Pendamaian Melalui Kematian Kristus

Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th. 

Pendahuluan:


Pendamaian merupakan doktrin yang paling penting dan menentukan dalam soteriologi. Millard J. Millard J.Erickson mengatakan, “doktrin pendamaian ini merupakan doktrin yang paling menentukan bagi kita karena di dalamnya kita berhadapan dengan titik balik dari, katakanlah, unsur obyektif kepada unsur subyektif dari teologi Kristen. 
Pendamaian Melalui Kematian Kristus
Di dalam doktrin ini kita menggeser fokus kita dari sifat Kristus kepada karya-Nya yang aktif demi kita; di dalam doktrin ini teologi sistematika diterapkan langsung pada kehidupan kita. Pendamaian telah memungkinkan keselamatan kita”.

Leon Morris, walau terkesan ekstrem, mengatakan demikian “Pendamaian merupakan doktrin yang paling penting dari iman Kristen. Kecuali pemahaman kita benar mengenai pendamaian ini, setidak-tidaknya bagi saya, maka tidak terlalu penting lagi pemahaman kita tentang doktrin yang lain”.

Morris Juga menyatakan, “Yang sangat penting dalam beberapa diskusi belakangan ini adalah konsep Paulus tentang pendamaian. Istilah ini dipakai dalam sejumlah kecil bagian (Roma 5:10-11; 2 Korintus 5:18-20; Efesus 2:16; Kolose 1:20-22), tetapi tersirat dalam banyak ayat lainnya, misalnya bagian-bagian yang berbicara tentang perdamaian yang terjadi antara Allah dengan manusia. 

Pendamaian ini dapat dipastikan merupakan suatu konsep yang penting dan adalah sangat berarti bahwa Paulus melihat kematian Kristus telah menyelesaikan permusuhan yang diakibatkan oleh dosa, dan membawa khasiat pendamaian yang berjangka uan jauh”.

Sementara itu, Kevin J. Conner dalam menanggapi berbagai teori keliru tentang kematian Kristus seperti teori kecelakaan, teori martir, teori pengaruh moral, teori pemerintahan, teori komersial, dan teori penghapusan, mengatakan demikian, “Semua teori-teori ini tidak tepat dan dan memiliki elemen-elemen yang keliru di dalamnya. Teori-teori tersebut merupakan pikiran alami yang berupaya menjelaskan kematian Kristus yang unik sehingga menyimpangkan kebenaran. 

Kristus benar-benar mati sebagai hasil kesetiaan kepada kebenaran yang Dia ajarkan dan yakini. Dia benar-benar mati sebagai ekspresi kasih Allah. Dia benar-benar mati untuk menegakkan kebenaran dari pemerintahan Allah. Dia mati untuk membayar harga pembebasan dosa. Tetapi semuanya ini hanyalah sebagian aspek dari kematian-Nya. Mereka semua menghilangkan tujuan utama dari kematian-Nya yakni pendamaian. Menghilangkan kematian Kristus yang mendamaikan berarti menghilangkan kebenaran mendasar dari karya Kristus”.

Di sini Kevin J. Conner mengakui bahwa tujuan utama kematian Kristus adalah pendamaian. Dan apa yang dinyatakan oleh Kevin J. Conner tersebut di atas selaras dengan seluruh kebenaran Alkitab. Istilah-istilah teologis dan alkitabiah seperti penebusan, korban pengganti (substitusi), peredaan murka (propisiasi), penghapusan kesalahan (ekspiasi), pengampunan, dan pembenaran merupakan bagian-bagian penting dari pendamaian (rekonsiliasi) yang dikerjakan Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib.

Secara khusus rasul Paulus dalam ayat bacaan kita di atas menyatakan bahwa “Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya (2 Korintus 5:18)” dan “Allah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus (2 Korintus 5:19)”. 

Kata “mendamaikan” dalam ayat tersebut merupakan terjemahan dari kata Yunani “katallasso” yang berarti “mengubah permusuhan menjadi persahabatan”. Kata “katallasso” ini digunakan pada pendamaian antara manusia dengan Allah dan antara seorang wanita yang kembali kepada suaminya (Roma 5:10,11; 11:15; dan 1 Korintus 7:11).

George W. Peters mengatakan, “Paulus telah menanamkan banyak kebenaran, yang tak ter hapuskan, kepada dunia. Yang paling menonjol di antaranya ialah kenyataan bahwa ‘Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus’. 

Dengan kata lain, Allah telah menyediakan di dalam Kristus keselamatan yang cukup untuk menyelamatkan manusia dari kebinasaannya yang mutlak dan kekal serta menawarkan kemuliaan yang tak terkatakan serta tak terlukis. Paulus menekankan bahwa Allah telah memberikan seorang Juru selamat dan keselamatan yang cukup untuk semua manusia”.

PENGERTIAN PENDAMAIAN

Pemberian definisi terhadap suatu istilah atau kata itu penting, khususnya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam pemberian arti. Definisi itu sendiri berarti pembatasan, yaitu menentukan batas-batas pengertian tertentu sehingga jelas apa yang dimaksud, tidak kabur, dan tidak dicampuradukkan dengan pengertian-pengertian lain.

Setiap pembaca pada umumnya ingin mengetahui batasan arti dari suatu istilah sebelum ia melangkah lebih jauh untuk memahami maknanya. Karena itu, berkaitan dengan istilah “pendamaian” dalam tulisan ini, maka saya pikir perlu untuk memberikan arti etimologi kata dan definisi uraiannya.

1. Arti Etimologi. 

Menurut Paul Enns, “Kata bahasa Inggris ‘atonement’ (pendamaian) berasal dari dua kata ‘at’ dan ‘onement’, yang berarti ‘rekonsiliasi’. Meskipun kata pendamaian (atonement) bukan merupakan kata di Perjanjian Baru, hal ini menunjukkan pada apa yang telah diselesaikan oleh Kristus di atas kayu salib melalui penderitaan dan kematian-Nya”.

Paul Enns juga menjelaskan latar belakang dari kata atonement itu demikian, “Waktu William Tyndale menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Inggris ia menemukan kesukaran besar untuk mendapatkan kata yang memuaskan yang dapat menyampaikan arti pekerjaan Kristus dalam upaya-Nya mendamaikan manusia dengan Allah. 

