah sekalipun dipestakan. Mengapa malah yang hina yang dipetaskan, bukankah aku (sulung) yang mengikuti dengan susah payah perintah bapa, yang jelas berbeda dengan si bungsu yang sudah kabur dan menjadi orang luar. Saya harus iri dan saya harus marah karena sayalah yang benar, sebab saya sudah bersusah payah dan layak dapat berkat.

Bagian I : Pertobatan

A. Lukas 15:11-12 Perginya si Bungsu

11 Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.

12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.

Anak pertama datang meminta harta kepada ayahnya, padahal menurut tradisi dari midrash yang berhak mendapat harta warisan adalah anak sulung sedang adiknya hanya mendapatkan 1/3 bagian saja. dan yang membuat tindakan ini tidak sopan adalah meminta warisan sama saja dengan menyumpahi ayahnya untuk mati. Nouwen melihat Si bungsu merasa rumah si Bapanya tidak berhasil memenuhi keinginannya, maka pergilah ia mencari sebuah cinta dan kasih sayang dalam pesta pora . 

Keberangkatan si bungsu dikatakan Nouwen sebagai ketulian sang anak yang hilang, Tuli dalam hal mendengar kasih sang bapa . meninggalkan rumah bukan hanya sekedar dalam hal fisik pergi dari sang bapa. Tetapi lebih dari itu bila rumah yang dipimpin Bapa adalah kondisi di mana sang bapa menjaga anaknya, yang menayomi anaknya dengan pelukan yang menemtramkan, dan serta bentuk perlindungan. 

Maka saat bungsu pergi dari rumah sama saja dengan mengingkari segala bentuk perhatian sang bapa[. Ia menolak cinta sang bapa dan berlari dari cinta, sambil berharap akan menemukan cinta yang lebih baik di luar sana.

B. Lukas 15:13-16 Mencari di Tempat yang Tak Mungkin Ditemukan

Lukas 15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.

14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat.

15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.

16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. (Lukas 15:13-16 ITB)

Si bungsu kemudian mencari kebahagiaan di negri yang jauh, dimana sekarang ia memiliki harta sebgai pemuas kehidupan di dunia. Di dalam hartanya ia merasa mendapatkan cinta yang diidamkannya. Tetapi apakah benar itu kasih yang sejati tersebut. Ternyata terlalu banyak jika dalam kasih tersebut, saya mengasihimu jika kamu kaya, berpendidikan, dsb. Akhirnya kasih yang dikira kasih oleh si bungsu itu menunjukan wujud kepalsuannya. 

Saat jika (syarat) itu hilang hilanglah cinta tersebut, bersma dengan harta warisan yang hilang sehabis berfoya foya. Kemudian jatuhlah si bungsu dalam perbudakan, perbudakan adalah pemenuhan nafsu nafsu dalam bentuk kekayaan, kekuasaan, dsb. Perbudakan inilah sebenarnya yang membuat si bungsu harus mencari di negri yang jauh, mencari tetapi tanpa pernah menemukan. 

Menurut Mary Ann Si bungsu menyatakan diri mencari kasih tetapi sebenarnya ia hanya melakukan pemenuhan nafsu. Dan saat ia hanya jatuh dalam pemenuhan nafsu di saat itulah ia mengalami perbudakan

C. Lukas 15:17-19 Di dalam Kehilangan

Lalu ia menyadari keadaannya,katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.

18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,

19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.

Hultgren melihat bagian ini merupakan pertobatan seorang anak yang hilang, di kesadaran-nya maka ia pun bertobat. Menjadi hamba adalah bentuk kepasrahan, permintamaan maaf kepada ayahnya. Ditengah kelaparannya si bungsu mulai mengingat bahwa hamba ayah nya saja memiliki makanan yang cukup. Seorang hamba bayaran dalam tradisi yahudi jelas tidak memiliki hubungan apapun denga tuannya. 

