Keselamatan dan Damai Melalui Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 10:34-36)

Pendahuluan:

Dalam teks Kisah Para Rasul 10:34-36 ini, Petrus menyoroti pentingnya pesan bahwa Allah tidak membedakan orang dan bahwa keselamatan serta damai sejahtera diberikan melalui Yesus Kristus. Pesan ini tidak hanya memiliki makna teologis, tetapi juga relevan dengan konteks sosio-politik pada masa itu. Petrus menegaskan bahwa Yesus adalah Tuhan bagi semua orang, sebuah keyakinan yang dapat membawa dampak signifikan pada hubungan dengan penguasa Romawi. Dalam ayat-ayat berikutnya, Petrus menguraikan dengan rinci kesaksian tentang kehidupan dan pelayanan Yesus sebagai manusia dan Tuhan.
Keselamatan dan Damai Melalui Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 10:34-36)
Makna Allah Tidak Membedakan Orang (Kisah Para Rasul 10:34)

Setelah Petrus mendengarkan penjelasan Kornelius tentang pernyataan Allah tersebut, lalu mulai berbicara sekaligus menegaskan: Sesungguhnya Aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan orang (Kisah Para Rasul 10:34). 

Kata ἀληθείας (sesungguhnya) mengindikasikan bahwa suatu peristiwa khusus yang benar-benar terjadi secara kenyataan. Hal ini didukung oleh pandangan Hendriksen dan Kistemaker bahwa ini adalah seruan pertama Petrus kepada audiens non-Yahudi sebagai perwakilan dari gereja Kristen. Dia sepenuhnya menyadari keunikan situasi ini (Hendriksen dan Kistemaker 2002). 

Kehadiran kata depan Ἐπ pada frasa ini menekankan begitu pentingnya pernyataan Kornelius sebelumnya (Kisah Para Rasul 10:30- 33) sehingga Lukas menghubungkannya dengan sebuah kalimat penegasan Petrus: sungguh! Atau sesungguhnya ataupun benar! karena hal itu diberitahukan pada peristiwa khusus di rumah Kornelius. Berita yang disampaikan mencengangkan Petrus karena menceritakan bagaimana Allah memperlihatkan diri lewat malaikat-Nya. 

Peristiwa khusus pada saat petunjuk itu diberikan oleh malaikat kepada Kornelius untuk menjemput Petrus di Yope. Pada saat yang sama pula Petrus mendapatkan penglihatan tentang daftar makanan-makanan haram di rumah Simon penyamak kulit di Yope. Petrus teringat akan peristiwa ini sehingga berkata sesungguhnya! Ia membenarkan berita yang disampaikan oleh Kornelius bahwa hal ini benar-benar datang dari Allah

Selanjutnya Petrus menjelaskan bahwa “aku telah mengerti”. Pernyataan καταλαμβάνομαι dapat berarti “sekarang ini (baru kali ini) saya mengerti untuk diri sendiri atau saya sendiri baru mengerti atau memahami bahwa Allah tidak membedakan orang”. Arti ini lebih masuk akal, sebab bila dihubungkan dengan peristiwa penglihatan yang dinyatakan Allah (Kisah Para Rasul 10:11-18) Petrus belum bahkan tidak mengerti sama sekali maksud penglihatannya tersebut. 

Sebenarnya pengertian segala jenis makanan haram secara simbolis menunjuk kepada orang-orang dari bangsa kafir. Artinya Allah menyuruh Petrus pergi ke bangsa kafir untuk memberitakan Injil Yesus Kristus yakni ke rumah Kornelius sebagai representatifnya. Namun pada saat itu Petrus tidak mengetahui sampai sejauh itu. Ia baru mengerti maksud penglihatannya sekaligus mengaitkannya dengan pernyataan Allah kepada Kornelius. MacArthur menjelaskan bahwa frasa yang diungkapkan oleh Petrus adalah bahwa gereja berisi orang-orang dari segala bangsa (Mac Arthur 1994)

Kistemaker juga menyetujui pandangan MacArthur mengenai pokok ini yaitu bahwa Petrus menyadari pentingnya visinya di Yope dan tahu bahwa dia sedang melakukan kehendak Tuhan (Kistemaker 1995). 