Karena ia tidak menemukan kata yang sesuai, Tyndale menggabungkan dua kata sederhana ‘at (pada)’ dan ‘onement (kesatuan)’, membuat kata tersebut ‘atonement’ (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai pendamaian atau kadang kala penebusan), dan dengan demikian dalam etimologinya memberi petunjuk kepada ajaran Alkitab mengenai pendamaian”.

Paul Enns juga menambahkan bahwa “penekanan dari rekonsiliasi (pendamaian) adalah berdamai dengan Allah. Manusia yang terpisah dari Allah dibawa kembali kepada persekutuan dengan Allah”.

Sementara itu, Kevin J. Conner menjelaskan asal kata atonement tersebut demikian, “Kata Inggris kuno yang dipakai untuk kata ‘pendamaian’ berarti ‘dijadikan sepakat, mendamaikan, membawa kesepakatan, atau memperdamaikan’. Maka kata tersebut bisa dibaca ‘at-one-ment’ (pendamaian)’, pembuatan kesepakatan dari mereka yang memiliki ketidaksepakatan”.

Charles F. Beker, ketika menjelaskan tentang pendamaian (atonement) dengan merujuk pada kata-kata dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Menurutnya, ada tiga kata dalam bahasa Ibrani untuk pendamaian, yaitu : 

(1) khapar, yang berarti menutupi, diterjemahkan dengan kata “pendamaian atau penebusan (atonement)” sebanyak 76 kali dan pendamaian (rekonsiliasi) sebanyak 7 kali. Kata atonement ini hanya muncul satu kali dalam Perjanjian Baru (Roma 5:11, KJV) selebihnya menggunakan kata rekonsiliasi; 

(2) Khata, yang artinya mempersembahkan sebagai korban dosa. Kata ini hanya hanya sekali diterjemahkan rekonsiliasi dalam KJV (2 Tawarikh 29:24); 

(3) Ratsah, yang artinya membuat berkenan, memenuhi tuntutan (membayar) utang. Kata ini hanya sekali diterjemahkan rekonsiliasi dalam KJV (1 Samuel 29:4). 

Sementara itu, tiga kata Perjanjian Baru untuk pendamaian semuanya dibentuk dari kata Yunani “allasso” yang berarti “mengubah”. 

(1) Diallasso, yang berarti mengubah permusuhan menjadi persahabatan. Kata ini hanya muncul satu kali tanpa kaitannya dengan keselamatan (Matius 5:24); 

(2) Katallasso, yang berarti mengubah permusuhan menjadi persahabatan dan digunakan pada pendamaian antara manusia dengan Allah (Roma 5:10,11; Roma 11:15; 2 Korintus 5:18-20) dan digunakan juga untuk menggambarkan seorang wanita yang kembali kepada suami (1 Korintus 7:11); 

(3) Apokatallasso, yaitu suatu bentuk intensif yang berarti berdamai sepenuhnya (Efesus 2:16; Kolose 1:20-22a).

Selanjutnya Charles F. Beker menambahkan bahwa “kata atonement muncul hanya sekali dalam Perjanjian Baru KJV (Roma 5:11), ditempat kata itu yang seharusnya diterjemahkan reconciliation”.

Kata “atonement” ini, dalam Perjanjian Lama dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani “kaphar” yang berarti “menutupi”, dipakai sebanyak 76 kali. Dengan demikian, istilah “atonement” itu sama dengan pendamaian atau rekonsiliasi.

2. Definisi. 

Berikut ini definisi pendamaian yang dikutip dari pendapat para ahli teologi dan Alkitab. 

(1) Berdasarkan arti etimologinya, Charles F. Beker mendefinisikan pendamaian sebagai berikut, “Atonement, aslinya berarti reconsiliation atau tindakan membawa mereka yang saling menjauh ke dalam kesepakatan, kini terutama digunakan sebagaimana dalam teologi dengan pengertian suatu persembahan, korban, atau penderitaan yang memadai untuk mendapatkan pengampunan atau imbalan bagi suatu pelanggaran”.

(2) Paul Enns mendefinisikan pendamaian sebagai “Tindakan Allah mengangkat penghalang dari dosa, dan menghasilkan damai dan memampukan manusia untuk diselamatkan”. Menurut Paul Enns, ada dua bagian dari pendamaian itu, yaitu : Aspek objektif di mana manusia telah didamaikan dengan Allah sebelum beriman dan manusia dinyatakan dapat diselamatkan (2 Korintus 5:18a,19a). Aspek subjektif di mana manusia didamaikan pada Allah saat ia percaya (2 Korintus 5:18b,19b).

(3) Sementara itu Charles C. Ryrie ketika mendefinisikan pendamaian membedakannya dalam dua pengertian berdasarkan hubungkan dengan dunia dan Allah. Dalam hubungannya dengan dunia, pendamaian berarti “suatu perubahan hubungan dari permusuhan menjadi kerukunan dan perdamaian antara dua pihak. 

Manusia dapat didamaikan satu dengan yang lainnya (Matius 5:24, diallasso; 1 Korintus 7:11, Katallasso), dan manusia telah didamaikan dengan Allah (Roma 5:1-11, 2 Korintus 5:18-21, Katallasso; Efesus 2:16; Kolose 1:20, apokatallasso)”.

Sedangkan dalam hubungannya dengan Allah, pendamaian berarti “penghapusan kemurkaan melalui pengorbanan. Dalam hubungannya dengan soteriologi, pendamaian berarti mendamaikan atau menghilangkan murka Allah melalui korban penebusan Kristus”.

Berdasarkan etimologi dan beberapa kutipan definisi di atas, secara sederhana istilah pendamaian dapat didefinisikan sebagai berikut, “pendamaian adalah tindakan Allah untuk mengangkat penghalang antara Allah dan manusia karena dosa melalui Yesus Kristus supaya manusia memperoleh keselamatan”. 

Ada beberapa ide penting yang ditekankan dalam definisi tersebut yaitu : 

(1) pendamaian merupakan inisiatif dan tindakan Allah; 

(2) pendamaian dilaksanakan untuk mengangkat penghalang antara manusia dengan Allah. Penghalang antara manusia dengan Allah adalah dosa manusia; 

(3) pendamaian dilakukan oleh perantaraan Kristus; 

(4) pendamaian memungkinkan manusia untuk diselamatkan. Dengan demikian definisi ini membedakan pendamaian dari keselamatan.

