1 Yohanes 5:19: Perbedaan Mendasar antara Orang Kudus dan Orang Berdosa

Pendahuluan:

1 Yohanes 5:19 berbicara tentang realitas spiritual yang dalam, yang menunjukkan perbedaan mendasar antara mereka yang berada dalam Kristus dan mereka yang hidup di bawah kuasa si jahat. Berikut adalah teks 1 Yohanes 5:19 menurut Alkitab AYT (2018):

"Kita tahu bahwa kita berasal dari Allah, dan seluruh dunia berada dalam kuasa si Jahat."
1 Yohanes 5:19: Perbedaan Mendasar antara Orang Kudus dan Orang Berdosa
Ayat ini secara jelas membedakan antara dua kelompok manusia di dunia: mereka yang "berasal dari Allah" dan mereka yang "berada dalam kuasa si jahat." Artikel ini akan membahas perbedaan yang mencolok antara orang kudus (orang percaya) dan orang berdosa (mereka yang berada di bawah kuasa dunia), serta bagaimana pandangan beberapa pakar teologi memperdalam pemahaman kita tentang ayat ini.

1. Kita Berasal dari Allah: Identitas Orang Kudus

Frasa “berasal dari Allah” dalam 1 Yohanes 5:19 menegaskan identitas orang percaya sebagai anak-anak Allah. Dalam Yohanes 1:12, kita diberitahu bahwa setiap orang yang menerima Kristus, diberikan hak untuk menjadi anak-anak Allah. Identitas ini adalah sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh dunia, tetapi hanya oleh kasih karunia Allah melalui iman kepada Kristus.

John Stott, dalam bukunya The Letters of John, menekankan bahwa "berasal dari Allah" adalah ciri khas dari orang yang telah dilahirkan kembali melalui Roh Kudus. Stott menjelaskan bahwa orang percaya memiliki hubungan yang unik dengan Allah karena mereka telah mengalami kelahiran baru, yang membawa mereka dari kegelapan dosa ke dalam terang kehidupan bersama Allah. Ini adalah perubahan yang mendasar, bukan hanya secara etis atau moral, tetapi secara spiritual.

Selain itu, John Calvin, dalam komentarnya terhadap surat-surat Yohanes, menegaskan bahwa menjadi anak Allah berarti berada dalam persekutuan dengan Allah dan memiliki bagian dalam kehidupan kekal. Calvin menjelaskan bahwa orang percaya tidak hanya dibebaskan dari dosa, tetapi juga dipersatukan dengan Kristus, yang membawa mereka kepada kehidupan baru. Identitas ini membedakan mereka dari dunia yang berada di bawah kuasa si jahat.

2. Seluruh Dunia Berada dalam Kuasa Si Jahat

Frasa “seluruh dunia berada dalam kuasa si Jahat” dalam 1 Yohanes 5:19 mengacu pada realitas dunia yang berada di bawah kendali setan. Dunia yang dimaksud di sini bukanlah dunia fisik, tetapi sistem dunia yang berdosa, yang melawan Allah dan kebenaran-Nya.

Charles Spurgeon, dalam khotbah-khotbahnya, sering kali menekankan betapa seriusnya pernyataan ini. Menurut Spurgeon, dunia ini, dengan segala tipu daya, ambisi, dan hawa nafsunya, berada di bawah kendali si jahat. Setan berusaha untuk memperbudak manusia dalam dosa, menjauhkan mereka dari kasih karunia Allah, dan menghancurkan hubungan mereka dengan Pencipta. Spurgeon mengingatkan bahwa orang percaya harus selalu sadar bahwa dunia di sekitar mereka adalah medan perang rohani, di mana si jahat terus mencoba menipu dan menyesatkan.

Dietrich Bonhoeffer, dalam bukunya The Cost of Discipleship, juga menyoroti realitas dunia yang berada dalam kuasa setan. Bonhoeffer menekankan bahwa hidup sebagai murid Kristus berarti menolak nilai-nilai dunia yang rusak dan berdosa. Bagi Bonhoeffer, panggilan untuk mengikuti Kristus adalah panggilan untuk melawan pengaruh dunia dan hidup dalam kebenaran dan kekudusan.

