Pernikahan Tidak Seiman dalam Sudut Pandang Alkitab
1. Pandangan Alkitab dari Perjanjian Lama mengenai Pernikahan Tidak Seiman
Di dalam Kejadian 2:18 dikatakan “Tuhan Allah berfirman: Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya yang sepadan dengan dia.” Adam membutuhkan penolong, sehingga ia dibuat tidur nyenyak dan Tuhan “mengoperasi” dia lagi. Inilah pengaliran darah yang pertama di dalam Alkitab.
Pengaliran darah untuk penebusan adalah setelah Adam dan hawa berdosa, dan seekor binatang disembelih untuk menjadi pakaian mereka. Tetapi pengaliran darah pertama di dalam diri manusia dilakukan oleh Allah sendiri, ketika Allah memecahkan daging sehingga darah keluar dari Adam.
Ini dilambangkan pada waktu Kristus mati untuk memungkin gereja bisa berdiri. Dan ini dilambangkan oleh Adam yang harus tidur, dilukai, berdarah, tulang rusuk diambil untuk menciptakan Hawa menjadi penolong.
Ketika Allah menciptakan Adam, Ia juga tahu apa yang dibutuhkannya yaitu seorang penolong. Seorang penolong yang diambil dari tulang rusuk Adam, yaitu saat Allah membuatnya tidur. Arti dari tulang rusuk adalah untuk melindungi, membimbing dan menjagai wanita. Salah satu gambaran yang paling indah di dalam dunia ialah ketika seorang pria melindungi, membimbing seorang wanita.
Selain hal tersebut, seorang suami juga harus jelas berjalan di dalam kehendak Tuhan, sehingga dia berhak memimpin seluruh keluarga di dalam menjalankan kehendak Tuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa ketika Allah merencanakan supaya manusia membentuk keluarga yang indah dan bahagia yang dapat menjadi cermin di dalam dunia, adalah masing-masing dari istri atau suami harus melakukan tugasnya seperti rencana Allah, yaitu seorang wanita harus menjadi penolong bagi suaminya dan seorang suami harus berjalan dalam kehendak Tuhan. Dalam hal ini tentunya membutuhkan kesatuan dalam iman percaya kepada Tuhan dan tidak mungkin jika tidak seiman dapat berjalan di dalam kehendak Tuhan.
Orang Kristen sebenarnya telah dilahirkan kembali dan hidup di dalam Kristus sehingga mereka hidup secara rohani, sedangkan orang yang tidak percaya tidak demikian. Orang yang belum mempercayai Yesus Kristus sebagai Juru selamat pribadinya masih dalam keadaan mati secara rohani.
Terkait dengan hal tersebut pernikahan harus dihormati. Maksudnya adalah pada waktu pernikahan itu terjadi, berarti pribadi dan pribadi itu bertemu dan berjanji bersatu, sehingga ketika mereka menikah dan memilih seseorang untuk menjadi pasangan hidup harus benar-benar memilih seperti kehendak Tuhan. Menikah dengan seseorang bukan seperti memilih benda-benda yang disenangi. Tetapi menikah adalah suatu kehormatan yang Tuhan berikan kepada manusia, di mana pribadi tertarik dengan pribadi, di mana kedua pribadi berjanji untuk hidup bersama selama- lamanya di dalam dunia ini.
Setiap orang harus menghormati pernikahan karena pernikahan menjadi dasar keluarga dan memberikan pengaruh dan tanggung jawab yang paling panjang di dalam diri dan hidup manusia. Oleh karena itu, dalam memilih pasangan hidup pun harus bisa -bertanggung jawab di dalam hidup.
2. Perjanjian Baru Mengenai Pernikahan Tidak Seiman
Allah telah menciptakan pernikahan itu sejak penciptaan manusia Adam dan Hawa. Maka pernikahan adalah lembaga pertama yang ditetapkan dan dikehendaki oleh Tuhan Allah sendiri. Selain itu pernikahan merupakan suatu institusi yang sakral dan unik karena institusi pernikahan adalah institusi yang dibentuk oleh Allah sendiri sejak awal penciptaan manusia.
Pada hakikatnya pernikahan dirancang Allah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Manusia pada naturnya memang tidak dapat hidup sendiri, maka Allah memberikan seorang penolong agar bisa menjadi satu pasangan yang serasi, yang indah dan bahagia (Kejadian 2:18-25). Namun dosa telah merusak relasi pernikahan yang indah.
