Penyembahan Sejati: Roh, Kebenaran, dan Tritunggal Allah (Yohanes 4:24)
Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:24)
Pendahuluan
Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi esensi penyembahan yang mencapai kedalaman sejati, menggali peran Roh Kudus, memahami kebenaran, dan merenungi keunikan Tritunggal Allah. Mari kita memahami bahwa penyembahan bukan hanya ritual, tetapi perjalanan spiritual yang membawa kita mendekat kepada Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Kesimpulan
Penyembahan yang sejati adalah penyembahan yang terjadi dalam roh dan kebenaran, melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia. Tritunggal Allah memainkan peran utama dalam penyembahan yang benar, dan Roh Kudus menjadi pengantar bagi penyembahan yang mendalam. Penyembahan yang sejati adalah pekerjaan roh manusia yang mencari kehadiran Tuhan di mana saja dan kapan saja.
Allah itu Roh
Allah adalah Pribadi pencipta layaknya penyembahan manusia. Allah adalah Roh, tidak terbatas, kekal dan tidak berubah dalam sifatNya. Allah adalah kudus, kebenaran, adil dan Allah yang penuh belas kasihan. Allah adalah pencipta dan pemberi kehidupan. Tidak ada pribadi, objek atau ide yang dapat dibandingkan dengan Allah. Allah adalah kudus di mana manusia berdosa tidak dapat datang ke dalam hadirat-Nya dan memiliki hubungan pribadi dengan-Nya sampai dosa-dosa mereka dihapuskan.
Allah adalah Roh, Allah adalah Bapa. Dalam konteks yang sama di mana Yesus berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa,” (Yohanes 14:9). Sebelumnya Yesus berkata, “Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Allah itu Roh, Bapa dan Yesus sendiri.
Doktrin Tritunggal sangat penting bagi penyembahan yang benar. Yohanes 5:23 adalah kesimpulan logis dari pengajaran Yesus bahwa Allah secara unik adalah Bapa-Nya: “Supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barang siapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.” “Menghormati” adalah sebuah kata yang menyiratkan penyembahan. Kita tidak hanya harus menyembah Bapa; kita harus menyembah Anak juga.
Hal itu memberikan implikasi bahwa satu-satunya cara menyembah Bapa adalah menyembah Anak. Perspektif benar tentang penyembahan adalah Allah dapat disembah hanya bila Bapa disadari menjadi satu dengan Anak-Nya, yang harus menerima penghormatan seperti Bapa. Untuk menyembah Allah yang adalah pribadi sekaligus Roh maka kita harus menyembahnya dalam roh kita. Tetapi sebelumnya roh kita harus diperbarui oleh Roh Kudus yaitu Roh Allah sendiri. Roh Kudus membawa kerinduan kepada Yesus yang menghantarkan kita kepada Allah.
Horrison mengatakan, “Hal yang penting ialah bahwa orang menyembah Bapa, yang sudah diberitakan melalui kedatangan Sang Anak. Keselamatan datang dari bangsa Yahudi di dalam arti bahwa penyataan khusus tentang cara mendekati Allah dengan benar disampaikan kepada mereka: dan Yesus sendiri, Sang Juruselamat, berasal dari bangsa ini (Roma. 9:5). Bahkan sebelum sistem keagamaan yang baru diresmikan dengan sifatnya yang universal, para penyembah sejati memperoleh kehormatan untuk menyembah Allah sebagai Bapa di dalam roh dan kebenaran. Sedangkan kebenaran bertentangan dengan penyembahan orang Samaria yang tidak memadai dan palsu. Cara menyembah yang baru ini merupakan keharusan, sebab Allah itu Roh adanya
Manusia Menyembah Allah Manusia adalah serupa dan gambar-Nya, manusia diciptakan untuk memiliki kedekatan dengan Allah; dan ketika hubungan itu terputus maka manusia menjadi tidak lengkap dan membutuhkan pemulihan. Komuni dengan Allah yang hidup adalah inti sari penyembahan. Manusia diciptakan berbeda dengan binatang dalam hal hati nurani moralnya, pengenalan diri sendiri dan kapasitas untuk perjumpaan spiritual dengan penciptanya.
