1 Korintus 14:18-19: Mengucap Syukur atas Karunia Bahasa Lidah
Pendahuluan:
Karunia bahasa lidah (atau glossolalia) sering menjadi subjek diskusi dalam kehidupan gereja, baik di masa Rasul Paulus maupun dalam konteks gereja modern. Dalam 1 Korintus 14:18-19, Paulus mengucap syukur atas karunia ini yang membangun dirinya secara pribadi. Namun, ia menekankan bahwa dalam konteks jemaat, komunikasi yang jelas dan membangun jauh lebih penting daripada penggunaan bahasa lidah yang tidak dimengerti orang lain.
Artikel ini akan membahas secara mendalam 1 Korintus 14:18-19, dengan mempertimbangkan konteks historis dan teologis, serta pandangan dari teolog Reformed mengenai penggunaan karunia bahasa lidah dan prinsip pelayanan dalam gereja.
A. Konteks 1 Korintus 14:18-19
1. Surat kepada Jemaat di Korintus
1 Korintus adalah surat yang ditulis oleh Paulus untuk menanggapi masalah-masalah di jemaat Korintus, termasuk perselisihan, penyalahgunaan karunia rohani, dan kurangnya kedewasaan rohani. Pasal 14 khususnya berfokus pada penggunaan karunia rohani dalam ibadah jemaat, dengan penekanan pada keteraturan, kejelasan, dan pembangunan tubuh Kristus.
2. Bahasa Lidah dalam Jemaat Korintus
Karunia bahasa lidah adalah kemampuan berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti secara alami, yang sering dianggap sebagai tanda hubungan rohani yang mendalam dengan Allah. Namun, di jemaat Korintus, karunia ini sering disalahgunakan untuk menunjukkan superioritas rohani, sehingga menimbulkan kebingungan dan perpecahan.
B. Uraian Ayat 1 Korintus 14:18-19
1. "Aku bersyukur kepada Allah bahwa aku berbicara dalam bahasa-bahasa lidah lebih dari kamu semuanya" (1 Korintus 14:18)
Paulus mengakui bahwa ia memiliki karunia bahasa lidah dan mengucap syukur atas karunia itu. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Paulus tidak menolak atau meremehkan karunia ini. Sebaliknya, ia menghargainya sebagai sarana untuk membangun hubungan pribadi dengan Allah.
John Calvin menekankan bahwa bahasa lidah adalah ekspresi dari hubungan pribadi dengan Allah. Dalam komentarnya, Calvin menulis, "Bahasa lidah adalah karunia yang diberikan untuk membangun iman pribadi, tetapi karunia ini tidak boleh menjadi alat kesombongan atau kekacauan dalam jemaat."
2. "Namun, dalam jemaat, aku lebih baik berbicara lima kata dengan pikiranku..." (1 Korintus 14:19)
Paulus membandingkan manfaat berbicara dalam bahasa yang dimengerti dengan penggunaan bahasa lidah dalam konteks jemaat. Lima kata yang jelas dan dapat dimengerti lebih bermanfaat daripada sepuluh ribu kata dalam bahasa lidah. Ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang efektif untuk mengajar dan membangun jemaat.
R.C. Sproul menggarisbawahi pentingnya kejelasan dalam pengajaran Firman Tuhan. Ia berkata, "Gereja adalah tempat di mana kebenaran Allah harus dinyatakan dengan cara yang dapat dimengerti dan diaplikasikan. Tanpa kejelasan, tidak ada pembangunan rohani."
3. "Supaya aku juga dapat mengajar orang lain"
Tujuan utama dari komunikasi dalam jemaat adalah membangun orang lain. Paulus menegaskan bahwa karunia rohani harus digunakan untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepuasan pribadi atau pameran rohani.
Jonathan Edwards menekankan bahwa tujuan karunia rohani adalah memuliakan Allah dan membangun tubuh Kristus. "Karunia yang tidak menghasilkan kasih dan pembangunan rohani adalah karunia yang disalahgunakan," tulisnya.
C. Prinsip Teologi Reformed dalam Penggunaan Karunia Bahasa Lidah
1. Karunia sebagai Anugerah
Teologi Reformed menekankan bahwa semua karunia rohani, termasuk bahasa lidah, adalah anugerah dari Allah yang diberikan untuk membangun gereja-Nya. Karunia ini bukan tanda keunggulan rohani seseorang, tetapi alat untuk melayani tubuh Kristus.
John Calvin dalam komentarnya tentang 1 Korintus 14 menulis, "Karunia rohani bukanlah untuk kebanggaan pribadi, tetapi untuk pelayanan kepada orang lain dan kemuliaan Allah."
2. Keteraturan dalam Ibadah
Paulus menekankan keteraturan dalam penggunaan karunia rohani (1 Korintus 14:33, 40). Dalam konteks ibadah, karunia bahasa lidah harus digunakan dengan bijaksana, sehingga tidak menimbulkan kekacauan atau kebingungan.