Penting untuk menegaskan bahwa pendamaian tidaklah sama dengan keselamatan. Kedua istilah ini jelas dibedakan dalam Alkitab. Beberapa orang karena kecerobohannya telah mengaburkankan arti dari pendamaian dengan menjadikan pendamaian melalui kematian Kristus itu sinonim dengan keselamatan. Secara etimologi tentu saja kedua istilah itu benar-benar berbeda. Istilah pendamaian telah dijelaskan di atas baik secara etimologis maupun definitif. Sedangkan istilah “keselamatan” secara etimologis berasal dari kata Yunani “soteria”.

Kata soteria ini digunakan sebanyak 45 kali dalam Perjanjian Baru, dan dalam King James Version diterjemahkan dengan salvation (keselamatan) sebanyak 40 kali, health (kesehatan) sebanyak 1 kali, saving (menyelamatkan) sebanyak 1 kali, deliver (melepaskan) sebanyak 1 kali, dan saved (diselamatan) sebanyak 1 kali. Kata “soterion” muncul 5 kali dan dalam KJV selalu diterjemahkan dengan salvation. 

Menurut Charles C. Ryrie, dalam Septaguita maupun dalam Perjanjian Baru, kata kerja Yunani “sozo” dan kata-kata yang sama asalnya “soter” dan “soteria” biasanya merupakan terjemahan dari kata Ibrani Perjanjian Lama “yasha”. Kata “yasha” ini berarti “kebebasan dari sesuatu yang mengikat atau membatasi, dan kemudian berarti pembebasan, pelepasan, atau memberikan keluasan dan kelapangan kepada sesuatu. 

Sedangkan kata “sozo” (dan kata-kata yang sama asalnya “soter” dan “soteria”) berhubungan dengan perawatan, kesembuhan, pertolongan, penyelamatan, penebusan atau kesejahteraan, yang dihubungkan dengan pemeliharaan dari bahaya, penyakit, ataupun kematian (Matius 9:22, Kisah Para Rasul 27:20,31-34; Ibrani 5:7). Untuk pemakaian Kristen yang penuh, berarti penyelamatan dari kematian kekal dan pemberian hidup yang kekal kepada seseorang (Roma 5:9; Ibrani 7:25).

Ringkasnya, istilah pendamaian dipakai untuk menjelaskan tindakan Allah yang mengangkat penghalang antara Allah dan manusia karena dosa melalui Yesus Kristus supaya manusia memperoleh keselamatan (Roma 5:10-11; 2 Korintus 5:18-20; Efesus 2:16; Kolose 1:20-22),, sedangkan istilah keselamatan dipakai untuk menyatakan tindakan Allah di dalam Kristus yang membebaskan manusia dari kematian kekal dengan memberikan hidup yang kekal kepada mereka yang percaya (Yohanes 3:16,17; Kisah Para Rasul 16:30-32; 1 Yohanes 5:11-13).

ARAH PENDAMAIAN

Arah pendamaian menunjukkan kepada pihak yang didamaikan. Charles C. Ryrie menyatakan bahwa ada tiga jawaban pokok atas pertanyaan mengenai arah pendamaian ini, yaitu : 

(1) Allah yang didamaikan dengan manusia; 

(2) manusia yang didamaikan dengan Allah; dan 

(3) kedua belah pihak didamaikan secara bersama-sama.

 Representatif pandangan pertama dipegang oleh William G.T Shedd, pandangan kedua dipegang oleh John F. Walvoord, dan pandangan ketiga dipegang oleh Louis Berkhof. 

Menurut Charles F. Beker, kebingungan mengenai arah pendamaian ini terjadi karena kegagalan dalam membedakan istilah peredaan murka (propisiasi) dari pendamaian (rekonsiliasi). Louis Berkhof kelihatannya menggunakan kedua kata ini sebagai sinonim. Padahal kedua istilah tersebut tidak sinonim dan harus dibedakan. 

Propisiasi berhubungan dengan pemenuhan tuntutan sehingga pendamaian yang dilakukan mampu meredakan murka Allah. Sedangkan pendamaian (rekonsilisi) berhubungan dengan mengubah permusuhan menjadi persahabatan, di mana manusia didamaikan dengan Allah.

Mengenai perlunya pendamaian ini, George Eldon Ladd menjelaskan, “pendamaian diperlukan ketika persekutuan antara dua pihak rusak sehingga menyebabkan satu atau kedua pihak itu bermusuhan satu sama lain. Dosa telah memutuskan persekutuan dan menjadi penghalang. 

Sejauh ini nampaknya tak ada masalah dalam ajaran Alkitab. Namun muncul pertanyaan yang sulit, siapa yang dijauhkan atau yang terpisah sehingga perlu diperdamaikan? Telah dibuktikan bahwa manusia telah terpisah jauh dari Allah, bahwa ia telah memberontak dalam hati dan pikiran, dan pemberontakannya perlu diubah menjadi ketaatan sukarela dan tulus kepada Allah”.

Demikian juga Paul Enns menyatakan, “Pendamaian menyatukan dua pihak yang tadinya bermusuhan satu sama lain. Dalam kematian Kristus di kayu salib, Allah dan manusia, yang tadinya terpisah melalui dosa, dibawa menyatu. Siapakah yang menjauh dari persekutuan? Manusialah yang melakukannya melalui dosanya di Taman Eden, dengan membelakangi Allah dalam pemberontakannya dan menjauhi dirinya dari persekutuan bersama Allah. Oleh karena itu, manusia perlu didamaikan dengan Allah. 

Dalam keadaan kita yang tidak diselamatkan, kita dalam status perang, musuh Allah kita memerlukan pendamaian (Roma 5:10).”

Sementara itu Millard J. Erickson mengatakan, “kematian Kristus juga mengakhiri permusuhan dan keterasingan yang memisahkan Allah dengan umat manusia. Permusuhan kita terhadap Allah kini disingkirkan. Penekanan yang dikemukakan dalam Alkitab biasanya ialah bahwa kita diperdamaikan dengan Allah, maksudnya, Dialah yang memainkan peran aktif; Dialah yang mendamaikan kita dengan diri-Nya”.

