AMSAL 3:27-35. KEADILAN DAN KEBAIKAN DIPUJI-PUJI; PERINGATAN TERHADAP KEDENGKIAN
Matthew Henry (1662 – 1714)
----------------------------
BAHASAN : AMSAL 3:27-35. KEADILAN DAN KEBAIKAN DIPUJI-PUJI; PERINGATAN TERHADAP KEDENGKIAN.
----------------------------
BAHASAN : AMSAL 3:27-35. KEADILAN DAN KEBAIKAN DIPUJI-PUJI; PERINGATAN TERHADAP KEDENGKIAN.
Hikmat sejati terdiri atas melakukan kewajiban kita terhadap manusia, dan juga terhadap Allah, dengan jujur dan saleh. Oleh karena itu, di sini kita mendapati berbagai ketetapan hikmat yang sangat bagus, yang berkaitan dengan sesama kita.
[I]. Kita harus memberikan kepada semua orang apa yang layak mereka terima, baik karena alasan keadilan maupun untuk berderma, dan tidak menunda-nunda untuk melakukannya (Amsal 3:27-28): “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya (baik oleh karena kurangnya kasih terhadap mereka atau justru kesukaan berlebih terhadap uangmu sendiri) padahal engkau mampu melakukannya, sebab jika engkau tidak mampu melakukannya, maka engkau tidak diharapkan untuk melakukan kebaikan itu.
Akan tetapi, engkau salah besar jika tidak melakukan yang adil dan memperlihatkan belas kasihan dalam kelimpahanmu. Dan ini akan menjadi duka laramu yang terbesar, yaitu jika Allah tidak melakukan kebaikan terhadapmu, bukan supaya penghiburan dan kenyamanan hidupmu menjadi terbatas, tetapi karena engkau tidak memberikan kepada orang lain apa yang menjadi hak mereka.” Janganlah menahannya.
Hal ini menyiratkan bahwa kita dipanggil dan diharapkan supaya janganlah tangan kita tidak terulur dan pintu hati kita tertutup. Kita tidak boleh menghalangi orang lain untuk melakukannya, apalagi menahan diri kita untuk melaksanakannya. “Jika yang diminta ada padamu hari ini, dan engkau mampu melakukannya, janganlah engkau berkata kepada sesamamu: Pergilah kali ini dan datanglah lagi di lain kesempatan, dan mari kita lihat apa yang bisa kulakukan nanti. Besok akan kuberi, padahal engkau tidak tahu apakah engkau akan hidup sampai besok, atau apakah besok engkau akan memiliki apa yang diminta.
Dengan demikian, janganlah segan menghabiskan uang demi hal-hal yang berguna. Janganlah mencari-cari alasan untuk menghindar dari kewajiban yang harus dilakukan, dan janganlah senang membiarkan sesamamu terus ada dalam kesakitan dan kesesakan. Janganlah pula berlaku seperti seorang pemberi terhadap pengemis, dengan berlagak mempertontonkan kuasa atas mereka.
Akan tetapi, lakukanlah kebaikan terhadap orang-orang yang berhak menerimanya dengan hati yang siap dan riang, berdasarkan kesadaran hati nurani terhadap Allah,” terhadap tuan dan pemilik kebaikan itu (begitulah kata aslinya), kepada orang-orang yang berhak menerima kebaikan itu. Hal ini mewajibkan kita:
1. Membayar lunas utang kita tanpa kecurangan, penipuan, atau penundaan.
2. Membayar upah orang-orang yang telah bekerja untuk mendapatkannya.
3. Menafkahi keluarga kita dan orang-orang lain yang bergantung kepada kita, sebab mereka layak mendapatkannya.
4. Menunaikan kewajiban kita terhadap gereja dan negara, pejabat dan pelayan.
5. Siap sedialah melakukan tindakan persahabatan dan kemanusiaan, dan bersikap ramah dalam segala hal, sebab itulah hal-hal yang diwajibkan oleh hukum perbuatan, sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain.
6. Berderma kepada kaum miskin dan orang-orang yang berkekurangan.
Jika orang lain mengalami kekurangan dalam kehidupan mereka, dan kita memiliki sarana untuk membantu mereka, kita harus menganggap mereka layak untuk menerima kebaikan kita dan tidak menahan-nahannya. Derma disebut juga kebenaran, sebab derma adalah utang terhadap orang miskin, utang yang tidak boleh kita tunda-tunda pembayarannya. ‘Bis dat, qui cito dat’ – Orang yang segera memberi berarti memberi dua kali lipat.
