Eksegesis Markus 9:2-13: Berubah Rupa, Anak, dan Manusia dalam Konteks Keilahian Yesus

Pendahuluan

Dalam perjalanan spiritual, kita sering kali menemui teks-teks suci yang memperdalam pemahaman kita terhadap keilahian dan kemanusiaan Tuhan Yesus Kristus. Satu di antaranya adalah Eksegesis Markus 9:2-13, di mana kita akan menjelajahi makna mendalam di balik kata-kata "Berubah Rupa," "Anak," dan "Manusia." Melalui pemahaman ini, kita akan menggali kekayaan teologis yang tersembunyi dan merenungkan bagaimana setiap kata membentuk fondasi keyakinan kita. Mari kita sambut keajaiban teks ini dengan hati yang terbuka dan tekun.
Eksegesis Markus 9:2-13: Berubah Rupa, Anak, dan Manusia dalam Konteks Keilahian Yesus
Berubah Rupa (metamorphoo)

Kata yang digunakan untuk “berubah rupa” dalam konteks Markus ialah (metemorphothe) berasal dari kata dasar (metamorphoo). Dalam Perjanjian Baru, kata ini hanya digunakan sebanyak empat kali. Dalam kitab Injil dua kali (Matius 17:2; Markus 9:2) dan dalam tulisan Paulus dua kali (Roma 12:2; 2 Korintus 3:18). Dari keempat pemakaian kata ini, dua di antaranya digunakan untuk Yesus dan yang lain merujuk kepada perubahan oleh pembaharuan budi. Kata ini agaknya hanya diperuntukkan kepada Yesus dalam hal perubahan secara fisik.

Bentuk kata dari metamorphoo ialah kata kerja indicative aorist passive. Kasus dari bentuk kata kerja ini secara harafiah berarti perbuatan yang terjadi satu kali dan hal ini benar terjadi. Kemudian untuk kasus passive berarti objek tidak melakukan apa-apa (pasif). Dalam konteks ini, kasus passive bukan untuk menyangkal bahwa Yesus bukan Tuhan, tetapi hanya untuk menegaskan kedudukan Yesus sebagai manusia. Salah satu contoh kasus seperti malaikat yang memberi kekuatan kepada Yesus (Lukas 22:43), seolah-olah Yesus bukan Tuhan.

Jika membandingkan beberapa terjemahan, baik terjemahan Indonesia maupun terjemahan Inggris, tidak ada kata yang berarti dalam penggunaannya. New Internasional Version (NIV) dan New King James Version (NKJV) menerjemahkan kata metamorphoo dengan kata transfigured. Begitu juga dengan terjemahan Indonesia seperti Terjemahan Baru (TB), Bahasa Indonesia yang disederhanakan (BSD) dan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menggunakan kata berubah atau berubah rupa. Dari segi terjemahan, kata metamorphoo tidak memiliki kendala atau pun makna yang lain selain dari berubah atau berubah rupa.

Kata metamorphoo menjelaskan tentang perubahan secara eksternal atau perubahan internal seperti perubahan batin. Perubahan ini terjadi pada ciri atau sifatnya, namun unsur intinya tetaplah sama. Jika perubahan tersebut bersifat transubstansiasi, maka Yesus bukanlah manusia yang sejati. Akan tetapi perubahan Yesus ini tidak menghilangkan unsur inti atau substansinya.

Wycliffe menegaskan bahwa perubahan bentuk ini bersifat hakiki yang artinya bukanlah perubahan yang dangkal. Dengan tubuh inilah Yesus sebagai Tuhan akan datang mendirikan kerajaanNya kelak. Perubahan yang terjadi pada Yesus saat itu akan dialami oleh orang percaya, namun secara perlahan. Bukan berarti manusia akan menjadi Allah, namun akan serupa dengan Allah. Peristiwa perubahan yang Yesus alami menunjukkan bahwa Ialah Tuhan, perubahan secara spontan dan hakiki ini tidak mungkin dialami oleh manusia, hanya Allah yang berkuasa untuk melakukannya

Anak (huios)

Kata “Anak” yang dimaksud ialah terdapat dalam kalimat “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.” (Markus 9:7). Ungkapan tersebut muncul dari dalam awan. Dalam kebudayaan Yahudi, kehadiran Allah dikaitkan dengan awan. Musa bertemu dengan Allah dalam awan, di dalam awan, Allah memenuhi Kemah Suci. Dengan demikian, ungkapan tersebut sangat jelas berasal dari Allah. Pernyataan dari Allah tersebut ditujukan kepada Yohanes, Petrus, dan Yakobus.