Dengan demikian, mendasari pernyataan ini, jelaslah Petrus benar-benar baru memahami penglihatannya itu setelah ia tiba di rumah Kornelius yang terletak di Kaisarea. Konsep teologis Petrus pada waktu itu segera berubah. Selama ini ia beranggapan bahwa hanya orang Yahudi sajalah yang diselamatkan, meskipun sebenarnya jauh sebelumnya di dalam Perjanjian Lama Allah telah berfirman bahwa Ia tidak membedakan orang (Ulangan 10:17). 

Bock juga setuju bahwa pada momen tersebut Petrus mulai dengan wawasan teologisnya yang baru (Bock 2007). Padahal sebelumnya Petrus meyakini bahwa orang Yahudi adalah orang yang dikasihi, diberkati, bahkan akan diselamatkan Allah. Namun pada peristiwa ini semua konsep teologisnya langsung gugur

Sesungguhnya, pandangan ini sudah berurat akar dalam konsep teologis orang Yahudi bahwa hanya merekalah umat pilihan karena mengingat perjanjian Allah dengan Abraham, bapa leluhur mereka. Oleh karena itu, menanggapi pernyataan Kistemaker di atas, Bruce menjelaskan bahwa kata-kata pertama yang diucapkan Petrus adalah kata-kata yang paling penting, menghapus prasangka rasial dan agama selama berabad-abad (Bruce 1988). 

Masih senada dengan pernyataan Bruce di atas, Longenecker juga berpendapat bahwa di mata Lukas, apa yang akan dikatakan Petrus benar-benar penting dalam menghapus prasangka ras selama berabad-abad (Longenecker 1995)

Paulus mengajarkan bahwa Allah tidak memandang bulu (Roma 2:11). Artinya, semua orang di mata Allah sama adanya. Memang benar bangsa Israel dipilih secara khusus oleh Allah, namun bukan berarti bangsa-bangsa lain diabaikan. Demikianlah sebagaimana yang diutarakan oleh MacArthur bahwa Paulus menguraikan kebenaran itu kepada orang Roma. Ia menulis: apakah Allah hanya Allah orang Yahudi? Bukankah Dia juga Tuhan atas bangsa-bangsa bukan Yahudi? Ya. Terhadap bangsa-bangsa lain juga, karena sesungguhnya Allah yang akan membenarkan orang yang disunat oleh iman dan orang yang tidak bersunat melalui iman adalah satu (Roma 2:29-30; bdk. 2:11; Efesus 6:9) (MacArthur 1994). 

Kembali lagi Kistemaker menjelaskan pokok ini dengan baik bahwa Tuhan tidak melihat penampilan luar, kebangsaan, kekayaan, status sosial, dan prestasi seseorang (bdk.Ul.10:17) (Kistemaker 1995). Dari semua uraian di atas, maka jelaslah pokok bahwa Allah tidak membedakan orang, Semua orang di mata Allah sama adanya

Setiap Orang dari Bangsa Mana pun yang Takut akan Dia dan yang Mengamalkan Kebenaran Berkenan Kepada-Nya (Kisah Para Rasul 10:35)

Petrus tidak hanya berhenti menjelaskan bahwa Allah tidak membedakan orang (Kisah Para Rasul 10:34), Namun segera melanjutkan penjelasannya bahwa setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya. 

Petrus memang mengakui bahwa Allah tidak membedakan orang, sehingga setiap orang dapat diterimanya. Namun pada konteks ini Petrus tidak bermaksud menekankan bahwa semua orang dapat diselamatkan. Hal ini sangat baik di kemukakan oleh Macarthur (1994) bahwa keselamatan datang bagi mereka yang takut akan Tuhan dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuhan.

Pandangan Macarthur di atas sangat tegas menolak pandangan universalisme. Petrus justru menekankan bahwa Allah akan menerima mereka apabila mereka secara terus memiliki rasa takut dalam sikap hormat, patuh dan setia kepada Tuhan. Mereka yang dimaksud adalah orang-orang dari bangsa lain (orang kafir) yang belum percaya kepada Tuhan. 

