4 MAKNA BAIT ALLAH DALAM 1 KORINTUS 3:16-17

Dalam 1 Korintus 3:16-17, Paulus menegaskan kepada jemaat di Korintus empat kebenaran penting berkaitan dengan kehidupan Kristen sebagai komunitas Allah dengan menggunakan metafora Bait Allah, bahwa mereka adalah Bait Allah, bahwa Bait Allah merupakan tempat kediaman Allah, bahwa Bait Allah itu tidak boleh dibinasakan dan Bait Allah itu kudus. Keempat kebenaran ini adalah kebenaran yang mendasar (tidak dapat dibantah, harus diterima secara positif), dan patut dipahami dengan baik sehingga dapat memberi dampak yang berkelanjutan dalam realitas hidup sehari-hari. Berikut ini pembahasan keempat poin tersebut secara spesifik.
4 MAKNA BAIT ALLAH DALAM 1 KORINTUS 3:16-17
otomotif, bisnis, keuangan
1. Bait Allah adalah Kumpulan Orang Percaya (1 Korintus 3: 16b, 17d)

Penegasan Paulus kepada jemaat di Korintus bahwa mereka adalah Bait Allah terdapat dalam kalimat (naos theou este) yang secara literal berarti kamu (sekalian) adalah bait Allah.

Penggunaan bentuk “kamu” dalam bentuk jamak (empat kali bentuk “kamu” jamak dalam 1 Korintus 3:16-17) dalam kalimat ini mengindikasikan bahwa yang dimaksud atau yang menjadi tujuan penekanan Paulus adalah jemaat di Korintus secara keseluruhan. Ini berarti Rasul Paulus hendak menyatakan bahwa jemaat (sebagai kumpulan orang percaya) sesungguhnya adalah bait Allah. Dalam bagian lain, yaitu pasal 6:19, Rasul Paulus juga menggunakan pola yang sama, di mana ia menggunakan kata “kamu” dalam bentuk jamak.

Walau ada penafsir yang berpandangan bahwa ayat-ayat ini mengacu kepada orang percaya secara individual, tetapi lebih baik ayat ini (1 Korintus 3:16-17) dipahami dalam bentuk gramatikalnya di mana yang dimaksudkannya adalah orang percaya secara kolektif. Pengenalan terhadap bahasa Yunani dari Paulus ini menunjukkan bahwa di sini Paulus tidak memikirkan individu-individu Kristen sebagai Bait Allah, melainkan persekutuan orang beriman di Korintus.

Tidak dapat dipungkiri bahwa ada hubungan yang erat antara orang percaya secara personal dengan orang percaya secara kolektif. Tidak mungkin ada jemaat (sebagai suatu perkumpulan orang yang percaya), jika tidak ada pribadi-pribadi yang sepakat untuk berkumpul bersama sehingga menjadi sebuah kumpulan kolektif. Donald Guthrie juga mengatakan bahwa, “keseluruhan orang percaya sebagai tempat kediaman Allah, juga berarti setiap orang Kristen adalah rumah Allah.”

Mengingat surat Korintus ditujukan kepada jemaat secara umum, maka lebih baik (khususnya mengenai pengajaran dalam pasal 1 Korintus 3:16-17 ini) dipahami dalam konteks ini. Tentu saja tidak dapat disangkal bahwa pokok yang diajarkan secara kolektif mempunyai implikasi personal yang sangat signifikan.

Dalam ayat 17 bagian akhir, penegasan mengenai jemaat sebagai bait Allah tersurat dalam (gar naos tou theou hagios estin, hoitines este humeis). Konstruksi kalimat ini seluruhnya berbentuk jamak, menunjuk kepada orang percaya secara kolektif. Kata ini lebih baik diterjemahkan: dan Bait Allah itu ialah kalian (kamu sekalian).

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bait Allah yang dimaksudkan dalam bagian ini adalah jemaat sebagai kumpulan orang percaya. Pengenaan makna ini menguatkan kebenaran yang jelas terlihat dalam penggunaan kata ekklesia yaitu menunjuk kepada kesatuan gereja dalam keanekaragamannya.

2. Bait Allah Adalah Tempat Kediaman Allah (1 Korintus 3:16c)

Pengajaran Paulus tentang bait Allah dalam ayat 16c ini adalah bahwa bait Allah merupakan tempat kediaman Allah.