Semua manusia dalam pandangan ini memiliki dua aspek yaitu tubuh dan rohani (tubuh dan jiwa, atau tubuh dan pikiran, atau tubuh dan roh) dan kapasitasnya berhubungan erat keduanya antara ciptaan dan Pencipta mereka. Kapasitas ini juga telah dirusak, dan disalahgunakan karena dosa. Tuhan mengembalikan hubungan yang rusak melalui Yesus Kristus sehingga orang yang percaya dapat datang menyembah Tuhan secara pribadi.
Manusia menyembah Allah yang benar adalah Bapa yaitu sebutan kesukaan Yesus untuk Allah. Tiga kali dalam Yohanes 4, Yesus berbicara tentang menyembah “Bapa” (Yohanes 4:21, 23). Yesus sendiri menegaskan kepada iblis dengan perkataan ini, “Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Matius 4:10b)
Menyembah dalam Roh
Injil Yohanes 4:23-24, “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran... Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” Apa yang dimaksudkan dengan menyembah dalam roh? Kata “roh” dalam Yohanes 4:24 mengacu kepada roh manusia, pribadi yang lebih dalam. Penyembahan haruslah mengalir dari dalam ke luar.
Bob Sorge mengemukakan: “Yesus sedang menunjukkan bahwa penyembahan tidak lagi diikat pada waktu atau tempat tertentu (bukan di Yerusalem, di mana orang-orang Yahudi menyembah; bukan juga di gunung Gerizim, di mana orang-orang Samaria menyembah); melainkan akan menjadi suatu pekerjaan roh manusia menggapai Roh Tuhan.
Yesus tahu saatnya segera datang yang mana korban-korban hukum Musa di Yerusalem tidak lagi diperlukan, dan penyembahan akan terjadi di dalam rumah Perjanjian Baru – manusia sendiri (lihat 1 Korintus 3:16). Penyembahan sekarang dapat terjadi setiap saat, di mana saja orang yang penuh Roh berada.” William Barclay juga menyatakan: “Membatasi ibadah kepada Allah hanya di Yerusalem atau tempat-tempat lain yang tertentu saja adalah sama dengan memberi batas kepada Dia yang menurut hakikat-Nya sendiri tidak terbatas
Menyembah dalam Kebenaran
Menyembah Allah bukan hanya dalam roh tetapi juga dalam kebenaran. “Penekanan “roh” (πνευµα-pneuma), harus bersejajar dengan “kebenaran” (αληθεια-alêtheia) ini harus dilakukan oleh penyembahpenyembah yang “sejati” (αληθινος-alêthinos). James Montgomery Boice mengungkapkan, ”For Jesus said that those who acknowledge God’s true worth must do so “in spirit and in truth.” In other words, they must do so “in truth” because truth has to do with what His nature is, and they must do so “in spirit” because they can only apprehend it spirituality.”
Selanjutnya, menurut James Montgomery Boice menyembah dalam kebenaran memiliki tiga arti: “First, it means that we must approach God truthfully, that is, honestly or wholeheartedly; Second we must worship on the basis of the biblical revelation; Finally, to God “in truth” also means that we must approach God Christocentrically. This is means “in Christ,” for this is God’s way of approach to Him.
Pernyataan Boice di atas, orang percaya menyembah dalam kebenaran karena itu adalah sifat-Nya. Menyembah dalam roh karena Dia hanya dapat dialami secara rohani. Melalui penjelasan di atas menyembah dalam kebenaran adalah penyembah yang menyembah Allah dengan keterbukaan dan segenap hati, berfokus kepada kebenaran Allah dan berfokus kepada Kristus.