Hal ini mengindikasikan bahwa memang benar Tuhan tidak membedakan orang dari bangsa mana pun, namun anugerah khusus yang Tuhan berikan hanyalah bagi setiap mereka yang telah dipilih untuk di selamatkan sehingga Roh Kudus akan bekerja memberikan rasa takut dan memiliki rasa hormat penuh kepada-Nya.

Selanjutnya, Petrus melanjutkan bahwa tidak hanya cukup takut kepada Tuhan, tapi perlu juga disertai dengan tindakan atau perbuatan yang berdasarkan kualitas hidup atau karakteristik perilaku yang jujur atau tulus kepada Allah. Kata kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran khusus yang dari Allah mengacu kepada pengertian φοβούμενος (suatu tindakan hormat dan patuh kepada Allah). 

Kata ini lebih intensif di dalam menjelaskan arti kebenaran yang sesungguhnya secara khusus bukan kebenaran yang hanya bersifat umum saja. Dengan demikian menurut konteks ini, Petrus menyebutkan karakteristik utama yang perlu dipenuhi oleh siapa pun dari bangsa mana pun di dunia agar Ia dapat berkenan kepada Allah yakni: Memiliki rasa takut dan gentar disertai sikap hormatnya kepada Allah dan yang kedua, Wajib melakukan atau menampilkan perbuatan hidup yang berciri khaskan hidup yang sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki yakni memiliki integritas diri sehingga hidupnya berkualitas. 

Tindakannya ini perlu dilakukan secara terus menerus berdasarkan tense present. Dalam hal ini, Kornelius memenuhi karakteristik ini sebagaimana catatan historis yang diberikan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul 10:2

Bock menyetujui pandangan ini dengan memberikan komentarnya: Petrus menyoroti dua karakteristik orang yang dianggap Allah dapat diterima (δεκτὸς, dektos) dari bangsa mana pun (Imamat19:5; Yesaya 56:7). 

Yang pertama adalah orang tersebut takut akan Tuhan, yang Amsal 1:7 sebut sebagai permulaan hikmat (Ulangan10:12-13; Roma 1:21). Kornelius memiliki karakteristik ini, sehingga Tuhan telah menyampaikan wahyu Tuhan kepadanya. 

Yang kedua, karakteristiknya adalah bahwa orang tersebut melakukan yang benar, atau “melakukan kebenaran” (ἐργαζόμενος δικαιοσύνην ergadzomenos dikaiosunen; Sekali lagi pujian yang dimiliki Kornelius disajikan dalam Kisah Para Rasul 10:2, 22 (Bock 2007, 578).

Memang benar, Alkitab mencatat bahwa dalam aspek moral dan spiritual Kornelius memenuhi karakteristik ini, tapi tidak berarti Ia mendapatkan kebenaran sebagai akibat dari semua perbuatannya ini, justru Allah sendirilah yang bekerja di dalam hatinya. 

Bock menegaskan pokok ini bahwa intinya bukanlah bahwa Kornelius mendapatkan kebenaran sebagai haknya (Roma4:5) tetapi bahwa sikap tanggapnya membuat Tuhan mengutus Petrus untuk mengungkapkan lebih banyak jalan Tuhan kepadanya, karena sisa pidatonya menunjukkan jalan ke apa yang sekarang harus dilakukan Kornelius. Mengerjakan efeknya, Kornelius masuk ke dalam kedamaian Tuhan dan sekarang dapat melayani Tuhan dengan cara yang menghormatinya (Bock 2007).

Masih mendukung pendapat Bock di atas, MacArthur kembali menegaskan bahwa Kornelius menanggapi pekerjaan Tuhan di dalam jiwanya, namun tidak boleh dianggap bahwa dia melakukannya sendiri, terlepas dari kasih karunia Tuhan. Kebenarannya adalah bahwa tidak seorang pun, baik orang bukan Yahudi (lih.Roma 1:18 dst.) atau Yahudi (lih. Roma 2:1 dst.) melakukan itu (Roma 3:10-18). Tuhan telah bekerja dalam hati Kornelius sehingga dia berusaha untuk mengetahui dan menaati Tuhan, dan ketika dia mendengar kebenaran Injil yang menyelamatkan, dia dengan bersemangat menjawab (MacArthur 1994).

