YAKOBUS 2:13 (BELAS KASIHAN MENANG ATAS PENGHAKIMAN)

Kata ‘belas kasihan’ muncul sebanyak dua kali dalam surat Yakobus, yaitu: “Sebab Allah tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada orang yang tidak mengenal belas kasihan. Tetapi belas kasihan lebih kuat daripada hukuman!” (Yakobus 2:13 BIS) dan “Tetapi orang yang mempunyai kebijaksanaan yang berasal dari atas, ia pertama-tama sekali murni, kemudian suka berdamai, peramah, dan penurut. Ia penuh dengan belas kasihan dan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik. Ia tidak memihak dan tidak berpura-pura” (Yakobus 3:17 BIS). 
YAKOBUS 2:13 (BELAS KASIHAN MENANG ATAS PENGHAKIMAN)
otomotif, insurance
Dari kedua ayat ini dapat dilihat bahwa Yakobus mengaitkan belas kasihan dengan penghakiman dan juga hikmat yang dari Allah. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki hikmat dari Allah memiliki sikap belas kasihan. Sebaliknya, orang yang tidak menunjukkan belas kasihan tidak memiliki hikmat dari Allah dan pada waktu penghakiman akan dihakimi oleh Allah sesuai dengan perbuatannya. 

Kita yang telah menerima belas kasihan Allah, demikian juga sudah seharusnya kita berbelaskasihan kepada orang lain. Chrysostom menegaskan, jika kita mengampuni dosa orang lain yang telah mereka lakukan terhadap kita dan memberikan sedekah kepada orang miskin dan membutuhkan di antara kita, maka belas kasihan Tuhan akan membebaskan kita dari penghakiman. 

Tetapi jika sebaliknya, kita tidak berwatak baik terhadap orang-orang di sekitar kita, kita akan menerima hukuman yang diberikan kepada hamba yang jahat itu, bersama dengan pembalasan yang disebutkan dalam Doa Bapa Kami. Karena di sana kami meminta Tuhan untuk mengampuni kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami, (Matius 6:12) tetapi jika kami tidak mengampuni mereka, kami juga tidak akan diampuni

Jhon Crysostom dalam komentarinya ini menyatakan dengan jelas bahwa setiap orang yang penuh belas kasihan tidak akan sulit mengampuni orang yang menyakiti, dalam hal ini memberikan pengampunan supaya diri sendiri akan memperoleh belas kasihan dan pengampunan dari Allah. Sebab tanpa belas kasihan maka pengampunan akan sulit ditunjukkan kepada orang lain. 

Mereka yang memberi pengampunan dalam belas kasihan memudahkan diri sendiri untuk menuju hidup kekekalan bersama dengan Tuhan. Yohanes Sekundar menegaskan bahwa mengampuni sesama supaya mendapat pengampunan dari Bapa. Dalam doa Bapa kami yang diajarkan oleh Yesus ada ungkapan: “Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Matius 6:12). 

Jadi, hal ini menyadarkan semua orang percaya yang sangat sulit memberikan pengampunan kepada sesama, kita pun harusnya ingat bahwa kita juga orang yang berdosa yang membutuhkan pengampunan dari Bapa. Dalam doa Bapa kami di sini Matius menyampaikan kepada semua orang percaya untuk meneladani Tuhan Yesus yang selalu memberikan pengampunan tanpa batas. Jika tidak memberikan pengampunan maka akan mengalami konsekuensi dari Allah yaitu penghakiman akhir.

Penghakiman dari Allah berlaku kepada orang yang menyia-nyiakan belas kasihan dari Allah, yaitu mereka yang tidak membagikan belas kasihan yang diberikan Allah kepadanya. Jadi, belas kasihan kepada orang lain adalah kunci atau penentu apakah kita menerima penghakiman dari Allah.

Setiap manusia harus memiliki belas kasihan kepada sesama. Clement of Alexandria menyatakan bahwa sebagai anak-anak Tuhan harus berbelas kasihan kepada sesama, termasuk memberikan pengampunan kepada orang yang menyakiti, jangan menghakimi melainkan berbelas kasihan kepada mereka yang membenci, dalam hal memberikan pengampunan agar diri sendiri akan memperoleh belas kasihan dan dosa kita pun di ampuni oleh Allah. Itulah alasan sebagai orang percaya harus berbelas kasihan karena hidup dengan penuh belas kasihan maka ia tidak akan sulit untuk mengampuni dan hidupnya jauh dari pertikaian.