Menyembah dalam kebenaran berarti “tidak menyembunyikan rahasia.” Kita berdiri secara nyata, terbuka di hadapan-Nya, dengan tidak menyembunyikan sesuatu. Seperti Imam Maha tinggi, kita harus menyiapkan diri kita untuk masuk ke dalam hadirat-Nya. Seluruh dosa harus di ampuni dan di tahir kan oleh darah Yesus. “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 Yohanes 1:9).41
Yesus menghubungkan penyembahan dengan kebenaran tanpa dapat dipisahkan. Penyembahan bukanlah suatu pengalaman emosi dengan firman Allah yang menimbulkan perasaan-perasaan tertentu. Penyembahan adalah tanggapan yang dibangun atas kebenaran. Mazmur 145:18 mengatakan, “TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan
Menyembah dalam Roh dan Kebenaran
Secara utuh pembicaraan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria adalah tentang ibadah yang benar kepada Allah. Ibadah itu berasal dari kata “menyembah.” Dan konsep teologis penyembahan dalam arti yang luas sebenarnya berkaitan dengan keberadaan orang percaya di hadapan Allah.
Untuk memahami secara utuh tentang konsep teologis menyembah dalam roh dan kebenaran, maka kita harus kembali kepada esensi utamanya dan tidak terjebak kepada hal-hal praktis yang sebenarnya lebih kepada ekspresi
Menyembah: Relasi dengan Allah sesuai Firman-Nya
Hal yang prinsip dalam menerjemahkan menyembah Allah dengan roh dan kebenaran adalah bagaimana kita berelasi dengan Tuhan sesuai dengan firman-Nya. Mengenal pribadi Allah dengan benar, sesuai dengan apa yang Dia ajarkan.
Bait Allah adalah tempat di mana Allah bersekutu dengan umat-Nya. Konsep bait Allah di dalam Alkitab mengalami perubahan yang revolusioner. Di dalam Perjanjian Lama bait Allah adalah bangunan secara fisik, namun di dalam Perjanjian Baru bait Allah adalah tubuh dan pribadi orang percaya. Dalam 1 Korintus 6:19, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu per oleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?
Secara teologis meskipun mengalami perubahan secara revolusioner namun esensi bait Allah tetap merupakan tempat persekutuan antara Allah dengan umat-Nya. Kemah Suci zaman Musa dibangun sebagai kehendak Allah untuk bersekutu dengan umat-Nya. Keluaran 29:45, ”Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel dan Aku akan menjadi Allah mereka.” Di dalam persekutuan dengan Allah, umat-Nya harus mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup. Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati
Di dalam konteks hidup sebagai persembahan inilah kehadiran Allah nyata pada diri umat-Nya dan penyembahan mengalir dari kehidupan umat-Nya. Di dalam makna ini juga penyembahan melibatkan seluruh aspek kehidupan.
William Barclay menyatakan, Kalau Allah itu roh, maka persembahan manusia kepada Allah haruslah juga persembahan roh. Persembahan korban binatang dan barang-barang lain buatan manusia tidaklah cukup. Persembahan yang berkenan kepada hakikat Allah hanya persembahan roh, yaitu kasih, kesetiaan, ketaatan dan penyerahan diri.
Selanjutnya sebagai bait Allah, Roma 12:1-2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Sebagai bait Allah orang percaya harus hidup sesuai kehendak Allah. Kebenaran yang Allah berikan melalui fiman-Nya.
Menyembah: Ekspresi Pengagungan Tuhan
Relasi dengan Allah secara umum adalah di dalam seluruh aspek kehidupan dan secara khusus merupakan persekutuan pribadi dan ibadah di gereja. Ibadah gereja merupakan persekutuan umat dengan Allah. Di dalam ibadahlah umat memuji dan mendengarkan firman Allah.
R. C. Sproul seorang teolog Injili menjelaskan: “Ketika kita beribadah, kita membawa seluruh diri kita ke dalam tindakan berbakti kepada Allah dan berkomunikasi dengan Allah. Ada banyak cara untuk melakukan hal ini. Manusia bukan makhluk yang sederhana, melainkan bersifat kompleks. Jika kita dengan teliti menyelidiki apa yang tertulis di dalam Kitab Suci bahwa kita harus menyembah Allah dengan seluruh jiwa, dengan seluruh tubuh dan dengan seluruh Panca indra kita, maka kita akan mempunyai suatu pandangan baru tentang beribadah.