R.C. Sproul menegaskan bahwa ibadah yang teratur mencerminkan karakter Allah yang tertib. "Ketika ibadah mencerminkan keteraturan, kita menunjukkan penghormatan kepada Allah yang adalah Tuhan dari segala keteraturan," katanya.
3. Kejelasan dan Pemahaman
Dalam teologi Reformed, penyampaian Firman Tuhan yang jelas dan dapat dimengerti adalah prioritas utama dalam ibadah. Bahasa lidah yang tidak dimengerti hanya bermanfaat secara pribadi, tetapi tidak membangun jemaat.
Martin Luther menekankan pentingnya komunikasi yang jelas dalam ibadah. "Jika Firman Tuhan tidak dimengerti, bagaimana jemaat dapat dibangun?" tanyanya dalam salah satu khotbahnya.
D. Pendapat Pakar Teologi Reformed Mengenai 1 Korintus 14:18-19: Paulus Bersyukur atas Karunia Bahasa Roh untuk Edifikasi Pribadi
Dalam tradisi teologi Reformed, ayat ini sering menjadi dasar untuk memahami bagaimana karunia rohani harus digunakan dengan bijaksana dalam rangka membangun tubuh Kristus. Berikut adalah pandangan dari beberapa pakar teologi Reformed mengenai teks ini.
1. John Calvin: Penggunaan Karunia Harus Sesuai dengan Kasih dan Akal Budi
John Calvin menyoroti bahwa pernyataan Paulus di 1 Korintus 14:18-19 adalah pengingat bahwa semua karunia rohani, termasuk bahasa roh, harus digunakan untuk membangun jemaat, bukan untuk kepuasan pribadi. Calvin mencatat bahwa meskipun Paulus mengakui pentingnya bahasa roh untuk edifikasi pribadi, ia menekankan bahwa penggunaan karunia ini dalam ibadah publik harus disertai dengan penafsiran agar dapat dimengerti oleh semua orang.
Calvin juga mengkritik penggunaan bahasa roh yang tidak teratur dan tidak disertai dengan penafsiran di jemaat Korintus. Baginya, hal ini menunjukkan sikap egois dan tidak mengindahkan prinsip kasih yang menjadi dasar pelayanan Kristen. Calvin menegaskan bahwa ibadah Kristen harus melibatkan akal budi, sehingga semua orang dapat memahami dan mendapatkan manfaat rohani dari apa yang disampaikan.
2. R.C. Sproul: Bahasa Roh dalam Konteks Edifikasi Pribadi dan Jemaat
R.C. Sproul menyoroti bahwa Paulus tidak menolak penggunaan bahasa roh, tetapi ia mengatur penggunaannya dalam konteks ibadah publik. Sproul mencatat bahwa bahasa roh adalah karunia yang diberikan oleh Roh Kudus untuk membangun iman seseorang, tetapi penggunaannya dalam pertemuan jemaat harus memperhatikan kebutuhan komunitas.
Sproul menekankan bahwa 1 Korintus 14:18-19 mengajarkan prinsip bahwa ibadah Kristen harus dapat dipahami oleh semua orang yang hadir. Ketika Paulus berkata bahwa ia lebih suka berkata lima kata yang dimengerti daripada sepuluh ribu kata dalam bahasa roh, ia menunjukkan bahwa edifikasi bersama lebih penting daripada pengalaman pribadi dalam konteks pertemuan jemaat. Bagi Sproul, ini adalah pelajaran penting tentang bagaimana karunia rohani harus digunakan untuk membangun tubuh Kristus, bukan untuk menunjukkan spiritualitas pribadi.
3. Herman Bavinck: Keteraturan dan Kasih dalam Ibadah Publik
Herman Bavinck melihat 1 Korintus 14:18-19 sebagai bagian dari pengajaran Paulus tentang pentingnya keteraturan dan kasih dalam ibadah publik. Bavinck mencatat bahwa bahasa roh, meskipun memiliki nilai untuk edifikasi pribadi, tidak boleh digunakan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap jemaat. Dalam pandangan Bavinck, penggunaan bahasa roh tanpa penafsiran menciptakan kebingungan dan tidak membangun tubuh Kristus.
Bavinck juga menekankan bahwa bahasa roh harus dilihat dalam konteks misi Allah untuk membangun gereja. Ketika Paulus berkata bahwa ia lebih suka berkata lima kata dengan akal budi, ia menunjukkan bahwa tujuan utama dari karunia rohani adalah membangun jemaat dalam iman dan pengertian. Ini adalah pelajaran penting bagi umat percaya untuk menggunakan karunia mereka dengan cara yang memuliakan Allah dan menguntungkan orang lain.