Hendi menuliskan bahwa belas kasihan Tuhan itu ialah kesabaran yang tak terhingga, tak terbatas, dan terus memberi kesempatan kepada manusia sampai menghasilkan yang baik. Belas kasihan Tuhan yang tak terbatas ini akhirnya tidak mendatangkan murka dan penghukuman melainkan memberi pengampunan. 

Tanpa belas kasihan seseorang kepada orang lain, maka orang itu pun tidak memperoleh belas kasihan dari Allah. Dengan belas kasihan seseorang kepada orang lain, Allah sendiri akan membalasnya dengan memberikan berbelas kasihan pada saat penghakiman sehingga tidak binasa melainkan memperoleh keselamatan atau bebas dari penghakiman akhir.

Sebagai orang percaya, harus meneladani kerahiman Allah di mana dalam belas kasih-Nya menyatakan pengampunan-Nya kepada umat manusia. Inilah yang dikatakan Paulus di dalam Efesus 4:32 bahwa, “Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” 

Dalam hal ini Paulus mengajak pengikut Kristus untuk mengambil bagian dalam menyalurkan kasih-Nya dengan cara memberi pengampunan bagi sesama sebagai bukti bahwa mereka telah menerima pengampunan dari Tuhan oleh karena belas kasih-Nya. 

John Chrysostom berpendapat bahwa mengampuni itu berguna untuk kebaikan jiwa kita dan juga sekaligus sebagai tindakan kebajikan bagi yang menerima pengampunan.19 Jadi, ketika memberi pengampunan kehidupan akan terus dibaharui sehingga menjadi sama seperti hati Kristus yang berbelas kasih untuk kepada setiap manusia.

William Barclay menyimpulkan perkataan Yakobus “belas kasihan menang atas penghakiman” artinya pada hari penghakiman akan ada orang-orang yang akan menang dari penghakiman karena dalam diri mereka telah menerapkan belas kasihan. Jadi, orang yang memiliki belas kasihan adalah orang yang bebas dari penghakiman Allah dan beroleh pembebasan dari Allah sebab mereka telah mengasihi orang lain. Allah sendiri yang mengatakan jika seseorang menghakimi sesama, maka Allah juga akan menghakimi seseorang dan jika membebaskan (mengasihi) sesama kita maka Allah juga mengasihi kita (Matius 7:2).

Belas Kasihan Menang Atas Penghakiman (Yakobus 2:13)

Belas kasihan adalah suatu tindakan mengampuni orang yang bersalah. Oecumenis menegaskan bahwa jika mau mengampuni orang yang berdosa, maka belas kasihan Tuhan akan membebaskan manusia dari penghakiman. Ini berarti mengampuni orang sama dengan membebaskan diri sendiri dan mendapatkan belas kasihan dari Allah (Matius 6:15). Hendi menegaskan bahwa mengampuni orang lain berarti sedang meminta Tuhan untuk mengampuni dosa sendiri (Matius 6:12; 5:17). 

Allah telah memberikan teladan yang paling utama dalam mengampuni dan seharusnya semua orang percaya mengampuni sama seperti Dia. Di sini orang percaya mengajak orang lain untuk melihat Allah yang penuh kasih. Herry mengatakan bahwa pengampunan adalah aspek penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan orang percaya. Kebanyakan orang mengaku ia adalah orang percaya tetapi sulit untuk memberi pengampunan yang penuh hati bagi sesamanya.

Tuhan mengajarkan setiap manusia memiliki hati yang mau mengampuni. Mengapa? Karena manusia lebih dahulu menerima pengampunan dari Allah. Pengampunan yang manusia terima adalah pengampunan yang seutuhnya berasal dari Allah (pengampunan dari dosa). Ini artinya pengampunan tersebut yang membebaskan manusia. 

Namun, masih banyak manusia termasuk orang percaya menyalah gunakan pengampunan yang Allah berikan, mereka hanya fokus pada pengampunan saja tetapi tidak mengerti bahwa di balik pengampunan tersebut ada belas kasihan atau anugerah Allah di dalamnya. Sukendar mengatakan bahwa pengampunan selalu berhubungan erat dengan kematian Kristus di kayu salib di mana darah-Nya tercurah untuk menanggung dosa kita yang berarti ada pengampunan atau pembebasan atas setiap dosa. 