Pendapat Macarthur di atas selaras dengan ajaran Alkitab secara komprehensif. Sebab setelah peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kej.3), maka semua manusia tercemar oleh dosa sehingga tidak bisa mencari Allah dengan pengertian yang benar, hanya Allah sendiri yang berinisiatif mencari dan menyelamatkan manusia. Jadi jika manusia dapat percaya kepada Allah itu hanya oleh karena anugerah dan pertolongan Allah semata karena pekerjaan Roh Kudus bukan andil manusia. 

Roh Kudus berperan aktif membuka hatinya untuk bertobat. Kornelius adalah seorang yang dari latar belakang bangsa kafir namun Tuhan memperkenankannya bukan karena ia memiliki kebenaran sebagai syarat untuk diterima namun Allah sendirilah yang terlebih dahulu membenarkannya menurut kasih dan kedaulatan-Nya

Kehadiran Petrus di rumah seorang yang dari bangsa kafir, telah diatur Allah agar berita Injil tentang Yesus Kristus bisa disampaikan (bdk. Kisah Para Rasul10:4-6; 11-16). Benarlah anggapan bahwa Kornelius adalah seorang yang saleh dan selalu berbuat baik dan berdoa, namun yang pasti ia juga tidaklah sempurna dalam hal moral dan spiritual. 

Oleh karena itu, perbuatan baik saja tidaklah cukup untuk menjamin keselamatannya melainkan sangat membutuhkan Injil Yesus Kristus agar dapat selamat. Pokok ini sangat baik ditegaskan oleh Macarthur, apakah ini keselamatan karena perbuatan? Tentu saja tidak. Petrus hanya mengungkapkan kenyataan bahwa ada pekerjaan Roh di dalam hati orang berdosa (lih. Yohanes 16:8- 11; Kisah Para Rasul 11:18; 2 Timotius 2:25) (Mac Arthur 1994)

Ada juga pandangan lain yang memperkuat pendapat Macarthur di atas: Perikop ini jelas tidak mengajarkan bahwa takut akan Tuhan dan menaati hukum layak mendapat keselamatan., jika tidak, mengikuti khotbah Petrus tentang pekerjaan Yesus dan menerima pengampunan dosa melalui namanya tidak diperlukan. Apa yang Petrus ungkapkan adalah bahwa takut akan Allah dan berusaha mengikuti jalan-Nya menempatkan seseorang dalam keadaan pertobatan yang dapat diterima untuk mendengar dan menerima pesan keselamatan dan kelepasan dari dosa. Kornelius masih membutuhkan keselamatan (Arnold 1931, 703).

Pokok ini penting sekaligus menarik untuk diberi perhatian khusus. Sebab Injil atau berita keselamatan dari Yesus Kristus sangat dibutuhkan oleh semua orang dari bangsa mana pun dan kepercayaan apa pun di dunia ini (Roma1:14-17). Perbuatan baik sekalipun tidak dapat menjamin keselamatan manusia. Ia perlu percaya kepada Yesus dan mengharapkan anugerah-Nya. 

Hal ini dengan tegas diperkuat oleh pandangan Kistemaker bahwa Tuhan menerima orang-orang dari setiap ras, suku, atau bahasa, bukan berdasarkan rasa hormat mereka kepada Tuhan dan perjuangan mereka untuk kebenaran, tetapi karena mereka beriman kepada Yesus (Kistemaker 1995)

Yesus Kristus Tuhan Semua Orang (Kisah Para Rasul 10:36)

Dalam ayat ini, kata kerja utama yang dipakai adalah ἀπέστειλεν yang dalam arti leksikalnya adalah Allah yang telah mengutus dari kata kerja ἀπόστελλω mengindikasikan bahwa kegiatan ini telah dilakukan Allah (sebab penekanan waktunya adalah aorist). Menerangkan bahwa objek yang mendapat tugas ini adalah orang-orang Israel yang secara lahiriah adalah keturunan Abraham. Dengan demikian orang-orang Israel memiliki sebuah tugas khusus. 

