Belas Kasihan Yesus kepada Seorang Kusta: Markus 1:40-41
Pendahuluan:
Kisah penyembuhan orang kusta dalam Markus 1:40-41 adalah salah satu perikop yang menunjukkan belas kasihan dan kuasa Yesus yang tiada tara. Dalam dua ayat ini, kita menyaksikan bagaimana Yesus, dengan penuh empati, menjawab permohonan seorang yang menderita penyakit yang membawa stigma sosial dan religius. Tindakan Yesus ini tidak hanya menegaskan kuasa-Nya untuk menyembuhkan secara fisik tetapi juga menyatakan kasih dan penerimaan-Nya kepada mereka yang terpinggirkan.Artikel ini akan mengeksplorasi makna teologis dan relevansi Markus 1:40-41 berdasarkan analisis ayat, wawasan para pakar teologi, dan implikasi bagi kehidupan orang percaya. Kisah ini menunjukkan bahwa belas kasihan Yesus melampaui batasan sosial, agama, dan budaya, membawa penyembuhan sejati baik secara fisik maupun rohani.
Teks Markus 1:40-41
Berikut adalah teks dari Markus 1:40-41 (TB):
"Seorang yang sakit kusta datang kepada-Nya, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: 'Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.' Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: 'Aku mau, jadilah engkau tahir.'"
Latar Belakang: Penyakit Kusta dalam Konteks Alkitab
1. Penyakit Kusta secara Fisik dan Sosial
Dalam Alkitab, kusta adalah istilah umum untuk berbagai penyakit kulit yang dianggap menular dan berbahaya (Imamat 13–14). Orang yang menderita kusta tidak hanya menghadapi penderitaan fisik tetapi juga stigma sosial yang berat. Mereka dianggap najis secara ritual dan dilarang untuk tinggal bersama komunitas (Bilangan 5:2-3).
2. Implikasi Keagamaan
Menurut hukum Musa, orang kusta dianggap najis dan tidak dapat berpartisipasi dalam ibadah di Bait Allah. Mereka harus tinggal di luar perkemahan atau kota dan mengumumkan kenajisan mereka jika orang lain mendekat (Imamat 13:45-46). Akibatnya, orang kusta sering hidup terisolasi, tanpa harapan untuk pemulihan, baik secara fisik maupun spiritual.
Eksposisi Markus 1:40-41
1. Markus 1:40 – Permohonan Orang Kusta
Ayat ini menyatakan:
"Seorang yang sakit kusta datang kepada-Nya, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: 'Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.'"
a. Keberanian Orang Kusta
Tindakan orang kusta ini sangat berani, mengingat hukum Musa melarang mereka untuk mendekati orang lain. Dengan melanggar norma sosial dan keagamaan, ia menunjukkan keyakinan yang besar kepada Yesus sebagai satu-satunya harapan untuk penyembuhan.
Menurut teolog William Lane, keberanian orang kusta ini mencerminkan iman yang mendalam. Ia tidak meragukan kemampuan Yesus untuk menyembuhkan, tetapi ia menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada kehendak Yesus dengan berkata, "Kalau Engkau mau."
b. Kerendahan Hati dalam Permohonan
Sikap berlutut orang kusta menunjukkan penghormatan dan kerendahan hati. Ini bukan hanya permohonan untuk penyembuhan fisik tetapi juga permohonan untuk pemulihan total, termasuk penerimaan kembali ke dalam komunitas dan persekutuan dengan Allah.
2. Markus 1:41 – Respon Belas Kasihan Yesus
Ayat ini menyatakan:
"Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: 'Aku mau, jadilah engkau tahir.'"
a. Belas Kasihan Yesus
Yesus digambarkan "tergerak oleh belas kasihan." Istilah ini berasal dari kata Yunani splagchnizomai, yang menunjukkan perasaan yang mendalam dari hati. Belas kasihan ini bukan hanya emosi pasif, tetapi dorongan untuk bertindak.
Teolog R. T. France mencatat bahwa belas kasihan Yesus dalam ayat ini mencerminkan karakter Allah yang penuh kasih dan perhatian terhadap penderitaan manusia. Yesus tidak hanya melihat penderitaan fisik orang kusta, tetapi juga penderitaan sosial dan spiritual yang dialaminya.
b. Tindakan Yesus: Menjamah Orang Kusta
Tindakan Yesus menjamah orang kusta adalah sesuatu yang luar biasa. Dalam konteks hukum Musa, menjamah orang kusta berarti menjadi najis secara ritual (Imamat 5:3). Namun, Yesus melampaui batasan hukum ini, menunjukkan bahwa kekudusan-Nya lebih besar daripada kenajisan.
