Jangan Meremehkan Didikan Tuhan (Ibrani 12:5-6)

Berikut adalah teks Ibrani 12:5-6 (AYT): "Dan kamu sudah melupakan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak, 'Anakku, janganlah meremehkan didikan Tuhan, dan jangan putus asa ketika engkau ditegur oleh-Nya, karena Tuhan mendidik orang yang dikasihi-Nya, dan menghajar setiap anak yang diterima-Nya.'"

Pengantar:

Ibrani 12:5-6 adalah ayat yang berbicara tentang didikan Allah sebagai Bapa yang penuh kasih kepada anak-anak-Nya. Dalam bagian ini, penulis Surat Ibrani mengingatkan pembacanya untuk tidak meremehkan disiplin Allah atau menjadi putus asa ketika menerima teguran dari-Nya. Artikel ini akan mengeksplorasi makna ayat ini, konteksnya, serta bagaimana para pakar teologi memahami pentingnya disiplin ilahi bagi kehidupan orang percaya.

Berikut adalah teks Ibrani 12:5-6 (AYT):"Dan kamu sudah melupakan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak, 'Anakku, janganlah meremehkan didikan Tuhan, dan jangan putus asa ketika engkau ditegur oleh-Nya, karena Tuhan mendidik orang yang dikasihi-Nya, dan menghajar setiap anak yang diterima-Nya.'"

Ayat ini mengutip Amsal 3:11-12, sebuah pengajaran hikmat yang menjadi dasar untuk memahami hubungan Allah dengan umat-Nya. Sebagai Bapa yang mengasihi, Allah menggunakan disiplin untuk mengajar, memperbaiki, dan menuntun anak-anak-Nya ke dalam kebenaran.

A. Analisis Ibrani 12:5-6

1. “Janganlah Meremehkan Didikan Tuhan”

Frasa ini mengingatkan pembaca untuk tidak mengabaikan disiplin Allah. Kata "didikan" (Yunani: paideia) mencakup pengajaran, pelatihan, dan koreksi. Disiplin Allah bukanlah hukuman yang menghancurkan, tetapi pelatihan yang bertujuan untuk membentuk orang percaya agar hidup dalam kebenaran.

Menurut John Owen, seorang teolog Puritan, disiplin Allah harus dipandang sebagai ekspresi kasih dan perhatian-Nya. Ketika seseorang meremehkan disiplin Allah, itu mencerminkan sikap hati yang tidak mau diajar dan cenderung memberontak terhadap kehendak-Nya.

2. “Jangan Putus Asa Ketika Ditegur oleh-Nya”

Teguran Allah (Yunani: elegchos) adalah bentuk koreksi langsung yang dirancang untuk menyadarkan orang percaya akan dosa atau kesalahan mereka. Teguran ini mungkin terasa menyakitkan, tetapi bertujuan untuk membawa pemulihan dan pertumbuhan.

Leon Morris mencatat bahwa teguran Allah harus diterima dengan kerendahan hati dan keyakinan bahwa Dia bertindak demi kebaikan kita. Putus asa dalam menghadapi teguran menunjukkan kurangnya pemahaman tentang maksud baik Allah dan kasih-Nya yang tak terbatas.

3. “Karena Tuhan Mendidik Orang yang Dikasihi-Nya”

Bagian ini menegaskan bahwa disiplin adalah tanda kasih Allah. Kasih Allah tidak hanya ditunjukkan melalui berkat dan pemeliharaan, tetapi juga melalui didikan yang membawa kita kembali ke jalan yang benar.

William Barclay menyoroti bahwa dalam tradisi Yahudi, kasih seorang ayah sering kali diukur dari kesediaannya untuk mendidik anak-anaknya. Allah sebagai Bapa yang sempurna mendisiplinkan umat-Nya bukan untuk menghukum, tetapi untuk menuntun mereka menuju kehidupan yang lebih baik.

4. “Dan Menghajar Setiap Anak yang Diterima-Nya”

Kata "menghajar" (Yunani: mastigoo) memiliki konotasi yang lebih keras, mengacu pada koreksi yang lebih intens. Namun, dalam konteks ini, penghajaran Allah adalah sarana kasih untuk membentuk karakter dan membawa pertobatan.

D.A. Carson menjelaskan bahwa penghajaran ini adalah bukti bahwa seseorang adalah anak Allah. Jika Allah tidak mendisiplinkan, itu akan menunjukkan bahwa seseorang tidak memiliki hubungan sejati dengan-Nya.

B. Makna Teologis Ibrani 12:5-6

1. Disiplin sebagai Bukti Kasih Allah

Ayat ini mengajarkan bahwa disiplin Allah adalah bukti kasih-Nya, bukan tanda kemarahan atau penolakan. Allah mendidik umat-Nya untuk membawa mereka lebih dekat kepada-Nya dan menjauhkan mereka dari dosa.

