5 CIRI DASAR GEREJA SEJATI
1. Esa (Unity)
Keesaan gereja tercipta karena didasarkan pada satu Allah atau keesaan Allah (Efesus 4:1-6). Semua orang yang benar-benar termasuk dalam gereja merupakan satu umat dan karena itu gereja yang benar nyata dari kesatuannya. Namun keesaan ini tidak perlu berarti keseragaman total. Terdapat keseragaman di dalam hal keyakinan-keyakinan teologi yang mendasar (1Korintus 15:11; Yudas 1:3), namun keyakinan itu memberi penekanan berbeda-beda menurut masalah yang dihadapi para Rasul (Roma 3:20; Yakobus 2:24; Filipi 2:5-7).
Kesatuan sejati dalam Roh Kudus dari semua orang yang lahir kembali adalah kenyataan, sekalipun ada perbedaan denominasi yang lahiriah. Perjanjian Baru menunjukkan ajaran mengenai kesatuan kepada kelompok-kelompok Kristen tertentu dengan dampak langsung terhadap hubungan nyata mereka (Efesus 2:15; 4:4; Kolose 3:15). Yesus berdoa untuk kesatuan orang Kristen yang akan membawa dunia kepada iman (Yohanes 17:23).
2. Kudus (Holiness)
Umat Allah adalah “bangsa yang kudus” (1Petrus 2:9). Artinya gereja adalah kudus, begitu juga setiap orang Kristen adalah kudus, berdasarkan persekutuannya dengan Kristus. Kita dipisahkan untuk menjadi milik-Nya dan diberikan-Nya kebenaran yang sempurna. Gereja berdiri di hadapan Allah ‘di dalam Kristus’ tak bernoda dan tak bercacat secara moral. Perbedaan antara gereja nyata dan tidak nyata berlaku di sini, karena kekudusan ini hanya menjadi milik anggota jemaat yang menaruh kepercayaan kepada Kristus sebagai Juru selamat.
Persatuan dengan Kristus juga menyangkut kehidupan kudus secara nyata. Hubungan gereja dengan Kristus sebagai kepalanya akan nyata dari sifat moralnya dan kualitas kehidupannya sehari-hari. Gereja yang tidak mengenal kekudusan, tidak mengenal Kristus. Ketika Kristus berbicara kepada ketujuh jemaat di Asia kecil, Ia dengan jelas mengharapkan perbedaan dalam sikap moral itu dan apabila hal ini tidak didapatinya Ia sangat keras dalam penghakiman-Nya (Wahyu 2-3).
Kekudusan posisional ini juga harus diwujudkan dalam pengalaman kehidupan secara nyata. Tentu saja belum ada gereja yang sempurna di dunia ini. Kehidupan di gereja-gereja Perjanjian Baru ditandai kekhilafan, perpecahan, kegagalan moral dan ketidakstabilan, dan masalah-masalah seperti itu tetap ada sampai sekarang. Namun mau tidak mau gereja Tuhan yang sejati pastilah menunjukkan tanda kekudusan dan kemajuan menuju kekudusan yang lebih sempurna.
3. Am (General)
Kata “am” (atau “katolik”) berarti: menyangkut keseluruhan, universal. Istilah ini mula-mula menunjuk pada gereja universal untuk membedakannya dari gereja lokal. Kemudian artinya berubah menunjuk pada gereja yang mengaku iman ortodoks untuk membedakannya dari Bidat-bidat. Dalam perkembangannya gereja Roma mengambil alih istilah ini untuk mengacu pada organisasi gerejanya yang sudah berkembang secara historis dan menyebar luas secara geografis dan berpusat pada Paus. Para reformis abad ke-16 berusaha mengembalikan arti ini kepada arti kata semula yakni pengakuan iman ortodoks, dan mereka menganggap diri sebagai gereja Katolik yang sebenarnya dan bukan gereja Roma.
Segi utama dari sifat Am dalam gereja mula-mula adalah keterbukaannya terhadap semua orang. Berbeda dengan agama Yahudi dengan eksklusivisme rasialnya dan aliran Gnostik dengan eksklusivisme intelektualnya, maka gereja membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua yang ingin masuk, dari tiap ras, warna kulit, status sosial, kecakapan intelektual atau sejarah moralnya. Gereja masuk ke dalam dunia dan membawa iman bagi semua (Matius 28:19; Wahyu 7:9). Syarat satu-satunya untuk masuk ialah iman kepada Yesus Kristus sebagai Juru selamat dan Tuhan, dan baptisan yang mengungkapkan Injil anugerah itu sebagai upacara masuk (Matius 28:19; Kisah Para Rasul 2:38,41).