4. Charles Hodge: Penggunaan Karunia untuk Edifikasi Bersama
Charles Hodge menekankan bahwa ayat ini menunjukkan sikap Paulus yang sangat menghargai penggunaan akal budi dalam ibadah. Hodge mencatat bahwa bahasa roh, meskipun berharga untuk edifikasi pribadi, tidak memiliki nilai dalam konteks publik kecuali jika dapat dimengerti oleh jemaat.
Hodge juga mencatat bahwa sikap Paulus terhadap bahasa roh mencerminkan prinsip penting tentang penggunaan karunia rohani: bahwa semua karunia diberikan untuk kebaikan bersama. Ketika Paulus berkata bahwa ia lebih suka berkata lima kata yang dimengerti, ia menegaskan bahwa ibadah harus bersifat membangun bagi seluruh jemaat, bukan hanya untuk kepuasan individu.
5. Michael Horton: Bahasa Roh dalam Narasi Penebusan
Michael Horton memandang bahasa roh sebagai bagian dari karunia-karunia rohani yang diberikan oleh Roh Kudus untuk membangun tubuh Kristus. Horton mencatat bahwa 1 Korintus 14:18-19 menunjukkan bagaimana bahasa roh harus digunakan dalam cara yang selaras dengan tujuan Allah untuk gereja.
Horton menyoroti bahwa penggunaan bahasa roh tanpa penafsiran dalam ibadah publik melanggar prinsip keteraturan dan kasih yang diajarkan oleh Paulus. Horton juga mencatat bahwa ayat ini mengajarkan bahwa ibadah Kristen harus mencerminkan karakter Allah yang teratur dan penuh kasih, di mana semua karunia digunakan untuk membangun jemaat dalam iman dan pengertian.
6. Sinclair Ferguson: Bahasa Roh dan Akal Budi dalam Ibadah
Sinclair Ferguson menyoroti bahwa Paulus dalam ayat ini menegaskan pentingnya akal budi dalam ibadah. Ferguson mencatat bahwa bahasa roh yang tidak dapat dimengerti oleh jemaat tidak memberikan manfaat bagi mereka yang mendengarnya, sehingga tidak memenuhi tujuan utama ibadah Kristen, yaitu membangun tubuh Kristus.
Ferguson juga mencatat bahwa ayat ini mengajarkan prinsip penting tentang kasih dan pengorbanan dalam penggunaan karunia rohani. Meskipun bahasa roh dapat memberikan edifikasi pribadi, Paulus menunjukkan bahwa ia rela mengesampingkan penggunaan karunia ini dalam ibadah publik demi membangun jemaat. Dalam pandangan Ferguson, ini adalah contoh bagaimana kasih harus menjadi dasar dari semua pelayanan Kristen.
7. Tim Keller: Bahasa Roh dan Prioritas dalam Ibadah Publik
Tim Keller menekankan bahwa ayat ini mengajarkan tentang pentingnya prioritas dalam ibadah publik. Keller mencatat bahwa Paulus tidak menolak bahasa roh, tetapi ia menunjukkan bahwa ada karunia yang lebih berguna dalam konteks ibadah bersama, seperti nubuat dan pengajaran.
Keller juga mencatat bahwa sikap Paulus menunjukkan pentingnya kerendahan hati dalam menggunakan karunia rohani. Paulus, meskipun memiliki karunia bahasa roh yang luar biasa, lebih memilih untuk menggunakan karunia-karunia yang dapat membangun jemaat secara kolektif. Dalam pandangan Keller, ini adalah pelajaran penting bagi umat percaya untuk menggunakan karunia mereka dengan tujuan membangun tubuh Kristus, bukan untuk memperlihatkan kehebatan rohani pribadi.
Kesimpulan
1 Korintus 14:18-19 memberikan pengajaran penting tentang bagaimana karunia rohani, khususnya bahasa roh, harus digunakan dalam konteks ibadah. Para teolog Reformed sepakat bahwa ayat ini menunjukkan prinsip-prinsip penting tentang kasih, keteraturan, dan edifikasi dalam pelayanan Kristen.
John Calvin menekankan pentingnya akal budi dan kasih dalam menggunakan karunia, sementara R.C. Sproul melihat bahwa bahasa roh harus diarahkan untuk membangun jemaat. Herman Bavinck menyoroti pentingnya keteraturan dalam ibadah publik, dan Charles Hodge menunjukkan bahwa semua karunia harus digunakan untuk kebaikan bersama. Michael Horton menempatkan bahasa roh dalam narasi penebusan Allah, Sinclair Ferguson menekankan pentingnya akal budi dalam ibadah, dan Tim Keller menyoroti prioritas dalam penggunaan karunia di konteks publik.
Sebagai umat percaya, kita diajarkan untuk menggunakan karunia rohani dengan bijaksana, dalam kasih, dan dengan tujuan membangun tubuh Kristus. Berdoalah agar Roh Kudus memimpin kita untuk menggunakan setiap karunia yang diberikan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, sehingga Allah dimuliakan dan jemaat-Nya dikuatkan.