Galatia 1:15-24: Injil dan Pelayanan Paulus dari Allah, Bukan dari Rasul Lain
Pendahuluan:
Salah satu tema utama dalam surat Paulus kepada jemaat di Galatia adalah otoritas Injil yang diberitakannya. Dalam Galatia 1:15-24, Paulus menegaskan bahwa Injil yang ia sampaikan tidak berasal dari manusia, termasuk para rasul di Yerusalem, melainkan langsung dari Allah. Bagian ini menjadi penting dalam pemahaman teologi Reformed karena menekankan doktrin panggilan ilahi, anugerah Allah dalam keselamatan, serta otoritas Firman Tuhan yang tidak bergantung pada tradisi manusia.
Melalui eksposisi ini, kita akan melihat bagaimana para teolog Reformed memahami teks ini dalam kaitannya dengan doktrin anugerah Allah, panggilan kerasulan Paulus, dan pentingnya pewahyuan langsung dalam memberitakan Injil.
Teks Galatia 1:15-24 (AYT) 15 Namun, ketika Allah, yang telah memisahkan aku sejak dalam kandungan ibuku dan telah memanggilku melalui anugerah-Nya, berkenan16 menyatakan Anak-Nya dalam aku supaya aku dapat memberitakan Dia di antara orang-orang bukan Yahudi, aku tidak segera meminta nasihat kepada seorang pun.17 Aku juga tidak pergi ke kota Yerusalem untuk bertemu dengan mereka yang sudah menjadi rasul sebelum aku, melainkan aku segera pergi ke wilayah Arab dan kembali lagi ke kota Damaskus.18 Tiga tahun kemudian, aku pergi ke kota Yerusalem untuk berkenalan dengan Kefas dan tinggal bersamanya selama lima belas hari.19 Akan tetapi, aku tidak melihat satu pun dari rasul-rasul lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan.20 Aku meyakinkan kamu di hadapan Allah bahwa apa yang aku tulis kepadamu ini bukan dusta.21 Sesudah itu, aku pergi ke wilayah Siria dan Kilikia.22 Aku belum dikenal secara pribadi oleh jemaat-jemaat dalam Kristus yang ada di wilayah Yudea.23 Mereka hanya sering mendengar, “Dia, yang dahulu menganiaya kita, sekarang memberitakan iman yang dahulu ia pernah coba hancurkan.”24 Mereka memuliakan Allah karena aku.1. Panggilan Ilahi dan Kedaulatan Allah dalam Pemilihan (Galatia 1:15-16a)
Paulus memulai dengan menegaskan bahwa panggilannya sebagai rasul berasal langsung dari Allah. Ia menyatakan bahwa Allah telah memilihnya “sejak dalam kandungan” dan memanggilnya “melalui anugerah-Nya.”
a. Doktrin Pemilihan dalam Teologi Reformed
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menyoroti bahwa panggilan Paulus mencerminkan doktrin unconditional election (pemilihan tanpa syarat). Allah memilih Paulus bukan karena perbuatan baiknya, tetapi semata-mata karena kehendak dan kasih karunia-Nya. Ini konsisten dengan Efesus 1:4-5, yang menegaskan bahwa Allah telah memilih umat-Nya sebelum dunia dijadikan.
R.C. Sproul dalam Chosen by God menekankan bahwa Paulus, yang dahulu adalah penganiaya gereja, adalah bukti nyata bahwa pemilihan Allah tidak berdasarkan jasa manusia. Paulus bukan hanya dipanggil untuk percaya kepada Kristus, tetapi juga ditugaskan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain.
b. Pewahyuan Langsung dari Kristus
Paulus menekankan bahwa Allah menyatakan Anak-Nya dalam dirinya (Galatia 1:16). Ini menunjukkan bahwa Injil yang ia beritakan bukan hasil pemikiran manusia, tetapi berasal dari pewahyuan langsung.
Martyn Lloyd-Jones dalam Great Doctrines of the Bible menjelaskan bahwa pewahyuan ini bukan hanya dalam bentuk informasi, tetapi merupakan transformasi radikal dalam hati dan pikiran Paulus. Kristus tidak hanya diwahyukan kepadanya, tetapi di dalam dirinya, sehingga hidupnya berubah total.
2. Paulus Tidak Bergantung pada Rasul Lain (Galatia 1:16b-20)
Setelah menerima pewahyuan Injil, Paulus menegaskan bahwa ia tidak “segera meminta nasihat kepada seorang pun” (ayat 16b). Bahkan, ia tidak langsung pergi ke Yerusalem untuk mencari konfirmasi dari para rasul, tetapi pergi ke Arab dan kembali ke Damaskus (Galatia 1:17).
a. Otoritas Injil yang Mandiri
John Stott dalam The Message of Galatians menjelaskan bahwa bagian ini merupakan argumen Paulus untuk menegaskan otoritas Injil yang ia beritakan. Jika ia mendapatkan Injil dari manusia, maka otoritasnya akan bergantung pada manusia. Namun, karena ia menerima langsung dari Kristus, maka otoritasnya bersumber dari Allah sendiri.