Ia hanya ditugaskan untuk berkerja siang hari di ladang dan mendapat jaminan makan dari Tuannya. Saat si bungsu menyatakan diri jadikan saja dirinya hamba menurut Hultgren sebenarnya ia masih mempercayai bahwa ayahnya memiliki kasih pengampunan yang besar. Keberanian si bungsu menurut Hultgren pasti didasari oleh kepercayaan si bungsu bahwa sang bapa maha pengampun, karena begitu banyak kesalahannya. 

Disinilah makna pertobatan ditekankan juga menurut Hultgren, di tengah mengalami keterburukan itu bungsu mulai menyadari apa cinta yang sebenarnya, bahwa miskin, kaya, gembira, sedih berharha, ataupun, tak berharga ia tetaplah anak bapa. Dan martabat keputraan dan kasih Bapa tetap ada bagi nya walaupun ia telah kehilangan hal itu. saat ia ingin diperlakukan seperti hamba sebenarnya ia adalah putra yang juga dikasihi. Hal inilah yang membuat dia bertobat dan layak hidup menjadi putra.

Tetapi nouwen berkata lain bungsu berlum sampai pada tahap itu. Yakin ia anak ayahnya tetapi iya tidak yakin apakah masih ada kasih Bapa untuknya. Maka dari itu ia menyiapakan alasan sebagai seorang upahan, bila Hultgren menyatakan bungsu yakin ia tetap lah anak Bapa dan Bapa akan mengampuninya, tetapi ia tak layak menjadi anak maka dalam rangka pengampunan dosa ia menawarkan diri menjadi hamba. Sedangakan nouwen berpendapat bungsu sadar bahwa ia masih anak tetapi ia ragu pada pengampunan bapa sehingga ia menjadi hamba. 

Nouwen menyatakan pertobatan yang diharapkan si bungsu bukan dalam ranah terang kasih Allah yang dinyatakan Hultgren, tetapi dalam rangka keselamtan pribadi supaya bungsu tetap berthan hidup. Allah Sang Bapa itu tetaplah seorang yang kejam dan akan menghukum ia menjadi budak walaupun ia akan mendapat makan. 

Kemudian Nouwen mengajak kita berrefleksi apakah kita juga berfikir demikian terhadap Allah. Kita membiarkan dosa kita berupa kesalahan masa lalu menghalangi rencana Allah untuk mengahapusnya dan memberi awal baru. Kita terjebak dalam kegelapan kita sendiri dan menganggap kita tak layak untuk diselamatkan Allah.

D. Lukas 15:20-24 Perjalanan Pulang dan Pelukan Bapa

Lukas 15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.

21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.

22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.

23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.

24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.

Sang Bapa lari memeluk dan mendapatkan anaknya. Dalam tradisi Greco roma hal ini memalukan untuk dilakukan seseorang yang terhormat akan berjalan dengan terhormat pula. Tetapi sang Bapa tidak mempedulikan itu dan langsung memeluk anaknya. Seperti yang dikatakan Nouwen Sang Bapa tidak mempedulikan lagi apa kesalahan masa lalunya ia hanyabersukacita atas kembalinya sang anak. 

Bila kita kembali ke lukisan Rembrant kita bisa melihat bagaimana tangan Sang Bapa dalam memeluk si Bungsu tangan kiri tampak begitu kuat dan berotot. Tetapi berbeda dengan tanga kanan, tangan kananya tidak memegang tidak mencengkram tampak sangat lembut. Kalau tangan kiri lebih maskulin, maka tangan kanan lebih feminim. Di dalam gambaran sang Bapa versi Rembrandt maka ada pelukan Bapa dan Ibu sekaligus kepada si bungsu. Dan bila kita melambangakan Bapa sang kepala keluarga sebagai Allah maka kita akan melihat dua sisi ke bapa an dan ke ibu an Allah. 

Bila gambar tangan Maskulin sejajar dengan kaki bungsu yang tertutup sedang Feminim sejajar dengan kaki yang terbuka dan terluka. Tidakkah itu berarti satu tangan menguatkan meneguhkan, dan memapukan serta tangan yang satunya melindungi yang rawan. Begitu juga jubah yang besar sang ayah kalau kita cermati, jubah merah yang dipakai sang bapa saaat membungkuk dan memeluk si bungsu tampak seperti kemah yang menanungi anaknya, atau sperti sayap induk burung yang menaungi anaknya.Dan Sang Anak bungsu kembali kepada pelukan sang Bapa.

