Partisipasi Dalam Injil: Kunci Kesuksesan Rohani (Filipi 1:5-8)

Partisipasi dalam Injil adalah hal yang sering kali kita sampaikan dengan mudah, tetapi tidak selalu kita hayati sepenuhnya. Banyak orang Kristen mungkin langsung sigap mengamini bahwa mereka telah dihidupkan dari kematian rohani mereka melalui Injil. Namun, tidak banyak yang benar-benar hidup bagi Injil. Situasi ini sangat disayangkan, karena mereka yang mengalami kemajuan rohani dari Injil sepatutnya berpartisipasi bagi kemajuan persebaran Injil.
Partisipasi Dalam Injil: Kunci Kesuksesan Rohani (Filipi 1:5-8)
Kekuatan Injil yang Menghidupkan

Tidak demikian dengan jemaat di Filipi. Kekuatan Injil yang sudah menghidupkan mereka juga telah memampukan mereka untuk hidup bagi Injil. Bukan hanya gaya hidup mereka selaras dengan Injil. Mereka benar-benar memberikan diri bagi perkembangan Injil.

Salah satu alasan bagi ucapan syukur Paulus di surat ini (Filipin1:3-11) adalah persekutuan jemaat Filipi ke dalam Injil (Filipi 1:5a). Apa arti “persekutuan” (koinōnia) di sini? Beberapa penafsir mencoba memahaminya secara pasif. “Persekutuan ke dalam Injil” hanyalah sebuah ungkapan lain bagi “diselamatkan melalui Injil”.

Tafsiran ini tampaknya tidak mempunyai dukungan yang kokoh. Kata benda synkoinōnos muncul di Filipi 1: 7 (LAI:TB “turut mengambil bagian”), dan menyiratkan keaktifan jemaat Filipi. Sebelumnya, dia juga sudah menasihati mereka agar “sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil”(Filipi 1:27b). Di samping itu, sebagaimana akan diuraikan selanjutnya, pemunculan kata koinōnia di tulisan-tulisan Paulus juga menunjukkan tindakan yang dilakukan oleh seseorang (Roma 15:26; 2Korintus 9:13). Beberapa versi Inggris dengan tepat menerjemahkan koinōnia dengan “kemitraan” (NIV/ESV) atau “partisipasi” (NASB).

Beragam Bentuk Partisipasi

Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh jemaat Filipi bagi Injil bisa sangat beragam. Doa mereka bagi pelayanan Paulus. Dukungan moral bagi dia. Turut memberitakan Injil secara langsung juga bisa menjadi salah satu partisipasi (bdk. Filipi 1:14). Bagaimanapun, yang sedang dipikirkan oleh Paulus di sini tentu saja adalah pemberian materi bagi Paulus yang sedang berada di dalam penjara. 

Bantuan itu diberikan melalui Epafroditus yang sekaligus ditugaskan untuk melayani keperluan Paulus selama dia di penjara (Filipi 2:25). Di penghujung surat ini (Filipi 4:14-18) Paulus secara panjang lebar mengungkapkan terima kasih atas bantuan materia jemaat bagi pelayanannya. Di sana kata “mengambil bagian” (synkoinōneō) juga muncul di Filipi 1:14. Jadi, penekanan Paulus memang terletak pada partisipasi secara material, tetapi koinōnia dalam Injil sendiri bisa berbentuk apa saja.

Pelajaran Penting tentang Partisipasi dalam Injil

Melalui teks hari ini kita akan belajar beberapa poin penting tentang partisipasi dalam Injil. 

1. Pertama, partisipasi ini harus konsisten (Filipi 1:5). 

Frasa “mulai dari hari pertama sampai sekarang” menyiratkan sebuah konsistensi. Hal ini tentu saja tidak mudah. Buktinya, tidak banyak jemaat yang mampu melakukannya. Di Filipi 4:15-16 Paulus memuji jemaat Filipi karena di antara semua jemaat, merekalah yang selalu mendukung pelayanannya, baik waktu di provinsi Makedonia maupun waktu dia pergi ke daerah lain.

Menengok situasi kuno dahulu dan kondisi pelayanan Paulus, berpartisipasi secara konsisten memang sukar untuk dilakukan. Tidak mudah untuk mengetahui posisi Paulus. Dia kerap berpindah-pindah tempat. Pelayanannya pun seringkali diwarnai dengan berbagai kesusahan dan penganiayaan. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di propinsi Makedonia, jemaat Filipi sudah melihat sendiri betapa sukarnya pergumulan Paulus dalam pelayanan (Filipi 1:30). Sampai sekarang mereka terus memantau (1:30). Tidak heran, Paulus berani berkata: “kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku”.

2. Kedua, partisipasi ini bersumber dari Allah (Filipi 1:6). 

Seperti kebiasaannya di surat-suratnya yang lain, Paulus tidak mau berpusat pada manusia. Yang paling penting bukanlah jemaat Filipi, melainkan Allah. Dia yang memulai sesuatu yang baik di tengah-tengah mereka. Partisipasi dalam Injil hanyalah salah satu bukti dari proses pengudusan mereka yang sudah dimulai oleh Allah. Bukan hanya memulai. Allah juga senantiasa menguatkan mereka. Bukan hanya “sampai sekarang”, tetapi “sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus”.