Dengan demikian, arah pendamaian ini sudah jelas menurut Alkitab, Rasul Paulus mengatakan “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami” (2 Korintus 5:18-19). 

Di sini arah dari pendamaian yang dilakukan oleh Kristus melalui kematian-Nya adalah bahwa manusia berdosalah yang didamaikan dengan Allah. Akibat dosa, maka Allah dan manusia berada dalam hubungan permusuhan dan perseteruan. Meskipun hal tersebut tidak disebutkan dalam 2 Korintus 5, tetapi dijelaskan dalam Roma 5. Manusia adalah seteru Allah (Roma 5:10), dan Allah menganggap manusia sebagai musuhnya. 

Namun perlu diingat disini, bukan Allah yang memusuhi manusia, tetapi manusialah yang memusuhi Allah. Bukan Allah yang meninggalkan persekutuan dengan manusia, tetapi manusialah yang menjauh dari Allah ketika melanggar perintah Allah dan berdosa. Allah dalam segala atribut dan kebenaran-Nya sempurna dan tidak pernah berubah. 

Namun, pemberontakan dan dosa manusia menyebabkan Allah murka, dan manusia dalam keberdosaannya telah menjadi musuh Allah (Roma 5:9-10). Kenyataan akan adanya murka Allah ini mengharuskan adanya peredaan murka (propisiasi) melalui korban penebusan sehingga terbuka jalan bagi rekonsiliasi.

Lebih jelas lagi Lewis Sperry Chafer mengatakan demikian, “Kedua aspek pendamaian paling baik diutarakan dalam 2 Korintus 5:19-20. Dalam 2 Korintus 5:19 dinyatakan bahwa dunia (kosmos, yang istilahnya tidak pernah dengan rentangan eksegesis mana pun dibuat mewakili orang-orang pilihan yang diselamatkan darinya) didamaikan kepada Allah. Bagian Alkitab sangat penting ini mengetengahkan kebenaran bahwa di dalam dan melalui kematian Kristus Allah mengubah sepenuhnya kedudukan dunia dalam hubungannya dengan diri-Nya. 

Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa Allah didamaikan. Jika dianggap bahwa Allah ditampilkan sebagai sepenuhnya mengubah perilaku-Nya terhadap dunia karena kematian Kristus, kiranya diingat bahwa kebenaran-Nya yang dilibatkan. Sebelum kematian Kristus, kebenaran-Nya memerlukan tuntutan-tuntutan penghakiman; tetapi setelah kematian Kristus kebenaran yang sama itu memerdekakan untuk menyelamatkan yang terhilang. 


Kebenaran-Nya dengan demikian tidak berubah dan tidak juga bertindak dengan cara lain daripada adil secara sempurna. Jadi, Allah yang melihat dunia berubah total dalam hubungannya dengan Dia oleh kematian Kristus, bukanlah yang diri-Nya didamaikan atau berubah”.

Jadi, walaupun pendamaian itu merupakan inisiatif dan tindakan Allah, karena Dialah yang memainkan peran aktif dan Dialah yang mendamaikan kita dengan diri-Nya, sebagaimana yang dikatakan oleh David K. Lowery bahwa “karya Kristus menyebabkan rekonsiliasi antara Allah dan manusia... bahwa Allah mengambil inisiatif dalam rekonsilisi itu”,  yang terlaksana melalui kematian Kristus, namun penekanan yang dikemukakan dalam Alkitab biasanya ialah bahwa manusialah yang didamaikan dengan Allah. 

Dengan demikian, kita harus memberikan arti pendamaian itu seperti yang Alkitab lakukan, yaitu bahwa pendosa telah didamaikan kepada Allah dan bahwa bukan Allah telah didamaikan kepada pendosa.

DUA ASPEK PENDAMAIAN 

Ketika membahas definisi pendamaian, sekilas saya telah menyentuh tentang dua aspek dari pendamaian itu. Paul Enns menyebutkan dua aspek dari rekonsiliasi (pendamaian), yaitu aspek obyektif dan aspek subyektif. 

(1) Aspek obyektif dari rekonsiliasi adalah bahwa manusia telah berdamai dengan Allah sebelum beriman dan manusia dinyatakan dapat diselamatkan (2 Korintus 5:18a, 19a). Ini disebut juga rekonsiliasi sementara. 

(2) Aspek subyektif dari rekonsiliasi adalah bahwa manusia berdamai dengan Allah pada saat ia percaya (2 Korintus 5:18a, 19b). Ini disebut juga rekonsiliasi pengalaman (pribadi). Aspek yang pertama dari rekonsiliasi tersebut bersifat universal dan berhubungan dengan penyediaan keselamatan, sedangkan aspek yang kedua bersifat individual dan berhubungan dengan penerimaan keselamatan secara pribadi. 

Charles F. Beker menyebut kedua aspek tersebut sebagai pendamaian searah dan pendamaian dua arah.

1. Pendamaian Searah (Aspek Obyektif Pendamaian). 

Menurut Charles F. Beker, pendamaian searah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan karya Allah yang telah dilakukan Kristus dalam mengubah hubungan dunia dengan Allah. Dari sisi ini, segala hambatan dan hambatan yang terdapat pada jalan keselamatan telah disingkirkan Allah melalui kematian Kristus, sehingga manusia bisa merima keselamatan yang diberikan secara cuma-cuma. 

Dengan kata lain, pendamaian ini memampukan manusia untuk menyelamatkan. Aspek ini disebut juga memberikan keselamatan. Aspek pemberian keselamatan ini berbeda dengan keselamatan pribadi. Kristus telah mendamaikan dunia kepada Allah, seseorang di dunia mau menerima pendamaian itu atau tidak. Fakta bahwa dunia telah didamaikan bukan berarti dunia telah diselamatkan. Kita tidak boleh menerapkan istilah keselamatan dan perdamaian dengan menjadikan keduanya sinomim. 

Jadi ketika rasul Paulus berkata “Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus” (2 Korintus 5:19). Makdsudnya ialah bahwa Kristus telah melakukan hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, yaitu mati karena menghapus dosa Adam (dosa asal) dan menanggung dosa-dosa manusia dan secara sempurna memenuhi tuntutan kebenaran Allah terhadap manusia Berdosa. 