Selanjutnya Sproul mengatakan pula: “Penglihatan, pendengaran, perasaan, sentuhan, penciuman; semuanya tercakup dalam pengalaman manusia. Kita dipengaruhi oleh Panca indra dan juga dipengaruhi oleh pikiran. Pikiran kita, tubuh kita, jiwa kita, hati kita, seluruh diri kita harus terlibat di dalam ibadah. Saya yakin bahwa jika kita membuang salah satu segi kemanusiaan kita, berarti kita membuat ibadah kita menjadi miskin
Ron Jenson dan Jim Stevens berpendapat, “Menyembah adalah mengadakan kontak dengan Allah, berdoa kepada Allah, memuji, menyanyi kepada Allah, mengaku di hadapan Allah dan memberi tanggapan kepada Allah sebagaimana Ia telah ditinggikan dan dinyatakan dalam firman-Nya. Tujuannya adalah untuk memberi sesuatu, bukan untuk menerima sesuatu. Berkat pasti akan datang, karena menerima adalah hasil dari memberi
Bagi kalangan pietis apostolik baru, penyembahan merupakan realitas dari pengagungan Tuhan dengan melibatkan seluruh Panca indra dan emosi. Bahkan ada yang mengharuskan penyembahan dengan berbahasa roh. Salah satu penghormatan kita kepada Allah melalui sikap ekspresi kita kepada-Nya dalam ibadah
Meskipun tidak memberikan penyelesaian akhir, namun persoalan pokok tentang penyembahan sebenarnya bermuara pada dua kubu “intelektual dan ekspresi.” “Suatu kubu menyatakan bahwa perasaan religius adalah esensi kerohanian sejati. Apa yang Anda percayai atau lakukan tidaklah begitu penting, asalkan kasih Tuhan kepada jiwa Anda bisa Anda rasakan.”
Sementara yang lain berpendapat “inti dari kerohanian yang sejati adalah berpikir benar. Para pendukung pandangan ini berpendapat bahwa perasaan tidaklah terlalu penting dibandingkan doktrin dan sikap mental. Menurut mereka, keyakinan yang benar membuat jiwa tetap terikat pada fondasi kebenaran, sementara perasaan sifatnya berubah-ubah dan sering menyeret orang yang tidak tahu kepada kesia-siaan.”
John MacArthur memberikan kesimpulan yang baik: “Ketulusan, kegairahan, dan sikap agresif penting, tetapi semua itu harus didasarkan kepada kebenaran. Dan kebenaran adalah dasar, tetapi bila tidak menghasilkan hati yang berhasrat, gembira dan bergairah, penyembahan tersebut tidak lengkap.” Bob Sorge mengatakan bahwa “Tidak ada satu definisi pun yang tampaknya dapat mengekspresikan secara tepat tentang penyembahan secara lengkap mungkin karena penyembahan adalah pertemuan ilahi sehingga kedalamannya tidak sebatas sebagaimana Allah sendiri.”
Tuhan Yesus menghendaki kita sadar bahwa penyembahan merupakan proses respons atau tanggapan roh kita. Penyembahan tidak hanya melibatkan gerakan tubuh yang dapat dilihat. Penyembahan harus keluar dari roh kita-bagian terdalam manusia. Penyembahan tidak bergantung pada hal-hal luar, seperti tempat tertentu, keadaan sekeliling yang indah, tata cara yang sudah lazim, musik khusus, atau gerakan tubuh.
Dengan atau tanpa hal-hal luar itu, kita dapat menyembah Allah Bapa “dalam roh.” Yesus sendiri menegaskan kepada perempuan Samaria katanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.” Hal ini berarti bahwa penyembahan itu bersumber dari dalam hati yang mengalir keluar dan berdampak pada tubuh kita. Penyembahan itu tidak merujuk kepada tempat menyembah, tetapi dengan hati yang menyembah
Dalam Yohanes 4:7-15, memberi sekilas pandangan tentang apa artinya menyembah dalam roh. Kalau roh kita mati, jauh dari Allah, maka kita tidak dapat menyembah Dia. Tetapi kalau Roh Allah bersatu dengan roh kita, maka roh kita akan bergerak untuk bersekutu dengan Allah yang hidup. Hal itu terjadi pada saat kita dengan iman menerima Yesus Kristus sebagai Juru selamat dan Tuhan kita.
