Jaminan Kesetiaan Allah dalam 1Korintus 1:7-9
Sesuai dengan pola surat umum waktu itu, ucapan syukur biasanya diikuti oleh harapan atau doa kepada dewa untuk kebaikan penerima surat. Walaupun doa Paulus di 1 Korintus 1:7-9 tidak terlalu eksplisit seperti di beberapa suratnya yang lain (misalnya Roma 1:10; Efesus 1:16; Filipi 1:9), namun nuansa yang tersirat secara jelas menyatakan harapan Paulus yang positif terhadap jemaat Korintus. Bentuk doa yang tidak eksplisit seperti ini dapat kita temui di beberapa surat Paulus lainnya (misalnya 2 Korintus dan Efesus).
Agar lebih mudah dipahami, alur pemikiran Paulus dalam bagian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1Korintus 1: 7: Fokus hidup yang eskatologis
1Korintus 1: 8: Jaminan: Allah akan meneguhkan sampai akhir
1Korintus 1: 9: Alasan di balik jaminan: Allah adalah setia
1. Fokus Hidup yang Eskatologis (1 Korintus 1:7)
Mengapa Paulus begitu yakin bahwa mereka akan menghadap Tuhan dalam keadaan bebas dari tuduhan? Bukankah kehidupan rohani mereka sangat menyedihkan: mereka bertingkah laku duniawi (3:1) atau bahkan lebih buruk dari itu (5:1)? Jawabannya terletak pada karakter Allah. 1Korintus 1: 8 menyatakan, "Ia akan meneguhkan kamu sampai pada akhirnya." Subjek dalam kalimat ini ("Ia") dapat merujuk pada Allah atau Kristus Yesus. Dalam hal ini, lebih masuk akal untuk memilih alternatif yang pertama:
1. Fokus Hidup yang Eskatologis (1 Korintus 1:7)
1Korintus 1: 7 adalah kesimpulan dari ucapan syukur Paulus terkait karunia-karunia rohani yang diterima oleh jemaat Korintus. Ayat sebelumnya menunjukkan bahwa jemaat tersebut tidak kekurangan suatu karunia pun. Ada beberapa interpretasi dari ungkapan "tidak kekurangan suatu karunia pun" ini.
Pertama, bisa berarti bahwa jemaat Korintus memiliki semua jenis karunia rohani yang ada (ketiadaan satu jenis karunia yang tidak dimiliki oleh jemaat Korintus).
Kedua, bisa berarti bahwa jemaat Korintus tidak kalah dalam karunia rohani jika dibandingkan dengan jemaat yang lain.
Ketiga, bisa berarti bahwa jemaat Korintus tidak kalah dalam karunia rohani jika dibandingkan dengan harapan rata-rata orang Kristen terkait karunia rohani.
Berdasarkan tata bahasa, pilihan kedua dan ketiga tampaknya lebih dapat diterima karena kata "husterew" jika diikuti oleh kata depan - seperti dalam kasus di ayat 7 - biasanya (tidak selalu) berarti "tidak terbelakang/kalah dengan". Namun, analisis konteks lebih menentukan makna yang tepat.
Berdasarkan tata bahasa, pilihan kedua dan ketiga tampaknya lebih dapat diterima karena kata "husterew" jika diikuti oleh kata depan - seperti dalam kasus di ayat 7 - biasanya (tidak selalu) berarti "tidak terbelakang/kalah dengan". Namun, analisis konteks lebih menentukan makna yang tepat.
Berdasarkan 1Korintus 1: 5, terutama frase "dalam segala hal", tampaknya lebih cocok memilih makna yang pertama. Dengan kata lain, di ayat 7 Paulus menegaskan bahwa jemaat Korintus tidak kekurangan suatu jenis karunia rohani apa pun. Hal ini juga sesuai dengan keberagaman jenis karunia rohani yang dibahas di pasal 12.
Meskipun jemaat Korintus kaya dalam karunia rohani, mereka tidak boleh hanya memfokuskan hidup pada masa sekarang. Mereka perlu menaruh perhatian pada pengharapan eskatologis ketika Tuhan Yesus kembali. Kata "apekdecomai" (LAI:TB "menanti") di ayat 7 muncul enam kali dalam tulisan Paulus (Roma 8:19, 23, 25; 1 Korintus 1:7; Galatia 5:5; Filipi 3:20) dan memiliki makna penantian yang penuh semangat (terutama Roma 8:19, 2, 25). Terjemahan NIV, NASB, dan NKJV menambahkan kata "dengan penuh semangat" ketika menerjemahkan "apekdecomai" di 1 Korintus 1:7.