Hal ini menegaskan tugas para nabi Israel yang hidup jauh sebelum kelahiran Mesias, namun atas petunjuk Allah, mereka telah menubuatkan serta terus memberitakan janji kedatangan Raja damai yang akan datang (Yesaya11:1-10) pemenuhannya ter genapi dalam Perjanjian Baru oleh Yesus Kristus. Kistemaker mengomentarinya demikian: Pesan itu dikirim kepada orang-orang Israel. Secara harfiah, teks Yunaninya memiliki "putra Israel". Sebagai anak, orang Yahudi adalah pewaris janji Allah kepada Abraham dan keturunannya; janji ini termasuk kedatangan Mesias (Kistemaker 1995). 

Perintah Allah secara jelas diberikan kepada Israel untuk menjadi mediator bagi bangsa lain yang belum percaya sebagaimana uraian Paulus bagi orang-orang yang tidak percaya masih menjadi musuh dan seteru Allah karena belum diperdamaikan dengan Allah melalui Kristus sebagai jalan pendamaian (Roma 3:25;5:10)

Macarthur menegaskan: Semua orang telah jatuh dan merupakan musuh yang berperang dengan Allah (lih. Roma 5:10). Kematian kurban Tuhan Yesus Kristus mengakhiri kekudusan itu dan membawa perdamaian antara manusia dan Allah dengan membayar harga dosa. Dalam kata-kata rasul Paulus, “Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya di dalam Kristus dan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka” (2 Korintus5:19), dan telah “mendamaikan melalui darah salib-Nya” (Kolose1 :20). Keselamatan ditawarkan kepada semua karena Yesus adalah Tuhan dari semua (1994:412).

Jika kita melihat relasi sintaksis dari analisis kata dan tata bahasa dalam ayat 36, maka dalam bagian ini kita mendapatkan sesuatu yang berharga. Hal ini dikarenakan kata memberitakan kabar baik εὐαγγελιζόμενος secara khusus adalah berita tentang keselamatan, sementara kata εἰρήνην merupakan pemberitaan para nabi yang menekankan karakteristik tentang damai sejahtera yang datang atau lahir dari kerajaan mesianis. Pemberitaannya berfokus pada keselamatan yang datang dari Mesias

Bock memberikan penjelasan yang baik tentang pokok ini: Kata di sini merujuk pada pesan apostolik yang dikhotbahkan tentang Yesus dan Injil. Pesan Injil berisi kesempatan untuk perdamaian (εἰρήνην). Inilah konsep shalom dari Perjanjian Lama (Mazmur 29:29:11; 72:2; 85:8-10; Amsal 3:17; Yesaya 48:18; 54:10; Yehezkiel 34:25- 29), hubungan yang sejahtera antara pribadi dan Allah, yang sekarang tampaknya juga menyatakan dirinya dalam damai di antara manusia (Efesus 2:11-22). Gagasan berkhotbah mengingatkan kembali pada Ide Perjanjian Lama (Yesaya 52:7;Nahum 1:15). (Bock 2007, 579)

Selanjutnya frasa διὰ Ἰησοῦ Χριστου (hanya melalui Yesus Kristus), oleh karena kasus yang dipakai adalah kasus genetif yang artinya kepunyaan atau kepemilikan. Maka hal ini secara eksplisit mengindikasikan bahwa untuk mendapatkan keselamatan dan damai sejahtera secara khusus, maka sumbernya hanya ada di dalam (melalui) Yesus Kristus sebagai pemilik dari keselamatan itu. Artinya tidak ada sumber keselamatan lain di luar Yesus Kristus. Hanya Dialah satu-satunya sumber keselamatan itu. Jadi untuk memahaminya perlu menemukan secara khusus dalam Firman-Nya. Hal ini diterangkan oleh kalimat selanjutnya yakni ὗτός ἐστιν πάντων κύριος (Yesus Kristus yang adalah Tuhan dari semua orang

