1 Korintus 7:36-38: Nasihat kepada Orang Tua tentang Pernikahan Gadis yang Cukup Usia

1 Korintus 7:36-38: Nasihat kepada Orang Tua tentang Pernikahan Gadis yang Cukup Usia
Pendahuluan:

1 Korintus 7 adalah bagian Alkitab yang memuat berbagai nasihat Paulus mengenai pernikahan, status lajang, dan kehidupan keluarga dalam terang iman Kristen. Dalam ayat 36-38, Paulus memberikan panduan khusus kepada orang tua atau wali tentang pernikahan anak-anak gadis mereka yang cukup usia untuk menikah. Ayat ini berbunyi:

"Tetapi jikalau seorang menyangka bahwa ia tidak berlaku pantas terhadap anak gadisnya, jika anak itu telah cukup dewasa, dan jika perlu demikian, ia boleh berbuat apa yang dikehendakinya, ia tidak berdosa; biarlah keduanya kawin. Tetapi kalau ada seseorang yang tetap teguh dalam hatinya, yang tidak dipaksa, tetapi mempergunakan kehendaknya sendiri dengan bebas, dan yang mengambil keputusan dalam hatinya untuk tidak menikahkan anak gadisnya, ia berbuat baik. Jadi orang yang menikahkan anak gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak menikahkannya berbuat lebih baik."
Artikel ini akan membahas konteks, makna, dan implikasi teologis dari ayat ini, serta memberikan wawasan tentang bagaimana orang tua dapat mempertimbangkan keputusan yang bijaksana mengenai pernikahan anak-anak mereka yang sudah cukup usia.

Bagian 1: Konteks Surat 1 Korintus

1. Latar Belakang Jemaat Korintus
Surat 1 Korintus ditulis oleh Rasul Paulus untuk menjawab berbagai masalah dan pertanyaan yang muncul di jemaat Korintus. Kota Korintus adalah pusat perdagangan yang juga dikenal dengan gaya hidup moral yang merosot. Dalam situasi ini, Paulus memberikan nasihat praktis dan teologis untuk membimbing jemaat menjalani hidup kudus di tengah budaya yang korup.

Khusus dalam pasal 7, Paulus menjawab pertanyaan tentang pernikahan, status lajang, dan hubungan keluarga. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan kehendak Allah dalam setiap keputusan hidup, termasuk dalam urusan pernikahan.

2. Situasi Khusus yang Melatarbelakangi 1 Korintus 7:36-38

Ayat-ayat ini menyoroti peran orang tua atau wali yang bertanggung jawab atas anak gadis mereka yang sudah cukup usia untuk menikah. Dalam budaya Yahudi dan Greco-Romawi, pernikahan sering kali ditentukan oleh orang tua atau wali, bukan oleh individu itu sendiri. Paulus memberikan panduan untuk menyeimbangkan kehendak pribadi, keadaan, dan prinsip-prinsip iman Kristen.

Bagian 2: Analisis 1 Korintus 7:36-38

1. "Jika seorang menyangka bahwa ia tidak berlaku pantas terhadap anak gadisnya..."
Paulus membuka ayat ini dengan membahas kemungkinan bahwa seorang ayah atau wali merasa tidak pantas jika anak gadisnya tetap tidak menikah, terutama jika dia sudah cukup dewasa. Kata "tidak berlaku pantas" dapat merujuk pada perasaan bahwa membiarkan seorang gadis tetap lajang dalam situasi tertentu mungkin tidak bijaksana atau tidak sesuai norma sosial saat itu.

William Barclay dalam The Letters to the Corinthians menjelaskan bahwa masyarakat saat itu menilai tinggi pernikahan sebagai cara untuk melanjutkan garis keturunan dan memenuhi tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, orang tua mungkin merasa berkewajiban untuk menikahkan anak gadis mereka.

2. "Jika anak itu telah cukup dewasa, dan jika perlu demikian, ia boleh berbuat apa yang dikehendakinya..."
Paulus memberikan kebebasan kepada orang tua atau wali untuk menikahkan anak gadis mereka jika situasi menuntut demikian. Keputusan ini, menurut Paulus, tidak dianggap sebagai dosa.

Teolog John Stott mencatat bahwa kebebasan ini mencerminkan pandangan Paulus tentang fleksibilitas dalam menjalankan kehidupan Kristen. Meskipun status lajang dianggap baik, Paulus tidak mengesampingkan pernikahan sebagai pilihan yang sah dan bermakna.

3. "Tetapi kalau ada seseorang yang tetap teguh dalam hatinya... untuk tidak menikahkan anak gadisnya, ia berbuat baik."
Paulus kemudian membahas situasi di mana seorang ayah atau wali memutuskan untuk tidak menikahkan anak gadisnya. Keputusan ini didasarkan pada kebebasan hati nurani dan keteguhan iman, bukan karena tekanan eksternal. Paulus memuji keputusan ini sebagai perbuatan baik, khususnya jika hal tersebut mendukung dedikasi anak gadis kepada Tuhan.

