Doktrin Wahyu: Pandangan Cornelius Van Til tentang Wahyu Ilahi

Doktrin Wahyu: Pandangan Cornelius Van Til tentang Wahyu Ilahi
 Pendahuluan:

Doktrin wahyu adalah salah satu fondasi utama teologi Kristen, yang menjelaskan bagaimana Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia. Cornelius Van Til, seorang teolog dan filsuf apologetik presuposisi, menawarkan pandangan mendalam mengenai wahyu. Dalam perspektifnya, wahyu tidak hanya bersifat proposisional tetapi juga personal, berakar dalam hubungan Allah yang berdaulat dengan ciptaan-Nya.
Artikel ini mengupas pandangan Van Til tentang wahyu, mengintegrasikan referensi dari kitab suci, literatur teologi, serta implikasinya bagi kehidupan Kristen dan apologetika.

1. Definisi Wahyu

a. Apa Itu Wahyu?

Wahyu (revelation) dalam teologi Kristen adalah tindakan Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia sehingga manusia dapat mengenal-Nya. Louis Berkhof mendefinisikan wahyu sebagai "pemberian diri Allah dalam tindakan dan firman, baik secara umum maupun khusus."

b. Dua Jenis Wahyu

  1. Wahyu Umum (General Revelation)
    Wahyu ini disampaikan melalui ciptaan, sejarah, dan hati nurani manusia (Mazmur 19:1-4; Roma 1:19-20).
  2. Wahyu Khusus (Special Revelation)
    Wahyu ini mencakup penyataan Allah melalui firman-Nya yang tertulis (Alkitab) dan penjelmaan Yesus Kristus (Ibrani 1:1-2).

Van Til memandang kedua bentuk wahyu ini sebagai satu kesatuan, di mana wahyu umum dan khusus tidak dapat dipisahkan dalam rencana Allah.

2. Pandangan Cornelius Van Til tentang Wahyu

a. Wahyu Sebagai Tindakan Personal

Van Til menekankan bahwa wahyu bukan sekadar penyampaian informasi atau proposisi teologis. Wahyu adalah tindakan personal Allah yang bersifat relasional. Dalam Introduction to Systematic Theology, Van Til menulis, “Wahyu adalah ekspresi Allah yang berdaulat, yang menyatakan diri-Nya kepada ciptaan-Nya sesuai kehendak-Nya.”

b. Wahyu dalam Perspektif Trinitas

Van Til melihat wahyu dalam kerangka Trinitas. Ia menekankan bahwa Allah Bapa, melalui Anak, dan oleh Roh Kudus menyatakan diri-Nya dalam ciptaan dan firman. Penekanan ini mencerminkan kesatuan dan hubungan antara pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal.

c. Kepentingan Apologetik Wahyu

Sebagai apologet presuposisi, Van Til menekankan bahwa wahyu adalah landasan epistemologi Kristen. Dalam The Defense of the Faith, ia menulis bahwa tanpa wahyu Allah, manusia tidak dapat memiliki pengetahuan yang benar tentang realitas.

3. Wahyu Umum Menurut Van Til

a. Wahyu dalam Ciptaan

Van Til setuju dengan Mazmur 19:1-4 bahwa ciptaan menyatakan kemuliaan Allah. Ia menegaskan bahwa setiap aspek dunia menunjukkan keberadaan dan karakter Allah. Dalam istilahnya, seluruh ciptaan adalah "teater kemuliaan Allah."

b. Dosa dan Distorsi Wahyu Umum

Namun, Van Til menekankan bahwa manusia berdosa tidak dapat memahami wahyu umum dengan benar tanpa wahyu khusus. Dalam Roma 1:18-20, Paulus menunjukkan bahwa dosa membuat manusia menindas kebenaran yang dinyatakan dalam ciptaan.

4. Wahyu Khusus Menurut Van Til

a. Yesus Kristus sebagai Wahyu Puncak

Van Til melihat Yesus Kristus sebagai puncak wahyu Allah. Ibrani 1:1-2 menyatakan bahwa Allah berbicara melalui Anak-Nya pada akhir zaman. Kristus tidak hanya menyampaikan wahyu tetapi adalah wahyu itu sendiri.

b. Alkitab sebagai Firman Allah

Van Til memandang Alkitab sebagai wahyu khusus yang diilhami Roh Kudus. Ia menegaskan bahwa Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam segala aspek iman dan praktik. Dalam Christian Apologetics, ia menyatakan bahwa "tanpa Alkitab, manusia tidak dapat memahami dunia secara benar."

