Yohanes 10:22-24: Pertanyaan Orang Yahudi
Pengantar:
Yohanes 10:22-24 mencatat percakapan penting antara Yesus dan orang-orang Yahudi di Bait Allah selama Perayaan Penahbisan. Perikop ini memuat pertanyaan langsung dari orang Yahudi tentang identitas Yesus sebagai Mesias. Pertanyaan mereka mencerminkan keraguan, keingintahuan, dan, dalam beberapa kasus, ketidakpercayaan terhadap Yesus. Artikel ini akan membahas perikop ini secara mendalam berdasarkan pandangan para pakar teologi, menjelaskan konteksnya, dan menggali implikasinya bagi kehidupan iman.
"Tidak lama kemudian tibalah hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem; ketika itu musim dingin. Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo. Maka orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya: 'Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jika Engkau adalah Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.'” (Yohanes 10:22-24)
A. Konteks Perayaan Penahbisan (Hanukkah)
Perikop ini terjadi selama Perayaan Penahbisan Bait Allah, atau dikenal sebagai Hanukkah. Hanukkah adalah perayaan Yahudi yang memperingati penyucian ulang Bait Allah pada tahun 164 SM, setelah dicemarkan oleh Antiokhus Epifanes. Perayaan ini menyoroti pemulihan identitas Yahudi dan kesetiaan Allah kepada umat-Nya.
Menurut D.A. Carson, latar belakang Hanukkah menambah dimensi teologis pada percakapan ini. Orang Yahudi, yang merayakan kemenangan dan pemulihan, mencari seorang pemimpin seperti Yudas Makabeus yang akan membebaskan mereka dari penindasan Romawi. Dalam konteks ini, pertanyaan mereka kepada Yesus memiliki nada politis dan mesianis: mereka ingin tahu apakah Yesus akan memenuhi harapan mereka sebagai pembebas nasional.
B. Analisis Ayat Yohanes 10:22-24
1. Perayaan Penahbisan dan Musim Dingin (Yohanes 10:22-23)
Yesus berada di Yerusalem selama Perayaan Penahbisan, yang berlangsung pada musim dingin. Dalam konteks geografis Palestina, musim dingin ditandai oleh suhu dingin dan angin yang kencang. Oleh karena itu, Yesus berjalan di Serambi Salomo, sebuah tempat tertutup yang melindungi dari cuaca.
Craig Keener mencatat bahwa Serambi Salomo adalah tempat berkumpulnya para pemimpin agama dan para pengajar. Keberadaan Yesus di sana menunjukkan bahwa Dia terlibat dalam percakapan teologis dengan otoritas agama Yahudi. Keener juga mencatat bahwa waktu dan tempat ini menyoroti simbolisme Yesus sebagai Bait Allah yang sejati, yang sedang berada di tengah-tengah umat-Nya.
2. Pertanyaan Orang Yahudi: "Apakah Engkau Mesias?" (Yohanes 10:24)
Orang Yahudi mendekati Yesus dengan sebuah pertanyaan langsung: “Jika Engkau adalah Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” Kata-kata mereka mencerminkan ketegangan yang telah berkembang sepanjang pelayanan Yesus. Pertanyaan ini menunjukkan kerinduan mereka akan jawaban yang pasti, tetapi juga mengungkapkan keraguan mereka terhadap Yesus.
F.F. Bruce mencatat bahwa frasa "berapa lama lagi Engkau membuat kami ragu?" (Yunani: eos pote ten psuchen hemon aireis) dapat diterjemahkan sebagai "berapa lama lagi Engkau membuat kami dalam ketidakpastian?" Hal ini menunjukkan frustrasi mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai jawaban tidak langsung dari Yesus. Namun, Bruce juga menekankan bahwa masalah utama bukanlah kurangnya kejelasan dari Yesus, tetapi kekerasan hati mereka yang menolak untuk menerima apa yang sudah jelas.
Leon Morris menambahkan bahwa pertanyaan ini tidak hanya didorong oleh rasa ingin tahu, tetapi juga oleh niat untuk menjebak Yesus. Orang-orang Yahudi tahu bahwa pengakuan Yesus sebagai Mesias dapat digunakan untuk menuduh-Nya melakukan penghujatan atau untuk memprovokasi pemerintah Romawi.
C. Identitas Yesus sebagai Mesias
1. Kejelasan dalam Pernyataan Yesus
Dalam konteks Injil Yohanes, Yesus telah berulang kali mengindikasikan identitas-Nya sebagai Mesias, meskipun Dia jarang menggunakan istilah itu secara eksplisit. Misalnya, dalam Yohanes 4:25-26, Yesus dengan jelas mengaku sebagai Mesias kepada perempuan Samaria. Namun, dalam dialog dengan pemimpin Yahudi, Dia lebih sering menggunakan metafora, seperti "Gembala yang Baik" (Yohanes 10:11) atau "Terang Dunia" (Yohanes 8:12).