Pernikahan sejati yang memberikan kemungkinan kebahagiaan sejati akan dimulai oleh dua anak Tuhan yang bertekad menjadikan Allah sebagai Tuhan atas hidup pernikahan mereka. Hal tersebut merupakan tuntutan yang keras dan serius serta rahasia dari pernikahan yang sedemikian indah yang dibukakan kepada setiap anak Tuhan yang mau taat.
Paulus juga mengungkapkan bahwa pernikahan Kristen bukanlah sekadar dua orang yang sedang jatuh cinta lalu dengan segala pikiran nafsu dan keinginan duniawi memasuki mahligai pernikahan. Bukan sekadar “saya cinta kamu, kamu cinta saya dan kita menikah.” Pernikahan sejati melampaui sekadar cinta kasih dua orang manusia, tetapi di belakang itu ada makna yang jauh lebih dalam dan kekal.
Selain itu Paul Gunadi juga memberikan masukan bagi anak-anak Tuhan jika memilih pasangan hidup haruslah sesama orang percaya dan dalam proses pemilihan pasangan yang berkenan di hadapan Tuhan tentunya harus memohon pimpinan dari Tuhan dan juga harus taat pada perintah Tuhan yaitu menikah dengan pasangan yang seiman.
Dalam 2 Korintus 6:14-15, Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang- orang tak percaya? Pesan dari ayat ini jelas, bahwa dalam memilih pasangan hidup, orang Kristen harus memiliki pasangan yang satu iman.
Tafsiran lainnya tentang 2 Korintus 6:14-15 adalah Paulus menekankan perintah untuk para pembacanya tidak memiliki hubungan apa pun dengan penyembah berhala atau agama penyembah berhala tetapi meminta untuk hidup suci atau kudus di dalam Tuhan. pernyataan untuk to not be yoked together with unbelievers mempunyai maksud tidak mengambil bagian menyembah berhala dengan para penyembah berhala atau orang yang tidak percaya pada Kristus.
Namun sebaliknya, jika pasangan itu seiman, dasar hidup mereka dari firman Tuhan dapat diterapkan. Cara mereka mendidik anak, mengajarkan keyakinan iman, cinta Tuhan, pelayanan, berbakti, belajar, berdoa, kosa kata yang digunakan tidak mengalami pertentangan dan kekhawatiran akan menyinggung pasangannya. Melihat bahwa persoalan tentang pernikahan dengan pasangan yang tidak seiman belum terlalu dipahami oleh orang Kristen jaman sekarang dan masih ada juga yang menikah dengan pasangan yang tidak seiman.
Menurut pembahasan tersebut sudah sangat jelas bahwa yang merencanakan dan membentuk pernikahan itu sendiri adalah Allah. Sebagai umat Tuhan umat Kristen harus taat kepada perintah-Nya yaitu salah satunya memilih pasangan hidup yang seiman.
KESIMPULAN
Makna pernikahan dalam Alkitab adalah lembaga yang disahkan Allah yang melibatkan penyatuan seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai “satu daging” dalam suatu hubungan seumur hidup. Allah tidak menginginkan umat Kristen menikah dengan pasangan yang tidak seiman karena hal itu akan membutuhkan pergumulan seumur hidup. Anak terang tidak dapat di satukan dengan anak gelap, karena hal itu tidak dapat di satukan. Sumber kasih yang ada pada anak terang bersumber pada kasih Kristus sendiri, sedangkan sumber kasih pada anak gelap kepada dirinya sendiri
Pandangan Perjanjian Lama mengenai pernikahan tidak seiman, adalah bahwa menikah dengan orang yang bukan dari sebangsa atau sanak-saudaranya merupakan suatu hal yang sulit diterima dalam budaya masyarakat setempat. Pernikahan merupakan rencana Allah sendiri dalam hidup manusia. Oleh karena itu setiap orang percaya yang akan menikah, seharusnya tidak menganggap remeh arti dari pernikahan itu sendiri karena Allah sendiri yang memberkati pernikahan itu. Orang percaya seharusnya memohon pimpinan hikmat Tuhan dalam memilih pasangan hidup.
Pandangan Perjanjian Baru mengenai pernikahan tidak seiman adalah bahwa menikah dengan pasangan yang tidak seiman atau berbeda agama sangatlah ditentang oleh Alkitab. Allah tidak menginginkan umat Kristen menikah dengan pasangan yang tidak seiman karena hal itu akan membutuhkan pergumulan seumur hidup. Takut akan Tuhan adalah kriteria utama dalam memilih pasangan. Victoria Woen