Bagian 3: Prinsip-prinsip Teologis dalam 1 Korintus 7:36-38

1. Kebebasan dalam Kristus
Paulus menekankan bahwa keputusan untuk menikah atau tetap lajang harus diambil dengan kebebasan yang bertanggung jawab di hadapan Allah. Dalam Galatia 5:1, Paulus berkata: “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita.”

Kebebasan ini mencakup kebebasan hati nurani orang tua dan anak gadis, dengan mempertimbangkan kehendak Allah dan situasi hidup mereka.

2. Pentingnya Kehendak Allah
Pernikahan atau status lajang harus dilihat sebagai kesempatan untuk memuliakan Allah. Dalam 1 Korintus 10:31, Paulus berkata: “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”

Keputusan orang tua dalam menikahkan anak gadis mereka harus berakar pada tujuan rohani ini.

3. Menyeimbangkan Keadaan Praktis dan Panggilan Rohani
Paulus menunjukkan pentingnya mempertimbangkan keadaan praktis dalam keputusan pernikahan. Dalam 1 Korintus 7:26, ia menyebutkan "kesulitan zaman ini" sebagai alasan untuk mendukung status lajang. Namun, ia juga memahami kebutuhan manusiawi dan sosial yang membuat pernikahan menjadi pilihan yang sah.

Bagian 4: Pandangan Teolog tentang 1 Korintus 7:36-38

1. John Calvin: Kehendak Allah yang Berdaulat
John Calvin menekankan pentingnya keputusan yang bijaksana dan sejalan dengan kehendak Allah. Dalam komentarnya tentang 1 Korintus, Calvin menulis bahwa pernikahan adalah pemberian Allah yang harus dipandang dengan rasa hormat, tetapi status lajang juga merupakan panggilan yang mulia.

2. R.C. Sproul: Hati Nurani dan Kebebasan Kristen
Sproul mencatat bahwa ayat ini menunjukkan kebebasan orang percaya untuk membuat keputusan berdasarkan hati nurani mereka, dengan tetap memprioritaskan kasih kepada Allah. Kebebasan ini harus digunakan dengan tanggung jawab, bukan sebagai alasan untuk mengabaikan prinsip-prinsip rohani.

3. Gordon Fee: Pentingnya Konteks Sosial
Dalam The First Epistle to the Corinthians, Gordon Fee menekankan bahwa nasihat Paulus mencerminkan konteks sosial dan budaya saat itu, di mana peran orang tua dalam pernikahan anak sangat signifikan. Namun, prinsip-prinsip yang diajarkan tetap relevan untuk semua zaman.

Bagian 5: Relevansi 1 Korintus 7:36-38 bagi Orang Percaya Hari Ini

1. Membimbing Anak dengan Hikmat
Ayat ini mengingatkan orang tua untuk membimbing anak-anak mereka dengan hikmat dalam hal pernikahan. Ini melibatkan doa, dialog yang jujur, dan mempertimbangkan kehendak Allah dalam hidup anak-anak mereka.

2. Menghormati Kebebasan Individu
Meskipun orang tua memiliki peran penting dalam keputusan pernikahan, mereka juga harus menghormati kebebasan anak-anak mereka untuk memilih sesuai dengan panggilan dan kehendak Allah.

3. Menyeimbangkan Karier, Pelayanan, dan Pernikahan
Banyak orang percaya hari ini menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan karier, pelayanan, dan pernikahan. Nasihat Paulus mendorong kita untuk mempertimbangkan semua aspek ini dalam terang kehendak Allah.

Bagian 6: Aplikasi Praktis untuk Orang Tua dan Anak

1. Orang Tua:

  • Mendorong anak-anak untuk mencari kehendak Allah dalam keputusan pernikahan mereka.
  • Menjadi pendukung, bukan pengontrol, dalam perjalanan mereka menemukan pasangan hidup.

2. Anak-Anak:

  • Mempertimbangkan panggilan Allah dalam hidup mereka sebelum membuat keputusan tentang pernikahan.
  • Berdialog dengan orang tua untuk memahami pandangan mereka dan mencari hikmat bersama.

Kesimpulan

1 Korintus 7:36-38 memberikan nasihat yang bijaksana dan relevan bagi orang tua dan anak dalam menghadapi keputusan tentang pernikahan. Paulus mengingatkan bahwa baik pernikahan maupun status lajang adalah panggilan yang mulia jika dijalani sesuai dengan kehendak Allah.

Baca Juga: 1 Korintus 7:32-35: Kontras Tanggung Jawab antara yang Menikah dan Tidak Menikah 

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kebebasan yang bertanggung jawab, menjadikan Allah sebagai pusat dari setiap keputusan, dan mengutamakan kehendak-Nya di atas kepentingan pribadi atau sosial.

Amin.

Next Post Previous Post