Ligon Duncan menambahkan bahwa bagian ini memperlihatkan pola pekerjaan Allah dalam memberikan otoritas kepada orang-orang yang dipilih-Nya. Seperti para nabi Perjanjian Lama yang menerima panggilan langsung dari Allah, demikian pula Paulus.
b. Keunikan Panggilan Paulus
Paulus memang pergi ke Yerusalem, tetapi itu baru terjadi tiga tahun kemudian (Galatia 1:18). Bahkan, ketika ia pergi ke Yerusalem, ia hanya bertemu dengan Kefas (Petrus) dan Yakobus, bukan semua rasul (Galatia 1:19). Ini menunjukkan bahwa panggilan dan pelayanan Paulus tidak bergantung pada persetujuan mereka.
Timothy Keller dalam Galatians for You menekankan bahwa fakta ini menunjukkan bahwa Injil yang Paulus beritakan bukanlah hasil dari ajaran komunitas Kristen awal, tetapi pewahyuan langsung dari Kristus.
3. Pelayanan Paulus: Dari Penganiaya Menjadi Pemberita Injil (Galatia 1:21-24)
Setelah bertemu dengan Kefas, Paulus pergi ke Siria dan Kilikia (ayat 21). Menariknya, gereja-gereja di Yudea belum mengenalnya secara langsung, tetapi mereka mendengar tentang pertobatannya (Galatia 1:22-23).
a. Bukti Anugerah Allah dalam Hidup Paulus
Paulus sebelumnya dikenal sebagai penganiaya jemaat (Kisah Para Rasul 8:3). Namun, setelah bertobat, ia menjadi pengkhotbah Injil. Perubahan ini begitu radikal sehingga jemaat di Yudea memuliakan Allah karena dia (Galatia 1:24).
Jonathan Edwards dalam The Works of Jonathan Edwards menyoroti bahwa perubahan dalam diri Paulus adalah bukti dari pekerjaan anugerah Allah yang efektif (irresistible grace). Paulus bukan hanya mengalami perubahan intelektual, tetapi perubahan hati yang total.
John MacArthur menambahkan bahwa perubahan ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar sehingga tidak bisa ditebus oleh Kristus. Anugerah Allah mampu mengubah penganiaya menjadi saksi Injil yang paling berpengaruh.
4. Makna Teologis Galatia 1:15-24: Injil dan Pelayanan Paulus dari Allah, Bukan dari Rasul Lain
1. Panggilan Paulus Adalah Inisiatif Allah (Galatia 1:15-16a)
Paulus menegaskan bahwa Allah telah memilihnya bahkan sebelum ia lahir:“Namun, ketika Allah, yang telah memisahkan aku sejak dalam kandungan ibuku dan telah memanggilku melalui anugerah-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya dalam aku…” (Galatia 1:15-16a, AYT).
a. Allah yang Memilih Paulus Sejak Awal
Paulus menekankan bahwa panggilannya bukanlah kebetulan, tetapi telah ditetapkan sejak ia masih dalam kandungan ibunya. Ini menggemakan panggilan nabi Yeremia:“Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau; Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yeremia 1:5).
John Stott dalam The Message of Galatians menyoroti bahwa Paulus melihat hidupnya bukan sebagai hasil usaha sendiri, tetapi sebagai bagian dari rencana Allah yang telah dirancang sejak awal.
b. Anugerah sebagai Dasar Panggilan Paulus
Paulus tidak dipilih karena kebaikannya, tetapi karena anugerah Allah. Sebelum bertemu Kristus, ia adalah penganiaya gereja (Galatia 1:13), tetapi Allah memanggilnya meskipun ia tidak layak.
- Efesus 2:8-9: “Sebab, karena anugerah kamu telah diselamatkan oleh iman—itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah—bukan hasil pekerjaanmu, supaya tidak ada orang yang memegahkan diri.”
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menekankan bahwa anugerah Tuhan adalah dasar dari setiap panggilan ilahi. Tidak ada seorang pun yang dipilih berdasarkan jasa atau kebajikannya sendiri.
2. Injil yang Diterima Paulus Bukan dari Manusia (Galatia 1:16b-17)
Paulus menegaskan bahwa setelah menerima pewahyuan dari Kristus, ia tidak segera mencari konfirmasi dari manusia:“Aku tidak segera meminta nasihat kepada seorang pun. Aku juga tidak pergi ke kota Yerusalem untuk bertemu dengan mereka yang sudah menjadi rasul sebelum aku, melainkan aku segera pergi ke wilayah Arab dan kembali lagi ke kota Damaskus.” (Galatia 1:16b-17, AYT).
a. Injil yang Diterima Paulus Adalah Pewahyuan Ilahi
Paulus menolak anggapan bahwa Injil yang ia beritakan berasal dari rasul lain atau dari ajaran manusia. Ia tidak langsung pergi ke Yerusalem untuk belajar dari para rasul, tetapi pergi ke Arab dan kemudian kembali ke Damaskus.
