Efesus 4:29: Kuasa Perkataan dalam Kehidupan Kristen

Efesus 4:29: Kuasa Perkataan dalam Kehidupan Kristen

Pendahuluan:

Perkataan memiliki kuasa yang besar dalam kehidupan manusia. Kata-kata bisa membangun atau menghancurkan, bisa memberkati atau melukai. Dalam Efesus 4:29, Rasul Paulus memberikan peringatan tegas mengenai cara orang percaya menggunakan perkataan mereka:

Efesus 4:29 (AYT):

“Jangan biarkan perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi hanya perkataan baik yang membangun orang yang membutuhkan sehingga perkataanmu itu memberi berkat bagi mereka yang mendengarnya.”

Ayat ini menekankan pentingnya penggunaan kata-kata yang membangun dan menolak perkataan yang merusak. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna mendalam Efesus 4:29, mengupas konteksnya, serta meninjau pandangan beberapa teolog Reformed tentang bagaimana orang percaya seharusnya menggunakan perkataan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

1. Eksposisi Mendalam Efesus 4:29

a. "Jangan biarkan perkataan kotor keluar dari mulutmu"

Paulus menggunakan kata Yunani sapros (σαπρός), yang berarti busuk, merusak, atau tidak berguna. Kata ini sering digunakan untuk menggambarkan buah atau ikan yang membusuk. Dengan kata lain, perkataan yang kotor itu seperti makanan busuk—tidak berguna, bahkan meracuni orang yang mendengarnya.

Menurut John Calvin, dalam Commentaries on the Epistle to the Ephesians, perkataan yang kotor mencakup perkataan yang penuh dosa, ejekan, gosip, fitnah, kebohongan, dan perkataan yang sia-sia. Calvin menulis:

“Perkataan kita harus diatur oleh kasih dan kebijaksanaan, sehingga kita tidak hanya menghindari perkataan yang jahat, tetapi juga menggunakan kata-kata yang membangun orang lain.”

Dengan kata lain, orang Kristen tidak hanya harus menghindari perkataan yang merusak, tetapi juga secara aktif memilih untuk berbicara dengan hikmat dan kasih.

b. "Tetapi hanya perkataan baik yang membangun orang yang membutuhkan"

Paulus menekankan bahwa perkataan yang keluar dari mulut kita harus memiliki tujuan yang membangun (oikodomē dalam bahasa Yunani, yang berarti "membangun seperti seorang tukang bangunan"). Ini menunjukkan bahwa kata-kata kita seharusnya memperkuat, mendukung, dan menguatkan iman orang lain.

Louis Berkhof, dalam Systematic Theology, menegaskan bahwa komunikasi Kristen harus bersifat membangun komunitas, bukan menghancurkannya. Berkhof menyatakan:

“Sebagai umat Tuhan, kita dipanggil untuk menjadi alat yang menyalurkan anugerah melalui perkataan kita. Kata-kata kita harus mencerminkan kasih dan kebenaran Allah.”

Dalam konteks jemaat, perkataan yang membangun bisa berupa kata-kata penghiburan, nasihat bijaksana, dan teguran dalam kasih (Kolose 4:6).

c. "Sehingga perkataanmu itu memberi berkat bagi mereka yang mendengarnya"

Frasa ini menunjukkan tujuan utama dari perkataan yang benar: memberikan berkat dan mengalirkan kasih karunia kepada orang lain.

Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah charis (χάρις), yang berarti kasih karunia atau anugerah. Ini berarti perkataan orang Kristen harus menjadi sarana kasih karunia Allah bagi orang lain.

Menurut R.C. Sproul, dalam The Holiness of God, perkataan orang Kristen bukan hanya sekadar ucapan biasa, tetapi memiliki dampak spiritual yang mendalam. Sproul menulis:

“Setiap perkataan yang kita ucapkan memiliki konsekuensi kekal. Kata-kata kita dapat membawa berkat atau kutukan, kehidupan atau kematian.”

Ini mengingatkan kita pada Amsal 18:21:

“Hidup dan mati dikuasai oleh lidah; siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.”

2. Makna Teologis Efesus 4:29

Efesus 4:29 merupakan bagian dari nasihat rasul Paulus mengenai kehidupan baru dalam Kristus. Dalam ayat ini, Paulus menekankan pentingnya menjaga perkataan agar sesuai dengan standar kekudusan yang dikehendaki Allah. Ayat ini tidak hanya berbicara tentang menghindari kata-kata kotor atau kasar, tetapi juga mengarahkan orang percaya untuk menggunakan perkataan yang membangun dan memberikan berkat bagi orang lain.