Itulah sebabnya pada saat menerima bantuan dari jemaat, Paulus pertama-tama berkata: “Aku bersukacita di dalam Tuhan” (Filipi 4:10). Hal ini tentu saja bukan berarti bahwa dia kurang menghargai usaha jemaat Filipi. Dia hanya ingin menempatkan hal yang tepat pada posisi yang tepat pula.

Keterkaitan antara pekerjaan Allah dan ketaatan orang percaya bukanlah sebuah kontradiksi. Ini adalah sebuah paradoks yang sering muncul dalam tulisan-tulisan Paulus. Sebagai contoh, di Filipi  2:12 dia menasihati jemaat agar selalu taat dalam keadaan apa pun, lalu di Filipi 2:13 dia menjelaskan alasannya: “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya”. Maksudnya, ketaatan kita merupakan bukti bahwa Allah sudah bekerja di dalam kita. Kita yang harus taat, tetapi kekuatan untuk taat disediakan oleh Allah.

3. Ketiga, partisipasi ini merupakan kasih karunia Allah (Filipi 1:7). 

Paulus mengatakan bahwa pemberian bantuan untuk dia membuat jemaat Filipi menjadi pengambil bagian dalam kasih karunianya (synkoinōnos mou tēs charitos). Kasih karunia (charis) seperti apa yang dimaksud di sini?

Di antara semua opsi yang ditawarkan oleh para penafsir, kita sebaiknya memahami kasih karunia ini dalam kaitan dengan tugas pemberitaan Injil. Ada beberapa petunjuk yang mengarah pada kesimpulan ini. “Mengambil bagian dalam kasih karunia” (synkoinōnos tēs charitos) disejajarkan dengan “persekutuan dalam Berita Injil” (koinōnia eis to euanggelion). 

Jika “Injil” di Filipi 1:5 yang di dalamnya jemaat Filipi telah mengambil bagian merujuk pada pelayanan pemberitaan Injil (LAI:TB “Berita Injil”), maka kasih karunia di Filipi 1:7 juga merujuk pada tugas pemberitaan Injil. Di samping itu, Paulus lantas menerangkan bahwa kasih karunia itu berhubungan dengan aktivitas yang dia lakukan bagi Injil: pemenjaraan, pembelaan, dan peneguhan Injil (Filipi 1: 7b). Penafsiran semacam ini sebenarnya tidak terlalu mengagetkan, karena Paulus memang sering menyebut kerasulan dan pelayanannya sebagai kasih karunia (Roma 1:5; 1Korintus 3:10; Galatia 2:9).

Penjelasan kepada jemaat Filipi bahwa apa yang mereka lakukan kepada Paulus merupakan partisipasi dalam pekerjaan Injil atau kasih karunia Allah merupakan sesuatu yang perlu digarisbawahi. Dia sedang mengaitkan jemaat lebih kepada pekerjaan Tuhan daripada kehidupan personal Paulus. Sebagaimana kita ketahui, antara Paulus dan jemaat Filipi ada kasih dan kesatuan hati yang mendalam. Tanpa ragu dia berkata: “kamu ada di dalam hatiku”. 

Di Filipi 1:8 dia menambahkan: “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian”. Walaupun demikian, Paulus tidak melihat bantuan jemaat Filipi secara personal. Maksudnya, bantuan itu bukan tentang kepentingan dan kebutuhan pribadi Paulus. Yang paling penting bukanlah kenyamanannya. 

Di penutup surat dia bahkan secara terbuka berkata: “Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu” (Filipi 4:17). Bahkan Paulus tidak berkeberatan berada di dalam penjara selama hal itu meluaskan pemberitaan Injil (Filipi 1:12-14). Yang penting bukan bagaimana keadaan kita, melainkan bagaimana keadaan perkabaran Injil.

Kebenaran ini perlu didengungkan lebih kuat di mimbar-mimbar gereja. Sebagian orang Kristen tidak mempedulikan kehidupan pribadi hamba-hamba Tuhan maupun pelayanan yang mereka lakukan. Ini sebuah kesalahan besar. Bagaimana bisa seseorang mencintai firman Tuhan tetapi tidak mencintai orang yang bersusah-payah memberitakannya? Bagaimana bisa seseorang yang sudah dihidupkan melalui Injil yang diberitakan oleh seseorang tidak mau memberikan kehidupannya bagi si pemberita itu? Ada lagi kesalahan yang tidak kalah seriusnya. 


Beberapa orang gemar memberikan bantuan materi kepada hamba Tuhan, tetapi tidak mengaitkan hal itu dengan pemberitaan Injil. Mereka tidak peduli apakah bantuan yang diletakkan di tangan hamba-hamba Tuhan itu pada akhirnya benar-benar memperluas pekerjaan pemberitaan Injil atau tidak. Yang lain mau memberikan, namun bukan atas kesadaran bahwa hal itu merupakan partisipasi dalam kasih karunia Allah. Mereka merasa dibutuhkan. Bantuan diberikan bukan atas dasar kasih dan hasrat bagi kemajuan Injil, melainkan kehausan terhadap kehormatan dan kekuasaan. Semua ini menyimpang dari kebenaran.

Sudahkah kita hidup seturut dengan kebenaran Injil? Maukah kita menghidupi Injil itu dengan cara membagikan hidup kita bagi kemajuan Injil? Kiranya Allah Tritunggal yang setia akan terus mendorong dan memampukan kita untuk berpartisipasi secara aktif ke dalam Injil sampai kesudahannya.
Next Post Previous Post