Persekutuan Kristen - 1 Yohanes 1:1-2: Hidup Bersama dalam Kebenaran

Pengantar:

1 Yohanes 1:1-2 menyajikan pesan yang kuat tentang pentingnya persekutuan Kristen, khususnya persekutuan yang berpusat pada Yesus Kristus, Firman yang hidup. Berikut adalah teks ayat tersebut:

1 Yohanes 1:1-2 (AYT)
“Sesuatu yang sudah ada sejak semula, yang sudah kami dengar, yang sudah kami lihat dengan mata kami, yang sudah kami perhatikan dan sentuh dengan tangan kami, yaitu Firman kehidupan. Kehidupan itu telah dinyatakan dan kami telah melihat-Nya. Kami bersaksi dan memberitakan kepadamu tentang kehidupan kekal itu, yang sudah ada bersama-sama Bapa dan telah dinyatakan kepada kami.”

Dalam ayat-ayat ini, Rasul Yohanes mengawali suratnya dengan menegaskan pengalaman pribadinya dan para rasul lainnya dalam menyaksikan kehidupan kekal yang dinyatakan dalam diri Yesus Kristus. Kesaksian ini menjadi dasar bagi persekutuan Kristen yang sejati, yang tidak hanya terdiri dari hubungan manusiawi, tetapi juga melibatkan hubungan yang dalam dengan Allah melalui Yesus.
Persekutuan Kristen dalam 1 Yohanes 1:1-2: Hidup Bersama dalam Kebenaran
Artikel ini akan mengupas bagaimana 1 Yohanes 1:1-2 memberikan dasar penting bagi persekutuan Kristen dan bagaimana persekutuan itu tidak dapat dipisahkan dari pengenalan dan pengalaman pribadi tentang Kristus. Kita juga akan mengeksplorasi pandangan beberapa pakar teologi tentang persekutuan ini serta implikasinya bagi kehidupan gereja saat ini.

1. Yesus Kristus: Dasar dari Persekutuan Kristen

Ayat-ayat pembuka ini menekankan pentingnya Yesus Kristus sebagai dasar utama persekutuan Kristen. Yohanes menjelaskan bahwa Yesus adalah Firman kehidupan yang telah dinyatakan kepada manusia. Kehadiran fisik Kristus di dunia, seperti yang disaksikan oleh Yohanes dan para rasul, adalah bukti nyata bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya kepada umat manusia melalui Anak-Nya.

John Stott, dalam bukunya The Letters of John, menekankan bahwa persekutuan Kristen tidak dapat dipisahkan dari Kristus. Stott menjelaskan bahwa semua persekutuan sejati dalam gereja harus dimulai dengan pengenalan akan Yesus Kristus sebagai Firman kehidupan. Tanpa Kristus sebagai pusat, persekutuan tidak lebih dari hubungan sosial biasa yang tidak memiliki dimensi rohani. Kristus adalah jembatan yang menghubungkan manusia dengan Allah dan dengan sesama.

R.C. Sproul, dalam Knowing Scripture, menekankan bahwa persekutuan yang sejati terjadi ketika orang percaya berkumpul dengan dasar yang sama, yaitu iman kepada Yesus Kristus. Sproul menjelaskan bahwa Firman yang hidup, yang dirasakan secara nyata oleh para rasul, adalah landasan yang memungkinkan persekutuan orang percaya menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan manusiawi. Kristuslah yang membuat persekutuan Kristen memiliki kedalaman dan makna rohani yang sejati.

2. Kesaksian dan Pengalaman Pribadi tentang Kristus

Yohanes dengan jelas menggambarkan bahwa persekutuan Kristen berakar dalam kesaksian dan pengalaman pribadi akan Kristus. Yohanes tidak hanya berbicara tentang informasi intelektual mengenai Yesus, tetapi juga tentang apa yang dia dan para rasul lihat, dengar, dan alami secara langsung.

John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menekankan bahwa kesaksian para rasul bukanlah sekadar cerita, tetapi pengalaman yang mendalam dan nyata tentang hidup Yesus Kristus. Calvin menjelaskan bahwa pengenalan akan Kristus harus didasarkan pada kesaksian yang benar, dan persekutuan Kristen sejati dibangun di atas kesaksian itu. Tanpa kesaksian yang sahih dan pengalaman pribadi tentang Kristus, persekutuan tidak akan kuat dan tidak akan menghasilkan pertumbuhan rohani yang sejati.