D.A. Carson dalam An Introduction to the New Testament menjelaskan bahwa ini menunjukkan bahwa kerasulan Paulus bersifat independen dari otoritas manusia. Paulus memiliki otoritas yang sama dengan para rasul lain karena ia menerima Injil langsung dari Kristus.
b. Pentingnya Pewahyuan dalam Pelayanan Paulus
Paulus bukan hanya menerima doktrin dari Kristus, tetapi juga mengalami transformasi pribadi melalui pewahyuan itu.
N.T. Wright dalam Paul: A Biography menjelaskan bahwa pengalaman Paulus di jalan ke Damsyik (Kisah Para Rasul 9:1-9) bukan hanya mengubah teologi Paulus, tetapi juga seluruh cara pandangnya terhadap dunia dan misinya.
3. Hubungan Paulus dengan Rasul-Rasul Lain (Galatia 1:18-20)
Tiga tahun setelah pertobatannya, barulah Paulus pergi ke Yerusalem dan bertemu Kefas (Petrus) serta Yakobus:“Tiga tahun kemudian, aku pergi ke kota Yerusalem untuk berkenalan dengan Kefas dan tinggal bersamanya selama lima belas hari. Akan tetapi, aku tidak melihat satu pun dari rasul-rasul lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan.” (Galatia 1:18-19, AYT).
a. Kerasulan Paulus Tidak Bergantung pada Otoritas Petrus atau Yakobus
John MacArthur dalam komentarnya terhadap Galatia menegaskan bahwa pertemuan ini bukan untuk menerima otoritas kerasulan, tetapi lebih sebagai kunjungan persahabatan dan diskusi. Paulus tetap teguh bahwa pelayanannya berasal dari Tuhan, bukan dari rasul lain.
b. Integritas Paulus dalam Memberitakan Injil
Paulus sangat menekankan kejujuran dalam laporannya:“Aku meyakinkan kamu di hadapan Allah bahwa apa yang aku tulis kepadamu ini bukan dusta.” (Galatia 1:20, AYT).
Craig Keener dalam The IVP Bible Background Commentary menjelaskan bahwa Paulus ingin menunjukkan bahwa ia tidak mengada-ada atau memanipulasi fakta.
4. Dampak Pelayanan Paulus dan Kemuliaan bagi Allah (Galatia 1: 21-24)
Setelah pertemuan di Yerusalem, Paulus pergi ke Siria dan Kilikia, dan meskipun jemaat di Yudea belum mengenalnya secara langsung, mereka mendengar tentang pertobatannya:“Mereka hanya sering mendengar, ‘Dia, yang dahulu menganiaya kita, sekarang memberitakan iman yang dahulu ia pernah coba hancurkan.’ Mereka memuliakan Allah karena aku.” (Galatia 1:23-24, AYT).
a. Transformasi Hidup sebagai Bukti Kuasa Injil
Perubahan Paulus dari penganiaya menjadi pemberita Injil adalah salah satu bukti terbesar kuasa Injil dalam mengubah hati manusia.
- 2 Korintus 5:17: “Jadi, jika seseorang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; yang lama telah berlalu, lihatlah, yang baru telah datang!”
Timothy Keller dalam Galatians For You menekankan bahwa tidak ada seorang pun yang terlalu jauh dari anugerah Allah. Jika Tuhan bisa mengubah Paulus, Dia bisa mengubah siapa saja.
b. Kemuliaan Bagi Allah, Bukan bagi Paulus
Paulus tidak mencari kehormatan pribadi. Sebaliknya, ia bersukacita bahwa orang-orang memuliakan Allah karena kehidupannya.
John Piper dalam Let the Nations Be Glad! menjelaskan bahwa tujuan utama dari misi Kristen adalah membawa kemuliaan bagi Allah, bukan untuk kepentingan pribadi.
Kesimpulan: Kebenaran Injil Tidak Bergantung pada Manusia
Dari Galatia 1:15-24, kita belajar bahwa:
- Panggilan Paulus adalah hasil dari pemilihan Allah yang berdaulat. Pemilihannya bukan berdasarkan perbuatan baik, tetapi anugerah semata.
- Injil yang Paulus beritakan berasal dari pewahyuan langsung dari Kristus. Ini menunjukkan bahwa otoritas Firman Allah tidak bergantung pada tradisi manusia.
- Pelayanan Paulus membuktikan kuasa transformasi Injil. Seorang penganiaya dapat diubah menjadi rasul yang memberitakan iman yang dahulu ia coba hancurkan.
Dalam terang teologi Reformed, bagian ini meneguhkan doktrin anugerah Allah, pemilihan tanpa syarat, dan otoritas Firman Tuhan. Kita diingatkan bahwa Injil bukan berasal dari manusia, tetapi dari Allah sendiri.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mempercayai kebenaran Injil yang murni dan memberitakannya dengan setia, seperti Paulus.
“Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus.” (Galatia 6:14)