Filipi 4:3 : Mengatasi Perselisihan dalam Komunitas: Pelajaran dari Paulus
Paulus, salah satu tokoh penting dalam sejarah Kristen, menghadapi berbagai tantangan dalam pelayanannya. Salah satu persoalan yang dia hadapi adalah perselisihan antara pemimpin dalam jemaat Filipi. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi bagaimana Paulus mengatasi perselisihan tersebut dan apa yang dapat kita pelajari sebagai panduan untuk menyelesaikan perselisihan dalam komunitas kita.
Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan di sini.
1. Menjadikan Tuhan sebagai dasar persatuan (Filipi 4:3)
Perbedaan pendapat tidak dapat dihindari. Setiap orang memiliki pengetahuan, sudut pandang, pengalaman, dan tingkat kematangan yang berbeda. Namun, tidak semua perbedaan harus berujung pada perselisihan.
Perbedaan adalah hal yang netral. Perbedaan bisa menjadi kekayaan dan juga bisa menjadi masalah. Yang penting adalah sikap yang benar terhadap perbedaan.
Sebagai orang Kristen, kita harus "mempunyai pikiran yang sama dalam Tuhan" (to auto phronein en kyriō). Kata phronein (dari kata phroneō) sebenarnya lebih mengacu pada "pemikiran" atau "pikiran" (1:7; 2:2, 5; 3:15, 19; 4:2, 10), bukan perasaan atau hati (berbeda dengan LAI:TB). Jadi, apa yang dimaksud dengan to auto phronein (secara harfiah, "berpikir yang sama")? Beberapa terjemahan Alkitab mengartikannya sebagai "sepakat" (RSV/NIV/ESV).
Perbedaan adalah hal yang netral. Perbedaan bisa menjadi kekayaan dan juga bisa menjadi masalah. Yang penting adalah sikap yang benar terhadap perbedaan.
Sebagai orang Kristen, kita harus "mempunyai pikiran yang sama dalam Tuhan" (to auto phronein en kyriō). Kata phronein (dari kata phroneō) sebenarnya lebih mengacu pada "pemikiran" atau "pikiran" (1:7; 2:2, 5; 3:15, 19; 4:2, 10), bukan perasaan atau hati (berbeda dengan LAI:TB). Jadi, apa yang dimaksud dengan to auto phronein (secara harfiah, "berpikir yang sama")? Beberapa terjemahan Alkitab mengartikannya sebagai "sepakat" (RSV/NIV/ESV).
Namun, penafsiran ini tampaknya kurang tepat. Bahasa Yunani memiliki kata-kata yang lebih cocok untuk menyatakan persetujuan (seperti syneudokeō atau symphēmi), tetapi Paulus tidak menggunakan kata-kata tersebut di 4:2. Selain itu, kata kerja phroneō yang digunakan bersamaan dengan to auto sudah muncul di 2:2a ("sempurnakan sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu mempunyai pikiran yang sama"). Dalam konteks ini, tidak mungkin Paulus berharap bahwa semua anggota jemaat harus selalu setuju tentang segala hal. Yang dimaksud oleh Paulus lebih tentang bagaimana seseorang memikirkan, bukan apa yang mereka pikirkan. Jadi, ini tentang cara berpikir atau sikap hati seseorang.