Surip Stanislaus menjelaskan bahwa mengampuni berarti membawa, mengangkat, atau menanggung.  Ini artinya bahwa dosa ditanggungkan melalui penyaliban Yesus. Namun dalam tulisannya Herry lebih menyoroti bahwa pengampunan itu ada karena belas kasihan Allah kepada manusia, untuk itu manusia khususnya orang percaya di harapkan memiliki belas kasihan dalam hidupnya dan menggunakan belas kasihan itu sebagai alat untuk menyalurkan cinta kasih Tuhan bagi setiap orang percaya ataupun orang yang belum percaya kepada Yesus Kristus. 

Oleh sebab itu pengampunan yang diberikan oleh Tuhan melalui belas kasih dan pengorbanan-Nya menjadi acuan setiap orang percaya untuk mengampuni sama seperti Tuhan yang telah memberi pengampunan tanpa batas kepada semua manusia. Maka Allah memberikan pengampunan kepada orang yang mau mengampuni orang lain. Jadi, mengampuni orang lain adalah kunci memperoleh pengampunan dari Allah (Matius 6:14).

Bukti orang percaya memiliki belas kasihan adalah mengampuni. Mengampuni orang lain berarti diri sendiri sedang memperbaiki hubungan dengan Allah dan sesama. Ketika orang lain melakukan kesalahan dan tidak mau mengampuni berarti relasi dengan Dia sedang terputus. Ketika relasi dengan sesama terputus berarti relasi dengan Tuhan juga terputus, karena tidak mungkin bisa mengasihi Allah yang tidak kelihatan jika sesama yang kelihatan saja tidak kasihi. 

Untuk memulihkan kembali relasi itu diri sendiri dituntut harus mengampuni, sebab relasi dengan sesama manusia menentukan relasi kepada Allah (1 Yohanes 4:20-21). Jika relasi dengan sesama terputus berarti relasi dengan Allah juga sedang terputus.

Mengampuni orang lain berarti menang atas penghakiman. Menang dari penghakiman berarti bebas dari penghakiman Allah. Chrysostom menegaskan bahwa orang yang mau mengampuni adalah orang yang dibebaskan dari kegelapan api yang tidak pernah padam, bebas dari kertakan gigi (Markus 9:44-48).

Ini menunjukkan bahwa mengampuni menentukan kehidupan seseorang di hari penghakiman Allah. Di saat orang percaya tidak mau membebaskan orang lain dari kesalahannya berarti orang tersebut sedang membiarkan diri sendiri dihakimi oleh Allah. Jadi, penghakiman yang diberikan Allah tergantung diri sendiri dan relasi dengan sesama.

Setiap orang percaya yang tidak ingin mengampuni, dia pun tidak akan menerima pengampunan baginya sendiri sekalipun mengaku sebagai orang yang percaya Yesus. Di dalam Matius 6:14-15 dikatakan, “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” Tanpa mengampuni terlebih dahulu maka pengampunan dari Bapa tidak akan diterimanya. Sebab memberi pengampunan kepada orang lain adalah sebagai ciri dan tanggung jawab setiap orang percaya. Karnia menuliskan bahwa apa yang di praktikkan seseorang sebenarnya merupakan manifestasi dari keyakinannya.

Mengimani Allah yang telah mengampuni semestinya akan mendorong manusia untuk mengampuni. Ini artinya bahwa pengampunan yang akan di terima dari Bapa yang di surga tergantung bagaimana kita memberi pengampunan kepada orang lain. Ketika tidak dapat memberi pengampunan, maka pengampunan dari Bapa tidak akan kita terima.

George Leo Haydock menegaskan bahwa penghakiman tanpa belas kasihan adalah peringatan bagi mereka yang tidak memiliki belas kasihan. Yesus sendiri mengatakan berbahagialah mereka yang penuh dengan belas kasihan karena mereka akan mendapatkan belas kasihan (Matius 5:7).

Goldie Bristol mengutip pernyataan David Augsburger menjelaskan bahwa belas kasihan memiliki kekuatan untuk memulihkan keadaan yang sekarang, menyembuhkan yang akan datang dan membebaskan diri dari masa lalu (kesalahan yang telah di lakukan). Belas kasihan yang ditunjukkan memiliki kemampuan untuk memulihkan hubungan baik dengan masa lalu, masa sekarang, maupun yang akan datang. Hanya orang yang memiliki belas kasihan yang memperoleh kebahagiaan, sebab mereka terbebas dari penghakiman Allah, yaitu hukuman Allah pada penghakiman Akhir.

Implikasi Bagi orang percaya

Pada masa kini banyak orang percaya yang tidak menyalurkan belas kasihan kepada sesama justru mereka lebih memilih untuk menghakimi, dan tidak mengampuni. Setiap orang percaya telah menerima pengampunan dari belas kasihan Tuhan. Dan belas kasihan itu seharusnya ada di dalam diri setiap kita untuk dapat mengampuni orang lain sama seperti apa yang Tuhan berikan untuk kita semua orang percaya. 

