Keilahian dan Kekekalan Firman dalam Yohanes 1:1-2

Pendahuluan:

Dua ayat pembuka dalam Injil Yohanes, yaitu Yohanes 1:1-2, merupakan dasar kuat bagi iman Kristen mengenai identitas dan keilahian Yesus Kristus. Ayat ini berbunyi: "Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah. Firman itu telah bersama-sama dengan Allah sejak semula." Yohanes secara gamblang memperkenalkan Yesus sebagai Firman (atau Logos dalam bahasa Yunani), Pribadi yang telah ada sejak kekekalan bersama dengan Allah dan yang adalah Allah itu sendiri.

Keilahian dan Kekekalan Firman dalam Yohanes 1:1-2
Dua ayat ini memberikan pemahaman penting tentang (1) kekekalan Firman, (2) hubungan Firman dengan Allah, dan (3) keilahian Firman. Melalui kajian ini, kita akan mengeksplorasi pandangan beberapa teolog terkenal mengenai keilahian dan kekekalan Kristus dan memahami implikasi teologisnya bagi iman Kristen.

1. Firman yang Kekal: "Pada Mulanya Adalah Firman"

Yohanes memulai dengan pernyataan “Pada mulanya adalah Firman,” yang merujuk pada waktu sebelum penciptaan. Pernyataan ini menggemakan Kitab Kejadian 1:1, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Dengan merujuk pada kekekalan ini, Yohanes menegaskan bahwa Firman telah ada sebelum segala sesuatu, sebelum penciptaan alam semesta, dan karenanya, Firman (Yesus) adalah kekal, tidak memiliki awal.

Dalam bukunya The Gospel According to John, F.F. Bruce menyatakan bahwa ungkapan ini menggarisbawahi eksistensi kekal Yesus Kristus, di luar batasan waktu dan ruang. “Dengan menyebut Yesus sebagai Firman yang telah ada sejak semula, Yohanes menekankan bahwa Yesus adalah bagian dari rencana kekal Allah dan bukan bagian dari ciptaan.” Bagi Bruce, Yesus adalah Firman yang telah bersama dengan Allah bahkan sebelum dunia dijadikan, menjadikannya pusat dari seluruh ciptaan yang telah ada.

Herman Bavinck, dalam Reformed Dogmatics, menekankan bahwa kekekalan Firman menjadi fondasi untuk keilahian-Nya. Dia menulis bahwa “kekekalan Firman adalah bukti kuat bahwa Yesus adalah Allah itu sendiri dan bukan sekadar makhluk ciptaan.” Bagi Bavinck, Yesus, sebagai Firman yang kekal, tidak terikat oleh waktu dan keberadaan-Nya adalah bagian dari esensi Allah yang tak terbatas.

John Stott, dalam bukunya The Letters of John, menjelaskan bahwa Yohanes tidak hanya merujuk pada awal sejarah manusia, tetapi pada keberadaan yang kekal di luar konsep waktu. “Firman itu kekal, tidak terbatas pada permulaan sejarah manusia atau penciptaan. Ini menunjukkan bahwa Kristus adalah Sang Pencipta, bukan ciptaan,” tulis Stott. Yohanes 1:1 menunjukkan bahwa Yesus, Firman, memiliki esensi kekal yang setara dengan Allah Bapa, yang tidak mengalami perubahan atau batas waktu.

2. Firman Bersama-sama dengan Allah: Hubungan dalam Keilahian

Yohanes melanjutkan dalam Yohanes 1:1 dengan menyatakan bahwa “Firman itu bersama-sama dengan Allah.” Kata Yunani yang digunakan untuk “bersama-sama dengan” adalah pros, yang secara harfiah berarti “menghadap” atau “berhadapan.” Hal ini menunjukkan bahwa Firman, meskipun bersama dengan Allah, memiliki identitas yang berbeda dan berelasi dengan Allah Bapa dalam keintiman yang sempurna.

Teolog terkenal, Karl Barth, dalam Church Dogmatics, berpendapat bahwa ungkapan pros menggambarkan hubungan kasih dan kesatuan yang dalam antara Bapa dan Firman. Barth menekankan bahwa “Firman bukanlah aspek dari Allah, tetapi Pribadi yang berada dalam relasi dengan Allah Bapa.” Hal ini menekankan adanya hubungan dinamis dan aktif antara Bapa dan Firman, di mana Firman memiliki keunikan sebagai Pribadi yang berbeda namun tetap dalam keilahian yang sama dengan Bapa.