Jonathan Edwards, dalam Religious Affections, menekankan pentingnya pengalaman pribadi dalam iman Kristen. Bagi Edwards, persekutuan Kristen tidak hanya tentang pertemuan bersama, tetapi juga tentang bagaimana setiap orang percaya mengalami Kristus secara pribadi. Pengalaman ini bukan hanya untuk dinikmati secara individu, tetapi untuk dibagikan dalam persekutuan agar semua orang bisa bertumbuh dalam iman dan kasih kepada Kristus.

3. Kehidupan Kekal dalam Persekutuan

Dalam ayat kedua, Yohanes menyatakan bahwa kehidupan kekal adalah bagian dari kesaksian yang dia dan para rasul sampaikan. Kehidupan kekal ini sudah ada bersama Bapa dan telah dinyatakan kepada mereka melalui Yesus Kristus. Ini berarti bahwa kehidupan kekal bukan hanya tentang masa depan di surga, tetapi juga kehidupan yang dimulai sekarang, melalui persekutuan dengan Kristus.

John MacArthur, dalam komentarnya terhadap surat 1 Yohanes, menekankan bahwa kehidupan kekal bukan sekadar hidup tanpa akhir, tetapi juga kualitas hidup yang melibatkan hubungan dengan Allah melalui Yesus Kristus. MacArthur menjelaskan bahwa ketika orang percaya bersekutu dengan Kristus, mereka mulai mengalami kehidupan kekal di dunia ini, karena mereka hidup dalam hubungan yang penuh dengan Allah. Kehidupan kekal ini dimulai dengan iman kepada Yesus dan terus berlangsung dalam persekutuan yang dalam dengan Dia.

Wayne Grudem, dalam Systematic Theology, juga menjelaskan bahwa kehidupan kekal adalah kehidupan yang dipenuhi oleh hubungan yang intim dengan Allah. Grudem menekankan bahwa ketika kita bersekutu dengan Kristus dan sesama orang percaya, kita mengalami gambaran awal dari kehidupan kekal yang penuh, yang akan kita nikmati sepenuhnya di masa yang akan datang. Persekutuan Kristen adalah sarana untuk hidup dalam kasih dan kebenaran yang berasal dari Allah.

4. Persekutuan dengan Sesama melalui Persekutuan dengan Kristus

Salah satu implikasi terpenting dari 1 Yohanes 1:1-2 adalah bahwa persekutuan dengan sesama orang percaya hanya mungkin jika kita bersekutu dengan Kristus. Yohanes menekankan bahwa persekutuan sejati terjadi ketika orang-orang percaya bersama-sama berbagi pengalaman dan kesaksian mereka tentang Yesus Kristus.

Dietrich Bonhoeffer, dalam bukunya Life Together, menekankan bahwa persekutuan Kristen sejati tidak bisa ada tanpa Kristus sebagai pusatnya. Bagi Bonhoeffer, hubungan antara orang percaya tidak didasarkan pada kesamaan minat atau latar belakang, tetapi pada pengalaman bersama akan Kristus. Persekutuan Kristen adalah anugerah yang diberikan Allah kepada umat-Nya untuk hidup dalam kasih dan kebenaran.

J.I. Packer, dalam Knowing God, juga menekankan bahwa persekutuan Kristen melibatkan kesatuan yang dalam dengan sesama melalui Kristus. Packer menjelaskan bahwa ketika orang percaya berkumpul dalam nama Kristus, mereka mengalami kehadiran Allah secara nyata. Ini berarti bahwa persekutuan Kristen bukan hanya tentang kebersamaan manusia, tetapi juga tentang mengalami kehadiran Allah dalam komunitas.

5. Persekutuan Kristen: Tempat untuk Bertumbuh dalam Kasih dan Kebenaran

Persekutuan Kristen juga berfungsi sebagai tempat untuk bertumbuh dalam kasih dan kebenaran. Melalui hubungan yang intim dengan Kristus dan dengan sesama, orang percaya dipanggil untuk saling menguatkan dan membangun satu sama lain dalam kasih dan kebenaran yang berasal dari Allah.

Charles Spurgeon, dalam khotbah-khotbahnya, sering kali menekankan bahwa persekutuan Kristen adalah alat yang digunakan Allah untuk memperdalam iman dan kasih orang percaya. Spurgeon menjelaskan bahwa persekutuan bukan hanya sarana untuk berbagi berkat, tetapi juga tempat di mana orang percaya dapat saling menegur, mendukung, dan menguatkan satu sama lain dalam perjalanan iman mereka.