Berikut ini adalah makna teologis Efesus 4:29 menurut beberapa pakar teologi Reformed:

a. John Calvin: Perkataan sebagai Cermin Hati yang Diperbarui

John Calvin dalam tafsirannya terhadap Efesus 4:29 menekankan bahwa perkataan seseorang mencerminkan kondisi hatinya. Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menekankan bahwa orang yang telah diperbarui dalam Kristus akan memiliki perkataan yang berbeda dari orang duniawi.

Bagi Calvin, dosa mempengaruhi bukan hanya tindakan, tetapi juga perkataan. Oleh karena itu, setiap kata yang diucapkan harus menjadi bukti dari transformasi batiniah yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Jika seseorang masih terbiasa berkata kasar, menghina, atau tidak membangun, itu menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan pembaruan yang perlu terjadi dalam hatinya.

b. Herman Bavinck: Perkataan sebagai Alat untuk Membangun Tubuh Kristus

Herman Bavinck menyoroti dimensi komunitas dalam Efesus 4:29. Menurutnya, Paulus tidak hanya menekankan perkataan yang baik secara moral, tetapi perkataan yang memiliki efek membangun (edification) bagi sesama orang percaya.

Bavinck melihat bahwa kehidupan Kristen bukan hanya tentang kesalehan pribadi, tetapi juga bagaimana seseorang berkontribusi dalam membangun gereja sebagai tubuh Kristus. Perkataan yang membangun berarti perkataan yang menguatkan, menghibur, dan menuntun orang lain dalam iman. Oleh karena itu, setiap orang Kristen harus menggunakan kata-katanya sebagai alat untuk memperkokoh iman dan kebersamaan dalam gereja.

c. R.C. Sproul: Kuasa Perkataan dalam Kehidupan Kristen

R.C. Sproul dalam salah satu pengajarannya mengenai Efesus 4:29 menekankan kuasa dari perkataan. Menurutnya, perkataan memiliki dampak besar, baik untuk membangun atau menghancurkan. Ia mengingatkan bahwa dalam Alkitab, perkataan sering dikaitkan dengan kuasa besar, seperti firman Allah yang menciptakan dunia (Kejadian 1), serta kuasa Injil yang diwartakan melalui pemberitaan.

Sproul mengingatkan bahwa perkataan yang kotor atau tidak membangun bukan hanya sebatas dosa etika, tetapi juga mencerminkan ketidaktundukan seseorang kepada Allah. Oleh sebab itu, ia mendorong orang percaya untuk selalu menguji perkataan mereka: apakah kata-kata itu membawa kasih karunia atau justru merusak hubungan dan iman orang lain?

d. Martyn Lloyd-Jones: Menjaga Perkataan sebagai Tanda Hidup Baru

Martyn Lloyd-Jones dalam khotbahnya tentang Efesus 4 mengajarkan bahwa perubahan dalam perkataan adalah salah satu tanda paling nyata dari kehidupan baru dalam Kristus.

Menurutnya, orang yang belum ditebus cenderung berbicara dengan cara yang tidak memuliakan Allah—baik itu melalui gosip, fitnah, kebohongan, atau perkataan yang tidak pantas. Namun, seseorang yang telah diselamatkan akan mengalami perubahan dari dalam, yang tercermin dalam perkataannya.

Lloyd-Jones menekankan bahwa mengontrol perkataan bukan hanya tentang berbicara dengan sopan, tetapi tentang mengizinkan Roh Kudus mengendalikan hati dan pikiran. Oleh karena itu, orang percaya harus terus-menerus berusaha agar setiap kata yang keluar dari mulutnya mencerminkan kasih dan kebenaran Kristus.

Kesimpulan: 

Dari berbagai pandangan pakar teologi Reformed di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa prinsip utama dari Efesus 4:29:

  1. Perkataan mencerminkan hati yang diperbarui oleh Kristus (Calvin).
  2. Perkataan harus digunakan untuk membangun tubuh Kristus, bukan merusaknya (Bavinck).
  3. Perkataan memiliki kuasa besar, sehingga harus dipakai dengan bijaksana (Sproul).
  4. Perubahan dalam perkataan adalah bukti nyata dari hidup baru dalam Kristus (Lloyd-Jones).

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menggunakan setiap kata yang kita ucapkan dengan penuh tanggung jawab. Kata-kata kita bukan hanya menunjukkan siapa diri kita, tetapi juga bisa menjadi alat bagi Allah untuk memberkati orang lain dan membangun gereja-Nya.

Next Post Previous Post