Dalam bahasa aslinya, kata “Anak” diterjemahkan dari kata (huios). Dalam terjemahan American Version (AV), kata ini diterjemahkan sebagai son (85), Son of Man (87), Son (42), Son of David (15) dsb. Sedangkan terjemahan baru menerjemahkan kata huios sebagai berikut: Anak (164), Anak-Nya (2), anak laki-laki (11), anak-anak (19), keturunan (1), yang mewarisi (1) dsb.37 Istilah Anak, Anak Daud, Anak-Nya, keturunan, yang mewarisi, sebagai penunjukkan diri Yesus untuk mengungkapkan diri-Nya.

Pernyataan Allah tentang Yesus yang berkaitan dengan kata huios mengandung beberapa arti. 

Pertama, frasa “Anak-Ku” menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Istilah Anak Allah menjelaskan bahwa Yesus adalah Allah dan berasal dari Allah. Segala kuasa yang ada di sorga dan juga di bumi telah diberikan kepada Yesus. Istilah Anak Allah juga menjelaskan bahwa Yesus adalah satu dengan Bapa. Hal itu dipertegas sendiri oleh Yesus dalam Yohanes 10:30 tentang kesatuan Bapa dan Anak.

Kedua, menunjukkan bahwa Yesus sebagai ahli waris. Kata huios juga merujuk pada terjemahan “yang mewarisi”. Warisan yang dimaksud berkaitan dengan berkat keselamatan yang Allah janjikan kepada Abraham dan keturunannya, termasuk Mesias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama yang akan membawa keselamatan dan kemerdekaan bagi Israel dari keturunan Daud. Janji dan warisan yang diberikan kepada Abraham dan kemerdekaan dari keturunan Daud, semuanya dipenuhi dan mencapai puncak di dalam Yesus Kristus, baik kedatangan-Nya yang pertama maupun kedatangan-Nya yang kedua.

Ketiga, Kata huios juga berkaitan dengan istilah Yesus yang lain seperti Anak Daud. Harapan mesianik telah ter genapi di dalam kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus. Istilah Anak Daud berhubungan dengan janji dan ahli waris. Semuanya telah ter genapi di dalam Yesus Kristus. Pernyataan bahwa Yesus adalah huios bukan diucapkan oleh manusia, seorang nabi, atau pun malaikat, tetapi pernyataan tersebut diungkapkan oleh Allah sendiri. Bukti ini mempertegas bahwa Yesus memang benar Tuhan, Ahli Waris, dan Mesias yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama.

Frasa “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia” juga menunjukkan kesetaraan antara Bapa dan Anak. Dalam banyak perintah dalam Alkitab, Allah mendesak dan menyuruh umat-Nya agar mendengarkan Dia. Namun frasa dalam Markus 9:7, Allah berbicara agar orang-orang mendengarkan Yesus. Dari hal tersebut, sudah dapat dilihat bahwa Bapa dan Anak adalah setara. Sering formulasi dari ungkapan-ungkapan dalam Alkitab yang berkaitan dengan Bapa, Anak, dan Roh Kudus memperlihatkan kesetaraan ketiga pribadi tersebut, seperti dalam perintah baptisan dalam Matius 28:19. Formulasi ungkapan dalam Markus 9:7 juga termasuk dalam formulasi tersebut yang menunjukkan kesetaraan Yesus dan Bapa.

Manusia (anthropos)

Kata ανθρωπος (anthropos) disoroti karena terkandung dalam gelar Yesus sebagai Anak Manusia. Oleh karena itu, eksegesis kata anthropos dalam bagian ini fokus pada penggunaannya dengan Yesus dan dalam konteks Markus 9:2-13. Kata anthropos dalam Markus 9:2-13 hanya muncul dua kali yang keduanya terdapat dalam frasa Anak Manusia, yaitu terdapat dalam Markus 9: 9 dan Markus 9:12. Kata anthropos dalam frasa Anak Manusia di konteks ini, diucapkan oleh Yesus untuk menunjuk diri-Nya secara tidak langsung.

Penekanan Yesus sebagai “Manusia” bukan menunjukkan bahwa Ia termasuk dalam rangkaian generasi manusia semata, tetapi ini mengadopsi ungkapan Semit bahwa Yesus mengambil bagian penuh dari ciri-ciri manusia (terlepas dari dosa). Ungkapan anthropos menunjukkan tidak hanya pada analogi dan ruang lingkup manusia, tetapi sifat kemanusiaan dan keterbatasan sebagai manusia juga terkandung dalam kata tersebut.