Cara berpikir dalam 4:2 dikaitkan dengan Kristus (4:2, "sepakat dalam Tuhan"). Dengan kata lain, jemaat Filipi diperintahkan untuk memiliki kesatuan pemikiran dalam Kristus. Nasihat ini sudah diungkapkan oleh Paulus sebelumnya di 2:5 ("Hendaklah kamu memiliki pikiran yang sama dalam hidup bersama, memiliki perasaan yang sama yang juga ada dalam Kristus Yesus"). Secara harfiah, ayat ini mengatakan: "pikirkan ini di antara kalian yang juga ada dalam Kristus." Lalu, Paulus menceritakan kerendah-hatian luar biasa Kristus. Kristus dengan sukarela meninggalkan kemuliaan sorga-Nya dan mengecilkan diri-Nya sebagai Allah untuk hidup bersama manusia dan melayani mereka hingga mati di atas kayu salib (2:6-8). Dalam konteks ini, jelas bahwa yang ditekankan adalah cara berpikir atau sikap hati, bukan sekadar apa yang dipikirkan oleh Kristus. Sikap berpikir atau sikap hati yang sama sering kali menghasilkan pandangan yang sama. Ini tidak menjamin persetujuan, tetapi mencegah perselisihan.
Cara berpikir dalam 4:2 dikaitkan dengan Kristus (4:2, "sepakat dalam Tuhan"). Dengan kata lain, jemaat Filipi diperintahkan untuk memiliki kesatuan pemikiran dalam Kristus. Nasihat ini sudah diungkapkan oleh Paulus sebelumnya di 2:5 ("Hendaklah kamu memiliki pikiran yang sama dalam hidup bersama, memiliki perasaan yang sama yang juga ada dalam Kristus Yesus"). Secara harfiah, ayat ini mengatakan: "pikirkan ini di antara kalian yang juga ada dalam Kristus." Lalu, Paulus menceritakan kerendah-hatian luar biasa Kristus. Kristus dengan sukarela meninggalkan kemuliaan sorga-Nya dan mengecilkan diri-Nya sebagai Allah untuk hidup bersama manusia dan melayani mereka hingga mati di atas kayu salib (2:6-8). Dalam konteks ini, jelas bahwa yang ditekankan adalah cara berpikir atau sikap hati, bukan sekadar apa yang dipikirkan oleh Kristus. Sikap berpikir atau sikap hati yang sama sering kali menghasilkan pandangan yang sama. Ini tidak menjamin persetujuan, tetapi mencegah perselisihan.
2. Menerima bantuan dari pihak lain yang dapat dipercayai (Filipi 4:3a)
Paulus tidak hanya mengirimkan surat untuk dibacakan di depan seluruh jemaat. Dia juga tidak hanya memberikan nasihat kepada Euodia dan Sintikhe untuk memiliki kesatuan pemikiran. Dia menyediakan bantuan lain, yaitu seseorang yang diharapkan dapat membantu kedua perempuan tersebut untuk bersatu dalam Tuhan.
Identitas orang yang dimaksud dalam teks Yunani sebenarnya tidak terlalu jelas. Dalam teks Yunani, kata yang digunakan adalah gnēsie syzyge. Terjemahan LAI:TB menyebutnya sebagai "Sunsugos, temanku yang setia" (4:3a). Namun, penerjemahan ini menduga bahwa syzyge adalah nama orang. Sayangnya, dugaan ini patut dipertanyakan. Dalam budaya Yahudi dan Romawi, syzyge bukanlah nama orang. Oleh karena itu, hampir semua versi bahasa Inggris tidak mengartikan syzyge sebagai nama orang. Berbagai versi memilih menerjemahkannya sebagai "teman perjalanan" (NASB/ESV/NLT) atau "sesama penanggung kuk" (YLT/RSV/NIV).
Siapa yang dimaksud oleh Paulus di sini? Ada banyak spekulasi yang diajukan (Epafroditus, Timotius, Lukas, dll.), tetapi semuanya hanyalah dugaan. Sebagian penafsir lebih memilih untuk melihat gnēsie syzyge sebagai referensi kepada siapa pun dalam jemaat Filipi. Dengan kata lain, Paulus tidak sedang membicarakan seseorang secara pribadi (dengan nama), melainkan secara umum (seseorang dengan karakteristik yang sesuai).
