Persepuluhan: Perspektif Alkitab dan Pandangan Teologis
Pendahuluan:
Persepuluhan adalah praktik yang telah ada sejak zaman Perjanjian Lama, di mana umat Allah dipanggil untuk memberikan sepersepuluh dari hasil mereka kepada Tuhan. Meskipun topik ini sering dibahas dalam konteks keuangan dan pemberian, persepuluhan sebenarnya mencakup aspek yang lebih
luas, yaitu sebagai tindakan penyembahan, ketaatan, dan pengakuan atas kedaulatan Allah.
1. Konsep Persepuluhan dalam Alkitab
a. Persepuluhan dalam Perjanjian Lama
Persepuluhan pertama kali disebutkan dalam Kejadian 14:18-20, ketika Abraham memberikan sepersepuluh dari rampasan perang kepada Melkisedek, imam Allah yang Mahatinggi. Peristiwa ini menunjukkan bahwa persepuluhan adalah tindakan sukarela untuk menghormati Allah. Kemudian, dalam Kejadian 28:22, Yakub juga berjanji untuk memberikan sepersepuluh dari miliknya kepada Allah sebagai tanda syukur.
Dalam Hukum Taurat, persepuluhan diatur lebih formal. Umat Israel diperintahkan untuk memberikan sepersepuluh dari hasil tanah, ternak, dan panen mereka sebagai persembahan kepada Tuhan. Perintah ini dijelaskan dalam:
- Imamat 27:30: “Segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN.”
- Bilangan 18:21: “Kepada bani Lewi telah Kuberikan setiap persembahan persepuluhan di Israel sebagai milik mereka, sebagai upah atas pekerjaan yang mereka lakukan, yaitu pekerjaan di Kemah Pertemuan.”
Dalam Perjanjian Lama, persepuluhan bukan hanya bentuk ketaatan tetapi juga cara untuk mendukung pelayanan di Bait Allah, terutama bagi suku Lewi yang tidak memiliki warisan tanah.
b. Persepuluhan dalam Perjanjian Baru
Meskipun Perjanjian Baru tidak memberikan perintah eksplisit untuk memberikan persepuluhan, prinsip memberi secara murah hati tetap ditegaskan. Yesus menyebutkan persepuluhan dalam konteks kritik-Nya terhadap orang-orang Farisi:
- Matius 23:23: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis, dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu keadilan, belas kasihan dan kesetiaan.”
Yesus tidak membatalkan persepuluhan, tetapi menekankan bahwa pemberian harus disertai dengan keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Dalam 2 Korintus 9:6-7, Paulus menekankan prinsip memberi dengan sukacita:
- “Orang yang menabur sedikit akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”
2. Makna Teologis Persepuluhan
a. Pengakuan atas Kedaulatan Allah
Persepuluhan adalah tindakan pengakuan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan milik Allah. Dalam Mazmur 24:1 disebutkan: “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.” Dengan memberikan persepuluhan, umat Allah mengakui bahwa mereka hanyalah pengelola (steward) dari segala berkat yang diberikan Tuhan.
b. Tindakan Penyembahan
Persepuluhan adalah bentuk ibadah yang melibatkan pengorbanan materi. Dalam Amsal 3:9-10, umat Allah diingatkan untuk menghormati Tuhan dengan hasil pertama dari segala penghasilan mereka:
- “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.”
c. Pelayanan dan Dukungan terhadap Pelayan Tuhan
Dalam Perjanjian Lama, persepuluhan digunakan untuk mendukung kehidupan suku Lewi, yang melayani Allah dalam Bait Suci (Bilangan 18:21). Prinsip ini relevan dalam Perjanjian Baru, di mana jemaat didorong untuk mendukung pelayan Injil (1 Korintus 9:13-14).
d. Tindakan Iman dan Syukur
Memberikan persepuluhan adalah langkah iman yang menunjukkan kepercayaan kepada pemeliharaan Allah. Dalam Maleakhi 3:10, Allah bahkan mengundang umat-Nya untuk menguji kesetiaan-Nya melalui persepuluhan:
- “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.”