Hal ini juga berhubungan dengan doktrin Tritunggal, yang menekankan kesatuan esensi Allah dalam tiga Pribadi: Bapa, Putra (Firman), dan Roh Kudus. John Stott menulis bahwa “kesatuan yang sempurna dalam Tritunggal Allah memungkinkan kita untuk memahami bahwa Yesus adalah satu dengan Bapa, tetapi sebagai Pribadi yang berbeda dalam keberadaan yang kekal bersama-Nya.” Yohanes 1:1 mengajarkan bahwa Firman bukanlah semata-mata ekspresi dari kehendak Allah, tetapi adalah Pribadi yang memiliki hubungan dengan Allah Bapa dalam kesatuan yang penuh.

Agustinus, dalam De Trinitate, menggambarkan hubungan Firman dengan Allah Bapa sebagai hubungan kasih yang mendalam, di mana masing-masing pribadi dalam Tritunggal saling berinteraksi dan saling mengasihi dalam satu esensi. Agustinus menulis, “Dalam Tritunggal, Bapa mengasihi Firman dan Roh Kudus, dan mereka bersama-sama adalah satu Allah yang kekal.” Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara Bapa dan Firman bukan hanya suatu hubungan antara Pencipta dan ciptaan, tetapi hubungan di antara dua Pribadi yang kekal dalam kesatuan esensi Allah.

3. Firman Adalah Allah: Pernyataan Keilahian Firman

Bagian ketiga dari Yohanes 1:1 menyatakan “Firman itu adalah Allah.” Pernyataan ini menegaskan bahwa Firman tidak hanya berhubungan dengan Allah, tetapi juga memiliki esensi yang sama dengan Allah. Yohanes menekankan bahwa Firman bukan hanya memiliki sifat-sifat ilahi, tetapi esensial adalah Allah sendiri.

Dalam penjelasannya, F.F. Bruce menyatakan bahwa Yohanes dengan sengaja menulis “Firman itu adalah Allah” tanpa artikel tertentu dalam bahasa Yunani. Ini untuk menunjukkan bahwa Firman tidak identik dengan Allah Bapa tetapi sepenuhnya adalah Allah dalam esensi-Nya. “Yesus adalah Allah dalam natur-Nya, tanpa subordinasi, tetapi berbeda dalam kepribadian,” tulis Bruce dalam The Gospel of John. Ini menegaskan bahwa Firman adalah Allah, namun sebagai Pribadi yang berbeda dari Allah Bapa.

Dalam upayanya untuk melawan ajaran yang meragukan keilahian Yesus, teolog Athanasius dari Alexandria dalam On the Incarnation menyatakan bahwa jika Yesus bukanlah Allah yang sejati, maka keselamatan tidak mungkin terjadi melalui Dia. “Hanya Allah yang dapat menyelamatkan umat-Nya dari dosa, maka jika Firman bukanlah Allah, keselamatan kita tidak akan mungkin terjadi.” Athanasius menekankan bahwa keselamatan bergantung pada keilahian Kristus, yang memungkinkan-Nya menanggung hukuman dosa atas manusia dan mengatasi kematian. Bagi Athanasius, Yohanes 1:1 menegaskan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan karena Dia sepenuhnya Allah.

Lebih lanjut, teolog J.I. Packer dalam Knowing God menulis bahwa Yohanes 1:1 menegaskan bahwa Firman adalah Allah yang sejati, yang layak menerima penyembahan dan penghormatan yang sama seperti Allah Bapa. “Kita tidak menyembah Yesus sebagai sekadar guru atau nabi, tetapi sebagai Allah yang kekal, Pencipta, dan Juru Selamat kita,” tulis Packer. Keilahian Firman dalam Yohanes 1:1-2 memberi alasan utama mengapa Yesus layak disembah oleh umat Kristen di seluruh dunia.