Bagian II: Rekonsiliasi

A. Lukas 15:25-32 Hilang dalam Keirihatian

Lukas 15:25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.

26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.

27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.

28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.

29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.

30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.

31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.

32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Lukas 15:25-32 ITB)

Kembali ke lukisan anak sulung yang selalu di rumah yang selalu bersama sama dengan bapanya di rumah. Ternyata digambarkan rembrandt mirip dengan Sang Bapa baik janggutnya ataupun jubah lebarnya. 


Hal ini jelas mempunyai banyak kesamaan penulis menilai rembrandt mencaoba mengatakan bahkan si sulung pun yang selalu bersama dengan bapa nya yang digambarkan rembrandt dengan kemiripan malah bersikap berbeda. Keirian jelas terlihat dalam pendapatnya. Ia tidak pernah mendapat apa yang didapat oleh adiknya dan ia merasa selebrasi untuk adiknya adalah omong kosong[. Pertentangan inilah yang terjadi diantara keudanya. Sang anak sulung menyatakan adiknya tidak layak lagi mendapat kasih dari ayahnya.

B. Ayah Sang Rekonsliator

Sang ayah disini sekrang berperan sebagi seorang rekonsiliator yang mencoba mendamaikan . Ia menerima sikap kedua anaknya, ia mengatakan ya kepada keduanya tetapi bukan karena yang satu bertobat dan yang satu berkata kebenaran. tetapi karena sang ayah mengakui bahwa keduanya mempunyai kekurangan. 

Kelebihan sang ayah adalah karena ia tidak pernah menghakimi atau membela salah satu pihak ia hanya mengambil insiatif atas tindakan kedua anaknya dan tidak memaksakan kehendak pada sulung ataupun menolak keinginan pergi si bungsu. Kekuatan terbesar dan kelemahan terbesar sang ayah adalah saat mengikuti keinginan kedua anaknya dan tak memihak di salah satu pihak.

Kesimpulan

A. Anak Anak yang Hilang

Perumpamaan “Anak yang Hilang” adalah golongan perumpamaan yang memiliki konteks, yaitu nasihat kepada orang Farisi. Jadi dalam hal ini, tafsiran harus memperhitungkan konteks yaitu latar belakang audiens.

“Anak yang Hilang” dituturkan karena kedekatan Yesus dengan kaum berdosa yaitu para pemungut cukai, perempuan-perempuan berdosa dan orang-orang lain yang secara sosial dikucilkan di masa itu.Hal ini menyebabkan ahli Taurat berseberangan pendapat dan mempertanyakan pelayanan Yesus. Perumpamaan ini juga didengar oleh golongan berdosa tersebut (pemungut cukai dan lain-lain). 

Golongan ini dapat langsung mengerti bahwa mereka adalah karakter si bungsu, karena orang Yahudi di jaman ini melalui nabi Yeremia sadar bahwa mereka adalah bangsa yang suka melawan Tuhan. Kejahatan sosok si bungsu digambarkan Tuhan Yesus dalam simbol “telah bekerja kepada majikan yang memelihara babi”. Melalui konteks sosial hal ini menginformasikan bahwa si bungsu telah bekerja kepada orang yang memusuhi ajaran Taurat (Allah) karena babi adalah binatang yang tidak mungkin dipelihara oleh orang Yahudi. Audiens pastilah sangat memahami bahwa dosa si bungsu sangatlah besar.

Selanjutnya diceritakan bahwa anak bungsu menyadari dosa dan kembali kepada bapanya. Bapanya secara luar biasa menyambut anak yang hilang dengan pesta dan tari-tarian. Audien akan tersentuh dan mendapat gambaran betapa besar anugerah pengampunan dari sang bapa. 

