Dorongan untuk Tetap Beriman
Pendahuluan:
Iman adalah inti dari kehidupan Kristen. Dalam Alkitab, iman sering disebut sebagai sarana yang menghubungkan manusia dengan anugerah Allah (Efesus 2:8-9). Bagi para pakar teologi Reformed, iman bukan sekadar kepercayaan intelektual, tetapi juga respons penuh kasih dan penyerahan kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Artikel ini akan membahas bagaimana beberapa pakar teologi Reformed memahami dan mengajarkan dorongan untuk beriman, berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab dan doktrin Reformed.
1. Iman sebagai Anugerah Allah
Salah satu pandangan utama dalam teologi Reformed adalah bahwa iman adalah pemberian Allah, bukan hasil usaha manusia. Yohanes Calvin, salah satu tokoh utama Reformasi, menegaskan bahwa iman lahir dari karya Roh Kudus dalam hati manusia. Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menulis, "Iman adalah pekerjaan Roh Kudus yang membangkitkan hati kita untuk mengenal dan menerima anugerah Allah yang dinyatakan di dalam Kristus."
Pandangan ini menegaskan bahwa dorongan untuk beriman dimulai dari Allah sendiri. Ketika manusia berdosa tidak mampu mencari Allah, Roh Kudus bekerja untuk menginsafkan, membimbing, dan menarik mereka kepada Kristus (Yohanes 6:44). Hal ini memberikan penghiburan bagi orang percaya bahwa iman mereka bukanlah hasil dari kekuatan pribadi, melainkan karya kasih Allah yang memelihara mereka hingga akhir.
2. Iman yang Berakar pada Firman Allah
Martin Luther, meskipun bukan tokoh Reformed secara spesifik, memberikan pengaruh besar dalam pemahaman iman. Baginya, iman yang sejati harus berakar pada Firman Allah. Teologi Reformed menggemakan prinsip ini, dengan menekankan bahwa iman bertumbuh melalui pendengaran dan pemahaman Firman Tuhan (Roma 10:17).
Pakar Reformed seperti Herman Bavinck menegaskan bahwa iman bukanlah sekadar perasaan subjektif, melainkan respons rasional terhadap kebenaran yang diwahyukan oleh Allah. Ia menyatakan bahwa "iman Kristen adalah pengakuan akan kebenaran yang Allah nyatakan di dalam Yesus Kristus." Dengan demikian, membaca, merenungkan, dan memahami Firman Allah menjadi dorongan utama untuk memperkuat iman seseorang.
Prinsip ini juga tercermin dalam pengajaran para Puritan, yang menekankan pentingnya pengajaran Alkitab yang mendalam dalam kehidupan gereja dan keluarga. Thomas Watson, seorang Puritan terkenal, menulis bahwa "Alkitab adalah surat cinta Allah kepada manusia, dan iman adalah tangan yang membukanya untuk menikmati isinya."
3. Iman yang Memercayai Janji Allah
Teologi Reformed juga mengajarkan bahwa iman adalah kepercayaan penuh pada janji-janji Allah. Dalam Kitab Suci, iman sering digambarkan sebagai keyakinan akan hal-hal yang belum terlihat (Ibrani 11:1). John Owen, salah satu teolog Reformed terkenal, menulis bahwa iman membawa orang percaya untuk "berpegang pada janji-janji Allah meskipun segala sesuatu di dunia ini tampak bertentangan dengannya."
Keyakinan ini memberikan dorongan luar biasa bagi iman. Ketika menghadapi penderitaan, kekecewaan, atau ketidakpastian, orang percaya diingatkan untuk mengarahkan pandangan mereka kepada Allah yang setia. Kesetiaan Allah dalam menggenapi janji-Nya, seperti yang dinyatakan dalam karya keselamatan melalui Yesus Kristus, adalah sumber kekuatan dan penghiburan yang besar.
Charles Haddon Spurgeon, seorang pengkhotbah Reformed terkenal, menggambarkan iman sebagai "tangan yang menggenggam janji Allah." Dalam salah satu khotbahnya, ia berkata, "Ketika kita tidak dapat melihat jalan di depan, iman memandang kepada Kristus dan menemukan damai dalam jaminan kasih-Nya."
4. Iman yang Aktif dalam Kasih
Iman sejati, menurut teologi Reformed, tidak pernah statis. John Calvin menggambarkan iman sebagai "akar yang menghasilkan buah ketaatan." Pandangan ini menunjukkan bahwa iman yang benar selalu diwujudkan dalam tindakan kasih dan ketaatan kepada Allah.
