1 Korintus 7:10-16: Nasihat dan Aturan Mengenai Pernikahan Kristen
Pernikahan adalah institusi yang dirancang oleh Allah sejak awal penciptaan, sebagaimana tercatat dalam Kejadian 2:24: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus mengembangkan pengajaran tentang pernikahan, terutama dalam konteks kehidupan orang Kristen. Salah satu bagian Alkitab yang paling kaya dengan nasihat praktis tentang pernikahan adalah 1 Korintus 7:10-16, di mana Paulus memberikan arahan kepada pasangan yang menikah, baik yang
beriman maupun yang salah satu pasangannya belum percaya.
1. Latar Belakang Surat 1 Korintus
Surat 1 Korintus ditulis oleh Paulus kepada jemaat di Korintus, sebuah kota kosmopolitan di dunia kuno yang dikenal sebagai pusat perdagangan dan kebudayaan, tetapi juga sebagai tempat dengan moralitas yang merosot. Jemaat di Korintus menghadapi berbagai tantangan, termasuk bagaimana mereka harus menjalani pernikahan di tengah-tengah pengaruh budaya yang kuat.
Pasal 7 secara khusus menjawab pertanyaan-pertanyaan jemaat tentang pernikahan, perceraian, dan hidup selibat. Paulus berbicara sebagai seorang rasul yang memberikan nasihat berdasarkan pengajaran Tuhan dan hikmat rohani. Dalam 1 Korintus 7:10-16, ia fokus pada pernikahan antara pasangan Kristen dan situasi di mana salah satu pasangan belum percaya.
2. Teks Alkitab 1 Korintus 7:10-16
Berikut adalah teks 1 Korintus 7:10-16 (TB):“Kepada orang-orang yang telah kawin aku - bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: jika seorang saudara mempunyai isteri yang tidak beriman, dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan dia. Dan jika seorang perempuan mempunyai suami yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya, dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Sebab jika tidak demikian, anak-anak kamu adalah anak-anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara laki-laki atau saudara perempuan tidak terikat, sebab Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Sebab, bagaimanakah kamu tahu, hai isteri, apakah kamu tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah kamu tahu, hai suami, apakah kamu tidak akan menyelamatkan isterimu?”
3. Eksposisi 1 Korintus 7:10-16
a. 1 Korintus 7:10-11: Larangan untuk Bercerai
“Kepada orang-orang yang telah kawin aku - bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.”
Paulus memulai bagian ini dengan mengingatkan perintah Tuhan yang jelas mengenai perceraian, yang juga diajarkan oleh Yesus dalam Injil (Matius 19:4-6). Pernikahan adalah ikatan yang kudus dan tidak boleh diputuskan kecuali dalam kondisi tertentu (Matius 19:9).
Paulus memberikan dua pilihan kepada seorang istri yang terpaksa bercerai: tetap hidup tanpa menikah atau berdamai dengan suaminya. Perintah ini berlaku untuk kedua belah pihak, menunjukkan kesetaraan tanggung jawab dalam pernikahan.
b. 1 Korintus 7:12-13: Pernikahan dengan Pasangan yang Tidak Beriman
“Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: jika seorang saudara mempunyai isteri yang tidak beriman, dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan dia. Dan jika seorang perempuan mempunyai suami yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.”
Dalam situasi di mana salah satu pasangan belum percaya, Paulus memberikan nasihat berdasarkan hikmat rohani, bukan perintah langsung dari Tuhan. Jika pasangan yang tidak percaya bersedia tinggal bersama, orang percaya harus mempertahankan pernikahan.
Pernikahan ini tetap dianggap sah di hadapan Allah, dan kasih serta kesetiaan orang percaya dapat menjadi kesaksian yang membawa pasangan yang belum percaya kepada Kristus.
c. 1 Korintus 7:14: Pengudusan dalam Pernikahan
“Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya, dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Sebab jika tidak demikian, anak-anak kamu adalah anak-anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus.”
Pengudusan di sini tidak berarti bahwa pasangan yang belum percaya otomatis diselamatkan, tetapi mereka berada dalam lingkungan yang diberkati dan dipengaruhi oleh kekudusan pasangan yang percaya.