Dalam terjemahan LAI, ayat ini berbunyi; “Roh Allah diam di dalam kamu,” dalam terjemahan FAYH; “Roh Allah hidup di antara saudara di dalam rumah-Nya,” dalam terjemahan BIS; “Roh Allah tinggal di dalam kalian,” dalam terjemahan CEV; “His Spirit lives in you”, dalam terjemahan NKJV; “The Spirit of God dwells in you.”

Dari keempat terjemahan ini, terjemahan BIS cukup baik, meskipun lebih baik menggunakan kata“ berdiam” dari pada kata “tinggal” Berdasarkan ayat ini, jelaslah bahwa kumpulan orang percaya adalah habitation of God. Sebagaimana bangunan bait Allah merupakan lambang tempat kediaman Allah ditengah-tengah umat Israel, maka di dalam jemaat, Allah berdiam ditengah-tengah mereka. Jemaat adalah umat yang ditebus oleh Allah sendiri, sebagaimana Israel adalah umat yang dipilih Allah sendiri.

Makna dari frasa ini hanya dapat dipahami dengan baik jika frasa ini dikaitkan dengan frasa sebelumnya (Yunani: naos tou theou). David Peterson menyatakan bahwa: The expression naos tou theou marks out the Corinthian church as the divine sanctuary where God’s Spirit dwells. The imagery reflects the Old Testament idea that God was specially present in the midst of his people (e.g. Ex. 29:44-46; 33:14-16; Ps. 114:2). Prophecies about the restoration of Israel after the Babylonian exile included the promise of the gift of God’s Spirit, as the means by which he would dwell in or among his people and bless them in a new way (e.g. Joel 2:28-32; Is. 44:3-5; Ezk. 36:27-28; 37:14). The hope of a new temple, which was another way of speaking about the ultimate renewal of God’s people, finds expression in the reality of the Christian congregation!

Sebagaimana pandangan di atas, dapatlah dikatakan bahwa Paulus mengadopsi gagasan dari PL dan mengenakannya dalam pengajaran mengenai bait Allah kepada jemaat Korintus, bahwa bait Allah adalah tempat kediaman Allah, sebuah perwujudan pengharapan yang baru tentang pemulihan umat Allah. Sehubungan dengan hal ini, Donald Guthrie menyatakan bahwa:

Hal ini bukan hanya memperlihatkan adanya perkembangan dalam pemikiran, yaitu menggantikan hal yang bersifat lahiriah dengan yang bersifat batiniah, tetapi juga memperlihatkan bahwa suatu bangunan yang khusus bagi kediaman Allah tidak dibutuhkan lagi. Betapa pun bernilainya tempat kediaman Allah bagi Israel, namun Jemaat Kristen tidak memerlukan suatu tempat seperti itu. Gagasan tentang bangunan betul-betul menjadi kiasan dan karena itu bersifat rohani.

Dengan demikian, dalam konteks ini, kumpulan orang percaya dipandang sebagai tempat kediaman Allah. Allah tidak saja hadir dalam bangunan fisik, tetapi juga dalam komunitas (umat) yang dipilih-Nya. Akan tetapi, pandangan ini tidak boleh diartikan bahwa orang umat Allah tidak perlu lagi beribadah di dalam sebuah bangunan. Memang, kehadiran Allah lebih penting dari pada bangunan, tetapi Ia juga menghendaki agar umat-Nya beribadah kepada-Nya di suatu tempat yang dikhususkan bagi-Nya, yaitu gereja.

3. Bait Allah Itu Harus Dipelihara (1 Korintus 3:17a)

Sebagai tempat kediaman Allah, Bait Allah harus dipelihara dan bait Allah itu kudus. Penekanan rasul Paulus tentang kedua hal ini dikemukakan dalam ayat 17 ini. Dikatakan bahwa; “Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus ...(LAI)

Kata membinasakan yang berarti, merusak, menghancurkan, menyesatkan, memperkosa. Dari definisi ini, dapat dikatakan bahwa kata ini juga secara harfiah mengandung makna merana, menyia-nyiakan, juga digunakan untuk menyatakan sesuatu yang dilayukan atau dipudarkan atau dilisutkan dengan berbagai cara dan secara figuratif digunakan untuk menyatakan sesuatu yang diruntuhkan melalui pengaruh moral.

Dengan demikian, jelaslah bahwa merusakkan bait Allah yaitu persekutuan orang-orang percaya adalah dengan mengajarkan ajaran sesat yang membuat jemaat berkanjang dalam kehidupan daging yang tidak memuliakan Allah. Para pengajar jemaat harus memperhatikan hal ini dengan serius karena mereka yang tugas dan tanggung dalam mengajar jemaat. Bahaya pengajar palsu yang bisa menyusup ke tengah jemaat dan akan merusak kehidupan berjemaat, bisa merusak umat-Nya, yang berarti melawan Kristus.