3. Pandangan Para Pakar Teologi tentang Persepuluhan
a. John Calvin
John Calvin memandang persepuluhan sebagai cara untuk memupuk rasa syukur kepada Allah dan mendukung pelayanan gereja. Calvin menekankan bahwa prinsip inti dari persepuluhan adalah kemurahan hati yang berakar pada kasih kepada Allah dan sesama.
b. C.S. Lewis
C.S. Lewis dalam tulisannya menekankan bahwa memberi, termasuk persepuluhan, adalah salah satu cara untuk melepaskan diri dari ikatan materi. Ia melihat memberi sebagai sarana untuk melatih kebergantungan pada Allah, bukan pada kekayaan.
c. R.C. Sproul
R.C. Sproul menyoroti bahwa persepuluhan, meskipun merupakan prinsip Perjanjian Lama, mencerminkan hati yang taat kepada Allah. Dalam Perjanjian Baru, meskipun tidak diwajibkan secara eksplisit, prinsip memberi secara sukarela dan murah hati adalah kelanjutan dari semangat persepuluhan.
d. Craig Blomberg
Craig Blomberg dalam bukunya Neither Poverty nor Riches mencatat bahwa persepuluhan adalah titik awal yang baik untuk memberi, tetapi orang Kristen dipanggil untuk melampaui itu dengan memberi sesuai dengan kapasitas mereka, sesuai prinsip kasih karunia.
4. Relevansi Persepuluhan untuk Umat Kristen Masa Kini
a. Prinsip Memberi dengan Sukacita
Meskipun persepuluhan tidak diatur secara legalistik dalam Perjanjian Baru, prinsip memberi dengan sukacita tetap relevan. Orang Kristen dipanggil untuk memberi berdasarkan rasa syukur dan kasih kepada Allah, bukan karena paksaan.
b. Mendukung Pelayanan Gereja
Persepuluhan tetap relevan sebagai cara untuk mendukung pelayanan gereja, misi, dan pekerjaan sosial. Gereja-gereja membutuhkan sumber daya untuk melayani umat dan menyebarkan Injil.
c. Menumbuhkan Ketergantungan pada Allah
Dengan memberi persepuluhan, orang percaya diajak untuk melepaskan kelekatan pada harta duniawi dan belajar mengandalkan Allah sebagai sumber segala sesuatu.
d. Penyataan Kasih kepada Sesama
Sebagian dari persembahan gereja sering digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Dengan memberi, orang Kristen dapat berpartisipasi dalam mempraktikkan kasih Kristus kepada dunia.
5. Tantangan dalam Memberikan Persepuluhan
Meskipun persepuluhan adalah tindakan iman, banyak orang Kristen menghadapi tantangan dalam melakukannya. Beberapa tantangan umum meliputi:
- Ketakutan akan Kekurangan: Banyak orang merasa ragu untuk memberikan persepuluhan karena kekhawatiran akan kebutuhan mereka sendiri.
- Kesalahpahaman tentang Hukum Taurat: Beberapa orang merasa bahwa persepuluhan tidak lagi relevan dalam konteks kasih karunia Perjanjian Baru.
- Kekhawatiran tentang Pengelolaan Dana Gereja: Ada kekhawatiran bahwa dana persepuluhan mungkin tidak dikelola dengan baik.
Mengatasi tantangan ini membutuhkan pemahaman yang benar tentang persepuluhan sebagai tindakan iman, bukan hanya kewajiban.
6. Prinsip Memberi dalam Perjanjian Baru
Perjanjian Baru mengajarkan prinsip-prinsip memberi yang melampaui persepuluhan:
- Memberi dengan Kerelaan: 2 Korintus 9:7 menekankan bahwa memberi harus dilakukan dengan sukacita, bukan karena paksaan.
- Memberi dengan Kasih: 1 Korintus 13:3 menunjukkan bahwa pemberian tanpa kasih tidak bernilai di hadapan Allah.
- Memberi dengan Proporsional: 1 Korintus 16:2 mengajarkan bahwa pemberian harus sesuai dengan kemampuan masing-masing orang.
Kesimpulan: Persepuluhan sebagai Tindakan Iman dan Kasih
Persepuluhan adalah lebih dari sekadar kewajiban finansial; itu adalah tindakan iman, syukur, dan penyembahan kepada Allah. Dalam Alkitab, persepuluhan mencerminkan pengakuan atas kedaulatan Allah, dukungan terhadap pelayanan-Nya, dan kasih kepada sesama. Meskipun dalam Perjanjian Baru persepuluhan tidak diperintahkan secara eksplisit, prinsip memberi dengan murah hati tetap relevan.
Orang Kristen masa kini diajak untuk memberi dengan sukacita, mempercayai Allah sebagai sumber segala berkat, dan berpartisipasi dalam pekerjaan Kerajaan Allah melalui dukungan finansial mereka.