SARAN PRAKTIS MENGUJI NUBUATAN MASA KINI
Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
Berkaitan dengan karunia nubuat ada dua kesalahan ekstrem yang harus dihindari, yaitu: (1) mengangkat karunia nubuat pada suatu tingkat tidak bisa salah sehingga sama dengan otoritas Alkitab; (2) menganggap rendah nubuat, mengabaikannya dan menolaknya begitu saja. Rasul Paulus menasihati, “janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:20-21).
otomotif, gadget |
Catatan- Kata "bernubuat" (dalam bahasa asli naba') muncul pertama kali dalam Perjanjian Lama di Kitab Bilangan 11:25. Dalam terjemahan Indonesia itu diterjemahkan sebagai "kepenuhan seperti nabi" yang sesungguhnya lebih merujuk kepada sifat dari orang yang bernubuat itu sendiri.
Kata yang sama, yang diartikan sebagai "bernubuat" pada dasarnya digunakan untuk semua orang yang mengalami kepenuhan (baca: dikuasai Roh Allah) maupun untuk istilah lain yang konotasinya negatif yaitu kerasukan (seperti nabi-nabi Baal yang bertanding dengan Elia dalam 1 Raja-raja 18:29) atau dikuasai dan dipengaruhi roh-roh lain selain Roh Tuhan (seperti halnya nabi-nabi palsu atau orang-orang yang bernubuat palsu dalam Yeremia 5:31; 14:14-15; 29:21; Yehezkiel 13:16-17 dsb).
Dari titik ini kita bisa mulai menangkap mengapa ada nubuat palsu, tidak murni atau yang benar-benar menyesatkan. Itu karena seseorang bisa "bernubuat" oleh karena pengaruh roh yang lain di luar Roh Tuhan. Tugas kita, bukan kemudian menolak seluruh pelayanan nubuat, tetapi untuk membedakan mana yang memang berasal dari pengaruh Roh Kudus dan mana yang dikendalikan oleh roh-roh yang lain.
Dalama PB "Bernubuat" dalam bahasa Gerikanya, diterjemahkan oleh kamus Strong sebagai "berbicara oleh sebab inspirasi ilahi atau untuk memprediksikan sesuatu dengan pemikiran menyampaikan kejadian-kejadian di masa yang akan datang yang berkaitan dengan Kerajaan Allah; atau mengucapkan atau mendeklarasikan sesuatu yang hanya dapat diketahui melalui pernyataan atau penyingkapan ilahi. Termasuk dalam pengertian ini adalah menjalankan jawatan profetik atau bertindak seperti seorang nabi.
Orang-orang yang bernubuat bukanlah orang yang tak dapat keliru, karena itu setiap pernyataan yang diberikan melalui karunia nubuat (atau bahasa Roh dan tafsirannya) harus selalu diperiksa atau diuji dari segi firman Allah yang tertulis. Tepatlah apa yang dikatakan oleh French L. Arrington bahwa “tidak ada ucapan-ucapan nubuat yang dinyatakan sebagai nubuat yang benar sebelum nubuat itu diuji.” Ujian pertama yang menentukan benarnya suatu nubuat adalah kesesuaiannya dengan ayat-ayat Alkitab (1 Korintus 13:9; 1 Tesalonika 5:20-21; 1 Korintus 14:29; 1 Yohanes 4:1).
Ayat-ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa nubuat masih merupakan suatu karunia yang tidak sempurna. Kita harus memahami bahwa semua urusan Allah melalui manusia melibatkan unsur-unsur alami dan supernatural. Karena itu kemurnian nubuatan tergantung pada tingkat penyerahan kepada Allah. Dengan demikian, dalam menyampaikan nubuat selalu ada kemungkinan pencampuran. Inilah alasan mengapa kita perlu memeriksa, menimbang dan menguji nubuat.