Menurut Andreas Köstenberger, pendekatan ini disengaja. Yesus tidak ingin identitas Mesianik-Nya disalahartikan dalam pengertian politis. Orang Yahudi memiliki harapan akan Mesias sebagai pemimpin militer yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, sedangkan misi Yesus jauh lebih besar: membawa pembebasan rohani dan memperdamaikan manusia dengan Allah.
2. Penolakan Orang Yahudi
Pertanyaan mereka mencerminkan ketegangan yang mendalam antara pengajaran Yesus dan harapan mesianis mereka. George Beasley-Murray mencatat bahwa penolakan orang Yahudi terhadap Yesus bukan karena kurangnya bukti, tetapi karena pengharapan mereka yang keliru. Mereka tidak dapat menerima seorang Mesias yang berbicara tentang salib, kerendahan hati, dan kerajaan Allah yang tidak bersifat duniawi.
N.T. Wright juga menekankan bahwa pertanyaan mereka mencerminkan kebingungan teologis. Mereka menginginkan jawaban yang sesuai dengan agenda mereka, tetapi Yesus menantang mereka untuk melihat realitas kerajaan Allah yang lebih besar.
C. Implikasi Teologis dari Percakapan Ini
1. Ketegangan antara Iman dan Kekerasan Hati
Percakapan ini mengungkapkan salah satu tema utama dalam Injil Yohanes: respons manusia terhadap Yesus. Beberapa percaya kepada-Nya (Yohanes 10:42), tetapi banyak yang menolak Dia meskipun mereka telah menyaksikan pekerjaan-Nya. Hal ini menggarisbawahi pentingnya hati yang terbuka untuk menerima wahyu Allah.
John MacArthur menyatakan bahwa pertanyaan orang Yahudi mencerminkan sifat manusia yang sering kali menuntut bukti tambahan meskipun bukti yang ada sudah cukup. Kekerasan hati mereka menjadi penghalang untuk menerima kebenaran.
2. Yesus sebagai Mesias yang Sejati
Yesus adalah Mesias yang telah lama dinantikan, tetapi bukan dalam pengertian politis atau militer. Dia datang untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa dan memberikan hidup yang kekal. Percakapan ini mengajarkan kita untuk memahami misi Mesias dengan cara yang Allah maksudkan, bukan berdasarkan harapan manusia.
3. Kejelasan dalam Penyampaian Injil
Yesus tidak pernah kompromi dalam menyampaikan kebenaran. Meskipun banyak yang salah memahami Dia, Dia tetap konsisten dalam menyatakan identitas dan misi-Nya. Hal ini menjadi teladan bagi orang percaya dalam memberitakan Injil: fokus pada kebenaran Allah, bukan pada keinginan atau harapan manusia.
E. Pendapat Pakar Teologi Reformed Mengenai Yohanes 10:22-24: Pertanyaan Orang Yahudi
1. John Calvin: Ketidakpercayaan Orang Yahudi yang Keras Kepala
John Calvin menyoroti bahwa permintaan orang-orang Yahudi kepada Yesus untuk menyatakan diri-Nya sebagai Mesias adalah bukti dari kebutaan rohani mereka. Calvin mencatat bahwa Yesus telah memberikan cukup banyak bukti melalui mukjizat dan ajaran-Nya. Namun, orang-orang Yahudi tetap tidak percaya karena hati mereka telah dibutakan oleh dosa.
Calvin juga mencatat bahwa pertanyaan mereka bukanlah pertanyaan yang tulus, melainkan upaya untuk mencari alasan untuk menolak Yesus. Dalam pandangan Calvin, natur dosa manusia membuat manusia secara alami menolak terang Allah, bahkan ketika bukti tentang kebenaran-Nya sudah sangat jelas. Calvin menekankan bahwa hanya karya Roh Kudus yang dapat membuka hati manusia untuk menerima Kristus sebagai Mesias.
2. R.C. Sproul: Kekerasan Hati dan Penolakan Terhadap Terang
R.C. Sproul melihat Yohanes 10:22-24 sebagai contoh dari kekerasan hati manusia yang menolak terang Allah. Sproul mencatat bahwa permintaan orang Yahudi kepada Yesus untuk menyatakan diri-Nya sebagai Mesias sebenarnya tidak diperlukan, karena bukti tentang siapa diri-Nya telah dinyatakan dengan sangat jelas melalui mukjizat dan ajaran-Nya.
Sproul juga menekankan bahwa pertanyaan mereka mencerminkan kebencian mereka terhadap kebenaran. Meskipun mereka telah melihat karya-karya Yesus, mereka tetap menolak untuk percaya karena hati mereka dipenuhi dengan dosa. Dalam pandangannya, ini menunjukkan kebutuhan mutlak akan karya anugerah Allah yang membangkitkan iman dalam hati manusia.
