AMSAL 8:22-31 - HIKMAT KEKAL DAN ILAHI

Matthew Henry (1662 – 1714)

BAHASAN : AMSAL 8:22-31 - HIKMAT KEKAL DAN ILAHI

Bahwa seorang pribadi yang berakal dan ilahilah yang berbicara di sini tampak sangat jelas, dan bahwa pribadi itu tidak hanya dimaksudkan sebagai sifat pokok dari hakikat ilahi, sebab Hikmat di sini memiliki sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan seorang pribadi. Tampak jelas di sini bahwa pribadi yang berakal dan ilahi ini tidak lain dan tidak bukan adalah Anak Allah sendiri.
AMSAL 8:22-31 - HIKMAT KEKAL DAN ILAHI
Hal-hal utama yang dibicarakan tentang hikmat di sini dihubungkan dengan-Nya dalam kitab-kitab lain, dan kita harus menjelaskan kitab suci dengan kitab suci itu sendiri. Salomo sendiri mungkin hanya bermaksud memberikan pujian bagi hikmat karena hikmat merupakan sifat Allah, yang dengannya Ia menjadikan dunia dan mengaturnya, dan ia menyarankan umat manusia agar mempelajari hikmat yang bisa menjadi milik mereka itu.

Namun, Roh Allah, yang memberitahukan apa yang ditulisnya, membawanya sedemikian rupa, sebagaimana yang sering terjadi pada Daud, untuk menuliskan ungkapan-ungkapan yang tidak akan sesuai untuk diterapkan bagi orang lain selain bagi Anak Allah, dan untuk mengantarkan kita ke dalam pengetahuan tentang perkara-perkara besar mengenai Dia.

Semua pewahyuan ilahi adalah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya, dan di sini kita diberi tahu siapa Dia dan apa, sebagai Allah, yang dirancangkan bagi-Nya dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan kekal untuk menjadi Pengantara antara Allah dan manusia. Penjelasan terbaik untuk ayat-ayat ini kita dapati dalam empat ayat pertama dari Injil Yohanes. Pada mulanya adalah Firman, dst.
Mengenai Anak Allah amatilah di sini:

[I]. Kepribadian-Nya dan keberadaan-Nya yang tersendiri. Ia satu dengan Bapa dan sehakikat dengan 

Dia, namun merupakan pribadi tersendiri, yang dimiliki TUHAN (Amsal 8:22, KJV), yang dibentuk (Amsal 8:23), dilahirkan (Amsal 8:24-25), dan yang ada serta-Nya (Amsal 8:30), dan sebab Dia adalah gambar wujud Allah (Ibrani 1:3).

[II]. Kekekalan-Nya. 

Dia dilahirkan dari Bapa, sebab Tuhan memiliki-Nya, sebagai Anak-Nya sendiri, Anak yang dikasihi-Nya, dan membawa Dia di pangkuan-Nya. Dia dilahirkan sebagai Anak tunggal Bapa, dan ini sebelum dunia ada, yang teramat sangat ditekankan di sini. Firman itu kekal, dan sudah ada sebelum dunia ada, sebelum permulaan waktu. Karenanya, itu pasti berarti bahwa Firman berasal dari kekekalan.

TUHAN telah memiliki-Nya pada permulaan pekerjaan-Nya, pada permulaan kebijaksanaan-kebijaksanaan (atau tujuan-tujuan) kekal-Nya, sebab semua itu ada sebelum perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala. Pekerjaan-Nya di sini memang tidak memiliki awal, sebab tujuan-tujuan Allah itu pada dirinya adalah kekal seperti halnya Allah sendiri, tetapi Allah berbicara kepada kita dalam bahasa kita sendiri.

Hikmat menjelaskan dirinya sendiri (Amsal 8:23): sudah pada zaman purbakala aku dibentuk. Anak Allah, dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan Allah yang kekal, dirancang dan diangkat menjadi hikmat dan kuasa Bapa, terang dan hidup, dan semua di dalam semua, baik dalam penciptaan maupun dalam penebusan dunia.