Penantian yang dilakukan oleh orang percaya bukanlah penantian yang sia-sia atau tidak pasti. Kristus sudah menjadi Raja dan mengalahkan semua kuasa yang ada, tetapi kekuasaan yang sempurna akan dinyatakan pada saat-Nya yang telah ditetapkan (lihat 15:24-26). Dalam istilah militer, dapat dijelaskan dengan "Hari D" (hari kemenangan pada pertempuran yang penting) dan "Hari V" (hari berakhirnya semua peperangan). Orang Kristen berada di antara kedua aspek ini, oleh karena itu mereka harus terus berdoa "Maranatha" (1 Korintus 16:22, dari ungkapan Aram Maranatha yang berarti "Tuhan kami, datanglah").
Mengapa Paulus menghubungkan karunia rohani yang dimiliki jemaat Korintus dengan pengharapan eskatologis? Apa kaitan antara keduanya? Jawabannya terkait dengan situasi konkret di Korintus. Jemaat Korintus tampaknya kurang menekankan harapan eskatologis terkait pemerintahan Tuhan Yesus secara sempurna di akhir zaman. Mereka lupa bahwa mereka akan menghakimi malaikat dan dunia pada akhir zaman (6:2-3). Mereka bahkan dipengaruhi oleh filosofi dunia yang menolak kebangkitan orang mati (15:12). Mungkin mereka berpikir bahwa hidup mereka yang dipenuhi dengan berbagai karunia rohani, terutama berbicara dalam bahasa roh, sudah dianggap sebagai berkat eskatologis yang paling penting (lihat Kisah Para Rasul 2:17-21), padahal semua karunia rohani akan berlalu (13:8-12).
2. Jaminan: Allah Akan Meneguhkan Sampai Akhir (1 Korintus 1: 8)
Meskipun jemaat Korintus kaya dalam karunia rohani, mereka tidak boleh hanya memfokuskan hidup pada masa sekarang. Mereka perlu menaruh perhatian pada pengharapan eskatologis ketika Tuhan Yesus kembali. Kata "apekdecomai" (LAI:TB "menanti") di ayat 7 muncul enam kali dalam tulisan Paulus (Roma 8:19, 23, 25; 1 Korintus 1:7; Galatia 5:5; Filipi 3:20) dan memiliki makna penantian yang penuh semangat (terutama Roma 8:19, 2, 25). Terjemahan NIV, NASB, dan NKJV menambahkan kata "dengan penuh semangat" ketika menerjemahkan "apekdecomai" di 1 Korintus 1:7.
Penantian yang dilakukan oleh orang percaya bukanlah penantian yang sia-sia atau tidak pasti. Kristus sudah menjadi Raja dan mengalahkan semua kuasa yang ada, tetapi kekuasaan yang sempurna akan dinyatakan pada saat-Nya yang telah ditetapkan (lihat 15:24-26). Dalam istilah militer, dapat dijelaskan dengan "Hari D" (hari kemenangan pada pertempuran yang penting) dan "Hari V" (hari berakhirnya semua peperangan). Orang Kristen berada di antara kedua aspek ini, oleh karena itu mereka harus terus berdoa "Maranatha" (1 Korintus 16:22, dari ungkapan Aram Maranatha yang berarti "Tuhan kami, datanglah").
Mengapa Paulus menghubungkan karunia rohani yang dimiliki jemaat Korintus dengan pengharapan eskatologis? Apa kaitan antara keduanya? Jawabannya terkait dengan situasi konkret di Korintus. Jemaat Korintus tampaknya kurang menekankan harapan eskatologis terkait pemerintahan Tuhan Yesus secara sempurna di akhir zaman. Mereka lupa bahwa mereka akan menghakimi malaikat dan dunia pada akhir zaman (6:2-3). Mereka bahkan dipengaruhi oleh filosofi dunia yang menolak kebangkitan orang mati (15:12). Mungkin mereka berpikir bahwa hidup mereka yang dipenuhi dengan berbagai karunia rohani, terutama berbicara dalam bahasa roh, sudah dianggap sebagai berkat eskatologis yang paling penting (lihat Kisah Para Rasul 2:17-21), padahal semua karunia rohani akan berlalu (13:8-12).