Terlepas dari tafsiran yang lebih tepat, fokus Paulus adalah bukan pada identitas atau nama orang tersebut, tetapi pada apa yang dapat dilakukan oleh orang tersebut untuk Injil. Orang tersebut adalah pekerja Injil yang telah membuktikan kesetiaannya. Kesetiaan dalam pelayanan Injil. Kesetiaan dalam menderita demi Injil. Kriteria ini sangat penting karena Euodia dan Sintikhe adalah dua orang yang sama-sama bekerja untuk Injil. Selain itu, masalah yang harus diselesaikan juga terkait dengan pekerjaan Injil.
Poin ini mengajarkan kepada kita untuk tidak ragu-ragu atau malu jika kita memerlukan bantuan dalam menyelesaikan sebuah masalah. Yang penting adalah meminta bantuan dari orang yang tepat, yang memiliki kompetensi yang sesuai dan dipercayai oleh kedua belah pihak. Melibatkan orang yang tidak tepat dalam penyelesaian masalah hanya akan membuat masalah tersebut semakin rumit.
Identitas orang yang dimaksud dalam teks Yunani sebenarnya tidak terlalu jelas. Dalam teks Yunani, kata yang digunakan adalah gnēsie syzyge. Terjemahan LAI:TB menyebutnya sebagai "Sunsugos, temanku yang setia" (4:3a). Namun, penerjemahan ini menduga bahwa syzyge adalah nama orang. Sayangnya, dugaan ini patut dipertanyakan. Dalam budaya Yahudi dan Romawi, syzyge bukanlah nama orang. Oleh karena itu, hampir semua versi bahasa Inggris tidak mengartikan syzyge sebagai nama orang. Berbagai versi memilih menerjemahkannya sebagai "teman perjalanan" (NASB/ESV/NLT) atau "sesama penanggung kuk" (YLT/RSV/NIV).
Siapa yang dimaksud oleh Paulus di sini? Ada banyak spekulasi yang diajukan (Epafroditus, Timotius, Lukas, dll.), tetapi semuanya hanyalah dugaan. Sebagian penafsir lebih memilih untuk melihat gnēsie syzyge sebagai referensi kepada siapa pun dalam jemaat Filipi. Dengan kata lain, Paulus tidak sedang membicarakan seseorang secara pribadi (dengan nama), melainkan secara umum (seseorang dengan karakteristik yang sesuai).
Terlepas dari tafsiran yang lebih tepat, fokus Paulus adalah bukan pada identitas atau nama orang tersebut, tetapi pada apa yang dapat dilakukan oleh orang tersebut untuk Injil. Orang tersebut adalah pekerja Injil yang telah membuktikan kesetiaannya. Kesetiaan dalam pelayanan Injil. Kesetiaan dalam menderita demi Injil. Kriteria ini sangat penting karena Euodia dan Sintikhe adalah dua orang yang sama-sama bekerja untuk Injil. Selain itu, masalah yang harus diselesaikan juga terkait dengan pekerjaan Injil.
Poin ini mengajarkan kepada kita untuk tidak ragu-ragu atau malu jika kita memerlukan bantuan dalam menyelesaikan sebuah masalah. Yang penting adalah meminta bantuan dari orang yang tepat, yang memiliki kompetensi yang sesuai dan dipercayai oleh kedua belah pihak. Melibatkan orang yang tidak tepat dalam penyelesaian masalah hanya akan membuat masalah tersebut semakin rumit.
3. Menghargai kebaikan orang lain atau kesamaan dengan orang lain (Filipi 4:3b)
Beberapa orang cenderung tidak objektif ketika mereka menghadapi sebuah masalah. Mereka gagal melihat masalah secara keseluruhan. Mereka mengabaikan hal-hal baik pada orang lain atau fakta-fakta yang tidak sesuai dengan pandangan mereka. Salah satu tanda yang kuat bahwa seseorang tidak objektif adalah ketika mereka tidak mampu melihat hal-hal positif pada orang lain.