Pada saat itulah kita pertama kali minum air kehidupan yang ditawarkan-Nya secara cuma-cuma. Air kehidupan dari Roh Allah itu kemudian menjadi mata air di dalam diri kita, memungkinkan kita mengalami kehidupan yang kekal dan yang berkelimpahan. Dia seperti aliran-aliran air hidup yang keluar dari hati orang percaya dan orang percaya yang haus akan Dia dipuaskan dan tidak akan pernah lagi haus karena rasa dahaga itu telah dipuaskan ketika menyembah Dia dalam roh
Menyembah: Relasi dengan Allah Trinitas
Menyembah dalam Roh adalah kegiatan rohani yang dipimpin Roh Allah. Roh Kudus membantu Anda menyembah. Anda tidak bisa melakukan itu tanpa Dia. Dia harus tinggal di dalam Anda. Roh Kudus menjadi satu dengan roh Anda. Dia mengajarkan Anda semua yang perlu Anda ketahui. Dia mengantar roh Anda kepada Allah. Dia memberi Anda nada dan irama untuk dinyanyikan.
Kita dapat mempunyai hati yang melimpah, yang menyembah dalam roh.
Pertama, diri kita harus diserahkan kepada Roh Kudus. Sebelum kita dapat menyembah Allah dalam roh, Roh Kudus harus ada untuk menghasilkan penyembahan yang benar. Dalam 1 Korintus 2:11 mengatakan, “Demikian pulalah tidak ada orang yang mengetahui, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.” Bila Anda tidak membiarkan Roh Allah mendorong hati Anda, memotivasi hati Anda, menyucikan hati Anda, Anda tidak dapat menyembah Allah karena Anda bahkan tidak dapat mengenal Dia.
Kedua, bila kita ingin menyembah dalam roh, pikiran kita harus dipusatkan kepada Allah. Penyembahan adalah luapan dari pikiran yang diperbarui oleh kebenaran Allah. Kita menyebut proses tersebut perenungan. Inti dari renungan adalah penemuan, suatu pengertian akan kebenaran Allah. Dan penemuan dialami pada waktu kita bersekutu dengan Allah dalam doa dan firman-Nya. Roh-Nya mengajarkan kepada kita kebenaran dari firman tersebut ketika kita belajar dan mengadakan renungan sambil berdoa dengan sepenuh hati.
Menyembah: Sikap Hati dan Respons dalam Penyembahan
Pemaparan John Mac Arthur lebih mewakili gereja di luar aliran pietis. Ia memberikan pengertian penyembahan sebagai keseluruhan hidup orang percaya: “Pengertian kita tentang penyembahan diperkaya ketika kita memahami bahwa penyembahan sejati menyentuh setiap bidang kehidupan. Kita harus menghargai dan memuja Allah dalam segala hal.”
“Memuji Allah, berbuat baik, dan memberi bantuan kepada orang lain, semua adalah tindakan penyembahan yang benar dan alkitabiah.” Rick Warren menegaskan: “mempersembahkan diri kita kepada Allah itulah yang dimaksud dengan penyembahan.” Hal ini berarti penyerahan diri dengan segenap hati adalah penyembahan yang sejati yang dapat dilakukan oleh orang percaya yang telah dipenuhi hatinya dengan Roh Kudus-Nya.
John MacArthur membagi penyembahan dalam tiga dimensi yaitu: “
Pertama, dapat tercermin dalam bagaimana kita bersikap terhadap orang lain (Roma. 14:18). Penyembahan dapat dinyatakan dengan membagi kasih dengan sesama orang percaya, mengabarkan Injil kepada orang-orang yang tidak percaya, dan memenuhi kebutuhan umat pada tingkat yang sangat jasmani. Penyembahan yang berkenan kepada Allah adalah memberi, yaitu kasih yang membagi;
Kedua, melibatkan tingkah laku pribadi (Efesus 5:8-10). Kata berkenan dalam kalimat ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan adalah dari bahasa Yunani yang berarti “dapat diterima.” Dalam konteks ini, ia mengacu kepada kebaikan, keadilan dan kebenaran, yang jelas berarti bahwa berbuat baik adalah tindakan yang dapat diterima sebagai penyembahan kepada Allah; Ketiga, dimensi ke atas (Ibrani 13:15-16), penyembahan itu adalah ucapan syukur dan puji-pujian.”