Penggunaan kata anthropos dalam frasa Anak Manusia yang diperuntukkan kepada Yesus, juga menyinggung tentang hubungan. Bromiley mengatakan bahwa kata anthropos digunakan dalam gaya Semit yang menyatakan hubungan. Hubungan antara Yesus dengan Bapa dan Yesus dengan manusia. Yesus menjadi wakil Allah dan Ia juga adalah wakil seluruh umat manusia. Di suatu sisi, kehidupan Yesus di bumi menunjukkan bahwa Ia mewakili Allah, tetapi di sisi lain, Yesus juga mewakili manusia dengan menjadi manusia seutuhnya

Kata anthropos dalam gelar Anak Manusia setidaknya mengandung dua arti yaitu :

Pertama, kata tersebut mengandung konotasi ilahi, sebagaimana yang dikatakan oleh Hickinbotham bahwa penekanan kata tersebut lebih kepada sifat ilahi daripada duniawi.

Kedua, penekanan anthropos dalam gelar Anak Manusia mengandung nuansa-nuansa manusiawi.

Hal itu serupa dengan apa yang ditegaskan oleh Henry C. Thiessen bahwa mengapa Yesus menggunakan istilah Anak Manusia, bukan hanya Anak atau Anak Allah, hal itu mengungkapkan bahwa Yesus benar-benar manusia. Sifat-sifat manusia yang ada dalam diri Yesus merupakan sifat nyata yang Ia rasakan. Dalam konteks penggunaan frasa Anak Manusia dalam Markus 9:9-13, bahwa Yesus akan menderita secara daging. Jadi kata anthropos yang diperuntukkan kepada Yesus menjelaskan bahwa natur kemanusian Yesus benar-benar utuh

Dalam konteks Markus 9:9-13, kata anthropos yang diperuntukkan kepada Yesus, membahas tentang konteks penderitaan dan kebangkitan-Nya (Markus 9:9, 12). Penekanan Markus kepada peristiwa penderitaan dan kebangkitan Yesus kira-kira seperlima dari tulisannya. Morris mengatakan bahwa penderitaan Yesus dan bagaimana Ia ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala, dan para ahli Taurat, menggambarkan bahwa Yesus sangat manusiawi. Penekanan Markus pada kemanusiaan Yesus dan penderitaan-Nya, memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa pusat teologi Markus adalah salib. Dengan demikian, kata anthropos dalam konteks Yesus sebagai Anak Manusia semakin mempertegas bahwa Yesus benar manusia sejati

Kesimpulan

Dalam merenungkan Eksegesis Markus 9:2-13, kita menemukan kekayaan makna di setiap kata yang menggambarkan peristiwa transfigurasi Yesus. Melalui pemahaman tentang "Berubah Rupa," "Anak," dan "Manusia," kita dibimbing untuk memahami kedalaman keilahian dan kemanusiaan Kristus.

Pertama, "Berubah Rupa" bukanlah sekadar perubahan fisik, melainkan peristiwa yang mengakui keilahian Yesus tanpa mengubah substansi-Nya. Ini merupakan gambaran hakiki yang menunjukkan kuasa-Nya sebagai Tuhan.

Kedua, kata "Anak" mengungkapkan hubungan unik Yesus dengan Bapa-Nya. Sebagai Anak Allah, Yesus adalah pewaris segala kuasa dan janji ilahi, dan melalui-Nya, janji-janji tersebut terpenuhi dengan sempurna.

Terakhir, konsep "Manusia" dalam gelar Anak Manusia memperlihatkan kekayaan kemanusiaan Yesus. Dia bukan hanya ilahi, tetapi juga sepenuhnya manusia, merasakan penderitaan dan keterbatasan kita.

Dengan demikian, Eksegesis Markus 9:2-13 menjadi sebuah perjalanan rohaniah yang memperkaya iman kita. Melalui kata-kata ini, kita dipanggil untuk mendalami keyakinan akan keilahian dan kemanusiaan Kristus, memperkuat landasan iman kita kepada Sang Penebus. Semoga pemahaman ini menginspirasi kita untuk terus melangkah dalam iman dan mencari wajah Tuhan dengan penuh kerendahan hati.
Next Post Previous Post