Kistemaker juga mendukung pandangan penulis di atas mengenai eksklusivisme dari doktrin Kristen ini bahwa keselamatan hanya ada pada Yesus. Ia menegaskan inti berita Injil ini dengan mengatakan bahwa pewartaan damai tidak terbatas pada pelayanan Yesus di bumi tetapi meluas ke semua hamba-Nya yang dengan setia memberitakan Injil keselamatan (Efesus 2:17; 6:15). Kedamaian ini hanya dapat diperoleh dari Allah melalui Yesus Kristus (bnd. Yohanes 14:6) (Kistemaker 1995).

Mendukung pernyataan Kistemaker di atas, Arnold menyatakan bahwa Injil adalah pesan perdamaian dengan Allah yang dimungkinkan bukan dengan mencapai kesucian ritual dengan mematuhi hukum, tetapi dengan karya Yesus, sang Mesias. Ini adalah penggenapan dari Yesaya 57:19, di mana suatu hari dibayangkan ketika dinyatakan, “Damai, damai, bagi mereka yang jauh dan dekat” (Arnold 1931, 703). 

Pandangan Clinton di atas juga senada dengan Chalmer Ernest Faw. Namun pada pokok ini, Chalmer justru lebih memberikan perhatian penuh kepada berita keselamatan yang hanya diperoleh melalui Yesus Kristus sebagaimana tugas khusus yang telah Allah berikan pada umat Israel.

Dalam kerangka ini, khotbah menekankan bahwa Allahlah yang mengirimkan pesan keselamatan ini kepada Israel oleh Yesus Kristus, Tuhan atas segalanya. Siapa yang memberitakan perdamaian (10:36). Ringkasan kata perdamaian ini kaya akan konsep kitab suci. Dalam Yesaya shalom, "damai," disamakan dengan "kabar baik" dan "keselamatan" (52:7:, dan ujung bumi pada akhirnya (52:1) (Faw 1993, 128).

Dari ketiga pandangan di atas, Henry menyimpulkan bahwa inti Firman ini adalah Allah memberitakan kabar baik melalui Yesus Kristus. Begitulah arti sesungguhnya dari frasa euangelizomenos eireneu. Allah sendirilah yang mempermaklumkan damai sejahtera maupun perang. Meskipun demikian, Ia membiarkan umat manusia tahu bahwa Ia bersedia berdamai dengan mereka melalui Yesus Kristus (Henry 2014).

Jika demikian halnya, maka dapat diartikan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara bagi Allah dan manusia yang berdosa (Roma 3:23-36). Masih dalam ayat 36, Lukas mengetengahkan Yesus Kristus sebagai Kurios atau Tuhan dari semua orang. Hal ini justru menekankan bahwa Yesus memiliki kuasa atau otoritas dari semua manusia dan atas segala sesuatu yang ada di dunia ini. Kistemaker kembali menguraikan ungkapan Petrus kepada pendengar dari bangsa kafir dalam frasa Dia adalah Tuhan dari semua manusia mengandung pengertian bahwa Yesus adalah Tuhan atas orang Yahudi dan bukan Yahudi (Roma 10:12). 

Memang otoritas Kristus meluas ke semua orang dan segala sesuatu (Matius 28:18). Oleh karena itu, Yesus Kristus adalah Tuhan Kornelius dan rekan-rekannya (Kistemaker 2007). Bock juga memberikan komentar bahwa Yesus adalah satu-satunya yang diberikan otoritas untuk menyampaikan damai sejahtera Allah kepada semua bangsa (Bock 2007)

Memang secara teologis pandangan Kistemaker dan Bock sudah dapat dijadikan representasi iman umat Kristen, namun pandangan Barret juga melihatnya lebih menyeluruh yakni tidak hanya mengemukakan tujuan teologis dari Kitab ini, namun juga menyinggung aspek politis-religous, sosio-kultural yang telah berkembang pada sejarah gereja mula-mula. Sebab kepercayaan jemaat Kristen mula-mula kepada Yesus sebagai Kurios sama halnya mengabaikan kesetiaannya kepada kaisar Romawi yang menyebutkan dirinya sebagai Tuhan. 