Sikap-sikap dalam menyembah pada dasarnya dimulai dari sikap hati.
Pertama, untuk menyembah dalam roh, kita harus mempunyai hati yang tidak bercabang. Seseorang dengan hati yang bercabang mungkin memiliki maksud yang baik, tetapi ia menemukan ketika ia duduk untuk berdoa dan bersekutu dengan Tuhan, sejuta hal lain membanjiri pikirannya.
Kedua, hati yang hancur merupakan sikap mula-mula yang baik untuk menyembah, karena air mata bisa membersihkan jiwa. Ketika kita dengan segala ketidaksempurnaan kita berdiri di hadirat Kristus yang betul-betul sempurna, maka perbedaan yang menonjol sudah cukup untuk menghancurkan hati kita. Hati yang remuk adalah korban yang menyenangkan Tuhan (Mazmur 51:9). Hati yang remuk adalah hati yang bertobat. Hati yang remuk berarti hati yang penuh penyesalan atas segala dosa dan kejahatan. Relakan hati kita untuk diselidiki oleh Allah dan melalui pengakuan kita yang jujur di hadapan Tuhan maka kita memperoleh pengampunan dan pemulihan dari-Nya (Mazmur 139:23- 24).
Ketiga, kerendahan hati. Lukas mencatat bahwa seorang perempuan berdosa “membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya…” (Lukas 7:38). Tindakan menyeka kaki Kristus dengan rambut memperlihatkan sikap rendah hati.
Keempat, penyembahan yang didasari oleh kasih dan bukan dimulai oleh motivasi yang keliru. Kita datang menyembah di hadapan-Nya karena Dia telah terlebih dahulu mengasihi kita dan kasih harus menjadi inti dari segala bentuk penyembahan.
Kelima, tindakan penyembahan adalah sikap memberi, karena perempuan berdosa mencurahkan isi buli-buli pualam itu kepada Yesus.
Keenam, Tuhan Yesus menghendaki kita sadar bahwa penyembahan merupakan respons atau tanggapan roh kita. Warren dan Ruth Myers menjelaskan, “Penyembahan tidak hanya melibatkan gerakan tubuh yang dapat dilihat. Penyembahan harus keluar dari roh kita, bagian terdalam dari manusia. Penyembahan tidak bergantung pada hal-hal luar, seperti tempat tertentu, keadaan sekeliling yang indah, tata cara yang sudah lazim, atau gerakan tubuh.”
Ketujuh, Melalui pertobatan perempuan Samaria membawanya kepada hidup yang menyembah. Penyembahan menghasilkan motivasi untuk menginjil. Penyembahan menghasilkan suatu kerinduan untuk menceritakan kepada orang lain tentang Yesus Kristus.
Baca Juga: Penginjilan Ilahi: Kisah Perjalanan Yesus ke Samaria dalam Yohanes 4:4-42
Injil Yohanes dengan jelas telah menggeser pemahaman tradisional dari tempat penyembahan menuju objek dan cara penyembahan. Objek penyembahan adalah Allah dan siap yang menyembah Dia seharusnya mengakui dan mengalami Dia sebagai Bapa. Dia adalah Allah yang membawa keselamatan ke dunia melalui pengorbanan-Nya dan sejarah Yahudi dan terutama di dalam Yesus Kristus
Kesimpulan
Penyembahan yang sejati adalah penyembahan yang terjadi dalam roh dan kebenaran, melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia. Tritunggal Allah memainkan peran utama dalam penyembahan yang benar, dan Roh Kudus menjadi pengantar bagi penyembahan yang mendalam. Penyembahan yang sejati adalah pekerjaan roh manusia yang mencari kehadiran Tuhan di mana saja dan kapan saja.
Melalui penyembahan yang benar, kita mengalami persekutuan dengan Allah dan menjadi bait Roh Kudus, tempat di mana Dia diam dan bekerja. Dengan demikian, marilah kita menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, memberikan seluruh diri kita sebagai persembahan yang hidup bagi-Nya.