Anak-anak dari pasangan ini juga dianggap kudus, yang berarti mereka berada di bawah naungan berkat dan tanggung jawab rohani orang tua yang percaya.
d. 1 Korintus 7:15-16: Perdamaian dan Pemanggilan untuk Hidup Damai
“Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara laki-laki atau saudara perempuan tidak terikat, sebab Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Sebab, bagaimanakah kamu tahu, hai isteri, apakah kamu tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah kamu tahu, hai suami, apakah kamu tidak akan menyelamatkan isterimu?”
Jika pasangan yang tidak percaya memilih untuk bercerai, Paulus mengatakan bahwa orang percaya tidak terikat dalam situasi ini. Hidup dalam damai lebih diutamakan daripada memaksakan hubungan yang penuh konflik.
Namun, Paulus mengingatkan bahwa orang percaya memiliki kesempatan untuk membawa pasangan mereka kepada Kristus melalui kasih dan kesaksian mereka.
4. Perspektif Teologis
a. Kesetiaan dalam Pernikahan
Pakar teologi seperti John Stott menekankan bahwa inti dari nasihat Paulus adalah kesetiaan. Pernikahan adalah perjanjian kudus yang mencerminkan hubungan antara Kristus dan gereja (Efesus 5:25-33).
Kesetiaan dalam pernikahan adalah bentuk pengabdian kepada Tuhan, bahkan ketika menghadapi tantangan besar seperti perbedaan iman.
b. Pengudusan dalam Keluarga
N.T. Wright menafsirkan "pengudusan" dalam ayat 14 sebagai tanda bahwa pernikahan antara orang percaya dan yang belum percaya tetap diberkati oleh Tuhan. Kehadiran orang percaya membawa pengaruh rohani yang signifikan dalam keluarga.
c. Prinsip Hidup Damai
William Barclay mencatat bahwa Paulus menganjurkan perdamaian dalam semua hubungan. Jika pernikahan menjadi tempat konflik terus-menerus karena perbedaan iman, perceraian dapat menjadi jalan terakhir untuk mencapai damai sejahtera, asalkan tidak melanggar prinsip kekudusan pernikahan.
5. Relevansi untuk Kehidupan Modern
a. Tantangan Pernikahan dengan Pasangan yang Tidak Beriman
Situasi di mana satu pasangan tidak percaya masih relevan dalam kehidupan modern. Banyak orang Kristen menikah dengan pasangan yang berbeda keyakinan, baik karena pertobatan salah satu pihak setelah menikah, atau karena alasan lainnya.
Nasihat Paulus memberikan pengharapan bahwa kekudusan orang percaya dapat membawa dampak positif bagi pasangan yang tidak percaya, serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan iman anak-anak.
b. Nilai Kesetiaan dalam Budaya Modern
Budaya modern sering meremehkan nilai kesetiaan dalam pernikahan, dengan meningkatnya angka perceraian di seluruh dunia. Paulus mengingatkan bahwa pernikahan adalah ikatan kudus yang harus dijaga dengan sepenuh hati.
c. Hidup dalam Damai di Tengah Konflik
Dalam dunia yang penuh tekanan sosial dan emosional, prinsip hidup damai menjadi sangat relevan. Paulus mengajarkan bahwa meskipun perceraian bukanlah tujuan yang ideal, hidup damai adalah panggilan Allah bagi setiap orang Kristen.
Kesimpulan
1 Korintus 7:10-16 adalah bagian penting dalam pengajaran Paulus tentang pernikahan. Ia memberikan nasihat praktis tentang menjaga kesetiaan, mengatasi perbedaan iman, dan hidup dalam damai. Pesan ini tidak hanya relevan untuk jemaat Korintus, tetapi juga bagi orang Kristen di zaman modern yang menghadapi tantangan serupa.
Baca Juga: 1 Korintus 7:7-9: Nasihat Paulus kepada yang Belum Menikah
Paulus menegaskan bahwa pernikahan adalah panggilan kudus yang harus dijaga dengan komitmen, kasih, dan kesetiaan. Namun, ia juga memahami realitas kehidupan, memberikan ruang untuk penyelesaian damai ketika konflik tidak dapat dihindari.
Sebagai umat Kristen, kita dipanggil untuk menjadikan pernikahan sebagai tempat di mana kasih Allah dinyatakan, baik kepada pasangan, anak-anak, maupun kepada dunia. Dengan mengikuti nasihat Paulus, kita dapat hidup sesuai dengan panggilan kita, menjaga kekudusan pernikahan, dan membawa damai sejahtera ke dalam hubungan kita.