Charles Spurgeon menekankan bahwa Allah tidak akan membiarkan anak-anak-Nya terus hidup dalam dosa tanpa memberikan teguran. Disiplin Allah adalah cara-Nya untuk memastikan bahwa umat-Nya tetap berada dalam jalan kebenaran.

2. Hubungan Bapa dan Anak

Disiplin Allah menegaskan hubungan khusus antara Allah dan umat-Nya sebagai Bapa dan anak. Hubungan ini adalah dasar dari didikan ilahi. Allah tidak memperlakukan umat-Nya sebagai orang asing, tetapi sebagai anak-anak yang berharga bagi-Nya.

R.C. Sproul mencatat bahwa panggilan untuk menerima disiplin Allah dengan sukacita adalah bagian dari pengakuan kita sebagai anak-anak-Nya. Disiplin adalah tanda keintiman dan perhatian Allah terhadap kehidupan kita.

3. Tujuan Disiplin: Kekudusan dan Pertumbuhan

Tujuan utama disiplin Allah adalah kekudusan. Dalam ayat-ayat berikutnya (Ibrani 12:10), penulis menyatakan bahwa Allah mendidik kita untuk “mengambil bagian dalam kekudusan-Nya.” Disiplin adalah proses yang digunakan Allah untuk membentuk karakter dan memurnikan umat-Nya.

John Piper menyebut disiplin Allah sebagai "anugerah yang menyakitkan." Meskipun terasa sulit, disiplin membawa buah kebenaran dan kedewasaan rohani.

C. Pandangan Para Pakar tentang Ibrani 12:5-6

1. John Owen

Owen menekankan bahwa disiplin Allah adalah tindakan kasih yang tidak pernah bermaksud menghancurkan, tetapi untuk memperbaiki. Dia melihat disiplin sebagai sarana Allah untuk membentuk karakter dan menuntun umat-Nya ke dalam ketaatan.

2. William Barclay

Barclay mencatat bahwa disiplin dalam budaya Yahudi dan Yunani dipandang sebagai tanda kasih dan perhatian. Dia menyoroti bahwa Allah, sebagai Bapa, tidak membiarkan umat-Nya tetap dalam kesalahan, tetapi bekerja untuk memurnikan mereka.

3. D.A. Carson

Carson menyoroti bahwa disiplin Allah adalah bagian integral dari hubungan perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Dia menjelaskan bahwa disiplin adalah bukti bahwa seseorang benar-benar termasuk dalam keluarga Allah.

D. Pendapat Pakar Teologi Reformed Mengenai Ibrani 12:5-6: Jangan Meremehkan Didikan Tuhan

Bagian ini menekankan bahwa disiplin atau didikan Allah kepada umat-Nya tidak boleh dianggap enteng atau dihindari. Sebaliknya, itu harus diterima dengan pengertian bahwa didikan adalah tanda kasih dan hubungan keluarga yang intim antara Allah dan umat-Nya. Dalam tradisi teologi Reformed, ayat ini dipahami sebagai pengajaran tentang natur kasih Allah, proses pengudusan, dan bagaimana disiplin ilahi berfungsi untuk mendidik umat Allah dalam kebenaran. Berikut adalah pandangan dari beberapa pakar teologi Reformed mengenai Ibrani 12:5-6.

1. John Calvin: Disiplin sebagai Ekspresi Kasih Bapa

John Calvin menekankan bahwa disiplin Allah adalah bukti kasih-Nya kepada umat-Nya. Calvin mencatat bahwa didikan ilahi tidak boleh dianggap sebagai hukuman tanpa kasih, tetapi sebagai sarana yang digunakan Allah untuk membentuk karakter umat-Nya. Dalam pandangannya, disiplin adalah tanda bahwa Allah mengakui kita sebagai anak-anak-Nya.

Calvin juga memperingatkan umat percaya untuk tidak menganggap remeh atau meremehkan disiplin Allah. Ia menekankan bahwa reaksi yang benar terhadap disiplin adalah kesabaran dan ketundukan, karena disiplin itu bertujuan untuk membawa kita lebih dekat kepada Allah. Calvin melihat didikan ilahi sebagai bagian dari proses pengudusan, di mana Allah mengarahkan umat-Nya untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan.

2. R.C. Sproul: Didikan sebagai Bagian dari Hubungan Kovenan

R.C. Sproul menyoroti bahwa disiplin Allah adalah bagian dari hubungan kovenan antara Allah dan umat-Nya. Dalam pandangan Sproul, disiplin bukanlah tindakan penghukuman yang penuh murka, tetapi bagian dari kasih karunia Allah untuk membimbing umat-Nya kepada jalan yang benar.

Sproul mencatat bahwa disiplin sering kali menyakitkan, tetapi itu tidak pernah dimaksudkan untuk menghancurkan umat Allah. Sebaliknya, itu adalah sarana untuk membangun mereka dalam iman dan kebenaran. Ia menekankan bahwa umat percaya harus menerima disiplin dengan sikap rendah hati, mengetahui bahwa itu adalah tanda kasih Allah dan komitmen-Nya untuk menguduskan mereka.

