Karya Penebusan Kristus: Ibrani 2:9-13

 Pendahuluan:

Ibrani 2:9-13 adalah bagian penting dalam Perjanjian Baru yang menguraikan karya penebusan Yesus Kristus sebagai bagian dari rencana keselamatan Allah. Ayat-ayat ini menekankan bahwa Yesus, yang adalah Allah yang berinkarnasi, memilih untuk merendahkan diri-Nya dengan menjadi manusia dan menanggung penderitaan bahkan hingga kematian. Melalui penderitaan ini, Yesus mencapai penebusan bagi umat manusia, menjadikan mereka sebagai saudara-Nya yang memiliki kedudukan baru di hadapan Allah. Karya penebusan Kristus yang diungkapkan dalam perikop ini mencakup aspek pengorbanan, solidaritas dengan manusia, serta pemulihan hubungan antara manusia dan Allah.
Karya Penebusan Kristus: Ibrani 2:9-13
Artikel ini akan mengeksplorasi makna karya penebusan Kristus dalam Ibrani 2:9-13 dengan merujuk pada pandangan beberapa pakar teologi. Kita akan menggali makna dari pengorbanan Yesus, solidaritas-Nya dengan umat manusia, serta bagaimana karya penebusan-Nya menjadi dasar bagi hubungan baru antara manusia dengan Allah.

Teks Ibrani 2:9-13

Berikut adalah teks Ibrani 2:9-13:

“Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita melihat-Nya dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat karena penderitaan maut, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah – yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan –, yaitu waktu Ia membawa banyak orang kepada kemuliaan, Ia menyempurnakan melalui penderitaan sebagai pemimpin keselamatan mereka. Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, semua berasal dari satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara, kata-Nya: ‘Aku akan memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan di tengah-tengah jemaat Aku akan menyanyikan pujian bagi-Mu.’ Dan lagi: ‘Aku akan menaruh kepercayaan kepada-Nya.’ Dan lagi: ‘Sesungguhnya, inilah Aku dan anak-anak yang telah diberikan Allah kepada-Ku.’”

1. Yesus sebagai Penebus yang Menanggung Penderitaan demi Umat Manusia

Dalam Ibrani 2:9, Yesus disebut sebagai pribadi yang “dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat” dan “dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat karena penderitaan maut.” Ini menunjukkan bahwa meskipun Yesus adalah Allah, Ia merendahkan diri-Nya dan menanggung penderitaan dan kematian demi penebusan umat manusia. Karya penebusan ini menjadi bukti kasih Allah yang besar, di mana Yesus dengan sukarela menanggung penderitaan demi keselamatan semua orang.

John Stott dalam bukunya The Cross of Christ menekankan bahwa penderitaan Kristus adalah aspek sentral dari karya penebusan. Menurut Stott, hanya dengan menjadi manusia dan mengalami penderitaan, Yesus dapat menebus umat manusia dari dosa-dosa mereka. Bagi Stott, pengorbanan Yesus di kayu salib adalah bukti nyata dari kasih Allah yang luar biasa, di mana Ia rela mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan manusia.

Leon Morris, seorang teolog Perjanjian Baru, juga menyoroti pentingnya pengorbanan Yesus sebagai bagian dari rencana penebusan Allah. Morris menjelaskan bahwa kematian Yesus membawa makna penebusan karena hanya melalui kematian tersebut, manusia dapat memperoleh pengampunan dosa dan dipulihkan hubungannya dengan Allah. Menurut Morris, penderitaan Kristus bukanlah kelemahan, tetapi adalah jalan yang telah dipilih Allah untuk membawa keselamatan bagi dunia.

2. Kemuliaan yang Diberikan kepada Yesus karena Penderitaan-Nya

Perikop ini juga menyebutkan bahwa Yesus dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat karena penderitaan maut-Nya. Kemuliaan ini adalah hasil dari kesetiaan dan ketaatan Yesus kepada kehendak Allah, yang tidak hanya membawa keselamatan bagi umat manusia tetapi juga meneguhkan posisi-Nya sebagai Mesias yang mulia.

N.T. Wright dalam bukunya Simply Jesus menekankan bahwa Yesus dimuliakan bukan karena kekuasaan duniawi, tetapi karena pengorbanan dan ketaatan-Nya yang sempurna. Wright menjelaskan bahwa kemuliaan Yesus adalah hasil dari kerendahan hati dan kesetiaan yang total kepada Allah. Dalam pandangan Wright, karya penebusan Kristus menunjukkan bahwa kemuliaan sejati diperoleh melalui ketaatan dan pengorbanan, bukan melalui kehormatan dunia.