John Calvin berkomentar bahwa tindakan Yesus menunjukkan bahwa Dia tidak takut terhadap kenajisan, karena Dia datang untuk membawa pemulihan dan kekudusan. Sentuhan Yesus tidak hanya menyembuhkan tubuh orang kusta tetapi juga memulihkan martabatnya.
c. Pernyataan Kuasa Yesus
Yesus berkata, "Aku mau, jadilah engkau tahir." Pernyataan ini menunjukkan kuasa Yesus untuk menyembuhkan dengan kehendak-Nya sendiri. Dalam tradisi Yahudi, hanya Allah yang dapat menyembuhkan kusta (2 Raja-raja 5:7). Dengan kata-kata ini, Yesus mengungkapkan otoritas ilahi-Nya.
Makna Teologis Markus 1:40-41
1. Yesus sebagai Penyelamat yang Berbelas Kasihan
Belas kasihan Yesus kepada orang kusta mencerminkan kasih Allah yang tak terbatas. Dia tidak hanya melihat penderitaan fisik tetapi juga menjangkau kebutuhan spiritual dan sosial mereka yang terpinggirkan. Hal ini menunjukkan bahwa kasih Allah melampaui batasan hukum dan tradisi manusia.
2. Kuasa Yesus untuk Menyembuhkan dan Mentahirkan
Penyembuhan Yesus bukan hanya bersifat fisik tetapi juga membawa pemulihan rohani. Dengan menyatakan orang itu "tahir," Yesus memulihkan hubungannya dengan komunitas dan Allah. Ini adalah gambaran keselamatan yang Yesus tawarkan kepada semua orang yang datang kepada-Nya dengan iman.
3. Yesus sebagai Penggenapan Hukum Musa
Dengan menjamah orang kusta, Yesus melampaui hukum Musa tanpa melanggarnya. Dia menunjukkan bahwa kekudusan dan kasih Allah tidak terbatas pada ritual, tetapi bertujuan untuk membawa pemulihan dan hubungan yang sejati dengan manusia.
Relevansi Markus 1:40-41 bagi Kehidupan Orang Percaya
1. Belajar dari Iman Orang Kusta
Orang kusta dalam kisah ini menjadi teladan iman dan kerendahan hati. Meskipun ia menghadapi stigma dan penolakan, ia datang kepada Yesus dengan keyakinan penuh akan kuasa-Nya. Orang percaya dipanggil untuk memiliki iman yang serupa, menyerahkan hidup mereka kepada kehendak Allah.
2. Meneladani Belas Kasihan Yesus
Tindakan Yesus menunjukkan pentingnya belas kasihan dalam hubungan kita dengan orang lain, terutama mereka yang terpinggirkan atau menderita. Orang percaya dipanggil untuk menjangkau mereka yang membutuhkan, tanpa takut melampaui batasan sosial atau budaya.
3. Menerima Kuasa Pemulihan Kristus
Kisah ini mengingatkan kita bahwa tidak ada penderitaan atau dosa yang terlalu besar bagi Yesus untuk dipulihkan. Dia adalah Tuhan yang penuh kasih dan kuasa, yang siap menjamah dan mentahirkan mereka yang datang kepada-Nya.
Perspektif dari Pakar Teologi dan Buku Terkait
William Lane, dalam komentarnya tentang Markus, menyoroti bahwa tindakan Yesus dalam kisah ini menantang norma sosial dan religius. Lane menekankan bahwa belas kasihan Yesus adalah inti dari pelayanan-Nya, yang melampaui batasan hukum.
R. T. France, dalam The Gospel of Mark, mencatat bahwa kisah ini menunjukkan bagaimana Yesus membawa pembaruan total—fisik, sosial, dan spiritual—kepada mereka yang terpinggirkan.
John Calvin, dalam komentarnya tentang Injil, menyatakan bahwa penyembuhan orang kusta adalah bukti kuasa Kristus atas dosa dan kenajisan. Menurut Calvin, tindakan Yesus menjamah orang kusta menunjukkan kasih yang mendalam dan tujuan ilahi untuk memulihkan manusia.
Kesimpulan
Markus 1:40-41 adalah perikop yang penuh dengan makna teologis dan relevansi praktis. Kisah ini menggambarkan Yesus sebagai Imam Besar yang berbelas kasihan, yang tidak hanya mampu menyembuhkan secara fisik tetapi juga membawa pemulihan total kepada mereka yang terpinggirkan.
Belas kasihan Yesus, kuasa-Nya untuk mentahirkan, dan empati-Nya terhadap penderitaan manusia adalah pengingat bahwa Allah siap menjangkau setiap orang yang datang kepada-Nya dengan iman. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk meneladani belas kasihan Yesus dan menerima pemulihan-Nya dalam hidup kita.
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih atas belas kasihan-Mu yang melampaui batasan manusia. Tolong kami untuk memiliki iman seperti orang kusta dan belajar meneladani kasih-Mu dalam menjangkau mereka yang membutuhkan. Amin