5. Hubungan antara Wahyu Umum dan Khusus

a. Kesatuan dalam Wahyu

Van Til menolak pemisahan tajam antara wahyu umum dan khusus. Ia menegaskan bahwa wahyu umum tidak dapat dipahami tanpa wahyu khusus. Misalnya, ciptaan menyatakan keberadaan Allah, tetapi Alkitab menjelaskan sifat-sifat Allah dengan lebih spesifik.

b. Peran Kristus

Menurut Van Til, wahyu umum dan khusus berpusat pada Kristus. Kolose 1:16-17 menunjukkan bahwa segala sesuatu diciptakan oleh dan untuk Kristus, sehingga seluruh wahyu, baik umum maupun khusus, mengarah kepada-Nya.

6. Tantangan terhadap Pandangan Van Til

a. Kritik terhadap Presuposisi

Beberapa teolog mengkritik pendekatan Van Til yang menekankan bahwa manusia harus memulai dari presuposisi wahyu Allah. Mereka berpendapat bahwa pendekatan ini sulit diterima oleh mereka yang skeptis terhadap Alkitab.

b. Tanggapan Van Til

Van Til menjawab bahwa semua orang, bahkan ateis sekalipun, memiliki presuposisi. Ia menegaskan bahwa presuposisi Kristen adalah satu-satunya dasar yang konsisten untuk memahami realitas.

7. Referensi Alkitab tentang Wahyu

a. Mazmur 19:1-4

“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.” Ayat ini menunjukkan wahyu umum Allah dalam ciptaan.

b. Roma 1:19-20

“Apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, karena Allah telah menyatakannya kepada mereka.” Ayat ini mendukung pandangan Van Til bahwa wahyu umum bersifat universal tetapi sering disalahpahami karena dosa.

c. Ibrani 1:1-2

“Allah... telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya.” Ini menunjukkan supremasi wahyu khusus melalui Yesus Kristus.

d. 2 Timotius 3:16

“Segala tulisan yang diilhamkan Allah...” Ayat ini mendukung pandangan Van Til bahwa Alkitab adalah wahyu khusus yang otoritatif.

8. Aplikasi Wahyu dalam Kehidupan Kristen

a. Hidup Berdasarkan Wahyu

Orang percaya dipanggil untuk hidup berdasarkan wahyu Allah, baik dalam ciptaan maupun firman. Keberadaan dan kemuliaan Allah harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

b. Penginjilan dan Apologetika

Dalam The Defense of the Faith, Van Til menegaskan bahwa wahyu Allah adalah fondasi untuk menjawab skeptisisme dan tantangan intelektual terhadap iman Kristen. Apologet Kristen harus menunjukkan konsistensi wahyu Alkitab dalam menjelaskan dunia.

c. Penyembahan yang Berpusat pada Kristus

Karena wahyu Allah berpusat pada Kristus, penyembahan Kristen harus memuliakan Dia sebagai wahyu Allah yang tertinggi.

9. Kesaksian Sejarah Gereja tentang Wahyu

a. Para Bapa Gereja

Bapa-bapa Gereja seperti Agustinus menekankan wahyu Allah dalam ciptaan dan firman. Agustinus dalam Confessions menyatakan, “Engkau telah membuat kami untuk diri-Mu, dan hati kami gelisah sampai menemukan istirahat dalam-Mu.”

b. Reformasi Protestan

Reformator seperti Martin Luther dan John Calvin menekankan sola scriptura, yang mengakui Alkitab sebagai wahyu khusus yang otoritatif. Calvin menulis bahwa ciptaan adalah "teater kemuliaan Allah."

c. Apologet Kontemporer

Tokoh seperti R.C. Sproul dan Greg Bahnsen melanjutkan tradisi Van Til, menekankan pentingnya wahyu sebagai dasar apologetika Kristen.

Penutup

Cornelius Van Til memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami doktrin wahyu. Ia menekankan bahwa wahyu adalah tindakan personal Allah yang mencakup wahyu umum dalam ciptaan dan wahyu khusus dalam firman, yang semuanya berpusat pada Kristus. Dalam dunia yang semakin skeptis, pandangan Van Til menawarkan landasan teologis yang kokoh bagi iman Kristen dan apologetika.

Baca Juga: Pengertian Allah yang Tidak Berubah

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup berdasarkan wahyu Allah, menyaksikan kemuliaan-Nya dalam ciptaan, dan menjadikan firman-Nya sebagai pedoman hidup. Seperti yang tertulis dalam Mazmur 119:105:
“Firman-Mu adalah pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”

Next Post Previous Post