[II]. Kita tidak boleh merancangkan kecelakaan untuk menyakiti siapa pun (Amsal 3:29):“Janganlah merencanakan kejahatan terhadap sesamamu. Janganlah berikhtiar untuk melakukan kejahatan tersembunyi terhadapnya, untuk mencelakai badannya, harta, nama baiknya, dan sebagainya, padahal dia hidup dengan tenteram di sampingmu tanpa pernah mengganggumu, tidak memendam iri hati atau mencurigaimu, dan dengan begitu dia tidak berprasangka buruk terhadapmu.”
Menjahati seseorang dengan semena-mena merupakan pelanggaran hukum kehormatan dan persahabatan. Terkutuklah dia yang menikam sesamanya dari belakang. Jika kita dianggap baik oleh sesama kita dan mereka menyangka bahwa kita tidak akan mencelakai mereka, lalu kemudian kita mengambil kesempatan untuk menipu dan melukai mereka, maka itu adalah tindakan yang teramat hina dan tidak tahu berterima kasih.
[III]. Kita tidak boleh mencari-cari pertengkaran dan perpecahan (Amsal 3:30): “Janganlah bertengkar tidak semena-mena dengan seseorang. Janganlah berusaha mendapatkan sesuatu yang bukan menjadi hakmu.
Janganlah menganggap hal yang mungkin hanya kesalahpahaman semata sebagai tindakan yang dapat memicu pertengkaran. Jangan merepotkan sesamamu dengan keluhan dan tuduhan macam-macam. Jangan menuntut mereka secara hukum, padahal tidak ada kejahatan yang dilakukan terhadapmu atau tidak ada sesuatu yang layak diperdebatkan, atau masih ada cara untuk menyelesaikannya secara damai.” Hukum haruslah menjadi jalan keluar terakhir, sebab hidup damai dengan semua orang bukan saja merupakan tugas kita, melainkan juga kepentingan kita sendiri.
[IV]. Kita tidak boleh iri hati dengan kejayaan para pelaku kejahatan (Amsal 3:31). Peringatan ini sama dengan peringatan yang telah sering kali ditekankan (Mazmur 37:1). “Janganlah iri hati kepada orang yang melakukan kelaliman. Meskipun dia kaya dan makmur, meskipun dia hidup bergelimang kemudahan dan kenikmatan dan membuat semua orang di sekelilingnya terkagum-kagum dibuatnya, janganlah mengira bahwa dia bahagia, dan janganlah engkau ingin keadaanmu seperti dia.
Janganlah memilih satu pun dari jalannya. Jangan meniru dia ataupun mengikuti caranya dalam memperkaya dirinya. Jangan pernah berpikir untuk melakukan apa yang dia lakukan, sekalipun engkau yakin akan dapat memperoleh apa yang dia punyai, sebab semuanya harus dibayar dengan harga yang amat mahal.”
Nah, untuk menunjukkan mengapa orang-orang kudus tidak sepatutnya merasa iri terhadap para pendosa, dalam empat ayat terakhir di pasal ini, Salomo membandingkan keadaan para pendosa dengan orang-orang kudus (seperti yang pernah dilakukan oleh Daud, ayahnya, Mazmur 37). Ia mempertentangkan keduanya berhadap-hadapan supaya kita dapat melihat betapa bahagianya orang-orang kudus itu sekalipun mereka teraniaya, dan betapa sengsaranya orang fasik, sekalipun merekalah yang menjadi penganiaya.
Manusia akan dihakimi berdasarkan kedudukan mereka di hadapan Allah, dan berdasarkan penghakiman Allah atas mereka, bukan berdasarkan kedudukan mereka di mata dunia. Orang-orang yang seturut dengan pikiran Allah berarti sudah berbuat benar, dan jika kita seturut dengan pikiran-Nya, maka kita akan melihat bahwa begitu bahagianya orang-orang kudus itu sehingga mereka tidak memiliki alasan lagi untuk merasa iri terhadap para pendosa, walaupun keadaan mereka makmur sampai mereka sendiri saling merasa iri. Sebab:
1. Orang-orang berdosa dibenci Allah, tetapi orang-orang kudus dikasihi-Nya (Amsal 3:32). Para pendosa yang lancang, yang terus-menerus menyimpang dari-Nya, yang hidupnya merupakan pertentangan melawan kehendak-Nya, adalah kekejian bagi TUHAN. Dia yang tidak membenci apa pun yang telah Dia ciptakan harus merasa jijik terhadap orang-orang yang telah mencemari diri mereka sendiri. Mereka bukan saja menjijikkan di depan mata-Nya, tetapi juga merupakan kekejian.
Oleh karena itu, orang-orang benar tidak memiliki alasan untuk merasa cemburu terhadap para pendosa itu, sebab dengan orang-orang benarlah Ia bergaul erat. Mereka adalah orang-orang kesayangan-Nya. Dia bergaul erat dengan mereka melalui persekutuan yang tidak diketahui dunia ini, dan dalam persekutuan itulah mereka memiliki sukacita yang tidak dirasakan oleh orang lain. Dia menyampaikan tanda-tanda kasih-Nya kepada mereka. Kovenan-Nya atau janji-Nya ada dengan mereka. Mereka mengenal pikiran-Nya serta makna dan tujuan pemeliharaan-Nya, lebih daripada yang diketahui orang lain. Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?
