Buah Roh: Kelemahlembutan dalam Perspektif Teologi Reformed
Pendahuluan:
Dalam Galatia 5:22-23, Rasul Paulus menyebutkan sembilan aspek dari Buah Roh, salah satunya adalah kelemahlembutan:
"Tetapi buah Roh ialah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentangnya." (Galatia 5:22-23, AYT)
Kelemahlembutan (gentleness) sering kali dipahami sebagai sikap lemah atau tidak tegas, tetapi dalam perspektif Alkitab dan Teologi Reformed, kelemahlembutan adalah kekuatan yang dikendalikan oleh Roh Kudus. Ini bukan kelemahan, tetapi sikap rendah hati, kasih, dan kekuatan yang ditundukkan di bawah kehendak Allah.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, Charles Spurgeon, R.C. Sproul, dan John Piper memahami konsep kelemahlembutan sebagai buah Roh dalam kehidupan orang percaya. Kita juga akan melihat bagaimana karakter ini diaplikasikan dalam kehidupan Kristen sehari-hari serta dampaknya dalam pelayanan dan kesaksian Kristen.
1. Kelemahlembutan dalam Alkitab dan Teologi Reformed
1. Definisi Kelemahlembutan dalam Alkitab
Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan untuk "kelemahlembutan" adalah πραΰτης (prautes), yang berarti kelembutan yang lahir dari kekuatan yang terkendali. Ini adalah sikap rendah hati yang tidak mencari balas dendam, tetapi dengan sabar menanggung perlakuan buruk.
Yesus sendiri menggambarkan diri-Nya sebagai lemah lembut:“Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati, dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Matius 11:29, AYT)
Dengan demikian, kelemahlembutan bukanlah sikap pasif atau menyerah, tetapi kekuatan yang dikuasai oleh kasih dan anugerah Tuhan.
2. John Calvin: Kelemahlembutan sebagai Cermin dari Kasih Karunia Allah
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menekankan bahwa kelemahlembutan adalah ekspresi dari kasih karunia Allah dalam diri orang percaya. Menurut Calvin:
- Kelemahlembutan berasal dari hati yang tunduk kepada Allah.
- Orang yang lemah lembut tidak mencari pembalasan tetapi menyerahkan segalanya kepada kehendak Tuhan.
- Kelemahlembutan adalah tanda sejati dari seseorang yang mengalami transformasi oleh Roh Kudus.
Calvin menegaskan bahwa manusia secara alami penuh dengan kesombongan dan kemarahan. Namun, melalui pekerjaan Roh Kudus, hati yang keras dapat dilembutkan dan diubahkan untuk memancarkan kelemahlembutan seperti Kristus.
3. Jonathan Edwards: Kelemahlembutan sebagai Karakter Orang yang Bertobat
Jonathan Edwards, seorang teolog Puritan Reformed, dalam tulisannya Religious Affections menekankan bahwa kelemahlembutan adalah tanda dari iman yang sejati.
Menurut Edwards:
- Orang yang benar-benar bertobat akan menunjukkan kelemahlembutan dalam tutur kata, sikap, dan tindakan.
- Kelemahlembutan bukan hanya sekadar sikap luar, tetapi merupakan hasil dari hati yang telah diubahkan oleh Injil.
- Kehidupan Yesus adalah teladan utama kelemahlembutan yang harus diikuti oleh orang percaya.
Edwards menegaskan bahwa kelemahlembutan sejati bukanlah sekadar kelembutan emosional, tetapi merupakan ekspresi kasih dan ketundukan kepada Allah yang memancar ke dalam hubungan dengan sesama.
2. Kelemahlembutan dalam Kehidupan Kristen
1. Charles Spurgeon: Kelemahlembutan dalam Pelayanan
Charles Spurgeon, seorang pengkhotbah Reformed terkenal, melihat kelemahlembutan sebagai sikap yang sangat penting dalam pelayanan dan penggembalaan.
Ia berkata:"Kelemahlembutan bukanlah tanda kelemahan, tetapi tanda bahwa seseorang telah belajar dari Kristus yang lemah lembut dan rendah hati."