Bahwa Ia dilahirkan ke dalam keberadaan-Nya, dan dibentuk dalam kebijaksanaan kebijaksanaan ilahi yang berkenaan dengan jabatan-Nya, sebelum dunia dijadikan, di sini di ke tengahkan dalam ungkapan-ungkapan yang amat beragam, hampir sama dengan ungkapan ungkapan yang melaluinya kekekalan Allah sendiri diungkapkan. Sebelum gunung-gunung dilahirkan (Mazmur 90:2).

1. Sebelum bumi ada, dan bumi itu dijadikan pada awal mula, sebelum manusia diciptakan. Oleh sebab itu, Adam kedua sudah ada sebelum Adam yang pertama, sebab Adam yang pertama dijadikan dari debu tanah di bumi, sedangkan Adam yang kedua sudah ada sebelum bumi ada, dan oleh sebab itu bukan dari bumi (Yohanes 3:31).

2. Sebelum ada lautan (Amsal 8:24), sebelum air samudera raya ada, yang di dalamnya air-air dikumpulkan bersama-sama, sebelum ada mata air yang menyemburkan semua air itu, sebelum ada samudra raya yang di atasnya Roh Allah melayang-layang untuk menghasilkan karya ciptaan yang dapat dilihat (Kejadian 1:2)

3. Sebelum ada gunung-gunung, gunung-gunung yang kekal (Amsal 8:25). Elifas, untuk meyakinkan Ayub akan ketidakmampuannya untuk meng-hakimi kebijaksanaan-kebijaksanaan ilahi, bertanya kepadanya, (Ayub 15:7),“Apakah engkau dijadikan lebih dahulu dari pada bukit-bukit?” Tidak, tidak demikian. Tetapi lebih dahulu dari pada bukit-bukit, Sang Firman kekal sudah lahir.

4. Sebelum ada belahan-belahan dunia yang dapat dihuni, yang diolah oleh manusia, dan dituai buah-buahnya (Amsal 8:26), padang-padang di lembah dan dataran, yang baginya gunung-gunung seperti tembok, yang merupakan debu dunia yang tertinggi; debu dunia yang pertama (menurut sebagian orang), atom-atom yang menyusun beberapa belahan dunia; bagian debu yang utama atau pokok, begitu ayat ini bisa dibaca, dan dipahami sebagai manusia, yang diciptakan dari debu tanah dan yang merupakan debu, tetapi debu yang utama, debu yang dihidupkan, debu yang dipoles. 

Sang Firman kekal sudah ada sebelum manusia dijadikan, sebab di dalam Dialah terdapat hidup manusia.

[III]. Peranan-Nya dalam menjadikan dunia. Dia tidak hanya sudah ada sebelum dunia ada, tetapi juga hadir, bukan sebagai penonton, melain-kan sebagai perancang, ketika dunia dijadikan. 

Allah membungkam dan merendahkan Ayub dengan bertanya kepadanya, “Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Siapakah yang telah menetapkan ukurannya?” (Ayub 38:4, dst.). Apakah engkau Sang Firman dan Hikmat kekal itu, yang merupakan pengatur utama dari perkara yang agung itu? Bukan. Engkau cuma anak kemarin sore.”

Tetapi di sini Anak Allah, dengan merujuk, tampaknya, pada percakapan antara Allah Ayub, menyatakan diri-Nya sudah terlibat dalam hal yang untuknya Ayub tidak bisa mengaku menjadi saksi dan pekerja, yakni penciptaan dunia. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta (Efesus 3:9; Ibrani 1:2; Kolose 1:16).