2. Para pendosa beserta seisi rumah mereka berada di bawah kutuk Allah. Para orang kudus dan kediaman mereka ada di bawah berkat-Nya (Amsal 3:33). Orang fasik memiliki rumah yang mungkin kokoh dan megah, tetapi kutuk TUHAN ada di sana, ada di dalamnya. Dan, sekalipun usaha keluarga mereka mungkin berhasil, tetapi setiap berkat mereka akan menjadi kutuk (Maleakhi 2:2). Di sana ada penyakit paru-paru, ketika tubuh mereka justru dikenyangkan sampai puas (Mazmur 106:15).
BACA JUGA: AMSAL 3:21-26: KELUHURAN HIKMAT
Kutuk dapat menimpa dengan diam-diam dan perlahan-lahan, tetapi hal itu merupakan penyakit kusta yang parah, yang pada akhirnya akan memusnahkan baik kayunya maupun batu-batunya (Zakaria 5:4; Habakuk 2:11). Orang benar memiliki tempat tinggal yang sederhana (kata yang dipakai adalah yang biasa digunakan untuk kandang domba), gubuk yang sangat hina, tetapi Allah memberkatinya. Dia terus memberkatinya dari awal hingga akhir tahun. Kutuk dan berkat Allah ada di atas rumah berdasarkan penghuninya, apakah mereka fasik atau saleh, dan jelaslah bahwa keluarga yang diberkati, meskipun mereka miskin, tidak seharusnya merasa iri terhadap keluarga yang dikutuk, sekalipun mereka kaya.
3. Allah merendahkan pendosa, tetapi menghormati orang-orang kudus (Amsal 3:34).
(a). Orang-orang yang meninggikan diri pasti akan direndahkan: Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh. Orang-orang yang mencemooh dan tidak mau tunduk pada disiplin agama, tidak sudi memikul kuk Allah, tidak mengindahkan anugerah-Nya dan mengolok-olok kesalehan serta orang-orang saleh, dan suka menentang dan mencemoohkan mereka, akan dicemoohkan oleh Allah dan dipertontonkan kepada dunia untuk dicemoohkan. Dia mengejek kejahatan mereka yang tidak punya daya apa-apa itu. Ia bersemayam di sorga, tertawa (Mazmur 2:4). Dia mengganjar mereka (Mazmur 18:26). Dia menentang orang yang congkak.
(b). Orang yang merendahkan diri akan ditinggikan, sebab orang yang rendah hati dikasihani-Nya. Dia mengerjakan di dalam diri mereka apa yang mendatangkan kehormatan bagi mereka, dan oleh karena itu mereka berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia. Mereka yang sabar menanggung celaan orang-orang fasik akan mendapat kehormatan dari Allah dan dari orang-orang benar, dan karena itulah mereka tidak memiliki alasan untuk mencemburui para pendosa atau untuk memilih jalan mereka.
4. Nasib akhir para pendosa adalah aib yang kekal, sementara nasib akhir para orang kudus adalah kehormatan yang tidak berkesudahan (Amsal 3:35).
(a). Orang-orang kudus itu bijaksana dan bertindak bijak bagi diri mereka sendiri. Sebab, sekalipun agama mereka kini seolah-olah menyembunyikan kehormatan mereka dan membuat mereka rawan terhadap hinaan, tetapi pada akhirnya mereka pasti akan mendapatkan kehormatan itu, yang jauh lebih besar dan kekal. Mereka akan memperoleh dan mewarisi harta yang paling indah dan terjamin. Allah memberi mereka anugerah (Amsal 3:34), dan oleh karena itulah mereka akan mewarisi kehormatan, sebab anugerah merupakan kehormatan (2 Korintus 3:18). Anugerah merupakan awal dari kemuliaan, pertanda yang mengawalinya (Mazmur 84:12).
(b). Para pendosa merupakan orang-orang bebal, sebab mereka bukan saja menyediakan aib bagi diri mereka sendiri, melainkan juga berkhayal akan mendapatkan kehormatan, seakan-akan hanya mereka saja yang akan menjadi agung. Nasib akhir mereka akan mempertontonkan kebebalan mereka: orang yang bebal akan menerima cemooh. Bukannya kehormatan yang didapat mereka, malah penghukuman yang lebih besar. Satu-satunya kehormatan yang bisa mereka dapatkan adalah bahwa Allah akan dipermuliakan di dalam kebinasaan kekal mereka.