Karya Kristus ini sepenuhnya mengubah status dunia di hadapan Allah. Karya tersebut tidak menyelamatkan dunia tetapi menyingkirkan semua penghalang yaitu dosa. Sebab jika tidak demikian, tidak mungkin bagi kasih Allah menyelamatkan orang-orang berdosa yang dari sisi kekudusan dan keadilan Allah harus dihukum. 

Millard J. Erickson mengatakan, “Kematian Kristus cukup bernilai untuk pengampunan seluruh dunia. Kematian seorang manusia biasa hampir tidak cukup berharga untuk menutupi dosa-dosanya sendiri, apalagi untuk menutupi dosa seluruh umat manusia. Tetapi kematian Kristus tak ternilai harganya. 

Demi Allah, Yesus tidak perlu mati. Ketika Ia mati, Ia melakukan sesuatu yang tidak akan pernah dilakukan oleh Allah. Karena Dia Tidak Berdosa, Dia tidak perlu mati untuk menebus dosa-Nya. Karena Dia adalah oknum yang tidak terbatas yang tidak perlu mati, maka kematian-Nya bermanfaat untuk menebus dosa umat seluruh umat manusia”.

2. Pendamaian dua arah (Aspek Subyektif Pendamaian). 

Menurut Charles F. Beker, pendamaian dua arah merupakan istilah yang digunakan untuk mengungkapkan maksud bahwa kedua pihak yang bermusuhan secara nyata dibawa bersama ke dalam pendamaian penuh. Rasul Paulus mengatakan demikian, “dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu berdamai dengan Allah” (2 Korintus 5:20). 

Jika kematian Kristus itu sendiri telah menyebabkan terjadinya pendamaian sepenuhnya (dalam arti penyelamatan), maka tidak perlu lagi ada pemberitaan Injil, dan kita tidak perlu memanggil orang-orang untuk menyelamatkan. Namun, karena faktanya rasul Paulus mewajibkan orang-orang berdosa untuk memberi diri mereka berdamai dengan Allah, maka perdamaian itu seharusnya tidak disamakan dengan keselamatan. 

Sekali lagi, untuk lebih tegasnya, kita katakan pendamaian tidaklah sama dengan keselamatan, dan itu artinya didamaikannya dunia dengan Allah tidaklah sama dengan menyelamatkan! Berdasarkan fakta ini para pemberita Injil pergi ke seluruh dunia untuk menyampaikan berita bahwa Kristus telah mati mendamaikan pendosa kepada Allah, dan para pemberitaan Injil ini dengan keyakinan memanggil para pendosa untuk memberi diri mereka didamaikan dengan Allah, dengan percaya kepada Kristus (Kisah Para Rasul 16:30 -31; Markus 16:15-16). 

Jadi apek dua arah dari pendamaian adalah: pendamaian merupakan sesuatu yang Allah sediakan melalui kematian Kristus, tetapi manusia pribadi harus bersedia menerima manfaat darinya.

Charles C. Ryrie juga menjelaskan hal yang sama mengenai pendamaian dua arah sebagai berikut, “Perlu adanya pendamaian (rekonsiliasi) terletak pada permusuhan Allah terhadap manusia berdosa. Allah telah mengambil inisiatif dan mendamaikan dunia dengan diriNya. 

Hal tersebut telah dilakukan oleh kematian Kristus, dan persyaratan ini telah mengubah keadaan dunia sehingga dapat diselamatkan di hadapan Allah. Namun meskipun dunia telah didamaikan, manusia harus didamaikan dengan cara mengubah keadaannya demi Kristus. Dan hanya dengan cara demikianlah, maka keadaannya di hadapan Allah diubah”.

Ryrie juga mengatakan, “Persyaratan Allah bagi perdamaian bersifat universal. Karena kematian Kristus, maka keadaan dunia berubah, sekarang manusia dapat diselamatkan. Tetapi hal itu sendiri tidak menyelamatkan satu manusia pun, karena pelayanan perdamaian itu harus dilaksanakan dengan setia melalui pemberitaan Injil. Pada saat seseorang menjadi percaya, maka ia menerima pendamaian yang diberikan Allah di dalam kematian Kristus (2 Korintus 5:18-21). 

Dunia telah didamaikan, namun manusia perlu didamaikan. Pendamaian secara universal ini mengubah keadaan dunia dari tidak dapat diselamatkan menjadi dapat diselamatkan. Pendamaian secara pribadi melalui iman benar-benar membawa pendamaian itu dalam kehidupan orang yang bersangkutan dan mengubah keadaan orang itu dari tidak menyelamatkan menjadi menyelamatkan”.

David K. Lowery menyimpulkan demikian, “kombinasi otoritas ilahi dan tanggung jawab manusia yang menjadi bagian dari ulasan Paulus tentang rencana keselamatan Allah juga merupakan pernyataan karakteristik-pernyataannya tentang rekonsiliasi. Allah telah bertindak untuk merekonsiliasi dunia (Roma 11:15; 2 Korintus 5:19), tetapi manusia perlu menerima pengalaman ini (Roma 5:11). 

Sebenarnya Paulus meringkas pesannya dalam frase ini, 'berilah dirimu berdamai dengan Allah' (2 Korintus 5:20). Ketika Paulus sesekali berbicara tentang rencana keselamatan Allah dalam istilah-istilah universal, di sini diberlakukan-implikasi universal juga menjadi bagian pembahasannya tentang rekonsiliasi. Dalam hal ini, dunia, suatu referensi untuk manusia pada umumnya, telah Allah rekonsiliasi untuk diri-Nya sendiri. Apakah ini berarti semua orang diselamatkan? Tidak. 

Sebaliknya, argumennya adalah bahwa Paulus percaya bahwa berkat-berkat pendamaian Kristus bersifat universal dalam jangkauannya. Tetapi berkat-berkat ini dialami hanya oleh orang-orang yang bersedia menerima Injil.”