Alasan lainnya mengapa kita perlu memeriksa, menimbang dan menguji nubuat adalah untuk mengetahui sumber dari nubuatan itu. Kevin J. Conner menyebutkan 3 (tiga) kemungkinan sumber yang bekerja dibalik nubuatan, yaitu: (1) roh atau pikiran manusia (Yeremia 23:15; Yehezkiel 13:3); (2) Roh Kudus atau pikiran Allah (1 Korintus 12:3; 7:1-10; 1 Timotius 4:1); (3) roh-roh jahat atau pikiran setan-setan (1 Timotius 4:1-2; 2 Timotius 2:25-26; Efesus 2:1-3).
Dennis Bennett dan Rita Bennett, pelopor Gerakan Kharismatik juga mengingatkan agar berhati-hati dengan nubuat, khususnya nubuat yang menyangkut ramalan, tuntunan dan petunjuk atas kehidupan pribadi. Karena itulah nubuat-nubuat tersebut harus diuji kesesuaiannya dengan ajaran Alkitab. Mereka menjelaskan demikian, “We should also be careful of personal, directive prophecy, especially outside the ministry of a mature and submitted man of God. Unrestrained ‘personal prophecy’ did much to undermine the movement of the Holy Spirit which began at the turn of the century. It is still present today. Christians are certainly given words for one another ‘in the Lord,’ of knowledge or wisdom, and such words can be most refreshing and helpful, but there must be a witness of the Spirit on the part of the person receiving the words, and extreme caution should be used in receiving any alleged directive or predictive prophecy. Never undertake any project simply because you were told to by presumed prophetic utterance or interpretation of tongues, or by a presumed word of wisdom, or knowledge. Never do something just because a friend comes to you and says: ‘The Lord told me to tell you to do thus and thus!’ If the Lord has instructions for you, He will give you a witness in your own heart, in which case the words coming from a friend, or through the gifts of the Holy Spirit in a meeting, will be confirmation to what God has already been showing you. Your guidance must also agree with Scripture.
Rasul Yohanes mengingatkan, “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” (1 Yohanes 4:1). Frase Yunani “ujilah roh-roh itu” dalam 1 Yohanes 4:1 tersebut adalah “dokimazete ta pneumata”.
Kata “dokimazeta” berasal dari kata “dokimazo” yang berarti “menguji, meneliti, dan memeriksa”. Secara harafiah frase tersebut berarti “membuktikan dengan menguji”. Alasan untuk menguji setiap roh atau menguji orang-orang atau kelompok tertentu yang mengaku digerakkan oleh roh ini ialah karena ada banyak nabi-nabi palsu yang menyusup dan masuk ke dalam gereja, tidak hanya yang beraliran Karismatik, tetapi juga semua denominasi gereja lainnya (Markus 13:22).
Ketelitian dan kepekaan membedakan mana yang dari Allah dan mana yang bukan dari Allah sangat dibutuhkan. Apalagi menyangkut ajaran dan perilaku kehidupan kita. Kita harus bisa membedakan mana yang gerakan dan mana yang ekses; mana yang sehat dan mana yang mencemarkan; mana yang murni dari Allah dan yang bukan.
Hal ini penting supaya kita tidak terjerumus ke dalam kesalahan dan kesesatan. Rasul Paulus mengingatkan, “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus... Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi, sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya” (Kolose 2:8,18-19). Dengan melakukan pengujian kita akan terhindar dari kecerobohan rohani yang dapat berakibat fatal.
Berikut ini beberapa saran praktis untuk menguji sebuah nubuatan.
1. Mengetahui Karakteristik Nubuatan Yang Benar. Hanya dengan mengenal nubuat yang benar seseorang tidak akan mudah tertipu oleh nubuat yang palsu. J. Rodman Williams memberikan 5 (lima) karakteristik dari nubuat yang benar yaitu: “(1) True prophecy is an expression of the mind and Spirit of Christ. Prophets of old prophesied ‘by the Spirit of Christ within them’ (1 Peter 1:11); (1) True prophecy is harmonious with God’s own word in Scripture; (3) True prophecy builds up the community: ‘He who prophesies edifies the church’ (1 Cor. 14:4); (4) True prophecy finds consent and agreement in the minds and hearts of others in the community. Since the same Holy Spirit is at work in all; (5) True prophecy serves to glorify God, not man”.