John Piper dalam Desiring God menambahkan bahwa kemuliaan yang diterima Yesus adalah bukti bahwa karya penebusan-Nya sempurna dan diterima oleh Allah. Piper menekankan bahwa penebusan Yesus menunjukkan kepada umat manusia bahwa Allah tidak hanya berkuasa, tetapi juga penuh dengan kasih dan belas kasihan. Melalui penderitaan dan kemuliaan Yesus, orang percaya melihat bahwa Allah benar-benar berperan aktif dalam menyelamatkan umat-Nya.

3. Yesus sebagai Pemimpin Keselamatan yang Sempurna Melalui Penderitaan

Ibrani 2:10 menekankan bahwa Yesus “disempurnakan melalui penderitaan sebagai pemimpin keselamatan mereka.” Konsep ini menunjukkan bahwa meskipun Yesus sempurna dalam keilahian-Nya, sebagai manusia Ia menunjukkan kesempurnaan yang sempurna melalui penderitaan-Nya. Dengan menjadi manusia, Yesus memahami dan mengalami segala kelemahan manusiawi, dan dengan demikian menjadi pemimpin keselamatan yang sejati bagi mereka yang percaya.

Dietrich Bonhoeffer dalam bukunya The Cost of Discipleship menekankan bahwa penderitaan adalah bagian integral dari pemuridan dan panggilan untuk mengikut Kristus. Bonhoeffer menjelaskan bahwa dengan menanggung penderitaan, Yesus menunjukkan kepada umat-Nya bahwa hidup Kristen adalah panggilan untuk berkorban dan mengikut Allah dengan ketaatan penuh. Menurut Bonhoeffer, Yesus sebagai pemimpin keselamatan adalah teladan bagi setiap orang percaya dalam menanggung penderitaan dengan kesetiaan.

A.W. Tozer juga berbicara tentang kesempurnaan Yesus sebagai pemimpin keselamatan dalam bukunya The Pursuit of God. Tozer menekankan bahwa karena Yesus sendiri telah mengalami penderitaan, Ia dapat sepenuhnya memahami kelemahan dan kebutuhan manusia. Dalam pandangan Tozer, Yesus bukan hanya Juru Selamat yang menyelamatkan manusia dari dosa, tetapi juga Pemimpin yang memimpin mereka dalam perjalanan iman.

4. Solidaritas Yesus dengan Manusia: “Ia Tidak Malu Menyebut Mereka Saudara”

Ibrani 2:11 menegaskan bahwa Yesus, sebagai yang menguduskan, tidak malu untuk menyebut manusia sebagai saudara-Nya. Hal ini menggambarkan solidaritas Yesus dengan umat manusia yang Dia tebus. Meskipun Yesus adalah Allah, Ia datang sebagai manusia dan menyatakan bahwa mereka yang dikuduskan oleh-Nya adalah saudara-saudara-Nya.

J.I. Packer dalam Knowing God menyoroti pentingnya solidaritas Yesus dengan manusia dalam karya penebusan-Nya. Packer menjelaskan bahwa Yesus merendahkan diri-Nya untuk menjadi sama dengan umat manusia agar dapat menebus mereka dari dosa. Dalam pandangan Packer, Yesus sebagai saudara menunjukkan bahwa kasih-Nya kepada manusia sangat besar, bahkan hingga rela berkorban bagi mereka yang dianggap saudara oleh-Nya.

Henri Nouwen dalam The Wounded Healer juga membahas aspek solidaritas Yesus dengan manusia. Menurut Nouwen, Yesus sebagai saudara berarti bahwa Ia memahami penderitaan, kesedihan, dan perjuangan manusia. Nouwen menegaskan bahwa Yesus hadir sebagai Penolong yang setia, yang memahami kelemahan umat-Nya dan menolong mereka dalam kelemahan mereka.

5. Menguduskan dan Dikuduskan: Karya Penebusan yang Mengubah Status Manusia di Hadapan Allah

Ibrani 2:11-12 menunjukkan bahwa Yesus adalah Dia yang menguduskan umat-Nya, dan mereka yang dikuduskan memiliki hubungan khusus dengan Dia. Melalui karya penebusan, Yesus membawa umat manusia yang percaya kepada-Nya ke dalam kekudusan, mengubah status mereka dari yang terpisah dari Allah menjadi bagian dari keluarga Allah.