MAKSUD DAN PENERAPAN DARI DUA ASPEK PENDAMAIAN

Melalui karya pendamaian tersebut Kristus telah menyelesaikan masalah dosa asal, yaitu dosa Adam (Roma 5:1-21). Kita perlu memahami ini, bahwa tidak ada dosa dan akibat dosa yang dialami semua manusia seandainya Adam tidak berdosa. Dosa masuk ke dalam kehidupan semua manusia karena kesalahan Adam. 

Alkitab menunjukkan fakta akibat dosa Adam semua manusia itu dilahirkan : 

(1) dengan natur yang rusak atau natur berdosa; dan 

(2) dengan kesalahan dosa Adam yang diperhitungkan kepadanya. Akibat semua manusia mengalami : 

(1) kematian rohani; dan 

(2) Kematian Fisik. 

Faktanya, bahwa sejak Kristus telah menyelesaikan karya-Nya di kayu salib maka dosa Adam (dosa asal) sudah dihapuskan dari semua manusia di hadapan Allah, dan kematian Kristus ini mengangkat segala rintangan dengan cara meniadakan dan menghapus dosa Adam (Roma 5:1-21). 

Namun pengaruh dosa itu sendiri, yaitu : 

(1) kematian rohani; 

(2) Kematian Fisik; dan 

(3) dosa-dosa pribadi (aktual) masih ada dalam setiap orang. 

Ini adalah hukuman akibat dosa Adam yang diwariskan dan dipertalikan. Dan ini tetap dirasakan dan dialami semua orang. Jadi, Yesus (Adam Kedua) telah membayar lunas hutang dosa Adam Pertama yang diwariskan dan dipertalikan kepada semua umat manusia (Roma 5:12-13), tetapi dampak dari dosa Adam, yaitu kematian rohani, kematian jasmani, dan dosa-dosa aktual tetap ada pada setiap orang (kecuali bayi yang tidak dapat melakukan dosa sebenarnya).

Lalu bagaimanakah cara Allah menyelesaikan akibat hukuman dosa yang masih ada tersebut? Jawabannya mengungkapkan kasih karunia dan anugerah kebenaran di dalam Yesus Kristus (Roma 5:17). Alkitab mengajarkan betapa besarnya kasih karunia yang datang oleh Kristus itu melebihi penghukuman karena melanggar Adam (Roma 5:15-17). 

Dengan demikian setiap orang yang menerima ucapan kasih karunia di dalam Kristus (Roma 5:17), mereka akan : 

(1) mendapat kelahiran baru, yaitu hidup kekal (zo'e) yang bersifat permanen bersamaan dengan atau dimulai saat percaya kepada Kristus (Efesus 2:5; 2 Korintus 5:17; 1 Yohanes 5:11-13); 

(2) diberi kuasa atas dosa-dosa aktual untuk menjalani kehidupan baru itu (Kolose 3:9-10); 

(3) dibangkitkan pada akhir zaman dalam kemuliaan tubuh (1 Korintus 15:35-58). 

Saat seseorang percaya kepada Injil dan menerima Kristus sebagai kerinduannya, maka seketika itu juga ia mendapat kehidupan rohani, yaitu kehidupan baru yang diberikan Allah dan dikerjakan oleh Roh Kudus (Efesus 2:5). Inilah yang disebut dengan keselamatan! Dan sejak saat itu orang-orang yang percaya itu disebut orang-orang kudus, karena itu mereka diperintahkan untuk hidup dalam pengudusan hari demi hari (Kolose 3:9-10), dan jika ada orang percaya yang terjatuh dalam dosa, ia diminta untuk mengakuinya dosanya. 

Pengakuan dosa dan pertobatan adalah obat penawar bagi dosa orang percaya yang jatuh. Dengan mengakui dosa dan menafsirkan orang percaya itu menerima pengampunan (1 Yohanes 1:7-9). Sedangkan obat penawar bagi dosa pribadi (aktual) orang yang belum percaya ialah dengan percaya dan menerima Kristus (Kisah Para Rasul 16:31-32). 

Orang-orang yang percaya dan menerima hidup kekal (zo'e) ini adalah orang-orang yang dipilih Allah dalam Kristus. Sekali seseorang telah menerima anugerah hidup kekal di dalam Kristus, ia menerimanya secara permanen dan tidak akan kehilangan keselamatan itu (1 Yohanes 5:11-12). Muncul pertanyaan lain, “jika semua orang sudah berdamai dengan Allah, lalu mengapa mereka masih disebut seteru? 

Apa gunanya didamaikan oleh Kristus kalau Allah tetap melihat mereka sebagai musuh (Roma 5:10-11 dan Kolose 1:19-22)? Jawaban terhadap pertanyaan ini terletak pada pemahaman terhadap dua aspek pendamaian (pendamaian searah dan pendamaian dua arah), yaitu bahwa ayat-ayat di dalam Roma 5:10-11 dan Kolose 1:19-22 sejajar dan tidak bertentangan dengan 2 Korintus 5:18 -20. Dengan memperhatikan kesejajaran itu maka :

1. Kata “diperdamaikan” dan “pendamaian dalam Roma 5:10-11 berasal dari kata dasar yang sama dengan kata “mendamaikan, pendamaian, didamaikan” dalam 2 Korintus 5:18-20. Kata dasar yang dipakai di sini adalah kata Yunani “allasso” yang berarti “mengubah”, dari kata dasar “allaso ini kemudian muncul kata “katallasso” dalam Roma 5:10-11 dan kata “apokatallasso” dalam Kolose 1:20. 

Jadi dalam teks Roma 5:10-11 tersebut kata “diperdamaikan” lebih tepat diterjemahkan dengan “didamaikan”, sama seperti dalam 2 Korintus 5:18-20. Dengan demikian pengertian pendamaian dalam Roma 5:10-11 sejajar dengan pengertian pendamaian dalam 2 Korintus 5:18-20. Namun jika kata “diperdamaikan” itu tetap dipertahankan untuk digunakan, maka tentu saja kata itu tidak sama artinya dengan istilah “perdamaian”. 

2. Arti pendamaian dalam 2 Korintus 5:18-20 jelas menunjukkan pendamaian searah dan pendamaian dua arah. Di mana pendamaian searah bersifat universal itu telah menyelesaikan dosa Adam yang bersifat universal. Sedangkan pendamaian dua arah dikaitkan dengan penyelesaian dosa pribadi atau dosa aktual masing-masing orang secara pribadi ketika ia dengan iman menerima berita Injil dan percaya kepada Kristus. Teks di Roma 5:10-11 tersebut sejajar dengan pengertian ini, demikian juga Kolose 1:21 dikaitkan dengan kesejajaran ini. 