2. Menguji Kesesuaiannnya Dengan Alkitab. Ujian pertama yang menentukan benarnya suatu nubuat adalah kesesuaiannya dengan ayat-ayat Alkitab. Bila tidak sesuai maka nubuat itu harus langsung kita tolak (Ibrani 4:12; Bandingkan 1 Korintus 14:37: 1 Timotius 6:3; 2 Timotius 1:13; 3:16-17. J Rodman Williams mengatakan, “Because the Scriptures have the Holy Spirit as their ultimate Author and it is the same Spirit who speaks in prophecy, there can be no dis sonance. Moreover, since the Scriptures are God’s comprehensive word to which nothing substantial can be added, any utterance that goes beyond or adds to what is contained in Scripture cannot be true prophecy. Prophecy has its checkpoint in Holy Scripture.”
C. Peter Wagner menyatakan bahwa “orang-orang yang meneruskan firman dari Allah melalui karunia-karunia Roh bukanlah orang yang tak dapat keliru”. Sebab itu sangat untuk memeriksa apakah perkataan nubuat tersebut cocok seratus persen dengan firman yang diinspirasikan. Selanjutnya Wagner menegaskan bahwa pernyataan yang diberikan melalui karunia nubuat atau bahasa roh harus selalu diperiksa atau diuji dari segi firman Allah yang tertulis. Ujian pertama yang menentukan benarnya suatu nubuat adalah kesesuaiannya dengan ayat-ayat Alkitab.
C. Peter Wagner kemudian memberikan contoh seorang pria yang menjalankan mobilnya dengan kecepatan 125 km per jam melewati jalan-jalan yang ramai di sebuah kota, dan akhirnya menabrak tiga orang hingga mereka tewas. Saat, diwawancarai, pria tersebut mengatakan bahwa ia berbuat demikian karena di suruh oleh Tuhan. Tentu saja kita mengetahui bahwa ini adalah suatu nubuat palsu karena tidak sesuai dengan ajaran etis dari Alkitab.
3. Memeriksa Doktrin yang Diajarkan oleh Orang yang Menyampaikan Nubuat Itu. Apabila ada orang yang bernubuat tetapi tidak sesuai dengan firman Allah atau bertentangan dengan doktrin-doktrin utama dan fundamental khususnya khususnya tentang Allah, Pribadi Yesus Kristus, pekerjaan pendamaian oleh Kristus, keselamatan karena anugerah oleh iman, tentang surga dan neraka dan doktrin mendasar lainnya maka kita harus menolak nubuatnya karena itu sudah bertentangan dengan firman Tuhan.
Ajaran-ajaran palsu seperti, Mormonisme, Christian Science dan Saksi Yehova, serta lainnya mengajarkan doktrin palsu. Orang-orang ini menentang pekerjaan Allah dan Injil yang sejati. Ingat bahwa yang disebut heresy (bidat atau ajaran sesat) adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang mengajarkan doktrin palsu yang berlawanan dengan doktrin yang benar dan diakui oleh gereja sepanjang masa.
Kamus teologi menjelaskan bahwa ”Heresy is teaching or belief which claims to be Christian and yet is contrary to orthodox doctrine. One of the meanings of the Greek word hairesis is a sect or school of philosophy, and the word is used in that sense in the Acts of the Apostles (5:17; 15:5; 24:5; 26:5; 28:22). Paul refers to haireseis in 1 Cor. 11:19 (translated as ‘factions’ in the NRSV) and in Galatia 5:20 (‘party-spirit’). The adjective hairetikos (‘factious’) occurs in Titus 3:10, and 2 Pet. 2:1 refers to false prophets who will bring in ‘destructive heresies’ (haireseis). ‘Heresy’ therefore came to mean false teaching arising within the church and causing division.”