Menurut Spurgeon, dalam pelayanan Kristen, kelemahlembutan sangat penting karena:
- Menarik orang kepada Kristus. Pelayanan yang kasar atau arogan dapat menjauhkan orang dari Injil.
- Menghindari perpecahan dalam gereja. Banyak konflik dalam gereja dapat diselesaikan jika pemimpin dan jemaat memiliki kelemahlembutan.
- Menunjukkan kasih Allah dalam tindakan. Kelemahlembutan adalah ekspresi dari kasih yang sejati.
Spurgeon juga menekankan bahwa kelemahlembutan tidak berarti kompromi terhadap kebenaran. Sebaliknya, seorang Kristen harus berani membela iman, tetapi melakukannya dengan sikap yang rendah hati dan penuh kasih.
2. R.C. Sproul: Kelemahlembutan sebagai Wujud Ketundukan pada Tuhan
R.C. Sproul dalam bukunya The Holiness of God menjelaskan bahwa kelemahlembutan adalah hasil dari kesadaran akan kekudusan Allah.
Menurut Sproul, orang yang memahami kebesaran dan kekudusan Tuhan akan:
- Memiliki hati yang rendah hati dan tidak sombong.
- Menanggapi penghinaan dengan kasih, bukan dengan amarah.
- Menunjukkan kesabaran dalam menghadapi orang yang sulit.
Sproul menekankan bahwa kelemahlembutan bukanlah sifat alami manusia, tetapi merupakan hasil dari pekerjaan Roh Kudus dalam hidup orang percaya.
3. John Piper: Kelemahlembutan sebagai Sumber Kekuatan Rohani
John Piper dalam Desiring God menekankan bahwa kelemahlembutan bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru sumber kekuatan sejati dalam kehidupan Kristen.
Menurut Piper:
- Orang yang lemah lembut tidak mudah tersinggung karena mereka yakin dalam kasih Allah.
- Kelemahlembutan membawa damai sejahtera karena tidak berpusat pada ego, tetapi pada kemuliaan Tuhan.
- Sikap ini mencerminkan karakter Kristus dan menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia.
Piper juga menegaskan bahwa kelemahlembutan bukan berarti takut atau menghindari konfrontasi, tetapi merupakan cara bijak dalam menghadapi konflik dengan kasih dan kesabaran.
3. Menerapkan Kelemahlembutan dalam Hidup Sehari-hari
Sebagai orang percaya, bagaimana kita dapat mengembangkan kelemahlembutan dalam kehidupan kita?
1. Belajar dari Teladan Yesus
Yesus adalah teladan utama kelemahlembutan. Meskipun Ia memiliki segala kuasa, Ia memilih untuk melayani dengan kasih dan rendah hati.
Dalam Filipi 2:5-8, kita membaca bagaimana Yesus merendahkan diri-Nya demi keselamatan manusia.
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:5-8)
2. Mengendalikan Emosi dengan Kuasa Roh Kudus
Kelemahlembutan berarti memiliki kendali atas amarah dan respons emosional kita. Rasul Yakobus menulis:"Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, kemudian pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik." (Yakobus 3:17)
Dengan mengandalkan Roh Kudus, kita dapat menghindari respons yang kasar dan menggantikannya dengan sikap yang lembut dan penuh kasih.
Kesimpulan
Kelemahlembutan bukanlah kelemahan, tetapi merupakan kekuatan sejati yang dihasilkan oleh pekerjaan Roh Kudus dalam hidup orang percaya. Para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, Charles Spurgeon, R.C. Sproul, dan John Piper menegaskan bahwa kelemahlembutan adalah hasil dari iman yang sejati dan tanda pertumbuhan rohani yang mendalam.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk meneladani kelemahlembutan Kristus dalam kehidupan kita sehari-hari—dalam keluarga, gereja, pekerjaan, dan dalam menghadapi tantangan hidup. Dengan bersandar kepada Roh Kudus, kita dapat benar-benar memancarkan karakter Kristus dan menjadi terang bagi dunia.
Soli Deo Gloria!