Charles Spurgeon dalam khotbah-khotbahnya sering menekankan bahwa penebusan Kristus tidak hanya menyelamatkan manusia dari dosa tetapi juga membawa mereka ke dalam hubungan yang kudus dengan Allah. Menurut Spurgeon, karya pengudusan ini adalah bukti dari kasih karunia Allah, di mana mereka yang ditebus dan dikuduskan oleh Kristus memiliki tempat yang istimewa di hadapan Allah.

Wayne Grudem dalam bukunya Systematic Theology menekankan bahwa pengudusan adalah proses di mana orang percaya diubah menjadi serupa dengan Kristus. Grudem menjelaskan bahwa melalui pengudusan, orang percaya menjadi semakin kudus dan hidup dalam kehendak Allah. Bagi Grudem, Yesus sebagai yang menguduskan adalah bukti dari rencana Allah yang penuh kasih untuk mengubah hidup orang percaya dan membawa mereka ke dalam hubungan yang dekat dengan-Nya.

6. Kepercayaan Yesus kepada Allah Bapa: Teladan untuk Orang Percaya

Dalam Ibrani 2: 13, Yesus menyatakan kepercayaan-Nya kepada Allah dengan berkata, “Aku akan menaruh kepercayaan kepada-Nya.” Ini menunjukkan bahwa meskipun Yesus adalah Anak Allah, Ia hidup dengan ketergantungan dan kepercayaan penuh kepada Bapa-Nya.

John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menekankan bahwa kepercayaan Yesus kepada Allah adalah teladan bagi orang percaya. Calvin menjelaskan bahwa Yesus menunjukkan bahwa hidup dalam ketergantungan kepada Allah adalah tanda dari kehidupan yang kudus. Bagi Calvin, Yesus sebagai Mesias memberikan teladan iman yang sejati, dan orang percaya dipanggil untuk mengikuti-Nya dalam hidup yang sepenuhnya bersandar kepada Allah.

Dallas Willard dalam bukunya The Divine Conspiracy juga menyoroti pentingnya ketergantungan pada Allah. Willard menekankan bahwa kepercayaan Yesus kepada Allah adalah contoh bagi orang percaya untuk hidup dalam iman yang teguh dan ketergantungan penuh pada kehendak Allah. Menurut Willard, hidup dalam iman kepada Allah berarti menyerahkan semua kekhawatiran dan percaya bahwa Allah adalah sumber keselamatan dan kekuatan.

Kesimpulan

Ibrani 2:9-13 memberikan gambaran yang mendalam tentang karya penebusan Yesus Kristus, yang membawa umat manusia kepada keselamatan melalui pengorbanan dan penderitaan-Nya. Yesus, yang adalah Allah, rela merendahkan diri-Nya untuk menjadi manusia, menanggung penderitaan, dan mati demi menebus dosa umat manusia. Melalui penderitaan-Nya, Yesus membawa keselamatan dan kemuliaan bagi mereka yang percaya kepada-Nya, serta menyatukan mereka sebagai bagian dari keluarga Allah.

Pandangan para teolog seperti John Stott, Leon Morris, N.T. Wright, Dietrich Bonhoeffer, dan lainnya menyoroti bahwa karya penebusan Kristus menunjukkan solidaritas-Nya dengan manusia, pengudusan yang membawa mereka menjadi saudara-saudara-Nya, dan teladan iman yang sejati. Dengan menjadi manusia, Yesus menunjukkan kasih-Nya yang besar kepada umat manusia dan memulihkan hubungan mereka dengan Allah.

Bagi setiap orang percaya, Ibrani 2:9-13 adalah panggilan untuk hidup dalam kesadaran akan karya penebusan yang luar biasa ini. Kita dipanggil untuk hidup dalam iman kepada Allah, mengikuti teladan Yesus dalam ketergantungan dan ketaatan kepada-Nya. Dengan menerima karya penebusan Yesus, kita diundang untuk hidup dalam kekudusan, kasih, dan kepercayaan kepada Allah, serta menyadari bahwa melalui pengorbanan-Nya, kita memiliki tempat sebagai anak-anak Allah yang terkasih.

Next Post Previous Post