1. Ketika, pada hari pertama penciptaan, pada awal mula waktu, Allah berkata, “Jadilah terang,” dan dengan berfirman menjadikannya. Hikmat kekal inilah Sang Firman yang berkuasa itu: Pada waktu itu Aku di sana, ketika Ia mempersiapkan langit, sumber dari cahaya itu, yang, apa pun itu adanya, merupakan hal yang pokok, yang terpenting, yang ada di sana.

2. Dia pun sama berperannya ketika, pada hari kedua, Ia membentang-kan cakrawala, wilayah yang teramat luas itu, dan menggaris kaki langit pada permukaan air samudera raya (Amsal 8:27), mengelilinginya dari segala arah dengan tirai itu, dengan tabir itu. 

Atau mungkin ini merujuk pada tatanan dan cara yang tepat yang digunakan Allah untuk membingkai semua bagian alam semesta, seperti pekerja memberi tanda pada karyanya dengan garis dan lingkaran. Pekerjaan itu sama sekali tidak melenceng dari rencananya, yang dibentuk di dalam akal budi yang kekal.

3. Dia juga ikut bekerja pada hari ketiga, ketika air yang di atas langit dikumpulkan bersama-sama dengan menetapkan awan-awan di atas, dan air yang di bawah langit dengan meneguhkan mata air samudera raya, yang meluapkan air-air itu (Amsal 8:28), dan dengan menjaga batas-batas laut, yang merupakan wadah bagi air-air itu (Amsal 8:29). 

Hal ini berbicara banyak tentang kehormatan dari Hikmat yang kekal ini, sebab melalui contoh ini Allah membuktikan diri-Nya sebagai Allah yang harus amat sangat ditakuti (Yeremia 5:22), bahwa Ia membuat pantai pasir sebagai perbatasan bagi laut, agar tanah kering dapat terus muncul di atas air, dan cocok untuk didiami manusia. Dengan demikian Ia menetapkan dasar bumi. Betapa mampu dan betapa pantasnya Anak Allah menjadi Juru selamat dunia, sebab Dialah Penciptanya!

[IV]. Kepuasan tak terhingga yang dirasakan Bapa di dalam Dia, dan Dia di dalam Bapa (ayat 30): Aku ada serta-Nya sebagai anak kesayangan. Sama seperti melalui kelahiran kekal Dia dilahirkan dari Bapa, demikian pula melalui kebijaksanaan kekal Dia ada serta-Nya.

Ini menunjukkan, bukan hanya kasih tak terhingga dari Bapa kepada Anak, yang karena itu disebut Anak-Nya yang kekasih (Kolose 1:13), melainkan juga kesadaran dan pengertian timbal balik di antara mereka mengenai karya penebusan manusia, yang harus dikerjakan oleh Sang Anak, dan yang tentangnya permufakatan tentang damai ada di antara mereka berdua (Za. 6:13).

Dia adalah ‘alumnus patris’ – murid Bapa, kalau boleh saya mengatakannya, yang dididik sejak dari kekekalan untuk melaku-kan pelayanan itu, yang pada waktunya, pada kegenapan waktu, harus dilalui-Nya, dan dalam hal itu Ia dilindungi dan dibimbing secara khusus oleh Bapa. Dialah hamba-Ku yang Kupegang (Yesaya 42:1).

Ia melakukan apa yang dilihat-Nya dilakukan Bapa (Yohanes 5:19), menyenangkan Bapa-Nya, mencari kemuliaan-Nya, berbuat sesuai dengan perintah yang diterima-Nya dari Bapa-Nya, dan semua ini dilakukan-Nya sebagai anak kesayangan-Nya. Setiap hari Dia menjadi kesenangan Bapa (orang pilihan-Ku, yang kepada-Nya Aku berkenan, kata Allah, Yesaya 42:1), dan Dia juga senantiasa bermain-main di hadapan-Nya. Ini dapat dipahami entah,

1. Sebagai kegembiraan tak terhingga yang dimiliki oleh pribadi-pribadi Tritunggal yang penuh berkat itu satu terhadap yang lain. Kegembiraan ini mengandung kebahagiaan hakikat ilahi. Atau,