4. Menguji dengan Mengenali bahwa Nubuat yang Benar Bersifat Membangun dan Memuliakan Allah. Nubuatan dalam Perjanjian Baru bertujuan untuk membangun bukan untuk menghancurkan. Ini jelas dikatakan rasul Paulus dalam 1 Korintus 14:4. Karena itu setiap ucapan nubuat dalam gereja Perjanjian Baru yang bersifat menghakimi, merusak dan menghancurkan yang disampaikan dengan kata-kata dan sikap yang negatif adalah nubuat yang palsu. Nubuat yang benar memang bisa saja mengandung teguran dan peringatan, bahkan desakan untuk berhenti dari suatu kejahatan, tetapi keseluruhan tujuannya untuk membangun dan memperkuat iman.
J. Rodman Williams menjelaskan, “True prophecy builds up the community: “He who prophesies edifies the church” (1 Cor. 14:4). Accordingly, any utterance that is basically judgmental or negative in word or manner is false prophecy. Prophecy is for building up, not tearing down. There may indeed be admonition and warning, even exhortation to desist from some evil, but the whole purpose is positive: the strengthening of faith and practice.” Selanjutnya J. Rodman Williams juga mengatakan bahwa nubuat bertujuan untuk memuliakan Allah, dan bukan untuk memuliakan atau meninggikan manusia. Ia menjelaskan demikian, “True prophecy serves to glorify God, not man. Peter writes, “As each has received a gift [charisma], employ it for one another, as good stewards of God’s varied grace: whoever speaks, as one who utters oracles of God … that in everything God may be glorified through Jesus Christ” (1 Peter 4:10–11). Such oracular utterance surely includes prophecy. Hence if one prophesying seeks by that to elevate himself, if prophesying is basically self-serving, it cannot be from God. The end of true prophecy is the glorification of God.”
5. Menguji Dengan Mengenali Sifat Ketamakan. Tuhan Yesus dalam Matius 7:15-23 menjelaskan perlunya kewaspadaan terhadap “nabi-nabi palsu” yang bernubuat, mengusir setan dan mengadakan mujizat. Nabi-nabi palsu ini berusaha mengelabui dan menipu orang-orang percaya dengan cara penyamaran atau pemalsuan.
Kata Yunani “pseudoprophētōn” berarti “nabi-nabi yang menyampaikan pesan berisi kebohongan”. Hal ini nyata dari kata-kata Tuhan Yesus bahwa nabi-nabi palsu itu “menyamar seperti domba”. Frase Yunani “en endumasion probaton“ diterjemahkan dengan tepat dalan NIV “in sheep’s clothing (dalam berpakaian domba)”.
Yesus menyebut nabi-nabi palsu ini dengan sebutan “lukos” atau “serigala”. Namun mereka bukan hanya sekedar serigala tetapi disebut juga “yang buas”, di mana dalam bahasa Yunani kata “harpaks” berarti “perampok, penipu, atau rakus atau tamak” (ayat 15). Kevin J. Conner mengatakan, “Ketamakan adalah akar dosa. Kita akan mengenal nabi-nabi palsu dan pelayan Tuhan palsu melalui kecintaan mereka terhadap uang di mana tujuan pelayanan mereka adalah mengumpulkan uang untuk diri sendiri bukan untuk pelayanan dan pekerjaan Tuhan. …
Kecintaan pada uang adalah akar dari semua kejahatan.” Karena itulah rasul Paulus mengingatkan, “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (1 Timotius 6:9-10)
6. Menguji Dengan Memeriksa Buahnya. Tuhan Yesus Kristus mengatakan “dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Matius 7:16,20). Di sini, dengan gaya tulisan kiastik simetris dalam Matius 7:16-20 menunjukkan adanya “inclusio”, yakni pengulangan atau penegasan kembali ayat 16 (dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka) di dalam ayat 20 (jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka). Bila dicermati dengan teliti maka ide pokok yang mengikat kesatuan kiastik simetris Matius 7 ayat 16-20 ini adalah “karpos (buah)”.