Orang percaya diperintahkan untuk tidak menghakimi, ini seharusnya menyadarkan setiap orang percaya belajar dari pribadi Paulus yang kemudian sadar bahwa menghakimi bukanlah wewenang dari pada dirinya. Paulus jauh di dalam hatinya tahu bahwa penghakiman tidak bisa dilakukan jika belum waktunya, waktu di sini tentunya menunjuk pada waktu Tuhan. 

Penghakiman akan terjadi pada saat kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Ia akan menerangi kegelapan di mana kejahatan yang selama ini mungkin saja tersembunyi sampai tidak dapat dihakimi dan semua orang akan melihat dengan transparan hal-hal yang perlu dihakimi oleh Allah (1 Korintus 5:12; 4:5).

Yang harus dilakukan setiap orang percaya yang sudah menerima belas kasihan dari Allah adalah memiliki hati yang tulus untuk dapat memaafkan terlebih dahulu agar pengampunan dapat dilepaskan untuk sesama. Semangat pengampunan seharusnya menjadi bagian dari pada kehidupan kerohanian kita, Aphrahat the Persia mengatakan betapa indahnya doa dan betapa bersinarnya karya-karyanya. Doa diterima oleh Allah ketika disertai dengan perbuatan baik, dan didengar ketika muncul dari semangat pengampunan. Doa selalu dijawab ketika itu murni dan tulus.

Jadi sebagai orang yang sudah menerima belas kasihan Tuhan seharusnya membersihkan hati yang masih kotor akan dosa dendam karena tidak mau melepaskan pengampunan dan masih memiliki hati yang selalu ingin menghakimi sesama dengan tolak ukur keadilan. Allah adalah Allah yang adil. 

Jadi di sini jelas bahwa apa pun yang dilakukan akan dikembalikan sangat adil kepada kita. Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak akan menuai juga banyak (2 Korintus 9:6). Jadi sebagai orang percaya yang telah menerima belas kasihan dari Tuhan dan pengampunan sudah seharusnya menyalurkan belas kasihan tanpa batas dan mengajak orang lain untuk melihat Allah yang penuh kasih.

Kesimpulan: Belas Kasihan Menang Atas Penghakiman (Yakobus 2:13)

Belas kasihan merupakan hal yang penting dan menjadi pusat dari kehidupan manusia. Belas kasihan dinyatakan melalui perbuatan kita selama di dunia. Apabila belas kasihan tidak diterapkan maka menimbulkan penghakiman dari Allah. oleh sebab itu manusia membutuhkan belas kasihan dari Allah. manusia yang telah memperoleh belas kasihan dari Allah harus menyalurkan belas kasihan itu kepada sesamanya. 


Setiap orang Kristen seharusnya sadar akan pentingnya belas kasihan. Bukan hanya orang miskin yang membutuhkan belas kasihan, tetapi semua orang membutuhkannya. Kesadaran akan hal inilah yang mengingatkan kita untuk memiliki belas kasihan terhadap sesama. Bukti kita memiliki belas kasihan adalah dengan mengampuni orang yang bersalah terhadap kita. 

Dengan belas kasihan seseorang kepada orang lain, Allah sendiri akan membalasnya dengan memberikan belas kasihan pada saat penghakiman sehingga tidak binasa melainkan memperoleh keselamatan atau bebas dari penghakiman akhir.. Karena dengan mengerjakan belas kasihan kita pun akan mendapatkan belas kasihan dari Allah. Sebaliknya jika kita tidak memiliki belas kasihan kita pun tidak akan mendapatkan belas kasihan.

Pada saat penghakiman orang yang memiliki belas kasihan akan mendapatkan belas kasihan dari Allah dan orang yang tidak memiliki belas kasihan terhadap sesamanya dan tersebut akan mendapatkan penghakiman dari Allah. 

Belas kasihan merupakan sumber dari pengampunan untuk memperoleh belas kasihan kita harus meminta belas kasihan tersebut dari Allah yang adalah sumber dari belas kasihan Belas kasihan inilah yang membebaskan dan memenangkan setiap orang percaya dari penghakiman Allah. Jadi seluruh artikel ini berusaha untuk menunjukkan bahwa belas kasihan adalah kunci untuk menang dari penghakiman Allah serta mengajak semua orang percaya untuk memiliki belas kasihan. Meriana Zega
Next Post Previous Post