2. Sebagai kesenangan yang dirasakan Bapa dengan pekerjaan-pekerjaan Sang Anak, ketika Ia menjadikan dunia. Allah melihat segala sesuatu yang dijadikan Sang Anak, dan, sungguh itu amat baik, itu menyenangkan-Nya, dan oleh sebab itu Anak-Nya setiap hari, hari demi hari, selama enam hari penciptaan, berdasarkan hal itu, menjadi kesenangan-Nya (Keluaran 39:43).Dan Sang Anak juga bersukacita di hadapan-Nya karena keindahan dan keselarasan seluruh penciptaan (Mazmur 104:31). Atau,

3. Sebagai kepuasan yang mereka miliki satu terhadap yang lain, dengan merujuk pada karya besar penebusan manusia. Bapa bersuka di dalam Anak, sebagai Pengantara antara Dia dan manusia, dan amat berkenan terhadap apa yang diusulkan-Nya (Matius 3:17), dan oleh sebab itu mengasihi-Nya karena Dia bersedia memberikan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya. Allah percaya kepada-Nya bahwa Dia akan menuntaskan pekerjaan-Nya, dan tidak akan gagal atau kabur.

Sang Anak juga senantiasa bermain-main di hadapan-Nya, bersuka untuk melakukan kehendak-Nya (Mazmur 40:9), sangat setia kepada pekerjaan-Nya, benar-benar puas dengan pekerjaan itu. Dan, ketika pekerjaan-Nya harus dijalankan, Dia mengungkapkannya dengan amat puas sama seperti sebelum-sebelumnya, dengan berkata,“ Sungguh, Aku datang untuk melakukan seperti ada tertulis dalam gulungan kitab tentang Aku.”

[V]. Kepedulian-Nya yang besar terhadap umat manusia (Amsal 8:31). 

Hikmat bersukacita, bukan pada hasil-hasil bumi yang kaya, atau harta karun yang tersembunyi di dalam perut-perutnya, melainkan terlebih pada bagian-bagiannya yang bisa dihuni (ayat 31, KJV), sebab anak-anak manusia menjadi kesenangannya. 

Bukan hanya dalam penciptaan manusia saja Allah berbicara dengan nada gembira (Kejadian 1:26), baiklah Kita menjadikan manusia, melainkan juga dalam penebusan dan keselamatan manusia. Anak Allah telah dipilih sebelum dunia dijadikan, untuk melakukan pekerjaan besar itu (1 Petrus 1:20).


Umat sisa dari anak-anak manusia diberikan kepada-Nya untuk dibawa, melalui anugerah-Nya, kepada kemuliaan-Nya, dan mereka ini adalah orang-orang yang membuat-Nya bersuka. Jemaat-Nya adalah bagian dari bumi-Nya yang bisa dihuni, yang dibuat menjadi bisa dihuni untuk-Nya, agar TUHAN Allah dapat berdiam bahkan di antara orang-orang yang sebelumnya sudah memberontak. 

Dalam hal inilah Ia bersuka, dengan harapan akan melihat keturunan-Nya. Walaupun Ia sudah melihat terlebih dahulu semua kesulitan yang akan dijumpai-Nya dalam pekerjaan-Nya, yakni pelayanan-pelayanan dan penderitaan-penderitaan yang harus dilalui-Nya, namun, karena semua itu akan mendatangkan kemuliaan bagi Bapa-Nya dan keselamatan bagi anak-anak manusia yang diberikan kepada-Nya, Dia menantikannya dengan kepuasan yang teramat sangat yang bisa dibayangkan.

Dalam hal ini, kita mendapatkan semua dorongan yang dapat kita inginkan untuk datang kepada-Nya, dan bisa mengandalkan Dia untuk mendapatkan semua keuntungan yang dirancangkan bagi kita melalui pekerjaan-Nya yang mulia.
Next Post Previous Post