2. Jaminan: Allah Akan Meneguhkan Sampai Akhir (1 Korintus 1: 8)
Penantian eskatologis di 1Korintus 1: 7 bertujuan agar jemaat Korintus tidak bersalah saat kedatangan Tuhan (ay. 8). Kata Yunani "anenklētos" yang digunakan di sini muncul lima kali dalam seluruh Perjanjian Baru, semuanya ditemukan di surat-surat Paulus (1 Korintus 1:8; Kolose 1:22; 1 Timotius 3:10; Titus 1:6, 7). Makna yang tersirat dari kata ini bukanlah kesucian moral yang sempurna, tetapi status yang bebas dari tuduhan. Dalam konteks penghakiman terakhir, hal ini mengacu pada status hukum orang percaya yang tidak dapat digugat oleh iblis (bdk. Roma 8:33).
Mengapa Paulus begitu yakin bahwa mereka akan menghadap Tuhan dalam keadaan bebas dari tuduhan? Bukankah kehidupan rohani mereka sangat menyedihkan: mereka bertingkah laku duniawi (3:1) atau bahkan lebih buruk dari itu (5:1)? Jawabannya terletak pada karakter Allah. 1Korintus 1: 8 menyatakan, "Ia akan meneguhkan kamu sampai pada akhirnya." Subjek dalam kalimat ini ("Ia") dapat merujuk pada Allah atau Kristus Yesus. Dalam hal ini, lebih masuk akal untuk memilih alternatif yang pertama:
(1) Allah adalah subjek dari semua kata kerja pasif di ayat 4-7. Sangat mungkin bahwa Allah juga tetap menjadi subjek dari kata kerja di ayat 8;
(2) Allah adalah subjek yang meneguhkan berita Injil di ayat 6, sehingga Dia juga yang menjadi subjek yang meneguhkan orang percaya di 1Korintus 1: 8;
(3) Allah [theos] disebut secara eksplisit di 1Korintus 1:9 sebagai Pribadi yang setia. Semuanya sesuai dengan apa yang Allah lakukan di ayat 8.
Kunci dari kepastian status eskatologis orang percaya terletak pada tindakan Allah yang meneguhkan (bebaiow) kita. Penggunaan bebaiow di ayat 6 dan 8 menunjukkan konsistensi tindakan Allah. Dia yang telah meneguhkan (bebaiow) berita Injil, Dia juga yang akan terus meneguhkan (bebaiow) orang percaya. Proses peneguhan ini tidak hanya terjadi sejak dulu hingga sekarang, tetapi akan berlanjut sampai pada akhirnya (hews telous). Frase hews telous di ayat ini pasti sejajar dengan "hari Tuhan kita Yesus Kristus," yaitu saat ketika Tuhan menghakimi semua orang (1 Korintus 3:13-15; 5:5).
Meskipun status eskatologis orang percaya sudah dijamin oleh Allah, bukan berarti mereka diperbolehkan untuk hidup sembarangan. Kita harus memahami bahwa dalam teologi Paulus, apa yang Allah lakukan bagi orang percaya menuntut respons tertentu dari mereka dalam bentuk kekudusan hidup, misalnya karya penebusan menuntut mereka menguduskan tubuh mereka dari dosa percabulan (6:19-20). Dengan mengingatkan tentang status hukum orang percaya pada akhir zaman, Paulus justru ingin memotivasi mereka untuk menjauhi segala hal yang dapat mencemarkan kekudusan hidup mereka.
3. Alasan Di Balik Jaminan: Allah Adalah Setia (1 Korintus 1:9)
Kunci dari kepastian status eskatologis orang percaya terletak pada tindakan Allah yang meneguhkan (bebaiow) kita. Penggunaan bebaiow di ayat 6 dan 8 menunjukkan konsistensi tindakan Allah. Dia yang telah meneguhkan (bebaiow) berita Injil, Dia juga yang akan terus meneguhkan (bebaiow) orang percaya. Proses peneguhan ini tidak hanya terjadi sejak dulu hingga sekarang, tetapi akan berlanjut sampai pada akhirnya (hews telous). Frase hews telous di ayat ini pasti sejajar dengan "hari Tuhan kita Yesus Kristus," yaitu saat ketika Tuhan menghakimi semua orang (1 Korintus 3:13-15; 5:5).