3. Perbedaan Esensial antara Orang Kudus dan Orang Berdosa

Dalam 1 Yohanes 5:19, kita melihat dua kelompok yang sangat berbeda: mereka yang berasal dari Allah (orang kudus) dan mereka yang berada dalam kuasa si jahat (orang berdosa). Perbedaan esensial ini tidak hanya terletak pada moralitas, tetapi juga pada posisi spiritual seseorang di hadapan Allah.

Augustinus, dalam karyanya The City of God, menjelaskan bahwa dunia ini terdiri dari dua kota: Kota Allah dan Kota Dunia. Orang percaya adalah warga dari Kota Allah, yang hidup untuk kemuliaan Allah, sementara orang berdosa adalah warga dari Kota Dunia, yang hidup untuk kepuasan diri dan dosa. Augustinus menekankan bahwa perbedaan ini tidak dapat direkonsiliasi, karena satu hidup di bawah kasih karunia, sementara yang lain hidup di bawah murka dan penipuan si jahat.

Jonathan Edwards, dalam khotbahnya Sinners in the Hands of an Angry God, dengan tegas menjelaskan perbedaan antara orang kudus dan orang berdosa. Edwards menggambarkan dunia sebagai tempat di mana orang berdosa berada dalam bahaya besar, berada di bawah kuasa dosa dan setan, sementara orang kudus telah diselamatkan oleh kasih karunia Allah. Perbedaan ini bukan hanya soal perilaku, tetapi soal posisi rohani yang menentukan nasib kekal seseorang.

4. Kehidupan Orang Kudus: Di Bawah Perlindungan Allah

Orang kudus, menurut 1 Yohanes 5:19, adalah mereka yang berasal dari Allah, yang berarti mereka hidup di bawah perlindungan dan pemeliharaan Allah. Mazmur 91:1 menggambarkan orang percaya sebagai mereka yang "berdiam dalam naungan Yang Mahatinggi," yang menunjukkan bahwa hidup mereka berada di bawah perlindungan ilahi. Allah menjaga dan melindungi mereka dari kuasa si jahat.

John MacArthur, dalam komentarnya terhadap surat-surat Yohanes, menekankan bahwa meskipun orang percaya hidup di dunia yang dikuasai oleh setan, mereka tidak berada di bawah kuasa setan. Mereka dilindungi oleh kuasa Allah yang menjaga mereka tetap dalam kasih karunia dan kebenaran-Nya. MacArthur menambahkan bahwa perlindungan ini bukan berarti orang percaya tidak akan menghadapi godaan atau kesulitan, tetapi bahwa mereka tidak akan dihancurkan oleh kuasa si jahat.

Wayne Grudem, dalam Systematic Theology, juga menekankan bahwa orang percaya memiliki jaminan keselamatan yang pasti karena mereka hidup di bawah perlindungan Allah. Grudem menjelaskan bahwa Roh Kudus berdiam di dalam orang percaya, yang menjaga mereka dari kejatuhan total ke dalam dosa dan dari pengaruh permanen si jahat. Perlindungan ini adalah bagian dari anugerah Allah yang memampukan orang kudus untuk bertahan dalam iman.

5. Orang Berdosa: Hidup di Bawah Kendali Dosa dan Setan

Sebaliknya, orang berdosa, menurut 1 Yohanes 5:19, hidup di bawah kendali dosa dan setan. Mereka tidak hanya hidup dalam dosa, tetapi mereka juga terikat oleh kuasa setan yang bekerja di dunia ini. Efesus 2:2 menggambarkan orang berdosa sebagai mereka yang "hidup mengikuti jalan dunia ini, mengikuti penguasa kerajaan angkasa," yang mengacu pada setan dan kuasa kegelapan.

R.C. Sproul, dalam bukunya The Holiness of God, menekankan bahwa dunia ini berada dalam kondisi pemberontakan melawan Allah, di mana setan bekerja untuk menyesatkan orang-orang dan menjerumuskan mereka lebih dalam ke dalam dosa. Sproul menjelaskan bahwa orang berdosa tidak hanya hidup dalam ketidaktaatan, tetapi mereka juga menjadi budak dosa, tidak mampu membebaskan diri mereka sendiri tanpa kasih karunia Allah.