Timothy Keller, dalam bukunya The Meaning of Marriage, menekankan bahwa persekutuan Kristen adalah tempat di mana orang percaya dapat belajar untuk hidup dalam kasih yang tidak mementingkan diri sendiri. Keller menjelaskan bahwa kasih sejati hanya bisa bertumbuh dalam konteks hubungan yang sehat dan penuh kasih. Persekutuan adalah tempat di mana orang percaya dapat mengalami kasih Allah secara nyata melalui hubungan mereka dengan sesama.

6. Jauhi Berhala: Persekutuan yang Murni dan Kudus

Dalam bagian lain suratnya, Yohanes juga memperingatkan tentang bahaya berhala. 1 Yohanes 5:21 mengatakan, “Jauhkanlah dirimu dari berhala-berhala.” Ini berarti bahwa persekutuan Kristen haruslah murni, terfokus pada Allah, dan bebas dari segala bentuk penyembahan palsu.

John Stott, dalam bukunya The Letters of John, menekankan bahwa berhala bukan hanya patung fisik, tetapi bisa berupa apapun yang menggantikan tempat Allah dalam hidup kita. Stott menjelaskan bahwa jika persekutuan Kristen tidak dijaga dengan hati-hati, maka hal-hal lain—seperti kesenangan duniawi atau ambisi pribadi—dapat menjadi berhala yang menghalangi persekutuan yang sejati dengan Allah dan sesama.

Timothy Keller, dalam Counterfeit Gods, menyoroti bahwa berhala modern bisa berupa kekayaan, status, atau hubungan yang kita tempatkan di atas Allah. Keller memperingatkan bahwa persekutuan Kristen harus dijaga dari segala bentuk penyembahan berhala yang dapat mengganggu hubungan kita dengan Kristus dan satu sama lain.

7. Persekutuan yang Menghasilkan Sukacita

Salah satu hasil dari persekutuan Kristen yang sejati adalah sukacita yang melimpah. Ketika orang percaya hidup dalam kasih dan kebenaran, berbagi kehidupan mereka bersama-sama dalam Kristus, mereka mengalami sukacita yang datang dari hubungan yang dalam dengan Allah dan sesama.

Jonathan Edwards, dalam Religious Affections, menekankan bahwa sukacita dalam persekutuan Kristen adalah hasil dari kehidupan yang dihidupi dalam kebenaran dan kasih. Edwards menjelaskan bahwa sukacita ini bukan sekadar kebahagiaan duniawi, tetapi sukacita yang mendalam dan tak tergoyahkan yang datang dari hidup dalam kehadiran Allah.

Charles Spurgeon juga sering kali berbicara tentang sukacita yang ditemukan dalam persekutuan Kristen. Dalam khotbah-khotbahnya, Spurgeon menekankan bahwa ketika orang percaya hidup bersama dalam kasih dan kebenaran, mereka akan mengalami sukacita yang melampaui segala penderitaan dan kesulitan hidup. Sukacita ini adalah hasil dari hidup dalam hubungan yang benar dengan Allah dan dengan sesama.

Kesimpulan

1 Yohanes 1:1-2 memberikan dasar yang kuat bagi persekutuan Kristen, dengan menekankan bahwa persekutuan yang sejati hanya mungkin terjadi ketika Yesus Kristus menjadi pusat dari hubungan kita. Yohanes menekankan bahwa persekutuan Kristen berakar dalam kesaksian dan pengalaman pribadi tentang Kristus, yang membawa kita ke dalam kehidupan kekal dan hubungan yang intim dengan Allah.

Pandangan dari para teolog seperti John Stott, R.C. Sproul, John Calvin, dan Dietrich Bonhoeffer menekankan bahwa persekutuan Kristen adalah sarana bagi orang percaya untuk bertumbuh dalam kasih dan kebenaran. Persekutuan ini bukan hanya tentang hubungan manusia, tetapi juga tentang mengalami kehadiran Allah yang nyata melalui Yesus Kristus.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam persekutuan yang murni dan kudus, menjauhkan diri dari segala bentuk berhala yang dapat mengganggu hubungan kita dengan Allah dan sesama. Persekutuan Kristen yang sejati akan menghasilkan sukacita yang melimpah, karena kita hidup dalam kebenaran dan kasih yang berasal dari Allah.

Next Post Previous Post