Implikasi Teologis Keilahian dan Kekekalan Firman

Pemahaman mengenai keilahian dan kekekalan Firman dalam Yohanes 1:1-2 memiliki implikasi mendalam bagi iman Kristen:

  • Dasar Keselamatan yang Kokoh: Jika Yesus adalah Allah yang kekal, maka keselamatan yang diberikan-Nya adalah kekal dan tidak tergantung pada usaha manusia. R.C. Sproul dalam Chosen by God menulis bahwa “keselamatan adalah karya Allah yang kekal, yang tidak tergantung pada kondisi manusia, tetapi sepenuhnya bergantung pada karya Yesus sebagai Allah yang kekal.” Artinya, keselamatan kita tidak terancam oleh kelemahan atau kegagalan kita karena Allah yang menyelamatkan kita adalah kekal dan tidak berubah.

  • Hubungan dengan Allah yang Benar dan Kekal: Melalui hubungan dengan Yesus, kita memiliki akses kepada Allah yang kekal. Yohanes 14:6 menegaskan bahwa Yesus adalah jalan kepada Bapa, yang memungkinkan kita memiliki hubungan yang langsung dan penuh dengan Allah. Teolog A.W. Tozer dalam The Pursuit of God menyatakan bahwa “hanya melalui Yesus, kita dapat mengenal Allah dengan benar dan menikmati hubungan yang mendalam dengan-Nya.” Hubungan ini bukan hanya sementara, tetapi kekal karena didasarkan pada Allah yang kekal.

  • Panggilan untuk Menyembah Kristus sebagai Allah: Karena Yesus adalah Allah yang kekal, penyembahan kepada-Nya adalah wajar dan benar. Yohanes 20:28 mencatat pengakuan Tomas yang berkata, “Tuhanku dan Allahku,” sebagai bukti pengakuan atas keilahian Yesus. Charles Spurgeon dalam The Power of Prayer menekankan bahwa “penyembahan kepada Yesus adalah respons yang benar atas pengenalan kita akan keilahian-Nya.” Penyembahan kepada Kristus sebagai Allah bukan hanya tentang menghormati-Nya sebagai tokoh historis, tetapi sebagai Allah yang layak menerima pujian dan penyembahan.

  • Jaminan Hidup Kekal: Sebagai Allah yang kekal, Yesus menjamin hidup kekal bagi semua yang percaya kepada-Nya. Dalam Yohanes 10:28, Yesus berkata, “Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka, dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya.” Jaminan ini, menurut Packer dalam Knowing God, memberi kita pengharapan bahwa hidup kekal kita aman dalam tangan Allah yang kekal dan berkuasa. Kita dapat hidup tanpa rasa takut akan kematian atau kehilangan keselamatan, karena kita telah dijamin oleh Allah yang kekal.

Kesimpulan

Yohanes 1:1-2 menyatakan keilahian dan kekekalan Yesus Kristus dengan tegas, menggambarkan-Nya sebagai Firman yang kekal yang bersama-sama dengan Allah sejak semula dan yang adalah Allah itu sendiri. Dengan pengakuan bahwa Yesus adalah Allah yang kekal, kita memiliki dasar yang kokoh untuk keselamatan, hubungan yang benar dengan Allah, dan jaminan hidup kekal.

Pengakuan akan keilahian dan kekekalan Yesus bukan hanya dasar teologis tetapi juga dasar bagi kehidupan iman. Melalui pengenalan akan Kristus sebagai Allah, kita diundang untuk menyembah-Nya sebagai Tuhan dan Allah kita, dan untuk hidup dalam hubungan yang kekal dan penuh kasih dengan-Nya. Dalam terang kebenaran ini, kita memiliki jaminan bahwa keselamatan kita berada dalam tangan Allah yang kekal, dan bahwa kita dipanggil untuk menjalani hidup yang memuliakan dan memancarkan kemuliaan-Nya di tengah dunia.

Pemahaman ini mengajak kita untuk menghidupi panggilan sebagai saksi dari kasih dan terang Kristus, dan untuk menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran. Sebagai orang Kristen, kita meyakini bahwa Yesus bukan hanya Firman yang berinkarnasi, tetapi adalah Allah yang kekal, yang berkuasa, dan layak menerima pujian sepanjang masa.

Next Post Previous Post