Konsekuensi dari tindakan merusakkan bait Allah adalah “Allah akan merusakkan dia“. Maksud dari frasa ini sulit diartikan. Leon Morris mengatakan bahwa The word is not specific and cannot be pressed to mean either annihilation or eternal torment. Penafsir lain berpendapat bahwa frasa “Allah akan membinasakan dia” berarti Allah akan mengambil bagiannya dari buku kehidupan atau ia tidak akan mendapat bagian dalam buku kehidupan. 

Dari berbagai tafsiran yang muncul, penulis lebih cenderung dengan tafsiran David E Hall, K. Riedel dan David Ibrahim yang menyatakan bahwa maksud dari bagian ini menunjukkan bahwa Allah tidak akan membiarkan orang yang melakukan tindakan semacam itu, Allah akan menghukum dan membuat perhitungan dengan mereka.

Memerhatikan semua uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa Bait Allah harus dipelihara, tidak boleh dirusakkan atau dicemari dengan cara apa pun. Barang siapa merusakkan Bait Allah, Allah akan membuat perhitungan dengannya. Pemeliharaan bait Allah berkaitan pembangunannya, yaitu pembangunan rohani, dan hal ini dapat terjadi jika para pengajar jemaat sebagai rekan sekerja Allah (3:9) melakukannya dengan menjaga kemurnian pengajaran mereka. Orang yang dengan sengaja membuat bait Allah rusak akan berurusan dengan Allah sendiri karena adalah milik Kristus (3:23).

4. Bait Allah Adalah Kudus (1 Korintus 3:17c)

Setelah Paulus mengungkapkan bahwa bait Allah adalah kumpulan orang percaya, bahwa bait Allah merupakan tempat kediaman dan kehadiran Allah, dan bahwa bait Allah tidak boleh dihancurkan, maka dalam pengajarannya di ayat yang ke 17c ini, Paulus menyatakan bahwa Bait Allah itu kudus. Dikatakan dalam terjemahan LAI “Sebab Bait Allah adalah kudus... “

Kata “kudus” yang dipakai dalam bagian ini adalah hagios. Kata ini juga berarti suci, murni, dipisahkan. Menurut Strong, kata ini berasal dari kata hagos yang berarti sesuatu yang dashyat (an awful thing). Hagios berarti sacred (physically, pure, morally blameless or religious, ceremonially, consecrated). Dari definisi-definisi tersebut, hagios berkaitan erat dengan keadaan yang suci, murni, terpisah, yang secara moral sempurna; tak bersalah atau bercacat cela.

Dalam PL, kata yang dipakai untuk “kudus” adalah vdq (qadosy). Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Vol. I dikatakan bahwa qadosy dapat berarti ‘terpisah’ (dikhususkan) atau ‘terpotong dari’ digunakan terhadap keadaan terlepasnya seseorang atau suatu benda (supaya Tuhan dapat memakainya, dan dengan demikian terhadap keadaan orang atau obyek yang dilepas itu). Hagios mempunyai dasar pemikiran yang sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah.

Kekudusan adalah karakteristik fundamental Allah, yang dalam kitab Yesaya 6:3 “... Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam,” pernyataan Serafim kepada nabi Yesaya, ungkapan kudus disebutkan tiga kali yang dalam bahasa Ibrani merupakan ungkapan superlatif yang berarti maha kudus.

Baca Juga: 1 Korintus 5:5: Serahkan Kepada Iblis

Sebagaimana bangunan Bait Allah kudus, maka kumpulan orang percaya yang kepadanya dikenakan sebutan bait Allah juga adalah kudus. Korelasi inilah yang ditunjukkan Paulus dalam ayat ini. Kekudusan bukan saja berkaitan dengan bendawi, tetapi juga menunjuk kepada umat Allah sejati yang dipelihara dan dilepaskan oleh Tuhan dari kefasikan dan penghakiman. Persekutuan orang kudus merupakan umat Allah yang sejati, Israel eskatologis yang menerima janji Allah berkat keselamatan di dalam Kristus.

Kekudusan berkaitan erat dengan kehadiran Allah. Sebagaimana kehadiran Allah di bait Allah menguduskan tempat itu dan mereka yang melayani di dalamnya, demikian pula kehadiran Allah di tengah-tengah kumpulan orang percaya. Matius 18:20 menyatakan, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka
Next Post Previous Post