Meskipun status eskatologis orang percaya sudah dijamin oleh Allah, bukan berarti mereka diperbolehkan untuk hidup sembarangan. Kita harus memahami bahwa dalam teologi Paulus, apa yang Allah lakukan bagi orang percaya menuntut respons tertentu dari mereka dalam bentuk kekudusan hidup, misalnya karya penebusan menuntut mereka menguduskan tubuh mereka dari dosa percabulan (6:19-20). Dengan mengingatkan tentang status hukum orang percaya pada akhir zaman, Paulus justru ingin memotivasi mereka untuk menjauhi segala hal yang dapat mencemarkan kekudusan hidup mereka.
3. Alasan Di Balik Jaminan: Allah Adalah Setia (1 Korintus 1:9)
1Korintus 1: 8 telah menjelaskan bagaimana status legal orang percaya di hari penghakiman akan dijamin oleh Allah. Namun, kita tetap bertanya-tanya mengapa Allah mau melakukan hal itu. Jawabannya diberikan oleh Paulus di 1Korintus 1: 9, yaitu karena Allah adalah setia. Konsep tentang kesetiaan Allah sangat berkaitan dengan sifat-Nya yang tetap memegang janji-janji-Nya (bdk. Ulangan 7:9).
Untuk menekankan konsep ini, Paulus sengaja meletakkan kata "pistos" ("setia") di awal 1Korintus 1: 9. Ide ini juga diulang oleh Paulus di 1 Korintus 10:13 ketika dia berbicara tentang pencobaan yang dihadapi orang percaya.
Lebih lanjut, Paulus menjelaskan bahwa Allah yang setia ini adalah yang telah memanggil (kaleo) jemaat Korintus untuk bersekutu dengan Anak-Nya, Yesus Kristus. Kata "kaleo" mengingatkan kita tentang apa yang Allah lakukan di ayat 1 dan 2 ketika Dia memanggil Paulus sebagai rasul dan memanggil jemaat Korintus untuk menjadi orang-orang kudus. Dari sini terlihat bahwa Allah sangat terlibat dalam kehidupan orang percaya sejak awal. Jika Allah sudah memulai pekerjaan-Nya, maka Dia akan menyelesaikannya (Filipi 1:6).
Baca Juga: Ungkapan Syukur dalam Surat 1 Korintus 1:4-6: Karunia Rohani, Kelimpahan, dan Konfirmasi Injil
Lebih lanjut, Paulus menjelaskan bahwa Allah yang setia ini adalah yang telah memanggil (kaleo) jemaat Korintus untuk bersekutu dengan Anak-Nya, Yesus Kristus. Kata "kaleo" mengingatkan kita tentang apa yang Allah lakukan di ayat 1 dan 2 ketika Dia memanggil Paulus sebagai rasul dan memanggil jemaat Korintus untuk menjadi orang-orang kudus. Dari sini terlihat bahwa Allah sangat terlibat dalam kehidupan orang percaya sejak awal. Jika Allah sudah memulai pekerjaan-Nya, maka Dia akan menyelesaikannya (Filipi 1:6).
Baca Juga: Ungkapan Syukur dalam Surat 1 Korintus 1:4-6: Karunia Rohani, Kelimpahan, dan Konfirmasi Injil
Orang percaya tidak hanya dipanggil dalam Kristus (secara status/hukum/posisi), tetapi juga dalam persekutuan (koinonia) dengan Kristus. Kata "koinonia" muncul lagi di pasal 10 dan 16-17. Ini menunjukkan bahwa panggilan ini bukanlah sesuatu yang statis, tetapi dinamis; bukan hanya posisional, tetapi juga relasional.
Dengan demikian, kaitan antara karunia rohani yang dimiliki jemaat Korintus dan pengharapan eskatologis terletak pada fakta bahwa Allah yang setia akan meneguhkan mereka hingga akhir, sehingga status hukum dan hubungan mereka dengan Kristus akan tetap terjaga dengan baik. Semua itu berkat kesetiaan Allah yang memegang janji-Nya.
Dengan demikian, kaitan antara karunia rohani yang dimiliki jemaat Korintus dan pengharapan eskatologis terletak pada fakta bahwa Allah yang setia akan meneguhkan mereka hingga akhir, sehingga status hukum dan hubungan mereka dengan Kristus akan tetap terjaga dengan baik. Semua itu berkat kesetiaan Allah yang memegang janji-Nya.