Jadi, ketika rasul Paulus dalam Roma 5:10 mengatakan ”Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Anak-Nya”, maka kalimat ini mengacu pada pendamaian universal, bahwa sebelum seseorang menerima Kristus, ia telah didamaikan (satu arah) dengan Allah. Artinya, mereka tidak lagi berada dalam dosa universal warisan Adam. 

Dan ketika rasul Paulus berkata “lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” maka kalimat itu mengacu pada pendamaian dua arah dan bersifat pribadi, bahwa setelah seseorang menerima Kristus ia pasti selamat (keselamatan terjamin). Artinya, ia harus menerima Kristus untuk dosa-dosa pribadi (aktualnya) sehingga dapat memiliki hidup kekal atau diselamatkan.

3. Walaupun murka Allah telah diredakan (propisiasi) dan Allah telah dipuaskan (ekspiasi) melalui kematian (substitusi) Kristus, namun berkaitan dengan dosa-dosa pribadi, setiap orang yang belum menerima Kristus, karena dosa-dosanya sendiri tetap memusuhi Allah. Karena itulah mereka disebut seteru Allah, bukan karena Kristus tidak mendamaikan mereka dengan Allah, tetapi karena dosa-dosa pribadi mereka sendiri dengan menolak Kristus. 

Ini oleh rasul Paulus disebut “Keadaan kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat” (Kolose 1:21). ini akan berubah ketika mereka (masing-masing Keadaan) dengan iman menanggapi Injil dan percaya kepada Kristus. Dengan percaya kepada Injil, percaya dan menerima Kristus, maka keadaan yang memusuhi Allah ini berubah menjadi “kita hidup dalam damai sejahtera (perdamaian) dengan Allah” (Roma 5:1). 

Oleh karena itu, maka Roma pasal 5:1 merupakan titik awal yang benar dalam mempelajari Roma Pasal 5. Di Roma 5:1 ini rasul Paulus mengawali ajarannya tentang perhitungan dosa Adam kepada semua manusia (universalitas dosa) dan perhitungan kebenaran Kristus kepada semua orang yang percaya . Di sini rasul Paulus berkata, “Sebab itu, kita dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera bersama Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”. 

Secara gamblang ayat ini menjelaskan bahwa perdamaian sejahtera (Yunani, eirena; KJV, Peace) atau perdamaian kita dengan Allah merupakan hasil dari pembenaran (dikaioo) yang diterima melalui iman (pesteo). Pembenaran (dikaioo) merupakan salah satu aspek dari pendamaian (Yunani, katallage). 

Jadi, karena Kristus telah mendamaikan dunia maka segala rintangan telah disingkirkan sehingga manusia dimungkinkan untuk selamat. Namun perdamaian ini tidak secara otomatis menyebabkan seseorang selamat. Untuk mengalami perdamaian (atau keadaan damai sejahtera dengan Allah) alias selamat, maka masing-masing orang harus menyambut karya Kristus tersebut dengan iman sehingga dapat menikmati manfaat pribadi dari pendamaian itu (bandingkan 2 Korintus 5:18-20).

Dengan demikian, tidak ada orang yang akan dibuang ke neraka karena dosa Adam. Ini sekaligus menunjukkan bahwa Allah bertindak adil! Tidak akan menghukum manusia karena dosa Adam, justru Dia menyediakan jalan keselamatan bagi semua orang melalui Yesus Kristus. Jadi orang dibuang ke neraka bukan karena alasan dosa Adam yang diwariskan maupun dipertalikan pada mereka, karena ini sudah diselesaikan oleh Yesus melalui karya-Nya di kayu salib. 

Sejak penyelesaian dosa oleh Kristus di kayu salib, maka setiap orang harus mempertanggung jawaban dosa aktual dan perbuatan mereka sendiri, bukan lagi dosa Adam. Mereka harus membawa dosa-dosa pribadi (aktual) mereka yang sudah Yesus tanggung di kayu salib melalui kematian-Nya (preposisi Yunani “anti”) dengan percaya kepada Kristus (Yohanes 3:16,17; Kisah Para Rasul 16:30-32; 1 Yohanes 5:11-13), dan dengan demikian mereka “.... menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, ... oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus” (Roma 5:17) dan menerima pengampunan dari-Nya. 

Yesus sudah melakukan segala yang diperlukan untuk keselamatan, yang manusia butuh kan hanya percaya-Nya. Karena kematian Kristus telah meniadakan hukuman atas dosa Adam dan telah menyediakan keselamatan bagi semua orang, maka orang akan dihukum dan dilemparkan ke neraka nantinya bukan lagi karena Kristus tidak mendamaikan mereka dengan Allah, melainkan karena mereka oleh “tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”, yaitu Yesus Kristus (Yohanes 3:18). ). 

Dengan demikian, jika seseorang dihukum, itu merupakan akibat kesalahannya sendiri (dosa aktual), karena ia tidak percaya kepada Kristus dan tidak menerima hidup yang kekal yang telah disediakan-Nya, maka adil jika Allah menghukumnya. Namun akan menjadi tidak adil jika Allah menghukum seseorang karena pelanggaran Adam yang sudah diselesaikan oleh Kristus.

Ringkasnya, nilai praktisnya dari pemahaman terhadap pendamaian Kristus ini adalah : 

(1) Yesus telah mati dan meniadakan / menghapus dosa-dosa Adam yang diwariskan dan dipertalikan kepada manusia. Dengan demikian menyediakan jalan bagi setiap orang agar dapat diselamatkan. Jadi Allah tidak akan menghukum manusia karena kesalahan Adam lagi, tetapi karena kesalahannya sendiri (dosa pribadi / aktual). 

(2) untuk dosa aktual setiap orang, Allah telah menyediakan jalan keluarnya yaitu dengan menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran di dalam Kristus, saat percaya kepada Kristus. Inilah inti berita Injil (1 Korintus 15:1-4)! Bahwa kita yang percaya kepada Kristus yang telah mati bagi dosa-dosa kita dan dan telah bangkitkan itu , maka kita pasti selamat (Kisah Para Rasul 16:30-31). 

