Makna Perkawinan dalam Perspektif Teologis

Makna Perkawinan dalam Perspektif Teologis
Pendahuluan:

Perkawinan adalah salah satu institusi yang paling tua dan sakral yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia. Sejak awal penciptaan, Tuhan menetapkan perkawinan sebagai hubungan yang kudus antara seorang pria dan seorang wanita. Namun, dalam konteks dunia modern yang terus berubah, makna dan tujuan dari perkawinan sering kali disalahpahami atau bahkan diabaikan.

Artikel ini akan mengeksplorasi makna perkawinan dari sudut pandang teologis, pemahaman Alkitab, dan pandangan dari beberapa teolog Kristen terkemuka. Kita akan menggali lebih dalam bagaimana pemahaman yang benar mengenai perkawinan dapat membentuk kehidupan Kristen yang sejati.

Definisi Perkawinan Menurut Teologi Kristen

Perkawinan dalam teologi Kristen didefinisikan sebagai perjanjian kudus yang diikat oleh Allah antara seorang pria dan seorang wanita. Ini bukan sekadar kontrak sosial, tetapi sebuah covenant (perjanjian ilahi) yang melibatkan komitmen untuk hidup bersama dalam kesetiaan, kasih, dan kesatuan seumur hidup. Menurut John Piper dalam bukunya This Momentary Marriage, perkawinan adalah gambaran dari hubungan antara Kristus dan gereja-Nya. Oleh karena itu, perkawinan bukan hanya tentang dua individu, tetapi juga tentang bagaimana mereka mencerminkan kasih Allah di dalam dunia.

Dalam Kejadian 2:24, Tuhan menetapkan dasar dari perkawinan:

"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging."

Ayat ini menegaskan bahwa perkawinan adalah institusi yang ditetapkan oleh Allah dan dimaksudkan untuk membentuk sebuah kesatuan yang tak terpisahkan.

Pandangan Para Teolog Tentang Perkawinan

Beberapa teolog terkemuka telah memberikan pandangan mendalam mengenai makna teologis dari perkawinan. Di antara mereka adalah Dietrich Bonhoeffer, Karl Barth, dan Tim Keller.

  1. Dietrich Bonhoeffer: Dalam suratnya yang ditulis dari penjara kepada pasangan yang akan menikah, Bonhoeffer menyatakan bahwa perkawinan adalah anugerah dari Allah, yang menjadi dasar bagi kehidupan bersama yang kudus. Menurut Bonhoeffer, perkawinan adalah tugas ilahi yang diberikan kepada manusia untuk mencerminkan kasih Tuhan dalam dunia yang rusak oleh dosa.

  2. Karl Barth: Teolog Reformed ini menekankan bahwa perkawinan adalah sarana di mana kasih karunia Allah dapat dinyatakan. Dalam karya besarnya Church Dogmatics, Barth menyatakan bahwa kesatuan perkawinan menggambarkan hubungan antara Kristus dan gereja. Bagi Barth, kesetiaan dalam perkawinan adalah cerminan dari kesetiaan Kristus kepada gereja-Nya.

  3. Tim Keller: Dalam bukunya The Meaning of Marriage, Keller menjelaskan bahwa tujuan utama dari perkawinan adalah pengudusan dan kesatuan. Menurut Keller, perkawinan adalah sarana di mana dua orang berdosa saling menolong untuk menjadi lebih serupa dengan Kristus. Perkawinan bukan tentang mencari kebahagiaan pribadi, tetapi tentang mengorbankan diri demi pasangan dan menjadi cerminan kasih Allah.

Dasar Alkitabiah Tentang Perkawinan

Perkawinan memiliki dasar yang kuat dalam Alkitab, baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Tuhan merancang perkawinan sejak awal penciptaan sebagai hubungan yang istimewa antara pria dan wanita. Beberapa ayat kunci yang membahas tentang perkawinan meliputi:

  1. Kejadian 1:27-28: "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu."

    Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam hubungan yang produktif dan berkelanjutan.

  2. Matius 19:5-6: "Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

    Yesus menegaskan kembali pentingnya kesatuan dalam perkawinan dan menentang perceraian. Perkawinan adalah institusi yang dikuduskan oleh Tuhan dan tidak boleh diabaikan atau dianggap enteng.

  3. Efesus 5:25-27: "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya."

    Ayat ini menyoroti bahwa hubungan suami-istri harus mencerminkan hubungan Kristus dengan gereja, di mana suami dipanggil untuk mengasihi istrinya dengan pengorbanan yang tulus.

Makna Teologis Perkawinan sebagai Gambar Allah

Perkawinan memiliki dimensi teologis yang mendalam karena mencerminkan gambar Allah. Kejadian 1:26-27 menunjukkan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah, dan dalam perkawinan, kesatuan antara pria dan wanita mencerminkan kesatuan dan kasih di antara Pribadi-Pribadi Allah Tritunggal. Menurut J.I. Packer, perkawinan adalah sarana di mana manusia dapat memahami dan mengalami kasih Allah yang tanpa syarat.

Selain itu, Christopher West dalam bukunya Theology of the Body mengungkapkan bahwa tubuh manusia, melalui kesatuan dalam perkawinan, adalah simbol dari kasih Tuhan yang berlimpah. Hubungan antara suami dan istri adalah gambaran kasih yang melimpah antara Kristus dan gereja-Nya.