3. Herman Bavinck: Disiplin sebagai Bagian dari Pengudusan

Herman Bavinck melihat disiplin Allah sebagai bagian integral dari proses pengudusan. Ia mencatat bahwa Allah menggunakan berbagai bentuk disiplin untuk mengajar, mengoreksi, dan memperbaiki umat-Nya, sehingga mereka dapat bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus.

Bavinck juga menekankan bahwa disiplin adalah bukti bahwa umat Allah adalah anak-anak-Nya yang sah. Ia mencatat bahwa Allah tidak mendisiplinkan mereka yang bukan milik-Nya. Dalam pandangannya, ini adalah penghiburan besar bagi umat percaya, karena itu menunjukkan bahwa Allah peduli terhadap mereka dan berkomitmen untuk membawa mereka kepada kesempurnaan dalam Kristus.

4. Charles Hodge: Disiplin sebagai Tanda Hubungan Anak dan Bapa

Charles Hodge menekankan bahwa disiplin Allah adalah tanda dari hubungan yang intim antara Allah dan umat-Nya sebagai Bapa dan anak. Ia mencatat bahwa seorang bapa yang penuh kasih tidak akan membiarkan anaknya berjalan dalam dosa atau kesalahan tanpa koreksi. Dengan cara yang sama, Allah mendisiplinkan umat-Nya untuk membawa mereka kepada kehidupan yang benar.

Hodge juga mencatat bahwa disiplin Allah tidak boleh dianggap sebagai tanda murka-Nya, tetapi sebagai bukti kasih-Nya. Ia menekankan bahwa reaksi yang benar terhadap disiplin adalah ketaatan dan rasa syukur, mengetahui bahwa Allah menggunakan disiplin untuk mendidik kita dalam kebenaran.

5. Michael Horton: Disiplin sebagai Bukti Kasih Allah

Michael Horton menekankan bahwa disiplin ilahi adalah bukti dari kasih Allah kepada umat-Nya. Ia mencatat bahwa dalam hubungan keluarga, seorang ayah yang baik akan mendisiplinkan anak-anaknya untuk membimbing mereka kepada kehidupan yang benar. Dengan cara yang sama, Allah menggunakan disiplin untuk membentuk karakter umat-Nya.

Horton juga mencatat bahwa disiplin sering kali terasa sulit, tetapi itu adalah bagian dari proses pengudusan. Ia menekankan bahwa umat percaya harus melihat disiplin sebagai anugerah, di mana Allah bekerja untuk membawa mereka kepada kedewasaan rohani dan keserupaan dengan Kristus.

6. Sinclair Ferguson: Disiplin dan Proses Pengudusan

Sinclair Ferguson menyoroti bahwa disiplin Allah adalah bagian dari proses pengudusan yang bertujuan untuk membentuk umat percaya menjadi serupa dengan Kristus. Ia mencatat bahwa didikan ilahi tidak boleh dianggap sebagai hukuman yang merusak, tetapi sebagai cara Allah untuk memperbaiki dan membangun umat-Nya.

Ferguson juga menekankan bahwa disiplin adalah tanda kasih Allah dan komitmen-Nya kepada umat-Nya. Ia mencatat bahwa umat percaya harus menerima disiplin dengan sikap rendah hati dan bersyukur, mengetahui bahwa Allah menggunakan disiplin untuk membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik dan lebih suci.

7. Tim Keller: Disiplin sebagai Sarana Transformasi Rohani

Tim Keller menekankan bahwa disiplin Allah adalah sarana untuk transformasi rohani. Ia mencatat bahwa Allah mendisiplinkan umat-Nya bukan karena Ia marah kepada mereka, tetapi karena Ia ingin mereka bertumbuh dalam iman dan ketaatan.

Keller juga mencatat bahwa disiplin adalah bukti dari kasih Allah dan hubungan-Nya yang intim dengan umat-Nya. Dalam pandangannya, umat percaya harus melihat disiplin sebagai kesempatan untuk bertumbuh dan berubah, mengetahui bahwa Allah bekerja untuk kebaikan mereka melalui setiap bentuk koreksi dan pengajaran.

Kesimpulan

Ibrani 12:5-6 memberikan pengajaran yang kuat tentang disiplin Allah. Sebagai Bapa yang mengasihi, Allah mendidik umat-Nya untuk membawa mereka lebih dekat kepada-Nya dan membentuk karakter mereka dalam kekudusan. Disiplin ini bukanlah hukuman yang menghancurkan, tetapi pelatihan yang penuh kasih untuk membawa pertumbuhan dan kemuliaan bagi Allah.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menerima disiplin Allah dengan kerendahan hati dan pengharapan. Melalui disiplin, kita belajar untuk hidup dalam kebenaran, mempercayai kasih Allah, dan bertumbuh dalam iman.

Next Post Previous Post