C.S. Lewis, dalam Mere Christianity, menjelaskan bahwa salah satu strategi terbesar setan adalah membuat orang berdosa merasa nyaman dalam dosa mereka. Lewis menggambarkan bagaimana setan bekerja dengan cara yang halus, membuat dosa terlihat menyenangkan dan tidak berbahaya, sementara kenyataannya, dosa adalah rantai yang mengikat orang berdosa semakin jauh dari Allah.

6. Panggilan untuk Hidup sebagai Orang Kudus

Meskipun dunia berada di bawah kuasa si jahat, orang percaya dipanggil untuk hidup sebagai orang kudus, terpisah dari dunia dan hidup untuk Allah. Roma 12:2 memberi peringatan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu." Orang kudus dipanggil untuk hidup berbeda dari dunia, menunjukkan kehidupan yang diubahkan oleh Injil.

Dietrich Bonhoeffer, dalam The Cost of Discipleship, menekankan bahwa mengikuti Kristus berarti menolak nilai-nilai dunia yang berdosa dan hidup dalam ketaatan kepada Kristus. Bonhoeffer percaya bahwa orang kudus harus menolak kompromi dengan dosa dan terus menerus berjuang untuk hidup dalam kekudusan dan kebenaran. Panggilan untuk hidup sebagai orang kudus adalah panggilan untuk mengikuti jalan yang berbeda dari dunia ini.

J.I. Packer, dalam Knowing God, menekankan bahwa hidup sebagai orang kudus berarti hidup dalam persekutuan yang intim dengan Allah. Packer menjelaskan bahwa orang kudus dipanggil untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran mereka, serta untuk hidup dalam ketaatan yang penuh kepada perintah-perintah-Nya. Hidup sebagai orang kudus adalah tanda dari perubahan rohani yang terjadi ketika seseorang lahir baru dalam Kristus.

7. Pengaruh Dunia terhadap Orang Kudus dan Panggilan untuk Melawan

Meskipun orang kudus hidup di dunia yang berada di bawah kuasa si jahat, mereka tidak dipanggil untuk bersembunyi dari dunia, tetapi untuk melawan pengaruh dosa dan kegelapan. Efesus 6:12 mengingatkan bahwa "perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, melainkan melawan penguasa-penguasa, melawan penguasa-penguasa dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara."

Timothy Keller, dalam Center Church, menekankan bahwa orang kudus tidak hanya dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, tetapi juga untuk menjadi terang di dunia yang gelap. Keller menjelaskan bahwa orang kudus dipanggil untuk membawa kebenaran Injil ke dalam dunia dan melawan pengaruh dosa melalui kesaksian hidup mereka. Orang kudus tidak boleh menjadi bagian dari sistem dunia yang berdosa, tetapi mereka harus berfungsi sebagai agen perubahan yang membawa terang Kristus ke dalam kegelapan.

Jonathan Edwards, dalam Religious Affections, juga menekankan bahwa orang kudus harus selalu waspada terhadap pengaruh dunia yang berusaha menarik mereka kembali ke dalam dosa. Edwards menjelaskan bahwa meskipun orang percaya dilindungi oleh Allah, mereka harus tetap berjuang melawan godaan dan pengaruh dosa yang ada di sekitar mereka. Kehidupan orang kudus adalah kehidupan peperangan rohani yang terus-menerus, di mana mereka dipanggil untuk mengalahkan dosa melalui kuasa Roh Kudus.

Kesimpulan.

1 Yohanes 5:19 dengan jelas menunjukkan perbedaan mendasar antara orang kudus, yang berasal dari Allah, dan orang berdosa, yang berada di bawah kuasa si jahat. Pandangan dari para teolog seperti John Stott, John Calvin, Charles Spurgeon, dan Dietrich Bonhoeffer menekankan bahwa perbedaan ini bukan hanya soal moralitas, tetapi soal identitas spiritual. Orang kudus adalah mereka yang telah dilahirkan kembali dalam Kristus, hidup di bawah perlindungan Allah, dan dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Sebaliknya, orang berdosa adalah mereka yang hidup dalam dosa dan berada di bawah kendali setan.

Panggilan bagi orang kudus adalah untuk hidup sebagai terang di dunia yang gelap, menolak pengaruh dosa, dan hidup untuk kemuliaan Allah. Meskipun dunia berada dalam kuasa si jahat, orang percaya memiliki jaminan keselamatan dan perlindungan dari Allah yang menjaga mereka dalam kasih karunia-Nya.

Next Post Previous Post