Iman dan keyakinan ini merupakan sesuatu pertanggungjawaban yang sulit dan berat terhadap para penguasa romawi pada waktu itu sebab bisa berdampak pada pengasingan ataupun hukuman mati. Inti berita bahwa Yesus adalah Tuhan dari semua orang, pada ayat selanjutnya (37-43) dengan sangat terperinci diuraikan Petrus. Bahkan Petrus menyinggung para pendengar pada waktu itu bahwa mereka juga tahu akan hal itu bahkan dengan tegas mengatakan bahwa dia dan para rasul yang lain juga adalah saksi mata atas kehidupan dan pelayanan Yesus sebagai manusia sekaligus Tuhan.

KESIMPULAN:

Setelah melakukan kajian eksegesis teks Kisah Para Rasul 10:34-36 terhadap pandangan para teolog pluralis agama-agama mengenai Yesus Kristus Tuhan semua orang, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, Kornelius yang berlatarbelakang bangsa non-Yahudi beroleh anugerah Allah. Artinya Allah mengasihi bangsa-bangsa lain juga, bukan hanya orang Yahudi saja. Yesus sebagai Tuhan semua orang menunjukkan otoritas-Nya sebagai Allah yang berkuasa atas seluruh ciptaan-Nya serta mengasihi semua manusia namun bukan berarti semua orang akan diselamatkan. Keselamatan hanya diperuntukkan secara partikuler kepada orang-orang pilihan-Nya. Kornelius termasuk orang pilihan dalam rencana keselamatan Allah.

Kedua, pemberitaan Injil Kristus yang disampaikan Petrus kepada Kornelius dan seisi rumahnya merupakan luasnya jangkauan keselamatan yang dikerjakan Roh Kudus kepada bangsa-bangsa lain (Kisah Para Rasul 1:8). Penerimaan Allah kepada bangsa lain termasuk Kornelius dan saudara-saudaranya bukan karena adanya syarat yang telah dipenuhi, seperti perbuatan baik atau kesalehan, tetapi semata-mata anugerah Allah yang melayakkan dan memperkenankannya.

Ketiga, wahyu umum yang diberikan kepada semua orang hanyalah sebagai benih religious, yakni kesadaran akan adanya Allah namun tidak pernah membawa kepada pengetahuan yang benar akan Allah dan tidak bisa menuntun kepada keselamatan. Manusia membutuhkan wahyu khusus (Alkitab dan Yesus Kristus) untuk memperoleh keselamatan kekal. Dengan demikian pandangan para teolog Pluralis bahwa bangsa-bangsa lain maupun agama-agama lain dapat mengenal Allah dengan benar melalui wahyu umum serta adanya Kristus anonimus di dalam agama-agama lain tidak bisa diterima karena bertentangan dengan iman Kristen.

Keempat, pandangan para teolog pluralis agama-agama tidak didukung oleh ajaran Alkitab. Kisah Para Rasul 10:34-36 tidak mengandung makna bahwa pada dasarnya semua agama sama dan sama-sama menuju kepada Tuhan yang sama sehingga keselamatan bisa diterima oleh semua agama. Penekanannya harus percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat agar diselamatkan.

Kelima, Injil Yesus Kristus perlu diberitakan terus sampai segala maksud dan rencana Tuhan ter genapi. Oleh karena itu orang percaya perlu melakukan penginjilan agar banyak orang dapat percaya kepada Yesus. Sebab semua orang membutuhkan pengampuan dan kelepasan dosa-dosanya agar selamat. Selain itu, Yesus juga menginginkan penyembahan dari semua ciptaan-Nya, memuji dan menyembah-Nya sebagai Tuhan dan Raja atas seluruh bumi. Sebab Dialah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan (Why.17:14; 19:16). Hendrik Yufengkri Sanda
Next Post Previous Post