Buah di sini merupakan indikator utama untuk mengenali kepalsuan para nabi palsu tersebut. Buah yang baik dihasilkan dari pohon yang baik. Sebaliknya buah yang tidak baik dihasilkan dari pohon yang tidak baik (ayat 17-18). Buah di sini bukanlah hasil pekerjaan berupa kemampuan untuk “bernubuat, mengusir setan dan penyembuhan”, melainkan menunjuk kepada “motivasi dan karakter pribadi yang sesuai dengan kehendak Tuhan”.
Jadi disini Yesus memberikan petunjuk untuk mengidentifikasi nabi-nabi palsu itu dari sisi etika dengan memperhatikan buahnya, bukan pada tindakan supranatural yang mereka lakukan. Nabi-nabi palsu memiliki karunia-karunia tetapi tidak memiliki kekudusan hidup. Rasul Petrus menyebutkan banyak ciri kemurnian doktrin dan karakter hidup yang membedakan nabi-nabi palsu dari nabi-nabi sejati (Baca 2 Petrus 2:1-20). Sementara itu, rasul Yohanes memberitahukan bahwa, “Kami berasal dari Allah: barang siapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barang siapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan” (1 Yohanes 4:6).
Nasihat ini jelas, bahwa kita dapat membedakan yang palsu dari yang asli. Jadi apabila saat ini ada orang-orang percaya yang tidak mengajarkan doktrin palsu tetapi sebaliknya mengajarkan doktrin yang benar, memajukan pekerjaan Tuhan, memuliakan Kristus, dan menghasilkan berlimpah-limpah buah kebaikan di dalam kehidupan banyak orang, kita seharusnya tahu bahwa sifat-sifat baik ini bukanlah ciri-ciri yang menyesatkan. Sifat-sifat yang baik ini merupakan tanda-tanda kekristenan sejati di dalam kuasa Roh Kudus. Doktrin yang benar dan buah-buah kebaikan bukanlah ciri-ciri agama palsu dalam Kekristenan.
7. Menguji Dengan Membuktikan Penggenapan Nubuatnya. Apakah nubuatan itu terjadi atau tidak, ini adalah ujian lainnya yang sangat menentukan jika nubuatan itu mengandung ramalan atau janji. (Ulangan 18:21-22). Nubuatan yang tidak digenapi adalah nubuat yang palsu. Namun perlu diingat, terkadang Allah mengijinkan yang palsu ada hanya untuk menunjukkan kejelasaan dan kegamblangan kebenaran.
Baca Juga: Karunia Menafsirkan Bahasa Roh
Jonathan Welton, seorang Kharismatik terkemuka saat ini mengingatkan bahwa, “If there is a counterfeit, there is an authentic that we need to find and reclaim. Every time we see a masquerade, we need to look closely to properly discern what is being counterfeited, because a counterfeit is evidence that an authentic exists. Consider the example of counterfeit money. If there is counterfeit money, it proves that there is real, authentic money. Just because counterfeit money exists, we do not burn all our real money to avoid deception. The best response would be to get as many people as possible to use real money, so that when counterfeit money appears, it is recognizable by all.” Kita perlu belajar dengan baik dari kontras ini. Allah dapat memakai kesalahan dan kekeliruan untuk membersihkan hamba-hambaNya yang benar dengan secara terbuka menyatakan pememimpin-pemimpin yang sebenarnya diantara umatNya (1 Korintus 11:19 bandingkan Ulangan 13:1-5). Kevin J. Conner mengatakan, “Apakah perkataan nubuatan itu terjadi atau tidak? Ini merupakan ujian lainnnya dari nubuatan.”.SARAN PRAKTIS MENGUJI NUBUATAN MASA KINI