Jonathan Edwards, salah satu teolog Reformed Amerika, menekankan hubungan antara iman dan kasih. Ia menulis bahwa "iman adalah sarana di mana kasih Allah ditanamkan dalam hati kita, sehingga memampukan kita untuk mengasihi Allah dan sesama." Edwards menekankan bahwa kasih yang sejati hanya mungkin terjadi ketika seseorang memiliki iman yang hidup dalam Kristus.
Iman yang aktif ini juga terlihat dalam pelayanan kepada sesama. Abraham Kuyper, seorang teolog dan pemimpin Reformed dari Belanda, menekankan pentingnya iman dalam memengaruhi setiap aspek kehidupan, termasuk pekerjaan, politik, dan seni. Kuyper menulis bahwa "tidak ada satu inci pun dalam seluruh ciptaan Allah yang tidak dikuasai oleh Kristus." Dengan demikian, iman yang sejati mendorong orang percaya untuk menjadi saksi Kristus di dunia.
5. Dorongan Melalui Komunitas Iman
Dalam teologi Reformed, gereja lokal adalah alat yang penting untuk memperkuat iman. Gereja bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga komunitas di mana orang percaya saling menguatkan dalam perjalanan iman mereka. Dietrich Bonhoeffer, meskipun lebih dikenal di luar lingkup Reformed, menyoroti pentingnya persekutuan Kristen dalam bukunya Life Together. Ia menulis bahwa "iman seorang individu diperkuat melalui kesaksian iman orang lain."
Teologi Reformed menekankan pentingnya pengajaran yang sehat, sakramen yang benar, dan disiplin gerejawi dalam membangun iman. Sakramen seperti baptisan dan perjamuan kudus dianggap sebagai sarana anugerah yang memperkuat iman melalui tanda-tanda lahiriah yang mengingatkan orang percaya akan karya penyelamatan Kristus.
John Knox, seorang pemimpin Reformasi di Skotlandia, menekankan pentingnya pengajaran Firman dalam komunitas gereja. Ia percaya bahwa iman orang percaya akan bertumbuh melalui khotbah yang alkitabiah dan persekutuan yang saling membangun. Oleh karena itu, gereja lokal menjadi tempat di mana orang percaya menerima dorongan yang terus-menerus untuk memperkuat iman mereka.
6. Tantangan dan Penghiburan dalam Iman
Iman tidak selalu mudah. Banyak orang percaya menghadapi tantangan, keraguan, dan pergumulan dalam perjalanan iman mereka. Namun, teologi Reformed mengajarkan bahwa Allah menggunakan tantangan ini untuk memurnikan dan memperkuat iman kita.
Herman Bavinck menulis bahwa "iman diuji dalam api pencobaan, seperti emas yang dimurnikan dalam api." Pandangan ini mengajarkan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan orang percaya dalam pergumulan mereka, tetapi selalu bekerja untuk kebaikan mereka (Roma 8:28). Melalui penderitaan dan ujian, iman diperkuat dan orang percaya dipimpin untuk lebih bergantung kepada Allah.
Pakar Reformed seperti J.I. Packer juga menekankan pentingnya penghiburan dalam iman. Dalam bukunya Knowing God, Packer menulis bahwa pengenalan akan Allah yang sejati memberikan kekuatan dan ketenangan dalam menghadapi tantangan hidup. Ia berkata, "Ketika kita mengenal Allah, kita memiliki iman yang tidak tergoyahkan dalam kebaikan dan kesetiaan-Nya."
Kesimpulan: Dorongan untuk Tetap Beriman
Iman adalah respons manusia terhadap karya Allah yang ajaib dalam Yesus Kristus. Bagi para pakar teologi Reformed, iman adalah anugerah, berakar pada Firman Allah, berpegang pada janji-Nya, aktif dalam kasih, dikuatkan oleh komunitas iman, dan dimurnikan melalui tantangan.
Dorongan untuk beriman datang dari pengertian bahwa Allah adalah sumber iman dan bahwa iman kita dimampukan oleh Roh Kudus. Dalam perjalanan iman kita, kita diundang untuk terus mencari wajah Allah melalui doa, pembacaan Firman, dan persekutuan dengan orang percaya lainnya. Sebagaimana ditulis dalam Ibrani 12:2, kita diajak untuk "melihat kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita kepada kesempurnaan."
Berdoalah agar Roh Kudus terus membimbing dan memperkuat iman Anda. Dalam segala pergumulan dan tantangan, ingatlah bahwa Allah setia dan janji-Nya tidak pernah gagal. Kiranya iman Anda menjadi sumber penghiburan, kekuatan, dan sukacita dalam perjalanan hidup ini. Soli Deo Gloria!
Catatan: Artikel ini menggambarkan pemahaman iman dalam kerangka teologi Reformed berdasarkan prinsip-prinsip Alkitab dan pandangan beberapa pakar teologi. Semoga artikel ini menjadi berkat bagi Anda untuk bertumbuh dalam iman.