Sosok bapa dalam perumpamaan ini diterima secara jelas oleh audien sebagai simbol dari Bapa di Sorga.Paparan perumpamaan “Anak yang Hilang” sering berhenti di bagian ini saja dan secara terburu-buru menggarisbawahi tema pengampunan tanpa batas kepada orang berdosa. Selama ini perumpamaan “Anak yang Hilang” diberitakan dengan tekanan kepada sikap anak bungsu yang bertobat.

Dengan lebih jauh menempatkan audien dari perumpamaan ini yaitu orang Farisi, perumpamaan ini memiliki makna lain. “Anak yang Hilang” pada bagian berikutnya, yaitu komplain anak sulung akan penyambutan bapa kepada si anak bungsu. Si sulung mengucapkan “Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah melanggar perintah bapa.” Kalimat ini adalah identifikasi orang Farisi yang “tidak pernah melupakan Taurat”. 

Audien utama perumpamaan ini adalah orang Farisi yang secara cerdik disebut Tuhan Yesus dengan penyanjungan “tidak pernah melupakan Taurat” sekaligus ironi karena kemudian justru karakter anak sulung ini adalah karakter yang tidak mengerti kehendak sang bapa. Yesus dalam paparannya “Ada seseorang mempunyai dua anak laki-laki” mengajarkan tentang keadilan bapa yang ditegaskan dalam kalimat “engkau (sebenarnya telah) selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku (telah menjadi) kepunyaanmu”. 

Yesus hendak menjelaskan kepada orang Farisi tentang pelayananNya kepada kaum dikucilkan adalah misi yang benar. Terakhir ditambahkan bahwa seseorang yang “telah bersama-sama bapa” seharusnya turut bersukacita jika ada orang lain juga bisa kembali bersama-sama dengan Bapa. Sebesar apapun dosa orang itu jika ia kembali kepada Bapa ia akan diterima.

Refleksi

Pada bagian pertama yaitu pertobatan penulis mencoba memparkan bagaimana kasih Allah sebagai metafor seorang bapa pada perumpamaan anak yang hilang ini. Allah yang sebenarnya mau mengampuni dan memaafkan, hanya kita tetap saja terjebak dalam dosa masa lalu kita sehingga merasa tisak pantas untuk diselamatkan. Tetapi sebenarnya Sang Bapa tidak peduli akan hal itu malah ia hanya ingin agar kita dapat membuka hati kita untuk jamahan Nya sehingga ia dapat mengahapus dosa masa lalu kita. 


Nouwen mengatkan kita sendirilah yang memilih untuk diselamtakan atau tidak maka kita sendiri yang dapat memilih hidup atau mati. Kemudian permasalahan mengenai konflik si Bungsu dan si Sulung iri hati menjadi kunci dari permaslahan ini, mungkin kita juga akan merasakan begitu bahwa kita yang semenjak lahir Kristen misalnya malah diajari oleh orang yang baru masuk Kristen. Atau mungkin pada masa Yesus kecemburuan orang Farisi kepada golongan tertindas seperti org samaria, pengumut cukai, orang cacat yang lebih sering dikunjungi Yesus daripada mereka. 

Dan sekarang Sang Bapa harus menjadi seorang rekonsliator yang memafsilitasi perdamian antara kedua anaknya. Sang bapa yang bersikap tidak membela salah satu dan bersikap netral adalah contoh figur agen perdamaian yang tepat. Bapa mau menerima kekurangan anak anaknya ia tidak menuntut ia hanya mengikuti perkembangan anaknya tanpa harus memaksakan kehendaknya tapi tetap mempunyai inisiatif dalam bertindak, seperti saat ia menasehati Sulung. Konsep Bapa sang agen perdamian inilah yang harus kita bawa dalam penaganan konflik.

Tuhan Memberkati semua orang tetapi kita tetap orang yang hidup rusak dengan senjata terkokang-

Ingatlah bahwa Tuhan selalu memberkati semua orang walaupun kita adalah rongsokan yang selalu mengulangi dosa dan menciptakan konflik. Dan berkat itu hanya akan datang bila kita mau membuka diri sadar, dan kembali menuju Rumah Bapa kita.

Next Post Previous Post