Tujuan Perkawinan dalam Kehidupan Kristen

Berdasarkan ajaran Alkitab dan pandangan teologis, terdapat beberapa tujuan penting dari perkawinan:

  1. Kesatuan dan Kesetiaan: Kesatuan dalam perkawinan adalah lambang dari kesetiaan Allah kepada umat-Nya. Perkawinan melibatkan komitmen yang tidak terputus antara suami dan istri. Ibrani 13:4 berkata, "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah."

  2. Pengudusan dan Pertumbuhan Rohani: Perkawinan berfungsi sebagai sarana pengudusan di mana suami dan istri saling menolong untuk bertumbuh dalam iman. Kolose 3:14 menegaskan bahwa kasih adalah pengikat yang sempurna. Dalam perkawinan, pasangan dipanggil untuk saling memperkuat dan membangun satu sama lain dalam kasih.

  3. Prokreasi dan Pembentukan Keluarga: Salah satu tujuan perkawinan yang jelas adalah melahirkan keturunan. Mazmur 127:3 menyatakan, "Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah." Melalui perkawinan, keluarga dibentuk sebagai dasar masyarakat yang sehat dan saleh.

  4. Gambaran Hubungan Kristus dengan Gereja: Perkawinan adalah cerminan dari hubungan antara Kristus dan gereja-Nya, di mana suami dipanggil untuk mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi jemaat, dan istri dipanggil untuk tunduk kepada suaminya dalam kasih (Efesus 5:22-33).

Tantangan Perkawinan dalam Konteks Modern

Di tengah budaya yang semakin sekular dan individualistik, konsep perkawinan sering kali disalahpahami sebagai kontrak sosial yang bisa dibatalkan kapan saja. Beberapa tantangan utama yang dihadapi perkawinan Kristen di era modern meliputi:

  1. Relativisme Moral: Nilai-nilai perkawinan yang diajarkan dalam Alkitab sering kali bertentangan dengan pandangan modern yang mempromosikan kebebasan tanpa batas. Timothy Keller menekankan bahwa masyarakat modern cenderung memandang perkawinan sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan pribadi, bukan sebagai komitmen untuk saling melayani.

  2. Tingginya Tingkat Perceraian: Di banyak negara, tingkat perceraian sangat tinggi, bahkan di kalangan orang Kristen. Yesus dengan jelas menentang perceraian kecuali dalam kasus perzinahan (Matius 19:9). Namun, banyak pasangan merasa bahwa perceraian adalah solusi yang lebih mudah daripada bekerja keras untuk memperbaiki hubungan.

  3. Tekanan Sosial dan Media: Media sering kali menggambarkan hubungan yang tidak realistis dan romantis, yang bisa menciptakan harapan yang salah tentang perkawinan. Hal ini menyebabkan banyak pasangan merasa kecewa ketika menghadapi tantangan nyata dalam hubungan mereka.

Aplikasi Praktis Makna Perkawinan dalam Kehidupan Sehari-hari

Bagaimana kita dapat menerapkan pemahaman teologis tentang perkawinan dalam kehidupan sehari-hari? Berikut beberapa cara praktis:

  1. Komunikasi yang Sehat: Pasangan Kristen harus belajar untuk berkomunikasi dengan kasih, kesabaran, dan pengertian. Yakobus 1:19 menasihati, "Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah."

  2. Doa Bersama: Suami dan istri dipanggil untuk saling mendukung dalam doa. Ini adalah salah satu cara terbaik untuk memperdalam hubungan spiritual dan emosional. Matius 18:20 berkata, "Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."

  3. Mengutamakan Kasih yang Tidak Bersyarat: Kasih yang sejati dalam perkawinan harus mencerminkan kasih Kristus yang tidak bersyarat. 1 Korintus 13:4-7 memberikan panduan tentang kasih yang sabar, murah hati, tidak sombong, dan tidak mencari keuntungan sendiri.

  4. Membangun Dasar yang Kuat dalam Firman Tuhan: Perkawinan Kristen harus berakar dalam firman Tuhan. Membaca dan merenungkan Alkitab bersama sebagai pasangan dapat memperkuat fondasi rohani perkawinan.

Kesimpulan: Perkawinan sebagai Panggilan Kudus

Perkawinan bukan hanya sebuah institusi sosial, tetapi merupakan panggilan kudus yang harus dijalani dengan serius dan penuh komitmen. Dengan memahami makna teologis dan tujuan dari perkawinan, kita dapat menjalani hubungan suami istri yang memuliakan Allah dan membawa berkat bagi orang lain.

Baca Juga: Ibadah dalam Kitab Mazmur: Sebuah Refleksi Teologis dan Praktis

Sebagai umat Kristen, kita dipanggil untuk meneladani kasih Kristus dalam hubungan kita, sehingga perkawinan kita menjadi cerminan dari hubungan yang kudus antara Kristus dan gereja-Nya. Berdoalah agar Roh Kudus membimbing setiap pasangan Kristen untuk menjalani perkawinan yang setia, penuh kasih, dan berpusat pada Tuhan.

Seperti yang ditegaskan oleh Efesus 5:32, "Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat."

Next Post Previous Post