Yesus Kristus Juru selamat dunia, telah menghapus dosa dunia, yaitu dosa Adam yang diwariskan dan dipertalikan kepada semua orang melalui kematian-Nya di kayu salib, dan mereka yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (1 Yohanes 5:11-13)

Evaluasi : Jika pendamaian yang dimaksud rasul Paulus dalam 2 Korintus 5:19 ini dianggap sinomin atau sama dengan keselamatan, maka kelihatannya hanya akan menghasilkan dua alternatif, yaitu : 

(1) kita dipaksa untuk menyimpulkan bahwa seluruh dunia yang didamaikan itu selamat yang berarti keselamatan universal. Ini sama dengan universalisme; atau 

(2) bahwa kata “dunia” yang dimaksud hanya menunjuk pada orang-orang pilihan, dengan demikian, nilai dan manfaat dari pendamaian itu terbatas. Namun berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka kita harus menolak pandangan yang menyamakan pendamaian dengan keselamatan. 

Istilah pendamaian dipakai untuk menjelaskan tindakan Allah yang mengangkat penghalang antara Allah dan manusia karena dosa melalui Yesus Kristus supaya manusia memperoleh keselamatan (Roma 5:10-11; 2 Korintus 5:18-20; Efesus 2:16; Kolose 1:20-22), sedangkan istilah keselamatan dipakai untuk menyatakan tindakan Allah di dalam Kristus yang membebaskan manusia dari kematian kekal dengan memberikan hidup yang kekal kepada mereka yang percaya (Yohanes 3:16,17; Kisah Para Rasul 16:30-32; 1 Yohanes 5:11-13). 

Selanjutnya, pendamaian menurut Alkitab harus dilihat dari dua aspek, yaitu pendamaian yang bersifat universal dan pendamaian yang bersifat pribadi. Aspek yang pertama berhubungan dengan penyediaan keselamatan, di mana Allah melalui kematian Kristus telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya (2 Korintus 5:19). Namun, aspek pendamaian ini tidak secara otomatis menyelamatkan seseorang. Karena untuk diselamatkan, setiap orang secara pribadi harus memberi dirinya untuk didamaikan dengan Allah (2 Korintus 5:2). Inilah aspek yang kedua dari pendamaian itu, yaitu berhubungan dengan penerimaan keselamatan.

PENUTUP

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa : 

(1) Pendamaian yang Alkitabiah adalah pandangan yang mengajarkan bahwa seluruh dunia telah didamaikan dengan Allah melalui kematian Kristus, tetapi bukan mengajarkan bahwa seluruh dunia akan dan telah diselamatkan; 

(2) Pendamaian yang Alkitabiah mengajarkan dua aspek pendamaian, yaitu : aspek obyektif, yaitu bahwa manusia telah didamaikan dengan Allah sebelum beriman dan manusia dinyatakan dapat diselamatkan (2 Korintus 5:18a, 19a); dan aspek subyektif, yaitu bahwa manusia didamaikan dengan Allah pada saat ia percaya (2 Korintus 5:18a, 19b).

Aspek yang pertama dari pendamaian tersebut bersifat universal dan berhubungan dengan penyediaan dan tawaran keselamatan serta nilai yang tak terbatas dari pendamaian itu; sedangkan aspek yang kedua bersifat individual dan berhubungan dengan penerimaan keselamatan secara pribadi, melalui iman kepada Yesus Kristus; 

(3) Fakta bahwa semua orang telah tersesat dalam dosa termasuk orang-orang terpilih (Roma 3:23), mengharuskan setiap orang yang ingin selamat untuk percaya karena keselamatan itu anugerah Allah yang hanya dapat diperoleh melalui iman (Efesus 2:8-9).

Penting untuk menegaskan bahwa keselamatan, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, sebelum dan sesudah karya pendamaian Kristus dalam kematian-Nya di kayu salib, selalu tetaplah sama, yaitu KARENA KASIH KARUNIA YANG DITERIMA MELALUI IMAN. 

Dasar keselamatan dalam setiap zaman adalah kematian Kristus (dalam Perjanjian Lama, kematian hewan korban merupakan lambang atau simbol dari kematian Kristus). Persyaratan bagi penerimaan keselamatan dalam setiap zaman adalah iman (Efesus 2:8). Objek iman dalam setiap zaman adalah Tuhan (Ibrani 11:6). 

Namun cara Allah menyingkapkan keselamatan itu berbeda-beda, khususnya dalam Perjanjian Lama (yang berhubungan dengan Taurat dan hukum Musa) dan Perjanjian Baru (yang berhubungan dengan berita Injil). Dengan demikian, orang-orang Perjanjian Lama masuk neraka pastilah karena menolak menanggapi Allah dengan iman melalui pernyataan-pernyataan (wahyu) Allah yang berlaku pada masa itu. 

Dan kita teringat bahwa dalam Perjanjian Lama, Allah telah mewahyukan dirinya melalui berbagai cara seperti melalui alam semesta, hati nurani, para nabi, dan hukum Taurat (Bandingkan Ibrani 1:1-3; Roma 1:18-32). Demikian juga dengan orang-orang yang hidup pada masa setelah kematian dan kebangkitan Kristus, apabila mereka yang masuk neraka, itu bukan karena Kristus tidak mendamaikan mereka dengan Allah (karena Alkitab mengatakan dunia telah didamaikan dengan Allah, 2 Korintus 5:19), melainkan karena mereka tidak mau memberi diri mereka didamaikan dengan Allah (2 Korintus 5:20). 

Dengan menolak menerima Injil dan percaya kepada Kristus, sama artinya mereka menolak menanggapi dengan iman kasih karunia dan penyediaan keselamatan itu. Jadi, karena kematian Kristus telah meniadakan hukuman atas dosa dan telah menyediakan keselamatan bagi semua orang, maka orang akan dihukum dan dilemparkan ke neraka nantinya bukan lagi karena Kristus tidak mendamaikan mereka dengan Allah, melainkan karena mereka “tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”, yaitu Yesus Kristus (Yohanes 3:18).
Next Post Previous Post