Beberapa orang juga cenderung lebih fokus pada perbedaan mereka dengan orang lain daripada kesamaan yang ada. Satu perbedaan bisa mengaburkan sepuluh kesamaan. Ini adalah sikap yang merugikan. Mereka yang lebih fokus pada perbedaan daripada kesamaan akan semakin sulit menyelesaikan perselisihan.
Paulus mengajarkan kepada kita untuk menghargai hal-hal positif dalam diri orang lain. Dia memuji Euodia dan Sintikhe sebagai orang-orang yang "telah berjuang bersama denganku dalam pekabaran Injil." Kebaikan yang telah mereka lakukan akan selalu diingatkan. Tidak ada kesalahan atau perselisihan yang dapat menghapusnya. Paulus dengan keyakinan mengatakan bahwa nama mereka tercatat dalam kitab kehidupan. Dia tidak pernah meragukan iman Euodia dan Sintikhe.
Baca Juga: Bersukacita, Berbuat Baik, dan Tidak Kuatir: 3 Pesan Filipi 4:4-7
Beberapa orang juga cenderung lebih fokus pada perbedaan mereka dengan orang lain daripada kesamaan yang ada. Satu perbedaan bisa mengaburkan sepuluh kesamaan. Ini adalah sikap yang merugikan. Mereka yang lebih fokus pada perbedaan daripada kesamaan akan semakin sulit menyelesaikan perselisihan.
Paulus mengajarkan kepada kita untuk menghargai hal-hal positif dalam diri orang lain. Dia memuji Euodia dan Sintikhe sebagai orang-orang yang "telah berjuang bersama denganku dalam pekabaran Injil." Kebaikan yang telah mereka lakukan akan selalu diingatkan. Tidak ada kesalahan atau perselisihan yang dapat menghapusnya. Paulus dengan keyakinan mengatakan bahwa nama mereka tercatat dalam kitab kehidupan. Dia tidak pernah meragukan iman Euodia dan Sintikhe.
Baca Juga: Bersukacita, Berbuat Baik, dan Tidak Kuatir: 3 Pesan Filipi 4:4-7
Paulus juga berusaha untuk menyoroti kesamaan yang ada. Frasa "telah berjuang bersama denganku dalam perkabaran Injil" menunjukkan kesamaan mereka dalam panggilan dan cara melayani. Euodia dan Sintikhe bukanlah pekerja yang sembrono. Mereka tidak mencari keuntungan sendiri, tetapi melayani kemajuan Injil. Paulus juga tidak lupa untuk mencantumkan lebih banyak orang dalam kalimat tersebut ("bersama-sama dengan Klemens dan rekan-rekan kerja lainku"). Dengan kata lain, Paulus meletakkan Euodia dan Sintikhe sebagai bagian penting dari tim pelayanan Paulus. Nilai mereka setara dengan rekan-rekan pelayanan Paulus yang lain.
Injil mengajarkan kesamaan yang mendasar: semua orang berdosa dan diselamatkan oleh kasih karunia. Mereka yang benar-benar ditebus oleh Injil tidak akan membiarkan diri mereka merasa lebih benar dari orang lain. Melalui lensa Injil, kita bisa melihat lebih jelas kekurangan dan kelemahan dalam diri kita sendiri. Dengan demikian, kita akan lebih mudah menghargai kebaikan orang lain dan bersyukur atas kesamaan kita dengan mereka. Soli Deo Gloria.
Injil mengajarkan kesamaan yang mendasar: semua orang berdosa dan diselamatkan oleh kasih karunia. Mereka yang benar-benar ditebus oleh Injil tidak akan membiarkan diri mereka merasa lebih benar dari orang lain. Melalui lensa Injil, kita bisa melihat lebih jelas kekurangan dan kelemahan dalam diri kita sendiri. Dengan demikian, kita akan lebih mudah menghargai kebaikan orang lain dan bersyukur atas kesamaan kita dengan mereka. Soli Deo Gloria.