Pada tingkat dasar inilah tanda ‘am’ harus diterapkan. Gereja-gereja yang menetapkan ujian-ujian lain harus diwaspadai. Gereja sejati tidak memberi tempat pada diskriminasi ras, warna kulit, status sosial, kecakapan intelektual atau moral, asal saja ada bukti pertobatan.
4. Rasuli (Apostolic)
Seorang rasul adalah saksi tentang pelayanan dan kebangkitan Yesus dan karena itu adalah pembawa Injil yang berwenang (Lukas 6:12-13; Kisah Para Rasul 1:21-22; 1Korintus 15:8-10). Dalam Perjanjian Baru yang disebut ‘rasul’ ialah kedua belas murid Yesus, Paulus dan beberapa orang lain. Para rasul menempati posisi antara Yesus dan semua generasi penganut iman Kristen berikutnya. Kita mengenal Kristus hanya melalui kesaksian para Rasul tentang Dia, yang telah dicatat dalam Perjanjian Baru.
Dalam pengertian mendasar ini ‘gereja dibangun di atas dasar para rasul’ (Efesus 2:20; Matius 16:18; Wahyu 24:14). Sebab itu sifat rasuli dari gereja tergantung pada penyesuaiannya dengan iman rasuli yang telah disampaikan pada kita (Kis. 2:42; Yudas 1:3). Boleh dikatakan para rasul masih tetap memimpin dan mengatur gereja sejauh gereja membiarkan kehidupan, pengertian dan pemberian firmannya senantiasa disesuaikan dengan ajaran Alkitab.
Istilah ‘Rasul’ (apostolos) secara harfiah berarti ‘utusan’ dan Perjanjian Baru kadang-kadang mengacu pada rasul-rasul dengan arti yang lebih luas (Roma 16:7). Dalam pengertian umum ini, semua orang yang diutus oleh Tuhan sebagai penginjil, pengkhotbah, pendiri gereja dan sebagainya dapat disebut ‘utusan’ dan berfungsi sebagai rasul. Namun ini tidak berarti bahwa mereka mempunyai status atau wewenang khusus yang dapat menandingi kelompok rasul asli, yang pimpinannya terus melalui tulisan-tulisan rasuli.
Baca Juga: Gereja Sejati: Arti Dan Karakteristik
Garis pengganti para rasul, tepatnya penurunan atau pewaris Injil, berarti kebenaran rasuli harus diteruskan dari satu generasi kepada generasi yang lain: “orang-orang dapat dipercayai…mengajar orang lain” (2Timotius 2:2). Singkatnya, suatu gereja bersifat rasuli kalau dalam praktik ia mengakui wewenang tertinggi dari tulisan-tulisan rasuli (Kisah Para Rasul 2:42), yakni Alkitab, dan meneruskan berita Injil dari satu generasi ke generasi berikutnya.
5. Misi (Mission)
Dalam perintah Yesus mengenai kehidupan gereja (Yohanes 13-16; Lukas 10:1- 20; Kisah Para Rasul 1:1-8) ada unsur penting yang merupakan tanda dari gereja sejati, yakni misi: “tanggung jawab untuk membawa kabar baik tentang Yesus sampai ke ujung bumi.” Tuhan Yesus secara tegas memerintahkan para murid-Nya untuk menyampaikan kabar baik kepada semua orang. Ini akan menjadi tugas utama mereka. Setiap murid Yesus memiliki tugas yang penting ini.
Dalam Kisah Para Rasul, tema pokok adalah penyebaran perkabaran Injil secara berturut-turut dari Yerusalem ke Yudea, Samaria, dan kemudian ke dunia orang bukan Yahudi (1:8; 6:8-9; 7; 8; 10:34-48; 11:19-26; 13:1). Perkabaran Injil merupakan tugas utama gereja menurut Alkitab. Jadi gereja yang tidak memberitakan Injil, juga tidak memedulikan kesejahteraan moral dan spiritual masyarakat di sekelilingnya, serta tidak mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap orang miskin di mana saja mereka ditemukan, telah kehilangan sifatnya sebagai gereja sejati dan menyangkal Tuhannya.