3. Herman Bavinck: Ketidakpercayaan Meskipun Ada Penyataan Allah
Herman Bavinck menyoroti bahwa Yohanes 10:22-24 menunjukkan bagaimana manusia yang berdosa sering kali menolak untuk percaya kepada Allah meskipun penyataan-Nya sudah jelas. Bavinck mencatat bahwa Yesus telah memberikan banyak bukti tentang siapa diri-Nya melalui mukjizat-mukjizat-Nya, tetapi orang-orang Yahudi tetap meminta konfirmasi langsung.
Menurut Bavinck, ini adalah cerminan dari natur dosa manusia, yang tidak hanya merusak hubungan dengan Allah, tetapi juga membuat manusia tidak mampu mengenali kebenaran bahkan ketika kebenaran itu berada di depan mereka. Dalam pandangannya, ini menunjukkan pentingnya karya Roh Kudus yang menginsafkan manusia akan dosa dan membawa mereka kepada iman yang sejati.
4. Charles Hodge: Penolakan yang Mencari Alasan
Charles Hodge menekankan bahwa pertanyaan orang Yahudi kepada Yesus bukanlah pertanyaan yang tulus, melainkan cara untuk mencari alasan untuk menolak-Nya. Hodge mencatat bahwa mereka telah melihat bukti yang cukup melalui mukjizat dan ajaran Yesus, tetapi mereka tetap memilih untuk tidak percaya.
Hodge juga mencatat bahwa respons Yesus terhadap pertanyaan mereka menunjukkan kesabaran dan kedaulatan-Nya. Meskipun menghadapi penolakan yang keras, Yesus tetap melayani dan menyatakan kebenaran kepada mereka yang mau mendengar. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa iman adalah anugerah Allah, dan hanya melalui karya-Nya manusia dapat datang kepada Kristus.
5. Michael Horton: Kebutaan Rohani dalam Dosa
Michael Horton melihat Yohanes 10:22-24 sebagai gambaran kebutaan rohani yang disebabkan oleh dosa. Horton mencatat bahwa meskipun Yesus telah menunjukkan siapa diri-Nya melalui mukjizat dan ajaran-Nya, orang-orang Yahudi tetap meminta bukti tambahan karena mereka tidak mau menerima-Nya sebagai Mesias.
Horton juga menekankan bahwa pertanyaan mereka mencerminkan sikap hati yang keras, di mana mereka mencari alasan untuk menolak Yesus daripada mencari kebenaran. Dalam pandangannya, ini menunjukkan pentingnya anugerah Allah dalam membuka mata rohani manusia untuk melihat kebenaran Kristus.
6. Sinclair Ferguson: Respons terhadap Penyataan Kristus
Sinclair Ferguson menyoroti bahwa Yohanes 10:22-24 menunjukkan dua respons utama terhadap penyataan Kristus: iman dan ketidakpercayaan. Ferguson mencatat bahwa orang-orang Yahudi yang mengelilingi Yesus memiliki kesempatan untuk percaya kepada-Nya, tetapi mereka memilih untuk tidak percaya meskipun bukti tentang siapa diri-Nya telah diberikan melalui mukjizat-mukjizat-Nya.
Ferguson juga mencatat bahwa pertanyaan mereka mencerminkan natur dosa manusia yang selalu mencari alasan untuk menolak Allah. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa iman adalah karya Roh Kudus, yang membawa manusia dari kebutaan rohani kepada pengenalan akan Kristus sebagai Mesias.
7. Tim Keller: Penolakan yang Mengungkap Kondisi Hati
Tim Keller melihat Yohanes 10:22-24 sebagai gambaran tentang bagaimana penolakan terhadap Kristus mengungkapkan kondisi hati manusia. Keller mencatat bahwa permintaan orang Yahudi untuk konfirmasi langsung dari Yesus mencerminkan hati mereka yang keras dan tidak percaya, meskipun bukti tentang siapa diri-Nya telah diberikan melalui mukjizat dan ajaran-Nya.
Keller juga menekankan bahwa respons Yesus terhadap pertanyaan mereka menunjukkan kesabaran-Nya dalam menghadapi mereka yang menolak-Nya. Dalam pandangannya, ini adalah pengingat bahwa hanya melalui karya Allah yang membangkitkan iman, manusia dapat menerima Kristus sebagai Mesias.
Kesimpulan
Yohanes 10:22-24 mencatat percakapan penting yang menyoroti respons manusia terhadap Yesus sebagai Mesias. Pertanyaan orang Yahudi mencerminkan ketegangan antara keingintahuan dan kekerasan hati mereka, serta kesalahpahaman tentang misi Mesias. Para pakar teologi sepakat bahwa perikop ini mengajarkan pentingnya memahami Yesus dalam terang wahyu-Nya, membangun iman yang sejati, dan memberitakan kebenaran dengan konsistensi.
Melalui perikop ini, kita diundang untuk merenungkan apakah kita benar-benar mengenal Yesus sebagaimana Dia menyatakan diri-Nya, dan untuk memperbarui iman kita dalam terang kebenaran-Nya.